Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

PERILAKU KONSUMEN
“PENGARUH INTERNAL : MOTIVATION, PERSONALITY,
EMOTION”
DOSEN PENGAMPU :
Ibu Yennida Parmariza S.Sos., MM

Disusun oleh:
Kelompok 5 :
Ketua : Siska (43116120021)

Anggota : 1. Khairuman saufi (43115110001)

2. Fitria Ayu Lestari (43117110128)

3. Triko sumardiyono (43116120343)

FAKULTAS EKONOMI BISNIS


JURUSAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA 2017
A.MOTIVASI
 Sifat Motivasi

Emosi memegang peranan penting dalam keputusan konsumen. Motivasi dan kepribadian sangat
erat hubungannya dengan emosi. Motivasi merupakan kekuatan yang enerjik yang menggerakan
perilaku dan memberikan tujuan dan arah pada perilaku. Kepribadian mencerminkan perilaku
(common respon) yang dibuat individu untuk berbagai situasi yang

berbeda. Emosi merupakan perasaan yang kuat yang secara relative tidak terkontrol yang
mempengaruhi perilaku.

Teori maslow dirancang untuk menjelaskan perilaku sebagian besar manusia secara umum, hierarki
kebutuhan menurut Maslow, didasarkan pada 4 premis, yaitu:

1. Semua manusia memerlukan seuatu set motif yang mirip melalui anugerah genetic dan
interaksi sosial.
2. Beberapa motif lebih mendasar atau kritis dari pada lainnya.
3. Motif yang lebih mendasar harus dipenuhi sampai pada tingkat minimum, sebelum motif
lain mulai dipenuhi.
4. Ketika motif dasar sudah bisa dipenuhi, motif selanjutnya akan timbul.

Teori Mc Guire pertama-tama membagi motivasi kedalam 4 kategori utama dengan menggunakan
dua criteria:

1. Apakah mode motivasi termasuk kognitif atau afektif?


2. Apakah motif berfokus pada penjagaan/ pemeliharaan pada sesuatu yang tak berubah atau
“status quo” atau pada perubahan/ pertumbuhan?
Motif kognitf berfokus pada kebutuhan seseorang untuk berorientasi pada penyesuaian
terhadap lingkungan dan mencapai sesuatu yang bermakna. Motif afektif berkenaan dengan
kebutuhan untuk mencapai kepuasan perasaan dan mendapatkan tujuan pribadi (personal
goalds). Motif berorientasi preservasi menekankan individu ketika berusaha sekuat tenaga
untuk mempertahankan ekuilibrium, sementara motif pertumbuhan menekankan
pengembangan.
3. Apakah perilaku ini secara aktif diprakarsai (initiated) atau merespon terhadap lingkungan?
4. Apakah perilaku ini membantu perorangan mencapai keadan internal yang baru atau ada
hubungan eksternal yang baru dengan lingkungannya.

 Motif Preservasi Kognitif


Ada 4 (empat), seperti berikut:
1. Kebutuhan untuk konsistensi (“active, internal”).
Keinginan dasar untuk mempunyai semua “facets” ini terdiri dari sikap, perilaku, opini/
pendapar, citra diri(self image), pandangan orang lain dan lain sebagainya. “cognitive
dissonance” merupakan motif yang biasa dari jenis ini. Contohnya, ingin membeli TV yang
bisa menyiarkan berita CNN, ternyata tidak bisa.

2. Kebutuhan untuk attribusi (“active, external”)


Motif ini berkenaan dengan kebutuhan kita untuk menentukan siapa atau apa yang
menyebabkan terjadi pada kita. Apakah kita sendiri yang menyebabkan hasil yang
menyenangkan atau tak menyenangkan bagi kita atau penyebab dari kekuatan luar.
3. Kebutuhan mengkategorikan (“passive, internal”)
Orang mempunyai kebutuhan untuk membuat kategori atau pengelompokan/
pengklasifikasian dan mengorganisir informasi dan pengalaman yang begitu banyak/luas
yang mereka jumpai, sehingga menjadi berarti dan mudah dikelola. Begitulah mereka
membentuk kategori aau pemisahan mental yang memungkinkan mereka memrooses
sejumlah besar informasi. Contohnya, mobil seharga lebih dari US $ 20,000 dan mobil
seharga lebih kecil dari US $ 20,000 mungkin menimbulkan dua arti yang berbeda sebab
informasi dikategorikan berdasarkan harga.
4. Kebutuhan untuk objektifikasi (“passive, external”)
Motif ini mencerminkan kebutuhan untuk symbol/ lambing yang terlihat memungkinkan
orang untuk menarik kesimpulan tentang apa yang mereka rasakan dan ketahui. Contohnya,
pakaian memainkan suatu peranan yang penting dalam menunjukkan makna yang halus dari
suatu citra yang diinginkan dan gaya hidup konsumen.

