Anda di halaman 1dari 39

PERTUMBUHAN DAN

PERKEMBANGAN ANAK
SEKOLAH

OLEH :

Dr. Nurhaedar Jafar, Apt, M.Kes

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
DAFTAR ISI

Contents
BAB I ...................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 4
A. LATAR BELAKANG ................................................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 5
C. Tujuan ......................................................................................................................................... 6
BAB II..................................................................................................................................................... 7
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 7
A. Pengertian Anak Usia Sekolah.................................................................................................... 7
B. Tahap – tahap Anak SD .............................................................................................................. 7
C. Tahap-tahap tumbuh kembang .................................................................................................... 8
D. Aspek dari pertumbuhan fisik ..................................................................................................... 9
E. Parameter dan Cara Penilaian Pertumbuhan Anak Usia Sekolah ............................................. 11
F. Faktor Pengaruh Tumbuh Kembang Anak ............................................................................... 19
G. PERKEMBANGAN ANAK PADA MASASEKOLAH .......................................................... 23
H. Tugas-tugas ............................................................................................................................... 29
I. Kebutuhan dan Masalah Gizi pada Periode Tersebut ............................................................... 29
BAB III ................................................................................................................................................. 38
KESIMPULAN ..................................................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 39
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Kecepatan pertumbuhan anak di rentang usia ini merupakan kecepatan genetis


masing-masing anak, yang juga dipengaruhi faktor lingkungan, terutama makanan. Hasil
dari perbedaan pertumbuhan mengakibatkan ada anak yang berbadan pendek dan ada
yang tinggi. Komposisi tubuh anak setelah usia 5 tahun mulai berubah. Perbedaan
komposisi tubuh anak perempuan dan anak laki-laki mulai tampak berbeda. Tubuh anak
perempuan lebih banyak lemak, sedangkan tubuh anak laki-laki lebih banyak otot
(Yayasan Institut Danone 2010). Di sisi lain, sebagian besar waktu anak usia ini banyak
dimanfaatkan dengan aktivitas di luar rumah, yakni sekitar 3-6 jam di sekolah, beberapa
jam untuk bermain, berolahraga, dan sebagainya, sehingga anak memerlukan energi yang
lebih banyak. Waktu yang lebih banyak digunakan bersama teman ini dapat
mempengaruhi jadwal makan anak, bahkan terhadap pola makannya (Yayasan Institut
Danone 2010).
Anak Usia 6-12 tahun adalah masa usia sekolah tingkat SD bagi anak yang normal.
Perkembangan anak masih sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga. Sebagai orang
tua harus mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anaknya terutama pada usia ini
karena pertumbuhan anak-anak sangat pesat yang harus diimbangi dengan pemberian
nutrisi dan gizi yang seimbang (Anonim 2012). Menurut Yusuf (2011) anak usia sekolah
adalah periode yang dimulai dari usia 60-12 tahun. Anak usian sekolah disebut sebagai
masa intelektual, dimana anak mulai berpikir secara konkrit dan rasional. Pada usia
sekolah dasar anak sudh dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan
tugas-tugas belajar (Yusuf 2010). Menurut Wong (2004) periode perkembangan usia
anak sekolah merupakan salah satu tahap perkembangan ketika anak diarahkan menjauh
dari kelompok keluarga dan berpusat di dunia hubungan sebaya yang lebih luas. Anak
usia sekolah mengalami perkembangan dari usia anak menjadi remaja, yang ditandai
dengan perubahan fisik pada masa remajanya. Menurut Santrock (2002) pertumbuhan
masa kanak-kanak awal tidak terjadi sepesat pada masa bayi. Pada masa kanak-kanak
awal, rata-rata anak bertambah tinggi 6,25 cm setiap tahun, dan bertambah berat 2,5-3,5
kg setiap tahun. Pada usia 6 tahun berat harus kurang lebih mencapai tujuh kali berat
pada waktu lahir. Usia 6-12 tahun juga sering disebut usia sekolah artinya sekolah
menjadi pengalaman inti anak anak usia ini, yang menjadi titik pusat perkembangan
fisik, kogninisi dan psikososial (arianti 2015).
Antara usia 7 sampai 12 tahun, yaitu pada tahapan operasianal konkret, anak-anak
menguasai berbagi konsep konservasi untuk melakukan manipulasi logis lainya.
Misalnya, mereka dapat menyusun benda berdasarkan dimensi, seperti tinggi dan berat.
Mereka juga dapat membentuk penyajian mental mengenai serangkaian tindakan (arianti
2015).
Anak-anak yang berumur lima tahun dapat mencari jalan sendiri ke rumah temenya
tetapi tidak dapat menunjukkan kepada anda atau menelusuri rute atau menelusuri
dengan kertas dan pensil. Mereka dapat mencari jalan karena mereka tahu harus
membelok pada tempat-tempat tertentu, tetapi mereka tidak mempunnyai gambaran rute
secara keseluruhan. Sebaliknya anak-anak berumur 8 tahun sanggup menggambarkan
peta rute itu. Pieget menamakan masa ini tahapan operasional konkret: meskipun anak-
anak memakai istialah abstrak, mereka hanya memakai dalam hubungannya dengan
objek yang konkret. Sebelum mencapai tahapan akhir perkembangan kogniti, pada
tahapan operasional formal, yang dimulai sekitar usia 11 sampai 12 tahun, anak-anak
sanggup berfikir logis dengan berbagai istilah simbolik murni. Stadium pemahaman
moral pieget ketiga dimulai pada sekitar waktu ini. Anak mulai menghargai bahwa
beberapa peraturan adalah kebiasaan sosial-persetujuan bersama yang dapat sekehandak
hati diputuskan dan di ubah jika semua setuju. Menurut Papalia et all (2004) pada awal
periode ini (usia 6 tahun) anak-anak ini masih terlihat seperti anak kecil. Namun di akhir
periode ini (sekitar usia 12 tahun) anak-anak ini sudah berubah dan mulai tampak seperti
orang dewasa.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya adalah bagaiamanakah :
1. Pengertian Anak Usia Sekolah
2. Tahap – tahap Anak SD
3. Tahap-tahap tumbuh kembang
4. Aspek dari pertumbuhan fisik
5. Parameter dan Cara Penilaian Pertumbuhan Anak Usia Sekolah
6. Faktor Pengaruh Tumbuh Kembang Anak
7. Perkembangan Anak Pada Masasekolah
8. Tugas-tugas
9. Kebutuhan dan Masalah Gizi pada Periode Tersebut
C. Tujuan
Adapun tujuan dalam makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui Pengertian Anak Usia Sekolah.
2. Untuk mengetahui Tahap – tahap Anak SD.
3. Untuk mengetahui Parameter dan Cara Penilaian Pertumbuhan Anak Usia Sekolah.
4. Untuk mengetahui Perkembangan Anak Pada Masasekolah.
5. Untuk mengetahui Tugas-tugas.
6. Untuk mengetahui Kebutuhan dan Masalah Gizi pada Periode Tersebut
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Anak Usia Sekolah


Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 6-12 tahun, memiliki fisik lebih
kuat mempunyai sifat individual serta aktif dan tidak bergantung dengan orang tua.
Banyak ahli menganggap masa ini sebagai masa tenang atau masa latent, di mana apa
yang telah terjadi dan dipupuk pada masa-masa sebelumnya akan berlangsung terus
untuk masa-masa selanjutnya (Gunarsa 2006). Menurut Wong (2008), anak sekolah
adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya sekolah menjadi pengalaman inti anak.
Periode ketika anak-anak dianggap mulai bertanggung jawab atas perilakunya sendiri
dalam hubungan dengan orang tua mereka, teman sebaya, dan orang lainnya. Usia
sekolah merupakan masa anak memperoleh dasar-dasar pengetahuan untuk
keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan memperoleh keterampilan
tertentu.

B. Tahap – tahap Anak SD


Tahap usia ini disebut juga sebagai usia kelompok (gangage), di mana anak
mulai mengalihkan perhatian dan hubungan intim dalam keluarga kerjasama antara
teman dan sikap-sikap terhadap kerja atau belajar (Gunarsa 2006). Dengan memasuki
SD salah satu hal penting yang perlu dimiliki anak dalam kematangan sekolah, tidak
saja meliputi kecerdasan dan ketrampilan motorik, bahasa, tetapi juga hal lain seperti
dapat menerima otoritas tokoh lain di luar orang tuanya, kesadaran akan tugas, patuh
pada peraturan dan dapat mengendalikan emosi-emosinya. Pada masa anak sekolah
ini, anak-anak membandingkan dirinya dengan temantemannya di mana ia mudah
sekali dihinggapi ketakutan akan kegagalan dan ejekan teman. Bila pada masa ini ia
sering gagal dan merasa cemas, akan tumbuh rasa rendah diri, sebaliknya bila ia tahu
tentang bagaimana dan apa yang perlu dikerjakan dalam menghadapi tuntutan
masyarakatnya dan ia berhasil mengatasi masalah dalam hubungan teman dan prestasi
sekolahnya, akan timbul motivasi yang tinggi terhadap karya dengan lain perkataan
terpupuklah”industry” (Gunarsa 2006).
C. Tahap-tahap tumbuh kembang
Tahapan tumbuh kembang anak secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Tahap tumbuh kembang usia 0-6 tahun, terdiri atas masa pranatal mulai embrio
(mulai konsepsi -8 minggu) dan masa fetus (9 minggu sampai lahir), serta masa
pascanatal mulai dari masa neonatus (0-28 hari), masa bayi (29 hari-1 tahun),
masa anak (1-2 tahun), dan masa prasekolah (3-6 tahun).
2. Tahap tumbuh kembang usia 6 tahun ke atas, terdiri atas masa sekolah (6-12
tahun) dan masa remaja (12-18 tahun).
3. Tahapan tumbuh kembang anak usia sekolah
Tahapan ini dimulai sejak anak berusia 6 tahun sampai organ-organ
seksualnya masak. Kematangan seksual ini sangat bervariasi baik antar jenis kelamin
maupun antar budaya berbeda. Berdasarkan pembagian tahapan perkembangan anak,
ada dua masa perkembangan pada anak usia sekolah, 19 yaitu pada usia 6-9 tahun
atau masa kanak-kanak tengah dan pada usia 10-12 tahun atau masa kanak-kanak
akhir. Setelah menjalani masa kanak-kanak akhir, anak akan memasuki masa remaja.
Pada usia sekolah, anak memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak yang
usianya lebih muda. Perbedaan ini terlihat dari aspek fisik, mental-intelektual, dan
sosial-emosial anak. Pertumbuhan fisik pada anak usia sekolah tidak secepat pada
masamasa sebelumnya. Anak akan tumbuh antara 5-6 cm setiap tahunnya. Pada masa
ini, terdapat perbedaan antara anak perempuan dan anak laki-laki. Namun, pada usia
10 tahun ke atas pertumbuhan anak laki-laki akan menyusul ketertinggalan mereka.
Perbedaan lain yang akan terlihat pada aspek fisik antara anak laki-laki dan
perempuan adalah pada bentuk otot yang dimiliki. Anak laki-laki lebih berotot
dibandingkan anak perempuan yang memiliki otot lentur (Gunarsa 2006).
Pada masa pertengahan dan akhir anak-anak merupakan periode pertumbuhan
fisik yang lambat dan relatif seragam sampai mulai terjadi perubahan-perubahan
pubertas, kira-kira dua tahun menjelang anak menjadi matang secara seksual, pada
masa ini pertumbuhan berkembang pesat. Oleh karena itu, masa ini sering disebut
juga sebagai “periode tenang” sebelum pertumbuhan yang cepat menjelang masa
remaja, meskipun merupakan masa tenang, tetapi hal ini tidak berarti bahwa pada
masa ini tidak terjadi proses pertumbuhan fisik yang berarti.
D. Aspek dari pertumbuhan fisik
Pada masa ini peningkatan berat badan anak lebih banyak dari pada panjang
badannya. Peningkatan berat badan anak selama masa ini terjadi terutama karena
