Anda di halaman 1dari 174

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ANALISA DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA


PASIEN RAWAT INAP PENYAKIT GINJAL KRONIK
DENGAN PENYAKIT PENYERTA DI RUMKITAL Dr.
MINTOHARDJO TAHUN 2014

SKRIPSI

DANA YUSSHIAMMANTI FITRIA


1111102000024

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
DESEMBER 2015
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ANALISA DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA


PASIEN RAWAT INAP PENYAKIT GINJAL KRONIK
DENGAN PENYAKIT PENYERTA DI RUMKITAL Dr.
MINTOHARDJO TAHUN 2014

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

DANA YUSSHIAMMANTI FITRIA


1111102000024

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
DESEMBER 2015

ii
iii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
iv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
v
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK

Nama : Dana Yusshiammanti Fitria


NIM : 1111102000024
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Analisa Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien
Rawat Inap Penyakit Ginjal Kronik dengan Penyakit
Penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo Tahun 2014

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan masalah kesehatan di dunia dengan


peningkatan insiden, prevalensi, biaya yang tinggi dan outcome yang buruk.
Pasien PGK memiliki resiko mengalami penurunan fungsi ginjal yang semakin
parah akibat penyakit penyerta dan drug related problems (DRPs). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui jenis penyakit penyerta dan DRPs pada pasien rawat
inap dengan PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo. Adapun kategori DRPs yang
meliputi ketidaktepatan pemilihan obat, ketidaktepatan penyesuaian dosis,
indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi dan interaksi obat. Penelitian ini juga
untuk mengetahui pengaruh antara jumlah penyakit penyerta terhadap jumlah
DRPs dan pengaruh jumlah penggunaan obat terhadap jumlah DRPs. Penelitian
ini merupakan penelitian observasional yang menggunakan rancangan penelitian
cross sectional (potong lintang), dengan pengumpulan data secara retrospektif.
Data yang digunakan adalah data rekam medis. Data yang diperoleh dikaji secara
deskriptif berdasarkan literatur. Penelitian ini menunjukkan bahwa penyakit
penyerta yang sering dialami pasien adalah anemia (75,0%) dengan kejadian
DRPs terbanyak ialah interaksi obat (81,9%), diikuti ketidaktepatan penyesuaian
dosis (overdosis 11,2%; subterapi 2,0%), indikasi tanpa obat (3,2%) dan
ketidaktepatan pemilihan obat (1,7%). Jumlah penyakit penyerta tidak
berpengaruh secara bermakna terhadap jumlah DRPs (P = 0,493). Jumlah
penggunaan obat berpengaruh secara bermakna terhadap jumlah DRPs (P =
0,000).

Kata kunci: penyakit ginjal kronik, penyakit penyerta, drug related problems

vi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT

Name : Dana Yusshiammanti Fitria


Major Study : Pharmacy
Title : Analysis of Drug Related Problems (DRPs) Inpatient
Chronic Kidney Disease with Comorbidities in the Naval
Hospital Dr. Mintohardjo 2014

Chronic Kidney Disease (CKD) is a health problem in the world with an increased
incidence, prevalence, high costs and poor outcomes. CKD patients have a
decreased risk of worsening of renal function due to concomitant disease and drug
related problems (DRPs). This study aims to determine the type of comorbidities
and DRPs in hospitalized patients with CKD in the naval hospital Dr.
Mintohardjo. The categories of DRPs which include improper drug selection,
improper dosage adjustment, indications without drugs, drugs without indication
and drug interactions. This study was also to determine influence of the number of
comorbidities on the number of DRPs and influence the amount of drug use on the
number of DRPs. This study is an observational study using cross sectional study
design, with retrospective data collection. The data used are the medical records.
The data obtained were examined descriptively based on the literature. This study
shows that comorbidities that are often experienced by patients is anemia (75,0%)
with the highest incidence of DRPs is a drug interaction (81,9%), followed by
improper dosage adjustment (overdosage 11,2%; underdosage 2,0%); indication
without drug (3,2%) and improper drug selection (1,7%). Number of
comorbidities did not influence significantly on the number of DRPs (P = 0,493).
The amount of drug use significantly affect on the number of DRPs (P = 0,000).

Keywords: chonic kidney disease, comorbidities, drug related problems

vii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur tak terhingga penulis panjatkan kehadirat


Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada saya.
Shalawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat. Syukur atas limpahan cinta
dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisa Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Rawat Inap Penyakit
Ginjal Kronik dengan Penyakit Penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo
Tahun 2014”. Skripsi ini penulis susun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak
akan terwujud dan berjalan lancar tanpa bantuan, dukungan, bimbingan dan doa
dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis tidak lupa
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Azrifitria, M.Si., Apt. dan Ibu Siti Fauziyah, S.Si, M.Farm., Apt.
selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, waktu,
tenaga, dalam penelitian ini juga untuk kesabaran dalam membimbing,
memberikan saran, dukungan serta kepercayaannya selama penelitian
berlangsung hingga terselesaikannya skripsi ini.
2. Dr. Arief Sumantri, S.KM, M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Yardi, Ph.D., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
dosen pembimbing akademik Farmasi kelas A tahun ajaran 2011.
4. Seluruh pihak dosen pengajar Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas
ilmu dan pengetahuan selama penulis menempuh pendidikan.
5. Seluruh civitas Departemen Farmasi Rumkital Dr. Mintohardjo yang
telah memberikan kesempatan dan kemudahan untuk melakukan
penelitian serta dukungan yang sangat besar.

viii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6. Bapak Ari beserta seluruh pihak karyawan ruang administrasi medik dan
seluruh kepala perawat ruangan yang telah banyak membantu kelancaran
dalam pengambilan data.
7. Kedua orang tua tercinta, ayahanda Muhammad Yusuf dan ibunda Yani
Maryani yang tidak pernah lelah untuk memberikan doa, dukungan moril
maupun materil, cinta, kasih sayang, semangat dan motivasi kepada
penulis dari kecil hingga saat ini.
8. Kakak tersayang M. Deni Mardiansyah D. dan Ka Mayang Gentra, serta
seluruh keluarga besar atas semangat, dukungan dan doa kepada penulis.
9. Novila Tari, Yulia Nurbaiti Raihana, Qurry Mawaddana, Fathiyah, Wafa,
Rika Chaerunisa, Firda Khanifah, Nurul Hikmah Tanjung, Meri
Rahmawati, Khoirunnisa Robbani, Henny Pradikaningrum, atas
kebersamaan, persaudaraan, persahabatan, doa, semangat, dukungan,
serta selalu menemani dan mendengarkan penulis.
10. Teman seperjuangan penelitian Siti Ulfah Bilqis, Khabbatun Ni’mah dan
Athirotin Halawiyah atas masukan, bantuan, kesabaran, dan semangat
selama masa penelitian hingga penyusunan skripsi.
11. Teman-teman Acl6 dan Farmasi 2011 khususnya Farmasi 2011 kelas AC
atas kebersamaan, serta berbagi suka dan duka selama perkuliahan.
12. Seluruh pihak yang telah banyak membantu penulis dalam penelitian dan
penyelesaian skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang
tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang telah


membantu. Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis berharao kritik dan
saran atas kekurangan dan keterbatasan penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini
bermanfaat untuk banyak pihak dan perkembangan ilmu pengetahuan khususnya
dunia kefarmasian.

Ciputat, 29 Desember 2015

Penulis

ix
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS .......................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ........................................................v
ABSTRAK ..................................................................................................... vi
ABSTRACT ................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................. viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL .........................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ...............................................................................1


1.1 Latar Belakang ...............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................4
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................5
1.4.1 Manfaat Bagi Penulis ...........................................................5
1.4.2 Manfaat Bagi Rumkital Dr. Mintohardjo .............................5
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ..............................................................6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................7


2.1 Drug Related Problems ..................................................................7
2.1.1 Klasifikasi Drug Related Problems .....................................7
2.1.1.1 Ketidaktepatan Pemilihan Obat ...............................8
2.1.1.2 Ketidaktepatan Penyesuaian Dosis ..........................8
2.1.1.3 Indikasi Tanpa Obat .................................................9
2.1.1.4 Obat Tanpa Indikasi .................................................9
2.1.1.5 Reaksi Obat yang Merugikan ..................................9
2.1.1.6 Interaksi Obat.........................................................10
2.1.1.7 Ketidaktepatan Pemantauan Laboratorium ............13
2.1.1.8 Ketidakpatuhan Pasien...........................................13
2.2 Ginjal ............................................................................................14
2.2.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal .............................................14
2.2.1.1 Anatomi .................................................................14
2.2.1.2 Struktur Makroskopis ............................................14
2.2.1.3 Struktur Mikroskopis .............................................17
2.2.1.4 Fisiologi .................................................................19
2.2.2 Penilaian Fungsi Ginjal ......................................................21
2.2.2.1 Persamaan Cockroft-Gault .....................................21
2.2.2.2 Persamaan MDRD .................................................22
2.3 Penyakit Ginjal Kronik ................................................................23
2.3.1 Definisi ...............................................................................24

xi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3.2 Etiologi ...............................................................................24
2.3.3 Klasifikasi...........................................................................25
2.3.3.1 Penyebab ................................................................25
2.3.3.2 Kategori Laju Filtrasi Glomerulus .........................26
2.3.3.3 Kategori Albuminuria ............................................27
2.3.4 Patofisiologi .......................................................................27
2.3.4.1 Protokol Pasien Penyakit Ginjal Kronik ................29
2.3.4.2 Pengobatan Progresi dengan Modifikasi Terapi ....30
2.3.5 Terapi Pengganti Ginjal .....................................................36
2.3.5.1 Hemodialisis ..........................................................36
2.3.5.2 Dialisis Peritoneal ..................................................36
2.3.5.3 Transplantasi Ginjal ...............................................37
2.4 Rumah Sakit .................................................................................37
2.4.1 Pelayanan Farmasi Klinis di Rumah Sakit .........................40
2.5 Rekam Medis................................................................................40

BAB 3 METODE PENELITIAN .................................................................42


3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................42
3.3 Bahan Penelitian ...........................................................................42
3.4 Desain Penelitian ..........................................................................42
3.5 Kerangka Konsep .........................................................................43
3.6 Populasi dan Sampel Penelitian ...................................................43
3.6.1 Populasi ..............................................................................43
3.6.2 Sampel ................................................................................44
3.7 Definisi Operasional .....................................................................45
3.8 Alur Penelitian..............................................................................46
3.8.1 Persiapan (Permohonan Izin Penelitian) ............................46
3.8.2 Pelaksanaan Pengumpulan Data.........................................46
3.8.3 Manajemen Data ................................................................47
3.8.4 Pengolahan Data .................................................................47
3.8.5 Analisa Data .......................................................................48
3.8.5.1 Analisa Univariat ...................................................48
3.8.5.2 Analisa Bivariat .....................................................48

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................50


4.1 Analisa Univariat ..........................................................................50
4.1.1 Karakteristik Pasien............................................................50
4.1.2 Profil Penggunaan Obat .....................................................55
4.1.2.1 Jumlah Penggunaan Obat ......................................57
4.1.3 Drug Related Problems (DRPs) .........................................58
4.1.3.1 DRPs Ketidaktepatan Pemilihan Obat ...................59
4.1.3.2 DRPs Ketidaktepatan Penyesuaian Dosis ..............61
4.1.3.3 DRPs Indikasi Tanpa Obat ....................................64
4.1.3.4 DRPs Obat Tanpa Indikasi ....................................67
4.1.3.5 DRPs Interaksi Obat ..............................................67
4.2 Analisa Bivariat ............................................................................70
4.3 Keterbatasan Penelitian ................................................................71

xii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.3.1 Kendala...............................................................................71
4.3.2 Kelemahan ..........................................................................72
4.3.3 Kekuatan.............................................................................72

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................73


5.1 Kesimpulan...................................................................................73
5.2 Saran .............................................................................................74

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................75


LAMPIRAN ...................................................................................................81

xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Ginjal Tampak dari Depan.....................................14


Gambar 2.2 Letak Anatomi Ginjal ...........................................................15
Gambar 2.3 Struktur Makroskopis Ginjal ................................................16
Gambar 2.4 Proses Pembentukan Urin .....................................................21
Gambar 2.5 Mekanisme Progresi Gangguan Penyakit Ginjal Kronik .....29
Gambar 2.6 Strategi Pengobatan untuk Mencegah Progresi Penyakit
Ginjal Kronik pada Pasien Diabetes .....................................33
Gambar 2.7 Strategi Pengobatan untuk Mencegah Progresi Penyakit
Ginjal Kronik pada Pasien Non Diabetes..............................34
Gambar 2.8 Algoritma Manajemen Hipertensi untuk Pasien Penyakit
Ginjal Kronik ........................................................................35
Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep ......................................................43
Gambar 4.1 Hasil Uji Kai-kuadrat Pengaruh Jumlah Penyakit
Penyerta terhadap Jumlah DRPs ...........................................70
Gambar 4.2 Hasil Uji Koefisiensi Kontingensi Pengaruh Jumlah
Penyakit Penyerta terhadap Jumlah DRPs ............................70
Gambar 4.3 Hasil Uji Kai-kuadrat Pengaruh Jumlah Penggunaan
Obat terhadap Jumlah DRPs .................................................71

xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penyebab PGK menurut KDIGO 2012 Clinical Practice


Guideline for Evaluation and Management of CKD, 2013 .......25
Tabel 2.2 Kategori Albuminuria menurut KDIGO 2012 Clinical Practice
Guideline for Evaluation and Management of CKD, 2013 .......27
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel dalam Penelitian .......................45
Tabel 4.1 Karakteristik Pasien Penyakit Ginjal Kronik ............................50
Tabel 4.2 Data Distribusi Penyakit Penyerta .............................................54
Tabel 4.3 Data Distribusi Penggunaan Obat .............................................56
Tabel 4.4 Data Distribusi Jumlah Penggunaan Obat .................................57
Tabel 4.5 Data Distribusi Pasien Berdasarkan Kategori DRPs .................58
Tabel 4.6 Data Distribusi Pasien DRPs Ketidaktepatan
Pemilihan Obat ..........................................................................60
Tabel 4.7 Data Distribusi Pasien DRPs Dosis Obat Terlalu Tinggi ..........61
Tabel 4.8 Data Distribusi Pasien DRPs Dosis Obat Terlalu Rendah ........62
Tabel 4.9 Data Distribusi Pasien DRPs Indikasi Tanpa Obat ...................64
Tabel 4.10 Data Distribusi Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Tingkat
Keparahan dan Tipe Mekanisme Interaksi Obat ........................68
Tabel 4.11 Jenis Obat yang Mengalami Interaksi Mayor............................69

xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian dari Fakultas


Kedokteran dan Ilmu Kesehatan ...........................................81
Lampiran 2. Surat Persetujuan Pelaksanaan Penelitian dari Rumkital
Dr. Mintohardjo ....................................................................82
Lampiran 3. Surat Persetujuan Pelaksanaan Penelitian di Ruang
Administrasi ..........................................................................83
Lampiran 4. Kriteria Penilaian DRPs ........................................................84
Lampiran 5. Data Pasien ...........................................................................87
Lampiran 6. Data Obat ............................................................................131
Lampiran 7. Penilaian DRPs yang Dialami Pasien Penyakit Ginjal
Kronik .................................................................................138
Lampiran 8. Kejadian DRPs Interaksi Obat ............................................139

xvi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit ginjal kronik (PGK) didefinisikan sebagai kerusakan ginjal
yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa kelainan struktur ataupun fungsi dengan
atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) yang ditandai dengan
kelainan patologis; atau tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan komposisi darah
dan urin, atau kelainan dalam imaging test. Jika tidak ada kelainan patologis,
penegakan diagnosa didasarkan pada LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2
selama 3 bulan atau lebih, dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Dikatakan sebagai
gagal ginjal terminal (GGT) ketika LFG kurang dari 15 ml/menit/1,73 m2 (Levey,
A. S., et al., 2005).
PGK merupakan masalah kesehatan dunia dengan peningkatan insiden,
prevalensi, biaya yang tinggi dan “outcome” yang buruk (Levey, A. S., et al.,
2005). Pasien dengan gangguan fungsi ginjal sering mengalami perubahan
parameter farmakokinetik seperti absorbsi, distribusi, ikatan protein, metabolisme
dan ekskresi obat melalui ginjal. LFG akan semakin rendah akibat penyakit ginjal
atau penuaan. Keadaan ini berakibat waktu eliminasi obat diperpanjang sehingga
mempengaruhi aktivitas farmakologi dan toksisitas obat. Gangguan ginjal juga
berpengaruh terhadap farmakodinamik obat akibat perubahan fisiologis dan
biokimia yang berhubungan dengan progresivitas insufisiensi ginjal.
Kompleksitas pengobatan pada pasien PGK meningkatkan potensi drug
related problems (DRPs). Seiring dengan penurunan fungsi ginjal maka jenis dan
jumlah pengobatan untuk pasien bertambah, sehingga akan memperbesar resiko
DRPs. DRPs telah diketahui berhubungan dengan morbiditas, mortalitas, dan
penurunan kualitas hidup (Mahmoud, 2008).
Menurut United State Renal Data System (USRDS), di Amerika Serikat
prevalensi PGK meningkat dari tahun 1988-1994 ke 1999-2004. Pada tahun 1988-
1994 sebesar 12,0% dan tahun 1999-2004 sebesar 14,0% (USRDS, 2014).
Berdasarkan data dari Indonesian Renal Registry (IRR), suatu registrasi dari

1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2

Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), terjadi peningkatan pasien yang


melakukan hemodialisis dari tahun 2007 – 2012.
Riset Kesehatan Dasar (2013) menyatakan bahwa dari jumlah responden
usia 15 tahun sebanyak 722.329 orang (347.823 laki-laki, 374.506 wanita),
prevalensi PGK berdasarkan diagnosa dokter di Indonesia sebesar 0,2 persen.
Prevalensi tertinggi di Sulawesi Tengah sebesar 0,5 persen, diikuti Aceh,
Gorontalo dan Sulawesi Utara masing-masing 0,4 persen. Sementara Nusa
Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta dan Jawa Timur masing-masing 0,3 persen. Prevalensi PGK
berdasarkan wawancara yang didiagnosa dokter meningkat seiring dengan
bertambahnya usia, meningkat tajam pada kelompok usia 35 – 44 tahun (0,3%),
diikuti usia 45 – 54 tahun (0,4%) dan usia 55 – 74 tahun (0,5%), tertinggi pada
kelompok usia ≥75 tahun (0,6%). Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi
dari perempuan (0,2%) (Riskesdas, 2013).
Pharmaceutical Care Network Europe (PCNE) mendefinisikan DRPs
adalah suatu peristiwa atau kejadian yang melibatkan terapi obat yang benar-benar
atau berpotensi mengganggu hasil klinis kesehatan yang diinginkan (PCNE,
2010).
Terjadinya DRPs dapat mencegah atau menunda pasien dari pencapaian
terapi yang diinginkan. Namun, DRPs umum terjadi pada pasien PGK.
Berdasarkan suatu penelitian, dilakukan korelasi untuk menentukan apakah
terdapat hubungan antara DRPs dengan jumlah obat, jumlah dosis obat per hari,
jumlah kondisi penyerta, usia pasien dan durasi dari penyakit gagal ginjal kronik
terminal, sekaligus mengontrol status diabetes melitus (DM). Dari hasil penelitian,
diperoleh bahwa DRPs lazim terjadi di semua pasien hemodialisis (HD). Catatan
medis dari 133 pasien dievaluasi. Pasien berusia 60.5 ± 15.2 tahun, yang
diresepkan 11.0 ± 4.2 obat dan memiliki 6.0 ± 2.3 penyakit penyerta. DRPs terjadi
pada 97,7% pasien dengan 475 DRPs yang teridentifikasi, rata-rata 3.6 ± 1.8
DRPs per pasien. DRPs berkorelasi positif dengan jumlah penyakit penyerta
pasien (P <0.001). Jumlah DRPs meningkat pada masing-masing pasien sama
dengan meningkatnya jumlah kondisi penyerta. DRPs yang paling banyak terjadi
adalah obat tanpa indikasi (30,9%), ketidaktepatan pemantauan laboratorium

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


3

(27,6%), indikasi tanpa obat (17,5%) dan ketidaktepatan penyesuaian dosis


(15,4%) (Manley, H. J., et al., 2003a). Hasil penelitian Manley, H. J., et al.
(2003b) diketahui 66 pasien dengan 354 DRPs, berusia 62.6 ± 15.9 tahun,
memiliki 6.4 ± 2.0 kondisi penyerta, yang menerima 12.5 ± 4.2 obat,
menunjukkan bahwa DRPs yang paling sering terjadi ialah reaksi obat yang
merugikan (ADR/Adverse Drug Reactions) sebanyak 20,7% dan indikasi tanpa
obat sebanyak 13,5%.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Manley, H. J., et al. (2005), untuk
mengetahui frekuensi, jenis dan keparahan DRPs pada pasien hemodialisis di
Amerika Serikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DRPs teridentifikasi
sebanyak 1.593 kasus pada 395 pasien (51,2% pria; usia, 52,4 ± 8,2 tahun; 42,7%
dengan diabetes). Jenis DRPs yang paling sering ditemukan adalah ketidaktepatan
pemantauan laboratorium (23,5%) dan indikasi tanpa obat (16,9%).
Ketidaktepatan penyesuaian dosis ditemukan sebanyak 20,4% dari seluruh DRPs
yang teridentifikasi (dosis subterapi 11,2%; overdosis 9,2%).
Suatu studi dilakukan untuk mengidentifikasi kasus DRPs pada pasien
PGK di Perancis, diperoleh data bahwa ditemukan DRPs sebanyak 142 kasus
pada 93% pasien terutama indikasi tanpa obat (31,7%) dan dosis tidak tepat
(19%). Resiko kejadian DRPs meningkat signifikan terhadap kondisi lanjut usia
(P = 0.0027) dan jumlah pengobatan (P = 0.049) (Belaiche, S., et al., 2012).
Salah satu penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa
DRPs yang terjadi, diantaranya ketidaktepatan penyesuaian dosis (dosis berlebih
sebanyak 6 kasus (5,55%); dosis kurang sebanyak 1 kasus (0,92%)),
ketidaktepatan pemilihan obat sebanyak 8 kasus (7,40%) dan interaksi obat
sebanyak 14 kasus (12,96%) (Faizzah, N., 2012).
Tujuan untuk memperbaiki kualitas dalam penggunaan obat di
masyarakat secara umum dan pasien secara khusus maka perlu dilakukan
identifikasi masalah dan error dalam struktur dan proses pengobatan. Hal itu
dimaksudkan untuk memperbaiki outcome perawatan dan untuk mengurangi error
pasien. Penurunan kejadian DRPs pada pasien dialisis dapat menurunkan
morbiditas dan mortalitas serta meningkatkan kualitas hidup (Manley, H. J., et al.,
2005).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


4

Berdasarkan penjelasan di atas menunjukkan bahwa terapi obat yang


diberikan pada pasien PGK dengan penyakit penyerta menjadi hal yang penting
untuk mendapatkan perhatian tenaga kesehatan, terutama tenaga kefarmasian dan
apoteker. Penelitian analisa DRPs pada pasien PGK dengan penyakit penyerta
belum pernah dilakukan di RS TNI Angkatan Laut (Rumkital) Dr. Mintohardjo.
Analisa DRPs yang dilakukan pada penelitian ini mengadaptasi kategori DRPs
menurut Cipolle, R. J., et al. (1998) yang telah dimodifikasi, yaitu ketidaktepatan
pemilihan obat, ketidaktepatan penyesuaian dosis (subterapi atau overdosis),
indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi dan interaksi obat. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui jenis penyakit penyerta dan jenis DRPs pada pasien rawat inap
dengan PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo serta untuk mengetahui pengaruh
antara jumlah penyakit penyerta dengan jumlah DRPs dan pengaruh antara jumlah
penggunaan obat dengan jumlah DRPs yang dialami pasien.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah:
1. Apa jenis penyakit penyerta yang sering terjadi pada pasien rawat
inap dengan PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2014?
2. Apa jenis DRPs yang terjadi pada pasien rawat inap dengan PGK di
Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2014?
3. Bagaimana pengaruh jumlah penyakit penyerta terhadap jumlah
DRPs dan pengaruh jumlah penggunaan obat terhadap jumlah DRPs
pada pasien rawat inap dengan PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo
tahun 2014?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan pada penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui jenis penyakit penyerta yang sering terjadi pada pasien
rawat inap dengan PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2014.
2. Mengetahui jenis DRPs yang terjadi pada pasien rawat inap dengan
PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2014.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


5

3. Mengetahui pengaruh antara jumlah penyakit penyerta dengan


jumlah DRPs yang dialami pada pasien rawat inap dengan PGK di
Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2014.
4. Mengetahui pengaruh antara jumlah penggunaan obat dengan jumlah
DRPs yang dialami pada pasien rawat inap dengan PGK di Rumkital
Dr. Mintohardjo tahun 2014.

1.4 Manfaat Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka manfaat penelitian yang dapat
diperoleh dari penelitian ini adalah:

1.4.1 Manfaat Bagi Penulis


1. Dapat mengetahui DRPs pada pasien PGK dengan penyakit penyerta
sehingga dapat menerapkan materi yang didapat selama mengikuti
perkuliahan dan mengaplikasikannya di lapangan.
2. Mengetahui jenis DRPs yang paling sering terjadi pada pasien PGK
dengan penyakit penyerta sehingga perlu diperhatikan untuk
meningkatkan pelayanan mutu kesehatan pada pasien.
3. Mendapatkan pengalaman dan keterampilan di bidang analisa DRPs
pada pasien PGK dengan penyakit penyerta.

1.4.2 Manfaat Bagi Rumkital Dr. Mintohardjo


1. Memberikan informasi penyakit penyerta yang sering terjadi pada
pasien rawat inap dengan PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo tahun
2014.
2. Memberikan informasi kepada rumah sakit terkait dengan jenis
DRPs yang terjadi pada pasien PGK dengan penyakit penyerta di
ruang rawat inap Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2014.
3. Menjadi referensi bagi dokter dan tenaga kefarmasian mengenai
penggunaan obat pada pasien PGK dengan terapi obat untuk
penyakit penyerta sehingga dapat mengurangi angka kejadian DRPs.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


6

4. Memberikan saran bagi dokter dan tenaga kefarmasian dalam


meningkatkan pemberian terapi optimal sehingga diperoleh terapi
yang efektif, aman dan efisien.
5. Menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan evaluasi dan saran
bagi pihak RS dalam kebijakan untuk menentukan standar pelayanan
kesehatan.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di bangsal internis yang merupakan ruang
rawat inap pasien penyakit dalam dan bagian hemodialisis Rumkital Dr.
Mintohardjo. Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada periode bulan Juni
hingga Juli 2015 dan analisa data pada bulan Agustus hingga Oktober 2015.
Bahan penelitian yang digunakan berupa data sekunder, yaitu data rekam medis.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Seorang farmasis memegang peranan yang sangat penting dalam


peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada pasien (Patient
Oriented). Sebagai seorang farmasis, peningkatan mutu pelayanan ini dapat
dilakukan melalui suatu proses pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical care).
Praktek Pharmaceutical care merupakan suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien
(Permenkes, 2014). Salah satu wujud kegiatan ini adalah dengan melakukan suatu
analisa terhadap drug related problems (DRPs) dari setiap terapi yang
dipertimbangkan serta diberikan kepada pasien.

2.1 Drug Related Problems


Pharmaceutical Care Network Europe (PCNE) mendefinisikan DRPs
adalah kejadian suatu kondisi terkait dengan terapi obat yang secara nyata atau
potensial mengganggu hasil klinis kesehatan yang diinginkan (PCNE, 2010).
DRPs dapat juga dikatakan sebagai suatu pengalaman atau kejadian yang tidak
menyenangkan yang dialami oleh pasien yang melibatkan atau diduga berkaitan
dengan terapi obat dan secara aktual maupun potensial mempengaruhi outcome
terapi pasien (Cipolle, R. J., et al., 1998).
Terdapat dua jenis DRPs, yaitu DRPs aktual dan potensial. Keduanya
memiliki perbedaan tetapi pada kenyataannya problem yang muncul tidak selalu
terjadi dengan segera dalam prakteknya. DRPs aktual adalah suatu masalah yang
telah terjadi dan farmasis wajib mengambil tindakan untuk memperbaikinya.
Sedangkan DRPs potensial dikarenakan resiko yang sedang berkembang jika
farmasis tidak turun tangan (Rovers, J. P., et al., 2003).

2.1.1 Klasifikasi Drug Related Problems


Cipolle, R. J., et al. (1998), secara luas mengkategorikan DRPs ke dalam
8 kelompok (Mahmoud, 2008).

7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8

2.1.1.1 Ketidaktepatan Pemilihan Obat


Ketidaktepatan pemilihan obat merupakan keadaan dimana pasien telah
diresepkan obat yang salah. Pertama, terapi obat yang digunakan untuk mengobati
kondisi medis pasien tidak efektif. Kedua, obat yang diterima pasien bukan
merupakan obat yang paling efektif. Ketiga, pasien mempunyai kontraindikasi
atau menimbulkan alergi terhadap obat yang diterima. Keempat, pasien menerima
kombinasi obat yang sama efektifnya dengan terapi obat tunggal. Kelima, pasien
menerima obat yang lebih mahal bukan obat yang lebih murah dan memiliki
efektivitas yang sama (Mahmoud, 2008).

2.1.1.2 Ketidaktepatan Penyesuaian Dosis


Ketidaktepatan penyesuian dosis merupakan keadaan dimana pasien
menerima terapi obat dengan dosis obat yang terlalu rendah atau terlalu tinggi.
a. Dosis rendah
Hal ini sering menantang bagi tenaga kesehatan untuk memastikan dosis
obat yang sesuai untuk pasien yang melakukan dialisis karena potensi kenaikan
komorbiditas dari waktu ke waktu dan mengubah parameter laboratorium,
parameter farmakokinetik dan farmakodinamik, dan perawatan dialisis.
Pemantauan yang hati-hati dan terus-menerus dari perkembangan pasien selain
penyesuaian dosis obat oleh apoteker klinis yang memperhitungkan semua obat
yang tepat, penyakit dan informasi spesifik pasien dapat menurunkan jumlah
masalah dosis pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Selain itu, parameter
seperti usia dan berat badan sering dapat berguna untuk membantu dalam
menentukan dosis obat yang optimal untuk pasien (Mahmoud, 2008).
Penyebab dosis rendah, seperti frekuensi pemberian dosis yang tidak
sesuai, jarak dan waktu pemberian terapi obat terlalu singkat, penyimpanan obat
yang tidak sesuai (misalnya, menyimpan obat di tempat yang terlalu panas atau
lembab, menyebabkan degradasi bentuk sediaan dan dosis subterapi), pemberian
obat yang tidak sesuai dan interaksi obat (Mahmoud, 2008).
b. Dosis tinggi
Seperti yang dinyatakan oleh Cipolle, R. J., et al. (1998), ketika seorang
pasien menerima dosis obat yang terlalu tinggi dan mengalami efek toksik yang

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


9

tergantung dosis atau konsentrasi menunjukkan pasien mengalami DRPs. Pada


pasien dengan penurunan fungsi ginjal, kemampuan ginjal untuk menghilangkan
obat-obatan dan metabolitnya menurun, yang akhirnya menyebabkan akumulasi
obat dan produk-produk beracun di ginjal (Mahmoud, 2008).

2.1.1.3 Indikasi Tanpa Obat


Indikasi tanpa obat adalah terjadi ketika pasien mengalami gangguan
medis baru yang memerlukan terapi obat, pasien menderita penyakit kronis lain
sehingga membutuhkan terapi obat lanjutan, pasien membutuhkan kombinasi obat
untuk memperoleh efek sinergis, pasien berpotensi untuk mengalami resiko
gangguan penyakit baru yang dapat dicegah dengan penggunaan terapi obat
profilaksis atau premedikasi (Mahmoud, 2008).

2.1.1.4 Obat Tanpa Indikasi


Obat tanpa indikasi adalah terjadi ketika seorang pasien mengambil
terapi obat yang tidak perlu, yang indikasi klinisnya tidak ada pada saat itu. Ada
beberapa penyebab obat tanpa indikasi (Mahmoud, 2008)
Pertama, kondisi medis dapat lebih tepat diobati dengan terapi tanpa obat
seperti diet, olahraga atau operasi. Kedua, pasien mungkin pada terapi obat untuk
mengobati Adverse Drug Reactions (ADR) yang disebabkan obat lain. Ketiga,
penyalahgunaan narkoba, tembakau dan konsumsi alkohol semua mungkin
menyebabkan masalah. Keempat, terapi obat kombinasi dapat digunakan untuk
mengobati kondisi yang hanya membutuhkan terapi obat tunggal. Sebagai contoh,
beberapa pasien menerima lebih dari satu pencahar untuk pengobatan sembelit;
beberapa pasien menerima lebih dari satu antidiarel untuk pengobatan diare; dan
beberapa pasien menerima lebih dari satu analgesik untuk pengobatan nyeri
(Mahmoud, 2008).

2.1.1.5 Reaksi Obat yang Merugikan


Reaksi obat yang merugikan merupakan efek negatif yang tidak
diinginkan yang disebabkan oleh obat-obatan yang tidak dapat diprediksi
berdasarkan konsentrasi dosis atau tindakan farmakologis (Mahmoud, 2008).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


10

Seperti yang dinyatakan oleh Cipolle, R. J., et al. (1998), reaksi obat
yang merugikan didefinisikan sebagai efek negatif yang tidak diinginkan yang
disebabkan oleh obat-obatan yang tidak dapat diprediksi berdasarkan konsentrasi
dosis atau tindakan farmakologis. Menurut WHO, reaksi obat yang merugikan
(Adverse Drug Reactions/ADR) digambarkan sebagai tanggapan terhadap obat
yang berbahaya dan yang tidak diinginkan, dan yang terjadi pada dosis yang
biasanya digunakan untuk profilaksis, diagnosis atau terapi penyakit, atau untuk
modifikasi fungsi fisiologis (Mahmoud, 2008).
Seorang pasien dapat mengalami ADR karena pemberian obat yang tidak
aman, reaksi alergi, pemberian obat yang salah, interaksi obat, penurunan atau
peningkatan dosis yang cepat atau efek yang tidak diinginkan dari obat yang tidak
bisa diprediksi, Misalnya, perdarahan karena dosis yang lebih tinggi dari obat
antikoagulan seperti warfarin atau heparin merupakan ADR (Mahmoud, 2008).

2.1.1.6 Interaksi Obat


Jika ada reaksi alergi terhadap obat, pasien dengan faktor resiko yang
berbahaya bila obat digunakan, dan ada interaksi dengan obat lain sehingga hasil
laboratorium berubah akibat penggunaan obat tersebut.
Interaksi obat merupakan hasil interaksi dari obat dengan obat, obat
dengan makanan dan obat dengan laboratorium. Hal ini dapat terjadi pada pasien
yang menerima obat dari kelas farmakologis yang berbeda serta dalam kelas
farmakologis yang sama (Mahmoud, 2008).

Mekanisme Interaksi Obat


Dapat dikatakan interaksi jika terjadi efek dari satu obat yang
dipengaruhi dengan adanya obat lain, jamu, makanan, minuman atau oleh
beberapa bahan kimia. Hasil interaksi dapat berbahaya jika terjadi peningkatan
toksisitas obat. Namun, terdapat juga interaksi obat yang tidak benar-benar
mempengaruhi sama sekali seperti efek aditif dari kedua obat yang memiliki efek
yang sama, contohnya: efek gabungan dari dua atau lebih obat antidepresan atau
obat yang mempengaruhi QT interval. Namun, terkadang istilah interaksi obat
digunakan ketika terjadi reaksi fisiko-kimia antara obat yang dicampur dalam

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


11

suatu infus (Stockley, I. H., 2008). Mekanisme interaksi obat dibagi menjadi 2
secara umum, yaitu:
Interaksi Farmakokinetik
Interaksi farmakokinetik adalah interaksi yang dapat terjadi ketika suatu obat
mempengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi (ADME).
Sebagai contoh, ranitidin mengurangi klirens metformin di ginjal dengan
menghambat sekresi metformin di tubular ginjal sehingga kadar plasma
metformin dapat meningkat dan dapat meningkatkan efek farmakologisnya
(farmakokinetik, moderat). Interaksi farmakokinetik terdiri dari dari beberapa
tipe:
a. Interaksi pada absorpsi obat
Ketika obat diberikan secara oral maka akan terjadi penyerapan melalui
membran mukosa dari saluran pencernaan dan sebagian besar interaksi terjadi
pada penyerapan di usus.
b. Interaksi pada distribusi obat
Pada interaksi ini dapat terjadi melalui beberapa hal, yaitu: interaksi
ikatan protein dan induksi atau inhibisi transpor protein obat.
c. Interaksi pada metabolisme obat
Reaksi-reaksi yang dapat terjadi pada saat tahap metabolisme, yaitu:
yang pertama perubahan pada first pass metabolism salah satu pada perubahan
aliran darah ke hati dan inhibisi atau induksi first pass metabolism, kedua induksi
enzim, ketiga inhibisi enzim, keempat faktor genetik dan yang terakhir adanya
interaksi isoenzim CYP450.
d. Interaksi pada ekskresi obat
Sebagian besar obat dieksresikan melalui empedu atau urin, pengecualian
untuk obat anestesi inhalasi. Interaksi dapat dilihat dari perubahan pH, perubahan
aliran darah di ginjal, ekskresi empedu dan ekskresi tubulus ginjal (Stockley, I.
H., 2008).
Interaksi Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi dimana efek dari satu obat
terjadi perubahan karena adanya obat lain. Terkadang obat bersaing untuk reseptor
tertentu misalnya agonis beta-2, seperti salbutamol, dan beta bloker seperti

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


12

propranolol) namun seringkali reaksi terjadi secara langsung dan mempengaruhi


mekanisme fisiologi. Interaksi ini diklasifikasikan menjadi beberapa tipe:
a. Interaksi aditif atau sinergis
Jika dua obat memiliki efek farmakologis yang sama dan diberikan secara
bersamaan maka dapat memberikan efek yang aditif. Sebagai contoh alkohol
menekan SSP dan jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar (misalnya, ansiolitik,
hipnotik, dll.) dapat meningkatkan efek mengantuk.
b. Interaksi antagonis atau berlawanan
Interaksi ini berbeda dengan interaksi aditif, dimana ada beberapa pasang
obat dengan kerja yang bertentangan satu sama lain. Sebagai contoh, kumarin
dapat memperpanjang waktu pembekuan darah dengan menghambat kompetitif
efek vitamin K (Stockley, I. H., 2008).

Tingkat Keparahan Interaksi Obat


Keparahan interaksi dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkatan
keparahan:
1. Keparahan minor
Interaksi obat minor biasanya memberikan potensi yang rendah secara
klinis dan tidak membutuhkan terapi tambahan. Contoh interaksi minor adalah
interaksi hidralazin dan furosemid, dimana efek farmakologis furosemid dapat
meningkat jika diberikan bersamaan dengan hidralazin tetapi secara klinis tidak
signifikan. Interaksi obat minor dapat diatasi dengan menilai rejimen pengobatan.
2. Keparahan moderate
Interaksi moderate sering membutuhkan pengaturan dosis atau dilakukan
pemantauan. Sebagai contoh, obat rifampisin dan isoniazid yang dapat
menyebabkan peningkatan terjadinya hepatotoksisitas. Namun, kombinasi ini
masih sering digunakan dan diiringi dengan melakukan pemantauan enzim hati.
3. Keparahan major
Interaksi major pada umumnya harus dihindari bila memungkinkan
karena dapat menyebabkan potensi toksisitas yang serius. Sebagai contoh,
ketokonazol yang dapat menyebabkan peningkatan cisaprid sehingga dapat
memperpanjang interval QT dan mengancam jiwa. Oleh karena itu, kombinasi ini
tidak disarankan untuk digunakan (Atkinson, A., et al., 2007).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


13

2.1.1.7 Ketidaktepatan Pemantauan Laboratorium


Ketidaktepatan pemantauan laboratorium merupakan keadaan dimana
kebutuhan monitor laboratorium dari terapi pasien tidak sedang dipertimbangkan
yang akan memungkinkan pasien mengalami DRPs. Jika kebutuhan pemantauan
laboratorium dari terapi pasien tidak dipertimbangkan, maka pasien dapat
mengalami DRPs (Mahmoud, 2008).
Contoh ketidaktepatan pemantauan laboratorium terlihat pada pasien
resiko kardiovaskular yang tinggi tanpa pemantauan profil lipid puasa, tekanan
darah (BP) atau gula darah. Contoh lain dari ketidaktepatan pemantauan
laboratorium termasuk pasien yang menerima resep jangka panjang obat pengikat
aluminium tanpa mengukur kadar aluminium dan pasien yang diresepkan terapi
amiodaron atau mempunyai riwayat penyakit tiroid tanpa mendapatkan
pemantauan kadar tiroksin (Mahmoud, 2008).

2.1.1.8 Ketidakpatuhan Pasien


Ketidakpatuhan pasien merupakan ketidakmampuan pasien atau
keengganan untuk mengikuti regimen obat yang telah diresepkan oleh dokter dan
dinilai secara klinis tepat, efektif, dan mampu memberikan hasil yang diinginkan
tanpa efek berbahaya (Mahmoud, 2008).
Penderita gagal menerima obat dapat disebabkan oleh:
a. Penderita tidak mematuhi aturan yang direkomendasikan dalam
penggunaan obat.
b. Penderita tidak menerima pengaturan obat yang sesuai sebagai
akibat kesalahan medikasi (medication error) berupa kesalahan
peresepan, dispensing, cara pemberian atau monitoring yang
dilakukan.
c. Penderita tidak meminum obat yang diberikan karena
ketidakpahaman.
d. Penderita tidak meminum obat yang diberikan karena tidak sesuai
dengan keyakinan tentang kesehatannya.
e. Penderita tidak mampu menebus obat dengan alasan ekonomi.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


14

2.2 Ginjal
Ginjal adalah suatu organ yang secara struktural kompleks dan telah
berkembang untuk melaksanakan sejumlah fungsi penting, seperti ekskresi produk
sisa metabolisme, pengendalian air dan garam, pemeliharaan keseimbangan asam
yang sesuai, dan sekresi berbagai hormon dan autokoid (Aisyah, J., 2009).

2.2.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal


2.2.1.1 Anatomi
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat
sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya
retroperitoneal. Anatomi ginjal tampak dari depan, disini dapat kita ketahui bahwa
ginjal terletak di bagian belakang abdomen atas, di belakang peritonium
(retroperitoneal), di depan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus
abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa.
Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3 (Syaifuddin, 2006).

Gambar 2.1 Anatomi Ginjal Tampak dari Depan


[Sumber: Adam.com]

Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding
ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan.
Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas
ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri
adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka)
sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


15

batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah
dibandingkan ginjal kiri (Syaifuddin, 2006).

Gambar 2.2 Letak Anatomi Ginjal


[Sumber: Price dan Wilson, 2006]

2.2.1.2 Struktur Makroskopik


Panjang ginjal pada orang dewasa adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7
hingga 5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya
sekitar 150 gram. Ukuranya tidak berbeda menurut bentuk dan ukuran tubuh.
Perbedaan panjang dari kutub ke kutub kedua ginjal (dibandingkan dengan
pasanganya) yang lebih dari 1,5 cm (0,6 inci) atau perubahan bentuk merupakan
tanda yang paling penting (Syaifuddin, 2006).
Permukaan anterior dan posterior kutub atas dan bawah serta tepi lateral
ginjal berbentuk cembung, sedangkan tepi medialnya berbentuk cekung karena
adanya hilus. Beberapa struktur yang masuk atau keluar dari ginjal melalui hilus
adalah arteria dan vena renalis, saraf, pembuluh limfatik dan ureter. Ginjal diliputi
oleh suatu kapsula fibrosa tipis mengkilat, yang berikatan longgar dengan jaringan
di bawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan ginjal (Price
dan Wilson, 2006).
Secara umum struktur makroskopis ginjal terdiri dari beberapa bagian:
1. Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdiri dari korpus
renalis atau Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus
kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


16

2. Medula, yang terdiri dari 9 – 14 piramid. Di dalamnya terdiri dari


tubulus rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus
colligent).
3. Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara piramid ginjal.
4. Processus renalis, yaitu bagian piramid atau medula yang menonjol
ke arah korteks.
5. Hilus renalis, yaitu suatu bagian atau area dimana pembuluh darah,
serabut saraf atau duktus memasuki atau meninggalkan ginjal.
6. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus
pengumpul dan calix minor.
7. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
8. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
9. Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang
menghubungkan antara calix major dan ureter.