 Motif Tumbuh Kognitif


Ada 4 (empat), sebagai berikut:
1. Kebutuhan untuk otonomi (active internal)
Memiliki atau menggunakan produk jasa yang unik merupakan salah satu cara konsumen
mengekpresikan otonomi mereka. Meningkatnya popularitas barang-barang kerajinan
tangan, seni asli, antic dan produk-produk unik lainnya mencerminkan kebutuhan ini.
2. Kebutuhan untuk stimulasi (active, eksternal).
Kebutuhan untuk stimulasi bersifat tidak linier dan berubah menurut waktu. Pengalaman
individu yang cepat umumnya menjadi jemu dan keinginan yang stabil, padahal individu
dalam lingkungan yang stabil menjadi bosan dan keinginan yang berubah.
3. Kebutuhan teteological (passive internal)
Konsumen merupakan pasangan berpola (pattern matchers) yang mempunyai citra dari
hasil atau keadaan akhir yang diinginkan dipantau dalam gerakan menuju keadaan akhir
(end state). Motif ini mendorong prang untuk lebih memilih media massa seperti bioskop
(movies), televise, program, dan buku dengan hasil sesuai dengan pandangan mereka,
bagaimana dunia akan bekerja.
4. Kebutuhan untuk penguatan (passive, external)
Orang sering termotivasi untuk bertindak dalam cara tertentu sebab mereka memperoleh
ganjaran (rewarded) untuk bertingkah laku seperti itu dalam situasi yang mirip pada waktu
yang lalu. Orang belajar dari masa lalunya. Produk yang dirancang untuk dipakai dalam
situasi public (pakaian, meja kursi, hasil seni)sering dijual berdasarkan besar dan jenis
penguatan yang akan diterima.

 Motif Tumbuh Efektif


Ada 4 (empat) sebagai berikut:
1. Kebutuhan untuk penonjolan (active, internal)
Banyak orang “competitive achiever” yang mencari sukses, kekaguman, dan dominan. Apa
yang dianggap penting oleh kelompok ini ialah kekuasaan (power), prestasi dan
penghargaan (pelari tercepat, pengangkat besi terberat, pembalap sepeda motor tercepat).
2. Kebutuhan untuk berafiliasi (active, external).
Afiliasi atas keanggotaan merupakan kebutuhan untuk mengembangkan hubungan saling
menguntungkan dan saling memuaskan dengan orang lain.
3. Kebutuhan untuk identifikasi (passive, internal)
Kebutuhan ubtuk identifikasi menyebabkan konsumen bermain dalam berbagai peran.
Pemasar mendorong konsumen menerima peranan baru dan posisi produk kritis untuk
peranan tertentu.
4. Kebutuhan untuk modeling (passive, ekternal).
Kebutuhan untuk modeling merefleksikan suatu tendensi untuk memberikan dasar perilaku
pada lainnya. Modeling merupakan alat dengan mana anak-anak belajar menjadi konsumen.
Kecendrungan atau tendensi untuk membuat model menjelaskan beberapa konfirmitas
yang terjadi dalam kelompok referensi.

 Menemukan Motif Pembelian


Misalnya seorang peneliti pemasaran mengajukan pertanyaan kepada seorang konsumen,
mengapa dia menggunakan mobil buatan jepang, memiliki sepeda untuk naik gunung,
menggunakan parfum. Kemungkinan konsumen memberikan jawaban: sedang ngetren, kawan
saya memakainya, saya senang pakaian itu cocok untuk saya. Namun demikian mungin masih
ada alasan lain dimana konsumen segan menjawabnya atau memamang tak sadar mengapa
menggunakannya: membeli barang itu menunjukkan bahwa saya orang kaya; memakai pakaian
itu saya kelihatan lebih sexy; menunjukkan bahwa saya masih muda. Semua atau kombinasi dari
motif-motif diatas dapat mempengaruhi pembelian pakaian atau item lainnya.