bertambahnya ukuran system rangka dan otot, serta ukuran beberapa organ tubuh.
Pada saat yang sama kekuatan otot-otot secara berangsur-angsur bertambah dan
gemuk bayi ( babyfat ) berkurang. Pertambahan kekuatan otot ini adalah karena faktor
keturunan dan latihan (olah raga). Karena faktor perbedaan jumlah sel-sel otot, maka
pada umumnya untuk anak laki-laki lebih kuat dari pada anak perempuan (Maryanto
2012).
Menurut Hurlock ( 1980 : 149 ) perkembangan fisik pada anak usia sekolah
dasar sebagai berikut (Hurlock 1980):
1) Tinggi
Kenaikan tinggi pertahun adalah 5-8 cm. Rata-rata anak perempuan 11 tahun
mempunyai tinggi badan 147 cm dan anak laki-laki 146 cm.
2) Berat
Kenaikan berat lebih bervariasi dari pada kenaikan tinggi, berkisar antara 1-2,26
kg pertahun. Rata-rata ank perempuan usia 11 tahun memeliki berat badan 40,14
kg dan anak laki-laki 38, 78 kg
3) Perbandingan Tubuh
Meskipun kepala masih terlampau besar dibandingkan dengan bagian tubuh
lainnya, beberapa perbandingan bagian wajah yang kurang menari menghilang
dengan bertambah besarnya mulut dan rahang, dahi melebar dan rata, bibir semain
berisi, hidung menjadi lebih besar dan membentuk. Badan memanjang menjadi
lebih langsing, leher menjadi lebih panjang,dada melebar, perut tidak buncit,
lengan dan tungkai memnjnag, dan tangan dan kai denagn lambat tumbuh
membesar.
4) Kesederhanaan
Perbandingan tubuh yang kurang baik yang sangat memcolok pada akhir masa
kanak-kanak menyebabkan meningkatkan kesederhanaan pada masa ini.
Disampinhg itu kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kecenderungan
untuk berpakaian seperti teman-temantanpa mempedulikan pantas tidaknya,
jugamenambah kesederhanaan.
5) Perbandingan Otot-Lemak
Selama usia SD, jaringan lemak berkmbang lebih cepat dari pada jaringan otot
yang berlembangnya mulai lmelejit pada awal pubertas.
6) Gigi
Pada permulaan pubertas, umumnya seorang umumnya soirang anak sudah
mempunyai 22 gigi tetap. Keempat gigi terakhir disebut dengan gigi
kebijaksanaan.
Tingkat pertumbuhan fisik anak pada usia sekolah dasar ini dapat berbeda – beda,
hal ini disebabkan karena perbedaan ras, bangsa, dan tingkat sosial ekonominya.
Selain dari perbedaan keturunan, pertumbuhan fisik anak juga dipengaruhi oleh
lingkungan mereka, seperti contohnya anak – anak yang tumbuh paling tinggi
biasanya dalam hidupnya tidak mengalami kekurangan gizi dan tidak terkena penyakit
yang menggangu pertumbuhan fisiknya. Agar pertumbuhan fisik anak pada usia
sekolah dasar dapat berjalan dengan baik maka diperlukan nutrisi yang cukup untuk
tumbuh kembang anak. Pada usia sekolah dasar ini biasanya anak mempunyai nafsu
makan yang bagus. Mereka banyak makan karena kegiatannya menuntut energy yang
banyak. Kekurangan nutrisi dapat mengakibatkan pertumbuhan yang lamban.
Terdapat beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian bertalian dengan
kesehatan dan kebugaran kanak – kanak (usia sekolah dasar), yaitu :
1) Obesity Kegemukan yang terjadi pada usia 6 – 11 tahun merupakan isu utama
yang terjadi pada usia sekolah dasar. Penyebab kegemukan tersebut disebabkan
karena kelebihan berat badan sebagai akibat dari kurangnya berolahraga dan
terlalu banyak makan. Tetapi masalah ini dapat diantisipasi oleh orang tua dengan
cara diubah cara makannya, latihan olahraga secara teratur.
2) Kondisi medis pada masa kanak – kanak Pada umumnya semua anak sering
mendapat sakit, namun penyakit tersebut berlangsung singkat. Dalam masa
sekolah selama 6 tahun dapat disimpulkan pada umumnya anak – anak mendapat
sakit yang akut dalam waktu singkat dengan berbagai kondisi medis, biasanya
kena virus atau flu, dan migrant (sakit kepala).
3) Penglihatan Pada anak usia sekolah, penglihatan lebih tajam daripada waktu –
waktu sebelumnya. Anak – anak yang berusia di bawah 6 tahun cenderung
memiliki penglihatan jarak jauh, sebab mata mereka belum matang (matured) dan
dibentuk secara berbeda daripada orang dewasa. Namun setelah usia tersebut,
maka mereka bukan hanya lebih matang, tetapi juga dapat menfokuskan
penglihatan lebih baik.
4) Kesehatan gigi Pada usia 6 tahun anak mengalami tanggal giginya yang pertama
kali, yang selanjutnya diganti dengan gigi yang tetap setiap tahun sebanyak empat
gigi untuk tahun kelima berikutnya.
5) Kebugaran anak Latihan fisik sangat dibutuhkan bagi anak – anak untuk
kebugaran tubuhnya. Latihan fisik ini dapat menjaga kesehatan jantung dan paru –
paru anak serta dapat menjaga bentuk jasmaninya.