Gambar 2.3 Struktur Makroskopis Ginjal


[Sumber: Novartis.com]

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


17

Struktur ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula renalis
yang terdiri dari jaringan fibrosa berwarna ungu tua. Lapisan luar terdapat lapisan
korteks (substansia kortekalis), dan lapisan sebelah dalam bagian medulla
(substansia medularis) berbentuk kerucut yang disebut renal piramid. Puncak
kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papila
renalis. Masing-masing piramid saling dilapisi oleh kolumna renalis, jumlah
renalis 15 – 16 buah.
Arteri renalis membawa darah murni dari aorta ke ginjal, lubang-
lubangyang terdapat pada piramid renal masing-masing membentuk simpul dan
kapiler satu badan malfigi yang disebut glomerulus. Pembuluh aferen yang
bercabang membentuk kapiler menjadi vena renalis yang membawa darah dari
ginjal ke vena kava inferior.
Ginjal mendapat persarafan dari fleksus renalis (vasomotor). Saraf ini
berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini
berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ginjal. Di atas ginjal
terdapat kelenjar suprarenalis, kelenjar ini merupakan sebuah kelenjar bantu yang
menghasilkan dua macam hormon yaitu hormon adrenalin dan hormon kortison.
Adrenalin dihasilkan oleh medulla.

2.2.1.3 Struktur Mikroskopik


Struktur mikroskopik ginjal adalah nefron. Unit kerja fungsional ginjal
disebut sebagai nefron. Dalam setiap ginjal terdapat sekitar 1 juta nefron yang
pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi sama. Setiap nefron terdiri dari
Kapsula Bowman, yang mengitari rumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus
proksimal, lengkung Henle, dan tubulus kontortus distal, yang mengosongkan diri
ke duktus pengumpul. Duktus berjalan lewat korteks dan medulla renal untuk
mengosongkan isinya ke dalam pelvis ginjal (Price dan Wilson, 2006).
Berikut ini penjelasan struktur mikroskopik ginjal:
1. Nefron
Tiap tubulus ginjal dan glomerolusnya membentuk satu kesatuan
(nefron). Ukuran ginjal terutama ditentukan oleh jumlah nefron yang
membentuknya. Tiap ginjal manusia memiliki kira-kira 1,3 juta

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


18

nefron. Setiap nefron bisa membentuk urin sendiri. Karena itu fungsi
satu nefron dapat menerangkan fungsi ginjal.
2. Glomerulus
Setiap nefron pada ginjal berawal dari berkas kapiler yang disebut
glomerulus, yang terletak didalam korteks, bagian terluar dari ginjal.
Tekanan darah mendorong sekitar 120 ml plasma darah melalui
dinding kapiler glomerular setiap menit. Plasma yang tersaring
masuk ke dalam tubulus. Sel-sel darah dan protein yang besar dalam
plasma terlalu besar untuk dapat melewati dinding dan tertinggal.
3. Tubulus kontortus proksimal
Berbentuk seperti koil longgar berfungsi menerima cairan yang telah
disaring oleh glomerulus melalui kapsula bowman. Sebagian besar
dari filtrat glomerulus diserap kembali ke dalam aliran darah melalui
kapiler-kapiler sekitar tubulus kotortus proksimal. Panjang 15 mm
dan diameter 55 μm.
4. Ansa Henle (lengkung Henle)
Berbentuk seperti penjepit rambut yang merupakan bagian dari
nefron ginjal dimana, tubulus menurun kedalam medula, bagian
dalam ginjal, dan kemudian naik kembali kebagian korteks dan
membentuk ansa. Total panjang ansa henle 2-14 mm.
5. Tubulus kontortus distal
Merupakan tangkai yang naik dari ansa henle mengarah pada koil
longgar kedua. Penyesuaian yang sangat baik terhadap komposisi
urin dibuat pada tubulus kontortus. Hanya sekitar 15% dari filtrat
glomerulus (sekitar 20 ml/menit) mencapai tubulus distal, sisanya
telah diserap kembali dalam tubulus proksimal.
6. Duktus koligen medula (duktus pengumpul)
Merupakan saluran yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan
secara halus dari ekskresi natrium urin terjadi disini. Duktus ini
memiliki kemampuan mereabsorbsi dan mensekresi kalsium.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


19

2.2.1.4 Fisiologi
Fungsi ginjal menurut Price dan Wilson (2006) di bedakan menjadi dua
yaitu fungsi eksresi dan non ekskresi, antara lain:
a. Fungsi ekskresi
1. Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 osmol dengan
mengubah-ubah ekskresi air.
2. Mempertahankan volume ECF dan tekanan darah dengan mengubah-
ubah ekskresi Na+.
3. Mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolit
individu dalam rentang normal.
4. Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan
kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3-.
5. Mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein
(terutama urea, asam urat, dan kreatinin).
6. Bekerja sebagai jalur ekskretori untuk sebagian besar obat.

b. Fungsi non ekskresi


1. Menghasilkan renin: penting dalam pengaturan tekanan darah.
2. Menghasilkan eritropoetin: meransang produksi sel darah merah oleh
sumsum tulang.
3. Menghasilkan 1,25-dihidroksivitamin D3: hidroksilasi akhir vitamin
D3 menjadi bentuk yang paling kuat.
4. Mengaktifkan prostaglandin: sebagian besar adalah vasodilator,
bekerja secara lokal, dan melindungi dari kerusakan iskemik ginjal.
5. Mengaktifkan degradasi hormon polipeptida.
6. Mengaktifkan insulin, glukagon, parathormon, prolaktin, hormon
pertumbuhan, ADH, dan hormon gastrointestinal (gastrin,
polipeptida intestinal vasoaktif (VIP)).

Proses pembentukan urin menurut Syaifuddin (2006), glomerulus


berfungsi sebagai ultrafiltrasi pada simpai bowman, berfungsi untuk menampung
hasil filtrasi dari glomerulus. Pada tubulus ginjal akan terjadi penyerapan kembali

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


20

zat-zat yang sudah disaring pada glomerulus, sisa cairan akan diteruskan ke piala
ginjal berlanjut ke ureter.
Urin berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk ke dalam ginjal,
darah ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian plasma darah.
Ada tiga tahap pembentukan urin:
a. Proses filtrasi
Terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena permukaan aferen lebih
besar dari permukaan eferen maka terjadi penyerapan darah. Sedangkan sebagian
yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring
ditampung oleh simpai Bowman yang terdiri dari glukosa, air, natrium, klorida,
sulfat, bikarbonat dll, yang diteruskan ke tubulus ginjal.
b. Proses reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar glukosa,
natrium, klorida, fosfat, dan ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang
dikenal dengan obligator reabsorbsi terjadi pada tubulus atas. Sedangkan pada
tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali penyerapan natrium dan ion
bikarbonat. Bila diperlukan akan diserap kembali ke dalam tubulus bagian bawah.
Penyerapanya terjadi secara aktif dikenal dengan reabsorbsi fakultatif dan sisanya
dialirkan pada papila renalis.
c. Proses sekresi
Sisanya penyerapan urine kembali yang pada tubulus dan diteruskan ke
piala ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter masuk ke vesika urinaria.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


21

Gambar 2.4 Proses Pembentukan Urin


[Sumber: alfina.com]

2.2.2 Penilaian Fungsi Ginjal


Estimasi laju filtrasi glomerulus (eLFG) sangat penting dalam
manajemen klinis pasien dengan penyakit ginjal kronik. LFG digunakan untuk
menilai keberadaan dan tingkat fungsi ginjal dan membantu dalam melakukan
penyesuaian dosis obat diekskresi melalui ginjal. Pedoman NKF-K/DOQI
merekomendasikan modifikasi diet pada penyakit ginjal (Modification of Diet in
Renal Disease/MDRD) dan persamaan Cockcroft-Gault sebagai pengukuran yang
berguna untuk memperkirakan LFG (Levey, A. S., et al., 2003). Oleh karena itu,
kreatinin serum (SCr) tidak dapat digunakan sendiri untuk menilai tingkat fungsi
ginjal karena korelasi nonlinear antara SCr dan fungsi ginjal (Mahmoud, 2008).

2.2.2.1 Persamaan Cockcroft-Gault


Persamaan Cockcroft-Gault berasal dari 249 pasien rawat inap (96% laki-
laki, rentang usia 18-92 tahun) dengan disfungsi ginjal ringan di Rumah Sakit
Queens Mary Veterans di Kanada berdasarkan pengukuran tunggal dari ClCr
(klirens kreatinin) 24 jam. Persamaan Cockcroft-Gault memberikan estimasi
kuantitatif ClCr dari SCr (Mahmoud, 2008).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


22

Persamaan Cockcroft-Gault:

Laki-laki: ClCr (ml/min) =

Wanita: ClCr (ml/min) = x 0,85

Persamaan Cockcroft-Gault disesuaikan dengan Luas Permukaan Tubuh (Body


Surface Area/BSA):

Laki-laki: ClCr (ml/min) =

Wanita: ClCr (ml/min) =

Keterbatasan Persamaan Cockcroft-Gault


Persamaan Cockcroft-Gault tergantung pada SCr, yang berhubungan
dengan sekresi tubular kreatinin. Hal ini dapat mengakibatkan estimasi LFG yang
terlalu tinggi sekitar 10 – 40% pada masing-masing orang dengan fungsi ginjal
yang normal (Levey, A. S., et al., 2003). Selain itu, SCr dapat dipengaruhi oleh
banyak faktor non-ginjal seperti diet (misalnya, diet vegetarian dan suplemen
kreatinin), massa tubuh (misalnya, amputasi, kekurangan gizi, kekurusan) dan
terapi obat (misalnya, simetidin dan trimetoprim). Meskipun keterbatasan ini,
persamaan Cockcroft-Gault telah banyak digunakan untuk menentukan dosis obat
pada masing-masing orang berdasarkan fungsi ginjal pada pengaturan klinis
(Mahmoud, 2008).

2.2.2.2 Persamaan MDRD


Persamaan MDRD diperkenalkan oleh Levey, A. S., et al. pada tahun
1999 untuk mengatasi keterbatasan estimasi LFG berdasarkan ClCr. Pada tahun
1999, persamaan MDRD 6-variabel berasal dari populasi MDRD sebanyak 1.628
pasien dengan gagal ginjal kronik tanpa diabetes (rata-rata LFG 40
ml/menit/1,73m2) yang bersamaan memiliki pengukuran LFG menggunakan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


23

iothalamate (Mahmoud, 2008). Persamaan ini dikembangkan menggunakan


variabel pasien termasuk usia, SCr, nitrogen urea darah (blood urea
nitrogen/BUN), albumin, ras dan jenis kelamin. Kemudian pada tahun 2000,
disingkat menjadi versi 4-variabel dari persamaan MDRD berdasarkan hanya usia,
jenis kelamin, ras dan tingkat SCr yang diperkenalkan dan telah menjadi
persamaan yang paling diterima dan digunakan dalam pengaturan klinis rawat
jalan, menggantikan persamaan MDRD 6-variabel dan persamaan Cockcroft-
Gault (Mahmoud, 2008).

Estimasi LFG (MDRD 6-variabel)


eLFG = 170 x (SCr)–0,999 x (usia) –0,176 x (0,762 jika wanita) x (1,180 jika
orang Afrika Amerika) x (BUN) –0,170 x (Alb)+0,318

Estimasi LFG (MDRD 4-variabel)


eLFG = 186 x (SCr)–1,154 x (usia) –0,203 x (0,742 jika wanita) x (1,210 jika
orang Afrika Amerika)

Keterbatasan Persamaan MDRD


Estimasi LFG menggunakan persamaan MDRD mengakibatkan tidak
mempertimbangkan LFG sebenarnya pada orang sehat, donor ginjal, dan pasien
dengan DM tipe 1. Selain itu, 125I-iothalamate (LFGi) dilaporkan lebih sesuai
untuk mengukur kadar terbaru dari LFG dibandingkan dengan persamaan MDRD
pada pasien rawat inap dengan penyakit ginjal lanjut. Persamaan MDRD belum
divalidasi pada anak-anak, wanita hamil, orang lanjut usia (> 70 tahun) atau ras
selain Kaukasia dan Afrika Amerika (Mahmoud, 2008).

2.3 Penyakit Ginjal Kronik


Penyakit ginjal kronik (PGK) semakin menjadi kondisi medis kronik
masalah kesehatan masyarakat. Pada tahun 2002, National Kidney Foundation-
Kidney Disease Outcome Quality Initiative (NKF-K/DOQI) mengembangkan
pedoman praktek klinis di Amerika Serikat. Pedoman memperkenalkan
terminologi gagal ginjal kronik dan skema klasifikasi untuk mempromosikan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


24

deteksi dini penyakit, menunda perkembangan penyakit dan mencegah komplikasi


yang terkait.
Gagal ginjal adalah suatu kondisi dimana fungsi ginjal mengalami
penurunan sehingga tidak mampu lagi untuk melakukan filtrasi sisa metabolisme
tubuh dan menjaga keseimbangan cairan elektrolit seperti sodium dan kalium di
dalam darah atau urin. Penyakit ini terus berkembang secara perlahan hingga
fungsi ginjal semakin memburuk sampai ginjal kehilangan fungsinya (Price dan
Wilson, 2006).

2.3.1 Definisi
PGK didefinisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3
bulan berupa kelainan struktur ataupun fungsi dengan atau tanpa penurunan LFG
yang ditandai dengan kelainan patologis; atau tanda kelainan ginjal, termasuk
kelainan komposisi darah dan urin, atau kelainan dalam imaging test. Jika tidak
ada kelainan patologis penegakan diagnosa didasarkan pada LFG kurang dari 60
ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan atau lebih, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
Dikatakan sebagai gagal ginjal terminal (GGT) ketika LGF kurang dari 15
ml/menit/1,73 m2 (Levey, A. S., et al., 2005).

2.3.2 Etiologi
Menurut Dipiro, J. T., et al. (2008), ada beberapa faktor yang
menyebabkam terjadinya PGK, yaitu:
1. Faktor Kerentanan (individu)
Faktor ini dapat meningkatkan penyakit ginjal tetapi tidak secara
langsung, faktor-faktor ini termasuk:
a. Usia lanjut
b. Penurunan masa ginjal dan berat badan kelahiran yang rendah
c. Ras dan minoritas suku
d. Riwayat keluarga
e. Penghasilan rendah atau pendidikan
f. Inflamasi sistemik
g. Dislipidemia

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


25

2. Faktor Inisiasi
Adalah faktor yang menginisiasi kerusakan ginjal, dapat diatasi dengan
terapi obat. Yang termasuk faktor inisiasi adalah:
a. Diabetes Melitus
b. Hipertensi
c. Penyakit autoimun
d. Polikista ginjal
e. Toksisitas obat

3. Faktor Progresi
Dapat mempercepat penurunan fungsi ginjal setelah inisiasi kerusakan
ginjal. Yang termasuk faktor progresi adalah:
a. Glikemia pada diabetes
b. Hipertensi
c. Proteinuria
d. Merokok
e. Hiperlipidemia

2.3.3 Klasifikasi
Klasifikasi PGK menurut KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for
Evaluation and Management of CKD (2013) dibagi menjadi 3 kategori.

2.3.3.1 Penyebab
Tabel 2.1 Penyebab PGK menurut KDIGO 2012 Clinical Practice
Guideline for Evaluation and Management of CKD, 2013
Contoh penyakit Contoh gangguan primer
sistemik, yang ginjal (tanpa ada
berpengaruh pada penyakit sistemik yang
ginjal berpengaruh pada ginjal)
Gangguan Diabetes, penyakit Difusi, fokal atau
Glomerulus autoimun sistemik, proliferasi bulan sabit;
infeksi sistemik, obat- fokal dan glomerusklerosis
obatan, neoplasia tersegmentasi, nefropati
(termasuk amyloidosis) membran, penyakit yang
berganti-ganti
Gangguan Infeksi sistemik, Infeksi saluran kemih, batu
Tubulus autoimun, sarkiodosis, ginjal, sembelit

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


26

interstisial obat-obatan, asam urat,


toksin lingkungan
(asam aristolisik,
sklerosis sistemik
Gangguan Aterosklerosis, Displasia fibromuskular,
Vaskular hipertensi, iskemi, ANCA-berhubungan
emboli kolesterol, dengan vaskulitik terbatas
vaskulitik sistemik, pada ginjal
pembekuan
mikroangiopati,
sklerosis sistemik
Kista dan Polikista ginjal, Displasia ginjal, kista
Penyakit sindrom alport, sumsum tulang belakang,
Bawaan penyakit fabry podositopati
Catatan: bahwa ada banyak cara yang berbeda di mana untuk
mengklasifikasikan PGK. Metode ini satu-satunya yang memisahkan
penyakit sistemik dan penyakit ginjal primer yang diusulkan oleh
Kelompok Kerja untuk membantu dalam pendekatan konseptual.

2.3.3.2 Kategori Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)


Menurut Levey, A. S., et al. (2003), PGK terdiri dari lima tahap, yaitu:
1. Stadium 1: kerusakan ginjal dengan LFG normal atau menurun, LFG
 90 ml/min/1,73 m2
2. Stadium 2: kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan, LFG 60
– 89 ml/min/1,73 m2
3. Stadium 3: penurunan LFG sedang (moderat), LFG 30 – 59
ml/min/1,73 m2
4. Stadium 4: penurunan LFG berat, LFG 15 – 29 ml/min/1,73 m2
5. Stadium 5: gagal ginjal, LFG < 15 ml/min/1,73 m2 atau dialisis
Catatan: Jika tidak menunjukkan kerusakan ginjal untuk stadium 1 dan 2
maka tidak memenuhi kriteria PGK.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


27

2.3.3.3 Kategori Albuminuria


Tabel 2.2 Kategori Albuminuria menurut KDIGO 2012 Clinical
Practice Guideline for Evaluation and Management of CKD, 2013
Kategori Laju Ekskresi Rasio Albumin Kondisi
Albumin Kreatinin
(mg/24 jam) (mg/mmol) (mg/g)

A1 <30 <3 <30 Meningkat


normal dan
perlahan
A2 30-300 3-30 30-300 Meningkat
secara moderat*
A3 >300 >300 >300 Meningkat
dengan parah**
Catatan: *relatif untuk tingkatan muda dan dewasa
**termasuk sindrom nefrotik (ekskresi albumin biasanya
>2200 mg/24 jam [Rasio albumin-kreatinin > 2220 mg/g;220
mg/mmol]).

Kategori albuminuria merupakan prediktor penting dari hasil.


Hubungan tingginya kadar proteinuria dengan tanda-tanda dan gejala
sindrom nefrotik sangat dikenali. Deteksi dan evaluasi kecil dari jumlah
proteinuria telah mendapatkan hasil yang signifikan. Beberapa penelitian
telah menunjukkan pentingnya diagnostik, patogen, dan prognosisnya.

2.3.4 Patofisiologi
Patofisiologi PGK pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya. Pengurangan masa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya
kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth
factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi
nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi (Suwitra
dalam Sudoyo, 2006).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


28

Fungsi renal menurun menyebabkan produk akhir metabolisme protein


(yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Akibatnya
terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah, maka gejala akan semakin berat (Smeltzer dan Bare, 2002).
Retensi cairan dan natrium akibat dari penurunan fungsi ginjal dapat
mengakibatkan edema, gagal jantung kongestif (CHF), dan hipertensi. Hipertensi
juga dapat terjadi karena aktivitas aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. PGK juga menyebabkan asidosis metabolik
yang terjadi akibat ginjal tidak mampu mensekresi asam (H-) yang berlebihan.
Asidosis metabolik juga terjadi akibat tubulus ginjal tidak mampu mensekresi
ammonia (NH3-) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3-). Penurunan
ekresi fosfat dan asam organik lain juga dapat terjadi.
Pada stadium paling dini penyakit PGK, terjadi kehilangan daya
cadangan ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana basal LFG masih normal.
Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron, yang
ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kretinin serum. Sampai pada LFG
sebesar 60%, pasien belum menunjukkan keluhan (asimtomatik), tetapi sudah
terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG 30%, mulai
terjadi keluhan pasien seperti nokturia, badan lemah, nafsu makan berkurang,
penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan
gejala dan tanda uremia yang sangat nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan
darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, mual muntah dan lain
sebagainya. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang
lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal antara lain
dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra dalam Sudoyo, 2006).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


29

2.3.4.1 Protokol Pasien Penyakit Ginjal Kronik

Gambar 2.5 Mekanisme Progresi Gangguan Penyakit Ginjal Kronik


[Sumber: Dipiro, J. T., et al., 2008]

Perkembangan dan progresi PGK tersembunyi. Pasien dengan stadium 1


dan 2 biasanya tidak mempunyai gejala atau ketidakseimbangan cairan metabolik
yang terlihat pada stadium 3 sampai 5, seperti anemia, hiperparatiroid sekunder,
penyakit kardiovaskular, malnutrisi dan keabnormalan cairan elektrolit yang
umum pada fungsi ginjal. Gejala uremia umumnya tidak menyertai oada stadium
1 dan 2, minimal selama stadium 3 dan 4, dan umumnya pada stadium 5 yang
juga terbiasa gatal-gatal, alergi dingin, peningkatan berat badan, dan neforpati
periferal. Pengobatan bertujuan untuk menunda progresi PGK, dan
meminimalisisr perkembangan dan keparahan dari komplikasi (Dipiro, J. T., et
al., 2008).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


30

2.3.4.2 Pengobatan Progresi dengan Modifikasi Terapi


1. Terapi non Farmakologi
Diet rendah protein (0,6 sampai 0,7 g/kg/hari) dapat menunda progresi
dari PGK pada pasien dengan atau tanpa diabetes, walaupun efeknya
relati kecil (Dipiro, J. T., et al., 2008).
2. Terapi Farmakologi
Hiperglikemia
a. Terapi intensif pada pasien tipe 1 dan 2 diabetes mengurangi
komplikasi mikrovaskular, termasuk nefropati. Dapat berupa insulin,
antidiabetes oral, dan tes gula darah setidaknya 3 kali sehari.
b. Insulin (Novita, I., 2015)
1) Farmakologi: Insulin merupakan hormon anabolik dan
antikatabolik, yang berperan utama pada protein, karbohidrat,
dan metabolisme. Insulin endogen diproduksi dari proinsulin
peptida pada sel β.
2) Karakteristik: Insulin biasanya dikategorikan berdasarkan
sumbernya, kekuatan, onset dan durasi kerja. Selain itu insulin
memiliki asam amino dalam molekul insulin termodifikasi.
Sediaan insulin biasanya U-100 dan U-500, 100 unit/mL dan
500 unit/mL.
3) Farmakokinetik: Kinetik injeksi subkutan tergantung pada onset,
puncak, dan durasi kerja. Penambahan protamin NPH, NPL, dan
suspense protamin aspart) atau kelebihan seng maka dapat
menunda onset, puncak, dan durasi efek insulin.
Waktu paruh injeksi insulin reguler (IV) yaitu 9 menit. Sehingga
waktu efektif untuk injeksi insulin (IV) lebih pendek. Insulin IV
lebih murah daripada insulin lainnya. Insulin terdegradasi di
hati, otot, dan ginjal. Insulin dimetabolisme dihati sekitar 20 –
50% sedangkan dimetabolisme di ginjal sekitar 25 – 25%.
Sehingga tidak dianjurkan untuk pasien menggunakan insulin
jika terdapat penyakit ginjal stadium akhir.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


31

4) Komplikasi mikrovaskular: Insulin telah terbukti sebagai agen


oral untuk mengobati DM. Penelitian di Amerika telah
membuktikan bahwa efikasi antara insulin dan sulfonilurea
menunjukkan efikasi yang sama dalam penurunan
mikrovaskular.
5) Komplikasi makrovaskular: Hubungan antara masalah tingginya
kadar insulin (hiperinsulinemia), resistensi insulin, dan
kardiovaskular sehingga dapat dipercayai bahwa terapi insulin
dapat menyebabkan komplikasi makrovaskular. Namun,
UKPDS dan DCCT tidak menemukan hubungan antara
komplikasi makrovaskular dengan terapi insulin.
6) Efek samping: Secara umum efek samping insulin yaitu
hipoglikemia dan kenaikan berat badan. Hipoglikemia lebih
sering terjadi pada pasien yang instensif melakukan terapi dan
lebih sering terjadi pada pasien DM tipe 1 daripada tipe2.
Sehingga pemantauan kadar glukosa darah sangat penting
dilakukaan pada pasien yang menggunakan terapi insulin. Jika
pasien telah mengalami hipoglikemia yang berat maka akan
terjadi takikardia dan berkeringat).
7) Dosis dan cara pemberian: Pada pasien DM tipe 1, dosis
seharinya 0,5 – 0,6 unit/kg. Selama penyakit akut atau ketosis
resistensi insulin maka dapat diberikan dosis yang lebih tinggi.
Dosis diberikan tergantung dengan keadaan patologi pasien.
c. Progresi PGK dapat dibatasi dengan kontrol optimal hiperglikemia
dan hipertensi.

Hipertensi
a. Kontrol tekanan darah secara adekuat dapat mengurangi laju
penurunan LFG dan albuminuria dengan pasien atau tanpa diabetes.
b. Obat antihipertensi harus dimulai pada pasien diabetik ataupun
nondiabetik dengan angiotensin-converting enzym inhibitor (ACEi)
atau angiotensin II reseptor blocker (ARB). Calcium channel

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


32

blocker (CCB) dyhydropyridine dan nondyhydropyridine untuk


pilihan kedua.
c. Klirens ACEi direduksi pada pasien PGK.
d. LFG yang biasanya menurun 25% sampai 30%, tidak terjadi pada 3
sampai 7 hari setelah pemakaian ACEi.
e. Pilihan Utama Obat Antihipertensi pada Pasien PGK:
1) ACEi: menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin
II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron.
Selain itu, degradasi bradikinin juga dihambat sehingga kadar
bradikinin dalam darah meningkat dan berperan dalam efek
vasodilatasi ACEi. Vasodilatasi secara langsung akan
menurunkan tekanan darah, sedangkan berkurangnya aldosteron
akan menyebabkan ekskresi air dan natrium dan retensi kalium.
Dalam JNC VII, ACEi diindikasikan untuk hipertensi dengan
penyakit ginjal kronik.
2) ARB: dengan mencegah efek angiotensin II, senyawa-senyawa ini
merelaksasi otot polos sehingga mendorong vasodilatasi,
meningkatkan ekskresi garam dan air di ginjal, menurunkan
volume plasma, dan mengurangi hipertrofi sel. ARB secara
teoritis juga mengatasi beberapa kelemahan ACEi.
f. Pilihan Kedua Obat Antihipertensi pada Pasien PGK:
1) CCB: CCB bukanlah agen lini pertama tetapi merupakan obat
antihipertensi yang efektif, terutama pada ras kulit hitam. CCB
mempunyai indikasi khusus untuk yang beresiko tinggi penyakit
koroner dan diabetes, tetapi sebagai obat tambahan atau
pengganti. Penelitian NORDIL menemukan diltiazem ekuivalen
dengan diuretik dan penyekat beta dalam menurunkan kejadian
kardiovaskular.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


33

Gambar 2.6 Strategi Pengobatan untuk Mencegah Progresi Penyakit Ginjal


Kronik pada Pasien Diabetes
[Sumber: Dipiro, J. T., et al., 2008]

Terapi Penunjang
a. Diet Protein, pengobatan hilang lemak, kurang merokok, manajemen
anemia dapat memperlambat laju progresi PGK.
b. Tujuan utama dari pengobatan mengurangi lemak pada PGK untuk
mengurangi resiko untuk arteosklrosis.
c. Tujuan kedua untuk mereduksi proteinuria dan penurunan fungsi
ginjal.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


34

Gambar 2.7 Strategi Pengobatan untuk Mencegah Progresi Penyakit Ginjal


Kronik pada Pasien Non Diabetes
[Sumber: Dipiro, J. T., et al., 2008]

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


35

Gambar 2.8 Algoritma Manajemen Hipertensi untuk Pasien PGK. Penyesuaian


dosis harus dibuat setiap 2 sampai 4 minggu sesuai kebutuhan. Dosis salah satu
obat harus dimaksimalkan sebelum yang lainnya ditambahkan. (ACEi,
angiotensin-converting enzyme inhibitor; ARB, angiotensin receptor blocker; BP,
blood pressure; CCB, calcium channel blocker; Clcr, creatinine clearance; Scr,
serum creatinine).
[Sumber: Dipiro, J. T., et al., 2008]

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


36

2.3.5 Terapi Pengganti Ginjal


Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra dalam Sudoyo,
2006).

2.3.5.1 Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat
pada pasien PGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada
pasien PGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.
Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,
ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak
responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood
Uremic Nitrogen (BUN) >120 mg% dan kreatinin >10 mg%. Indikasi elektif,
yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia
berat (Sukandar, E., 2006).
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang
telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal
buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel
(hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang
umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya
yang mahal (Rahardjo, P., dkk., 2006).

2.3.5.2 Dialisis Peritoneal


Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medis
CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-
pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


37

cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan


pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal
terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai
co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non medis, yaitu keinginan pasien sendiri,
tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang
jauh dari pusat ginjal (Sukandar, E., 2006).

2.3.5.3 Transplantasi Ginjal


Cangkok atau transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal
(anatomi dan faal). Transplantasi ginjal adalah terapi yang paling ideal mengatasi
gagal ginjal terminal (GGT). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
a. Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%)
faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70 – 80% faal
ginjal alamiah.
b. Kualitas hidup normal kembali.
c. Masa hidup (survival rate) lebih lama.
d. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan
obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan.
e. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi.

Ginjal yang dicangkokkan berasal dari dua sumber, yaitu donor hidup
atau donor yang baru saja meninggal (donor kadaver). Akan lebih baik bila donor
tersebut dari anggota keluarga yang hubungannya dekat, karena lebih besar
kemungkinan cocok, sehingga diterima oleh tubuh pasien. Selain kemungkinan
penolakan, pasien penerima donor ginjal harus minum obat seumur hidup. Juga
pasien operasi ginjal lebih rentan terhadap penyakit dan infeksi, kemungkinan
mengalami efek samping obat dan resiko lain yang berhubungan dengan operasi
(Alam dan Hadibroto, 2008).

2.4 Rumah Sakit


Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan
gabungan alat ilmiah khususnya dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


38

kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah
medis modern yang semuanya terikat bersama-sama dalam maksud yang sama,
untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik (Siregar, C. J. P., dan Lia,
A., 2003).
Tugas rumah sakit adalah menyediakan keperluan untuk pemeliharaan
dan pemulihan kesehatan. Sedangkan fungsi rumah sakit adalah sebagai
penyelenggara pelayanan medik; pelayanan penunjang medik dan nonmedik;
pelayanan dan asuhan keperawatan; pelayanan rujukan; pendidikan dan pelatihan;
penelitian dan pengembangan, serta administrasi umum dan keuangan.
Suatu klasifikasi rumah sakit yang seragam diperlukan untuk memberi
kemudahan mengetahui identitas, organisasi jenis pelayanan yang diberikan,
pemilik, dan kapasitas tempat tidur. Rumah sakit dapat diklasifikasikan
berdasarkan berbagai kriteria sebagai berikut:
1. Kepemilikan
2. Jenis pelayanan
3. Lama tinggal
4. Kapasitas tempat tidur
5. Afiliasi pendidikan
6. Status akreditasi

Rumah Sakit Umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan


menjadi rumah sakit A,B,C, dan D. Klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur
pelayanan ketenagaan fisik dan peralatan. Klasifikasi Rumah Sakit Umum
pemerintah:
1. Rumah sakit umum kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan yang pelayanan medis spesialitik luas dan
subspesialitik luas.
2. Rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mampunyai
fasilitas dan kemampuan fasilitas pelayanan medis sekurang-kurangnya
11 spesialis dan subspesialis terbatas.
3. Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sait yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik dasar spesialitik dasar.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


39

4. Rumah sakit umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan medik dasar (Siregar, C. J. P., dan Lia, A.,
2003).

Jenis perawatan yang diadakan di Rumah Sakit:


1. Perawatan penderita rawat tinggal
Dalam perawatan pendeirta rawat tinggal di rumah sakit ada lima unsur tahap
pelayanan yaitu:
a. Perawatan intensif adalah perawatan bagi penderita kesakitan hebat yang
memerlukan pelayanan khusus selama waktu krisis kesakitannya atau
lukanya, suattu ondisi apabila ia tidak mampu melakukan kebutuhan
sendiri. Ia dirawat dalam ruangan perawatan intensif oleh staf medis dan
perawatan khusus.
b. Perawatan intermediet adalah perawatan bagi penderita setelah kondisi
kritis membaik, yang dipindahkan dari ruang perawatan intensif ke ruang
perawatan biasa. Perawatan intermediet merupakan bagian terbesar dari
jenis perawatan dikebanyakan rumah sakit.
c. Perawatan swarawat adalah perawatan yang dilakukan penderita yang
dapat merawat diri sendiri, yang datang ke rumah sakit untuk diagnostik
saja atau penderita yang kesehatannnya sudah cukup pulih dari kesakitan
intensif atau intermediet, dapat tinggal dalam suatu unit perawatan
sendiri (self-care unit).
d. Perawatan kronis adalah perawatan penderita dengan kesakitan atau
ketidakmampuan jasmani jangka panjang. Mereka dapat tinggal dalam
bagian terpisah rumah sakit atau dalam fasilitas perawatan tambahan atau
rumah perawatan yang juga dapat dioperasikan oleh rumah sakit.
e. Perawatan rumah adalah perawatan penderita dirumah yang dapat
menerima layanan seperti biasa tersedia dirumah sakit, dibawah suatu
program yang disponsori oleh rumah sakit. Perawatan rumah ini adalah
penting tetapi sangat sedikit yang diterapkan. Perawatan rumah ini lebih
mudah, dan merupakan jenis perawatan yang efektif secara psikologis.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


40

2. Perawatan penderita rawat jalan


Perawatan ini diberikan pada penderita melalui klinik, yang menggunakan
fasilitas rumah sakit tanpa terikat secara fisik di rumah sakit. Mereka datang ke
rumah sakit untuk pengobatan atau untuk diagnosis atau datang sebagai kasus
darurat (Siregar, C. J. P., dan Lia, A., 2003).

2.4.1 Pelayanan Farmasi Klinis di Rumah Sakit


Pelayanan farmasi klinis merupakan pelayanan langsung yang diberikan
Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan
meminimalkan resiko terjadinya efek samping karena obat untuk tujuan
keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life)
terjamin (Permenkes, 2014). Pelayanan farmasi klinis yang dilakukan meliputi:
a) Pengkajian dan pelayanan resep;
b) Penelusuran riwayat penggunaan obat;
c) Rekonsiliasi obat;
d) Pelayanan Informasi Obat (PIO);
e) Konseling;
f) visite;
g) Pemantauan Terapi Obat (PTO);
h) Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
i) Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
j) Dispensing sediaan steril; dan
k) Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

2.5 Rekam medis


Setiap rumah sakit dipersyaratkan mengadakan dan memelihara rekam
medis dan memadai dari setiap penderita, baik untuk penderita rawat tinggal
maupun penderita rawat jalan. Rekam medis ini harus secara akurat
didokumentasikan, segera tersedia, dapat dipergunakan, mudah ditelusuri kembali
(retrieving) dan lengkap informasi. Rekam medis adalah sejarah ringkas, jelas,
dan akurat dari kehidupan dan kesakitan penderita, ditulis dari sudut pandang
medis.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


41

Definsi rekam medis menurut surat keputusan Direktur jenderal


pelayanan medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas, anamnesis, pemeriksaan, diagnosis, pengobatan tindakan dan pelayanan
lain yang diberikan kepada seorang penderita selama dirawat di rumah sakit, baik
rawat jalan maupun rawat tinggal (Siregar, C. J. P., dan Lia, A., 2003). Kegunaan
dari rekam medis:
a) Digunakan sebagai dasar perencanaan berkelanjutan perawatan penderita.
b) Merupakan suatu sarana komunikasi antardokter dan setiap profesional
yang berkontribusi pada perawatan penderita.
c) Melengkapi bukti dokumen terjadinya atau penyebab kesakitan atau
penderita dan penanganan atau pengobatan selama tiap tinggal di rumah
sakit.
d) Digunakan sebagai dasar untuk kajian ulang studi dan evaluasi perawatan
yang diberikan kepada pasien.
e) Membantu perlindungan kepentingan hukum penderita, rumah sakit dan
praktisi yang bertanggung jawab.
f) Menyediakan atau untuk digunakan dalam penelitian dan pendidikan.
g) Sebagai dasar perhitungan biaya, dengan menggunakan data rekam
medis, bagian keuangan dapat menetapkan besarnya biaya pengobatan
seorang penderita.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di ruang rawat inap dan bagian hemodialisis
Rumah Sakit TNI Angkatan Laut (Rumkital) Dr. Mintohardjo Bendungan Hilir
Jakarta Pusat, 10210. Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada periode
bulan Juni hingga Juli 2015 dan analisa data pada bulan Agustus hingga Oktober
2015.

3.2 Bahan Penelitian


Bahan penelitian berupa rekam medis pasien rawat inap yang lengkap
dan jelas terbaca, berisi nomor rekam medis, identitas pasien (nama, jenis
kelamin, usia dan berat badan), tanggal perawatan, gejala/keluhan masuk rumah
sakit, diagnosa, data penggunaan obat (dosis, rute pemberian, aturan pakai, waktu
pemberian), tes fungsi ginjal (ureum, serum kreatinin dan asam urat), tanda vital
(tekanan darah, kadar gula darah), hasil laboratorium (elektrolit, protein, gas
darah, darah) dan keadaan terakhir pasien.

3.3 Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental yang
menggunakan pendekatan cross-sectional (potong lintang), yaitu mempelajari
dinamika korelasi antara faktor pengaruh dan faktor terpengaruh dengan cara
pendekatan, observasi, pengumpulan data sekaligus, dimana menekankan waktu
pengukuran hanya satu kali pada satu saat (Notoatmodjo, 2002). Penelitian non
eksperimental merupakan penelitian yang observasinya dilakukan terhadap
sejumlah kecil subjek (variabel) tanpa ada manipulasi dari peneliti (Praktiknya,
2001). Pengumpulan data variabel untuk mengetahui jenis drug related problems
(DRPs) yang terjadi pada pasien PGK dengan penyakit penyerta yang diderita dan
mendapatkan terapi pengobatan dengan pengumpulan data secara retrospektif.
Data yang digunakan adalah data rekam medis pasien rawat inap PGK dengan
penyakit penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo selama periode bulan Januari –

42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43

Desember 2014. Penelitian dilakukan di ruang rawat inap dan bagian


hemodialisis.
Analisa yang dilakukan secara deskriptif, yaitu untuk mengetahui jenis
penyakit penyerta dan jenis DRPs yang terjadi pada pasien PGK dengan penyakit
penyerta.

3.4 Kerangka Konsep


Kerangka konsep merupakan dasar dari penelitian agar pembaca dapat
memahami konsep penelitian yang dirancang (Nurrakhmani, 2014).

Variabel bebas Variabel terikat


Terapi obat yang diberikan Jumlah DRPs yang terjadi
pada pasien PGK yang pada pasien PGK
tercatat dalam rekam medis

Karakteristik pasien:
- Jenis kelamin: laki-laki,
perempuan;
- Usia: dewasa (20 – 59
tahun), lansia (60
tahun);
- Stadium PGK: stadium 3,
stadium 4, stadium 5;
- Penyakit penyerta.

Variabel Perancu
Penyakit penyerta

Terapi obat lain


Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian


3.5.1 Populasi
Populasi adalah seluruh objek penelitian yang memiliki kuantitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti dan ditarik
kesimpulannya (Arikunto, 2002). Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh
pasien rawat inap PGK dengan penyakit penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


44

periode bulan Januari – Desember 2014. Populasi dalam penelitian ini sebanyak
134 pasien.

3.5.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
populasi tersebut (Sugiyono, 2005). Sampel dalam penelitian ini adalah populasi
yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu terdapat 44 pasien. Teknik pengambilan
sampel yang digunakan adalah total sampling, yaitu semua pasien yang
memenuhi kriteria diambil sebagai sampel penelitian.
Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili
dalam sampel penelitian, memenuhi syarat sebagai sampel. Kriteria inklusi untuk
sampel kasus dalam penelitian ini adalah:
a. Pasien rawat inap yang menderita PGK dengan penyakit penyerta
periode bulan Januari – Desember 2014;
b. Kategori usia 20 th;
c. Pasien dengan rekam medis lengkap dan terbaca, yang memuat:
nomor rekam medis, identitas pasien (nama, jenis kelamin, usia dan
berat badan), tanggal perawatan, gejala/keluhan masuk rumah sakit,
diagnosa, data penggunaan obat (dosis, rute pemberian, aturan pakai,
waktu pemberian), tes fungsi ginjal (ureum, serum kreatinin dan
asam urat), tanda vital (tekanan darah, kadar gula darah), hasil
laboratorium (elektrolit, protein, gas darah, darah) dan keadaan
terakhir pasien.
Kriteria eksklusi
Kriteria ekslusi merupakan keadaan yang menyebabkan subjek tidak
dapat diikutsertakan dalam penelitian. Adapun yang termasuk kriteria eksklusi
adalah:
a. Pasien rawat inap yang menderita PGK periode bulan Januari –
Desember 2014 dengan LFG stadium 1 dan 2;
b. Pasien anak-anak;
c. Pasien dengan rekam medis yang tidak lengkap dan tidak terbaca.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


45

3.6 Definisi Operasional


Definisi operasional variabel penelitian dalam penelitian merupakan
bentuk operasional dari variabel-variabel yang digunakan, biasanya berisi definisi
konseptual, indikator yang digunakan, alat ukur yang digunakan (bagaimana cara
mengukur) dan penilaian alat ukur (Siregar, 2011). Berikut ini adalah tabel
definisi operasional yang digunakan dalam penelitian:

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel dalam Penelitian


Cara dan Skala
Variabel Definisi Kategori
Alat Ukur Ukur
Karakteristik
pasien
a. Jenis Kondisi fisik yang Melihat Nominal 0. Laki-laki
kelamin menentukan status data rekam 1. Wanita
seseorang laki-laki atau medis
perempuan. pasien
b. Usia Perhitungan umur pasien Melihat Nominal 0. Dewasa:
PGK dengan penyakit data rekam 20 – 59
penyerta. medis tahun
Penggolongan usia hasil pasien 1. Lansia:
adaptasi Organisasi 60
Kesehatan Dunia, yaitu: tahun
1) Dewasa: 20 – 59 tahun
2) Lansia: 60 tahun
c. Stadium Tingkat keparahan fungsi Melihat Ordinal 0. Stadium
PGK ginjal pada pasien PGK data rekam 3
dengan penyakit penyerta. medis 1. Stadium
Penggolongan stadium PGK pasien dan 4
berdasarkan Definition and persamaan 2. Stadium
Classification of Chronic Modificati 5
Kidney Disease: A Position on of Diet
Statement from Kidney in Renal
Disease: Improving Global Disease
Outcomes (KDIGO) tahun (MDRD)
2005, yaitu: 4-variabel
a) Stadium 3: penurunan
LFG sedang (moderat),
LFG 30 – 59
2
ml/min/1,73 m
b) Stadium 4: penurunan
LFG berat, LFG 15 – 29
ml/min/1,73 m2
c) Stadium 5: gagal ginjal,
LFG <15 ml/min/1,73
m2 atau dialisis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


46

d. Penyakit Keadaan klinis yang diderita Melihat Rasio 0. Hiperten


penyerta oleh pasien PGK yang dapat data rekam si
atau tidak mempengaruhi medis 1. Diabetes
fungsi ginjal. pasien Melitus
2. Anemia
3. dll.
Jumlah Drug Seluruh peristiwa atau Kategori Ordinal 0. 0 DRPs
Related kejadian yang melibatkan DRPs 1. 1 DRPs
Problems terapi obat yang benar-benar hasil 2. 2 DRPs
(DRPs) atau berpotensi mengganggu adaptasi 3. 3 DRPs
hasil klinis kesehatan yang menurut 4. 4 DRPs
diinginkan. Peristiwa atau Cipolle, R. 5. 5 DRPs
kejadian tersebut J., et al.
dikategorikan sebagai (1998)
berikut:
a) Ketidaktepatan
pemilihan obat
b) Ketidaktepatan
penyesuaian dosis
c) Indikasi tanpa obat
d) Obat tanpa indikasi
e) Interaksi obat

3.7 Alur Penelitian


3.7.1 Persiapan (Permohonan Izin Penelitian)
a. Pembuatan dan penyerahan surat permohonan izin pelaksanaan
penelitian dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program
Studi Farmasi Universitas Islam Negeri Jakarta kepada Rumkital Dr.
Mintohardjo Jakarta Pusat.
b. Penyerahan surat persetujuan penelitian dari Rumkital Dr.
Mintohardjo Jakarta Pusat kepada Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Program Studi Farmasi Universitas Islam Negeri Jakarta.

