MAKALAH PERTUMBUHAN ANAK SEKOLAH Fix
MAKALAH PERTUMBUHAN ANAK SEKOLAH Fix
PERKEMBANGAN ANAK
SEKOLAH
OLEH :
Contents
BAB I ...................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 4
A. LATAR BELAKANG ................................................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 5
C. Tujuan ......................................................................................................................................... 6
BAB II..................................................................................................................................................... 7
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 7
A. Pengertian Anak Usia Sekolah.................................................................................................... 7
B. Tahap – tahap Anak SD .............................................................................................................. 7
C. Tahap-tahap tumbuh kembang .................................................................................................... 8
D. Aspek dari pertumbuhan fisik ..................................................................................................... 9
E. Parameter dan Cara Penilaian Pertumbuhan Anak Usia Sekolah ............................................. 11
F. Faktor Pengaruh Tumbuh Kembang Anak ............................................................................... 19
G. PERKEMBANGAN ANAK PADA MASASEKOLAH .......................................................... 23
H. Tugas-tugas ............................................................................................................................... 29
I. Kebutuhan dan Masalah Gizi pada Periode Tersebut ............................................................... 29
BAB III ................................................................................................................................................. 38
KESIMPULAN ..................................................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 39
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
PEMBAHASAN
b. Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa
jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang
mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun. Berat
badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau
melakukan penilaian dengam melihat perubahan berat badan pada saat pengukuran
dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan
paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja
tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan
perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu.
c. Tinggi Badan
Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari
keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan
gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan
kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U (
tinggi badan menurut umur), atau juga indeks BB/TB ( Berat Badan menurut Tinggi
Badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan yang lambat dan biasanya
hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan
gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang
menahun ( Depkes RI, 2004).
Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter penting untuk
menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan status gizi,
dan merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan fungsi pertumbuhan
dan komposisi tubuh.
Pengukuran IMT dapat dilakukan pada anak-anak, remaja, maupun orang dewasa. Pada
anak-anak dan remaja pengukruan IMT sangat terkait dengan umurnya, karena dengan
perubahan umur, terjadi perubahan komposisi tubuh dan densitas tubuh. Karena itu, pada
anak-anak dan remaj digunakan indikator IMT menurut umur, yang biasa disumbolkan
dengan IMT/U.
IMT adalah perbandingan berat badan dengan tinggi badan kuadrat. Cara pengukurannya
adalah pertama-tama ukur berat badan dan tinggi badannya. Selanjutnya dihitung IMT-nya
yaitu:
IMT = BB (kg)/tinggibadan2(meter)
Pada anak dan remaja usia 5-19 tahun nilai IMT-nya harus dibandingkan dengan
referensi WHO/NCHS 2007 (WHO, 2007). Pada saat ini, yang paling sering dilakukan untuk
menyatakan indeks tersebut adalah dengan Z-score /persentil.
- Z-score ; deviasi nilai seseorang dari nilai median populasi referensi dibagi dengan
simpangan baku populasi refernsi.
- Persentil ; tingkatan posisi seseorang pada distribusi referensi (WHO/NChS), yang
dijelaskan dengan nilai seseorang sama atau lebih besar daripada nilai persentase
kelompok populasi.
Z-skor paling sering digunakan. Secara teoritis, cara menghitung Z-score adalah sebagai
berikut:
Tabel IMT
Anak Perempuan Usia 5-10 Tahun
No. Usia Sangat Kurus Normal Gemuk Sangat
(Tahun) Kurus Gemuk
(kurang (lebih
dari) dari)
1. 5 11,6 11,6-12,6 12,7-16,8 16,9-18,7 18,7
2. 6 11,7 11,7-12,6 12,7-16,9 17,0-19,2 19,2
3. 7 11,8 11,8-12,7 12,8-17,3 17,4-19,9 19,9
4. 8 11,9 11,9-12,8 12,9-17,6 17,7-20,6 20,6
5. 9 12,1 12,1-13,0 13,1-18,2 18,3-21,5 21,5
6. 10 12,4 14,8-18,9 14,8-18,9 19,0-22,5 22,5
Sumber: WHO, 2007
Tabel IMT
Anak Laki-Laki Usia 5-10 Tahun
No. Usia Sangat Kurus Normal Gemuk Sangat
(Tahun) Kurus Gemuk
(kurang (lebih
dari) dari)
1. 5 12.0 12,0-12,8 12,9-16,5 16,6-18,3 18,3
2. 6 12,1 12,1-13,0 13,1-16,7 16,8-18,5 18,5
3. 7 12,3 12,3-13,1 13,2-17,1 17,2-19,0 19,0
4. 8 12,4 12,4-13,3 13,4-17,4 17,5-19,6 19,6
5. 9 12,5 12,5-13,5 13,6-17,8 17,9-20,4 20,4
6. 10 12,6 12,8-13,7 13,8-18,4 18,5-21,4 21,4
Sumber: WHO, 2007
Penilaian Pertumbuhan Anak Usia Sekolah
Pada awalnya penilaian status gizi anak menggunakan baku CDC/NCHS yang digunakan
mulai tahun 1990-2008. Namun pada tahun 2009 cara penilaian pertumbuhan dengan
menggunakan grafik WHO,2005 dan kini WHO 2007 yang terbaru. Cara penilaian
Pertumbuhan Anak Usia Sekolah dengan menggunakan aplikasi Software dengan WHO-
anthro plus (untuk anak berusia 6-18 tahun), kemudian, hasil analisisnya selanjutnya
diinterpretasikan dengan menggunakan grafik WHO (WHO Chart), seperti gambar berikut11:
Menurut WHO –Chart
Indikator yang digunakan yakni IMT/Umur (BMI-for age), berikut grafik pertumbuhan anak
usia 5-19 tahun berdasarkan WHO, 2007.