E. Parameter dan Cara Penilaian Pertumbuhan Anak Usia Sekolah


Status Gizi Anak Umur 5-18 Tahun Dikelompokkan Menjadi Tiga Kelompok Umur
Yaitu 5-12 Tahun, 13-15 Tahun Dan 16-18 Tahun. Indikator Status Gizi Yang Digunakan
Untuk Kelompok Umur Ini Didasarkan Pada Hasil Pengukuran Antropometri Berat
Badan (BB) Dan Tinggi Badan (TB) Yang Disajikan Dalam Bentuk Tinggi Badan
Menurut Umur (TB/U) Dan Indeks Massa Tubuh Menurut Umur (IMT/U)10.
Berdasarkan Baku Antropometri WHO, 2007 Untuk Anak Umur 5-18 Tahun, Status
Gizi Ditentukan Berdasarkan Nilai Zscore TB/U Dan IMT/U. Selanjutnya Berdasarkan
Nilai Zscore Ini Status Gizi Anak Dikategorikan Sebagai Berikut10:
Klasifikasi Indikator TB/U:
Sangat Pendek :Zscore< -3,
Pendek : Zscore≥ -3,0 S/D < -2,0
Normal : Zscore≥ -2,0
Klasifikasi Indikator IMT/U:
Sangat Kurus : Zscore< -3,0
Kurus : Zscore≥ -3,0 S/D < -2,0
Normal : Zscore≥-2,0 S/D ≤1,0
Gemuk : Zscore> 1,0 S/D ≤ 2,0
Obesitas : Zscore> 2,0
Penilaian Pertumbuhan Anak Usia Sekolah dengan menggunakan WHO anthro Plus (6-
18 tahun) lalu hasilnya diinterpretasikan dengan menggunakan grafik WHO 200511.
1. Parameter Pertumbuhan Anak Usia Sekolah
Indikator penilaian pertumbuhan anak erat kaitannya dengan penilaian status gizi anak
secara Antropometri mengacu kepada standar pertumbuhan anak WHO 2005. Indikator
pertumbuhan anak digunakan untuk menilai pertumbuhan anak dengan mempertimbangkan
faktor umur dan hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan adalah dijabarkan sebagai
berikut12:
a. Umur
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan penentuan
akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan
maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan
penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah adanya
kecenderungan untuk memilih angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun.
Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah
1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam
bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan ( Depkes, 2004).

b. Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa
jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang
mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun. Berat
badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau
melakukan penilaian dengam melihat perubahan berat badan pada saat pengukuran
dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan
paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja
tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan
perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu.

c. Tinggi Badan
Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari
keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan
gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan
kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U (
tinggi badan menurut umur), atau juga indeks BB/TB ( Berat Badan menurut Tinggi
Badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan yang lambat dan biasanya
hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan
gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang
menahun ( Depkes RI, 2004).

Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter penting untuk
menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan status gizi,
dan merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan fungsi pertumbuhan
dan komposisi tubuh.

IMT/BMI (Indeks Massa Tubuh)

Pengukuran IMT dapat dilakukan pada anak-anak, remaja, maupun orang dewasa. Pada
anak-anak dan remaja pengukruan IMT sangat terkait dengan umurnya, karena dengan
perubahan umur, terjadi perubahan komposisi tubuh dan densitas tubuh. Karena itu, pada
anak-anak dan remaj digunakan indikator IMT menurut umur, yang biasa disumbolkan
dengan IMT/U.

IMT adalah perbandingan berat badan dengan tinggi badan kuadrat. Cara pengukurannya
adalah pertama-tama ukur berat badan dan tinggi badannya. Selanjutnya dihitung IMT-nya
yaitu:

IMT = BB (kg)/tinggibadan2(meter)

Pada anak dan remaja usia 5-19 tahun nilai IMT-nya harus dibandingkan dengan
referensi WHO/NCHS 2007 (WHO, 2007). Pada saat ini, yang paling sering dilakukan untuk
menyatakan indeks tersebut adalah dengan Z-score /persentil.

- Z-score ; deviasi nilai seseorang dari nilai median populasi referensi dibagi dengan
simpangan baku populasi refernsi.
- Persentil ; tingkatan posisi seseorang pada distribusi referensi (WHO/NChS), yang
dijelaskan dengan nilai seseorang sama atau lebih besar daripada nilai persentase
kelompok populasi.

Z-skor paling sering digunakan. Secara teoritis, cara menghitung Z-score adalah sebagai
berikut:

𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐼𝑀𝑇 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑢𝑘𝑢𝑟 − 𝑀𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐼𝑀𝑇 (𝑟𝑒𝑓𝑒𝑟𝑒𝑛𝑠𝑖 )


𝑍𝑆𝑘𝑜𝑟 =
𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑑𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟/𝑟𝑒𝑓𝑒𝑟𝑒𝑛𝑠𝑖
Berikut tabel klasifikasi IMT menurut Kemenkes RI, 2010 untuk anak usia 5-18 tahun13:

Nilai Z-score Klasifikasi


Z-skor ≥+2 Obesitas
+1≤ z-skor <+2 Gemuk
-2≤ Z-skor<+1 Normal
-3 ≤ Z-skor <-2 Kurus
z-skor <-3 Sangat kurus
Sumber: Kemenkes RI, 2010

Berikut ini adalah Tabel IMT Menurut WHO (2007)

Tabel IMT
Anak Perempuan Usia 5-10 Tahun
No. Usia Sangat Kurus Normal Gemuk Sangat
(Tahun) Kurus Gemuk
(kurang (lebih
dari) dari)
1. 5 11,6 11,6-12,6 12,7-16,8 16,9-18,7 18,7
2. 6 11,7 11,7-12,6 12,7-16,9 17,0-19,2 19,2
3. 7 11,8 11,8-12,7 12,8-17,3 17,4-19,9 19,9
4. 8 11,9 11,9-12,8 12,9-17,6 17,7-20,6 20,6
5. 9 12,1 12,1-13,0 13,1-18,2 18,3-21,5 21,5
6. 10 12,4 14,8-18,9 14,8-18,9 19,0-22,5 22,5
Sumber: WHO, 2007
Tabel IMT
Anak Laki-Laki Usia 5-10 Tahun
No. Usia Sangat Kurus Normal Gemuk Sangat
(Tahun) Kurus Gemuk
(kurang (lebih
dari) dari)
1. 5 12.0 12,0-12,8 12,9-16,5 16,6-18,3 18,3
2. 6 12,1 12,1-13,0 13,1-16,7 16,8-18,5 18,5
3. 7 12,3 12,3-13,1 13,2-17,1 17,2-19,0 19,0
4. 8 12,4 12,4-13,3 13,4-17,4 17,5-19,6 19,6
5. 9 12,5 12,5-13,5 13,6-17,8 17,9-20,4 20,4
6. 10 12,6 12,8-13,7 13,8-18,4 18,5-21,4 21,4
Sumber: WHO, 2007
Penilaian Pertumbuhan Anak Usia Sekolah
Pada awalnya penilaian status gizi anak menggunakan baku CDC/NCHS yang digunakan
mulai tahun 1990-2008. Namun pada tahun 2009 cara penilaian pertumbuhan dengan
menggunakan grafik WHO,2005 dan kini WHO 2007 yang terbaru. Cara penilaian
Pertumbuhan Anak Usia Sekolah dengan menggunakan aplikasi Software dengan WHO-
anthro plus (untuk anak berusia 6-18 tahun), kemudian, hasil analisisnya selanjutnya
diinterpretasikan dengan menggunakan grafik WHO (WHO Chart), seperti gambar berikut11:
Menurut WHO –Chart