3.7.2 Pelaksanaan Pengumpulan Data


a. Penelusuran data pasien di ruang rawat inap dan bagian hemodialisis
Rumkital Dr. Mintohardjo Jakarta yang menderita PGK dengan
penyakit penyerta periode bulan Januari – Desember 2014.
b. Penelusuran rekam medis di ruang administrasi medis.
c. Proses pemilihan pasien yang masuk ke dalam kriteria inklusi.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


47

d. Pengambilan dan pencatatan data hasil rekam medis di ruang


administrasi medis, berupa:
i. Nomor rekam medis;
ii. Identitas pasien (nama, jenis kelamin, usia dan berat badan);
iii. Tanggal perawatan;
iv. Gejala/keluhan;
v. Diagnosa;
vi. Obat yang digunakan selama perawatan (dosis, rute pemberian,
aturan pakai, tanggal pemberian);
vii. Tes fungsi ginjal (ureum, serum kreatinin dan asam urat);
viii. Tanda vital (tekanan darah, kadar gula darah);
ix. Hasil tes laboratorium (elektrolit, protein, gas darah, darah);
x. Keadaan terakhir pasien.

3.7.3 Manajemen Data


Pelaksanaan verifikasi data rekam medis pada pasien rawat inap PGK
dengan penyakit penyerta, dilanjutkan dengan transkrip data yang dikumpulkan ke
dalam logbook dan komputer.

3.7.4 Pengolahan Data


a. Editing
Proses pemeriksaan ulang kelengkapan data dan mengeluarkan data-data
yang tidak memenuhi kriteria agar dapat diolah dengan baik serta memudahkan
proses analisa. Kesalahan data dapat diperbaiki dan kekurangan data dilengkapi
dengan mengulang pengumpulan data atau dengan cara penyisipan data
(interpolasi).
b. Coding
Kegiatan pemberian kode tertentu pada tiap-tiap data yang termasuk
kategori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam bentuk angka-angka
atau huruf untuk membedakan antara data atau identitas data yang akan dianalisa.
Peneliti melakukan coding data yang terpilih dari proses seleksi untuk
mempermudah analisa di program Microsoft Excel.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


48

c. Tabulasi
Proses penempatan data ke dalam bentuk tabel yang telah diberi kode
sesuai dengan kebutuhan analisa. Peneliti memasukkan data yang telah dilakukan
proses coding ke dalam program Microsoft Excel dalam bentuk tabel.
d. Cleaning
Data yang sudah diinput diperiksa kembali untuk memastikan data bersih
dari kesalahan dan siap untuk dianalisa lebih lanjut.

3.7.5 Analisa Data


Analisa data dilakukan menggunakan program Microsoft Excel 2010 dan
program Statistical Package for the Social Science (SPSS) 16.0. Confidence
Interval (CI) yang digunakan sebesar 95% dengan nilai α = 0,05. Pengolahan data
yang dilakukan meliputi:

3.7.5.1 Analisa Univariat


Analisa univariat adalah analisa yang digunakan untuk menganalisis
setiap variabel yang ada secara deskriptif (Notoatmojo, 2002). Data yang telah
dikategorikan ditampilkan sebagai frekuensi kejadian. Adapun pengolahan data
dengan menggunakan analisa univariat ialah:
1. Karakteristik pasien
a. Jenis kelamin
b. Usia pasien
c. Tingkat keparahan PGK
d. Penyakit penyerta
2. Penggunaan obat pada pasien PGK

3.7.5.2 Analisa Bivariat


Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua variabel
yang diduga berhubungan/berkolerasi. Analisa data sampel dilakukan secara
deskriptif statistik, yaitu dengan analisa kai-kuadrat (chi-square). Uji kai-kuadrat
adalah uji yang digunakan untuk mengetahui adanya hubungan antara dua
variabel yang bersifat kategorik. Cara pengambilan keputusannya adalah dengan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


49

melihat nilai probabilitas (p) pada kolom Asymp Sig. (2-sided) dari hasil SPSS
Statistic 16.0.

Dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:


H0 : tidak ada hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat
H1 : ada hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat

Nilai p pada tingkat kepercayaan 95% adalah sebagai berikut:


a. Probabilitas <0,05 berarti H0 ditolak. Uji statistik menunjukkan hubungan
bermakna.
b. Probabilitas >0,05 berarti H0 diterima. Uji statistik menunjukkan tidak ada
hubungan yang bermakna.

Uji kai-kuadrat ini dinyatakan sahih apabila memenuhi persyaratan tidak


lebih dari 20% sel mempunyai nilai harapan lebih kecil dari 5 (Sabri dan Hastono,
2006). Apabila tidak memenuhi persyaratan tersebut, maka dilakukan uji mutlak
Fisher. Analisa koefisien kontingensi digunakan untuk mengetahui kekuatan
hubungan antarvariabel yang bersifat nominal. Adapun pengolahan data yang
menggunakan analisa bivariat untuk mengetahui pengaruh jumlah penyakit
penyerta terhadap jumlah DRPs dan pengaruh jumlah penggunaan obat terhadap
jumlah DRPs pada pasien rawat inap yang menderita PGK di Rumkital Dr.
Mintohardjo.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Univariat


4.1.1 Karakteristik pasien
Data karakteristik pasien penyakit ginjal kronik (PGK) yang menerima
terapi obat dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1 Karakterisitk Pasien Penyakit Ginjal Kronik di Rumkital Dr.


Mintohardjo, 2014 (n=44)
Karakteristik Pasien Jumlah Persentase (%)
Berdasarkan jenis kelamin
Laki-laki 25 56,82
Perempuan 19 43,18
Berdasarkan usia pasien
Dewasa (20 – 59 tahun) 24 54,55
Lansia (60 tahun) 20 45,45
Berdasarkan tingkat keparahan PGK
Stadium 3 5 11,36
Stadium 4 7 15,91
Stadium 5 32 72,73
Berdasarkan jumlah penyakit penyerta
1 – 3 penyakit penyerta 18 40,91
4 – 6 penyakit penyerta 24 54,54
>6 penyakit penyerta 2 4,54

Jumlah pasien rawat inap dengan PGK yang memenuhi kriteria inklusi
adalah 44 orang, diantaranya pasien berjenis kelamin laki-laki sebanyak 25 orang
(56,82%) dan perempuan sebanyak 19 orang (43,18%). Hal ini sesuai dengan
Walker, R. dan Edward, C. (2003) yang menyatakan bahwa insiden PGK pada
laki-laki 1,5 kali lebih banyak daripada perempuan (Aritonga, R. E., 2008).
Penyataan tersebut juga didukung dengan beberapa penelitian lainnya, dimana
pasien ginjal kronik dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada
perempuan (Faizzah, N., 2012). Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan
Indriani, L., dkk. (2013), yang menunjukkan dari 40 pasien penderita PGK, jenis
kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Penelitian yang
dilakukan di China, menunjukkan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari
perempuan (Xue, L., et al., 2014). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil

50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
51

Riset Kesehatan Dasar (2013), dimana pasien PGK lebih banyak yang berjenis
kelamin laki-laki daripada perempuan. Namun, penelitian yang dilakukan oleh
Aritonga, R. E. (2008) sendiri menunjukkan jenis kelamin perempuan lebih
banyak yang menderita PGK daripada laki-laki. Terdapat beberapa penelitian lain
juga yang menyatakan berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Zhang, Qui-Li dan
Rothenbacher, D. (2008) dengan systematic review, menyatakan bahwa jenis
kelamin perempuan lebih banyak menderita PGK dibandingkan laki-laki, begitu
juga dengan penelitian yang dilakukan di China (Chen, J., et al., 2005), di US
(Coresh, J., 2005), di Thailand (Ingsathit, A., et al., 2010), di Turkey
(Suleymanlar, G., et al., 2011) dan penelitian yang dilakukan Thawornchaisit, P.,
et al. (2015) menyatakan bahwa jenis kelamin yang paling umum menderita PGK
adalah perempuan. Perbedaan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, dapat
disebabkan terbatasnya jumlah sampel yang diteliti.
Dilihat dari segi usia, usia pasien yang paling muda adalah 26 tahun dan
paling tua adalah 80 tahun. Pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa kelompok usia
penderita PGK yang paling banyak terjadi pada usia dewasa (20 – 59 tahun), yaitu
24 pasien (54,55%), diikuti usia lansia (60 tahun) sebanyak 20 pasien (45,45%).
Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa prevalensi PGK
meningkat seiring dengan jumlah usia (Ingsathit, A., et al., 2010). Pengamatan
terhadap 26 studi yang dilakukan oleh Zhang, Qui-Li dan Rothenbacher, D.
(2008) menunjukkan prevalensi penyakit ginjal usia lebih dari 64 tahun sebesar
35,8% lebih tinggi dibandingkan 7,2% pada populasi usia lebih dari 30 tahun.
Penelitian yang dilakukan oleh Marquito, A. B., et al. (2013) menunjukan
prevalensi PGK tertinggi terdapat pada usia di atas 60 tahun, yaitu terdapat 387
pasien (69,36%) dari total 558 pasien. Belaiche, S., et al. (2012) menyatakan
bahwa resiko kejadian DRPs meningkat signifikan terhadap kondisi lanjut usia (P
= 0.0027). Perbedaan hasil yang didapat pada penelitian ini dapat disebabkan oleh
terbatasnya jumlah sampel yang diteliti.
Berdasarkan tingkat keparahan PGK yang diperoleh dengan menghitung
estimasi laju filtrasi glomerulus (eLFG), pada tabel 4.1 dapat dilihat hasilnya yang
menunjukkan bahwa stadium 5 merupakan stadium yang paling banyak diderita
pasien PGK, yaitu 32 pasien (72,73%), diikuti stadium 4 sebanyak 7 pasien

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


52

(15,91%) dan stadium 3 sebanyak 5 pasien (11,36%). Terdapat beberapa


penelitian terkait, penelitian yang dilakukan oleh Indriani, L., dkk. (2013) yang
menunjukkan stadium 5 adalah stadium yang paling banyak diderita pasien yaitu
sebanyak 31 pasien (77,5%), diikuti stadium 4 sebanyak 6 pasien (15,0%) dan
stadium 3 sebanyak 3 pasien (7,5%). Namun, pada penelitian yang dilakukan oleh
Belaiche, S., et al. (2012) menunjukkan stadium yang paling banyak diderita
pasien PGK adalah stadium 4 sebanyak 17 pasien (40,5%), diikuti stadium 3
sebanyak 16 pasien (38,1%). Begitu juga penelitian yang dilakukan Ingsathit, A.,
et al. (2010), menunjukkan bahwa stadium 3 merupakan stadium yang paling
banyak diderita pasien PGK. Menurut hasil penelitian Chen, J., et al. (2005),
pasien PGK paling banyak berada pada stadium 2 (fungsi ginjal berkisar 60 –
89%) yaitu 39,4% dari 15.540 pasien dan hasil penelitian yang dilakukan Coresh,
J., et al. (2005) menunjukkan stadium 1 yang paling banyak diderita pasien PGK.
Hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Indriani, L., dkk. (2013). Hal ini dapat dikarenakan karakteristik
pasien di kedua rumah sakit memiliki kesamaan.
Stadium 1 merupakan kerusakan ginjal dengan LFG normal atau
menurun, dimana fungsi ginjal berkisar 90% dan berkaitan dengan istilah
albuminuria, proteinuria, hematuria. Stadium 2 merupakan kerusakan ginjal
dengan penurunan LFG ringan, dimana fungsi ginjal berkisar 60 – 89% dan
berkaitan istilah dengan albumiuria, proteinuria, hematuria. Stadium 3 merupakan
penurunan LFG sedang (moderat), dimana fungsi ginjal berkisar 30 – 59% dan
berkaitan dengan istilah gangguan ginjal kronik (gangguan ginjal awal). Stadium
4 merupakan penurunan LFG berat, dimana fungsi ginjal berkisar 15 – 29% dan
berkaitan dengan istilah gangguan ginjal kronik (gangguan ginjal akhir), pre-gagal
ginjal terminal (GGT). Stadium 5 merupakan kegagalan organ ginjal, dimana
fungsi ginjal hanya berkisar di bawah 15% atau dengan bantuan dialisis dan
berkaitan dengan istilah gagal ginjal, uremia, GGT.
eLFG merupakan suatu komponen dari fungsi ekskresi tetapi secara luas
diterima paling baik sebagai keseluruhan indeks dari fungsi ginjal, karena secara
umum tereduksi setelah struktur ginjal rusak secara meluas dan fungsi ginjal
lainnya menurun bersamaan dengan LFG pada PGK (KDIGO, 2013). eLFG

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


53

berguna sebagai parameter fungsi ginjal. Perhitungan LFG yang digunakan adalah
persamaan MDRD (Modification of Diet in Renal Disease) 4-variabel. Berikut ini
adalah persamaan MDRD 4-variabel:

eLFG = 186 x (SCr)–1,154 x (usia) –0,203 x (0,742 jika wanita) x (1,210 jika
orang Afrika Amerika)

Penggunaan persamaan MDRD karena formula ini memberikan


performance yang baik pada pasien dengan nilai LFG <60 ml/mnt/1,73 m2. Hal
ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Stevens, L. A., et al.
(2007) bahwa formula MDRD memberikan bias yang rendah serta presisi yang
tinggi pada pasien dengan nilai LFG <60 ml/mnt/1,73 m2. Kumaresan dan Giri
(2011) menyebutkan formula MDRD memiliki presisi dan akurasi yang lebih baik
dibandingkan dengan formula CG (Cockroft Gault) pada pasien dengan PGK
(LFG <60 ml/mnt/1,73 m2) sedangkan perhitungan LFG dengan formula CG lebih
baik pada subjek dengan nilai normal dan mild PGK (LFG >60 ml/mnt/1,73 m2)
(Anggrayny, A., 2015).
Pasien PGK mengalami sejumlah penyakit penyerta yang dapat dilihat
pada tabel 4.1, dimana sebanyak 18 pasien mengalami 1 – 3 penyakit penyerta
(40,91%), 24 pasien mengalami 4 – 6 penyakit penyerta (54,54%) dan terdapat 2
pasien yang mengalami di atas 6 penyakit penyerta (4,54%). Menurut literatur,
dikatakan bahwa pasien PGK mengalami rata-rata 5 sampai 6 penyakit penyerta
(Cardone, K. E., et al., 2010). Manley, H. J., et al. (2003a) dan (2005),
mengatakan pasien PGK mengalami rata-rata 4 sampai 8 penyakit penyerta. Jenis
penyakit penyerta yang dialami pasien rawat inap dengan PGK di Rumkital Dr.
Mintohardjo dapat dilihat pada tabel berikut:

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


54

Tabel 4.2 Data Distribusi Penyakit Penyerta Pasien Penyakit Ginjal Kronik di
Rumkital Dr. Mintohardjo, 2014
Persentase
Penyakit Penyerta Frekuensi
(%)
Anemia 33 75,0
Hipertensi 26 59,09
Leukositosis 24 54,54
Diabetes melitus tipe 2 15 34,09
HHD 9 20,45
Hiperurisemia 6 13,64
Febris, Hiperkalemia, Melena 5 11,36
Dispepsia, Ensefalopati uremikum, Hiperlipidemia, 3 6,82
Nefropati diabetikum, TB paru
BPH, CAD, CHF, Diare, Dispnea, Hematemesis, 2 4,54
Hepatitis, Hipokalemia, Hipokalsemia
Asidosis metabolik, Bronkitis, Bronkopneumonia, 1 2,27
Cholelithiasis dan Cholecystitis, DVT, Efusi
pleura, GEA, Hematuria, HHNS, Hipotensi,
Limfadenitis coli kiri, Osteoarthritis, Seizure,
Severe sepsis, SIRS, Syok sepsis, Trauma kepala,
Trombositopenia, Ulkus DM, Urtikaria, Vertigo,
VES
Keterangan: BPH = Benign Prostate Hyperplasia; CAD = Coronary Arterial
Disease; CHF = Congestive Heart Failure; DVT = Deep-Vein Thrombosis; GEA
= Gastroenteritis Akut; HHD = Hypertension Heart Disease; HHNS =
Hyperosmolar Hyperglycemic Nonketotic Syndrome; SIRS = Systemic
Inflammatory Response Syndrome; Ulkus DM = Ulkus Diabetes Melitus; VES =
Ventrikel Ekstra Sistol.

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa jenis penyakit penyerta yang paling


banyak terjadi pada pasien PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo adalah anemia yaitu
33 pasien (75,0%), diikuti hipertensi sebanyak 26 pasien (59,09), leukositosis
sebanyak 24 pasien (54,54%), diabetes melitus tipe 2 sebanyak 15 pasien
(34,09%), HHD sebanyak 9 pasien (20,45%), hiperurisemia sebanyak 6 pasien
(13,64%), febris, hiperkalemia dan melena masing-masing sebanyak 5 pasien
(11,36%), serta penyakit lainnya yang berada di bawah 10%. Selengkapnya dapat
dilihat pada tabel 4.2.
Tingginya penyakit penyerta anemia yang dialami pasien PGK
dikarenakan hampir seluruh pasien PGK pada penelitian ini mendapatkan terapi
hemodialisis atau pengganti ginjal. Penyakit penyerta hipertensi juga termasuk
penyakit penyerta terbanyak setelah anemia, yang dialami pasien PGK. Hipertensi
merupakan salah satu dari faktor inisiasi pada PGK. Munculnya faktor inisiasi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


55

menyebabkan hilangnya massa nefron sehingga terjadi penurunan fungsi ginjal.


Sebagai kompensasi hal tersebut, terjadi hipertrofi nefron yang menyebabkan
terjadinya hipertensi glomerulus yang dimediasi oleh angiotensin II (AT II). AT II
merupakan vasokonstriktor poten yang mempengaruhi arteriol efferen sehingga
dapat meningkatkan tekanan darah kapiler glomerulus. Oleh karena itu,
pengontrolan tekanan darah pada pasien PGK sangat penting untuk mencegah dan
memperlambat kerusakan ginjal, dimana tekanan darah yang diharapkan pada
pasien PGK adalah <140/90 mmHg. Penyakit penyerta leukositosis terdapat
diurutan ketiga sebagai penyakit penyerta terbanyak pada pasien PGK.
Leukositosis adalah terjadinya peningkatan kadar leukosit di dalam tubuh yang
melebihi kadar normal, hal ini menandakan bahwa adanya infeksi yang dialami
pasien, sedangkan diabetes melitus termasuk penyakit penyerta terbanyak urutan
keempat pada pasien PGK, hal ini berhubungan dengan diabetes melitus sebagai
salah satu faktor inisiasi yang dapat memperburuk fungsi ginjal jika kadar gula
dalam darah tidak dikontrol.
Kebanyakan pasien (84,1%) dengan PGK memiliki minimal 3 penyakit
penyerta. Pasien dengan PGK memiliki penyakit penyerta yang saling terkait
dengan faktor resiko, termasuk hipertensi, aterosklerosis, diabetes (intoleransi
glukosa) dan gangguan lipid, yang dapat memperburuk fungsi ginjal dan
kardiovaskular (Coyne, D. W., 2011).

4.1.2 Profil Penggunaan Obat


Profil penggunaan obat pada pasien rawat inap PGK dengan penyakit
penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo digolongkan berdasarkan MIMS Indonesia
(2011/2012) yang dapat dilihat pada tabel berikut:

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


56

Tabel 4.3 Data Distribusi Penggunaan Obat Pasien Penyakit Ginjal Kronik di
Rumkital Dr. Mintohardjo, 2014
No. Golongan Terapi Obat Frekuensi Persentase (%)
1. Sistem kardiovaskular 138 25,79
2. Sistem endokrin 39 7,30
3. Hormon 5 0,93
4. Sistem saraf 43 8,04
5. Sistem muskuloskeletal 9 1,68
6. Saluran kemih & prostat 3 0,56
7. Saluran gastrointestinal 70 13,08
8. Saluran pernapasan 8 1,50
9. Antiinfeksi 41 7,66
10. Antialergi 4 0,75
11. Nutrisi 115 21,50
12. Vitamin & mineral 57 10,65
13. Kemoterapetik lain 3 0,56
Total: 535 100

Dari seluruh obat yang diterima pasien (selengkapnya pada lampiran 6),
terapi obat yang paling banyak digunakan adalah obat sistem kardiovaskular
sebanyak 138 kali (25,79%). Hal ini terkait dengan penyakit penyerta yang
dialami pasien yaitu hipertensi, dimana penggunaan obat antihipertensi pada
sebagian besar pasien terdapat lebih dari 2 jenis obat. Pada penelitian Belaiche, S.,
et al. (2012) juga menyebutkan bahwa penggunaan obat terbanyak ialah golongan
sistem kardiovaskular sebanyak 95 kali (33,1%) yang terdiri dari penggunaan obat
golongan angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEi), angiotensin II
receptor blocker (ARB) dan diuretik. Terdapat frekuensi yang tinggi pada
penerimaan golongan nutrisi yaitu sebanyak 115 kali (21,50%). Hal ini
berhubungan dengan penyakit penyerta yang paling banyak dialami pasien ialah
anemia. Lalu obat saluran gastrointestinal sebanyak 70 kali (13,08%) yang
digunakan pada pasien yang menderita Gastroesophageal Reflux Disease
(GERD), Peptic Ulcer Disease dan penyakit peptik lainnya seperti dispepsia.
Golongan obat saluran gastrointestinal juga berfungsi mengatasi efek samping
yang timbul dari penggunaan obat sistem kardiovaskular ataupun sistem saraf
(terutama NSAID/non steroidal anti-inflammatory drugs) yang digunakan oleh
pasien PGK untuk mengatasi keluhan yang dialaminya. Selanjutnya terdapat obat
sistem saraf yang merupakan penggunaan terbanyak keempat pada penelitian ini,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


57

diikuti obat antiinfeksi sebanyak 41 kali (7,66%). Selengkapnya dapat dilihat pada
tabel 4.3.

4.1.2.1 Jumlah Penggunaan Obat


Jumlah penggunaan obat pada pasien rawat inap PGK dengan penyakit
penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.4 Data Distribusi Jumlah Penggunaan Obat Pasien Selama di


Rawat Inap
Jumlah Penggunaan Obat Pasien Jumlah Pasien
1 – 5 obat 1 pasien
6 – 10 obat 14 pasien
>10 0bat 29 pasien

Pasien PGK selama dirawat tidak hanya menerima obat untuk


memperlambat kerusakan ginjal tetapi juga obat lain untuk mengatasi masalah
penyakit penyerta dan keluhan lain yang dialami pasien PGK sehingga jumlah
obat yang digunakan oleh pasien bervariasi. Dari tabel 4.4 dapat dilihat jumlah
penggunaan obat pada pasien PGK selama dirawat. Jumlah penggunaan obat >10
obat merupakan jumlah obat yang paling banyak diterima pasien yaitu 29 pasien,
diikuti jumlah obat 6 – 10 obat sebanyak 14 pasien dan hanya 1 pasien yang
menerima jumlah obat 1 – 5 obat. Jenis terapi obat pasien PGK pada penelitian ini
yang dianalisa adalah sebanyak 93 jenis obat. Jumlah seluruh obat yang diterima
oleh 44 pasien yang dianalisa adalah 535 terapi obat (tabel 4.3). Selama pasien
dirawat, jumlah obat paling sedikit diterima 3 jenis obat dan paling banyak 20
jenis obat. Rata-rata obat yang diterima pasien selama dirawat adalah 12 jenis
obat. Hal ini sesuai dengan literatur, menurut Kappel, J. dan Calissi, P. (2002)
pasien gangguan ginjal menggunakan paling sedikit 7 jenis obat. Obat yang
digunakan tidak hanya untuk pengobatan penyakit yang mendasari (misal diabetes
melitus, hipertensi) namun juga untuk gejala-gejala yang berkaitan dengan
penurunan fungsi ginjal (misal masalah metabolisme minreal, anemia) (Aritonga,
R. E., 2008). Belaiche, S., et al. (2012) menyebutkan pasien PGK mendapat rata-
rata 8 – 9 terapi obat. Literatur lain menyebutkan bahwa pasien PGK dengan
dialisis menerima 10 terapi dan 2 obat bebas (St. Peter, W. L., 2010).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


58

4.1.3 Drug Related Problems (DRPs)


Kejadian Drug Related Problems (DRPs) pada pasien rawat inap PGK
dengan penyakit penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo dapat dilihat pada tabel
berikut:

Tabel 4.5 Data Distribusi Pasien Berdasarkan Kategori DRPs


Kategori DRPs Pasien Persentase Frekuensi Persentase
(n=44) (%) (n=348) (%)
Ketidaktepatan pemilihan obat 6 13,64 6 1,7
Ketidaktepatan penyesuaian
dosis
a) Dosis obat terlalu tinggi 21 47,73 39 11,2
(overdosis)
b) Dosis obat terlalu rendah 7 15,91 7 2,0
(subterapi)
Indikasi tanpa obat 11 25,0 11 3,2
Obat tanpa indikasi 0 0 0 0
Interaksi obat 40 90,91 285 81,9

Hasil data deskriptif pada tabel 4.5 menunjukkan jenis DRPs yang terjadi
dari 44 pasien rawat inap dengan PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2014.
Terdapat 42 pasien dengan 348 kasus DRPs yang dianalisa, diantaranya interaksi
obat sebanyak 81,9%, diikuti ketidaktepatan penyesuaian dosis (overdosis
sebanyak 11,2%; dosis subterapi sebanyak 2,0%), indikasi tanpa obat sebanyak
3,2% dan ketidaktepatan pemilihan obat sebanyak 1,7%. Hasil penelitian oleh
Belaiche, S., et al. (2012) di RS Universitas Grenoble dari 2006 sampai 2010
menunjukkan bahwa DRPs yang paling banyak terjadi pada 42 pasien dengan 287
DRPs yang teridentifikasi adalah indikasi tanpa obat sebanyak 30,3% (pada
penelitian ini sebanyak 3,2%), ketidaktepatan penyesuaian dosis (dosis obat
subterapi sebanyak 24,0% (2,0%); overdosis sebanyak 17,8% (11,2%));
ketidaktepatan pemilihan obat sebanyak 10,1% (1,7%); reaksi efek samping
sebanyak 8,4% (tidak diamati) dan obat tanpa indiksi sebanyak 7,3% (0%).
Penelitian yang dilakukan oleh Manley, H. J., et al. (2003a) diketahui
bahwa pada 97,7% pasien (dari 133 pasien) dengan 475 DRPs yang
teridentifikasi, rata-rata 3.6 ± 1.8 DRPs per pasien. DRPs yang paling banyak
terjadi adalah obat tanpa indikasi sebanyak 30,9% (pada penelitian ini 0%),
ketidaktepatan pemantauan laboratorium sebanyak 27,6% (tidak diamati), indikasi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


59

tanpa obat sebanyak 17,5% (3,2%) dan ketidaktepatan penyesuaian dosis


sebanyak 15,4% (13,2%). Hasil penelitian Manley, H. J., et al. (2003b) diketahui
66 pasien dengan 354 DRPs berusia 62.6 ± 15.9 tahun, memiliki 6.4 ± 2.0 kondisi
penyerta, yang menerima 12.5 ± 4.2 obat, menunjukkan bahwa DRPs yang paling
sering terjadi ialah reaksi obat yang merugikan (ADR/Adverse Drug Reactions)
sebanyak 20,7% (pada penelitian ini tidak diamati) dan indikasi tanpa obat
sebanyak 13,5% (3,2%)
Penelitian lain yang dilakukan oleh Manley, H. J., et al. (2005), untuk
mengetahui frekuensi, jenis dan keparahan DRPs pada pasien hemodialisis di
Amerika Serikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DRPs teridentifikasi
sebanyak 1.593 kasus pada 395 pasien (51,2% pria; usia, 52,4 ± 8,2 tahun; 42,7%
dengan diabetes). Jenis DRPs yang paling sering ditemukan adalah ketidaktepatan
pemantauan laboratorium sebanyak 23,5% (pada penelitian ini tidak diamati) dan
indikasi tanpa obat sebanyak 16,9% (3,2%). Ketidaktepatan penyesuaian dosis
ditemukan sebanyak 20,4% (13,2% pada penelitian ini) dari seluruh DRPs yang
teridentifikasi, dimana dosis subterapi 11,2% (2,0%) dan overdosis 9,2% (11,2%).
Salah satu penelitian yang dilakukan di Indonesia oleh Faizzah, N.
(2012) menunjukkan bahwa DRPs yang terjadi, diantaranya ketidaktepatan
penyesuaian dosis, dimana dosis berlebih sebanyak 6 kasus (5,55%) (39 kasus
(11,2%) pada penelitian ini); dosis kurang sebanyak 1 kasus (0,92%) (7 kasus
(2,0%), ketidaktepatan pemilihan obat sebanyak 8 kasus (7,40%) (6 kasus (1,7%))
dan interaksi obat sebanyak 14 kasus (12,96%) (285 kasus (81,9%)).
Berdasarkan masing-masing stadium dilihat dari jumlah DRPs yang
terjadi, diketahui bahwa pada stadium 3 mengalami 1 – 3 DRPs, dimana jumlah
DRPs yang paling banyak terjadi ialah 3 DRPs; stadium 4 mengalami 1 – 4 DRPs,
dimana jumlah DRPs yang paling banyak terjadi ialah 2 DRPs dan stadium 5
mengalami 0 – 5 DRPs, dimana jumlah DRPs yang paling banyak terjadi ialah 2
DRPs.

4.1.3.1 DRPs Ketidaktepatan Pemilihan Obat


Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa terdapat 6 pasien (13,64%)
dengan 6 kasus (1,7%) yang mengalami kejadian DRPs ketidaktepatan pemilihan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


60

obat pada pasien rawat inap PGK dengan penyakit penyerta di Rumkital Dr.
Mintohardjo. Kejadian DRPs ketidaktepatan pemilihan obat dapat dilihat pada
tabel berikut:

Tabel 4.6 Data Distribusi Pasien DRPs Ketidaktepatan Pemilihan Obat


Nomor Penilaian DRPs Ketidaktepatan Pemilihan Obat
Pasien Jenis Obat Keterangan
13 Obat antidiabetes PGK stg 5, LFG <30 ml/mnt; OAD oral yang
diterima: akarbose.
17 Obat antidiabetes PGK stg 5, LFG <30 ml/mnt; OAD oral yang
diterima: glimepirid, akarbose.
34 Obat antidiabetes PGK stg 5, LFG <30 ml/mnt; OAD oral yang
diterima: akarbose.
35 Obat antidiabetes PGK stg 5, LFG <30 ml/mnt; OAD oral yang
diterima: metformin.
40 Obat antidiabetes PGK stg 5, LFG <30 ml/mnt; OAD oral yang
diterima: akarbose.
43 Obat antidiabetes PGK stg 5, LFG <30 ml/mnt; OAD yang diterima:
akarbose.
*Keterangan: LFG = laju filtrasi glomerulus; OAD = obat antidiabetes; PGK =
penyakit ginjal kronik; stg = stage.

Hasil data deskriptif pada tabel 4.6 menunjukkan sebanyak 6 pasien


mengalami DRPs ketidaktepatan pemilihan obat. Jenis obat yang tidak tepat
adalah obat antidiabetes, dikatakan tidak tepat karena tidak sesuai dengan kondisi
patologi yang dialami pasien. Berdasarkan hasil tes fungsi ginjal diketahui bahwa
keenam pasien tersebut merupakan pasien PGK dengan stage 5. Pada pasien
nomor 13, 17, 34, 40 dan 43 obat antidiabetes oral yang diterima masing-masing
pasien, salah satunya adalah akarbose. Akarbose merupakan obat antidiabetes oral
golongan alfa-glukosidase yang kontraindikasi pada pasien PGK dengan LFG <30
ml/mnt atau SCr >2 mg/dl. Penggunaan akarbose sebagai antidiabetes oral pada
pasien PGK dengan LFG <30 ml/mnt atau SCr >2 mg/dl menghasilkan
konsentrasi puncak (peak) 5 kali lebih tinggi dari populasi normal dan nilai AUC
6 kali lebih tinggi (Ashley, C., dan Currie, A., 2009). Jadi, penemuan pada
penelitian ini ialah penggunaan akarbose harus dihindari pada pasien PGK dengan
LFG <30 ml/mnt atau SCr >2 mg/dl. Pasien nomor 17 juga menerima obat
antidiabetes glimepirid, dimana pasien dengan LFG <10 ml/mnt dibutuhkan
penyesuaian dosis pada dosis awal terapi, yaitu 1 mg/hari. Pasien nomor 35

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


61

menerima obat antidiabetes oral metformin. Metformin merupakan obat


antidiabetes oral golongan biguanida yang pemakaiannya harus dihentikan pada
pasien PGK dengan LFG <30 ml/mnt. Metformin akan terakumulasi pada pasien
dengan kerusakan ginjal yang signifikan, yang dapat mengakibatkan terjadinya
asidosis laktat. Asidosis laktat jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi
metabolik yang serius (Ashley, C., dan Currie, A., 2009).
Menurut KDOQI (2012), Harh dan Molitch (2015), Ashley, C. dan
Currie, A. (2009) terdapat alternatif obat antidiabetes untuk pasien PGK, seperti
golongan sulfonilurea, diantaranya glipizid, glikuidon (aman untuk pasien PGK),
glimepirid, gliklazid, glibenklamid (aman, tetapi butuh penyesuaian dosis);
golongan tiazolidindion, diantaranya pioglitazon, rosiglitazon (aman untuk pasien
PGK). Selengkapnya dapat dilihat pada literatur.

4.1.3.2 DRPs Ketidaktepatan Penyesuaian Dosis


DRPs ketidaktepatan penyesuaian dosis terdiri dari: dosis terlalu tinggi
dari dosis terapi (overdosis) dan dosis terlalu rendah dari dosis terapi (subterapi).
Kejadian DRPs ketidaktepatan penyesuaian dosis pada pasien rawat inap PGK
dengan penyakit penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo dapat dilihat pada tabel
berikut:

Tabel 4.7 Data Distribusi Pasien DRPs Dosis Obat Terlalu Tinggi
No. Golongan Terapi Obat Nama Generik Frekuensi Persentase (%)
1. Anti-hiperurisemia & gout Allopurinol 3 7,7
2. Antibiotik (Aminoglikosida) Gentamisin 1 2,6
3. Antibiotik (Sefalosporin & Seftriakson 1 2,6
Beta laktam lainnya) Meropenem 3 7,7
4. Antibiotik (Kuinolon) Levofloksasin 1 2,6
5. Antijamur Flukonazol 2 5,1
6. Antidiabetes oral Glimepirid 1 2,6
(Sulfonilurea) (Diaversa)
7. Antidiabetes oral (Biguanida) Metformin 1 2,6
8. Antidiabetes oral (Inhibitor Akarbose (Eclid, 6 15,4
alfa-glukosida) Glucobay)
9. Antihipetensi (ACEi) Kaptopril 1 2,6
10. Diuretik (Antagonis Spironolakton 2 5,1
aldosteron) (Letonal)
11. Beta bloker Bisoprolol 1 2,6
(Concor)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


62

12. Antifibrinolitik Asam 6 15,4


traneksamat
(Transamin)
13. Hepatoprotektif Asam 1 2,6
ursodeoksikolat
(Urdafalk)
14. Antasida Sukralfat 7 18,0
15. Antiemetik (Antagonis Domperidon 2 5,1
dopamin)
Total: 39

Tabel 4.8 Data Distribusi Pasien DRPs Dosis Obat Terlalu Rendah
No. Golongan Terapi Obat Nama Generik Frekuensi Persentase (%)
1. Antiansietas Alprazolam 1 2,9
2. Antibiotik (Sefalosporin) Sefadroxil 1 2,9
Sefotaksim 1 2,9
3. Antihipertensi (Agonis Klonidin 1 2,9
alfa-2 sentral) (Catapres)
4. Antihiperlipidemia Gemfibrozil 1 2,9
5. Antitusif Dextromethorphan 1 2,9
HBr
6. Antidiare Attapulgite (New 1 2,9
diatabs)
Total: 7

Hasil data deskriptif pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa terdapat 21


pasien (47,73%) dengan 43 kasus (11,2%) yang mengalami kejadian DRPs dosis
obat terlalu tinggi dari dosis terapi (overdosis) dan 7 pasien (15,91%) dengan 7
kasus (2,0%) yang mengalami DRPs dosis obat terlalu rendah dari dosis terapi
(subterapi). Pada penelitian yang dilakukan oleh Belaiche, S., et al. (2012)
menunjukkan DRPs dosis terlalu tinggi (overdosis) sebanyak 51 kasus (17,8%)
dan dosis terlalu rendah (subterapi) sebanyak 69 kasus (24,0%). Gangguan fungsi
ginjal menyebabkan beberapa obat yang mengalami metabolisme dan
diekskresikan melalui ginjal memerlukan penyesuaian dosis sesuai dengan
kemampuan ginjal. Agar tidak terjadi efek toksik dari penggunaan obat ataupun
gagal menerima obat.
Jenis obat yang paling sering berpotensi tidak tepat dosis berada di atas
dosis terapi (tabel 4.7) adalah sukralfat, diikuti asam traneksamat (Transamin) dan
akarbose. Pemberian sukralfat melebihi dosis terapi karena dosis yang diberikan
per harinya adalah 4,5 g, melebihi dosis yang seharusnya pada pasien gangguan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


63

ginjal. Menurut Ashley, C. Dan Currie, A. (2009), dosis pemberian sukralfat pada
pasien gangguan ginjal tidak melebihi 4 g per hari.
Pemberian Transamin tidak tepat dosis terkait dengan frekuensi
pemberian. Menurut Ashley, C. Dan Currie, A. (2009), pasien gangguan ginjal
dengan LFG 20-50 ml/mnt diberikan 10 mg/kg IV setiap 12 jam, LFG 10-20
ml/mnt diberikan 10 mg/kg IV setiap 12-24 jam dan LFG di bawah 10 ml/mnt
diberikan 5 mg/kg IV setiap 12-24 jam, sedangkan pada penelitian ini semua
pasien yang menerima Transamin diberikan dengan frekuensi 3x1 ampul, dimana
tiap ampul memiliki kekuatan 250 mg/5 ml sehingga dosis pemberian Transamin
pada beberapa pasien melebihi dosis terapi. Pemberian akarbose dikatakan tidak
tepat dosis karena penggunaannya pada pasien yang kontraindikasi secara
patologis. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa akarbose kontraindikasi
dengan pasien yang memiliki LFG <30 ml/mnt atau SCr >2 mg/dl.
Pasien yang berpotensi tidak tepat dosis berada di bawah dosis terapi
terdapat 7 jenis obat, dapat dilihat pada tabel 4.8. Penggunaan obat yang kurang
dari dosis terapi tidak akan menghasilkan efek terapetik yang diinginkan bahkan
sama saja dengan tidak menggunakan obat tersebut. Suatu obat akan
menghasilkan efek terapetik jika kadar obat di dalam darah atau bioavailabilitas
obat mencapai kadar terapi yang dibutuhkan untuk menghasilkan efek yang
diharapkan. Oleh karena itu, penggunaan obat dengan dosis terapi yang sesuai
sangat penting untuk menghasilkan efek terapetik yang menandakan bahwa terapi
yang diberikan berhasil.

4.1.3.3 DRPs Indikasi Tanpa Obat


Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa terdapat 11 pasien (25,0%)
dengan 11 kasus (3,2%) yang mengalami kejadian DRPs indikasi tanpa obat pada
pasien rawat inap PGK dengan penyakit penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo.
Kejadian DRPs indikasi tanpa obat dapat dilihat pada tabel berikut:

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


64

Tabel 4.9 Data Distribusi Pasien DRPs Indikasi Tanpa Obat


Nomor Penilaian DRPs Indikasi Tanpa Obat
Pasien Jenis Obat Keterangan
1 Obat antihipertensi; TD 160/80 mmHg. OAH yang diterima: valsartan,
amlodipin.
Obat antihiperurisemia Asam urat 9,0 mg/dL.
2 Obat antihipertensi TD 150/90 mmHg. OAH yang diterima: valsartan,
furosemida, bisoprolol, spironolakton.
7 Obat antihipertensi TD 170/70 mmHg. OAH yang diterima: valsartan,
furosemida, amlodipin.
8 Obat antihipertensi; TD 150/80 mmHg. OAH yang diterima:
furosemida, valsartan, amlodipin, bisoprolol,
spironolakton.
Obat antihiperlipidemia Total kolesterol 223 mg/dL; LDL kolesterol 158
mg/dL; HDL kolesterol 38 mg/dL.
9 Obat antihipertensi TD 150/80 mmHg. OAH yang diterima: valsartan,
amlodipin, furosemida.
15 Obat antihiperlipidemia Total kolesterol 224 mg/dL; LDL kolesterol 169
mg/dL; HDL kolesterol 35 mg/dL.
18 Obat antihiperurisemia, Asam urat 7,4 mg/dL
Nutrisi K+ K+ 2,8 mmol/L
24 Obat antihipertensi TD 160/90 mmHg. OAH yang diterima: valsartan,
nifedipin, furosemida, bisoprolol.
27 Obat antidiabetes GD 199 mg/dL.
30 Obat antihipertensi TD 150/80 mmHg. OAH yang diterima: valsartan,
furosemida, amlodipin, bisoprolol,
spironolakton.
43 Obat antihipertensi TD 160/90 mmHg. OAH yang diterima: valsartan,
nifedipin, furosemida, bisoprolol.
*Keterangan: TD = tekanan darah; OAH = obat antihipertensi.