2. Parameter dan cara Penilaian Perkembangan Anak Usia sekolah
Adapun parameter perkembangan anak usia sekolah (6-12 tahun) yakni dari
aspek kognitif (intelegensi) anak. Aspek perkembangan intelegensi pada anak usia
sekolah mendapat perhatian yang banyak di kalangan psikolog sebab intelegensi
dianggap sebagai suatu norma yang menentukan perkembangan kemampuan dan
pencapaian optimal hasil belajar anak di sekolah. Dengan mengetahui intelegensinya,
seorang anak dapat dikategorikan sebagai anak yang pandai/cerdas/genius, sedang,
atau bodoh (idiot). Intelegensi merupakan suatu konsep abstrak yang sulit
didefenisikan secara memuaskan. Sejumlah psikolog memperluas pengertian
intelegensi dengan memasukkan berbagai macam dimensi bakat dan keterampilan
jasmani. Namun, hal ini masih didiskusikan dan lebih berorientasi pada dimensi
pemikiran dan pemecahan masalah, sehingga banyak standar test yang digunakan
untuk mengukur bentuk intelegensi ini14.
Pengukuran intelegensi
Intelegensi setiap anak berbeda-beda. Untuk mengukur perbedaan kemampuan
tersebut, maka para psikolog mengembangkan sejumlah tes intelegensi. Salah satu
ahli psikolog, Alfret Binet (1857-1911) seorang dokter psikolog Prancis sebagai
seorang yang berjasa dalam mempelopori tes intelegensi ini14.
Hal ini berwal dari penugasannya dari Kementerian Pendidikan Prancis untuk
mengembangkan suatu metode yang dapat menentukan murid-murid mana yang
memperoleh keuntungan dari sistem pembelajaran di sekolah umum. Tahun 1904
Binet bersama dengan mahasiswanya Theophile Simon mulai merancang sebuah tes
intelegensi yang diberi nama “Chelle Matrique de I’intelegence” (Skala pengukur
intelegensi), yang dimaksudkan untuk membedakan anatara anak yang dapat
mengikuti pelajaran di sekolah dengan baik dan anak yang tidak mampu menangkap
pelajaran. Tes ini dirancang berangkat dari konsep usia mental (mental age/MA) yang
dikembangkannya yang menganggap bahwa anak-anak yang terbelakang secara
mental akan bertingkah laku dan berkinerja seperti anak-anak normal yang berusia
lebih muda. Ia mengembangkan norma-norma intelegensi dengan menguji 50 orang
anak dari usia 3-11 tahun yang tidak terbelakang mental. Anak yang diduga
keterbelakangan mental diuji , perforam mereka dibandingkan dengan anak-anak yang
suai kronologisnya sama di dalam sampel yang normal. Perbedaan antara usia mental
(MA) dengan usai kronologis (CA) – usia sejak lahir- inilah yang digunakan sebagai
ukuran intelegensi. Anak yang cerdas memiliki MA di atas CA, sedangkan anak yang
bodoh memiliki MA di bawah CA14.
Wilian Stern (1871-1938) seorang psikolog Jerman yang menyempurnakan tes
intelegensi Binet yang kemudian mengembangkan dengan istilah Intelegence quotient
(IQ). IQ menggambarkan intelegensi sebagai rasio antara mental (MA) sdan usia
kronologis (CA) dengan rumus14:
𝑀𝐴
𝐼𝑄 = ( 𝐶𝐴 ) 𝑥 100
Angka 100 digunakan sebagai bilangan pengali supaya IQ bernilai 100 bila MA
= CA. bila MA<CA maka IQ kurang dari 100. Sebaliknya jiak MA > CA maka IQ
lebih dari 100. Berdasarkan hasil tes intelegensi yang disebarkan ke anak remaja,
orang dewasa, anak-anak, ditemukan bahwa intelegensi diukur dengan perkiraan
distribusi normal Piaget. Distribusi normal dalah simetris dengan kasus mayoritas
yang berada di tengah-tengah rentang skor tertinggi dan terendah yang tampak pada
kedua titik ekstrim skor. Berikut adalah Tabel tentang klasifikasi IQ14:
IQ Klasifikasi Tingkat sekolah
Di atas 139 Sangat superior Orang yang sangat pandai
120-139 superior Dapat menyelesaikan
studi di Universitas tanpa
banyak kesulitan
110-119 Di atas rata-rata Dapat menyelesaikan
sekolah lanjutan tanpa
kesulitan.