C.EMOSI
Emosi Sebelumnya telah kita definisikan bahwa emosi sebagai perasaan yang secara relatif tidak
terkontrol yang mempengaruhi perilaku secara kuat. Kita semua telah mengalami suatu deret
pengalaman. Semua pengalaman emosional cenderung mempunyai beberapa elemen yang
sama. Emosi biasanya dipicu oleh kejadian-kejadian lingkungan. Kemarahan, kesenangan, dan
kesedihan seringkali merupakan respon terhadap suatu set kejadian eksternal.
Emosi diiringi oleh perubahan phisiologis (Phisyological changes).
Beberapa perubahan karakteristik, antara lain:
1.Biji mata membesar (eye pupil dilation)
2 Keluarnya keririgat yang banyak
3. Lebih cepat bernafas (terengah-engah).
4. Meningkatnya tekanan darah.
5. Meningkatrnya kadar gula darah
Fitur karakteristik lainnya dari pengalaman emosional ialah pemikiran kognitif (cognitif thought).
Emosi umumnya, walaupun tidak perlu, diiringi dengan pemikiran. Jenis pemikiran dan
kemampuan kita berpikir secara rasional bervariasi dengan jenis dan tingkatan emosi. Respon
emosional yang ekstrim seringkali dipergunakan sebagai suatu penjelasan untuk pemikiran dan
tindakan yang tidak tepat: "I was so mad I Couldn't think straight"

Akhimya emosi melihat perasaan subjektif (subjective feeling). Kenyataanya, adalah komponen
perasaan yang umumnya kita rujuk, ketika kita berpikir emosi. Sedih, senang, marah, cemburu,
dan rasa takut sangat berbeda bagi kita. Perasaan yang ditentukan secara subjektif merupakan
intinya atau sarinya emosi.

Perasaan ini mempunyai suatu komponen spesifik yang kita beri label sebagai emosi, seperti
misalnya sedih atau bahagia. Sebagai tambahan, emosi membawa suatu komponen "evaluatif
atau "like/dislike". Kita menggunakan emosi merujuk pada perasaan khusus yang bisa dikenal,
dan "affect" merujuk pada aspek "liking/disliking" dari perasan khusus spesifik. Emosi umunnya
dievaluasi (disenangi/tidak disenangi) dalam pola yang konsisten lintas individu dan dalam
individu dari waktu kewaktu akan tetapi ada variasi kultural, individual dan situasional.
Sebagai contoh, beberapa dari kita umumnya ingin sedih atau takut, akan tetapi sering
menikmati bioskop atau buku yang menakutkan atau menyusahkan (film horor, buku tentang
pembunuhan yg terjadi di Irak).

Gambar : Nature of emotion

sumber : Hawkins,cs,2004
 Jenis Emosi
Kalau anda ditanya, anda akan bingung dengan menyebut banyak nama tentang emosi dan
kawan anda juga akan menyebut nama lain yang tidak anda jumpai dalam daftar nama yang ada
pada nada. Jadi tidaklah mengherankan kalau para peneliti telah mencoba mengkategorikan
emosi kedalam kelompok yang bisa dikelola. Beberapa peneliti telah mengusulkan adanya tiga
dimensi tentang emosi yaitu, "Pleasure, arousal and dominant" yang disingkat PAD. Emosi
khusus/spesifik mencerminkan kombinasi dan tingkatan dari tiga dimensi ini , berbagai variasi
emosi atau kategori emosi terkait dengan setiap dimensi dan indikator atau items yang bisa
dipergunakan untuk mengukur setiap emosi

 Emosi dan Strategi Pemasaran


Meskipun pemasaran selalu menggunakan emosí untuk pedoman pemosisian produk atau
"product pasitioning", presentase dan iklan pada suatu tingkat intuitif, "the deliberate", studi
sistematis tentang emosi yang relevan dalam strategi pemasaran, secara relatif merupakan hal
baru. Sebagai contoh, tenaga penjual dan penyedia jasa sering harus bertaruh dengan
konsumen dengan menunjukkan suatu rentetan emosi. Baru akhir-akhir ini pemasar
mengembangkan pemahaman yang cukup untuk menciptakan program pelatihan yang
sistematis terkait dengan respon terhadap konsumen yang emosional.

1. Emotion Arousal As A Product Benefit


Emosi dicirikan atau ditandai oleh evaluasi positif atau negatif. Konsumen secara aktif mencari
produk yang manfaat pertama dan keduanya pembangkitan emosi (emotion arousal). Meskipun
konsumen secara aktif mencari emosi positif untuk sebagian besar waktunya , tetapi tidak selalu
begitu. ("The movie was so sad. I cried and cried. I loved it. You should see it)