Indikasi tanpa obat merupakan pemberian terapi tambahan pada pasien


atas dasar diagnosa yang ditegakkan, sesuai dengan diagnosa yang tercantum di
rekam medis. Penilaian analisa DRPs indikasi tanpa obat pada pasien PGK
didasarkan dari kondisi pasien, tekanan darah, kadar gula darah, dan hasil
laboratorium elektrolit & darah pasien. Pasien dikatakan butuh tambahan obat jika
tekanan darah pasien belum mencapai <140/90 mmHg atau <130/80 mmHg (pada
pasien dengan proteinuria/albuminuria), kadar gula darah sewaktu pasien masih
>200 mg/dl atau gula darah puasa (GDP) pasien >126 mg/dl, fungsi ginjal
ataupun hati mengalami gangguan sehingga dibutuhkan penyesuaian terhadap
kondisi patologis, terdapat kondisi klinis pasien yang belum diberi terapi obat,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


65

pasien mengalami gangguan medis baru yang memerlukan terapi obat tambahan
yang dapat dilihat dari keluhan, diagnosa, dan hasil laboratorium pasien.
Hasil analisa data deskriptif pada tabel 4.9 menunjukkan sebanyak 11
pasien yang mengalami DRPs indikasi tanpa obat. Terdapat beberapa jenis obat
yang dibutuhkan pada pasien PGK yang mengalami DRPs indikasi tanpa obat,
diantaranya obat antihipertensi, obat antihiperurisemia, obat antihiperlipidemia,
obat antidiabetes dan nutrisi.
Berdasarkan hasil laboratorium masing-masing dari pasien nomor 1, 2, 7,
8, 9, 24, 30, dan 43 diketahui bahwa tekanan darah pasien belum mencapai target
yaitu <140/90 mmHg (KDIGO, 2012). Penggunaan obat antihipertensi yang telah
digunakan pasien, jika belum mencapai TD yang diharapkan maka dilakukan:
peningkatan dosis untuk OAH, jika masih belum tercapai maka diberikan
tambahan obat antihipertensi lain (Dipiro, J. T., et al., 2008). Selengkapnya dapat
dilihat pada lampiran 4. Hipertensi merupakan salah satu dari faktor inisiasi pada
PGK. Munculnya faktor inisiasi menyebabkan hilangnya massa nefron sehingga
terjadi penurunan fungsi ginjal. Sebagai kompensasi hal tersebut, terjadi hipertrofi
nefron yang menyebabkan terjadinya hipertensi glomerulus yang dimediasi oleh
angiotensin II (AT II). AT II merupakan vasokonstriktor poten yang
mempengaruhi arteriol efferen sehingga dapat meningkatkan tekanan darah
kapiler glomerulus. Oleh karena itu, untuk mencegah dan memperlambat
kerusakan ginjal diperlukan pengontrolan terhadap tekanan darah pasien, dimana
tekanan darah yang diharapkan pada pasien PGK adalah <140/90 mmHg.
Peningkatan kadar asam urat pada pasien yang melebihi kadar normal
terjadi pada pasien nomor 2 dan 18 sehingga diperlukan terapi obat tambahan
untuk mengatasi hiperurisemia yang dialami pasien PGK. Peningkatan kadar asam
urat dalam serum dapat membentuk kristal-kristal asam urat di ginjal dan dapat
mengendap di dalam insterstitium medular ginjal, tubulus atau sistem pengumpul
yang akhirnya akan memperburuk keadaaan ginjal. Terapi obat untuk mengatasi
hiperurisemia adalah golongan urikosurik dan penghambat xantin oksidase. Obat-
obat golongan urikosurik seperti probenesid dan sulfinperazon memiliki
mekanisme kerja meningkatkan klirens ginjal untuk asam urat dengan cara
mengurangi reabsorpsi dari asam urat pada tubulus proksimal, sedangkan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


66

golongan penghambat xantin oksidase bekerja dengan cara menghambat


perubahan hipoxantin menjadi xantin dan xantin menjadi asam urat. Satu-satunya
golongan penghambat xantin oksidase yang digunakan adalah allopurinol
(Katzung, 2010). Dilihat dari mekanisme kerja obat, allopurinol merupakan terapi
obat untuk hiperurisemia yang sesuai atau cukup aman pada pasien PGK karena
obat-obat golongan urikosurik (probenesid dan sulfinperazon) bekerja dengan
meningkatkan klirens asam urat di ginjal, hal ini akan memperberat kerja ginjal
pada pasien PGK. Namun, penggunaan allopurinol harus mempertimbangkan
fungsi ginjal sehingga tetap dibutuhkan penyesuaian dosis pada pasien PGK.
Hasil analisa data deskriptif pada tabel 4.9 menunjukkan pasien nomor 8
dan 15 mengalami peningkatan kadar trigliserida, total kolesterol dan LDL
kolesterol serta penurunan kadar HDL kolesterol yang tidak masuk dalam rentang
normal. Kadar lipid yang tidak normal berperan dalam terjadinya penyakit
aterosklerosis mikro dan makrovaskular. Pasien yang awalnya dengan fungsi
ginjal yang normal dengan hiperlipidemia umumnya tidak berkembang menjadi
insufisiensi ginjal, karena glomerulus yang normal memiliki mekanisme untuk
mencegah penumpukan lipoprotein. Namun, gangguan ginjal yang telah ada
sebelumnya menimbulkan gangguan fungsi mesangial yang merupakan suatu
keadaan yang menyebabkan terjadinya penumpukan lipoprotein di glomerulus
ginjal. Data eksperimental menunjukkan bahwa dislipidemia berperan pada
kerusakan glomerulus dan interstitial parenkim ginjal. Sel-sel glomerulus
mesangial dan sel otot polos pembuluh darah memiliki kesamaan yaitu bahwa
akumulasi lipid di dalam sel mesangial, analog dengan proses aterosklerotik pada
sel otot polos, dapat menyebabkan glomerulosklerosis. LDL menyebabkan
monosit berikatan dengan sel endotel dan ikatan ini merupakan faktor penting
pada proses inflamasi glomerular sehingga terapi obat untuk mengatasi gangguan
dislipidemia pada pasien PGK sangat diperlukan untuk mencegah memburuknya
kondisi kerusakan ginjal yang berpotensi terjadinya penyakit kardiovaskular.
Terapi obat untuk mengatasi dislipidemia pada pasien PGK, KDOQI (2012)
menyatakan golongan statin, jika pasien tidak toleransi dengan golongan statin
maka digunakan golongan fibrat. Penggunaan golongan obat tersebut tetap
mempertimbangkan fungsi ginjal pada pasien PGK.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


67

Pasien nomor 27 mengalami peningkatan kadar gula darah sewaktu dan


didiagnosa mengalami nefropati diabetikum tetapi selama dirawat pasien tidak
menerima obat antidiabetes, sedangkan dari hasil tes kadar gula darah
menunjukkan kadar gula darah sewaktu pasien meningkat hingga 199 mg/dL pada
hari terakhir dirawat sehingga dibutuhkan obat antidiabetes untuk menurunkan
kadar gula darah pasien. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya peningkatan
keparahan fungsi ginjal pada pasien PGK. Jenis obat antidiabetes yang dapat
diberikan kepada pasien, selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4.

4.1.3.4 DRPs Obat Tanpa Indikasi


Obat tanpa indikasi adalah pemberian obat yang tidak sesuai dengan
indikasi atau diagnosa pada pasien. Pasien dapat didiagnosa menderita PGK yang
disebabkan berbagai faktor, diantaranya faktor kerentanan, faktor inisiasi, dan
faktor progresi. Penilaian untuk mendiagnosa pasien menderita PGK dapat
melakukan tes fungsi ginjal dengan mengukur kadar serum kreatinin (SCr) di
dalam darah, lalu mendapatkan nilai estimasi laju filtrasi glomerulus (eLFG) yang
digunakan sebagai acuan tingkat keparahan kerusakan ginjal. Kemudian dapat
didukung dengan melakukan tes laboratorium terkait kandungan darah dan urin.
Penyakit penyerta yang diderita pasien juga harus dipertimbangkan, seperti
hipertensi dan diabetes melitus yang merupakan penyakit penyerta yang dapat
memperburuk keadaan ginjal jika tidak dikontrol.
Pada penelitian ini diketahui bahwa tidak terdapat adanya DRPs obat
tanpa indikasi yang dialami pasien. Semua pasien mendapatkan obat yang sesuai
dengan indikasi atau diagnosa pasien.

4.1.3.5 DRPs Interaksi Obat


Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa terdapat 40 pasien (90,91%)
dengan 285 kasus (81,9%) yang mengalami kejadian DRPs interaksi obat pada
pasien rawat inap PGK dengan penyakit penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo.
Interaksi obat yang terjadi merupakan semua interaksi obat yang mungkin atau
potensial terjadi pada terapi obat yang diberikan kepada 44 pasien, baik interaksi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


68

obat yang dapat dihindari ataupun interaksi obat yang tidak dapat dihindari.
Kejadian DRPs interaksi obat dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.10 Data Distribusi Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Tingkat


Keparahan dan Tipe Mekanisme Interaksi Obat
Potensi Interaksi Kategori Jumlah Presentase (%)
Farmakokinetik 84 29,47
Mekanisme Interaksi Farmakodinamik 97 34,04
Tidak diketahui 104 36,49
Total 285 100
Ringan (minor) 67 23,51
Tingkat Keparahan Sedang (moderat) 214 75,09
Berat (mayor) 4 1,40
Total 285 100

Hasil analisa DRPs terhadap 44 pasien, diperoleh bahwa terdapat


interaksi obat pada 40 pasien (90,91%) dan sebanyak 4 pasien (9,09%) tidak
mengalami interaksi obat. Berdasarkan hasil analisa terhadap 40 pasien yang
berinteraksi (tabel 4.10), diperoleh hasil bahwa terdapat total kejadian interaksi
obat sebanyak 285 kejadian yang terdiri dari interaksi obat yang tidak diketahui
sebanyak 104 kejadian (36,49%), dimana mekanisme interaksi obat jenis ini
belum diketahui secara jelas mekanismenya yakni tidak termasuk kedalam
mekanisme farmakodinamik maupun farmakokinetik.
Mekanisme interaksi obat terbanyak kedua adalah interaksi secara
farmakodinamik sebanyak 97 kejadian (34,04%). Hal tersebut menunjukkan
bahwa obat-obat yang diberikan saling berinteraksi pada sistem reseptor, tempat
kerja atau sistem fisiologi yang sama sehingga terjadi efek yang aditif, sinergis
(saling memperkuat) dan antagonis (saling meniadakan). Beberapa alternatif
penatalaksanaan interaksi obat adalah menghindari kombinasi obat dengan
memilih obat pengganti yang tidak berinteraksi, penyesuaian dosis obat,
pemantauan pasien atau meneruskan pengobatan seperti sebelumnya jika
kombinasi obat yang berinteraksi tersebut merupakan pengobatan yang optimal
atau bila interaksi tersebut tidak bermakna secara klinis (Fradgley, 2003).
Mekanisme interaksi obat secara farmakokinetik terjadi sebanyak 84 kejadian
(29,47%). Hal tersebut menunjukkan bahwa salah satu obat mempengaruhi
absorpsi, distribusi, metabolisme atau ekskresi obat kedua sehingga kadar plasma

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


69

kedua obat meningkat atau menurun. Akibatnya terjadi peningkatan toksisitas atau
penurunan efektifitas obat tersebut (Fradgley, 2003).
Berdasarkan hasil penelitian, tingkat keparahan interaksi obat yang
paling banyak terjadi adalah pada interaksi obat secara moderat, yaitu sebanyak
214 kejadian (75,09%). Interaksi obat secara moderat ini termasuk jenis interaksi
obat yang diutamakan untuk dicegah dan diatasi jika interaksi obat yang
dihasilkan lebih berbahaya dibandingkan manfaatnya, sebaiknya menggunakan
alternatif lain jika ada. Selanjutnya interaksi obat terbanyak kedua adalah dengan
tingkat keparahan minor, yaitu 67 kejadian (23,51%), interaksi obat ini mungkin
mengganggu atau tidak disadari (interaksi obat diduga terjadi) tetapi tidak
mempengaruhi secara signifikan terhadap efek obat yang diinginkan. Interaksi
obat dengan tingkat keparahan mayor adalah interaksi obat yang paling sedikit,
terdapat 4 kejadian (1,40%). Interaksi obat dengan tingkat keparahan mayor
diutamakan untuk dicegah dan diatasi karena efek potensial membahayakan jiwa
atau menyebabkan kerusakan permanen. Jenis obat yang mengalami interaksi
mayor dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.11 Jenis Obat yang Mengalami Interaksi Mayor


Jenis Obat Interaksi Obat Efek Interaksi
Spironolakton – Kalium Keduanya meningkatkan Hiperkalemia.
klorida kadar kalium. Kontraindikasi
digunakan bersama,
kecuali manfaatnya lebih
besar.
Diltiazem – Bisoprolol Keduanya saling Meningkatkan resiko
meningkatkan toksisitas bradikardia.
satu sama lain.
Amlodipin – Simvastatin Amlodipin meningkatkan Beresiko terjadi
kadar Simvastatin*. miopati/rabdomiolisis
Klonidin – Bisoprolol Keduanya saling Meningkatkan resiko
meningkatkan toksisitas bradikardia.
satu sama lain.
*Sumber: Zhou, Yi-Ting, et al., 2013.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


70

4.2 Analisa Bivariat


Analisa bivariat yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh jumlah
penyakit penyerta terhadap jumlah DRPs dan pengaruh jumlah penggunaan obat
terhadap jumlah DRPs pada pasien PGK. Hasil analisa bivariat dapat dilihat pada
gambar berikut:

Gambar 4.1 Hasil Uji Kai-kuadrat Pengaruh Jumlah Penyakit Penyerta terhadap
Jumlah DRPs

Hasil analisa pada gambar 4.1 menunjukkan pengaruh antara jumlah


penyakit penyerta dengan jumlah DRPs dengan metode kai-kuadrat, diketahui
tidak lebih dari 14 sel atau sebanyak 77,8% yang mempunyai nilai harapan kurang
dari 5, yang berarti terdapat lebih 20% sel mempunyai nilai harapan lebih kecil
dari 5 sehingga hasil uji kai-kuadrat ini dinyatakan tidak sahih. Untuk
memperoleh hasil yang sahih, maka dilakukan uji koefisien kontingensi. Berikut
ini hasil uji koefisien kontingensi:

Gambar 4.2 Hasil Uji Koefisien Kontingensi Pengaruh Jumlah Penyakit Penyerta
terhadap Jumlah DRPs

Berdasarkan hasil dari gambar 4.2, diketahui nilai probabilitas yang


diperoleh = 0,493. Hal ini menunjukkan bahwa P >0,05, maka H0 diterima yang
berarti tidak ada pengaruh bermakna antara jumlah penyakit penyerta dengan
jumlah DRPs. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Manley, H. J., et al (2003a), yang menunjukkan bahwa DRPs
berkorelasi positif dengan jumlah penyakit penyerta pasien (P <0.001). Jumlah

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


71

DRPs meningkat pada masing-masing pasien sama dengan meningkatnya jumlah


kondisi penyerta (Manley, H. J., et al., 2003a). Perbedaan hasil yang diperoleh
pada penelitian ini, dapat disebabkan terbatasnya jumlah sampel yang diteliti.
Analisa bivariat untuk mengetahui pengaruh antara jumlah penggunaan
obat dengan jumlah DRPs dengan metode kai-kuadrat dapat dilihat pada gambar
berikut:

Gambar 4.3 Hasil Uji Kai-kuadrat Pengaruh Jumlah Penggunaan Obat terhadap
Jumlah DRPs

Hasil analisa pada gambar 4.3 menunjukkan bahwa tidak lebih dari 15 sel
atau sebanyak 83,3% yang mempunyai nilai harapan kurang dari 5 sehingga hasil
uji kai-kuadrat ini dinyatakan sahih dan nilai probabilitas yang diperoleh = 0,000.
Hal ini menunjukkan bahwa P <0,05, maka H0 ditolak yang berarti ada pengaruh
bermakna antara jumlah penggunaan obat dengan jumlah DRPs. Hasil penelitian
ini sejalan dengan hasil studi yang dilakukan oleh Belaiche, S., et al. (2012) di
Perancis, yang menyatakan resiko kejadian DRPs meningkat signifikan terhadap
kondisi lanjut usia (P = 0.0027) dan jumlah pengobatan (P = 0.049) (Belaiche, S.,
et al., 2012).

4.3 Keterbatasan Penelitian


4.3.1 Kendala
a. Pengambilan data dan jumlah pasien
Pada proses pengambilan data, cukup banyak pasien yang memiliki
data rekam medis yang tidak lengkap, seperti berat badan, daftar
penggunaan obat, dan hasil laboratorium.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


72

b. Diagnosa data
Hasil laboratorium untuk pemeriksaan kadar gula darah, serum
kreatinin, hasil laboratorium darah & elektrolit, tidak dilakukan
secara rutin.

4.3.2 Kelemahan
a. Penelitian deskriptif retrospektif, pada penelitian deskriptif hanya
dapat dilakukan demografi berupa hasil analisa ketepatan untuk
mengetahui DRPs pada terapi yang digunakan oleh pasien. Selain itu
metode retrospektif, dimana waktu kejadian sudah terjadi sehingga
tidak dapat dilakukan pertanyaan secara langsung pada pasien.
b. Terdapat sediaan obat yang tidak diketahui kekuataan sediaannya
yang diberikan kepada pasien.
c. Penelitian ini tidak dapat dikatakan seutuhnya rasional, dikarenakan
penilaian diagnosa pasien tidak secara langsung melainkan menarik
kesimpulan dari diagnosa yang tercatat di rekam medis.

4.3.3 Kekuatan
Penelitian ini sebelumnya belum pernah dilakukan di Rumah Sakit TNI
Angkatan Laut (Rumkital) Dr. Mintohardjo. Diharapkan penelitian ini dapat
menjadi referensi dan gambaran Drug Related Problems (DRPs) pada pasien
rawat inap yang menderita penyakit ginjal kronik (PGK) dengan penyakit
penyerta.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


BAB 5
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
1. Karakteristik berdasarkan usia yang paling banyak adalah usia
dewasa (20 – 59 tahun) sebanyak 24 pasien (54,55%). Berdasarkan
jenis kelamin yang paling banyak adalah laki-laki yaitu 25 pasien
(56,82%). Berdasarkan tingkat keparahan PGK yang paling banyak
adalah stadium 5 yaitu 32 pasien (72,73%). Berdasarkan penyakit
penyerta yang paling banyak adalah anemia yaitu 33 pasien (75,0%).
2. Terdapat 13 kelas terapi yang diberikan pada pasien dengan
penggunaan terbanyak yaitu obat golongan sistem kardiovaskular
sebanyak 25,79%.
3. Jenis DRPs yang terjadi pada pasien rawat inap PGK dengan
penyakit penyerta di Rumah Sakit TNI Angkatan Laut (Rumkital)
Dr. Mintohardjo dari 44 pasien, terdapat 42 pasien dengan 348 kasus
DRPs yang dianalisa, diantaranya interaksi obat sebanyak 81,9%,
ketidaktepatan penyesuaian dosis (overdosis sebanyak 11,2%; dosis
subterapi sebanyak 2,0%), indikasi tanpa obat sebanyak 3,2% dan
ketidaktepatan pemilihan obat sebanyak 1,7%.
4. Stadium 3 mengalami 1 – 3 DRPs, jumlah DRPs paling banyak 3
DRPs; stadium 4 mengalami 1 – 4 DRPs, jumlah DRPs paling
banyak 2 DRPs dan stadium 5 mengalami 0 – 5 DRPs, jumlah DRPs
paling banyak 2 DRPs.
5. Tidak terdapat pengaruh yang bermakna antara jumlah penyakit
penyerta terhadap jumlah DRPs secara statistik, namun secara
substansi kemungkinan ada hubungan.
6. Terdapat pengaruh yang bermakna antara jumlah penggunaan obat
terhadap jumlah DRPs.
7. Pasien PGK dengan LFG <30 ml/mnt atau SCr >2 mg/dl yang
mengalami diabetes melitus (DM), kontraindikasi dengan obat
antidiabetes oral akarbose dan metformin.

73
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
74

5.2 Saran
1. Perlu adanya standarisasi kelengkapan pengisian rekam medis
pasien, terkait usia, berat badan, obat yang digunakan, dosis obat
yang diberikan, rute pemberian obat, aturan pakai obat, tanggal
pemberian obat serta perlu adanya pemeliharaan rekam medis agar
tidak ada bagian atau lembar yang hilang.
2. Perlu adanya pemantauan hasil laboratorium pasien yang dilakukan
secara berkelanjutan selama perawatan, baik tes fungsi ginjal
(ureum, serum kreatinin dan asam urat), tekanan darah, kadar gula
darah dan hasil laboratorium lainnya yang terkait untuk mencegah
dan mengatasi DRPs.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Julianti. (2009). Karakteristik Penderita Gagal Ginjal Rawat Inap di RS


Haji Medan. Skripsi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan:
tidak diterbitkan.

Alam, S., dan Hadibroto, I. (2008). Gagal Ginjal. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.

Anggrayny, Arfita. (2015). Perbandingan Laju Filtrasi Glomerulus pada Staf


Laki-laki Dewasa Sehat dengan Formula Cockroft-Gault, Modification
of Diet in Renal Disease dan Chronic Kidney Disease Epidemiology
Collaboration di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Skripsi pada
Fakultas Farmasi USD Yogyakarta: tidak diterbitkan.

Anonim. (2012). 5th Report of Indonesian Renal Registry. Perkumpulan Nefrologi


Indonesia.

Anonim. (2015). Clinical Practice Guideline on Management of Patients with


Diabetes and Chronic Kidney Disease Stage 3b or Higher (eGFR <45
ml/min). Nephrol Dial Transplant. 30, ii1-ii142.

Arikunto, S. (2002). Prosedur Suatu Penelitian: Pendekatan Praktek, Edisi 5.


Jakarta: PT Rineka Cipta.

Aritonang, R. E. (2008) Intervensi farmasis dalam upaya menurunkan


permasalahan terkait dengan terapi obat pada pasien penyakit ginjal
kronik yang menjalani rawat inap di RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta.
Tesis pada FMIPA UI Jakarta: tidak diterbitkan.

Ashley, C., dan Currie, A. (2009). The Renal Drug Handbook, 3rd edition. United
Kingdom: Radcliffe.

Atkinson, A., Abernethy, D. R., Daniels, C. E., Dedrick, R. L., dan Markey, S. P.
(2007). Principles of Clinical Pharmacology Second Edition. USA:
Elsevier Inc. Pg 230.

Belaiche, Stephanie, et al. (2012). Pharmaceutical Care in Chronic Kidney


Disease: experience at Grenoble University Hospital from 2006 to 2010.
Journal Nephrol. 25, (4), 558-565.

British National Formulary. (2014). BNF, 67th edition. London: BMJ Group and
Pharmaceutical Press.

Cardone, K. E., Bacchus, S., Assimon, M. M., Pai, A. B., dan Manley, H. J.
(2010). Medication-related Problems in CKD, Advances in Chronic
Kidney Disease. National Kidney Foundation. 17, (5), 404-412.

75
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
76

Chen, J., Wildman, R. P., Gu, D., Kusek, J. W., Spruill, M., Reynolds, K., Liu, D.,
Hamm, L. L., Whelton, P. K., He, J. (2005). Prevalence of decreased
kidney function in Chinese adults aged 35 to 74 years. Kidney
International. 68, 2837-2845.

Cipolle, R. J., Strand, L. M., dan Morley, P. C. (1998). Pharmaceutical Care


Practice. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Coresh, J., Byrd-Holt, D., Astor, B. C., Briggs, J. P., Eggers, P. W., Lacher, D. A.,
dan Hostetter, T. H. (2005). Chronic kidney disease awareness,
prevalence, and trends among U.S. adults, 1999 to 2000. J Am Soc
Nephrol. 16, 180-188.

Coyne, D. W. (2011). Management of Chronic Kidney Disease Comorbidities.


CKD Medscape CME Expert Column Series: Issue 3. Diakses November,
2015. http://www.medscape.org/viewarticle/736181.

Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzkee, G. R., Wells, B. G., Posey, L.
M. (2008). Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 7th edition.
New York: Mc Graw-Hill Medical Publishing Division.

Drug.com. Drug Interactions Checker. Diakses Oktober, 2015.


http://www.drugs.com/drug_interactions.php.

Faizzah, Nurul. (2012). Identifikasi Drug Related Problems Pada Terai Gagal
Ginjal Kronik Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta Periode Januari – Desember 2009. Skripsi
pada FMIPA UII Yogyakarta: tidak diterbitkan.

Fradgley, S. (2003). Interaksi Obat, Dalam Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy)


Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. Jakarta:
PT. Elex Media Komputindo Gramedia.

Gunawan, dkk. (2007). Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru.

Hahr, Allison J., dan Molitch, Mark E. (2015). Management of Diabetes Mellitus
in Patients with Chronic Kidney Disease. Clinical Diabetes and
Endocrinology. 1, (2), 1-9.

Indriani, L., Bahtiar, A., dan Andrajati, R. (2013). Evaluasi Masalah Terkait Obat
Pada Pasien Rawat Inap Penyakit Ginjal Kronik Di RSUP Fatmawati
Jakarta. Jakarta: Jurnal Managemen dan Pelayanan Farmasi (JMPF).

Ingsathit, A., Thakkinstian, A., Chaiprasert, A., Sangthawan, P., Gojaseni, P.,
Kiattisunthorn, K., ....... Singh, A. K. (2010). Prevalence and risk factors
of chronic kidney disease in the Thai adult population: Thai SEEK study.
Nephrol Dial Transplant. 25, 1567-1575.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


77

JNC 8. (2013). 2014 Evidance-Based Guideline for The Management of High


Blood Pressure in Adults, Report From The Panel Members Appointed to
The Eight Joint National Committee (JNC 8). Clinical Review &
Education. JAMA.

Katzung, Bertram G. (2010). Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 10. Jakarta:
EGC.

Kappel, J., dan Calissi, P. (2002). Nephrology: 3. Safe Drug Prescribing for
Patients with Renal Insufficiency. Canadian Medical Association
Journal. 166, (4), 473-477.

KDIGO. (2012). KDIGO Clinical Practice Guideline for the Management of


Blood Pressure in Chronic Kidney Disease. Kidney International
Supplements. 2, 337-414.

KDIGO. (2013). KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for The Evaluation and
Management Chronic Kidney Disease. Kidney International
Supplements. 3, 1-150.

KDOQI. (2012). KDOQI Clinical Practice Guideline For Diabetes and CKD:
2012 Update. American Journal of Kidney Disease. 60, (5), 850-886.

Lacy, C. F., Armstrong, L. L., Goldman, M. P., Lance, L. L. (2008). Drug


Information Handbook, 17th edition. USA: Lexi-Comp’s.

Levey, Andrew S., Coresh, J., Balk, E., Kausz, Annamaria T., Levin, A., Steffes,
Michael W., Hogg, Ronald J., Perrone, Ronald D., Lau, J., dan Eknoyan,
G. (2003). National Kidney Foundation-Kidney Disease Outcome
Quality Initiative (NKF-K/DOQI), K/DOQI Clinical Practice Guideliner
for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification, and
Stratification. Annals of Internal Medicine. 139, 137-147.

Levey, Andrew S., Eckardt, Kai-Uwe, Tsukamoto, Y., Levin, A., Coresh, J.,
Rossert, J., Zeeuw, Dick De, Hostetter, Thomas H., Lameire, N., dan
Eknoyan, G. (2005). Definition and Classification of Chronic Kidney
Disease: A Position Statement from Kidney Disease: Improving Global
Outcomes (KDIGO). Kidney International. 67, 2089-2100.

Mahmoud, M. A. (2008). Drug Therapy Problems and Quality of Life in Patients


with Chronic Kidney Disease. University Sains Malaysia.

Manley, Harold J., McClaran, Marcy L., Overbay, Debra K., Wright, Marcia A.,
Reid, Gerald M., Bender, Walter L., Neufeld, Timothy K., Hebbar, S.,
dan Muther, Richard S. (2003a). Factors Associated with Medication-
Related Problems in Ambulatory Hemodialysis Patients. American
Journal of Kidney Disease. 41, 386-393.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


78

Manley, Harold J., Drayer, Debra K., dan Muther, Richard S. (2003b).
Medication-related Problem Type and Appearance Rate in Ambulatory
Hemodialysis Patients. BMC Nephrology. 4, 1-17.

Manley, Harold J., Cannella, Carrie L., Bailie, George R., dan Peter, Wendy L. St.
(2005). Medication-Related Problems in Ambulatory Hemodialysis
Patients: A Pooled Analysis. American Journal Kidney Disease. 46, 669–
680.

Marquito, A. B., Fernandes, N. M., Colugnati, F. A. B., dan Paula, R. B. de.


(2013). Identifying Potential Drug Interactions in Chronic Kidney
Disease Patients. Juiz de Fora : Interdisciplinary Center for Nephrology
Studies Research and Care, Federal University of Juiz de Fora.

Medscape.com. Drug Interactions Checker. Diakses Oktober, 2015.


http://www.medscape.com/druginfo/druginterchecker.

MIMS Indonesia. (2011/2012). MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 11.


Jakarta: PT Medidata Indonesia.

Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: PT


Rineka Cipta.

Novita, Inten. (2015). Evaluasi Drug Related Problems pada Pasien Diabetes
Melitus di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Utara. Skripsi pada FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: tidak diterbitkan.

Nursalam. (2006). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Perkemihan, Edisi 1. Jakarta: Salemba Medika.

Nurrakhmani, Azizah. (2014). Kerasionalan Penggunaan Antibiotik pada Pasien


Penderita Sindrom Respons Inflamasi Sistemik (SIRS) di Ruang
Perawatan Intensif (Intensive Care Unit/ICU) Rumah Sakit Angkatan
Laut Dr. Mintohardjo pada Tahun 2012-2013. Skripsi pada Fakultas
FMIPA UI Jakarta: tidak diterbitkan.

PCNE. (2010). PCNE Classification for Drug Related Problems. Pharmaceutical


Care Network Europe Foundation, V6.2 revised 14-01-2010vm, 1-9.

Permenkes. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan RI, Nomor 58 Tahun 2014


tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Menteri
Kesehatan RI.

Praktiknya, A. W. (2001). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan


Kesehatan, Edisi 4. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Price, Sylvia A., dan Wilson, Lorraine M. C. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, Vol. 2, Edisi 6. Jakarta: EGC.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


79

Rahardjo, P., Susalit, E., dan Suhardjono. (2006). Hemodialisis. Dalam: Sudoyo,
A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Marcellus, S. K., Setiati, S., Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.

Rovers, J. P., Currie, J. D., Hagel, H. P., McDonough, R. P., dan Sobotka, J. L.
(2003). A Practical Guide to Pharmaceutical Care, 2nd edition.
Washington DC: American Pharmaceutical Association.

Siregar, C. J. P., dan Lia, A. (2003). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan.
Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 7-18.

Siregar, Sofiyan. (2011). Statistika Deskriptif untuk Penelitian: Dilengkapi


Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17. Jakarta: Rajawali Pers.

Smeltzer, Suzanne C., dan Bare, Brenda G. (2002). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner dan Suddarth, Vol. 1 dan 2, Edisi 8. Jakarta:
EGC.

St. Peter, W. L. (2010). Improving Medication Safety in Chronic Kidney Disease


Patients on Dialysis Through Medication Reconciliation. By National
Kidney Foundation, Inc. All rights reserved.

Stockley, I. H. (2008). Stockley’s Drug Interaction, 8th edition. London:


Pharmaceutical Press.

Sugiyono. (2005). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suharyanto, dan Madjid, A. (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan


Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Trans Info Media.

Sukandar, E. (2006). Neurologi Klinik, Edisi ketiga. Bandung: Pusat Informasi


Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD.

Suleymanlar, G., Utas, C., Arinsoy, T., Ates, K., Altun, B., Altiparmak, M. R.,
....... Serdengecti, K. (2011). A population-based survey of Chronic Renal
Disease In Turkey--the CREDIT study. Nephrol Dial Transplant. 26,
1862-1871.

Suwitra, K. (2006). Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Sudoyo, A. W., Setiyohadi,


B., Alwi, I., Marcellus, S. K., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


80

Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 3.


Jakarta: EGC.

Thawornchaisit, P., Looze, F. de., ....... Sleigh, A. (2015). Health-Risk Factor and
the Prevalence of Chronic Kidney Disease: Cross-Sectional Findings
from a National Cohort of 87 143 Thai Open University Students. Global
Journal of Health Science. 5, (7), 59-72.

USRDS. (2014). CKD in the United States: An Overview of USRDS Annual Data
Report, volume 1. United States.

Walker, R., dan Edward, C. (2003). Clinical Pharmacy and Therapeutics. Third
editions. Pg 247-249, 256-278.

Wortmann R. L. (2009). Gout and Hyperuricemia. In: Firestein GS, Budd RC,
Harris ED, Rudy S, Sergen JS, editors. Kelley’s Textbook of
Rheumatolog, 8th edition. Philadelphia: Saunders.

Xue, L., Lou, Y., Feng, X., Wang, C., Ran, Z., dan Zhang, X. (2014). Prevalence
of chronic kidney disease and associated factors among the Chinese
population in Taian, China. BMC Nephrology. 15, 1-6.

Zhang, Qui-Li, dan Rothenbacher, D. (2008). Pravalence of Chronic Kidney


Disease in Population-based studies: Systematic Review. BMC Public
Health. 8, 1-13.

Zhou, Yi-Ting, Yu, Lu-Shan, Zeng, Su, Huang, Yu-Wen, Xu, Hui-Min, dan Zhou,
Quan. (2013). Pharmacokinetic drug–drug interactions between 1,4
dihydropyridine calcium channel blockers and statins: factors
determining interaction strength and relevant clinical risk management.
China: Quan Zhou Department of Pharmacy, The Second Affiliated
Hospital, School of Medicine, Zhejiang University.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian dari Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan

81
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Surat Persetujuan Pelaksanaan Penelitian dari Rumkital Dr.
Mintohardjo

82
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Surat Persetujuan Pelaksanaan Penelitian di Ruang Administrasi

83
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Kriteria Penilaian DRPs
Penyakit Penyerta
Tujuan Terapi Terapi Obat Catatan
pada PGK
Hipertensi  TD <140/90 mmHg 1. ACEIs atau ARBs *Beta bloker dan CCB nondihidropiridin harus
 TD <130/80 mmHg dengan 2. Diuretik atau CCBs atau Beta bloker*; Diuretik Tiazida dihindari pada pasien lansia-manula.
proteinuria (albuminuria) (eLFG 30 ml/mnt), Diuretik Loop (eLFG <30 ml/mnt) *Agonis alfa-2 sentral (contoh: klonidin) tidak
(JNC 8, 2013) 3. CCBs (dapat sebagai second-line) atau Beta bloker* boleh digunakan bersamaan dengan Beta bloker
(jika pasien menderita angina, gagal jantung, aritmia) karena kemungkinan tinggi mengalami
4. Antagonis aldosteron atau Subgrup CCB lain (jika CCB bradikardia berat.
telah digunakan) atau alfa bloker (jika belum
menggunakan beta bloker dengan efek alfa bloker)
5. Long acting alfa bloker atau agonis alfa-2 sentral* atau
vasodilator
(Dipiro, J. T., et al., 2008)
Hipertensi +  TD <140/90 mmHg 1. ACEIs atau ARBs *Beta bloker dan CCB nondihidropiridin harus
Diabetes melitus  TD <130/80 mmHg dengan 2. Diuretik atau CCBs atau Beta bloker*; Diuretik Tiazida dihindari pada pasien lansia-manula.
proteinuria (albuminuria) (eLFG 30 ml/mnt), Diuretik Loop (eLFG <30 ml/mnt) *Agonis alfa-2 sentral (contoh: klonidin) tidak
(JNC 8, 2013) 3. CCBs (dapat sebagai second-line) atau Beta bloker* boleh digunakan bersamaan dengan Beta bloker
 Glukosa darah 2 jam PP <140 (jika pasien menderita angina, gagal jantung, aritmia) karena kemungkinan tinggi mengalami
mg/dl 4. Antagonis aldosteron atau Subgrup CCB lain (jika CCB bradikardia berat.
 Gula darah puasa <100 mg/dl telah digunakan) atau alfa bloker (jika belum
(Anonim, 2005) menggunakan beta bloker dengan efek alfa bloker)
 HbA1c ~7,0% 5. Long acting alfa bloker atau agonis alfa-2 sentral* atau
(KDOQI, 2012) vasodilator
(Dipiro, J. T., et al., 2008)
Diabetes melitus  Glukosa darah 2 jam PP <140 1. Insulin, terutama untuk DM tipe 1 *Metformin sebagai lini-pertama dengan dosis
mg/dl 2. Metformin, lini-pertama untuk DM tipe 2 (eLFG 45 disesuaikan dengan fungsi ginjal. Jika eLFG <30
 Gula darah puasa <100 mg/dl ml/mnt) ml/mnt maka hentikan penggunaan metformin.
(Anonim, 2005) 3. Penghambat Alfa-glukosidase atau Penghambat *Penambahan obat antidiabetes disarankan yang
 HbA1c ~7,0% Dipeptidil 4-peptidase atau Analog inkretin atau memiliki resiko rendah hipoglikemia (urutan
(KDOQI, 2012) Tiazolidindion resiko hipoglikemia dari rendah-tinggi: no 2 <3
4. Sulfonilurea atau Meglitinida <4 <1).
(KDOQI, 2012) *Sulfonilurea yang aman pada pasien PGK

84
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(beberapa butuh penyesuaian dosis terkait fungsi
ginjal): Glipizid, Glikuidon, Gliklazid,
Glimepirid.
*Meglitinida (penyesuaian dosis terkait fungsi
ginjal jika eLFG <30 ml/mnt): Repaglinida,
Nateglinida.
*Penghambat Alfa-glukosidase: Akarbose
(eLFG <30 ml/mnt: obat dihindari), Miglitol
(eLFG <25 ml/mnt: obat dihindari).
*Penghambat Dipeptidil 4-peptidase yang aman
pada pasien PGK (beberapa butuh penyesuaian
dosis terkait fungsi ginjal): Linagliptin,
Saxagliptin, Sitagliptin, Vildagliptin.
*Analog inkretin: Exenatida (eLFG <30 ml/mnt:
obat tidak direkomendasikan), Liraglutida
(eLFG <60 ml/mnt: obat tidak
direkomendasikan)
*Tiazolidindion yang aman pada pasien PGK:
Pioglitazon dan Rosiglitazon
Anemia Hb >10 g/dl Mecobalamin, Asam folat, Garam besi (Sulfas ferrosus,
(PERNEFRI, 2011) Sangobion), transfusi darah
Dispepsia Antasida, Antihistamin RH-2, proton pump inhibitor (PPI),
prokinetik
(Dipiro, J. T., et al., 2008)
Oedema Diuretik
Hiperlipidemia  Total kolesterol <200 mg/dl 1. Statin (Atorvastatin, Fluvastatin, Lovastatin, Pravastatin, *Asam fibrat yang aman pada pasien PGK
 LDL kolesterol <130 mg/dl Rosuvastatin, Simvastatin) (butuh penyesuaian dosis terkait fungsi ginjal):
 HDL kolesterol >40 mg/dl 2. Sekuestran asam empedu (Cholestipol, Cholestyramine, Gemfibrozil, Clofibrate (obat dihindari pada
 Trigliserida <150 mg/dl Colesevelam) pasien dengan ginjal pengganti).
(Dipiro, J. T., et al., 2008; 3. Asam fibrat* (Clofibrate, Gemfibrozil, Bezafibrate, *Hampir semua golongan asam fibrat aman
Laboratorium Rumkital Dr. Fenofibrate, Ciprofibrate) pada pasien PGK dengan stadium 3.
mintohardjo) 4. Golongan lain (Ezetimibe, Niacin)
(KDOQI, 2012)
Hiperurisemia Asam urat <6 mg/dl Penghambat xantin oksidase (Allopurinol) atau Urikosurik *Penghambat xantin oksidase (Allopurinol)

85
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Price, S. A., dan Wilson, L. M. (Probenesid, Sulfinpirazon) lebih sesuai untuk pasien PGK.
C., 2006). (Dipiro, J. T., et al., 2008) *Urikosurik bekerja dengan meningkatkan
klirens asam urat di ginjal. Kurang sesuai untuk
pasien PGK.
Hiperkalemia K+ 3,4 – 4,5 mmol/l Kalitake, hemodialisis (HD)
(Laboratorium Rumkital Dr.
mintohardjo)
Hipokalsemia Ca2+ 8,6 – 10,3 mmol/l Ca gluconas, hemodialisis (HD)
(Laboratorium Rumkital Dr.
mintohardjo)

86
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Data Pasien
Pasien :1 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Elektrolit, Protein & Darah
L/P :P (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Gas darah Hari ke-1:
Usia : 69 th Hari ke-1: 180/100 (mg/dL) Hari ke-1: Hb 4.4 g/dL  8.1 g/dL
BB : 50 kg Hari ke-2: 140/90 Hari ke-1: Total protein 7.2 g/dL Leukosit 20800 /mcL 
Stg :5 Hari ke-3: 150/80 Ur 69 Albumin 2.8 g/dL 24300 /mcL
Lama dirawat : 9/10/14 – 20/10/14 (12 hari) Hari ke-4: 150/80 Cr 4.5 Globulin 4.4 g/dL Trombosit 533000 /mcL
Riw. Penyakit : DM, Hipertensi Hari ke-5: 190/80 eLGF 10.3 mL/mnt Hari ke-5:  506000 /mcL
Diagnosa masuk : CKD on HD, Anemia Hari ke-6: 150/80 AST (SGOT) 79 Na 130 mmol/L Hari ke-3:
Keluhan masuk : Sesak napas sejak 1 hari SMRS, batuk riak berwarna kuning Hari ke-7: 140/80 ALT (SGPT) 45 K 3.9 mmol/L Hb 7.1 g/dL
sejak 1 hari SMRS, demam sejak 1 hari SMRS, badan pegal-pegal dan lemas, Hari ke-8: 140/90 Hari ke-5: Cl 89 mmol/L Leukosit 25000 /mcL
tidak mau makan dan minum, pusing, gatal-gatal Hari ke-9: 150/90 Asam urat 9.0 Ca 7.7 mg/dL Trombosit 497000 /mcL
Keluhan selama dirawat : Sesak napas, sakit kepala, lemas, batuk, demam, Hari ke-10: 150/80 Hari ke-5:
tangan kanan bengkak, pinggang pegal, tidak BAB, badan terasa sakit (nyeri), Hari ke-11: 160/80 Hb 5.1 g/dL
nafsu makan menurun, ngilu di seluruh badan, badan pegal-pegal Leukosit 20600 /mcL
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Kadar gula darah Trombosit 595000 /mcL
Diagnosa keluar : CKD on HD, Anemia, DM tipe 2, Hipertensi, Leukositosis, (mg/dL) Hari ke-6:
Hiperurisemia Hari ke-1: GDS 301 Hb 5.0 g/dL
Hari ke-2: GD 315 Leukosit 19400 /mcL
Terapi Obat Hari ke-3: GD 259 Trombosit 500000 /mcL
Cefoperazone 2x1 g IV Hari ke-4: GD 233 Hari ke-7:
Meropenem 3x1 g IV Hari ke-5: GD 274 Hb 6.9 g/dL
Valsartan 1x80 mg; 1x160 mg Oral Hari ke-6: GDS 331 Leukosit 17300 /mcL
Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral Hari ke-7: GD 223 Trombosit 484000 /mcL
Bicnat 3x500 mg Oral Hari ke-8: GD 207 Hari ke-9:
Asam folat 3x0,4 mg Oral Hari ke-9: GD 176 Hb 9.1 g/dL
CaCO3 3x500 mg Oral Hari ke-10: GD 124 Leukosit 16200 /mcL
Bisolvon 1x inhalasi (1 ml obat+2 ml NaCl) Inhalasi Hari ke-11: GD 134 Trombosit 360000 /mcL
Myonal 3x50 mg Oral Hari ke-11:
Meloxicam 2x7,5 mg Oral Hb 7.9 g/dL
PCT 3x500 mg Oral Leukosit 13800 /mcL
Novorapid 3x10 IU SC Trombosit 313000 /mcL
Lodem 2x30 mg Oral
Eclid 2x100 mg Oral
Dulcolax 3x5 mg Oral
Neurodex 2x1 tab Oral
87
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien :2 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Elektrolit, Protein & Darah
L/P :P (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Gas darah Hari ke-1:
Usia : 69 th Hari ke-1: 140/80 (mg/dL) Hari ke-1: Hb 7.7 g/dL
BB : 50 kg Hari ke-2: 140/90 Hari ke-1: Na 135 mmol/L Leukosit 13000 /mcL
Stg :5 Hari ke-3: 130/80 Ur 133 K 3.6 mmol/L Trombosit 292000 /mcL
Lama dirawat : 26/10/14 – 30/10/14 (5 hari) Hari ke-4: 120/80 Cr 5.1 Cl 91 mmol/L Hari ke-2:
Riw. Penyakit : CKD, DM, Hipertensi Hari ke-5: 150/90 eLFG 9.0 mL/mnt Hari ke-2: Hb 6.6 g/dL
Diagnosa masuk : CKD on HD, Sesak napas Asam urat 5.3 Total protein 6.1 g/dL Leukosit 11100 /mcL
Keluhan masuk : Sesak napas sejak 1 hari SMRS, nyeri pinggang Kadar gula darah Albumin 2.7 g/dL Trombosit 265000 /mcL
Keluhan selama dirawat : Sesak napas, pegal-pegal, bengkak, lemas, tidak nafsu (mg/dL) Globulin 3.4 g/dL
makan Hari ke-1: GD 126
Kondisi keluar : Meninggal Hari ke-2: GD 104
Diagnosa keluar : CKD on HD, Cholelithiasis dan Cholecystitis, HHD, DM Hari ke-3: GD 116
tipe 2, Bronkopneumonia, Leukositosis, Anemia Hari ke-4: GD 164
Terapi Obat
Cefoperazone 2x1 g IV
Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml) IV
Valsartan 1x80 mg Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Concor 1x2,5 mg Oral
Letonal 1x25 mg Oral
Neurodex 2x1 tab Oral