90-109 Rata-rata Dapat menyelesaikan
sekolah lanjutan tanpa
kesulitan
80-89 Di bawah rata- Dapat menyelesaikan
rata sekolah lanjutan
70-79 borderline Dapat mempelajari
sesuatu tapi lambat
Di bawah 70 Terbelakang Tidak bisa mengikuti
secara mental pendidikan di sekolah
Sumber: Diadapasi dari Davindoff (1988)
Berdasarkan jurnal hasil penelitian tahun 2013 terkait hubungan antara indikator
antropometrik dengan kemampuan kognitif (cognitive performance) pada anak
sekolah di negar-negara kawasan Asia Tenggara di 4 negara Indonesia, Malaysia,
Thailand dan Vietnam) diperoleh hasil bahwa secara keseluruhan, 21% dari anak-
anak di empat negara memiliki kekurangan berat badan dan 19% yang terhambat.
Anak-anak dengan berat badan menurut umur rendah beresiko 3 · 5 kali lebih
mungkin untuk memiliki IQ non-verbal < 89 begitupun dengan anak-anak dengan
BMI dan tinggi badan menurut umur rendah. Dalam penelitian tersebut kognitive
performance diukur dengan Raven’s Progressive Matrices test (RPM test) or Test of
Non-Verbal Intelligence, third edition (TONI-3), yang kemudian dibagi dalam 5
kategori IQ-non verbal, yakni ≥120 (superior), 110-119 (high-average), 90-109
(average), 80-89 (below average), dan 60-79 (low/borderline)15.
a. Faktor Heraditer
Merupakan faktor yang dapat diturunkan sebagai dasar dalam mencapai
tumbuh kembang anak di samping faktor lain. Yang termasuk faktor
herediter adalah bawaan, jenis kelamin, ras, suku bangsa. Faktor ini dapat
ditentukan dengan intensitas dan kecepatan dalam pembelahan sel telur,
tingkat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas, dan
berhentinya pertumbuhan tulang (Hidayat, 2005). Pada pertumbuhan dan
perkembangan anak pada jenis laki-laki setelah lahir akan cenderung lebih
cepat atau tinggi pertumbuhan tinggi badan dan berat badan 21
dibandingkan dengan anak perempuan akan bertahan sampai usia tertentu
mengingat anak perempuan akan mengalami pubertas lebih dahulu dan
kebanyakan anak perempuan akan mengalami pertumbuhan yang lebih
tinggi dan besar ketika masa pubertas dan begitu juga sebaliknya di saat
anak laki-laki mencapai pubertas maka laki-laki akan cenderung lebih besar
(Hidayat, 2005). Ras atau suku bangsa juga memiliki peran dalam
pertumbuhan dan perkembangan. Hal ini dapat dilihat pada suku bangsa
tertentu memiliki kecenderungan lebih besar atau tinggi seperti bangsa Asia
cenderung lebih pendek dan kecil dibandingkan dengan bangsa Eropa atau
lainya (Hidayat, 2005).
b. Faktor Lingkungan Merupakan faktor yang memegang peran penting dalam
menentukan tercapai dan tindakan potensi yang sudah dimiliki. Yang
termasuk faktor lingkungan ini dapat meliputi lingkungan pranatal,
lingkungan yang masih dalam kandungan dan lingkunagn post natal yaitu
lingkungan setelah bayi lahir (Hidyat, 2005).
1. Linkungan Pranatal Merupakan lingkungan dalam kandungan, mulai
konsepsi lahir yang meliputi gizi pada waktu ibu hamil, lingkungan
mekanis seperti posisi janin dalam uterus, zat kimia atau toxin seperti
penggunaan obat-obatan, alkohol atau kebiasaan merokok ibu hamil,
hormonal seperti adanya hormon somatrotopin, plasenta tiroid, insulin dan
lain-lain yang berpengaruh pada pertumbuhan janin. Faktor lingkungan
yang lain adalah radiasi yang dapat menyebabkan kerusakan pada organ
otak janin. Infeksi dalam kandungan juga akan mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan bayi demikian juga stres yang dapat
mempengaruhi kegagalan tumbuh kembang. Faktor imunitas akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin sebab dapat
menyebabkan terjadinya abortus, selain itu juga kekurangn oksigen pada
janin akan mempengaruhi gangguan dalam plasenta yang dapat
menyebabkan bayi berat badan lahir rendah (Hidayat, 2005).
2. Lingkungan Postanal Selain faktor lingkungan intra uteri terdapat
lingkungan setelah lahir yang juga dapat mempengaruhi tumbuh kembang
anak seperti, budaya lingkungan, sosial ekonomi keluarga, nutrisi, iklim
atau cuaca, olahraga, dan setatus kesehatan (Hidayat, 2005).
c. Budaya Lingkungan Budaya lingkungan dalam hal ini adalah masyarakat
dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak dalam dalam
memahami atau mempersiapkan pola hidup sehat.hal ini dapat terlihat
apabila kehidupan atau perilaku mengikuti budaya yang ada kemungkinan
besar dapat menghambat dalam aspek pertumbuhan dan perkembangan.