Banyak fitur produk, manfaat utamanya untuk membangkitkan emosi: bioskop, buku, musik
merupakan contoh nyata. Las Vegas, Atlantic city, dan Disney World diposisikan sebagai tujuan
untuk membangkitkan emosi. Seperti halnya jenis "adventure travel program" Telpon inferlokal
telah diposisikan sebagai produk pembangkit emosi (menelepon pacarnya yang sedang belajar
di Los Angeles, Amerika Serikat). ("Reach out and touch some one"). Beberapa merek minuman
ringan menekankan kegembiraan (excitement) dan kesenangan (fun) sebagai manfaat
utamanya. Bahkan mobil kadang-kadang diposisikan sebagai produk pembangkit emosi: Toyota
“Oh what a Feeling dan Pontiac "We build excitement"

2. Emotion Reduction As A Product Benefit


Secara sepintas lalu, banyak "emotional status" tidak menyenangkan hagi sebagian besar
individu untuk sebagian besar waktunya . Beberapa orang senang merasa sedih, "powerless",
meras terhina, jijik (disgustes) untuk merespon ini, pemasar merancang atau memposisikan
banyak produk untuk mencegah atau mengurangi pembangkitan emosi yang tidak
menyenangkan. " Shopping malls""departement store" dan "retail outlet lainnya sering
dikunjungi untuk mengurangi kebosanan dan kesepian. Makanan dan minuman beralkohol
(seperti bir, tuak, brem) dikonsumsi, sering merugikan/menggangu kesehatan.akan tetapi bisa
mengurangi stress. Bunga dipromosikan sebagai pencegah/penangkal kesedihan.

3. Emosi dalam Periklanan

Pembangkitan emosi sering dipergunakan dalam iklan/advertensi bahkan kalau pembangkit


emosi atau reduksi bukan "a product benefit".

"Emotional content" dalam iklan meningkatkan perhatian atraksi mereka dan mempertahankan
kemampuan. Pesan iklan yang memicu reaksi kegembiraan yang emosional, "warmth" atau
bahkan menjijikan (disgust) dari pada iklan yang lebih netral.
Emosi dicirikan/ditandai dengan suatu keadaan pembangkitan phisiologis yang berat. Seseorang
akan lebih waspada (alert) dan aktif ketika dibangkitkan. Dengan mengetahui tingkat
pembangkitan yang ditingkatkan, pesan emosional mungkin diproses lebih mendalam dari pada
pesan netral. Upaya lebih dan meningkatkan kegiatan elaborasi mungkin terjadi didalam
menjawab "emotional state"
Iklan emosional yang memicu suatu emosi yang dinilai positif meningkatkan "liking the ad self
Sebagai contoh "warmth" merupakan emosi yang dinilai positif yang dipicu oleh pengalaman
atau melihat pengalaman orang lain seperti "a love" "family atau hubungan kawan. Menyukai
suatu iklan mempunyai dampak yang positif pada “ liking the product”
Iklan emosional mungkin akan diingat lebih baik dari pada iklan netral. "Brand liking may also
occur in a direct, high involvement manner". Seseorang mempunyai satu atau beberapa
eksposur pada suatu iklan emosional mungkin memutuskan bahwa produk memang bagus atau
produk disukai. Ini lebih merupakan proses yang dilakukan secara sadar dari pada mengatakan
secara tak langsung dengan cara "classical conditioning". Sebagai contoh "the lizard ads" untuk
bir merek Budweiser disenangi banyak orang. Beberapa orangyang menyenangi iklan mungkin
memutuskan bahwa mereka akan menyenangi bir yang diproduksi oleh perusahaan dengan
menggunakan iklan yang lucu ( penuh humor)

4. Mengukur Respon Emosional

Berbagai pendekatan untuk mengukur respon emosional terhadap iklan, kemasan produk dan
lain sebagainya.

“To test a comercial" respon dan secara cepat menyortir 53 gambar dan mengesampingkan
gambar yang mencerminkan bagaimana mereka merasa sementara menyaksikan "the
commercial”. Persentase respon yang memilih gambar yang khusus memberikan profil respon
emosional terhadap "commercial". Sistem ini telah dipergunakan oleh beberapa perusahaan
seperti Gillette Pepsi-Cola, Polaroid dan Wrigley.

“The galvanic skin response (GSR) telah dipergunakan untuk mengukur pembangkitan emosional
(emotional arousal). GSR mengkaitkan responden dengan elektroda yang kecil yang memantau
daya tahan listrik dari kulit. Daya tahan (resistance) ini berubah dengan sedikit perubahan pada
keringat yang mengiringi/mendampingi pembangkitan emosional. Penggunaan GSR paling
terkenal lalah sebagai "lie detector test”.

Kesahihan (validasi) dari GSR untuk aplikasi pemasaran ternyata kontroversial, akan tetapi
pergalaman penggunaannya menunjukkan banwa GSR merupakan alat ukur yang berguna
dalam pemasaran.

Anda mungkin juga menyukai