88
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien :3 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Darah
L/P :L (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Hari ke-1:
Usia : 61 th Hari ke-1: 151/66 (mg/dL) Hb 8.3 g/dL
BB : 60 kg Hari ke-2: 110/70 Hari ke-1: Leukosit 19200 /mcL
Stg :5 Hari ke-3: 140/80 Ur 216 Trombosit 164000 /mcL
Lama dirawat : 14/7/14 – 16/7/14 (3 hari) Cr 8.2 Hari ke-3:
Riw. Penyakit : DM tipe 2 eLFG 7.11 mL/mnt Hb 8.1 mg/dL
Diagnosa masuk : CKD on HD, Febris Leukosit 28500 /mcL
Keluhan masuk : Demam dan menggigil saat akan HD, sesak napas, pusing, Trombosit 183000 /mcL
nyeri perut, lemas, intake sulit
Keluhan selama dirawat : Demam, kesadaran apatis-samnolen, lemas
Kondisi keluar : Lemas, sesak napas
Diagnosa keluar : CKD on HD, Febris, Leukositosis, Anemia

Terapi Obat
Cefoperazone 2x1 g IV
Dobutamine 8 mcg IV (drip)
PCT 1x1 g IV

89
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien :4 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Elektrolit, Protein &
L/P :P (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Gas darah
Usia : 74 th Hari ke-1: 180/90 (mg/dL) Hari ke-1:
BB : 43 kg Hari ke-2: 140/80 Hari ke-1: Na 130 mmol/L
Stg :4 Hari ke-3: 140/80 Ur 34 K 3.2 mmol/L
Lama dirawat : 13/10/14 – 16/110/14 (4 hari) Hari ke-4: 130/80 Cr 2.2 Cl 90 mmol/L
Riw. Penyakit : Hipertensi, HD sejak 3 th lalu eLFG 23.2 mL/mnt Ca 9.7 mg/dL
Diagnosa masuk : CKD on HD, Kejang setelah HD Kadar gula darah pH 7.36
Keluhan masuk : Kejang +/- 5 menit setelah HD, kejang sebelumnya +, setelah (mg/dL) PCO2 33.0 mmHg
kejang tidak sadarkan diri, pusing Hari ke-1: GD 193 HCO3 18.3 mmol/L
Keluhan selama dirawat : Lemas, sesak napas, pusing berputar, nyeri dada
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan
Diagnosa keluar : CKD on HD, Seizure, Anemia, Hipertensi, Hipokalemia
Terapi Obat
Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml) IV
Valsartan 1x80 mg Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Concor 1x2,5 mg Oral
Letonal 1x25 mg Oral
Diazepam 1x1/2 ampul IV
Fenitoin 3x100 mg Oral
Mertigo 3x6 mg Oral
KSR 3x600 mg Oral
Amdixal 1x5 mg Oral
Meloxicam 2x7,5 mg Oral

90
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien :5 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Elektrolit, Protein & Darah
L/P :L (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Gas darah Hari ke-1:
Usia : 26 th Hari ke-1: 140/110 (mg/dL) Hari ke-1: Hb 6.0 g/dL
BB : 54 kg Hari ke-2: 140/80 Hari ke-1: Na 135 mmol/L Leukosit 10800 /mcL
Stg :5 Hari ke-3: 140/100 Ur 245 K 3.97 mmol/L Trombosit 207000 /mcL
Lama dirawat : 31/5/14 – 13/6/14 (14 hari) Hari ke-4: 140/100 Cr 25.6 Cl 89 mmol/L Hari ke-2:
Riw. Penyakit : Demam typhoid Hari ke-5: 140/100 eLFG 2.28 mL/mnt pH 7.39 Hb 6.6 g/dL
Diagnosa masuk : Anemia Hari ke-6: 140/80 AST (SGOT) 11 PCO2 16.9 mmHg Leukosit 12300 /mcL
Keluhan masuk : Sesak napas sejak 2 hari SMRS, mual, muntah-muntah dari Hari ke-7: 120/80 ALT (SGPT) 8 HCO3 9.9 mmol/L Trombosit 263000 /mcL
bulan februari, pusing Hari ke-8: 120/70 Hari ke-3: Hari ke-3: Hari ke-4:
Keluhan selama dirawat : Sesak napas, BAK berdarah, batuk, lemas, demam Hari ke-9: 100/60 eLFG 2.0 mL/mnt Na 138 mmol/L Hb 6.5 g/dL
Kondisi keluar : Sesak napas Hari ke-10: 110/70 Hari ke-4: K 4.0 mmol/L Leukosit 15600 /mcL
Diagnosa keluar : CKD, Dispnea, Dispepsia, Leukositosis, Hematuria, Hari ke-11: 120/80 Ur 211 Cl 84 mmol/L Trombosit 193000 /mcL
Hipertensi, Anemia Hari ke-12: 140/90 Cr 18.3 pH 7.10 Hari ke-5:
Hari ke-13: 140/90 eLFG 3.35 mL/mnt PCO2 12.8 mmHg Hb 7.9 g/dL
Terapi Obat Hari ke-12: HCO3 3.8 mmol/L Leukosit 14300 /mcL
Bifotik 2x1 g IV Kadar gula darah Ur 145 Hari ke-4: Trombosit 204000 /mcL
Lasix 1x1 amp; 2x1 amp (20 mg/2 ml) IV (mg/dL) Cr 15.2 Na 138 mmol/L Hari ke-9:
Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral Hari ke-1: GDS 92 eLFG 4.15 mL/mnt K 2.8 mmol/L Hb 7.0 g/dL
Valsartan 1x80 mg Oral Cl 86 mmol/L Leukosit 38400 /mcL
Bicnat 3x500 mg Oral pH 7.40 Trombosit 96000 /mcL
Asam folat 3x0,4 mg Oral PCO2 17.3 mmHg Hari ke-12:
CaCO3 3x500 mg Oral HCO3 10.6 mmol/L Hb 7.8 g/dL
Prorenal 3x2 tab Oral Hari ke-7: Leukosit 28200 /mcL
Transamin 3x1 amp (250 mg/5 ml) IV Na 138 mmol/L Trombosit 104000 /mcL
Vitamin K 3x1 (2,5 mg) IV K 4.6 mmol/L
Ondansetron 3x8 mg IV Cl 98 mmol/L
KCl 25 mEq IV (drip)
OMZ 2x1 vial (40 mg/vial); 2x20 mg IV, oral
OBH 3x1C Oral
PCT 3x500 mg Oral

91
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien :6 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Darah
L/P :L (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Hari ke-1:
Usia : 26 th Hari ke-1: 130/80 (mg/dL) Hb 5.9 g/dL
BB : 53 kg Hari ke-2: 130/70 Hari ke-1: Leukosit 7200 /mcL
Stg :5 Hari ke-3: 130/80 Cr 13.5 Trombosit 276000 /mcL
Lama dirawat : 6/10/14 – 10/10/14 (5 hari) Hari ke-4: 160/110 eLGF 4.8 mL/mnt Hari ke-2:
Riw. Penyakit : Hipertensi Hari ke-5: 150/100 Hb 6.4 g/dL
Diagnosa masuk : CKD on HD, Anemia Leukosit 8900 /mcL
Keluhan masuk : Batuk berdahak warna riak kuning sejak 2 hari SMRS, Kadar gula darah Trombosit 249000 /mcL
pusing, lemas, sesak napas, BAK banyak (mg/dL) Hari ke-4:
Keluhan selama dirawat : Sesak napas, batuk, mual, lemas Hari ke-1: GDS 70 Hb 8.5 g/dL
Kondisi keluar : Sesak napas Leukosit 10200 /mcL
Diagnosa keluar : CKD on HD, Bronkitis, Anemia, Hipertensi Trombosit 228000 /mcL

Terapi Obat
Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml) IV
Adalat oros ER 1x30 mg Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Aminoral 3x1 kapl Oral
Ambroxol 3x30 mg Oral
Valsartan 1x80 mg Oral

92
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien :7 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Darah
L/P :P (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Hari ke-2:
Usia : 49 th Hari ke-1: 180/80 (mg/dL) Hb 6.2 g/dL
BB : 64 kg Hari ke-2: 180/80 Hari ke-2: Leukosit 5800 /mcL
Stg :5 Hari ke-3: 180/80 Ur 144 Trombosit 183000 /mcL
Lama dirawat : 16/4/14 – 25/4/14 (10 hari) Hari ke-4: 180/70 Cr 7.5 Hari ke-5:
Riw. Penyakit : DM, Hipertensi, Maag, Penyakit jantung. Alergi amoxicillin Hari ke-5: 180/70 eLGF 6.12 mL/mnt Hb 8.0 g/dL
Diagnosa masuk : CKD Hari ke-6: 160/80 AST (SGOT) 12 Leukosit 6300 /mcL
Keluhan masuk : Bengkak pada kedua kaki sejak 3 minggu SMRS, bengkak Hari ke-7: 170/80 ALT (SGPT) 10 Trombosit 170000 /mcL
akan kempis saat istirahat dan membengkak saat beraktivitas. Mual apabila perut Hari ke-8: 160/70 Hari ke-4:
kosong dan bila terisi makanan setelahnya pasien akan BAB dengan konsistensi Hari ke-9: 170/70 eLFG 1.62 mL/mnt
cair, batuk kering Hari ke-6:
Keluhan selama dirawat : Kaki masih bengkak, mual, nyeri pinggang kiri, diare, Kadar gula darah Ur 129
batuk kering, sesak napas, perut mulas, kembung (mg/dL) Cr 5.1
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Hari ke-1: GDS 74 eLFG 9.56 mL/mnt
Diagnosa keluar : CKD endstage, Diare akut, HHD, Anemia Hari ke-9:
Ur 88
Terapi Obat Cr 5.7
Lasix 1x1 amp; 2x1 amp (20 mg/2 ml); IV, oral eLFG 8.4 mL/mnt
1x40 mg
Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral
Valsartan 1x80 mg Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
Prorenal 3x2 tab Oral
New diatabs 3x600 mg Oral
Imodium 3x2 mg Oral
Ambroxol 3x2Cth (10 mL) Oral
Dextromethorphan HBr 3x1 tab (15 mg) Oral

93
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien :8 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Elektrolit, Protein & Darah
L/P :P (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Gas darah Hari ke-1:
Usia : 80 th Hari ke-1: 120/80 (mg/dL) Hari ke-1: Hb 6.6 g/dL
BB : 52 kg Hari ke-2: 140/80 Hari ke-1: Na 139 mmol/L Leukosit 9720 /mcL
Stg :5 Hari ke-3: 190/100 Ur 125 K 3.0 mmol/L Trombosit 299000 /mcL
Lama dirawat : 15/8/14 – 22/8/14 (8 hari) Hari ke-4: 170/100 Cr 7.43 Cl 97 mmol/L Hari ke-3:
Riw. Penyakit :- Hari ke-5: 160/80 eLGF 5.6 mL/mnt pH 7.22 Hb 7.3 g/dL
Diagnosa masuk : Anemia, CKD, HHD Hari ke-6: 140/100 Asam urat 7.2 PCO2 54.6 mmHg Leukosit 9700 /mcL
Keluhan masuk : Pusing, mual dan muntah sejak 1 minggu SMRS, lemas dan Hari ke-7: 160/80 AST (SGOT) 7 HCO3 22.1 mmol/L Trombosit 242000 /mcL
berkeringat, sesak napas jika habis jalan, berkurang bila istirahat, kaki Hari ke-8: 150/80 ALT (SGPT) 5 Hari ke-4: Hari ke-4:
kesemutan Trigliserida 187 Na 140 mmol/L Hb 8.3 g/dL
Keluhan selama dirawat : - Kadar gula darah Total kolesterol 223 K 4.7 mmol/L Leukosit 10200 /mcL
Kondisi keluar : Lemas (mg/dL) HDL kolesterol 38 Cl 105 mmol/L Trombosit 235000 /mcL
Diagnosa keluar : CKD ec Hipertensi, Anemia, Hiperlipidemia, Hiperurisemia Hari ke-1: LDL kolesterol 158 pH 7.31
GDP 105 Hari ke-3: PCO2 38.7 mmHg
Terapi Obat G2PP 129 eLFG 7.0 mL/mnt HCO3 19.2 mmol/L
Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml); IV, oral Hari ke-4:
1x40 mg Ur 146
Bicnat 3x500 mg Oral Cr 6.9
Asam folat 3x0,4 mg Oral eLFG 6.10 mL/mnt
CaCO3 3x500 mg Oral Ur II 53
Prorenal 3x1 tab Oral Cr II 2.9
OMZ 2x20 mg Oral eLFG 16.6 mL/mnt
Amlodipine 1x10 mg Oral
Valsartan 1x80 mg Oral
Concor 1x2,5 mg Oral
Letonal 1x25 mg Oral
Allopurinol 3x100 mg Oral

94
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien :9 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Darah
L/P :P (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Hari ke-1:
Usia : 55 th Hari ke-1: 140/60 (mg/dL) Hb 5.8 g/dL
BB : 66 kg Hari ke-2: 180/100 Hari ke-1: Leukosit 9100 /mcL
Stg :3 Hari ke-3: 180/80 Ur 52 Trombosit 430000 /mcL
Lama dirawat : 16/6/14 – 20/6/14 (5 hari) Hari ke-4: 170/90 Cr 1.3 Hari ke-2:
Riw. Penyakit : Anemia, Hipertensi, DM tidak terkontrol Hari ke-5: 150/90 eLFG 45.2 mL/mnt Hb 8.8 g/dL
Diagnosa masuk : CKD, Anemia, Hipertensi, DM AST (SGOT) 10 Leukosit 12300 /mcL
Keluhan masuk : Lemas sejak 2 hari SMRS, pusing sejak 1 hari SMRS, mual Kadar gula darah ALT (SGPT) 7 Trombosit 395000 /mcL
saat makan, nyeri pinggang, BAB 3x per hari cair berwarna hitam, kaki kanan (mg/dL) Hari ke-4: Hari ke-3:
terasa lemas saat berjalan Hari ke-1: eLFG 51.0 mL/mnt Hb 9.7 g/dL
Keluhan selama dirawat : Dada sakit, batuk kering, lemas, sesak napas, pusing, GDS 165 Leukosit 7200 /mcL
gatal-gatal, demam GDP 184 Trombosit 341000 /mcL
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Hari ke-2: GD 150 Hari ke-4:
Diagnosa keluar : CKD, DM tipe 2, Hipertensi, Anemia Hari ke-3: GDS 136 Hb 10.6 g/dL
Hari ke-4: GD 130 Leukosit 6300 /mcL
Terapi Obat Trombosit 322000 /mcL
Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml); IV, oral
1x40 mg
Novorapid 3x10 IU SC
Amlodipine 1x10 mg Oral
Valsartan 1x80 mg Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
Prorenal 3x2 tab Oral
PCT 1x500 mg Oral
Glimepiride 1x2 mg Oral
Metformin 3x500 mg Oral

95
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 10 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Darah
L/P :P (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Hari ke-1:
Usia : 55 th Hari ke-1: 130/80 (mg/dL) Hb 8.0 g/dL
BB : 60 kg Hari ke-2: 120/90 Hari ke-1: Leukosit 15100 /mcL
Stg :3 Hari ke-3: 130/70 Ur 46 Trombosit 446000 /mcL
Lama dirawat : 1/12/14 – 9/12/14 (9 hari) Hari ke-4: 110/80 Cr 1.4 Hari ke-4:
Riw. Penyakit : Maag, Hipertensi, DM Hari ke-5: 120/80 eLFG 41.5 mL/mnt Hb 8.4 g/dL
Diagnosa masuk : Nefropati Diabetikum Hari ke-6: 120/80 Leukosit 13600 /mcL
Keluhan masuk : Lemas sejak 2 hari SMRS, makan dan minum berkurang Hari ke-7: 140/90 Trombosit 434000 /mcL
karena perut nyeri, nyeri disertai mual, pusing, BAB 3x lembek Hari ke-8: 110/80 Hari ke-5:
Keluhan selama dirawat : Lemas, mual, pusing, nyeri perut, nafsu makan Hb 10.3 g/dL
berkurang, terdapat benjolan di leher dan terasa nyeri, diare cair, BAB hitam Kadar gula darah Leukosit 13500 /mcL
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan (mg/dL) Trombosit 478000 /mcL
Diagnosa keluar : CKD, DM tipe 2, Anemia, Hipertensi, Dispepsia, Hari ke-1: GD 165 Hari ke-6:
Leukositosis, Limfadenitis coli kiri Hari ke-2: GD 168 Hb 9.3 g/dL
Hari ke-3: GD 109 Leukosit 11300 /mcL
Terapi Obat Hari ke-4: GD 102 Trombosit 457000 /mcL
Ranitidine 2x1 amp (50 mg/2 ml); IV, oral Hari ke-5: GD 163
2x150 mg Hari ke-6: GD 108
Ondansetron 3x8 mg IV Hari ke-7: GD 105
Cefotaxime 2x1 g IV Hari ke-8: GD 104
Cefixime 2x100 mg Orl
Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral
Metformin 2x500 mg Oral
Glimepiride 1x2 mg Oral
Asam mefenamat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
Sulfas ferrosus 2x300 mg Oral
New diatabs 1 tab (600mg) setiap setelah BAB Oral
OMZ 2x20 mg Oral
Sucralfate 3x1C (1500 mg/15 ml) Oral

96
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 11 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Elektrolit, Protein & Darah
L/P :L (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Gas darah Hari ke-1:
Usia : 50 th Hari ke-1: 169/99 (mg/dL) Hari ke-1: Hb 10.8 g/dL  9.2 g/dL
BB : 62 kg Hari ke-2: 140/90 Hari ke-1: Na 128 mmol/L Leukosit 3200 /mcL 
Stg :5 Hari ke-3: 150/90 Ur 206 K 3.9 mmol/L 3200 /mcL
Lama dirawat : 9/10/14 – 13/10/14 (5 hari) Hari ke-4: 140/90 Cr 17.6 Cl 96 mmol/L Trombosit 137000 /mcL
Riw. Penyakit : Hipertensi eLFG 3.0 mL/mnt Hari ke-5:  165000 /mcL
Diagnosa masuk : CKD, Anemia Kadar gula darah AST (SGOT) 16 Na 131 mmol/L Hari ke-5:
Keluhan masuk : Sesak napas, mual, muntah, badan gatal, intake sulit (mg/dL) ALT (SGPT) 11 K 4.2 mmol/L Hb 8.5 g/dL
Keluhan selama dirawat : Mual, sesak napas, nafsu makan menurun, badan Hari ke-1: GDS 80 Hari ke-2: Cl 98 mmol/L Leukosit 4900 /mcL
terasa gatal Asam urat 5.2 Trombosit 215000 /mcL
Kondisi keluar : Sesak napas, badan terasa gatal Trigliserida 214
Diagnosa keluar : CKD end stage, HHD, Anemia Total kolesterol 150
Hari ke-3:
Terapi Obat eLFG 4.2 mL/mnt
Ranitidine 2x1 amp (50 mg/2 ml) IV Hari ke-5:
Ondansetron 3x4 mg IV Ur 208
Bicnat 3x500 mg Oral Cr 22.8
Asam folat 3x0,4 mg Oral eLFG 2.3 ml/mnt
CaCO3 3x500 mg Oral
Prorenal 3x2 tab Oral
Amlodipine 1x5 mg Oral
Valsartan 1x80 mg Oral

97
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pasien : 12 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Darah
L/P :P (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Hari ke-1:
Usia : 48 th Hari ke-1: 110/70 (mg/dL) Hb 11.3 g/dL
BB : 45 kg Hari ke-2: 100/80 Hari ke-1: Leukosit 17900 /mcL
Stg :3 Hari ke-3: 120/60 Cr 3.1 Trombosit 340000 /mcL
Lama dirawat : 24/6/14 – 1/7/14 (8 hari) Hari ke-4: 100/60 eLFG 17.04 mL/mnt Hari ke-4:
Riw. Penyakit : TB paru positif 4 bulan yang lalu. Pasien sudah minum obat, Hari ke-5: 100/60 Asam urat 5.9 Hb 9.4 g/dL
sekarang gejala batuk berkurang. DM, pernah minum metformin +, insulin – Hari ke-6: 110/80 Hari ke-4: Leukosit 10100 /mcL
Diagnosa masuk : Leukositosis, DM tipe 2, Nefropati diabetikum Ur 148 Trombosit 272000 /mcL
Keluhan masuk : Muntah-muntah sejak 1 minggu SMRS, muntah 2-3 kali Kadar gula darah Cr 3.0
sehabis makan, mual, pusing kadang-kadang, nyeri kepala dan memutar, lemas (mg/dL) eLFG 17.70 mL/mnt
sehingga tidak mandiri ke kamar mandi, kesemutan dan baal di kaki, luka dikaki Hari ke-1: GDS 294 Hari ke-8:
tidak ada Hari ke-2: GD 275 eLFG 53.0 mL/mnt
Keluhan selama dirawat : Lemas, mual, nyeri dada, pusing Hari ke-3: GD 135
Kondisi keluar : Lemas, nyeri dada Hari ke-4: GD 166
Diagnosa keluar : CKD, Hipertensi, DM tipe 2, Leukositosis, TB paru Hari ke-5: GD 163
Hari ke-7: GD 182
Terapi Obat Hari ke-8: GD 161
Cefoperazone 2x1 g IV
Glucobay 3x100 mg Oral
Metformin 3x500 mg Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
Aminoral 3x1 kapl Oral
Amlodipine 1x5 mg Oral
Valsartan 1x80 mg Oral
Rimactazid 450/300 mg 1x1 kapl Oral

(lanjutan)

98
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
99
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 13 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Elektrolit, Protein & Darah
L/P :L (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Gas darah Hari ke-1:
Usia : 61 th Hari ke-1: 157/84 (mg/dL) Hari ke-1: Hb 7.4 g/dL
BB : 83 kg Hari ke-2: 182/87 Hari ke-1: Na 132 mmol/L Leukosit 13200 /mcL
Stg :5 Hari ke-3: 167/78 Ur 212 K 5.1 mmol/L Trombosit 365000
Lama dirawat : 1/7/14 – 8/7/14 (8 hari) Hari ke-4: 160/80 Cr 16.2 Cl 103 mmol/L /mcL
Riw. Penyakit : Pasien disarankan untuk cuci darah sejak 6 bulan yang lalu tapi pasien Hari ke-5: 140/90 eLFG 3.25 mL/mnt pH 7.22 Hari ke-2:
menolak dan minum obat ginjal Hari ke-6: 150/90 Ur II 135 PCO2 31.4 mmHg Hb 7.6 g/dL
Diagnosa masuk : Dispnea ec CKD pro HD Hari ke-7: 150/70 Cr II 8.4 HCO3 12.9 mmol/L Leukosit 14000 /mcL
Keluhan masuk : Sesak napas sejak 2 hari SMRS, mual, muntah berlendir, batuk berdahak Hari ke-8: 110/70 eLFG 7.0 mL/mnt Total protein 7.8 g/dL Trombosit 274000
Keluhan selama dirawat : Demam, menggigil, mual, sesak napas AST (SGOT) 31 Albumin 3.6 g/dL /mcL
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Kadar gula darah ALT (SGPT) 20 Globulin 4.2 g/dL Hari ke-3:
Diagnosa keluar : Asidosis metabolik berat ec CKD stg 5, HHD dengan oedema paru akut, (mg/dL) Hari ke-2: Hari ke-2: Hb 7.4 g/dL
Anemia, CAD, DM tipe 2, Leukositosis, Hiperkalemia, Hipokalsemia Hari ke-1: Ur 180 Na 133 mmol/L Leukosit 13900 /mcL
GDS 122 Cr 12.8 K 5.2 mmol/L Trombosit 232000
Terapi Obat GD 252 eLFG 4.26 mL/mnt Cl 103 mmol/L /mcL
Ceftriaxone 3x1 g IV Hari ke-2: GDS 83 Hari ke-3: Total protein 6.9 g/dL Hari ke-7:
Cefoperazone 2x1 g IV Hari ke-3: GDS 80 Ur 193 Albumin 3.5 g/dL Hb 7.1 g/dL
Ondansetron 2x8 mg IV Hari ke-4: GD 239 Cr 11.8 Globulin 3.4 g/dL Leukosit 10200 /mcL
OMZ 2x1 vial (40 mg/vial); 2x20 mg IV, oral Hari ke-5: GD 273 eLFG 4.68 mL/mnt Hari ke-3: Trombosit 130000
Lasix 10 mg/jam (drip); IV Hari ke-6: GD 227 Ur II 112 Na 135 mmol/L /mcL
2x1 amp (20 mg/2 ml) Hari ke-7: GD 205 Cr II 8.7 K 4.6 mmol/L
Farsorbid 10 mcg/menit drip, dinaikkan IV, oral Hari ke-8: GD 155 eLFG 6.65 mL/mnt Cl 103 mmol/L
10 mcg tiap 5 menit maks. Dosis AST (SGOT) 21 Ca 6.9 mg/dL
200 mcg/menit; 3x10 mg ALT (SGPT) 14 Hari ke-5:
Ca gluconas 2x1 (10 ml, Ca gluconas 10%) IV Ca 6.8 mg/dL
Bicnat 3x500 mg Oral Hari ke-8:
Asam folat 3x0,4 mg Oral Na 131 mmol/L
CaCO3 3x500 mg Oral K 5.0 mmol/L
Prorenal 3x2 tab Oral Cl 97 mmol/L
Neurodex 2x1 tab Oral Total protein 5.4 g/dL
Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral Albumin 3.7 g/dL
Diovan 1x80 mg Oral Globulin 1.7 g/dL
Clonidine 3x0,15 mg Oral
PCT 3x500 mg Oral
Gliquidone 1x1,5 tab (45 mg) Oral
Glucobay 3x100 mg Oral
Domperidone 3x10 mg Oral 100
Sucralfate 3x1C (1500 mg/15 ml) Oral UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 14 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Elektrolit, Protein & Darah
L/P :P (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Gas darah Hari ke-2:
Usia : 43 th Hari ke-1: 160/90 (mg/dL) Hari ke-2: Hb 9.7 g/dL
BB : 50 kg Hari ke-2: 200/100 Hari ke-2: Total protein 6.1 g/dL Leukosit 10300 /mcL
Stg :5 Hari ke-3: 160/100 Ur 92 Albumin 4.3 g/dL Trombosit 269000 /mcL
Lama dirawat : 19/9/14 – 3/10/14 (15 hari) Hari ke-4: 170/90 Cr 3.7 Globulin 1.8 g/dL
Riw. Penyakit : Hipertensi Hari ke-5: 150/100 eLFG 14.21 mL/mnt Hari ke-13:
Diagnosa masuk : CKD, Anemia Hari ke-6: 130/80 AST (SGOT) 12 Ca 8.4 mg/dL
Keluhan masuk : CKD stg 5 pro HD (pasang doublelument) Hari ke-7: 140/100 ALT (SGPT) 9
Keluhan selama dirawat : Lemas, pusing, nyeri di daerah pemasangan Hari ke-8: 139/102 Hari ke-4:
doublelument, mual, sakit (nyeri) di kaki dan bengkak, susah BAB Hari ke-9: 130/90 Ur 107
Kondisi keluar : Lemas, kaki masih sakit (nyeri) Hari ke-10: 150/100 Cr 3.7
Diagnosa keluar : CKD on HD, Anemia, Hipertensi, Hiperurisemia Hari ke-11: 140/90 eLFG 14.21 mL/mnt
Hari ke-12: 131/100 Hari ke-6:
Terapi Obat Hari ke-13: 120/80 Ur 114
Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml) IV Hari ke-14: 120/80 Cr 3.9
Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral eLFG 13.37 mL/mnt
Valsartan 1x160 mg Oral Ur II 67
Prorenal 3x1 tab Oral Cr II 2.5
Myonal 3x50 mg Oral eLFG 22.34 mL/mnt
Bicnat 3x500 mg Oral Asam urat 9.9
Asam folat 3x0,4 mg Oral Hari ke-8:
CaCO3 3x500 mg Oral Ur II 29
Cefixime 2x100 mg Oral Cr II 2.5
Mecobalamin 3x500 mcg Oral eLFG 22.34 mL/mnt
Gabexal 3x100 mg Oral
Ketesse 3x25 mg Oral
Allopurinol 2x100 mg Oral
OMZ 2x20 mg Oral
Glucosamine 3x250 mg Oral
Dulcolax 3x5 mg Oral

101
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 15 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Elektrolit, Protein & Darah
L/P :L (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Gas darah Hari ke-1:
Usia : 51 th Hari ke-1: 140/100 (mg/dL) Hari ke-3: Hb 12.6 g/dL
BB : 65 kg Hari ke-2: 120/90 Hari ke-1: Na 139 mmol/L Leukosit 9500 /mcL
Stg :3 Hari ke-3: 110/80 Ur 48 K 3.6 mmol/L Trombosit 102000 /mcL
Lama dirawat : 13/8/14 – 19/8/14 (7 hari) Hari ke-4: 140/100 Cr 1.7 Cl 105 mmol/L Hari ke-3:
Riw. Penyakit : DM tipe 2, Liver, Efusi pleura/oedema paru Hari ke-5: 140/100 eLFG 45.4 mL/mnt Hb 12.9 g/dL
Diagnosa masuk : Dispnea ec CHF, DM tipe 2 Hari ke-6: 160/100 Hari ke-7: Leukosit 11900 /mcL
Keluhan masuk : Sesak napas sejak 2 minggu SMRS, saat tidur pasien Hari ke-7: 140/90 Trigliserida 102 Trombosit 107000 /mcL
terbangun akibat napas terasa hilang, kaki bengkak sejak 1 minggu SMRS, batuk Total kolesterol 224 Hari ke-7:
berdahak warna bening, perut terasa nyeri saat batuk, kalau malam susah tidur Kadar gula darah HDL kolesterol 35 Leukosit 10600 /mcL
Keluhan selama dirawat : BAK sakit, BAK sakit, sulit tidur saat malam (mg/dL) LDL kolesterol 169
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Hari ke-1: GD 222
Diagnosa keluar : CKD, CHF ec HHD, Hipertensi, DM tipe 2, Hiperlipidemia Hari ke-2: GDS 212
Hari ke-3: GD 72
Terapi Obat Hari ke-4: GD 118
Lasix 2x1 amp (20 mg/2 ml); IV, oral Hari ke-5: GD 159
1x40 mg Hari ke-6: GD 155
Captopril 3x25 mg Oral Hari ke-7: GD 140
Aldactone 1x25 mg Oral
Farsorbid 3x5 mg Oral
Lansoprazole 1x30 mg Oral
Glimepiride 1x2 mg Oral
Metformin 3x500 mg Oral
Glucobay 3x1 tab; 2x1 tab (100 mg) Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
Diovan 1x160 mg Oral
Amlodipine 1x10 mg Oral
Alprazolam 1x0,5 mg Oral
Concor 1x2,5 mg Oral

102
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pasien : 16 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Elektrolit, Protein & Darah
L/P :L (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Gas darah Hari ke-1:
Usia : 51 th Hari ke-1: 110/70 (mg/dL) Hari ke-1: Hb 8.0 g/dL
BB : 92 kg Hari ke-2: 140/80 Hari ke-1: Na 129 mmol/L Leukosit 7700 /mcL
Stg :5 Hari ke-3: 140/90 Ur 135 K 4.3 mmol/L Trombosit 198000 /mcL
Lama dirawat : 15/9/14 – 18/9/14 (4 hari) Hari ke-4: 140/90 Cr 9.8 Cl 102 mmol/L
Riw. Penyakit : DM tipe 2, Hipertensi eLFG 6.0 mL/mnt
Diagnosa masuk : CKD, Febris 5 hari Kadar gula darah
Keluhan masuk : Demam naik-turun sejak 5 hari SMRS, mual, nafsu makan (mg/dL)
menurun Hari ke-1: GD 235
Keluhan selama dirawat : Sedikit sesak napas Hari ke-2: GD 167
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Hari ke-3: GD 173
Diagnosa keluar : CKD on HD, Febris, Anemia ec CKD, DM tipe 2, Hipertensi Hari ke-4: GD 131

Terapi Obat
Ranitidine 2x1 amp (50 mg/2 ml) IV
Ondansetron 3x8 mg IV
Amlodipine 1x5 mg Oral
Valsartan 1x80 mg Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
PCT 3x500 mg Oral
Gliquidone 1-0,5-0 tab (30 mg) Oral
(lanjutan)

103
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 17 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Elektrolit, Protein & Darah
L/P :L (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Gas darah Hari ke-1:
Usia : 51 th Hari ke-1: 130/70 (mg/dL) Hari ke-1: Hb 7.3 g/dL
BB : 93 kg Hari ke-2: 110/80 Hari ke-1: Na 134 mmol/L Leukosit 16200 /mcL
Stg :5 Hari ke-3: 120/80 Ur 177 K 4.8 mmol/L Trombosit 325000 /mcL
Lama dirawat : 22/9/14 – 25/9/14 (4 hari) Hari ke-4: 120/70 Cr 11.4 Cl 92 mmol/L
Riw. Penyakit : CKD on HD eLFG 5.0 mL/mnt
Diagnosa masuk : CKD on HD, Hematemesis Kadar gula darah
Keluhan masuk : Muntah darah warna merah kehitaman sejak 1 hari SMRS, (mg/dL)
merasa panas dingin dan pusing Hari ke-1: GD 228
Keluhan selama dirawat : Batuk keluar darah sedikit, sesak napas, lemas, mual,
diare, cegukan
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan
Diagnosa keluar : CKD on HD, Anemia, DM tipe 2, Hiperkalemia,
Leukositosis, Hematemesis
Terapi Obat
Cefoperazone 2x1 g IV
Ondansetron 3x8 mg IV
Ranitidine 2x1 amp (50 mg/2 ml) IV
Vitamin K 3x1 (2,5 mg) IV
Transamin 3x1 amp (250 mg/5 ml) IV
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Aminoral 3x1 kapl Oral
Diaversa 1x2 mg Oral
Eclid 3x100 mg Oral
Kalitake 3x1 sach (5 g) Oral
New diatabs 3x600 mg Oral
Chlorpromazine 1x1/4 tab (25 mg) Oral

104
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 18 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Elektrolit, Protein & Darah
L/P :P (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Gas darah Hari ke-1:
Usia : 63 th Hari ke-1: 110/70 (mg/dL) Hari ke-2: Hb 11.1 g/dL
BB : 60 kg Hari ke-2: 130/80 Hari ke-1: Na 134 mmol/L Leukosit 16800 /mcL
Stg :4 Hari ke-3: 130/80 Ur 150 K 2.8 mmol/L Trombosit 62000 /mcL
Lama dirawat : 7/9/14 – 20/9/14 (14 hari) Hari ke-4: 110/70 Cr 2.5 Cl 100 mmol/L Hari ke-3:
Riw. Penyakit : DM +/- 10 th, terpasang doublelument +/- 1 bulan yang lalu Hari ke-5: 100/100 eLFG 20.7 mL/mnt Ca 7.4 mg/dL Hb 10.8 g/dL
Diagnosa masuk : CKD on HD, Infeksi sekunder (doublelument), DM Hari ke-6: 110/70 Hari ke-2: Total protein 5.7 g/dL Leukosit 24700 /mcL
Keluhan masuk : Tidak sadar sejak +/- 3 jam SMRS, lemas, kaki sakit Hari ke-7: 110/60 Asam urat 7.4 Albumin 2.7 g/dL Trombosit 28000 /mcL
terutama yang kiri, demam kadang Hari ke-8: 120/70 AST (SGOT) 24 Globulin 3.0 g/dL Hari ke-5:
Keluhan selama dirawat : Demam (infeksi), sering haus, lemas, nyeri seluruh Hari ke-9: 120/80 ALT (SGPT) 19 Hb 11.3 g/dL
badan, nyeri kaki dan pinggang, nafsu makan menurun, susah BAB, sariawan Hari ke-10: 120/70 Leukosit 22400 /mcL
Kondisi keluar : Masalah teratasi sebagian Hari ke-11: 110/70 Trombosit 100000 /mcL
Diagnosa keluar : CKD on HD, Hipertensi, DM tipe 2, DVT, Osteoarthritis, Hari ke-12: 110/70 Hari ke-10:
Leukositosis, Hiperurisemia, Trombositopenia, Hipokalemia Hb 8.3 mg/dL
Kadar gula darah Leukosit 17100 /mcL
Terapi Obat (mg/dL) Trombosit 74000 /mcL
Cefoperazone 2x1 g IV Hari ke-1: GDS 46 Hari ke-13:
Meropenem 2x1 g IV Hari ke-2: GD 99 Hb 7.8 g/dL
Methylprednisolone 2x1 IV Hari ke-3: GD 367 Leukosit 9000 /mcL
Dexamethasone 1x1 amp (5 mg/ml) IV Hari ke-4: GD 190 Trombosit 140000 /mcL
PCT 1x500 mg Oral Hari ke-5: GD 250
Dobutamine 4 mcg IV (drip) Hari ke-6: GD 115
Novorapid 3x5 IU; 2x4 IU; 3x4 IU SC Hari ke-7: GD 312
Lantus 1x10 IU SC Hari ke-8: GD 212
Amlodipine 1x10 mg Oral Hari ke-9: GD 165
Valsartan 1x80 mg Oral Hari ke-10: GD 167
Bicnat 3x500 mg Oral Hari ke-11: GD 212
Asam folat 3x0,4 mg Oral Hari ke-12: GD 146
CaCO3 3x500 mg Oral
Aminoral 3x1 kapl Oral
Dulcolax 1x1 suppos (10 mg) Suppos
Meloxicam 1x15 mg Oral
Mycostatin 3x1 ml (100000 IU/ml) Oral (drops)
Gliquidone 1x30 mg Oral 105
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 19 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Elektrolit, Protein & Darah
L/P :L (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Gas darah Hari ke-1:
Usia : 68 th Hari ke-1: 140/70 (mg/dL) Hari ke-1: Hb 5.7 g/dL
BB : 42 kg Hari ke-2: 130/70 Hari ke-1: Na 139 mmol/L Leukosit 9700 /mcL
Stg :5 Hari ke-3: 140/90 Ur 123 K 6.2 mmol/L Trombosit 174000 /mcL
Lama dirawat : 26/7/14 – 5/8/14 (11 hari) Hari ke-4: 160/80 Cr 6.7 Cl 111 mmol/L Hari ke-2:
Riw. Penyakit : Penyakit ginjal (kencing batu, ginjal kanan 2 th lalu) Hari ke-5: 160/100 eLFG 8.8 mL/mnt Hari ke-4: Hb 6.4 g/dL
Diagnosa masuk : CKD, Febris Hari ke-6: 100/70 AST (SGOT) 34 Na 137 mmol/L Leukosit 15500 /mcL
Keluhan masuk : Demam dan menggigil sejak tadi malam, sesak napas yang Hari ke-7: 160/80 ALT (SGPT) 32 K 5.3 mmol/L Trombosit 149000 /mcL
semakin berat apabila berjalan dan berkurang setelah istirahat, batuk kering, kaki Hari ke-8: 150/80 Hari ke-2: Cl 114 mmol/L Hari ke-3:
dingin dan bengkak, lemas, nyeri pinggang kanan Hari ke-9: 130/80 eLFG 4.0 mL/mnt Hb 8.0 g/dL
Keluhan selama dirawat : Demam, sesak napas kadang, pusing, sulit tidur, leher Hari ke-10: 140/80 Hari ke-4: Leukosit 11300 /mcL
sakit, nyeri punggung, kaki bengkak, batuk, sulit BAB Ur 141 Trombosit 164000 /mcL
Kondisi keluar : Kaki masih bengkak Kadar gula darah Cr 5.3 Hari ke-6:
Diagnosa keluar : CKD, Febris, Hipertensi, Dispnea, Anemia, Hiperkalemia, (mg/dL) eLFG 11.53 mL/mnt Hb 9.8 g/dL
Leukositosis Hari ke-1: GDS 84 Hari ke-6: Leukosit 8500 /mcL
Ur 105 Trombosit 174000 /mcL
Terapi Obat Cr 7.0 Hari ke-9:
Cefoperazone 2x1 g IV eLFG 8.36 mL/mnt Hb 10.4 g/dL
PCT 2x500 mg Oral Leukosit 7500 /mcL
Valsartan 1x80 mg Oral Trombosit 240000 /mcL
Divask 1x5 mg Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Aminoral 3x1 kapl Oral
Kalitake 3x2 sach (5 g) Oral
Myonal 3x50 mg Oral
Bisolvon 3x2Cth (10 ml) Oral

106
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 20 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Elektrolit, Protein & Darah
L/P :L (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Gas darah Hari ke-1:
Usia : 68 th Hari ke-1: 120/70 (mg/dL) Hari ke-1: Hb 4.4 g/dL  4.3 g/dL
BB : 39 kg Hari ke-2: 120/70 Hari ke-1: Na 138 mmol/L Leukosit 4100 /mcL 
Stg :5 Hari ke-3: 130/80 Cr 8.8 K 5.7 mmol/L 4700 /mcL
Lama dirawat : 1/10/14 – 6/10/14 (6 hari) Hari ke-4: 150/100 eLFG 6.42 mL/mnt Cl 108 mmol/L Trombosit 228000 /mcL
Riw. Penyakit : Penyakit ginjal, disuruh HD menolak sehingga berobat Hari ke-5: 120/90 Ur II 135 Ca 8.5 mg/dL  210000 /mcL
alternatif, 1 th yang lalu dikatakan ada batu. Dikatakan fungsi ginjal tinggal 4% Cr II 7.9 Total protein 5.0 g/dL Hari ke-2:
Diagnosa masuk : CKD, Anemia Kadar gula darah eLFG 7.27 mL/mnt Albumin 3.1 g/dL Hb 7.0 g/dL
Keluhan masuk : Lemas sejak 3 minggu SMRS, lemas dirasakan semakin (mg/dL) AST (SGOT) 16 Globulin 1.9 g/dL Leukosit 7000 /mcL
memberat sehingga hanya bisa duduk dan tidur, lemas disertai penurunan nafsu Hari ke-1: GDS 81 ALT (SGPT) 10 Hari ke-5: Trombosit 203000 /mcL
makan dan berat badan, sempat bengkak di kaki dan wajah, pernah sesak napas Na 134 mmol/L Hari ke-3:
saat aktivitas, BAK 5-6x tapi tidak lancar warna kuning-jernih, BAB tidak K 5.9 mmol/L Hb 9.6 g/dL
lancar Cl 109 mmol/L Leukosit 7500 /mcL
Keluhan selama dirawat : - Trombosit 181000 /mcL
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Hari ke-4:
Diagnosa keluar : CKD, Anemia, Hipertensi, Hiperkalemia, Hipokalsemia Hb 11.0 g/dL
Leukosit 4600 /mcL
Terapi Obat Trombosit 158000 /mcL
Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml) IV
Ca gluconas 1x1 (20 ml, Ca gluconas 10%) IV
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Aminoral 3x1 kapl Oral
Valsartan 1x80 mg Oral
Kalitake 3x1 sach (5 g) Oral