Sebagai contoh anak yang dalam usia tumbuh kembang membutuhkan
makanan yang bergizi, maka tentu akan mengganggu atau menghambat
pada masa tumbuh kembang (Hidayat, 2005).
d. Status Sosial Ekonomi Status sosial ekonomi juga dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak. Hal ini dapat terlihat anak dengan
sosial ekonomi tinggi, tentunya pemenuhan kebutuhan gizi sangat cukup
baik dibandingkan dengan anak dengan sosial ekonomi rendah. Demikian
juga dengan status pendidikan keluarga, misalnya tingkat pendidikan
rendah akan sulit untuk menerima arahan dalam pemenuhan gizi
danmereka sering tidak mau atau tidak meyakini pentingnya pemenuhan
kebutuhan gizi atau pentingnya pelayannan kesehatan lain yang menunjang
dalam pembantu pertumbuhan dan perkembangan anak (Hidayat, 2005).
e. Nutrisi Salah satu komponen yang penting dalam menunjang
keberlangsungan proses pertumbuhan dan perkembangan yang menjadi
kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang selama pertumbuhan, terdapat
zat gizi yang diperlukan seperti protein, karbohidrat, lemak, mineral,
vitamin, dan air. Kebutuhan ini sangat diperlukan pada masa-masa tersebut,
apabila kebutuhan tersebut tidak atau kurang terpenuhi maka akan
menghambat pertumbuhan dan perkembangan (Hidayat, 2005).
f. Ikilim atau Cuaca Iklim atau cuaca ini berperan dalam pertumbuhan dan
perkembangan. Hal ini dapat dilihat pada musim tertentu pula terkadang
kesulitan mendapatkan makanan yang bergizi seperti saat musim kemarau
penyedian sumber air bersih atau sumber makanan sangat kesulitan
(Hidayat, 2005).
g. Olah Raga atau Latihan Fisik Hal ini dapat memacu perkembangan
anak,karena dapat meningkatkan stimulasi perkembangan otot dan
pertumbuhan sel. Kemudian pula dalam aspek 23 sosial, anak dapat mudah
melakukan interaksi dengan temanya sesuai dengan olahraganya (Hidayat,
2005).
h. Posisi Anak dalam Keluarga Hal ini dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan. Hal ini juga dapat dilihat pada anak pertama atau tunggal,
dalam aspek perkembangansecara umum kemampuan intelektual lebih
menonjol dan cepat berkembang karena sering berinteraksi dengan orang
dewasa, akan tetapi dalam perkembangan motoriknya kadang-kadang
telambat karena tidak ada stimulasi yang biasanya dilakukan saudara
kandungnya. Kemudian juga pada anak kedua atau berada di tengah
kecenderunagan orang tua yang merasa bisa dalam merawat anak lebih
percaya diri sehingga kemampuan untuk beradaptasi anak lebih cepat dan
mudah, akan tetapi dalam perkembangan intelektual biasanya trekadang
kurang apabila dibandingkan dengan anak pertama, kecenderungan tersebut
juga tergantung pada keluarga (Hidayat, 2005).
i. Status Kesehatan Hal ini dapat berpengaruh dalam pencapaian
pertumbuhan dan perkembangan. Hal ini juga dapat dilihat apabila anak
dalam kondisi sehat dan sejahtera maka percepatan untuk tumbuh kembang
sangat mudah, akan tetapi apabila status kesehatan kurang maka maka akan
terjadi perlambatan (Hidyat, 2005).
j. Faktor Hormonal Faktor ini berperan dalam tumbuh kembang anak antara
lain: somatrotopin yang berperan dalam mempengaruhi pertumbuhan tinggi
badan dengan menstimulasi metabolisme tubuh, sedangkan glukokortikoid
yang mempunyai fungsi menstimulasi pertumbuhan sel interstisial dari
testis untuk memproduksi testosteron dan ovarium untuk memproduksi
estrogen selanjutnya hormon tersebut akan menstimulasi perkembangan
seks baik pada anak laki-laki maupun perepuan yang sesuai dengan dengan
peran hormonya (Hidayat, 2005).
G. PERKEMBANGAN ANAK PADA MASASEKOLAH
Antara usia 7 sampai 12 tahun, yaitu pada tahapan operasianal konkret, anak-
anak menguasai berbagi konsep konservasi untuk melakukan manipulasi logis lainya.
Misalnya, mereka dapat menyusun benda berdasarkan dimensi, seperti tinggi dan
berat. Mereka juga dapat membentuk penyajian mental mengenai serangkain
tindakan. Anak-anak yang berumur lima tahun dapat mencari jalaqn sendiri ke rumah
temenya tetapi tidxak dapat menunjukkan kepada anda atau menelusuri rute atau
menelusuri dengan kertas dan pensil. Mereka dapat mencari jalan karena mereka tahu
harus membelok pada tempat-tempat tertentu, tetapi mereka tidak mempunnyai
gambaran rute secara keseluruhan. Sebaliknya anak-anak berumur 8 tahun sanggup
menggambarkan peta rute itu (Rustam, Mujab et al. 2013).