BMI-for-age (5-19 years)

Interpretation of cut-offs (Z-Score)

Overweight: >+1SD (equivalent to BMI 25 kg/m2 at 19 years)


Obesity: >+2SD (equivalent to BMI 30 kg/m2 at 19 years)
Normal : -2 SD – +1 SD
Thinness (kurus): <-2SD
Severe thinness (sangat kurus): <-3SD
Sumber: WHO, 2007
http://www.who.int/childgrowth/standards/en/

Indikator yang digunakan yakni IMT/Umur (BMI-for age), berikut grafik pertumbuhan anak
usia 5-19 tahun berdasarkan WHO, 2007.
2. Parameter dan cara Penilaian Perkembangan Anak Usia sekolah
Adapun parameter perkembangan anak usia sekolah (6-12 tahun) yakni dari
aspek kognitif (intelegensi) anak. Aspek perkembangan intelegensi pada anak usia
sekolah mendapat perhatian yang banyak di kalangan psikolog sebab intelegensi
dianggap sebagai suatu norma yang menentukan perkembangan kemampuan dan
pencapaian optimal hasil belajar anak di sekolah. Dengan mengetahui intelegensinya,
seorang anak dapat dikategorikan sebagai anak yang pandai/cerdas/genius, sedang,
atau bodoh (idiot). Intelegensi merupakan suatu konsep abstrak yang sulit
didefenisikan secara memuaskan. Sejumlah psikolog memperluas pengertian
intelegensi dengan memasukkan berbagai macam dimensi bakat dan keterampilan
jasmani. Namun, hal ini masih didiskusikan dan lebih berorientasi pada dimensi
pemikiran dan pemecahan masalah, sehingga banyak standar test yang digunakan
untuk mengukur bentuk intelegensi ini14.
Pengukuran intelegensi
Intelegensi setiap anak berbeda-beda. Untuk mengukur perbedaan kemampuan
tersebut, maka para psikolog mengembangkan sejumlah tes intelegensi. Salah satu
ahli psikolog, Alfret Binet (1857-1911) seorang dokter psikolog Prancis sebagai
seorang yang berjasa dalam mempelopori tes intelegensi ini14.
Hal ini berwal dari penugasannya dari Kementerian Pendidikan Prancis untuk
mengembangkan suatu metode yang dapat menentukan murid-murid mana yang
memperoleh keuntungan dari sistem pembelajaran di sekolah umum. Tahun 1904
Binet bersama dengan mahasiswanya Theophile Simon mulai merancang sebuah tes
intelegensi yang diberi nama “Chelle Matrique de I’intelegence” (Skala pengukur
intelegensi), yang dimaksudkan untuk membedakan anatara anak yang dapat
mengikuti pelajaran di sekolah dengan baik dan anak yang tidak mampu menangkap
pelajaran. Tes ini dirancang berangkat dari konsep usia mental (mental age/MA) yang
dikembangkannya yang menganggap bahwa anak-anak yang terbelakang secara
mental akan bertingkah laku dan berkinerja seperti anak-anak normal yang berusia
lebih muda. Ia mengembangkan norma-norma intelegensi dengan menguji 50 orang
anak dari usia 3-11 tahun yang tidak terbelakang mental. Anak yang diduga
keterbelakangan mental diuji , perforam mereka dibandingkan dengan anak-anak yang
suai kronologisnya sama di dalam sampel yang normal. Perbedaan antara usia mental
(MA) dengan usai kronologis (CA) – usia sejak lahir- inilah yang digunakan sebagai
ukuran intelegensi. Anak yang cerdas memiliki MA di atas CA, sedangkan anak yang
bodoh memiliki MA di bawah CA14.
Wilian Stern (1871-1938) seorang psikolog Jerman yang menyempurnakan tes
intelegensi Binet yang kemudian mengembangkan dengan istilah Intelegence quotient
(IQ). IQ menggambarkan intelegensi sebagai rasio antara mental (MA) sdan usia
kronologis (CA) dengan rumus14:
𝑀𝐴
𝐼𝑄 = ( 𝐶𝐴 ) 𝑥 100

Angka 100 digunakan sebagai bilangan pengali supaya IQ bernilai 100 bila MA
= CA. bila MA<CA maka IQ kurang dari 100. Sebaliknya jiak MA > CA maka IQ
lebih dari 100. Berdasarkan hasil tes intelegensi yang disebarkan ke anak remaja,
orang dewasa, anak-anak, ditemukan bahwa intelegensi diukur dengan perkiraan
distribusi normal Piaget. Distribusi normal dalah simetris dengan kasus mayoritas
yang berada di tengah-tengah rentang skor tertinggi dan terendah yang tampak pada
kedua titik ekstrim skor. Berikut adalah Tabel tentang klasifikasi IQ14:
IQ Klasifikasi Tingkat sekolah
Di atas 139 Sangat superior Orang yang sangat pandai
120-139 superior Dapat menyelesaikan
studi di Universitas tanpa
banyak kesulitan
110-119 Di atas rata-rata Dapat menyelesaikan
sekolah lanjutan tanpa
kesulitan.
90-109 Rata-rata Dapat menyelesaikan
sekolah lanjutan tanpa
kesulitan
80-89 Di bawah rata- Dapat menyelesaikan
rata sekolah lanjutan
70-79 borderline Dapat mempelajari
sesuatu tapi lambat
Di bawah 70 Terbelakang Tidak bisa mengikuti
secara mental pendidikan di sekolah
Sumber: Diadapasi dari Davindoff (1988)
Berdasarkan jurnal hasil penelitian tahun 2013 terkait hubungan antara indikator
antropometrik dengan kemampuan kognitif (cognitive performance) pada anak
sekolah di negar-negara kawasan Asia Tenggara di 4 negara Indonesia, Malaysia,
Thailand dan Vietnam) diperoleh hasil bahwa secara keseluruhan, 21% dari anak-
anak di empat negara memiliki kekurangan berat badan dan 19% yang terhambat.
Anak-anak dengan berat badan menurut umur rendah beresiko 3 · 5 kali lebih
mungkin untuk memiliki IQ non-verbal < 89 begitupun dengan anak-anak dengan
BMI dan tinggi badan menurut umur rendah. Dalam penelitian tersebut kognitive
performance diukur dengan Raven’s Progressive Matrices test (RPM test) or Test of
Non-Verbal Intelligence, third edition (TONI-3), yang kemudian dibagi dalam 5
kategori IQ-non verbal, yakni ≥120 (superior), 110-119 (high-average), 90-109
(average), 80-89 (below average), dan 60-79 (low/borderline)15.