107
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 21 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Darah
L/P :L (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Hari ke-1:
Usia : 68 th Hari ke-1: 110/70 (mg/dL) Hb 4.8 g/dL
BB : 40 kg Hari ke-2: 140/80 Hari ke-1: Leukosit 4600 /mcL
Stg :5 Hari ke-3: 140/90 Cr 15.6 Trombosit 170000 /mcL
Lama dirawat : 23/12/14 – 29/12/14 (7 hari) Hari ke-4: 110/70 eLFG 3.3 mL/mnt Hari ke-2:
Riw. Penyakit : Anemia Hari ke-5: 110/70 Asam urat 4.8 Hb 7.1 g/dL
Diagnosa masuk : CKD menolak HD, Anemia Hari ke-6: 110/70 Leukosit 7900 /mcL
Keluhan masuk : Badan kesemutan sejak 3 hari SMRS, pegal-pegal, lemas, Trombosit 137000 /mcL
lesu, mual, muntah 1x setelah makan, nyeri pinggang, BAK tidak tuntas dan Hari ke-4:
menetes Hb 8.0 g/dL
Keluhan selama dirawat : Lemas, pusing, demam, menggigil Leukosit 4300 /mcL
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Trombosit 104000 /mcL
Diagnosa keluar : CKD, Anemia, Hipertensi Hari ke-5:
Hb 8.6 g/dL
Terapi Obat Leukosit 5100 /mcL
Amlodipine 1x5 mg Oral Trombosit 113000 /mcL
Diovan 1x80 mg Oral Hari ke-6:
Furosemide 1x40 mg Oral Hb 10.5 g/dL
Bicnat 3x500 mg Oral Leukosit 5200 /mcL
Asam folat 3x0,4 mg Oral Trombosit 103000 /mcL
CaCO3 3x500 mg Oral
Aminoral 3x1 kapl Oral
PCT 1x500 mg Oral
Dexamethasone 1x1 amp (5 mg/ml) IV

108
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 22 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Elektrolit, Protein & Darah
L/P :L (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Gas darah Hari ke-1:
Usia : 68 th Hari ke-1: 150/70 (mg/dL) Hari ke-1: Hb 7.2 g/dL
BB : 65 kg Hari ke-2: 170/100 Hari ke-1: Total protein 6.7 g/dL Leukosit 7800 /mcL
Stg :5 Hari ke-3: 150/90 Ur 216 Albumin 3.5 g/dL Trombosit 194000 /mcL
Lama dirawat : 1/12/14 – 9/12/14 (9 hari) Hari ke-4: 120/80 Cr 9.5 Globulin 3.2 g/dL Hari ke-9:
Riw. Penyakit : Asam urat, Hipertensi Hari ke-5: 170/90 eLFG 5.88 mL/mnt Hb 7.68 g/dL
Diagnosa masuk : CKD on HD (pemasangan triplelument) Hari ke-6: 160/90 Asam urat 7.5 Leukosit 9800 /mcL
Keluhan masuk : Lemas, jalan sedikit ngos-ngosan, mual, batuk Hari ke-7: 130/90 AST (SGOT) 10
Keluhan selama dirawat : Lemas, mual, batuk, nafsu makan menurun Hari ke-8: 150/90 ALT (SGPT) 9
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Hari ke-9: 140/80 Hari ke-9:
Diagnosa keluar : CKD, HHD, Dispepsia, Anemia ec CKD Ur 240
Cr 11.6
Terapi Obat eLFG 4.67 mL/mnt
Ranitidine 2x1 amp (50 mg/2 ml) IV
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Amlodipine 1x10 mg Oral
Valsartan 1x80 mg Oral
Ambroxol 3x30 mg Oral
Prorenal 3x1 tab Oral
Cefixime 2x100 mg Oral

109
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 23 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Elektrolit, Protein & Darah
L/P :P (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Gas darah Hari ke-1:
Usia : 72 th Hari ke-1: 160/70 (mg/dL) Hari ke-6: Hb 7.1 g/dL
BB : 52 kg Hari ke-2: 140/70 Hari ke-1: Na 130 mmol/L Leukosit 4400 /mcL
Stg :5 Hari ke-3: 140/90 Ur 142 K 5.1 mmol/L Trombosit 93000 /mcL
Lama dirawat : 4/10/14 – 15/10/14 (12 hari) Hari ke-4: 140/90 Cr 6.73 Cl 101 mmol/L Hari ke-3:
Riw. Penyakit : DM, Hipertensi, Penyakit ginjal, menolak HD dan 1,5 th Hari ke-5: 130/70 eLFG 6.42 mL/mnt Hari ke-11: Hb 10.5 g/dL
tidak kontrol Hari ke-6: 160/60 Hari ke-4: Na 130 mmol/L Leukosit 12000 /mcL
Diagnosa masuk : CKD pro HD, Anemia Hari ke-7: 130/80 Ur 228 K 4.5 mmol/L Trombosit 121000 /mcL
Keluhan masuk : Tidak bisa BAK dan BAB sejak +/- 1 minggu SMRS, sudah Hari ke-8: 130/90 Cr 18.7 Cl 90 mmol/L Hari ke-4:
diberi obat suppositoria tapi tetap tidak BAB. Perut terasa kembung, lemas, Hari ke-9: 130/70 eLFG 2.0 mL/mnt Hb 9.1 g/dL
batuk berdahak, suara serak, nafsu makan menurun Hari ke-10: 120/60 Hari ke-5: Leukosit 13300 /mcL
Keluhan selama dirawat : Lemas, belum BAB sudah 7 hari, perut besar, mual, Hari ke-11: 130/70 eLFG 1.0 mL/mnt Trombosit 139000 /mcL
sesak napas, pusing, nyeri ulu hati, BAB berdarah, tenggorokan dan bibir kering, Ur II 16 Hari ke-6:
batuk, BAB 5x konsistensi encer (diare) Kadar gula darah Cr II 1.5 Hb 8.8 g/dL
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan (mg/dL) eLFG 36.28 mL/mnt Leukosit 7400 /mcL
Diagnosa keluar : CKD pro HD, Hipertensi, Leukositosis, Melena, Anemia Hari ke-1: GDS 137 Hari ke-6: Trombosit 106000 /mcL
Hari ke-2: GDS 135 Ur 174 Hari ke-10:
Terapi Obat Hari ke-3: GD 199 Cr 9.4 Hb 10.8 g/dL
Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml) IV Hari ke-4: eLFG 4.4 mL/mnt Leukosit 7300 /mcL
Cefoperazone 2x1 g IV GD 119 Hari ke-8: Trombosit 130000 /mcL
Vitamin K 3x1 (2,5 mg) IV HbA1c 5.2% Ur 115
Transamin 3x1 amp (250 mg/5 ml) IV Hari ke-5: GD 127 Cr 4.8
OMZ 2x1 vial (40 mg/vial) IV Hari ke-6: GD 116 eLFG 9.5 mL/mnt
Bicnat 3x500 mg Oral Hari ke-8: GD 97 Hari ke-10:
Asam folat 3x0,4 mg Oral Hari ke-10: Ur 148
CaCO3 3x500 mg Oral GD 104 Cr 9.0
Aminoral 3x1 kapl Oral HbA1c 5.3% eLFG 4.6 mL/mnt
Amlodipine 1x10 mg Oral Hari ke-11: GD 120
Valsartan 1x80 mg Oral
Sucralfate 3x1C (1500 mg/15 ml) Oral
Duphalac 3x1C (10 g/15 ml) Oral
New diatabs 3x1200 mg Oral
Tripanzym 2x1 kapl; 3x1 kapl Oral

110
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 24 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Elektrolit, Protein & Darah
L/P :L (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Gas darah Hari ke-1:
Usia : 62 th Hari ke-1: 154/69 (mg/dL) Hari ke-1: Hb 11.8 g/dL
BB : 69 kg Hari ke-2: 156/70 Hari ke-1: Na 136 mmol/L Leukosit 17300 /mcL
Stg :5 Hari ke-3: 130/80 Ur 92 K 3.0 mmol/L Trombosit 223000 /mcL
Lama dirawat : 26/5/14 – 7/6/14 (13 hari) Hari ke-4: 150/80 Cr 6.6 Cl 97 mmol/L Hari ke-3:
Riw. Penyakit : Hipertensi, CKD on HD (5 bulan) Hari ke-5: 130/90 eLFG 9.12 mL/mnt pH 7.33 Hb 9.9 g/dL
Diagnosa masuk : Dispnea ec CKD on HD, CHF Hari ke-6: 130/90 Hari ke-3: PCO2 35.3 mmHg Leukosit 12600 /mcL
Keluhan masuk : Sesak napas berat, gelisah, pasien rujukan dari RS Cikini, Hari ke-7: 140/80 Ur 119 HCO3 18.2 mmol/L Trombosit 248000 /mcL
HD sudah 6x Hari ke-8: 170/90 Cr 10.3 Hari ke-3: Hari ke-10:
Keluhan selama dirawat : Lemas, bengkak ditangan, sesak napas berkurang Hari ke-9: 120/80 eLFG 5.46 mL/mnt Total protein 5.4 g/dL Hb 8.6 g/dL
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Hari ke-10: 140/90 Hari ke-8: Albumin 3.2 g/dL Leukosit 5700 /mcL
Diagnosa keluar : CKD on HD, Hipertensi, CAD, Anemia, VES, Leukositosis Hari ke-11: 130/80 Ur 121 Globulin 2.2 g/dL Trombosit 243000 /mcL
Hari ke-12: 150/100 Cr 7.9 Hari ke-4:
Terapi Obat Hari ke-13: 160/90 eLFG 7.41 mL/mnt Na 138 mmol/L
Cefoperazone 2x1 g IV K 3.67 mmol/L
Lasix 1x1 amp; 2x2 amp (20 mg/ 2 ml) IV Kadar gula darah Cl 97 mmol/L
Farsorbid 10 mcg/menit drip, dinaikkan IV, oral (mg/dL) pH 7.42
10 mcg tiap 5 menit maks. Dosis Hari ke-1: GD 145 PCO2 38.9 mmHg
200 mcg/menit; 3x1 tab (10 mg) Hari ke-3: GDP 91 HCO3 25.0 mmol/L
Valsartan 1x80 mg; 1x160 mg Oral Hari ke-8:
Adalat oros ER 1x30 mg Oral Na 138 mmol/L
Concor 1x2,5 mg Oral K 3.8 mmol/L
CaCO3 3x500 mg Oral Cl 99 mmol/L

111
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 25 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Darah
L/P :L (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Hari ke-1:
Usia : 38 th Hari ke-1: 130/80 (mg/dL) Hb 16.5 g/dL
BB : 65 kg Hari ke-2: 110/70 Hari ke-2: Leukosit 24000 /mcL
Stg :3 Hari ke-3: 130/80 Ur 209 Trombosit 146000 /mcL
Lama dirawat : 26/10/14 – 31/10/14 (6 hari) Hari ke-4: 120/80 Cr 11.0 Hari ke-2:
Riw. Penyakit :- Hari ke-5: 140/80 eLFG 5.58 mL/mnt Hb 15.9 g/dL
Diagnosa masuk : CKD, Demam typhoid (Febris ec infeksi virus) AST (SGOT) 64 Leukosit 24300 /mcL
Keluhan masuk : Demam, tidak nafsu makan, lemas, sesak napas, mual Kadar gula darah ALT (SGPT) 111 Trombosit 164000 /mcL
Keluhan selama dirawat : Demam, tidak nafsu makan, lemas, sesak napas, mual (mg/dL) Hari ke-3: Dengue IgG (+)
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Hari ke-2: GD 153 Ur 266 Dengue IgM (-)
Diagnosa keluar : CKD, Febris, Leukositosis Cr 8.0 Hari ke-3:
eLFG 8.07 mL/mnt Hb 15.0 g/dL  15.3
Terapi Obat Hari ke-4: g/dL
Ceftriaxone 2x1 g IV eLFG 52.0 mL/mnt Leukosit 30900 /mcL 
Cefoperazone 2x1 g IV 27900 /mcL
Ranitidine 2x1 amp (50 mg/2 ml) IV Trombosit 223000 /mcL
Ondansetron 3x8 mg IV  230000 /mcL
Methylprednisolone 2x1 IV
Novalgin 1x1 amp (1 g/2 ml) IV (drip)
Imboost 2x1 tab Oral
PCT 1x500 mg Oral
Curcuma 3x1 tab Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Concor 1x2,5 mg Oral
Letonal 1x25 mg Oral

112
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 26 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Elektrolit, Protein & Darah
L/P :L (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Gas darah Hari ke-1:
Usia : 35 th Hari ke-1: 78/54 (mg/dL) Hari ke-1: Hb 15.8 g/dL
BB : 60 kg Hari ke-2: 90/70 Hari ke-1: Na 127 mmol/L Leukosit 31700 /mcL
Stg :5 Hari ke-3: 124/79 Ur 115 K 4.09 mmol/L Trombosit 434000 /mcL
Lama dirawat : 1/12/14 – 4/12/14 (4 hari) Hari ke-4: 140/81 Cr 2.3 Cl 79 mmol/L Hari ke-2:
Riw. Penyakit :- eLFG 34.6 mL/mnt pH 6.91 Hb 14.8 g/dL
Diagnosa masuk : CKD, Penurunan kesadaran, Febris, Sepsis Kadar gula darah Hari ke-4: PCO2 14.8 mmHg Leukosit 17700 /mcL
Keluhan masuk : Penurunan kesadaran sejak jam 09.00 , sebelumnya terdapat (mg/dL) Ur 256 HCO3 2.9 mmol/L Trombosit 230000 /mcL
demam Hari ke-1: GDS 811 Cr 6.0 Hari ke-3: Hari ke-3:
Keluhan selama dirawat : Demam, Gelisah karena nyeri Hari ke-2: GDS 204 eLFG 11.4 mL/mnt Na 135 mmol/L Hb 14.6 g/dL
Kondisi keluar : Meninggal Hari ke-3: GDS 169 K 3.22 mmol/L Leukosit 13900 /mcL
Diagnosa keluar : CKD, HHNS, Syok sepsis, SIRS, Leukositosis Hari ke-4: GDS 171 Cl 95 mmol/L Trombosit 204000 /mcL
pH 7.31 Hari ke-4:
Terapi Obat PCO2 27.4 mmHg Hb 13.4 mmol/L
Cefotaxime 3x1 g IV HCO3 13.6 mmol/L Leukosit 9700 /mcL
Gentamicin 1x320 mg IV Hari ke-4: Trombosit 163000 /mcL
Levofloxacin 1x750 mg IV Na 133 mmol/L
OMZ 1x1 vial; 2x1 vial (40 mg/vial) IV K 3.45 mmol/L
PCT 3x1 g IV Cl 98 mmol/L
Dobutamine 5 mcg IV (drip)
Actrapid 2 IU/jam; 4 IU/jam IV (drip)
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Aminoral 3x1 kapl; 3x2 kapl Oral
Sucralfate 4x1 tab (1 g) Oral
Lasix 10 mg/jam IV (drip)
Lantus 1x6 IU; 1x14 IU SC
Fluconazole 2x200 mg; 2x400 mg IV
Tramadol 2x1 amp (100 mg/2 ml) IV

113
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 27 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Elektrolit, Protein & Darah
L/P :P (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Gas darah Hari ke-1:
Usia : 50 th Hari ke-1: 150/90 (mg/dL) Hari ke-1: Hb 3.0 g/dL
BB : 65 kg Hari ke-2: 140/80 Hari ke-1: Na 134 mmol/L Leukosit 36500 /mcL
Stg :5 Hari ke-3: 140/90 Ur 423 K 3.45 mmol/L Trombosit 412000 /mcL
Lama dirawat : 5/11/14 – 13/11/14 (9 hari) Hari ke-4: 140/90 Cr 31.8 Cl 96 mmol/L Hari ke-2:
Riw. Penyakit : CKD on HD, Maag Hari ke-5: 150/80 eLFG 1.15 mL/mnt pH 7.05 Hb 5.1 g/dL
Diagnosa masuk : Anemia , Asidosis metabolik ec CKD, Dispnea susp. Sepsis Hari ke-6: 140/90 Ur II 333 HCO3 3.9 mmol/L Leukosit 22200 /mcL
Keluhan masuk : Sesak napas yang semakin berat sejak 2 hari SMRS, lemas, Hari ke-7: 140/90 Cr II 17.5 Hari ke-2: Trombosit 296000 /mcL
tidak bisa makan, banyak plak putih di mulut, terdapat luka di kepala, tangan, Hari ke-8: 150/80 eLFG 2.3 mL/mnt Total protein 5.3 g/dL Hari ke-3:
dan kaki pasien sejak +/- 1 minggu SMRS, kedua kaki bengkak sejak +/- 1 Hari ke-9: 130/90 AST (SGOT) 17 Albumin 2.9 g/dL Hb 8.5 g/dL
minggu SMRS, nyeri perut ALT (SGPT) 14 Globulin 2.4 g/dL Leukosit 19300 /mcL
Keluhan selama dirawat : Sesak napas, lemas, sariawan, mual, nyeri pada luka, Kadar gula darah Hari ke-2: Trombosit 234000 /mcL
pusing, perut mulas seperti ingin BAB (mg/dL) Asam urat 12.0 Hari ke-6:
Kondisi keluar : Lemas, sesak napas Hari ke-1: GD 215 Trigliserida 96 Hb 8.6 g/dL
Diagnosa keluar : CKD on HD, Anemia, Nefropati diabetikum, Ulkus DM, Hari ke-2: GD 185 Total kolesterol 90 Leukosit 12700 /mcL
HHD, Leukositosis, Hiperurisemia Hari ke-3: GD 121 Hari ke-3: Trombosit 226000 /mcL
Hari ke-4: GD 130 Ur 217 Hari ke-7:
Terapi Obat Hari ke-5: GD 146 Cr 6.7 Hb 8.4 g/dL
Meropenem 2x1 g IV Hari ke-6: GD 168 eLFG 7.0 mL/mnt Leukosit 10100 /mcL
Cefadroxil 2x500 mg Oral Hari ke-7: GD 124 Hari ke-7: Trombosit 249000 /mcL
PCT 1x500 mg; 3x500 mg Oral Hari ke-8: GD 118 Ur 193
Ranitidine 1x1 amp (50 mg/2 ml) IV Hari ke-9: GD 199 Cr 9.5
Ondansetron 1x4 mg IV eLFG 4.64 mL/mnt
Lasix 2x1 amp (20 mg/2 ml); IV, oral
1x1 tab (40 mg)
Lacbon 2x2 tab Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Allopurinol 2x100 mg Oral
Prorenal 3x2 tab Oral
Asam mefenamat 3x500 mg Oral
Betadine gargle 4x per hari Oral

114
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 28 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Elektrolit, Protein & Darah
L/P :L (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Gas darah Hari ke-1:
Usia : 52 th Hari ke-1: 130/80 (mg/dL) Hari ke-1: Hb 11.5 g/dL
BB : 48 kg Hari ke-2: 120/80 Hari ke-2: Na 131 mmol/L Leukosit 22400 /mcL
Stg :5 Hari ke-3: 120/72 Ur 390 K 3.7 mmol/L Trombosit 461000 /mcL
Lama dirawat : 18/11/14 – 26/11/14 (9 hari) Hari ke-4: 120/75 Cr 32.3 Cl 91 mmol/L Hari ke-3:
Riw. Penyakit : Hipertensi terkontrol, DM, Vertigo, Batu saluran kemih Hari ke-5: 120/70 eLFG 1.51 mL/mnt pH 7.3 Hb 10.0 g/dL
Diagnosa masuk : Susp. Sepsis, Hiperglikemia Hari ke-6: 150/70 Hari ke-3: PCO2 25.0 mmHg Leukosit 26000 /mcL
Keluhan masuk : Penurunan kesadaran sejak 2 hari SMRS, sebelumnya Hari ke-7: 97/52 Ur 526 HCO3 14.6 mmol/L Trombosit 321000 /mcL
mengeluh nyeri kepala sejak 4 hari SMRS nafsu makan menurun, mual, muntah, Hari ke-8: 109/60 Cr 20.6 Hari ke-7:
pusing Hari ke-9: 141/61 eLFG 2.54 mL/mnt Hb 6.5 g/dL
Keluhan selama dirawat : Pasien tidak sadar, sesak napas, gelisah, teriak-teriak, Ur II 460 Leukosit 32500 /mcL
bicara kacau, lemas, pendarahan di mulut dan lambung, demam Kadar gula darah Cr II 15.2 Trombosit 405000 /mcL
Kondisi keluar : Meninggal (mg/dL) eLFG 3.61 mL/mnt Hari ke-8:
Diagnosa keluar : CKD ec Nefropati diabetikum, Severe sepsis, Anemia, Hari ke-1: GD 359 Hari ke-4: Hb 7.3 g/dL
Ensefalopati uremikum, Leukositosis, Melena Hari ke-2: GD 212 Ur 447 Leukosit 31400 /mcL
Hari ke-3: GD 313 Cr 19.6 Trombosit 407000 /mcL
Terapi Obat Hari ke-4: GD 67 eLFG 2.69 mL/mnt
Cefotaxime 2x1 g IV Hari ke-6: GD 416 Hari ke-5:
Cefoperazone 2x1 g IV Hari ke-7: GD 427 Ur 384
Meropenem 3x1 g IV Hari ke-8: GD 143 Cr 12.8
Levofloxacin 1x1 vial (500 mg/100 ml) IV Hari ke-9: GD 53 eLFG 4.4 mL/mnt
OMZ 2x1 vial (40 mg/vial) IV Hari ke-8:
Novorapid 3x10 IU; 3x12 IU; 2x14 IU SC Ur 457
Actrapid 2 IU/jam IV (drip) Cr 19.3
Citicoline 2x2 amp (250 mg/2 ml) IV eLFG 2.74 mL/mnt
Vitamin K 3x1 (2,5 mg) IV
Transamin 3x1 amp (250 mg/5 ml) IV
PCT 2x1 g IV
Fluconazole 2x200 mg; 2x400 mg IV
Bisoprolol 1x5 mg Oral
Diltiazem 3x30 mg Oral

115
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 29 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Elektrolit, Protein & Darah
L/P :P (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Gas darah Hari ke-1:
Usia : 51 th Hari ke-1: 140/80 (mg/dL) Hari ke-1: Hb 7.9 g/dL
BB : 65 kg Hari ke-2: 140/90 Hari ke-1: Na 137 mmol/L Leukosit 7600 /mcL
Stg :5 Hari ke-3: 160/100 Ur 166 K 5.4 mmol/L Trombosit 141000 /mcL
Lama dirawat : 25/1/14 – 30/1/14 (6 hari) Hari ke-4: 160/90 Cr 4.7 Cl 104 mmol/L Hari ke-2:
Riw. Penyakit : DM, Hipertensi, Penyakit jantung Hari ke-5: 160/80 eLFG 10.4 mL/mnt Hari ke-2: Hb 7.5 g/dL
Diagnosa masuk : CKD on HD, Hepatitis Hari ke-6: 140/80 Hari ke-2: Total protein 5.1 g/dL Leukosit 6500 /mcL
Keluhan masuk : Kejang sejak semalam, lemas, BAB 10x encer tanpa darah Asam urat 5.8 Albumin 4.1 g/dL Trombosit 136000 /mcL
Keluhan selama dirawat : Pusing, sulit tidur, gemetar, lemas, badan gatal-gatal, Kadar gula darah AST (SGOT) 40 Globulin 1.0 g/dL Hari ke-5:
kembung, perut begah, leher atau tengkuk terasa pegal dan sakit (mg/dL) ALT (SGPT) 42 Hb 8.2 mg/dL
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Hari ke-2: GDS 192 Alkali phosphatase 976 Leukosit 9600 /mcL
Diagnosa keluar : CKD on HD, Hepatitis, Hiperkalemia, Urtikaria, Hari ke-3: GD 153 Trigliserida 185 Trombosit 146000 /mcL
Hiperlipidemia, Hipertensi, Anemia Hari ke-4: GD 143 Total kolesterol 356
Hari ke-5: GDS 81 HDL kolesterol 22
Terapi Obat LDL kolesterol 297
Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml) IV
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral
Valsartan 1x80 mg; 1x160 mg Oral
Canderin 1x16 mg Oral
Prorenal 3x1 tab Oral
Gemfibrozil 1x300 mg Oral
Simvastatin 1x20 mg Oral
Kalitake 3x1 sach (5 g) Oral
Urdafalk 3x250 mg Oral
CTM 1x4 mg Oral
Loratadine 1x10 mg Oral
Cetirizine 1x10 mg Oral
Glucodex 1x80 mg Oral

116
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 30 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Elektrolit, Protein & Darah
L/P :P (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Gas darah Hari ke-1:
Usia : 69 th Hari ke-1: 190/90 (mg/dL) Hari ke-1: Hb 8.5 g/dL
BB : 50 kg Hari ke-2: 160/90 Hari ke-1: Na 137 mmol/L Leukosit 9660 /mcL
Stg :5 Hari ke-3: 170/80 Ur 155 K 4.8 mmol/L Trombosit 197000 /mcL
Lama dirawat : 27/8/14 – 1/9/14 (6 hari) Hari ke-4: 140/80 Cr 10.7 Cl 115 mmol/L
Riw. Penyakit : Pengangkatan ginjal, Hipertensi Hari ke-5: 150/80 eLFG 3.8 mL/mnt
Diagnosa masuk : Fatigue post GE, CKD Hari ke-4:
Keluhan masuk : Lemas sejak 3 hari SMRS, batuk berdahak warna putih sejak Kadar gula darah Ur 162
5 hari SMRS, flu, mulut terasa pahit sehingga tidak nafsu makan, pusing, mual, (mg/dL) Cr 9.8
muntah, gangguan BAB Hari ke-4: GD 110 eLFG 4.2 mL/mnt
Keluhan selama dirawat : Pusing hilang-timbul, batuk, hidung mampet, lemas, Asam urat 5.8
nafsu makan menurun, batuk Trigliserida 137
Kondisi keluar : Batuk Total kolesterol 127
Diagnosa keluar : CKD, HHD, GEA HDL kolesterol 34
LDL kolesterol 66
Terapi Obat
OMZ 3x1 vial (40 mg/vial) IV
Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml); IV, oral
1x1 tab (40 mg)
Valsartan 1x80 mg Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Prorenal 3x2 tab Oral
Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral
Concor 1x2,5 mg Oral
Letonal 1x25 mg Oral
Ambroxol 3x2Cth (10 ml) Oral

117
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 31 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Darah
L/P :P (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Hari ke-1:
Usia : 69 th Hari ke-1: 150/90 (mg/dL) Hb 7.2 g/dL
BB : 50 kg Hari ke-2: 160/90 Hari ke-1: Leukosit 5600 /mcL
Stg :5 Hari ke-3: 150/90 Asam urat 4.9 mg/dL Trombosit 265000 /mcL
Lama dirawat : 7/11/14 – 14/11/14 (8 hari) Hari ke-4: 160/90 Hari ke-2: Hari ke-5:
Riw. Penyakit : Hipertensi terkontrol, Infeksi ginjal sehingga ginjal kanan Hari ke-5: 130/90 Ur 106 Hb 10.6 g/dL
diangkat Hari ke-6: 130/80 Cr 10.3 Leukosit 9900 /mcL
Diagnosa masuk : Anemia ec CKD Hari ke-7: 130/70 eLFG 4.0 mL/mnt Trombosit 214000 /mcL
Keluhan masuk : Lemas sejak +/- 1 minggu SMRS, pusing berdenyut, mual, AST (SGOT) 10
muntah, muntah yang keluar seperti air, nafsu makan menurun karena mual dan Kadar gula darah ALT (SGPT) 7
makanan terasa pahit (mg/dL) Trigliserida 90
Keluhan selama dirawat : Lemas, mual, pusing kadang Hari ke-1: GDS 94 Total kolesterol 141
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Hari ke-2: GD 100
Diagnosa keluar : CKD non HD stg 5, Anemia, Hipertensi

Terapi Obat
Asam folat 3x0,4 mg Oral
Sulfas ferrosus 2x300 mg Oral
OMZ 2x20 mg Oral
Heptasan 2x4 mg Oral
Ondansetron 1x4 mg; 3x4 mg IV
Concor 1x5 mg Oral
Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral
Valsartan 1x80 mg Oral

118
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 32 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Darah
L/P :P (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Hari ke-1:
Usia : 71 th Hari ke-1: 160/90 (mg/dL) Hb 6.2 g/dL
BB : 40 kg Hari ke-2: 150/80 Hari ke-1: Leukosit 5100 /mcL
Stg :5 Hari ke-3: 130/80 Ur 142 Trombosit 248000 /mcL
Lama dirawat : 9/11/14 – 16/11/14 (8 hari) Hari ke-4: 160/90 Cr 3.9 Hari ke-2:
Riw. Penyakit : Hipertensi, Pernah jatuh duduk sehingga tulang belakang Hari ke-5: 130/80 eLFG 12.08 mL/mnt Hb 8.3 g/dL
bengkak dan suka terasa nyeri Hari ke-6: 150/80 Asam urat 12.7 Leukosit 5400 /mcL
Diagnosa masuk : CKD, Hipertensi, Anemia Hari ke-7: 140/80 AST (SGOT) 13 Trombosit 223000 /mcL
Keluhan masuk : Kedua kaki bengkak sejak 3 hari SMRS, lemas dan mudah ALT (SGPT) 15 Hari ke-7:
lelah Kadar gula darah Trigliserida 62 Hb 8.3 g/dL
Keluhan selama dirawat : Kaki sakit bagian lutut dan bengkak, lemas, nyeri (mg/dL) Total kolesterol 149 Leukosit 4800 /mcL
punggung Hari ke-1: GDP 87 HDL kolesterol 30 Trombosit 220000 /mcL
Kondisi keluar : Kaki sakit, lemas, nyeri punggung LDL kolesterol 107
Diagnosa keluar : CKD, HHD, Hiperurisemia, Anemia Hari ke-3:
eLFG 19.0 mL/mnt
Terapi Obat Hari ke-7:
Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml); IV, oral Ur 295
1x1 tab (40 mg) Cr 5.3
Canderin 1x8 mg Oral eLFG 8.5 mL/mnt
Concor 1x2,5 mg Oral
Letonal 1x100 mg Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Prorenal 3x2 tab Oral
Valsartan 1x80 mg Oral
Allopurinol 3x100 mg Oral
Amlodipine 1x5 mg Oral
Glucosamine 3x1 tab (250 mg) Oral
Meloxicam 2x7,5 mg Oral

119
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 33 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Darah
L/P :L (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Hari ke-1:
Usia : 62 th Hari ke-1: 100/80 (mg/dL) Leukosit 16400 /mcL
BB : 45 kg Hari ke-2: 110/70 Hari ke-1: Trombosit 224000 /mcL
Stg :4 Hari ke-3: 120/80 Ur 352 Hari ke-3:
Lama dirawat : 18/3/14 – 28/3/14 (11 hari) Hari ke-4: 130/90 Cr 12.6 Hb 9.0 g/dL
Riw. Penyakit :- Hari ke-5: 130/90 eLFG 4.32 mL/mnt Leukosit 4900 /mcL
Diagnosa masuk : BPH, ISK, CKD Hari ke-6: 110/70 Hari ke-2: Trombosit 226000 /mcL
Keluhan masuk : BAK tersendat sejak bulan desember 2013 berobat jalan dan Hari ke-7: 120/70 Ur 253 Hari ke-6:
minum obat tetapi benar-benar tidak bisa BAK sejak 1 hari SMRS, tidak pernah Hari ke-8: 110/70 Cr 10.6 Hb 7.1 g/dL
keluar batu atau pasir saat BAK, nafsu makan menurun sejak 7 hari SMRS Hari ke-9: 100/60 eLFG 5.28 mL/mnt Hari ke-8:
Keluhan selama dirawat : Sulit tidur, lemas, mual, muntah, sesak napas Hari ke-10: 110/70 Asam urat 7.8 Hb 7.2 g/dL
Kondisi keluar : Masalah teratasi sebagian AST (SGOT) 49
Diagnosa keluar : CKD, BPH, Leukositosis Kadar gula darah ALT (SGPT) 32
(mg/dL) Hari ke-4:
Terapi Obat Hari ke-1: GD 115 Ur 320
Bicnat 3x500 mg Oral Hari ke-2: GD 113 Cr 7.4
Asam folat 3x0,4 mg Oral eLFG 8.0 mL/mnt
CaCO3 3x500 mg Oral Hari ke-6:
Prorenal 3x1 tab Oral Ur 133
Cefoperazone 2x1 g IV Cr 4.2
Ondansetron 3x8 mg IV eLFG 15.36 mL/mnt
Lansoprazole 1x1 vial (30 mg/vial) IV Hari ke-8:
Musin 3x1C(1500 mg/15 ml) Oral Ur II 18
Hytrin 1x2 mg Oral Cr II 0.8
Hemapo 1x3000 IU SC

120
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 34 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Darah
L/P :P (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Hari ke-1:
Usia : 63 th Hari ke-1: 130/90 (mg/dL) Hb 5.4 g/dL
BB : 60 kg Hari ke-2: 130/90 Hari ke-1: Leukosit 21000 /mcL
Stg :4 Hari ke-3: 100/70 Ur 127 Trombosit 58000 /mcL
Lama dirawat : 30/9/14 – 3/10/14 (4 hari) Hari ke-4: 130/70 Cr 3.2
Riw. Penyakit : DM sejak 10 th lalu, Stroke sejak 10 th lalu, HD sudah 2 bln eLFG 15.5 mL/mnt
Diagnosa masuk : CKD on HD, Febris Kadar gula darah AST (SGOT) 31
Keluhan masuk : Demam sejak 2 hari SMRS sepanjang hari tanpa periode (mg/dL) ALT (SGPT) 12
bebas demam, lemas, intake kurang, berbicara kurang jelas Hari ke-1: GD 292
Keluhan selama dirawat : Demam, tidak bisa diajak komunikasi, lemas, sesak Hari ke-2: GD 264
napas, sulit tidur, tidak mau makan dan minum, gelisah Hari ke-3: GD 201
Kondisi keluar : Masalah belum teratasi Hari ke-4: GD 152
Diagnosa keluar : CKD on HD, Febris, Leukositosis, DM tipe 2, Hipertensi,
Ensefalopati uremikum, Anemia

Terapi Obat
Bifotik 2x1 g IV
PCT 3x1 g; 1x500 mg IV (drip), oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Aminoral 3x1 kapl Oral
Amlodipine 1x5 mg Oral
Valsartan 1x80 mg Oral
Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml) IV
Glucobay 3x100 mg Oral
Diaversa 1x2 mg Oral

121
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 35 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Darah
L/P :L (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Hari ke-1:
Usia : 48 th Hari ke-1: 140/90 (mg/dL) Hb 7.9 g/dL
BB : 49 kg Hari ke-2: 130/90 Hari ke-2: Hari ke-2:
Stg :5 Hari ke-3: 140/80 Ur 69 Hb 9.5 g/dL
Lama dirawat : 26/6/14 – 4/7/14 (9 hari) Hari ke-4: 130/80 Cr 6.0 Leukosit 30500 /mcL
Riw. Penyakit : Hipertensi, HD sejak 1 th lalu Hari ke-5: 140/80 eLFG 10.72 mL/mnt Trombosit 267000 /mcL
Diagnosa masuk : CKD on HD ec DM tipe 2, susp. Gout arthritis, Diare kronis Hari ke-6: 120/80 Asam urat 4.3 Hari ke-5:
Keluhan masuk : Diare sejak 1 bulan SMRS, konsistensi cair. Sebulan yang lalu pernah Hari ke-7: 120/80 Hari ke-5: Hb 9.0 mg/dL
berobat ke UGD dan pulang diberi obat. BAB sempat kental lagi tapi tidak keras sepenuhnya, Hari ke-8: 140/90 Asam urat 7.9 Leukosit 16000 /mcL
BAB tidak berdarah, lemas, mual dan muntah-muntah sejak 1 minggu SMRS, pendengaran Hari ke-6: Trombosit 234000 /mcL
berkurang Kadar gula darah Ur 68
Keluhan selama dirawat : Diare, nyeri kaki, lemas, pendengaran terasa pengang, nyeri seluruh (mg/dL) Cr 4.5
tubuh, punggung sakit Hari ke-2: eLFG 14.94 mL/mnt
Kondisi keluar : Lemas, nyeri seluruh badan GD 201 AST (SGOT) 43
Diagnosa keluar : CKD on HD, Hipertensi, Anemia, Diare, DM tipe 2, Leukositosis, TB paru GDP 111 ALT (SGPT) 14
Hari ke-3: GD 113
Terapi Obat Hari ke-5: GD 152 Elektrolit, Protein &
Ranitidine 2x1 amp (50 mg/2 ml) IV Hari ke-6: GD 113 Gas darah
Bicnat 3x500 mg Oral Hari ke-7: GD 103 Hari ke-2:
Asam folat 3x0,4 mg Oral Na 128 mmol/L
CaCO3 3x500 mg Oral K 4.4 mmol/L
Sangobion 1x1 kaps Oral Cl 96 mmol/L
Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral Hari ke-4:
Valsartan 1x80 mg Oral Na 133 mmol/L
Ondansetron 3x4 mg IV K 3.9 mmol/L
Aminoral 3x1 kapl Oral Cl 92 mmol/L
Neurodex 2x1 tab Oral Ca 8.1 mmol/L
Ketorolac 1x1 amp (30 mg/ml) IV
Cefoperazone 2x1 g IV
Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml) IV
Metformin 2x500 mg Oral
New diatabs 2 tab (600 mg) setiap setelah BAB Oral
Imodium 3x2 mg Oral
Alprazolam 1x0,5 mg Oral
INH 1x300 mg Oral
Pirazinamid 1x450 mg/300 mg/700 mg Oral
122
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 36 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Elektrolit, Protein & Darah
L/P :L (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Gas darah Hari ke-1:
Usia : 49 th Hari ke-1: 150/90 (mg/dL) Hari ke-1: Hb 9.8 g/dL
BB : 46 kg Hari ke-2: 130/80 Hari ke-1: Total protein 8.5 g/dL Leukosit 5700 /mcL
Stg :4 Hari ke-3: 130/80 Ur 75 Albumin 4.9 g/dL Trombosit 254000 /mcL
Lama dirawat : 21/10/14 – 28/10/14 (8 hari) Hari ke-4: 140/70 Cr 4.1 Globulin 3.6 g/dL Bilirubin total 2.64
Riw. Penyakit : DM tipe 2 Hari ke-5: 130/90 eLFG 16.6 mL/mnt mg/dL
Diagnosa masuk : Efusi pleura paru kanan ec TB paru, DM tipe 2, CKD on HD, Hari ke-6: 140/80 AST (SGOT) 32 Bilirubin direk 1.46
susp. Gangguan fungsi hati Hari ke-7: 140/70 ALT (SGPT) 20 mg/dL
Keluhan masuk : Batuk beriak, tidak ada nyeri dada, nafsu makan menurun, Hari ke-4: Bilirubin indirek 1.18
sesak napas dan bengkak pada perutnya, tubuhnya menjadi kuning dan ada nyeri Kadar gula darah Alkali Phospat 1404 mg/dL
saat menelan sekarang (mg/dL)
Keluhan selama dirawat : Batuk, lemas, sesak napas, nyeri pada daerah pungsi Hari ke-1: GD 89
pleura, badan sakit Hari ke-2: HbA1c
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan 5.3%
Diagnosa keluar : Efusi pleura paru kanan, TB paru, CKD, Hepatitis Hari ke-3: GD 105
Hari ke-4: GD 105
Terapi Obat Hari ke-5: GD 88
Bicnat 3x500 mg Oral Hari ke-6: GD 91
Asam folat 3x0,4 mg Oral Hari ke-7: GD 109
CaCO3 3x500 mg Oral
Aminoral 3x2 kapl Oral
Urdafalk 3x250 mg Oral
Amlodipine 1x10 mg Oral
Prorenal 3x2 tab Oral
Profenid 1x1 suppos (100 mg) Suppos

123
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 37 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Elektrolit, Protein & Darah
L/P :L (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Gas darah Hari ke-3:
Usia : 49 th Hari ke-1: 160/90 (mg/dL) Hari ke-5: Hb 10.9 g/dL
BB : 46 kg Hari ke-2: 190/90 Hari ke-3: Na 139 mmol/L Leukosit 7900 /mcL
Stg :4 Hari ke-3: 180/90 Ur 109 K 4.05 mmol/L Trombosit 228000 /mcL
Lama dirawat : 12/12/14 – 17/12/14 (6 hari) Hari ke-4: 140/90 Cr 2.5 Cl 96 mmol/L
Riw. Penyakit : DM tipe 2, Hipertensi, Penyakit ginjal, Penyakit paru, Hari ke-5: 120/70 eLFG 29.3 mL/mnt
Penyakit mata
Diagnosa masuk : Vertigo, CKD on HD Kadar gula darah
Keluhan masuk : Pusing berputar sejak 2 minggu SMRS, pusing tanpa (mg/dL)
perubahan posisi, pusing sampai mual dan muntah Hari ke-3: GD 100
Keluhan selama dirawat : Nyeri kepala berputar, muntah, mual, pusing, sempat Hari ke-4: GD 97
pusing bergoyang, lemas, diare Hari ke-5:
Kondisi keluar : Masalah teratasi sebagian GD 144
Diagnosa keluar : Vertigo, CKD on HD, Hipertensi HbA1c 4.8%

Terapi Obat
Ondansetron 3x4 mg; 3x8mg IV
Betahistine 3x8 mg Oral
Amlodipine 1x10 mg Oral
Captopril 2x25 mg Oral
Ranitidine 2x1 amp (50 mg/2 ml) IV
Valsartan 1x160 mg Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Prorenal 3x1 tab Oral
Imodium 3x2 mg Oral
Citicoline 2x500 mg Oral
Aspilet 1x1 tab Oral
Haloperidol 2x0,75 mg Oral
Clobazam 1x10 mg Oral

124
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 38 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Darah
L/P :L (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Hari ke-1:
Usia : 59 th Hari ke-1: 160/90 (mg/dL) Hb 6.5 mg/dL
BB : 50 kg Hari ke-2: 140/90 Hari ke-1: Leukosit 10100 /mcL
Stg :5 Hari ke-3: 140/80 Ur 231 Trombosit 410000 /mcL
Lama dirawat : 29/10/14 – 7/11/14 (10 hari) Hari ke-4: 150/90 Cr 17.9 Hari ke-2:
Riw. Penyakit : Hipertensi terkontrol sudah 10 th tapi sudah +/- 1 minggu Hari ke-5: 120/80 eLFG 2.91 mL/mnt Hb 7.3 mg/dL
tidak minum obat, DM sudah 10 th, Maag Hari ke-6: 180/100 AST (SGOT) 10 Leukosit 10400 /mcL
Diagnosa masuk : CKD, HHD Hari ke-7: 160/100 ALT (SGPT) 15 Trombosit 363000 /mcL
Keluhan masuk : Sakit perut sejak 8 bulan SMRS, saat sakit dada terasa sesak, Hari ke-8: 140/80 Hari ke-6: Hari ke-8:
nafsu makan menurun tapi tidak kembung, BAB sudah 3 minggu sedikit, BAK Hari ke-9: 140/80 Ur 135 Hb 10.0 g/dL
sedikit tapi sering, sempat demam 3 hari SMRS dan kaki sempat bengkak 1 Cr 8.3 Leukosit 11400 /mcL
minggu SMRS selama 5 hari Kadar gula darah eLFG 7.07 mL/mnt Trombosit 322000 /mcL
Keluhan selama dirawat : Lemas, mual, perut begah makan sedikit, nyeri perut, (mg/dL)
tidak nafsu makan, BAK sedikit, pusing, BAB berdarah, mual, sesak napas, Hari ke-1: GDS 93
nyeri pada daerah doublelument, muntah Hari ke-2: GD 134
Kondisi keluar : Pusing, mual berkurang, lemas Hari ke-8: GD 109
Diagnosa keluar : CKD on HD, Hipertensi, Anemia, Leukositosis, Melena