Pieget menamakan masa ini tahapan operasional konkret: meskipun anak-anak
memakai istilah abstrak, mereka hanya memakai dalam hubungannya dengan objek
yang konkret. Sebelum mencapai tahapan akhir perkembangan kogniti, pada tahapan
operasional formal, yang dimulai sekitar usia 11 sampai 12 tahun, anak-anak sanggup
berfikir logis dengan berbagai istilah simbolik murni (Dharma and Andryanto 2010).
Stadium pemahaman moral pieget ketiga dimulai pada sekitar waktu ini. Anak
mulai menghargai bahwa beberapa peraturan adalah kebiasaan sosial- persetujuan
bersama yang dapat sekehandak hati diputuskan dan di ubah jikan semua setuju.
Realismemoral anak moral anak juga menyatakan: saat membuat pertimbangan moral,
anak sekarang memberikan bobot pada pertimbangan “subjektif” seperti maksuk
seseorang, dan mereka memandang hukuman sebagai keputusan manusia, bukan
retribusi dari kekuatan yang lebih tinggi.
Awal stadium operasional formal juga timbul bersamaan dengan stadium
keempat dan terakhir pada pemahaman anak tentang peraturan moral. Anak kecil
menumjukkan minatnya dalam membuat peraturan bahkan untuk menghadapi situasi
yang belum yang belum pernah mereka jumpai. Stadium ini ditandai oleh model
ideologis penalaran moral, yang menjawab masalah sosiol yang lebih luas ketimbang
hanya situasi personal dan interpersonal (Widjaja 1999).
1. Perkembangan Intelektual
Pada usia sekolah dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan
intelektuan, atau melaksnakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan
intelektual atau kemampuan kognitif (seperti: membaca, menulis dan menghitung).
Sebelum masa ini, yaitu masa prasekolah, daya pikir anak masih bersifat
imajinatif, berangan-angan (berkhayal), sedangkan pada usia SD daya pikirnya sudah
berkembang kearah berfikir konkret dan rasional (dapat diterima akal). Pieget
menamakannya sebagai masa operasi konkrit. Pieget menamakannya sebagai masa
operasi konkret, masa berakhirnya berfikirn khayal dan mulai befikir konkret
(berkaitan dengan dunia nyata).
Periode ini ditandai dengan tiga kemampuan atau kecakapan baru, yaitu
mengklasifikasiakn (mengkelompokkan), menyusun, atau mengasiosikan
(menghubungkan atau manghitung) angka-angka atau bilangan. Kemampuan yang
berkaitan dengan perhitungan (angka), seoerti menambah, mengurangi, mengalikan,
dan membagi. Di samping itu, pada masa ini anak sudah memiliki kemampuan
memecahkan masalah (problem solving) yang sedarhana.
Kemampuan intelektual pada masa ini sudah cukup untuk menjdi
dasardiberikannya berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan pola pikir atau
daya nalarnya. Kepada anak sudah dapat diberikan dasar-dasar keilmuan, seprti
membaca, menulis dan berhitung. Di sampin itu, kepada anak diberikan juga
pengetahuan-pengetahuan tentang manusian, hewan lingkungan alam sekitar dan
sebagainya. Untuk mengembangkan daya nalarnya dengan melatih anak untuk
mengungkapkan pendapat,gagasan atau penilaiannya terhadap berbagai hal, baik yang
dialaminya maupun peristiwa yang terjadi dilingkunganya.
Dalam rangka mengembangkan kemampuan anak, maka sekolah dalam hal ini
guru seyogyanya memberikan kesempatan kepada anak untuk mengemukakan
pertanyaan, memberikan komentar atau pendapatnya tentang materi pelajaaran yang
dibacanya atau yang dijelaskan guru, membuat karangan, menyusun laporan (hasil
study tour atau diskusi kelompok).
2. Perkembangan Bahasa
Bahasa adalah sarana komunikasi denagan dengan orang lain. Dalam
pewngertian ini mencakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan
perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau gerak menggunakan
kata-kata, kalimat bunyi, lambang, tuilsan. Denagan bahasa, semua manusia, alam
sekitar, ilmu pengetahuan, dan nilai-nilai moral atau agama.
Usia sekoalah dasar ini merupakan msa perkembangan pesatnya kemampuan
mengenal dan menguasai perbendaharaan kata (vocabulary). Pada awal masa ini, anak
suadah menguasai sekitar 2.500 kata, dan pada masa akhir (usia 11-12 tahun) telah
dapat menguasai sekitar 50.000 kata. Dengan dikuasainya keterampilan membaca dan
berkomunikasi dengan orang lain, anak suadah gemar membaca atau mendengarkan
cerita yang bersifat kritis (tentang perjalanan / petualagan, riwayat para pahlawan,
dsb). Pada masa ini tingkat berfikir anak suadah lebih maju, dia banyak menanyakan
soal waktu dan sebab akibat. Oleh karena itu, kata tanya yang dipergunakan pun yang
semula hanya “apa”, sekarang sudah diikuti dengan pertanyaan :”dimana”,
“darimana”, “kemana”,”mengapa”, dan “bagaimana”.