Dari tabel hasil penelitian di atas, menunjukkan bahwa di Indonesia kemampuan


kognitif pada anak sekolah (6-12 tahun) yang tertinggi berada pada kategori IQ
average (rata-rata) 15.
Selain kemampuan kognitif dari aspek intelegensi (IQ), ada juga aspek EQ dan
SQ juga memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak.
F. Faktor Pengaruh Tumbuh Kembang Anak
Menurut Hidayat (2005) dalam proses pertumbuhan dan perkembangan pada anak
setiap individu akan mengalami siklus berbeda setiap kehidupan manusia. Peristiwa
tersebut dan secara cepat maupun lambat tergantung dari individu atau lingkungan.
Proses percepatan dan perlambatan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
di antaranya (Hidayat 2005):

a. Faktor Heraditer
Merupakan faktor yang dapat diturunkan sebagai dasar dalam mencapai
tumbuh kembang anak di samping faktor lain. Yang termasuk faktor
herediter adalah bawaan, jenis kelamin, ras, suku bangsa. Faktor ini dapat
ditentukan dengan intensitas dan kecepatan dalam pembelahan sel telur,
tingkat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas, dan
berhentinya pertumbuhan tulang (Hidayat, 2005). Pada pertumbuhan dan
perkembangan anak pada jenis laki-laki setelah lahir akan cenderung lebih
cepat atau tinggi pertumbuhan tinggi badan dan berat badan 21
dibandingkan dengan anak perempuan akan bertahan sampai usia tertentu
mengingat anak perempuan akan mengalami pubertas lebih dahulu dan
kebanyakan anak perempuan akan mengalami pertumbuhan yang lebih
tinggi dan besar ketika masa pubertas dan begitu juga sebaliknya di saat
anak laki-laki mencapai pubertas maka laki-laki akan cenderung lebih besar
(Hidayat, 2005). Ras atau suku bangsa juga memiliki peran dalam
pertumbuhan dan perkembangan. Hal ini dapat dilihat pada suku bangsa
tertentu memiliki kecenderungan lebih besar atau tinggi seperti bangsa Asia
cenderung lebih pendek dan kecil dibandingkan dengan bangsa Eropa atau
lainya (Hidayat, 2005).
b. Faktor Lingkungan Merupakan faktor yang memegang peran penting dalam
menentukan tercapai dan tindakan potensi yang sudah dimiliki. Yang
termasuk faktor lingkungan ini dapat meliputi lingkungan pranatal,
lingkungan yang masih dalam kandungan dan lingkunagn post natal yaitu
lingkungan setelah bayi lahir (Hidyat, 2005).
1. Linkungan Pranatal Merupakan lingkungan dalam kandungan, mulai
konsepsi lahir yang meliputi gizi pada waktu ibu hamil, lingkungan
mekanis seperti posisi janin dalam uterus, zat kimia atau toxin seperti
penggunaan obat-obatan, alkohol atau kebiasaan merokok ibu hamil,
hormonal seperti adanya hormon somatrotopin, plasenta tiroid, insulin dan
lain-lain yang berpengaruh pada pertumbuhan janin. Faktor lingkungan
yang lain adalah radiasi yang dapat menyebabkan kerusakan pada organ
otak janin. Infeksi dalam kandungan juga akan mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan bayi demikian juga stres yang dapat
mempengaruhi kegagalan tumbuh kembang. Faktor imunitas akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin sebab dapat
menyebabkan terjadinya abortus, selain itu juga kekurangn oksigen pada
janin akan mempengaruhi gangguan dalam plasenta yang dapat
menyebabkan bayi berat badan lahir rendah (Hidayat, 2005).
2. Lingkungan Postanal Selain faktor lingkungan intra uteri terdapat
lingkungan setelah lahir yang juga dapat mempengaruhi tumbuh kembang
anak seperti, budaya lingkungan, sosial ekonomi keluarga, nutrisi, iklim
atau cuaca, olahraga, dan setatus kesehatan (Hidayat, 2005).
c. Budaya Lingkungan Budaya lingkungan dalam hal ini adalah masyarakat
dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak dalam dalam
memahami atau mempersiapkan pola hidup sehat.hal ini dapat terlihat
apabila kehidupan atau perilaku mengikuti budaya yang ada kemungkinan
besar dapat menghambat dalam aspek pertumbuhan dan perkembangan.
Sebagai contoh anak yang dalam usia tumbuh kembang membutuhkan
makanan yang bergizi, maka tentu akan mengganggu atau menghambat
pada masa tumbuh kembang (Hidayat, 2005).
d. Status Sosial Ekonomi Status sosial ekonomi juga dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak. Hal ini dapat terlihat anak dengan
sosial ekonomi tinggi, tentunya pemenuhan kebutuhan gizi sangat cukup
baik dibandingkan dengan anak dengan sosial ekonomi rendah. Demikian
juga dengan status pendidikan keluarga, misalnya tingkat pendidikan
rendah akan sulit untuk menerima arahan dalam pemenuhan gizi
danmereka sering tidak mau atau tidak meyakini pentingnya pemenuhan
kebutuhan gizi atau pentingnya pelayannan kesehatan lain yang menunjang
dalam pembantu pertumbuhan dan perkembangan anak (Hidayat, 2005).
e. Nutrisi Salah satu komponen yang penting dalam menunjang
keberlangsungan proses pertumbuhan dan perkembangan yang menjadi
kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang selama pertumbuhan, terdapat
zat gizi yang diperlukan seperti protein, karbohidrat, lemak, mineral,
vitamin, dan air. Kebutuhan ini sangat diperlukan pada masa-masa tersebut,
apabila kebutuhan tersebut tidak atau kurang terpenuhi maka akan
menghambat pertumbuhan dan perkembangan (Hidayat, 2005).
f. Ikilim atau Cuaca Iklim atau cuaca ini berperan dalam pertumbuhan dan
perkembangan. Hal ini dapat dilihat pada musim tertentu pula terkadang
kesulitan mendapatkan makanan yang bergizi seperti saat musim kemarau