Terapi Obat
Ondansetron 3x4 mg IV
Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral
Valsartan 1x160 mg Oral
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Cefixime 2x100 mg Oral
Vitamin K 3x1 (2,5 mg) Oral
Transamin 3x1 amp (250 mg/5 ml) IV
Pronalges 1x1 suppos (100 mg) Suppos
Meloxicam 2x7,5 mg Oral
OMZ 2x20 mg Oral
Domperidone 3x10 mg Oral
Sucralfate 3x1C (1500 mg/15 ml) Oral
Betahistine 3x8 mg Oral
125
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 39 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Elektrolit, Protein & Darah
L/P :L (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Gas darah Hari ke-1:
Usia : 76 th Hari ke-1: 95/47 (mg/dL) Hari ke-1: Hb 7.4 g/dL
BB : 50 kg Hari ke-2: 90/50 Hari ke-1: Na 132 mmol/L Leukosit 14630 /mcL
Stg :4 Hari ke-3: 100/60 Ur 257 K 4.9 mmol/L Trombosit 121000 /mcL
Lama dirawat : 5/11/14 – 11/11/14 (7 hari) Hari ke-4: 90/60 Cr 4.1 Cl 97 mmol/L Hari ke-6:
Riw. Penyakit : Kebocoran katup jantung (tidak tau yang mana) selama 20 th Hari ke-5: 90/60 eLFG 15.15 mL/mnt pH 7.51 Hb 7.5 g/dL
Diagnosa masuk : Anemia, GI bleeding, CKD stg 4 Hari ke-6: 80/60 Hari ke-3: PCO2 26.8 mmHg Leukosit 8900 /mcL
Keluhan masuk : Pindahan dari RS Harapan Kita karena didiagnosa gagal Hari ke-7: 90/70 Ur 213 HCO3 20.9 mmol/L Trombosit 92000 /mcL
ginjal, BAK pengeluaran kurang, sesak napas sejak semalam Cr 3.1 Hari ke-3:
Keluhan selama dirawat : Hipotensi, melena (pendarahan di saluran cerna), Kadar gula darah eLFG 20.92 mL/mnt Na 133 mmol/L
lemas, mual, sesak napas, BAK nyeri, pusing, BAK sedikit warna kemerahan, (mg/dL) Hari ke-4: K 4.25 mmol/L
BAB berwarna gelap, nafsu makan menurun Hari ke-1: GDS 113 eLFG 16.0 mL/mnt Cl 102 mmol/L
Kondisi keluar : Masalah belum teratasi Hari ke-3: GDS 129 Hari ke-6: Hari ke-4:
Diagnosa keluar : CKD, BPH, CHF, Anemia, Leukositosis, Melena Hari ke-4: GD 155 Ur 164 Total protein 7.1 g/dL
Hari ke-6: GD 99 Cr 2.7 Albumin 4.4 g/dL
Terapi Obat Hari ke-7: GD 158 eLFG 24.54 mL/mnt Globulin 2.7 g/dL
Dobutamine 5 mcg; 10 mcg; 12 mcg; 15 mcg IV (drip) Hari ke-5:
Cefoperazone 2x1 g IV Na 137 mmol/L
OMZ 2x1 vial (40 mg/vial) IV K 4.8 mmol/L
Vitamin K 3x1 (2,5 mg) IV Cl 100 mmol/L
Transamin 3x1 amp (250 mg/5 ml) IV Hari ke-6:
Neurodex 2x1 tab Oral Total protein 6.1 g/dL
Episan 3x1C (1500 mg/15 ml) Oral Albumin 3.4 g/dL
Bicnat 3x500 mg Oral Globulin 2.7 g/dL
Asam folat 3x0,4 mg Oral Hari ke-7:
CaCO3 3x500 mg Oral Na 137 mmol/L
Avodart 1x0,5 mg Oral K 4.8 mmol/L
Harnal ocas 1x0,4 mg Oral Cl 100 mmol/L
pH 7.53
PCO2 26.5 mmHg
HCO3 21.7 mmol/L

126
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 40 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Darah
L/P :L (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Hari ke-2:
Usia : 51 th Hari ke-1: 120/70 (mg/dL) Hb 8.6 g/dL
BB : 88 kg Hari ke-2: 130/80 Hari ke-2: Leukosit 15500 /mcL
Stg :5 Hari ke-3: 140/80 Ur 169 Trombosit 165000 /mcL
Lama dirawat : 8/10/14 - 16/10/14 (9 hari) Hari ke-4: 120/80 Cr 7.8 Hari ke-7:
Riw. Penyakit : DM tipe 2, Hipertensi terkontrol, Penyakit jantung Hari ke-5: 130/80 eLFG 7.82 mL/mnt Hb 8.4 g/dL
Diagnosa masuk : CKD on HD, Febris Hari ke-6: 120/80 AST (SGOT) 26 Leukosit 12700 /mcL
Keluhan masuk : Demam sejak 2 hari SMRS sepanjang hari tanpa periode bebas demam disertai Hari ke-7: 120/80 ALT (SGPT) 25 Trombosit 197000 /mcL
mengigil dan keringat dingin, diare warna merah, pusing berputar hingga jatuh di kamar mandi Hari ke-8: 130/80
Keluhan selama dirawat : Pendarahan, lemas, mual, sesak napas, demam, menggigil, sulit tidur Hari ke-9: 140/80
Kondisi keluar : Masalah teratasi sebagian
Diagnosa keluar : CKD on HD, Leukositosis (infeksi sekunder (doublelument)), DM tipe 2, Melena Kadar gula darah
(mg/dL)
Terapi Obat Hari ke-2: GD 309
Novalgin 3x1 amp (1 g/2 ml) IV (drip) Hari ke-4: GD 582
Cefoperazone 2x1 g IV Hari ke-5: GD 535
Ondansetron 3x8 mg; 3x1 tab (8 mg) IV Hari ke-6: GD 278
Transamin 3x1 amp (250 mg/5 ml) IV Hari ke-7: GD 249
Asam folat 3x0,4 mg Oral Hari ke-8: GD 209
Bicnat 3x500 mg Oral Hari ke-9: GD 176
CaCO3 3x500 mg Oral
OMZ 2x1 vial (40 mg/vial); IV, oral
2x20 mg
PCT 1x500 mg; 3x500 mg Oral
Ranitidine 2x1 amp (50 mg/2 ml) IV
Betahistine 3x8 mg Oral
Strocain P 3x400 mg Oral
Sucralfate 3x1C (1500 mg/15 ml) Oral
Amlodipine 1x5 mg Oral
Lantus 1x12 IU; 1x14 IU; 1x16 IU SC
Novorapid 3x16 IU; 3x12 IU SC
Lodem 1x30 mg Oral
Eclid 3x100 mg Oral

127
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 41 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Elektrolit, Protein & Darah
L/P :L (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Gas darah Hari ke-1:
Usia : 55 th Hari ke-1: 120/80 (mg/dL) Hari ke-2: Hb 7.4 g/dL
BB : 65 kg Hari ke-2: 140/80 Hari ke-1: Total protein 6.1 g/dL Leukosit 7400 /mcL
Stg :5 Hari ke-3: 180/120 Ur 211 Albumin 3.9 g/dL Trombosit 130000 /mcL
Lama dirawat : 11/10/14 - 23/10/14 (13 hari) Hari ke-4: 170/100 Cr 8.5 Globulin 2.2 g/dL Hari ke-2:
Riw. Penyakit : DM, stroke sejak mei 2014, CKD belum pernah HD, mata Hari ke-5: 170/90 eLFG 7.0 mL/mnt Hari ke-4: Hb 7.7 g/dL
buram walau sudah pakai kacamata Hari ke-6: 160/90 AST (SGOT) 17 Na 129 mmol/L Hari ke-4:
Diagnosa masuk : Dispnea ec CKD Hari ke-7: 140/80 ALT (SGPT) 25 K 4.7 mmol/L Hb 7.7 g/dL
Keluhan masuk : Mual dan muntah sejak 2 hari SMRS, lemas, cepat capek, Hari ke-8: 120/80 Hari ke-4: Cl 99 mmol/L Leukosit 8500 /mcL
sesak napas, nyeri ulu hati, kaki bengkak sejak bulan mei 2014 Hari ke-9: 120/70 eLFG 8.0 mL/mnt Trombosit 98000 /mcL
Keluhan selama dirawat : Pusing, mual, muntah, sesak napas, demam naik- Hari ke-10: 150/100 Ur II 148 Hari ke-5:
turun, menggigil, tidak bisa BAB sudah 5 hari Hari ke-11: 140/90 Cr II 6.6 Hb 8.0 g/dL  7.4 g/dL
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan Hari ke-12: 120/80 eLFG 9.34 mL/mnt Leukosit 7200 /mcL 
Diagnosa keluar : CKD ec Nefropati diabetikum, Hipertensi, Anemia Hari ke-7: 6900 /mcL
Kadar gula darah Ur II 15 Trombosit 89000 /mcL
Terapi Obat (mg/dL) Cr II 1.1  94000 /mcL
Ranitidine 2x1 amp (50 mg/2 ml) IV Hari ke-1: GD 299 AST (SGOT) 12
Ondansetron 3x4 mg; 3x8mg IV Hari ke-2: ALT (SGPT) 14
Bicnat 3x500 mg Oral GDS 230
Asam folat 3x0,4 mg Oral HbA1c 6.5%
CaCO3 3x500 mg Oral Hari ke-3: GD 160
Prorenal 3x2 tab Oral Hari ke-4: GD 156
Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml) IV Hari ke-5: GD 198
Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral Hari ke-6: GD 135
Captopril 2x12,5 mg; 3x12,5 mg; 3x25 mg Oral Hari ke-7: GD 278
Dexamethasone 1x1 amp (5 mg/ml) IV Hari ke-8: GD 91
Novalgin 1x1 amp (1 g/2 ml) IV (drip) Hari ke-9: GD 206
Dulcolax 1x1 suppos (10 mg) Suppos Hari ke-10: GD 231
PCT 1x500 mg Oral Hari ke-11: GD 462
Glucobay 2x100 mg Oral Hari ke-12: GD 194
Glurenorm 2x30 mg Oral
Novorapid 3x20 IU SC

128
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 42 Fungsi Ginjal (mg/dL) Elektrolit, Protein & Darah
L/P :P & Hati (U/L), Lemak Gas darah Hari ke-1:
Usia : 64 th (mg/dL) Hari ke-1: Hb 7.5 g/dL
BB : 55 kg Hari ke-1: Na 155 mmol/L  Leukosit 19800 /mcL
Stg :5 Ur 126 155 mmol/L Trombosit 74000 /mcL
Lama dirawat : 7/10/14 - 10/10/14 (4 hari) Cr 3.6 K 3.6 mmol/L  3.3
Riw. Penyakit : DM, Penyakit ginjal eLFG 13.53 mL/mnt mmol/L
Diagnosa masuk : CKD on HD, Infeksi sekunder (doublelument), Hipotensi Cl 109 mmol/L 
Keluhan masuk : Gelisah sejak 1 hari SMRS, tidak mau makan dan minum 108 mmol/L
Keluhan selama dirawat : Lemas, gelisah, teriak-teriak, bicara tidak jelas, BAB pH 7.42  7.35
merah kehitaman PCO2 22.5 mmHg 
Kondisi keluar : Meninggal 19.3 mmHg
Diagnosa keluar : CKD, Ensefalopati uremikum, Hipotensi, Anemia, HCO3 14.2 mmol/L
Leukositosis, Melena  10.5 mmol/L

Terapi Obat
Dobutamine 5 mcg; 7 mcg; 10 mcg IV (drip)
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Cefoperazone 2x1 g IV
Transamin 3x1 amp (250 mg/5 ml) IV

129
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 43 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Darah
L/P :P (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Hari ke-1:
Usia : 57 th Hari ke-1: 180/80 (mg/dL) Hb 7.8 g/dL
BB : 60 kg Hari ke-2: 210/80 Hari ke-2: Leukosit 10500 /mcL
Stg :5 Hari ke-3: 160/90 Ur 95 Trombosit 74000 /mcL
Lama dirawat : 25/8/14 – 1/9/14 (8 hari) Hari ke-4: 180/80 Cr 6.1 Hari ke-2:
Riw. Penyakit : DM, Hipertensi, CAD Hari ke-5: 180/80 eLFG 7.54 mL/mnt Hb 7.6 g/dL
Diagnosa masuk : CKD on HD, DM tipe 2, Trauma kepala Hari ke-6: 180/60 AST (SGOT) 28 Leukosit 8300 /mcL
Keluhan masuk : Sakit kepala sejak 3 hari SMRS, pasien terjatuh di kamar Hari ke-7: 170/70 ALT (SGPT) 14 Trombosit 106000 /mcL
mandi, berjalan terasa nyeri. Batuk warna putih kekuningan kental sejak +/- 1 Hari ke-8: 160/80
bulan SMRS, sesak napas, sulit tidur sejak +/- 1 bulan SMRS
Keluhan selama dirawat : Lemas, sesak napas, sulit tidur Kadar gula darah
Kondisi keluar : Tidak ada keluhan (mg/dL)
Diagnosa keluar : CKD on HD, DM tipe 2, Trauma kepala, Hipertensi Hari ke-1: GD 208
Hari ke-2: GD 237
Terapi Obat Hari ke-3: GD 210
Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral Hari ke-5: GD 128
Valsartan 1x80 mg; 1x160 mg Oral Hari ke-6: GD 130
Bicnat 3x500 mg Oral Hari ke-7: GD 127
Asam folat 3x0,4 mg Oral Hari ke-8: GD 140
CaCO3 3x500 mg Oral
Vitamin K 3x1 (2,5 mg) Oral
Lodem 1x30 mg Oral
Eclid 3x100 mg Oral
Lasix 1x40 mg Oral
Catapres 1x0,5 mg Oral
Concor 1x2,5 mg Oral
Letonal 1x100 mg Oral
Diaversa 1x2 mg Oral

130
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(lanjutan)
Pasien : 44 Tekanan darah Fungsi Ginjal (mg/dL) Elektrolit, Protein & Darah
L/P :L (mmHg) & Hati (U/L), Lemak Gas darah Hari ke-1:
Usia : 41 th Hari ke-1: 140/70 (mg/dL) Hari ke-1: Hb 7.2 g/dL  7.3 g/dL
BB : 75 kg Hari ke-2: 130/80 Hari ke-1: Na 127 mmol/L Leukosit 14800 /mcL 
Stg :5 Ur 221 K 4.3 mmol/L 17100 /mcL
Lama dirawat : 3/3/14 – 5/3/14 (3 hari) Kadar gula darah Cr 7.2 Cl 105 mmol/L Trombosit 239000 /mcL
Riw. Penyakit : DM, Hipertensi, Maag, Asma, Alergi amoksisilin dan (mg/dL) eLFG 9.0 mL/mnt pH 7.13  264000 /mcL
ampisilin Hari ke-1: GD 98 Hari ke-2: PCO2 16.0 mmHg
Diagnosa masuk : CKD pro HD, DM, Pneumonia paru kanan Hari ke-2: GD 174 eLFG 1.0 mL/mnt HCO3 5.2 mmol/L
Keluhan masuk : Sesak napas sejak 1 hari SMRS, sesak tidak disertai nyeri Hari ke-2:
dada dan sesak timbul saat pasien sedang istirahat (tidur), lemas, mual, batuk Na 127 mmol/L
disertai flu sejak 1 minggu SMRS, BAK berkurang sejak 2 hari SMRS, nyeri K 4.2 mmol/L
pinggang bagian kanan menjalar ke kaki kanan Cl 104 mmol/L
Keluhan selama dirawat : Sesak napas, mual, BAK sedikit, nyeri pinggang pH 7.12
sampai ke kaki, gelisah PCO2 20.2 mmHg
Kondisi keluar : Meninggal HCO3 6.5 mmol/L
Diagnosa keluar : CKD std 5, DM tipe 2 dengan diabetic chronic disease,
Leukositosis, Hipertensi, Anemia

Terapi Obat
Cefoperazone 2x1 g IV
Lasix 2x1 amp (20 mg/2 ml); IV
20 mg/jam (drip)
Ondansetron 3x4 mg IV
Bicnat 3x500 mg Oral
Asam folat 3x0,4 mg Oral
CaCO3 3x500 mg Oral
Aminoral 3x1 kapl Oral
Concor 1x2,5 mg Oral
Letonal 1x25 mg Oral
Prorenal 3x1 tab Oral
Valsartan 1x80 mg Oral

131
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Data Obat
Golongan Terapi Persentase
No. Jenis Obat Frekuensi Dosis Standar per Hari
Obat (%)
1. Sistem kardiovaskular 138 25,79
Calcium Channel Amlodipin 30 5-10 mg sekali per hari.
Blocker (CCB) Nifedipin 2 30 mg sekali per hari; Lazim: 30-60 mg sekali per hari; Maksimum: 120-180 mg.
Diltiazem 1 Angina: awal: 30-60 mg 3-4x per hari; Pemeliharaan: 180-360 mg/hari terbagi dalam
beberapa dosis. CHF: awal: 30-60 mg 3-4x per hari; Pemeliharaan: 180-360 mg/hari
terbagi dalam beberapa dosis. Hipertensi: awal: 30-60 mg 3-4x per hari; Pemeliharaan:
180-360 mg/hari terbagi dalam beberapa dosis.
Beta bloker Bisoprolol 12 Hipertensi: 2,5-5 mg sekali per hari, dapat ditingkatkan hingga 10 mg sekali per hari dan
kemudian hingga 20 mg sekali per hari; Lazim: 2,5-10 mg sekali per hari. Gagal jantung:
awal: 1,25 mg sekali per hari; Maksimum: 10 mg sekali per hari. Lansia-manula: awal:
2,5 mg/hari, dapat ditingkatkan pada rentang 2,5-5 mg/hari; Maksimum: 20 mg/hari.
LFG <20 mL/mnt: Maksimum: 10 mg/hari. HD: tidak terdialisis.
Diuretik Furosemida 24 Oral: awal: 20-80 mg/dosis, ditingkatkan 20-40 mg/dosis pada interval 6-8 jam; Lazim:
20-80 mg/hari terbagi dalam 2 dosis. IM/IV: 20-40 mg/dosis, dapat diulang 1-2 jam atau
ditingkatkan 20 mg/dosis (perbaikan) hingga 1000 mg/hari, interval pemberian 6-12 jam.
CHF kronik: Maksimum: 160-200 mg dosis tunggal. IV infus: awal: IV bolus: 20-40 mg,
diikuti IV infus: 10-40 mg/jam; Maksimum: IV infus: 80-160 mg/jam. CHF kronik: IV
load: 40 mg, diikuti IV infus: 10-40 mg/jam. Lansia-manula: Oral/IM/IV: awal: 20
mg/hari. Gagal ginjal akut: Dosis tinggi: Oral/IV: 1-3 g/hari. HD: tidak terdialisis,
mungkin dibutuhkan peningkatkan dosis.
Spironolakton 9 Hipertensi: 25-50 mg/hari terbagi dalam 1-2 dosis. Edema, hipokalemia: 25-200 mg/hari
terbagi dalam 1-2 dosis. LFG 10-50 mL/mnt: berikan setiap 12-24 jam; LFG <10
mL/mnt: 25 mg/hari, pantau.
ACEi Kaptopril 3 Hipertensi: awal: 12,5-25 mg 2-3x per hari, dapat ditingkatkan pada rentang 12,5-25 mg
dengan interval 1-2 minggu hingga 50 mg 3x per hari; Maksimum: 150 mg 3x per hari;
Lazim: 25-100 mg/hari terbagi dalam 2 dosis. CHF: awal: 6,25-12,5 mg 3x per hari. LFG
>40 mL/mnt: Dosis awal maksimum: 50 mg/hari; LFG 20-40 mL/mnt: Dosis awal
maksimal: 25 mg/hari (tidak melebihi 100 mg/hari); LFG 10-20 mL/mnt: Dosis awal
maksimal: 12,5 mg/hari (tidak melebihi 70 mg/hari); LFG <10 ml/mnt: Dosis awal
maksimal: 6,25 mg/hari (tidak melebihi 37,5 mg/hari). HD: post HD atau dosis

131
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tambahan: berikan 25-35% dari dosis normal.
ARB Kandesartan 2 Hipertensi: 2-32 mg sekali per hari; awal direkomendasikan: 16 mg sekali per hari utk
terapi tunggal; Maksimum: 8-32 mg. LFG <20 mL/mnt: awal: 2 mg sekali per hari.
CHF: awal: 4 mg sekali per hari; 2xdosis pada interval 2 minggu dengan target dosis: 32
mg.
Valsartan 31 Hipertensi: awal: 80 mg atau 160 mg sekali per hari, dapat ditingkatkan hingga 320
mg/hari. LFG <10 mL/mnt: awal: 40 mg sekali per hari. Gagal jantung: awal: 40 mg 2x
per hari, dapat ditingkatkan hingga 80-160 mg 2x per hari; Maksimum: 320 mg/hari.
Antagonis-α2 sentral Klonidin 2 0,05-0,1 mg 3x per hari, tingkatkan bertahap hingga 1,2 mg/hari.
Penghambat HMG- Simvastatin 1 5-40 mg malam hari. LFG <30 mL/mnt: 5-20 mg/hari, gunakan dengan hati-hati.
CoA reduktase (Statin)
Fibrat Gemfibrozil 1 1200 mg/hari terbagi dalam 2 dosis; Lazim: 900-1200 mg/hari. LFG <30 mL/mnt: 600
mg/hari. HD: tidak terdialisis.
Nitrat Farsorbid (ISDN) 3 Angina: Oral: Tablet konvensional: 5-40 mg/hari. IV infus: 2-10 mg/jam; Maksimum: 20
mg/jam. Gangguan ginjal: HD: berikan dosis post HD atau dosis tambahan 10-20 mg
dosis.
Inotropik Dobutamin 5 Dosis awal: 0,5-1 mcg/kg/mnt; Lazim: 2,5-20 mcg/kg/mnt; Maksimum: 40 mcg/kg/mnt.
Antikoagulan, Aspirin 1 *Tidak diketahui kekuatan dosis yang digunakan.
antifibrinolitik Transamin 8 LFG 20-50 mL/mnt: 10 mg/kg setiap 12 jam; LFG 10-20 mL/mnt: 10 mg/kg setiap 12-
24 jam; LFG <10 mL/mnt: 5 mg/kg setiap 12-24 jam.
Vasodilator perifer Citicoline 2 Keadaan akut: 250-500 mg 1-2x per hari; Keadaan kronik: 100-300 mg 1-2x per hari.
Hematopoietik Epoetin alfa 1 Dosis awal: 50-100 IU/kg 3x per minggu; Pemeliharaan: dialisis: 75 IU/kg 3x per
(Hemapo) minggu; nondialisis: 75-150 IU/kg/minggu.
2. Sistem endokrin 39 7,30
Penghambat α- Akarbose (Eclid, 9 Dosis awal: 50 mg 3x per hari; Pemeliharaan: 50-100 mg 3x per hari; Maksimum: BB
glukosidase Glucobay) <60 kg: 50 mg 3x per hari dan BB >60 kg: 100 mg 3x per hari. LFG <30 mL/mnt; SCr
>2 mg/dL: obat dihindari.
Biguanida Metformin 5 Dosis awal: 500 mg 2-3x per hari, ditingkatkan 500 mg interval 1 minggu; Maksimum:
2500 mg/hari terbagi dalam beberapa dosis. LFG >=45-59 mL/mnt: gunakan dosis
dengan hati-hati dan pantau fungsi ginjal setiap 3-6 bulan); LFG >=30-44 mL/mnt:
Maksimum: 1000 mg/hari atau 50% dari dosis normal; LFG <30 mL/mnt: obat dihindari.
Sulfonilurea Glikuidon 7 Dosis awal: 15 mg, dapat ditingkatkan perlahan setiap kenaikan 15 mg hingga 45-60
(Lodem) mg/hari terbagi dalam 2-3 dosis; Maksimum: 60 mg dosis tunggal; 120 mg/hari.

133
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Glimepirid 6 1-4 mg sebelum atau saat sarapan; Maksimum: 6 mg/hari. LFG <10 mL/mnt: awal: 1
(Diaversa) mg/hari, pantau seksama.
Gliklazida 1 Dosis awal: 40-80 mg bersama sarapan, dapat ditingkatkan hingga 160 mg dosis tunggal;
(Glucodex) Maksimum: 320 mg/hari. LFG <50 mL/mnt: awal: 20-40 mg/hari, gunakan hati-hati dan
pantau.
Insulin Aspart Novorapid 6 0,5-1 IU/kg/hari.
Insulin Glargine Lantus 3 Belum gunakan insulin: 10 IU sekali per hari, dapat ditingkatkan pada rentang 2-100
IU/hari. Dosis tergantung setiap individu, diberikan 1x per hari dan diberikan pada waktu
yang sama untuk hari selanjutnya.
Insulin Regular Human Actrapid 2 IV infus: 0,05-1 IU/ml cairan infus (NaCl 0,9%; dekstrosa 5%; dekstrosa 10%). LFG 10-
50 mL/mnt: diberikan dosis 75% dosis normal; LFG <10 mL/mnt: diberikan dosis 25-
50% dosis normal dan monitor kadar glukosa.
3. Hormon 5 0,93
Kortikosteroid Deksametason 3 0,5-24 mg/hari.
Metilprednisolon 2 *Tidak diketahui kekuatan dosis yang digunakan.
4. Sistem saraf 43 8,04
Ansiolitik Alprazolam 2 Dosis awal: 0,25-0,5 mg 2-3x per hari; Maksimum: 4 mg/hari terbagi dalam beberapa
dosis. Lansia-manula: awal 0,125-0,25 mg 2x per hari. Gangguan ginjal: gunakan dosis
terendah.
Haloperidol 1 0,5-5 mg 2-3x per hari; Maksimum: 30 mg/hari. LFG <10 mL/mnt: awal: dosis terendah.
Klobazam 1 Dosis awal: 5-15 mg; Maksimum: 80 mg/hari.
Antikonvulsan Diazepam 1 *Tidak diketahui kekuatan dosis yang digunakan.
Fenitoin 1 Kejang: awal: 150-500 mg/hari atau 3-4 mg/kg/hari terbagi dalam 1-2 dosis.
Gabapentin 1 LFG >60 mL/mnt: 300-1200 mg 3x per hari; LFG 30-59 mL/mnt: 200-700 mg 2x per
(Gabexal) hari; LFG 15-29 mL/mnt: 200-700 mg/hari; LFG 15 ml/mnt: 100-300 mg/hari; LFG <15
ml/mnt: kurangi dosis harian sesuai dengan LFG. HD: 125-350 mg (dosis tambahan
tunggal diberikan 4 jam post HD).
Antipsikotik Klorpromazin 1 Cegukan: 25-50 mg setiap 6-8 jam. LFG <10 mL/mnt: awal: dosis terendah.
Anti-vertigo & -pusing Betahistin 4 6-18 mg 3x per hari. LFG <10 mL/mnt: 6-18 mg 2-3x per hari.
5. Sistem muskuloskeletal 9 1,68
Anti-hiperurisemia & - Alopurinol 4 LFG 20-50 mL/mnt: 200-300 mg/hari; LFG 10-20 mL/mnt: 100-200 mg/hari; LFG <10
gout ml/mnt: 100 mg/hari.

134
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Relaksan otot Eperison HCl 3 50 mg 3x per hari.
(Myonal)
Muskuloskeletal lain Glukosamin 2 BB <55 kg: 250 mg 3x per hari; BB >55 kg: 500 mg 3x per hari.
Saluran kemih &
6. 3 0,56
prostat
Penghambat 5α- Dutasterid 1 0,5 mg sekali per hari tunggal atau kombinasi dengan tamsulosin.
reduktase (Avodart)
Penghambat α- Terazosin 1 BPH: awal: 1 mg sebelum tidur, jika diperlukan: 10 mg/hari, dapat ditingkatkan setelah
adrenergik (Hytrin) interval 4-6 minggu hingga 20 mg/hari. Hipertensi: awal: 1 mg sebelum tidur, dapat
ditingkatkan secara perlahan hingga 20 mg/hari; Lazim: 1-20 mg sekali per hari.
Tamsulosin 1 BPH: 0,4 mg sekali per hari 30 mnt setelah makan, dapat ditingkatkan setelah interval 2-
(Harnal ocas) 4 minggu hingga 0,8 mg sekali per hari.
Saluran
7. 70 13,08
gastrointestinal
PPI (Proton Pump Omeprazol 13 20-40 mg (tergantung penyakit peptiknya). Pendarahan di endoskopi: 80 mg, diikuti 8
Inhibitor) mg/jam selama 72 jam.
Lansoprazol 2 15-30 mg pagi hari.
Antihistamin AR-H2 Ranitidin 11 IM/IV: 50 mg setiap 6-8 jam. Oral: 150-300 mg 1-2x per hari. LFG <10 mL/mnt: 50-
100% dosis normal.
Antagonis dopamin Domperidon 2 Gangguan ginjal: 10-20 mg 1-2x per hari.
Antagonis reseptor 5- Ondansetron 16 Oral: 4-24 mg/hari terbagi dalam 2-3 dosis. IV: 8-32 mg/hari.
HT3
Antasida Sukralfat 8 4 g/hari terbagi dalam 2-4 dosis; Maksimum: 8 g/hari. LFG 20-50 mL/mnt: 4 g/hari;
LFG <20 ml/mnt: 2-4 g/hari.
Strocain P 1 1-2 tab 3-4x per hari.
Antidiare Loperamid 3 Dosis awal: 4 mg, diberikan 2 mg setiap setelah BAB, ditingkatkan hingga 16 mg/hari.
(Imodium)
Attapulgite (New 5 2 tab setiap setelah BAB atau 1200-1500 mg/dosis; Maksimum: 8400 mg/hari.
diatabs)
Lactotobacillus 1 2-4 tablet 3x per hari.
sporogenes
(Lacbon)
Laksatif Bisakodil 4 Oral: 5-15 mg/hari. Rektal (suppos): 10 mg dosis tunggal.

135
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Dulcolax)
Laktulosa 1 Dosis awal: 15-45 mL; Pemeliharaan: 15-30 mL.
(Duphalac)
Hepatoprotektif Urdafalk 2 10-15 mg/kg/hari terbagi dalam 2-4 dosis.
Enzim pencernaan Tripanzym 1 1-2 kapl/hari. Utk pemeriksaan radiografi/rontgen: 4x1 kapl selama 2 hari.
8. Saluran pernapasan 8 1,50
Antitusif Dekstrometorfan 1 10-20 mg setiap 4 jam atau 30 mg setiap 6-8 jam; Maksimum: 120 mg/hari.
HBr
Mukolitik Ambroksol 4 Tablet: 30-120 mg/hari terbagi dalam 2-3 dosis; Sirup: 30 mg/10 mL 3x per hari.
Bisolvon 2 8 mg atau 4 mL 2x per hari.
Ekpektoran OBH 1 *Tidak diketahui kekuatan dosis yang digunakan.
9. Antiinfeksi 41 7,66
Antibiotik Sefadroksil 1 LFG 26-50 mL/mnt: awal: 1 g, diikuti 500 mg setiap 12 jam; LFG 11-25 mL/mnt: awal:
(Sefalosporin) 1 g, diikuti 500 mg setiap 24 jam; LFG <10 mL/mnt: awal: 1 g, diikuti 500 mg setiap 36
jam.
Sefiksim 4 200-400 mg/hari terbagi dalam 1-2 dosis. LFG <20 ml: 200 mg/hari.
Sefoperazon 20 2-4 g/hari setiap 12 jam, dosis dapat ditingkatkan hingga 8 g/hari.
Sefotaksim 3 Sepsis: 2 g setiap 6-8 jam. Infeksi sedang-berat: 1-2 g setiap 8 jam. LFG <10 mL/mnt: 1
g setiap 8-12 jam.
Seftriakson 2 2-4 g/hari. LFG <10 mL/mnt: Maksimum 2 g/hari.
Antibiotik (Beta laktam Meropenem 4 Pneumonia nosokomial, Sepsis: 1 g setiap 8 jam. LFG 26-50 mL/mnt: 500 mg-2g setiap
lainnya) 12 jam; LFG 10-20 mL/mnt: 500 mg-1 g setiap 12 jam atau 500 mg setiap 8 jam; LFG
<10 mL/mnt: 500 mg-1 g setiap 24 jam.
Antibiotik (Kuinolon) Levofloksasin 2 Pneumonia nosokomial: 750 mg setiap 24 jam selama 7-14 hari. Jika dosis utk fungsi
ginjal normal 750 mg/hari: LFG 20-49 mL/mnt: 750 mg setiap 48 jam; Jika dosis utk
fungsi ginjal normal 500 mg/hari: LFG 20-49 mL/mnt: Dosis awal: 500 mg, lalu 250 mg
setiap 24 jam. LFG 20-50 mL/mnt: awal: 250-500 mg, lalu turunkan hingga 125-250 mg
setiap 12-24 jam; LFG 10-20 mL/mnt: awal: 250-500 mg, lalu 125 mg setiap 12-24 jam;
LFG <10 mL/mnt: awal: 250-500 mg, lalu 125 mg setiap 24-48 jam.
Antibiotik Gentamisin 1 Dosis awal: 5-7 mg/kg sekali per hari. LFG 30-70 mL/mnt: 3-5 mg/kg, pantau kadar;
(Aminoglikosida) LFG 10-30 mL/mnt: 2-3 mg/kg, pantau kadar; LFG 5-10 mL/mnt: 2 mg/kg setiap 48-72
jam, tergantung kadar.
Antijamur Flukonazol 2 200-400 mg/hari (tergantung keparahan infeksi). LFG <50 mL/mnt: berikan 50% dosis

136
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
normal. HD: berikan 50% dosis normal atau 100% dosis normal 3x per minggu post HD.
Nystatin 1 100000 IU 4x per hari.
(Mycostatin)
Antiseptik Betadine gargle 1 1 mL obat diencerkan dengan air hingga 20 mL, kumur-kumur selama 30 detik,
dilakukan 3-4x per hari.
10. Antialergi 4 0,75
Klorfeniramin 1 4 mg setiap 4-6 jam; Maksimum: 24 mg. Lansia-manula: 4 mg 1-2x per hari.
maleat
Loratadin 1 10 mg/hari.
Setirizin 1 10 mg sekali per hari atau 5 mg 2x per hari. LFG <10 mL/mnt: 5-10 mg/hari.
Siproheptadin 1 4-20 mg/hari; Maksimum: 32 mg/hari.
(Heptasan)
11. Nutrisi 115 21,50
Aminoral 13 4-8 kaplet 3x per hari.
Prorenal 17 4-8 tab 3x per hari; Maksimum: 50 tab/hari.
Bicnat (Na 39 500 mg-1,5 g 3x per hari (penyesuaian dosis diperlukan tergantung kebutuhan).
bikarbonat)
CaCO3 36 500 mg-2 g terbagi dalam 2-4x per hari (penyesuaian dosis diperlukan tergantung kadar
serum kalsium).
Kalium klorida 2 Oral: 600-1200 mg 2-3x per hari; IV infus: 25-50 mmol/L per hari (penyesuaian dosis
(KCl, KSR) diperlukan tergantung kadar serum kalium).
Ca gluconas 2 2-15 g per 24 jam sebagai infus atau dosis terbagi (penyesuaian dosis diperlukan
tergantung kadar serum kalsium).
Kalitake 4 15-30 g/hari terbagi dalam 2-3 dosis (pantau kadar serum kalium).
Curcuma 1 1-2 tab 3x per hari.
Imboost 1 1 tab 2-3x per hari.
12. Vitamin & mineral 57 10,65
Asam folat 41 1-5 mg/hari.
Garam besi 2 300 mg 2x per hari, ditingkatkan hingga 300 mg 4x per hari.
(Sulfas ferrosus)
Sangobion 1 1-2 kaps/hari.
Neurodex 5 1 tab 2-3x per hari.
Mecobalamin 1 500-1500 mcg/hari.
Vitamin K 7 2,5-10 mg/hari.

137
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13. Kemoterapetik lain 3 0,56
Rimactazid 1 BB <50 kg: 1x1 kapl/hari.
450/300
Isoniazid 1 5 mg/kg; Maksimum: 300 mg dosis tunggal atau terbagi dalam beberapa dosis. LFG <10
mL/mnt: 200-300 mg.
Pirazinamid 1 1,5-2 g/hari. LFG <10 mL/mnt: 50-100% dosis normal.
Total 93 535 100

138
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Penilaian DRPs yang Dialami Pasien Penyakit Ginjal Kronik
Penilaian DRPs
NP KTPD
KTPO ITO OTI IO
↑ ↓
Keterangan:
1 0 1 0 1 0 1 NP = no pasien; KTPO =
2 0 0 0 1 0 1 ketidaktepatan pemilihan
3 0 0 0 0 0 0 obat; KTPD =
4 0 0 0 0 0 1 ketidaktepatan
5 0 1 1 0 0 1 penyesuaian dosis; ↑ =
6 0 0 1 0 0 1 dosis obat terlalu tinggi;
7 0 0 1 1 0 1 dosis obat terlalu rendah;
8 0 1 1 1 0 1 ITO = indikasi tanpa obat;
9 0 0 1 1 0 1 OTI = obat tanpa indikasi;
10 0 1 1 0 0 1 IO = interaksi obat.
11 0 0 1 0 0 1
12 0 0 1 0 0 1
13 1 1 1 0 0 1
14 0 0 1 0 0 1
15 0 0 1 1 0 1
16 0 0 0 0 0 1
17 1 1 1 0 0 1
18 0 0 1 1 0 1
19 0 0 1 0 0 1
20 0 0 1 0 0 1
21 0 0 1 0 0 1
22 0 0 1 0 0 1
23 0 1 1 0 0 1
24 0 0 0 1 0 1
25 0 0 0 0 0 1
26 0 1 1 0 0 1
27 0 1 1 1 0 1
28 0 1 0 0 0 1
29 0 0 1 0 0 1
30 0 0 1 1 0 1
31 0 1 0 0 0 1
32 0 1 1 0 0 1
33 0 1 1 0 0 0
34 1 1 1 0 0 1
35 1 1 1 0 0 1
36 0 1 0 0 0 1
37 0 0 1 0 0 1
38 0 1 0 0 0 1
39 0 1 0 0 0 0
40 1 1 0 0 0 1
41 0 1 1 0 0 1
42 0 0 0 0 0 0
43 1 1 1 1 0 1
44 0 0 1 0 0 1

138
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Kejadian DRPs Interaksi Obat
Jenis Interaksi DRPs
NP Terapi Obat Interaksi Obat Mekanisme Interaksi Obat
Obat IO
1 Cefoperazone CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan efek Farmakodinamik 1
Meropenem Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik antagonis,
Valsartan antagonis. moderat
Amlodipine Valsartan - Keduanya meningkatkan kadar kalium Tidak diketahui,
Bicnat Meloxicam dan saling meningkatkan toksisitas moderat
Asam folat yang dapat mengakibatkan kerusakan
CaCO3 fungsi ginjal, terutama pada lansia.
Bisolvon Meloxicam - Meloksikam meningkatkan efek Tidak diketahui,
Myonal Lodem Glikuidon dengan mekanisme yang moderat
Meloxicam tidak diketahui. Resiko hipoglikemia.
PCT Meloxicam - Meloksikam menurunkan efek Farmakodinamik
Novorapid Valsartan Valsartan secara farmakodinamik antagonis,
Lodem antagonis. Interaksi yang potensial moderat
Eclid berbahaya.
Dulcolax
Neurodex
2 Cefoperazone CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan efek Tidak diketahui, 1
Lasix Bisoprolol dengan mekanisme moderat
Valsartan interaksi yang tidak ditentukan.
Bicnat CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,
Asam folat Bisoprolol dengan menghambat moderat
CaCO3 absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Concor Gunakan terpisah selang 2 jam.
Letonal Cefoperazone - Sefoperazon meningkatkan toksisitas Farmakodinamik
Neurodex Lasix Furosemida secara farmakodinamik sinergis, minor
sinergis. Peningkatan resiko
nefrotoksisitas.
Valsartan - Concor Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
kalium. moderat
Valsartan - Letonal Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
kalium. Interaksi yang potensial moderat
berbahaya.
Concor - Letonal Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
kalium. Interaksi yang potensial moderat
berbahaya.
Bicnat - Concor Na bikarbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,
Bisoprolol dengan menghambat moderat
absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Concor - Valsartan Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi Farmakodinamik
secara farmakodinamik sinergis. sinergis,
moderat
Letonal - CaCO3 Spironolakton menurunkan kadar Farmakokinetik,
Kalsium karbonat dengan minor
meningkatkan klirens kalsium
karbonat di ginjal.
3 Cefoperazone 0
Dobutamin
PCT
4 Lasix Letonal - KSR Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui, 1
Valsartan kalium. Mungkin terjadi interaksi mayor
Bicnat yang serius atau mengancam jiwa.
Asam folat Kontraindikasi, kecuali manfaatnya
Concor lebih besar daripada resiko dan tidak

139
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
141

Letonal ada alternatif lain.