Terdapat dus faktor penting yang mempemgaruhi perkembangan bahasa, yaitu
sebagai berikut:
a. Prosesrs jadi matang, dengan perkatan lain anak itu menjadi matang (organ-
organ suara/bicara sudah berfungsi ) untuk berkata-kata.
b. Proses belajar, yang berati bahwa anak yang telah matang untuk berbicara lalu
mempelajari bahasaorang lain dengan jalan mengimitasikan atau meniru
ucapa/kata-kata yang didengarnya.
Di sekolah, diberikan pelajaran bahasa yang didengan sengaja menambah
pembendaharaan katanya,mengajar menyusun struktur kalimat, peribahasa,
kesusastraan dan keterampilan mengarang. Dengan dibekali pelajaran bahasa ini,
diharapkan peserta didik dapat menguasai dan mempergunakan sebagai alat untuk:
a. Berkomunikasi dengan orang lain,
b. Menyatakan isi hatinya (perasaannya),
c. Memahami keterampilan mengolah informasi yang diterimanya,
d. Berfikir (menyatakan gagasan atau pendapat),
e. Mengembangkan kepribadiannya, seprti menyatakan sikap dan kenyakinan.
3. Perkembangan sosial
Maksud perkembengan sosial disni adalah pencapai kematangan dalam
hubungan sosial. Dapat juga dikatakan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan
diri dengan norma-norma kelompok, tradisi dan moral (agama). Perkembangan sosial
pada anak-anak sekolah dasar ditandai dengan adanya perluasan hubungan, di
samping dengan keluarga juga dia mulai membentuk ikatan baru dengan teman
sebaya (peer group) atau teman sekelas, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya
telah tembah luas.
Pada usia ini, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri-sendri
(egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau
memperhatiakn kepentingan orang lain). Anak dapat berminat terhadapat kegiatan-
kegiatan teman sebayanya, dan bertambah kuat keinginannya untuk diterima menjadi
anggota kelompok (gang), dia merasa tidak senang apabila tidak diterima dalam
kelompoknya.
Berkat perkembangan sosil, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan
kelompok teman sebayanya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitarnya. Dalm
proses belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan
atau dimaknai dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan
tenaga fisik (seperti: membersihkan kelas dan halaman sekolah), maupun tugas yang
membutuhkan pikiran (seprti: merencanakan kegiatan camping, membuat rencana
study tour).
4. Perkembangan Emosi
Menginjak usia sekolah, anak mulai menyadari bahawa pengungkapan emosi
secara kasar tidaklah diterima di masyarakat. Oleh karena itu, dia mulai belajar untuk
mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya. Kemampuan mengontrol emosi
diperoleh anak melalui peniruan dan latihan (pembiasan). Dalam proses
peniruan, kemampuan orang tua daal mengendalikan emosinya sangat berpengaruh.
Emosi-emosi yang secara dialami pada tahap perkembangan usia sekolah ini adalah
marah, takut, iri hati, kasih sayang, rasa ingin tahu, dan kegembiraan (rasa senagng,
nikmat, atau bahagia).
Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu,
dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Emosi yang positif, seperti perasaan
senang, bergairah, bersemangt atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi individu
untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar, seperti memperhatikan
penjelasan guru, membaca buku,aktif dalam diskusi, mengerjakan tugas, dan disiplin
dalam belajar.
5. Perkembangan Moral
Anak mulai mengenal konsep moral (mengenal benar sah atau baik-buruk)
pertama kali dari lingkungan keluarga. Pada mulanya, mungkin anak tidak mengerti
konsep moral ini, tetapi lambat laun anak akan memahaminya. Usaha menanamkan
konsep moral sejak usia dini (prasekolah) merupakan hal yang seharusnya, karena
informsi yang diterima anak mengenai benar- salah atau baik-buruk akan menjadi
pedoman pada tingkah lakunya di kemudian hari.
Pada usia sekolah dasar, anak sudah dapat mengikuti pertautan atau tuntutan
dari orang tua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini, anak sudah dapat
memahami alasan yang mendasari suatu peratuaran. Di samping itu , anak sudah
dapat mengasosiakan satiap bentuk perilaku dengan konsep benar-benar atau baik-
buruk. Misalnya, dia memandang atau menilai bahwa perbuatan nakal, berdusta, dan
tidak hormat kepada orang tua merupakan suatu yang salah atau buruk. Seadangkan
perbuatan jujur, adil, dan sikap hormat kepada orang tua dan guru merupakan suatu
yang benar/baik.
6. Perkembangan Penghayatan Keagamaan
Pada masa ini, perkembangan penghayatan keagamaan ditandai dengan ciri-
cirisebagai berikut:
a. Sikap keagamaan bersifat reseptif disertai pengertian.
b. Pandangan dan paham ketuhanan diperolehnya secara rasional berdasarkan
kaiadah-kaidah logika yang berpedoman pada indikator alam semesta sebagai
manifestasi dari keagungan-Nya.
c. Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan ritual
diterimanya sebagai keharusan moral.