penyedian sumber air bersih atau sumber makanan sangat kesulitan
(Hidayat, 2005).
g. Olah Raga atau Latihan Fisik Hal ini dapat memacu perkembangan
anak,karena dapat meningkatkan stimulasi perkembangan otot dan
pertumbuhan sel. Kemudian pula dalam aspek 23 sosial, anak dapat mudah
melakukan interaksi dengan temanya sesuai dengan olahraganya (Hidayat,
2005).
h. Posisi Anak dalam Keluarga Hal ini dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan. Hal ini juga dapat dilihat pada anak pertama atau tunggal,
dalam aspek perkembangansecara umum kemampuan intelektual lebih
menonjol dan cepat berkembang karena sering berinteraksi dengan orang
dewasa, akan tetapi dalam perkembangan motoriknya kadang-kadang
telambat karena tidak ada stimulasi yang biasanya dilakukan saudara
kandungnya. Kemudian juga pada anak kedua atau berada di tengah
kecenderunagan orang tua yang merasa bisa dalam merawat anak lebih
percaya diri sehingga kemampuan untuk beradaptasi anak lebih cepat dan
mudah, akan tetapi dalam perkembangan intelektual biasanya trekadang
kurang apabila dibandingkan dengan anak pertama, kecenderungan tersebut
juga tergantung pada keluarga (Hidayat, 2005).
i. Status Kesehatan Hal ini dapat berpengaruh dalam pencapaian
pertumbuhan dan perkembangan. Hal ini juga dapat dilihat apabila anak
dalam kondisi sehat dan sejahtera maka percepatan untuk tumbuh kembang
sangat mudah, akan tetapi apabila status kesehatan kurang maka maka akan
terjadi perlambatan (Hidyat, 2005).
j. Faktor Hormonal Faktor ini berperan dalam tumbuh kembang anak antara
lain: somatrotopin yang berperan dalam mempengaruhi pertumbuhan tinggi
badan dengan menstimulasi metabolisme tubuh, sedangkan glukokortikoid
yang mempunyai fungsi menstimulasi pertumbuhan sel interstisial dari
testis untuk memproduksi testosteron dan ovarium untuk memproduksi
estrogen selanjutnya hormon tersebut akan menstimulasi perkembangan
seks baik pada anak laki-laki maupun perepuan yang sesuai dengan dengan
peran hormonya (Hidayat, 2005).
G. PERKEMBANGAN ANAK PADA MASASEKOLAH
Antara usia 7 sampai 12 tahun, yaitu pada tahapan operasianal konkret, anak-
anak menguasai berbagi konsep konservasi untuk melakukan manipulasi logis lainya.
Misalnya, mereka dapat menyusun benda berdasarkan dimensi, seperti tinggi dan
berat. Mereka juga dapat membentuk penyajian mental mengenai serangkain
tindakan. Anak-anak yang berumur lima tahun dapat mencari jalaqn sendiri ke rumah
temenya tetapi tidxak dapat menunjukkan kepada anda atau menelusuri rute atau
menelusuri dengan kertas dan pensil. Mereka dapat mencari jalan karena mereka tahu
harus membelok pada tempat-tempat tertentu, tetapi mereka tidak mempunnyai
gambaran rute secara keseluruhan. Sebaliknya anak-anak berumur 8 tahun sanggup
menggambarkan peta rute itu (Rustam, Mujab et al. 2013).
Pieget menamakan masa ini tahapan operasional konkret: meskipun anak-anak
memakai istilah abstrak, mereka hanya memakai dalam hubungannya dengan objek
yang konkret. Sebelum mencapai tahapan akhir perkembangan kogniti, pada tahapan
operasional formal, yang dimulai sekitar usia 11 sampai 12 tahun, anak-anak sanggup
berfikir logis dengan berbagai istilah simbolik murni (Dharma and Andryanto 2010).
Stadium pemahaman moral pieget ketiga dimulai pada sekitar waktu ini. Anak
mulai menghargai bahwa beberapa peraturan adalah kebiasaan sosial- persetujuan
bersama yang dapat sekehandak hati diputuskan dan di ubah jikan semua setuju.
Realismemoral anak moral anak juga menyatakan: saat membuat pertimbangan moral,
anak sekarang memberikan bobot pada pertimbangan “subjektif” seperti maksuk
seseorang, dan mereka memandang hukuman sebagai keputusan manusia, bukan
retribusi dari kekuatan yang lebih tinggi.
Awal stadium operasional formal juga timbul bersamaan dengan stadium
keempat dan terakhir pada pemahaman anak tentang peraturan moral. Anak kecil
menumjukkan minatnya dalam membuat peraturan bahkan untuk menghadapi situasi
yang belum yang belum pernah mereka jumpai. Stadium ini ditandai oleh model
ideologis penalaran moral, yang menjawab masalah sosiol yang lebih luas ketimbang
hanya situasi personal dan interpersonal (Widjaja 1999).
1. Perkembangan Intelektual
Pada usia sekolah dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan
intelektuan, atau melaksnakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan
intelektual atau kemampuan kognitif (seperti: membaca, menulis dan menghitung).
Sebelum masa ini, yaitu masa prasekolah, daya pikir anak masih bersifat
imajinatif, berangan-angan (berkhayal), sedangkan pada usia SD daya pikirnya sudah
berkembang kearah berfikir konkret dan rasional (dapat diterima akal). Pieget
menamakannya sebagai masa operasi konkrit. Pieget menamakannya sebagai masa
operasi konkret, masa berakhirnya berfikirn khayal dan mulai befikir konkret
(berkaitan dengan dunia nyata).
Periode ini ditandai dengan tiga kemampuan atau kecakapan baru, yaitu
mengklasifikasiakn (mengkelompokkan), menyusun, atau mengasiosikan
(menghubungkan atau manghitung) angka-angka atau bilangan. Kemampuan yang
berkaitan dengan perhitungan (angka), seoerti menambah, mengurangi, mengalikan,
dan membagi. Di samping itu, pada masa ini anak sudah memiliki kemampuan
memecahkan masalah (problem solving) yang sedarhana.