Diazepam CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan efek Tidak diketahui,
Fenitoin Bisoprolol dengan mekanisme moderat
Mertigo interaksi yang tidak ditentukan.
KSR CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,
Amdixal Bisoprolol dengan menghambat moderat
Meloxicam absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan efek Farmakodinamik
Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik antagonis,
antagonis. moderat
Valsartan - Concor Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
kalium. moderat
Valsartan - Letonal Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
kalium. Interaksi yang potensial moderat
berbahaya.
Valsartan - Keduanya meningkatkan kadar kalium Tidak diketahui,
Meloxicam dan saling meningkatkan toksisitas moderat
yang dapat mengakibatkan kerusakan
fungsi ginjal, terutama pada lansia.
Valsartan - KSR Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
kalium. moderat
Concor - Amdixal Keduanya meningkatkan Tidak diketahui,
antihipertensi yang memblok kanal. moderat
Interaksi yang potensial berbahaya.
Concor - Letonal Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
kalium. Interaksi yang potensial moderat
berbahaya.
Concor - Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
Meloxicam kalium. moderat
Concor - KSR Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
kalium. Interaksi yang potensial moderat
berbahaya.
Letonal - Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
Meloxicam kalium. Interaksi yang potensial moderat
berbahaya.
Meloxicam - KSR Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
kalium. Interaksi yang potensial moderat
berbahaya.
Bicnat - Concor Na bikarbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,
Bisoprolol dengan menghambat moderat
absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Meloxicam - Meloksikam menurunkan efek Farmakodinamik
Concor Bisoprolol secara farmakodinamik antagonis,
antagonis moderat
Meloxicam - Meloksikam menurunkan efek Farmakodinamik
Valsartan Valsartan secara farmakodinamik antagonis,
antagonis. Interaksi yang potensial moderat
berbahaya.
Concor - Valsartan Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi Farmakodinamik
secara farmakodinamik sinergis. sinergis,
moderat
Fenitoin - Amdixal Fenitoin menurunkan kadar atau efek Farmakokinetik,
Amlodipin dengan mempengaruhi minor
enzim metabolisme CYP3A4 di hati
atau usus.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


142

Letonal - CaCO3 Spironolakton menurunkan kadar


Kalsium karbonat dengan Farmakokinetik,
meningkatkan klirens kalsium minor
karbonat di ginjal.
5 Bifotik CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan efek Farmakodinamik 1
Lasix Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik antagonis,
Amlodipine antagonis. moderat
Valsartan Prorenal - Prorenal menurunkan efek Amlodipin Farmakodinamik
Bicnat Amlodipine secara farmakodinamik antagonis. antagonis,
Asam folat moderat
CaCO3 KCl - Lasix Kalium klorida meningkatkan dan Tidak diketahui,
Prorenal Furosemida menurunkan kadar moderat
Transamin kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Vitamin K Interaksi yang potensial berbahaya.
Ondansetron Cefoperazone - Sefoperazon meningkatkan toksisitas Farmakodinamik
KCl Lasix Furosemida secara farmakodinamik sinergis, minor
OMZ sinergis. Peningkatan resiko
OBH nefrotoksisitas.
PCT
6 Lasix Aminoral - Adalat Aminoral menurunkan efek Nifedipin Farmakodinamik 1
Adalat oros ER oros ER secara farmakodinamik antagonis. antagonis,
Bicnat moderat
Asam folat CaCO3 - Adalat Kalsium karbonat menurunkan efek Farmakodinamik
CaCO3 oros ER Nifedipin secara farmakodinamik antagonis,
Aminoral antagonis. moderat
Ambroxol
Valsartan
7 Lasix Prorenal - Prorenal menurunkan efek Amlodipin Farmakodinamik 1
Amlodipine Amlodipine secara farmakodinamik antagonis. antagonis,
Valsartan moderat
Bicnat Valsartan - Lasix Valsartan meningkatkan dan
Tidak diketahui,
Asam folat Furosemida menurunkan kadar
moderat
Prorenal kalium. Efek interaksi tidak jelas.
New diatabs Lasix - Asam folat
Imodium Furosemida menurunkan kadar Asam
Farmakokinetik,
Ambroxol folat dengan meningkatkan klirens
minor
Dextromethorphan asam folat di ginjal.
HBr
8 Lasix CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan efek Tidak diketahui, 1
Bicnat Bisoprolol dengan mekanisme moderat
Asam folat interaksi yang tidak ditentukan.
CaCO3 CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,
Prorenal Bisoprolol dengan menghambat moderat
OMZ absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Amlodipine Gunakan terpisah selang 2 jam.
Valsartan CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan efek Farmakodinamik
Concor Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik antagonis,
Letonal antagonis. moderat
Allopurinol CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,
Allopurinol Allopurinol dengan menghambat moderat
absorpsi allopurinol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Valsartan - Concor Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
kalium. moderat
Valsartan - Letonal Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
kalium. Interaksi yang potensial moderat
berbahaya.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


143

Valsartan - Lasix Valsartan meningkatkan dan Tidak diketahui,


Furosemida menurunkan kadar moderat
kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Concor - Keduanya meningkatkan Tidak diketahui,
Amlodipine antihipertensi yang memblok kanal. moderat
Interaksi yang potensial berbahaya.
Concor - Letonal Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
kalium. Interaksi yang potensial moderat
berbahaya.
Concor - Lasix Bisoprolol meningkatkan dan Tidak diketahui,
Furosemida menurunkan kadar moderat
kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Letonal - Lasix Spironolakton meningkatkan dan Tidak diketahui,
Furosemida menurunkan kadar moderat
kalium. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Bicnat - Na bikarbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,
Allopurinol Allopurinol dengan menghambat moderat
absorpsi allopurinol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Bicnat - Concor Na bikarbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,
Bisoprolol dengan menghambat moderat
absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Concor - Valsartan Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi Farmakodinamik
secara farmakodinamik sinergis. sinergis,
moderat
Prorenal - Prorenal menurunkan efek Amlodipin Farmakodinamik
Amlodipine secara farmakodinamik antagonis. antagonis,
moderat
Lasix - Asam folat Furosemida menurunkan kadar Asam Farmakokinetik,
folat dengan meningkatkan klirens minor
asam folat di ginjal.
Lasix - CaCO3 Furosemida menurunkan kadar Farmakokinetik,
Kalsium karbonat dengan minor
meningkatkan klirens kalsium
karbonat di ginjal.
Letonal - CaCO3 Spironolakton menurunkan kadar Farmakokinetik,
Kalsium karbonat dengan minor
meningkatkan klirens kalsium
karbonat di ginjal.
9 Lasix Valsartan - Lasix Valsartan meningkatkan dan Tidak diketahui, 1
Novorapid Furosemida menurunkan kadar moderat
Amlodipine kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Valsartan Prorenal - Prorenal menurunkan efek Amlodipin Farmakodinamik
Bicnat Amlodipine secara farmakodinamik antagonis. antagonis,
Asam folat moderat
Prorenal Lasix - Metformin Furosemida meningkatkan kadar Tidak diketahui,
PCT Metformin dengan mekanisme minor
Glimepiride interaksi yang tidak ditentukan.
Metformin Lasix - Asam folat Furosemida menurunkan kadar Asam Farmakokinetik,
folat dengan meningkatkan klirens minor
asam folat di ginjal.
Metformin - Asam Metformin menurunkan kadar Asam Tidak diketahui,
folat folat dengan mekanisme interaksi minor
yang tidak ditentukan.
Metformin - Lasix Metformin menurunkan kadar Tidak diketahui,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


144

Furosemida dengan mekanisme minor


interaksi yang tidak ditentukan.
10 Ranitidine OMZ - Sulfas Omeprazol menurunkan kadar atau Farmakokinetik, 1
Ondansetron ferrosus efek Garam besi dengan moderat
Cefotaxime meningkatkan pH lambung.
Cefixime Asam mefenamat - Asam mefenamat meningkatkan efek Tidak diketahui,
Amlodipine Glimepiride Glimepirid dengan mekanisme yang moderat
Metformin tidak diketahui. Resiko hipoglikemia.
Glimepiride Metformin - Asam Metformin menurunkan kadar Asam Tidak diketahui,
Asam mefenamat folat folat dengan mekanisme interaksi minor
Asam folat yang tidak ditentukan.
Sulfas ferrosus
New diatabs
OMZ
Sucralfate
11 Ranitidine Prorenal - Prorenal menurunkan efek Amlodipin Farmakodinamik 1
Ondansetron Amlodipine secara farmakodinamik antagonis. antagonis,
Bicnat moderat
Asam folat CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan efek Farmakodinamik
CaCO3 Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik antagonis,
Prorenal antagonis. moderat
Amlodipine
Valsartan
12 Cefoperazone Bicnat - Rimactazid Na bikarbonat menurunkan kadar Farmakokinetik, 1
Glucobay (Isoniazid) Isoniazid dengan menghambat moderat
Metformin absorpsi isoniazid di saluran cerna.
Bicnat Gunakan terpisah selang 2 jam.
Asam folat Rimactazid Rifampisin menurunkan kadar atau Farmakokinetik,
Aminoral (Rifampicin) - efek Amlodipin dengan moderat
Amlodipine Amlodipine mempengaruhi enzim metabolisme
Valsartan CYP3A4 di hati atau usus.
Rimactazid Rimactazid Isoniazid menurunkan kadar atau efek Farmakokinetik,
450/300 mg (Isoniazid) - Amlodipin dengan mempengaruhi moderat
Amlodipine enzim metabolisme CYP3A4 di hati
atau usus.
Rimactazid Rifampisin meningkatkan kadar atau Farmakokinetik,
(Rifampicin) - efek Valsartan dengan Valsartan moderat
Valsartan merupakan substrat transporter
OATP1B1 uptake di hati, sedangkan
rifampisin merupakan inhibitor
OATP1B1 sehingga dapat
meningkatkan paparan valsartan
secara sistemik.
Aminoral - Aminoral menurunkan efek Farmakodinamik
Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik antagonis,
antagonis. moderat
Metformin - Asam Metformin menurunkan kadar Asam Tidak diketahui,
folat folat dengan mekanisme interaksi minor
yang tidak ditentukan.
Rimactazid Isoniazid menurunkan efek Metformin Tidak diketahui,
(Isoniazid) - dengan mekanisme interaksi yang minor
Metformin tidak ditentukan.
Rimactazid Isoniazid menurunkan efek Akarbose Tidak diketahui,
(Isoniazid) - dengan mekanisme interaksi yang minor
Acarbose tidak ditentukan.
13 Ceftriaxone CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan efek Farmakodinamik 1
Cefoperazone Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik antagonis,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


145

Ondansetron antagonis. moderat


OMZ Prorenal - Prorenal menurunkan efek Amlodipin Farmakodinamik
Lasix Amlodipine secara farmakodinamik antagonis. antagonis,
Farsorbid moderat
Ca gluconas Clonidine - Klonidin menurunkan efek Akarbose Farmakodinamik
Bicnat Glucobay secara farmakodinamik antagonis. antagonis, minor
Asam folat Penurunan gejala hipoglikemia akibat
CaCO3 produksi katekolamin.
Prorenal Clonidine - Klonidin menurunkan efek Glikuidon Farmakodinamik
Neurodex
Gliquidone secara farmakodinamik antagonis. antagonis, minor
Amlodipine
Penurunan gejala hipoglikemia akibat
Diovan
produksi katekolamin.
Clonidine
Lasix - Ca gluconas Furosemida menurunkan kadar Farmakokinetik,
PCT
Kalsium glukonat dengan minor
Gliquidone
meningkatkan klirens kalsium
Glucobay
glukonat di ginjal.
Domperidone
Cefoperazone - Sefoperazon meningkatkan toksisitas Farmakodinamik
Sucralfate
Lasix Furosemida secara farmakodinamik sinergis, minor
sinergis. Peningkatan resiko
nefrotoksisitas.
Ceftriaxone - Lasix Seftriakson meningkatkan toksisitas Farmakodinamik
Furosemida secara farmakodinamik sinergis, minor
sinergis. Peningkatan resiko
nefrotoksisitas.
14 Lasix CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan efek Farmakodinamik 1
Amlodipine Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik antagonis,
Valsartan antagonis. moderat
Prorenal CaCO3 - Gabexal Kalsium karbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,
Myonal Gabapentin dengan menghambat moderat
Bicnat absorpsi gabapentin di saluran cerna.
Asam folat Gunakan terpisah selang 2 jam.
CaCO3 CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,
Cefixime Allopurinol Allopurinol dengan menghambat moderat
Mecobalamin absorpsi allopurinol di saluran cerna.
Gabexal Gunakan terpisah selang 2 jam.
Ketesse Prorenal - Prorenal menurunkan efek Amlodipin Farmakodinamik
Allopurinol Amlodipine secara farmakodinamik antagonis. antagonis,
OMZ moderat
Glucosamine Valsartan - Ketesse Keduanya meningkatkan kadar kalium Tidak diketahui,
Dulcolax dan saling meningkatkan toksisitas moderat
yang dapat mengakibatkan kerusakan
fungsi ginjal, terutama pada lansia.
Bicnat - Na bikarbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,
Allopurinol Allopurinol dengan menghambat moderat
absorpsi allopurinol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Bicnat - Gabexal Na bikarbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,
Gabapentin dengan menghambat moderat
absorpsi gabapentin di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Ketesse - Valsartan Dexketoprofen menurunkan efek Farmakodinamik
Valsartan secara farmakodinamik antagonis,
antagonis. Interaksi yang potensial moderat
berbahaya.
OMZ - Omeprazol menurunkan kadar Farmakokinetik,
Mecobalamin Vitamin B12 dengan menghambat minor
absorpsi vitamin B12 di saluran cerna.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


146

Gabexal - Gabapentin menurunkan kadar Farmakokinetik,


Mecobalamin Vitamin B12 dengan menghambat minor
absorpsi vitamin B12 di saluran cerna.
15 Lasix Captopril - Kaptopril meningkatkan efek Farmakodinamik 1
Captopril Glimepiride Glimepirid secara farmakodinamik sinergis,
Aldactone sinergis. moderat
Farsorbid Captopril - Kaptopril, Spironolakton terjadi Farmakodinamik
Lansoprazole Aldactone interaksi secara farmakodinamik sinergis,
Glimepiride sinergis. Beresiko hipotensi akut, moderat
Metformin gangguan ginjal.
Glucobay Diovan - Concor Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
Bicnat kalium. moderat
Asam folat Diovan - Lasix Valsartan meningkatkan dan Tidak diketahui,
Diovan Furosemida menurunkan kadar moderat
Amlodipine kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Alprazolam Concor - Keduanya meningkatkan Tidak diketahui,
Concor Amlodipine antihipertensi yang memblok kanal. moderat
interaksi yang potensial berbahaya.
Concor - Lasix Bisoprolol meningkatkan dan Tidak diketahui,
Furosemida menurunkan kadar moderat
kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Bicnat - Concor Na bikarbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,
Bisoprolol dengan menghambat moderat
absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Concor - Diovan Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi Farmakodinamik
secara farmakodinamik sinergis. sinergis,
moderat
Lasix - Asam folat Furosemida menurunkan kadar Asam Farmakokinetik,
folat dengan meningkatkan klirens minor
asam folat di ginjal.
16 Ranitidine CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan efek Farmakodinamik 1
Ondansetron Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik antagonis,
Amlodipine antagonis. moderat
Valsartan
Bicnat
Asam folat
CaCO3
PCT
Gliquidone
17 Cefoperazone New diatabs - Attapulgite menurunkan kadar Farmakokinetik, 1
Ondansetron Chlorpromazine Klorpromazin dengan menghambat minor
Ranitidine absorpsi klorpromazin di saluran
Vitamin K cerna.
Transamin
Bicnat
Asam folat
CaCO3
Aminoral
Diaversa
Eclid
Kalitake
New diatabs
Chlorpromazine
18 Cefoperazone CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan efek Farmakodinamik 1
Meropenem Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik antagonis,
Methylprednisolone antagonis. moderat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


147

Dexamethasone Aminoral - Aminoral menurunkan efek Farmakodinamik


PCT Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik antagonis,
Dobutamine antagonis. moderat
Novorapid Valsartan - Keduanya meningkatkan kadar kalium Tidak diketahui,
Lantus Meloxicam dan saling meningkatkan toksisitas moderat
Amlodipine yang dapat mengakibatkan kerusakan
Valsartan fungsi ginjal, terutama pada lansia.
Bicnat Meloxicam - Meloksikam meningkatkan efek Tidak diketahui,
Asam folat Gliquidone Glikuidon dengan mekanisme yang moderat
CaCO3 tidak diketahui. Resiko hipoglikemia.
Aminoral Meloxicam - Meloksikam menurunkan efek Farmakodinamik
Dulcolax Valsartan Valsartan secara farmakodinamik antagonis,
Meloxicam antagonis. Interaksi yang potensial moderat
Mycostatin berbahaya.
Gliquidone Dexamethasone - Deksametason menurunkan kadar atau Farmakokinetik,
Methylprednisolone efek Metilprednisolon dengan moderat
mempengaruhi enzim metabolisme
CYP3A4 di hati atau usus.
19 Cefoperazone Aminoral - Aminoral menurunkan efek Farmakodinamik 1
PCT Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik antagonis,
Valsartan antagonis. moderat
Divask CaCO3 - Divask Kalsium karbonat menurunkan efek Farmakodinamik
Bicnat Amlodipin secara farmakodinamik antagonis,
Asam folat antagonis. moderat
CaCO3 Kalitake - Farmakodinamik
Aminoral Amlodipine antagonis,
Kalitake menurunkan efek Amlodipin
Kalitake moderat
secara farmakodinamik antagonis.
Myonal
Bisolvon
20 Lasix Lasix - Ca gluconas Furosemida menurunkan kadar Farmakokinetik, 1
Ca gluconas Kalsium glukonat dengan minor
Bicnat meningkatkan klirens kalsium
Asam folat glukonat di ginjal.
CaCO3
Aminoral
Valsartan
Kalitake
21 Amlodipine CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan efek Farmakodinamik 1
Diovan Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik antagonis,
Furosemide antagonis. moderat
Bicnat Aminoral - Aminoral menurunkan efek Farmakodinamik
Asam folat Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik antagonis,
CaCO3 antagonis. moderat
Aminoral Diovan - Valsartan meningkatkan dan Tidak diketahui,
PCT Furosemide Furosemida menurunkan kadar moderat
Dexamethasone kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Furosemide - Asam Furosemida menurunkan kadar Asam Farmakokinetik,
folat folat dengan meningkatkan klirens minor
asam folat di ginjal.
Furosemide - Furosemida menurunkan kadar Farmakokinetik,
CaCO3 Kalsium karbonat dengan minor
meningkatkan klirens kalsium
karbonat di ginjal.
22 Ranitidine Prorenal - Prorenal menurunkan efek Amlodipin Farmakodinamik 1
Bicnat Amlodipine secara farmakodinamik antagonis. antagonis,
Asam folat moderat
CaCO3 CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan efek Farmakodinamik

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


148

Amlodipine Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik antagonis,


Valsartan antagonis. moderat
Ambroxol
Prorenal
Cefixime
23 Lasix CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan efek Farmakodinamik 1
Cefoperazone Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik antagonis,
Vitamin K antagonis. moderat
Transamin CaCO3 - Duphalac Kalsium karbonat menurunkan efek Farmakodinamik
OMZ Laktulosa secara farmakodinamik antagonis,
Bicnat antagonis. moderat
Asam Folat Bicnat - Duphalac Na bikarbonat menurunkan efek Farmakodinamik
CaCO3 Laktulosa secara farmakodinamik antagonis,
Aminoral antagonis. moderat
Amlodipine Aminoral - Aminoral menurunkan efek Farmakodinamik
Valsartan Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik antagonis,
Sucralfate antagonis. moderat
Duphalac Cefoperazone - Sefoperazon meningkatkan toksisitas Farmakodinamik
New diatabs Lasix Furosemida secara farmakodinamik sinergis, minor
Tripanzym sinergis. Peningkatan resiko
nefrotoksisitas.
24 Cefoperazone CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan efek Tidak diketahui, 1
Lasix Bisoprolol dengan mekanisme moderat
Farsorbid interaksi yang tidak ditentukan.
Valsartan CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,
Adalat oros ER Bisoprolol dengan menghambat moderat
Concor absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
CaCO3 Gunakan terpisah selang 2 jam.
CaCO3 - Adalat Kalsium karbonat menurunkan efek Farmakodinamik
oros ER Nifedipin secara farmakodinamik antagonis,
antagonis. moderat
Valsartan - Concor Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
kalium. moderat
Concor - Adalat Keduanya meningkatkan Tidak diketahui,
oros ER antihipertensi yang memblok kanal. moderat
Interaksi yang potensial berbahaya.
Concor - Valsartan Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi Farmakodinamik
secara farmakodinamik sinergis. sinergis,
moderat
Cefoperazone - Sefoperazon meningkatkan toksisitas Farmakodinamik
Lasix Furosemida secara farmakodinamik sinergis, minor
sinergis. Peningkatan resiko
nefrotoksisitas.
25 Ceftriaxone CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan efek Tidak diketahui, 1
Cefoperazone Bisoprolol dengan mekanisme moderat
Ranitidine interaksi yang tidak ditentukan.
Ondansetron CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,
Methylprednisolone Bisoprolol dengan menghambat moderat
Novalgin absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Imboost Gunakan terpisah selang 2 jam.
PCT Concor - Letonal Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
Curcuma kalium. Interaksi yang potensial moderat
Bicnat berbahaya.
Asam folat Bicnat - Concor Na bikarbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,
CaCO3 Bisoprolol dengan menghambat moderat
Concor absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Letonal Gunakan terpisah selang 2 jam.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


149

Letonal - CaCO3 Spironolakton menurunkan kadar Farmakokinetik,


Kalsium karbonat dengan minor
meningkatkan klirens kalsium
karbonat di ginjal.
26 Cefotaxime Fluconazole - Keduanya meningkatkan rentang QTc. Tidak diketahui, 1
Gentamicin Levofloxacin Interaksi yang potensial berbahaya. moderat
Levofloxacin Tramadol - Tramadol meningkatkan dan Tidak diketahui,
OMZ Dobutamine Dobutamin menurunkan sedasi. moderat
PCT Dobutamine - Lasix Keduanya menurunkan kadar kalium. Tidak diketahui,
Dobutamine moderat
Actrapid Lasix - Gentamicin Keduanya menurunkan kadar kalium. Tidak diketahui,
Bicnat moderat
Asam folat Dobutamine - Keduanya menurunkan kadar kalium. Tidak diketahui,
CaCO3 Gentamicin moderat
Aminoral Levofloxacin - Levofloksasin meningkatkan efek Farmakodinamik
Sucralfate Actrapid Insulin Regular Human secara sinergis,
Lasix farmakodinamik sinergis. moderat
Lantus Fluconazole - OMZ Flukonazol meningkatkan kadar atau Farmakokinetik,
Fluconazole efek Omeprazol dengan moderat
Tramadol mempengaruhi enzim metabolisme
CYP2C19 di hati.
Dobutamine - Lasix Dobutamin, Furosemida terjadi Farmakodinamik
interaksi secara farmakodinamik sinergis, minor
sinergis.
27 Meropenem CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan kadar Farmakokinetik, 1
Cefadroxil Allopurinol Allopurinol dengan menghambat moderat
PCT absorpsi allopurinol di saluran cerna.
Ranitidine Gunakan terpisah selang 2 jam.
Ondansetron Asam mefenamat - Asam mefenamat meningkatkan dan Tidak diketahui,
Lasix Lasix Furosemida menurunkan kadar moderat
Lacbon kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Bicnat Bicnat - Na bikarbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,
Asam folat Allopurinol Allopurinol dengan menghambat moderat
CaCO3 absorpsi allopurinol di saluran cerna.
Allopurinol Gunakan terpisah selang 2 jam.
Prorenal Cefadroxil - Asam Sefadroksil meningkatkan kadar atau Farmakokinetik,
Asam mefenamat mefenamat efek Asam mefenamat dengan minor
Betadine gargle kompetisi obat asam (anionik) untuk
klirens tubular ginjal.
Cefadroxil - Lasix Sefadroksil meningkatkan toksisitas Farmakodinamik
Furosemida secara farmakodinamik sinergis, minor
sinergis. Peningkatan resiko
nefrotoksisitas.
Asam mefenamat - Asam mefenamat menurunkan efek Farmakodinamik
Lasix Furosemida secara farmakodinamik antagonis, minor
antagonis.
Lasix - Asam folat Furosemida menurunkan kadar Asam Farmakokinetik,
folat dengan meningkatkan klirens minor
asam folat di ginjal.
Lasix - CaCO3 Furosemida menurunkan kadar Farmakokinetik,
Kalsium karbonat dengan minor
meningkatkan klirens kalsium
karbonat di ginjal.
28 Cefotaxime Diltiazem - Keduanya saling meningkatkan Tidak diketahui, 1
Cefoperazone Bisoprolol toksisitas dengan mekanisme interaksi mayor
Meropenem yang tidak ditentukan. Mungkin
Levofloxacin terjadi interaksi yang serius atau

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


150

OMZ mengancam jiwa. Gunakan alternatif


Novorapid lain. Dapat meningkatkan resiko
Actrapid bradikardia.
Citicoline Bisoprolol - Keduanya meningkatkan Tidak diketahui,
Vitamin K Diltiazem antihipertensi yang memblok kanal. moderat
Transamin Interaksi yang potensial berbahaya.
PCT Fluconazole - OMZ Flukonazol meningkatkan kadar atau Farmakokinetik,
Fluconazole efek Omeprazol dengan moderat
Bisoprolol mempengaruhi enzim metabolisme
Diltiazem CYP2C19 di hati.
29 Lasix Amlodipine - Amlodipin meningkatkan kadar Tidak diketahui, 1
Bicnat Simvastatin Simvastatin. Mungkin terjadi interaksi mayor
Asam folat serius atau mengancam jiwa. Manfaat
CaCO3 terapi kombinasi harus
Amlodipine dipertimbangkan secara hati-hati,
Valsartan melawan potensi resiko kombinasi
Canderin (resiko miopati/rabdomiolisis). Batasi
Prorenal simvastatin, tidak lebih dari 20
Gemfibrozil mg/hari saat digunakan bersamaan.
Simvastatin CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan efek Farmakodinamik
Kalitake Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik antagonis,
Urdafalk antagonis. moderat
CTM Kalitake - Kalitake menurunkan efek Amlodipin Farmakodinamik
Loratadine Amlodipine secara farmakodinamik antagonis. antagonis,
Cetirizine moderat
Glucodex Prorenal - Prorenal menurunkan efek Amlodipin Farmakodinamik
Amlodipine secara farmakodinamik antagonis. antagonis,
moderat
Simvastatin - Simvastatin meningkatkan kadar atau Farmakokinetik,
Valsartan efek valsartan. Valsartan merupakan moderat
substrat transporter OATP1B1 uptake
di hati, sedangkan simvastatin
merupakan inhibitor OATP1B1
sehingga dapat meningkatkan paparan
valsartan secara sistemik.
Gemfibrozil - Gemfibrozil meningkatkan kadar atau Farmakokinetik,
Valsartan efek valsartan. Valsartan merupakan moderat
substrat transporter OATP1B1 uptake
di hati, sedangkan gemfibrozil
merupakan inhibitor OATP1B1
sehingga dapat meningkatkan paparan
valsartan secara sistemik.
Valsartan - Valsartan meningkatkan toksisitas Tidak diketahui,
Simvastatin Simvastatin. minor
Simvastatin - Simvastatin meningkatkan kadar atau Farmakokinetik,
Loratadine efek Loratadin dengan efluks minor
transporter P-glikoprotein (MDR1).
30 OMZ CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan efek Tidak diketahui, 1
Lasix Bisoprolol dengan mekanisme moderat
Valsartan interaksi yang tidak ditentukan.
Bicnat CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,
Asam folat Bisoprolol dengan menghambat moderat
CaCO3 absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Prorenal Gunakan terpisah selang 2 jam.
Amlodipine CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan efek Farmakodinamik
Concor Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik antagonis,
Letonal antagonis. moderat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


151

Ambroxol Prorenal - Prorenal menurunkan efek Amlodipin Farmakodinamik


Amlodipine secara farmakodinamik antagonis. antagonis,
moderat
Valsartan - Concor Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
kalium. moderat
Valsartan - Letonal Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
kalium. Interaksi yang potensial moderat
berbahaya.
Valsartan - Lasix Valsartan meningkatkan dan Tidak diketahui,
Furosemida menurunkan kadar moderat
kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Concor - Keduanya meningkatkan Tidak diketahui,
Amlodipine antihipertensi yang memblok kanal. moderat
Interaksi yang potensial berbahaya.
Concor - Letonal Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
kalium. Interaksi yang potensial moderat
berbahaya.
Concor - Lasix Bisoprolol meningkatkan dan Tidak diketahui,
Furosemida menurunkan kadar moderat
kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Letonal - Lasix Spironolakton meningkatkan dan Tidak diketahui,
Furosemida menurunkan kadar moderat
kalium. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Bicnat - Concor Na bikarbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,
Bisoprolol dengan menghambat moderat
absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Concor - Valsartan Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi Farmakodinamik
secara farmakodinamik sinergis. sinergis,
moderat
Lasix - Asam folat Furosemida menurunkan kadar Asam Farmakokinetik,
folat dengan meningkatkan klirens minor
asam folat di ginjal.
Lasix - CaCO3 Furosemida menurunkan kadar Farmakokinetik,
Kalsium karbonat dengan minor
meningkatkan klirens kalsium
karbonat di ginjal.
Letonal - CaCO3 Spironolakton menurunkan kadar Farmakokinetik,
Kalsium karbonat dengan minor
meningkatkan klirens kalsium
karbonat di ginjal.
31 Asam folat OMZ - Sulfas Omeprazol menurunkan kadar atau Farmakokinetik, 1
Sulfas ferrosus ferrosus efek Garam besi dengan moderat
OMZ meningkatkan pH lambung.
Heptasan Valsartan - Concor Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
Ondansetron kalium. moderat
Concor Concor - Keduanya meningkatkan Tidak diketahui,
Amlodipine Amlodipine antihipertensi yang memblok kanal. moderat
Valsartan Interaksi yang potensial berbahaya.
Concor - Valsartan Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi Farmakodinamik
secara farmakodinamik sinergis. sinergis,
moderat
32 Lasix CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan efek Tidak diketahui, 1
Canderin Bisoprolol dengan mekanisme moderat
Concor interaksi yang tidak ditentukan.
Letonal CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


152

Bicnat Bisoprolol dengan menghambat moderat


Asam folat absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
CaCO3 Gunakan terpisah selang 2 jam.
Prorenal CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan efek Farmakodinamik
Valsartan Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik antagonis,
Allopurinol antagonis. moderat
Amlodipine CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,
Glucosamine Allopurinol Allopurinol dengan menghambat moderat
Meloxicam absorpsi allopurinol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Canderin - Concor Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
kalium. moderat
Canderin - Letonal Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
kalium. Interaksi yang potensial moderat
berbahaya.
Canderin - Keduanya meningkatkan kadar kalium Tidak diketahui,
Meloxicam dan saling meningkatkan toksisitas moderat
yang dapat mengakibatkan kerusakan
fungsi ginjal, terutama pada lansia.
Canderin - Lasix Kandesartan meningkatkan dan Tidak diketahui,
Furosemida menurunkan kadar moderat
kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Prorenal - Prorenal menurunkan efek Amlodipin Farmakodinamik
Amlodipine secara farmakodinamik antagonis. antagonis,
moderat
Valsartan - Concor Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
kalium. moderat
Valsartan - Letonal Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
kalium. Interaksi yang potensial moderat
berbahaya.
Valsartan - Lasix Valsartan meningkatkan dan Tidak diketahui,
Furosemida menurunkan kadar moderat
kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Concor - Keduanya meningkatkan Tidak diketahui,
Amlodipine antihipertensi yang memblok kanal. moderat
Interaksi yang potensial berbahaya.
Concor - Letonal Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
kalium. Interaksi yang potensial moderat
berbahaya.
Concor - Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
Meloxicam kalium. moderat
Concor - Lasix Bisoprolol meningkatkan dan Tidak diketahui,
Furosemida menurunkan kadar moderat
kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Letonal - Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
Meloxicam kalium. Interaksi yang potensial moderat
berbahaya.
Letonal - Lasix Spironolakton meningkatkan dan Tidak diketahui,
Furosemida menurunkan kadar moderat
kalium. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Meloxicam - Lasix Meloksikam meningkatkan dan Tidak diketahui,
Furosemida menurunkan kadar moderat
kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Bicnat - Na bikarbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,
Allopurinol Allopurinol dengan menghambat moderat
absorpsi allopurinol di saluran cerna.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


153

Gunakan terpisah selang 2 jam.


Bicnat - Concor Na bikarbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,
Bisoprolol dengan menghambat moderat
absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Meloxicam - Meloksikan menurunkan efek Farmakodinamik
Concor Bisoprolol secara farmakodinamik antagonis,
antagonis. moderat
Meloxicam - Meloksikam menurunkan efek Farmakodinamik
Canderin Kandesartan secara farmakodinamik antagonis,
antagonis. Interaksi yang potensial moderat
berbahaya.
Concor - Valsartan Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi Farmakodinamik
secara farmakodinamik sinergis. sinergis,
moderat
Concor - Canderin Bisoprolol, Kandesartan terjadi Farmakodinamik
interaksi secara farmakodinamik sinergis,
sinergis. moderat
Meloxicam - Lasix Meloksikam menurunkan efek Farmakodinamik
Furosemida secara farmakodinamik antagonis, minor
antagonis.
Lasix - Asam folat Furosemida menurunkan kadar Asam Farmakokinetik,
folat dengan meningkatkan klirens minor
asam folat di ginjal.
Lasix - CaCO3 Furosemida menurunkan kadar Farmakokinetik,
Kalsium karbonat dengan minor
meningkatkan klirens kalsium
karbonat di ginjal.
Letonal - CaCO3 Spironolakton menurunkan kadar Farmakokinetik,
Kalsium karbonat dengan minor
meningkatkan klirens kalsium
karbonat di ginjal.
33 Bicnat 0
Asam folat
CaCO3
Prorenal
Cefoperazone
Ondansetron
Lansoprazole
Musin
Hytrin
Hemapo
34 Bifotik Aminoral - Aminoral menurunkan efek Farmakodinamik 1
PCT Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik antagonis,
Bicnat antagonis. moderat
Asam folat CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan efek Farmakodinamik
CaCO3 Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik antagonis,
Aminoral antagonis. moderat
Amlodipine
Valsartan
Lasix
Glucobay
Diaversa
35 Ranitidine CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan efek Farmakodinamik 1
Bicnat Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik antagonis,
Asam folat antagonis. moderat
CaCO3 CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


154

Sangobion Sangobion atau efek Garam besi dengan moderat


Amlodipine meningkatkan pH lambung.
Valsartan CaCO3 - Isoniazid Kalsium karbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,
Ondansetron Isoniazid dengan menghambat moderat
Aminoral absorpsi isoniazid di saluran cerna.
Neurodex Gunakan terpisah selang 2 jam.
Ketorolac Bicnat - Isoniazid Na karbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,
Cefoperazone Isoniazid dengan menghambat moderat
Lasix absorpsi isoniazid di saluran cerna.
Metformin Gunakan terpisah selang 2 jam.
New diatabs Isoniazid - Isoniazid menurunkan kadar atau efek Farmakokinetik,
Imodium Amlodipine Amlodipin dengan mempengaruhi moderat
Alprazolam enzim metabolisme CYP3A4 di hati
INH (Isoniazid) atau usus.
Pirazinamid Aminoral - Aminoral menurunkan efek Farmakodinamik
Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik antagonis,
antagonis. moderat
Bicnat - Sangobion Na bikarbonat menurunkan kadar atau Farmakokinetik,
efek Garam besi dengan moderat
meningkatkan pH lambung.
CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,
Sangobion Garam besi dengan menghambat minor
absorpsi garam besi di saluran cerna.
Cefoperazone - Sefoperazon meningkatkan toksisitas Farmakodinamik
Lasix Furosemida secara farmakodinamik sinergis, minor
sinergis. Peningkatan resiko
nefrotoksisitas.
Isoniazid - Keduanya saling meningkatkan Farmakodinamik
Pirazinamid toksisitas secara farmakodinamik sinergis, minor
sinergis.
Isoniazid - Isoniazid menurunkan efek Metformin Tidak diketahui,
Metformin dengan mekanisme interaksi yang minor
tidak ditentukan.
Isoniazid - CaCO3 Isoniazid menurunkan kadar Kalsium Farmakokinetik,
karbonat dengan menghambat minor
absorpsi kalsium karbonat di saluran
cerna.
Metformin - Asam Metformin menurunkan kadar Asam Tidak diketahui,
folat folat dengan mekanisme interaksi minor
yang tidak ditentukan.
Sangobion - Garam besi meningkatkan kadar Farmakokinetik,
CaCO3 Kalsium karbonat dengan minor
meningkatkan absorpsi kalsium
karbonat di saluran cerna.
Ketorolac - Lasix Ketorolac meningkatkan dan Tidak diketahui,
Furosemida menurunkan kadar moderat
kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Ketorolac - Lasix Ketorolac menurunkan efek Farmakodinamik
Furosemida secara farmakodinamik antagonis, minor
antagonis.
36 Bicnat Aminoral - Aminoral menurunkan efek Farmakodinamik 1
Asam folat Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik antagonis,
CaCO3 antagonis. moderat
Aminoral Prorenal - Prorenal menurunkan efek Amlodipin Farmakodinamik
Urdafalk Amlodipine secara farmakodinamik antagonis. antagonis,
Amlodipine moderat
Prorenal CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan efek Farmakodinamik

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


155

Profenid Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik antagonis,


antagonis. moderat
37 Ondansetron CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan efek Farmakodinamik 1
Betahistine Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik antagonis,
Amlodipine antagonis. moderat
Captopril Prorenal - Prorenal menurunkan efek Amlodipin Farmakodinamik
Ranitidine Amlodipine secara farmakodinamik antagonis. antagonis,
Valsartan moderat
Bicnat Clobazam - Klobazam meningkatkan kadar atau Farmakokinetik,
Asam folat Haloperidol efek Haloperidol dengan moderat
CaCO3 mempengaruhi enzim metabolisme
Prorenal CYP2D6 di hati. Dosis rendah
Imodium dibutuhkan saat digunakan bersamaan.
Citicoline Aspilet - Valsartan Aspirin menurunkan efek Valsartan Farmakodinamik
Aspilet secara farmakodinamik antagonis. antagonis,
Haloperidol Interaksi yang potensial berbahaya. moderat
Clobazam CaCO3 - Aspilet Kalsium karbonat, Aspirin terjadi Farmakokinetik,
interaksi dengan cara reabsorpsi pasif minor
tubulus ginjal karena meningkatnya
pH. Kadar aspirin meningkat pada
dosis sedang dan menurun pada dosis
besar (peningkatan ekskresi ginjal dari
aspirin tidak berubah).
Aspilet - Asam Aspirin menurunkan kadar Asam folat Farmakokinetik,
folat dengan menghambat absorpsi asam minor
folat di saluran cerna.
Bicnat - Aspilet Na bikarbonat, Aspirin terjadi Farmakokinetik,
interaksi dengan cara reabsorpsi pasif minor
tubulus ginjal karena meningkatnya
pH. Kadar aspirin meningkat pada
dosis sedang dan menurun pada dosis
besar (peningkatan ekskresi ginjal dari
aspirin tidak berubah).
38 Ondansetron CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan efek Farmakodinamik 1
Amlodipine Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik antagonis,
Valsartan antagonis. moderat
Bicnat Valsartan - Keduanya meningkatkan kadar kalium Tidak diketahui,
Asam folat Meloxicam dan saling meningkatkan toksisitas moderat
CaCO3 yang dapat mengakibatkan kerusakan
Cefixime fungsi ginjal, terutama pada lansia.
Vitamin K Meloxicam - Meloksikam menurunkan efek Farmakodinamik
Transamin Valsartan Valsartan secara farmakodinamik antagonis,
Pronalges antagonis. Interaksi yang potensial moderat
Meloxicam berbahaya.
OMZ Cefixime - Sefiksim meningkatkan kadar atau Farmakokinetik,
Domperidone Meloxicam efek Meloksikam dengan kompetisi minor
Sucralfate obat asam (anionik) untuk klirens
Betahistine tubular ginjal.
39 Dobutamine 0
Cefoperazone
OMZ
Vitamin K
Transamin
Neurodex
Episan
Bicnat
Asam folat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


156

CaCO3
Avodart
Harnal ocas
40 Novalgin CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan efek Farmakodinamik 1
Cefoperazone Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik antagonis,
Ondansetron antagonis. moderat
Transamin
Asam folat
Bicnat
CaCO3
OMZ
PCT
Ranitidine
Betahistine
Strocain P
Sucralfate
Amlodipine
Lantus
Novorapid
Lodem
Eclid
41 Ranitidine CaCO3 - Captopril Kalsium karbonat menurunkan efek Tidak diketahui, 1
Ondansetron Kaptopril dengan mekanisme interaksi moderat
Bicnat yang tidak ditentukan.
Asam folat CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan efek Farmakodinamik
CaCO3 Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik antagonis,
Prorenal antagonis. moderat
Lasix Prorenal - Prorenal menurunkan efek Amlodipin Farmakodinamik
Amlodipine Amlodipine secara farmakodinamik antagonis. antagonis,
Captopril moderat
Dexamethasone Captopril - Kaptopril meningkatkan efek Farmakodinamik
Novalgin Glurenorm Glikuidon secara farmakodinamik sinergis,
Dulcolax sinergis. moderat
PCT Bicnat - Captopril Na bikarbonat menurunkan efek Tidak diketahui,
Glucobay Kaptopril dengan mekanisme interaksi moderat
Glurenorm yang tidak ditentukan.
Novorapid Dexamethasone - Deksametason menurunkan kadar atau Farmakokinetik,
Ondansetron efek Ondansetron dengan moderat
mempengaruhi enzim metabolisme
CYP3A4 di hati atau usus.
42 Dobutamine 0
Bicnat
Asam folat
CaCO3
Cefoperazone
Transamin
43 Amlodipine Clonidine - Concor Keduanya sailng meningkatkan Tidak diketahui, 1
Valsartan toksisitas dengan mekanisme interaksi mayor
Bicnat yang tidak ditentukan. Mungkin
Asam folat terjadi interaksi serius atau
CaCO3 mengancam jiwa. Gunakan alternatif.
Vitamin K Dapat meningkatkan resiko
Lodem bradikardia.
Eclid CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan efek Tidak diketahui,
Lasix Bisoprolol dengan mekanisme moderat
Catapres interaksi yang tidak ditentukan.
Concor CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


157

Letonal Bisoprolol dengan menghambat moderat


Diaversa absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan efek Farmakodinamik
Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik antagonis,
antagonis. moderat
Valsartan - Concor Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
kalium. moderat
Valsartan - Letonal Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
kalium. Interaksi yang potensial moderat
berbahaya.
Valsartan - Lasix Valsartan meningkatkan dan Tidak diketahui,
Furosemida menurunkan kadar moderat
kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Concor - Keduanya meningkatkan Tidak diketahui,
Amlodipine antihipertensi yang memblok kanal. moderat
Interaksi yang potensial berbahaya.
Concor - Clonidine Bisoprolol, Klonidin terjadi interaksi Farmakodinamik
secara farmakodinamik sinergis. sinergis,
Interaksi yang potensial berbahaya. moderat
Concor - Letonal Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
kalium. Interaksi yang potensial moderat
berbahaya.
Concor - Lasix Bisoprolol meningkatkan dan Tidak diketahui,
Furosemida menurunkan kadar moderat
kalium. Efek interaksi tidak jelas.
Letonal - Lasix Spironolakton meningkatkan dan Tidak diketahui,
Furosemida menurunkan kadar moderat
kalium. Interaksi yang potensial
berbahaya.
Bicnat - Concor Na bikarbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,
Bisoprolol dengan menghambat moderat
absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Concor - Valsartan Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi Farmakodinamik
secara farmakodinamik sinergis. sinergis,
moderat
Clonidine - Eclid Klonidin menurunkan efek Akarbose Farmakodinamik
secara farmakodinamik antagonis. antagonis, minor
Penurunan gejala hipoglikemia akibat
produksi katekolamin.
Clonidine - Klonidin menurunkan efek Glimepirid Farmakodinamik
Diaversa secara farmakodinamik antagonis. antagonis, minor
Penurunan gejala hipoglikemia akibat
produksi katekolamin.
Clonidine - Lodem Klonidin menurunkan efek Glikuidon Farmakodinamik
secara farmakodinamik antagonis. antagonis, minor
Penurunan gejala hipoglikemia akibat
produksi katekolamin.
Lasix - Asam folat Furosemid menurunkan kadar Asam Farmakokinetik,
folat dengan meningkatkan klirens minor
asam folat di ginjal.
Lasix - CaCO3 Furosemida menurunkan kadar Farmakokinetik,
Kalsium karbonat dengan minor
meningkatkan klirens kalsium
karbonat di ginjal.
Letonal - CaCO3 Spironolakton menurunkan kadar Farmakokinetik,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


158

Kalsium karbonat dengan minor


meningkatkan klirens kalsium
karbonat di ginjal.
44 Cefoperazone CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan efek Tidak diketahui, 1
Lasix Bisoprolol dengan mekanisme moderat
Ondansetron interaksi yang tidak ditentukan.
Bicnat CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,
Asam folat Bisoprolol dengan menghambat moderat
CaCO3 absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Aminoral Gunakan terpisah selang 2 jam.
Concor Valsartan - Concor Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
Letonal kalium. moderat
Prorenal Valsartan - Letonal Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
Valsartan kalium. Interaksi yang potensial moderat
Allopurinol berbahaya.
Concor - Letonal Keduanya meningkatkan kadar Tidak diketahui,
kalium. Interaksi yang potensial moderat
berbahaya.
Bicnat - Concor Na bikarbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,
Bisoprolol dengan menghambat moderat
absorpsi bisoprolol di saluran cerna.
Gunakan terpisah selang 2 jam.
Concor - Valsartan Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi Farmakodinamik
secara farmakodinamik sinergis. sinergis,
moderat
Letonal - CaCO3 Spironolakton menurunkan kadar Farmakokinetik,
Kalsium karbonat dengan minor
meningkatkan klirens kalsium
karbonat di ginjal.
Cefoperazone - Sefoperazon meningkatkan toksisitas Farmakodinamik
Lasix Furosemida secara farmakodinamik sinergis, minor
sinergis. Peningkatan resiko
nefrotoksisitas.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Anda mungkin juga menyukai