Periode usia sekolah dasar merupakan masa pembentukan nilai-nilai agama sebagai
kelanjutan periode sebrelumnya. Kualitas keagamaan anak akan sangat dipengaruhi
oleh proses pembetukan atau pendidikan yang diterimanya. Berkaitan denag hal
tersebut, pendidikan disekolah dasar mempunyai peranan yang sangat penting. Oleh
karena itu, pendidikan agama (pengajaran, pembiasan, dan penanaman nilai-nilai) di
sekolah dasar harus menjadi perhatian semaua pihak yang terlibat dalam pendidikan
di SD, bukan hanya guru agama tetapi kepala sekolah dan guru-guru yang lainnya.
Apabila semua pihak yang terlibat s
7. Perkembagan Motorik
Seiring perkembangan fisiknya yang beranjak matang, maka perkembangan
motorik anak sudah dapat terkodinasi dengan baik. Setiap gerakannya sudah selaras
dengan kebutuhan atau minatnya. Pada masa ini ditandai dengan kelebihan gerak atau
aktivitas motorik yang lincah. Oleh karena itu, usia ini merupakan masa yang ideal
untuk belajar keterampilan yang berkaitan dengan motorik ini, seperti menulis,
menggambar, melukis, mengetik (komputer), berenamg, main bola, dan atletik.
Perkembangan fisik yang normal merupakan salah satu faktor penentu
kelancaran proses belajar, baik dalam bidang pengetahuan maupun keterampilan.
Oleh karaena itu, perkembangan motorik sanagat menunjang keberhasilan belajar
peserta didik. Pada masa usia sekolah dasar kematangan perkembangan motorik ini
pada umumnya dicapainya, karaena itu mereka sudah siap menerima pelajaran
keterampilan (Yusuf 2010).
Sesuai perkembangan fisik (motorik ) maka di kelas-kelas permulaan sangat
tepat diajarkan :
a. Dasar-dasar keterampilan untuk menulis dan menggambar.s
b. Keteramilan dalam mempergunakan alat-alat olahraga (menerima,
menendang, dan memukul).
c. Gerakan-gerakan untuk meloncat, berlari, berenang, dan sebagainya.
d. Baris-berbaris secara sederhana untuk menanamkan kebiasaan, ketertiban, dan
kedisiplinan.
8. Perkembangan Fisik
Perkembangan fiusik cenderung lbih stabil atau tenang sebelum memasuki
masa remaja yang pertumbuhannya sangat cepat. Masa yang tenang ini diperlukan
oleh anak untuk belajar berbagai kemampuan akademik. Anak lebih tinggi, lebih
berat, lebih kuat serta belajar berbagai keterampilan. Kenikan tinggi dan berat badan
bervariasi antara anak satu dengan yang lain. Peran kesehatan dan gizi sangat penting
dalam pertumbuhan dan perkembangan anak.i
9. Perkembangan Bicara
Berbicara merupakan alat komunikasi terpenting dalam berkelompok. Anak
belajar bagaimana berbicara dengan baik dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Bertambahnya kosakata yang berasal dari berbagai sumber menyebabkan semakin
banyak pembendaharaan kat yang dimiliki. Anak mulai menyadari bahwa komunikasi
yang bermakna tidak dapat dicapai bila anak tidak mengerti apa yang dikatakan oleh
orang lain. Hal ini mendorong anak untuk meningkatkan pengertiannya.
10. Kegiatan Bermain
Permainan yang disukai cenderung kegiatan bermain yang dilakukan secara
kelompok, kecuali anak-anak yang kurang diterima di kelompoknya dan cenderung
memilih bermain sendiri. Bermain yang sifatnya menjelajah, ketempat-tempat yang
belum pernah dikunjungi baik dikota maupun di desa mengasikkan bagi anak.
Permainan konstruktif yaitu membangun atau membentuk sesuatu adalah bentuk
permainan yang disukai anak serta mampu mengembangkan kreativitas anak.
Bernyayi meerupakan bentuk kegiatan kreatif lainnya. Sealain itu bentuk permainan
kelompok yang disenangi meruoakan permainan oleh raga seperti basket, sepak bola,
voleydan sebagainya. Jenis permainan ini membantu perkembangan otok dan
perkembangan tubuh.
11. Usia 10-12
Pada usia 10-12 tahun, perhatian membaca puncaknya. Materi bacaan semakin
luas. Anak-anak laki menyenangi hal-hal yang sifatnya menggemparkan, misterius,
dan kisah-kisah pertualangan. Anak perempuan menyenagi cerita kehidupan seputar
rumah tangga. Teman sebaya umumnya dalah teman sekolah dan teman bermain di
luar sekolah. Pengaruah teman sebaya sangat besar bagi arah perkembangan anak baik
yang bersifat positf maupun negatif. Pengaruh positif terlihat pada pengembanagan
konsep diri dan pertumbuhan harga diri. Hanya ditengah-tengah teman sebaya anak
bisa merasakan dan menyadari bagaimana dan dimana kedudukan atau
posisidirinya. Keinginan untuk berada ditengah-tengah temannya membawa anak
untuk keluar rumah menemuinya sepulng sekolah. Anak merasakan kesepian
dirumah, tiada teman. Kegiatan denag teman sebaya ini meliputi belajar bersama,
melihat pertunjukan, bermain, masak-masakkan, dan sebagainya. Mereka sering
melakukan kegiatan yang biasanya dilakukan orang dewasa.
H. Tugas-tugas
Menurut Syamsu Yusuf, perkebembangan pada masa ini meliputi (Yusuf
2010):
1. Belajar memperoleh ketrampilan fisik untuk melakukan permainan.
2. Belajar membentuk sikap yang seaht terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk
biologis.
3. Belajar bergaul dengan teman sebaya.
4. Belajar memainkan peranan sesuai jenis kelaminnya.
5. Belajar ketrampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung.
6. Belajar mengembangkan konsep sehari-hari (Yuliani 2005).
Perhatian kepada gizi pada anak usia sekolah (6-12 tahun) perlu karena selama
ini perhatian dalam masalah gizi masih berfokus pada gizi pada masa prenatal, bayi,
dan balita. Pada masa sekolah, anak sudah mulai berfokus pada pelajaran sekolah dan
lebih banyak waktu dihabiskan di sekolah. Anak sekolah mulai mengenai jajan,
sehingga perlu mendapat perhatian akan kebutuhan gizi yang sangat penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah
DAFTAR PUSTAKA
Ahrens, W., I. Pigeot, et al. (2014). "Prevalence of overweight and obesity in European children
below the age of 10." International Journal of Obesity 38: S99-S107.
Anonim. (2012, 20 February 2012 ). "Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak Usia 6-12 Tahun." 23
September 2016, from http://pondokibu.com/pertumbuhan-dan-perkembangan-anak-usia-
6-12-tahun.html.
arianti, e. (2015). "Tumbuh Kembang Anak (6-12 tahun)." 23 September 2016, from
http://kdkep.blogspot.co.id/2015/05/tumbuh-kembang-anak-6-12-tahun.html.
Cherian, A. T., S. S. Cherian, et al. (2012). "Prevalence of obesity and overweight in urban school
children in Kerala, India." Indian pediatrics 49(6): 475-477.
De, B. B., E. McLean, et al. (2008). "Worldwide prevalence of anemia 1993–2005: WHO global
database on anemia." Geneva: WHO, CDC.
Departemen Kesehatan, R. (2007). "Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007."
Jakarta: B adan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI.
Dharma, A. and M. Andryanto (2010). Pengantar Psikolog. Jakarta, Erlangga.
Gunarsa, D. S. (2006). Psikologi Praktis: Dari Anak Sampai Usia Lanjut, Jakarta: PT. BPK Gunung
Mulia.
Herrador, Z., L. Sordo, et al. (2014). "Cross-sectional study of malnutrition and associated factors
among school aged children in rural and urban settings of Fogera and Libo Kemkem districts,
Ethiopia." PloS One 9(9): e105880.
Hidayat, A. A. (2005). "Pengantar ilmu keperawatan anak." Jakarta: Salemba Medika.
Hurlock, E. B. (1980). "Psikologi perkembangan." Jakarta: Erlangga.
Kementerian Kesehatan, R. (2013). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, Jakarta:
Kementerian Kesehatan RIDinKes Jateng.
Maryanto, L. (2012). "TINGKAT PERKEMBANGAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR." 23 September 2016,
from http://li2kmaryanto.blogspot.co.id/2012/06/tingkat-perkembangan-anak-usia-
sekolah.html.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2013 (2013). ANGKA
KECUKUPAN GIZI YANG DIANJURKAN BAGI BANGSA INDONESIA. M. K. R. INDONESIA.
Jakarta, MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA.
Pratiwi, E. (2010). Hubungan Pola Konsumsi dengan Status Hemoglobin (Hb) Remaja Putri Sekolah
Menengah Pertama di Daerah Endemik Malaria Kec. Baras Kab. Mamuju Utara Sulawesi
Barat Tahun 2009, Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin,
Makassar.
RI, D. (2000). Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional 2001–2005, Jakarta: Depkes.
Roberts, K. C., M. Shields, et al. (2012). "Overweight and obesity in children and adolescents: results
from the 2009 to 2011 Canadian Health Measures Survey." Health rep 23(3): 37-41.
Rustam, S. Mujab, et al. (2013, 18 Maret 2013). "PERKEMBANGAN ANAK PADA MASA SEKOLAH." 23
September 2016, from http://rustamsakry.blogspot.co.id/2013/03/perkembangan-anak-
pada-masa-sekolah_18.html.
Widjaja, K. (1999). Pengantar Psikologi, Jakarta: Interaksa.
Yayasan Institut Danone, G. U. A. B. (2010). Panduan Tumbuh Kembang Anak. Sehat dan Bugar
Berkat Gizi Seimbang. . Jakarta, Kompas Gramedia, Group of Magazine.
Yuliani, E. (2005). Psikologi Perkembangan, Yogyakarta: Teras.
Yusuf, S. (2010). Psikologi perkembangan anak & remaja. Bandung, PT Remaja Rosdakarya.