Kemampuan intelektual pada masa ini sudah cukup untuk menjdi
dasardiberikannya berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan pola pikir atau
daya nalarnya. Kepada anak sudah dapat diberikan dasar-dasar keilmuan, seprti
membaca, menulis dan berhitung. Di sampin itu, kepada anak diberikan juga
pengetahuan-pengetahuan tentang manusian, hewan lingkungan alam sekitar dan
sebagainya. Untuk mengembangkan daya nalarnya dengan melatih anak untuk
mengungkapkan pendapat,gagasan atau penilaiannya terhadap berbagai hal, baik yang
dialaminya maupun peristiwa yang terjadi dilingkunganya.
Dalam rangka mengembangkan kemampuan anak, maka sekolah dalam hal ini
guru seyogyanya memberikan kesempatan kepada anak untuk mengemukakan
pertanyaan, memberikan komentar atau pendapatnya tentang materi pelajaaran yang
dibacanya atau yang dijelaskan guru, membuat karangan, menyusun laporan (hasil
study tour atau diskusi kelompok).
2. Perkembangan Bahasa
Bahasa adalah sarana komunikasi denagan dengan orang lain. Dalam
pewngertian ini mencakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan
perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau gerak menggunakan
kata-kata, kalimat bunyi, lambang, tuilsan. Denagan bahasa, semua manusia, alam
sekitar, ilmu pengetahuan, dan nilai-nilai moral atau agama.
Usia sekoalah dasar ini merupakan msa perkembangan pesatnya kemampuan
mengenal dan menguasai perbendaharaan kata (vocabulary). Pada awal masa ini, anak
suadah menguasai sekitar 2.500 kata, dan pada masa akhir (usia 11-12 tahun) telah
dapat menguasai sekitar 50.000 kata. Dengan dikuasainya keterampilan membaca dan
berkomunikasi dengan orang lain, anak suadah gemar membaca atau mendengarkan
cerita yang bersifat kritis (tentang perjalanan / petualagan, riwayat para pahlawan,
dsb). Pada masa ini tingkat berfikir anak suadah lebih maju, dia banyak menanyakan
soal waktu dan sebab akibat. Oleh karena itu, kata tanya yang dipergunakan pun yang
semula hanya “apa”, sekarang sudah diikuti dengan pertanyaan :”dimana”,
“darimana”, “kemana”,”mengapa”, dan “bagaimana”.
Terdapat dus faktor penting yang mempemgaruhi perkembangan bahasa, yaitu
sebagai berikut:
a. Prosesrs jadi matang, dengan perkatan lain anak itu menjadi matang (organ-
organ suara/bicara sudah berfungsi ) untuk berkata-kata.
b. Proses belajar, yang berati bahwa anak yang telah matang untuk berbicara lalu
mempelajari bahasaorang lain dengan jalan mengimitasikan atau meniru
ucapa/kata-kata yang didengarnya.
Di sekolah, diberikan pelajaran bahasa yang didengan sengaja menambah
pembendaharaan katanya,mengajar menyusun struktur kalimat, peribahasa,
kesusastraan dan keterampilan mengarang. Dengan dibekali pelajaran bahasa ini,
diharapkan peserta didik dapat menguasai dan mempergunakan sebagai alat untuk:
a. Berkomunikasi dengan orang lain,
b. Menyatakan isi hatinya (perasaannya),
c. Memahami keterampilan mengolah informasi yang diterimanya,
d. Berfikir (menyatakan gagasan atau pendapat),
e. Mengembangkan kepribadiannya, seprti menyatakan sikap dan kenyakinan.
3. Perkembangan sosial
Maksud perkembengan sosial disni adalah pencapai kematangan dalam
hubungan sosial. Dapat juga dikatakan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan
diri dengan norma-norma kelompok, tradisi dan moral (agama). Perkembangan sosial
pada anak-anak sekolah dasar ditandai dengan adanya perluasan hubungan, di
samping dengan keluarga juga dia mulai membentuk ikatan baru dengan teman
sebaya (peer group) atau teman sekelas, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya
telah tembah luas.
Pada usia ini, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri-sendri
(egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau
memperhatiakn kepentingan orang lain). Anak dapat berminat terhadapat kegiatan-
kegiatan teman sebayanya, dan bertambah kuat keinginannya untuk diterima menjadi
anggota kelompok (gang), dia merasa tidak senang apabila tidak diterima dalam
kelompoknya.
Berkat perkembangan sosil, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan
kelompok teman sebayanya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitarnya. Dalm
proses belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan
atau dimaknai dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan
tenaga fisik (seperti: membersihkan kelas dan halaman sekolah), maupun tugas yang
membutuhkan pikiran (seprti: merencanakan kegiatan camping, membuat rencana
study tour).
4. Perkembangan Emosi
Menginjak usia sekolah, anak mulai menyadari bahawa pengungkapan emosi
secara kasar tidaklah diterima di masyarakat. Oleh karena itu, dia mulai belajar untuk
mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya. Kemampuan mengontrol emosi
diperoleh anak melalui peniruan dan latihan (pembiasan). Dalam proses
peniruan, kemampuan orang tua daal mengendalikan emosinya sangat berpengaruh.
Emosi-emosi yang secara dialami pada tahap perkembangan usia sekolah ini adalah
marah, takut, iri hati, kasih sayang, rasa ingin tahu, dan kegembiraan (rasa senagng,
nikmat, atau bahagia).
Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu,
dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Emosi yang positif, seperti perasaan
senang, bergairah, bersemangt atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi individu
untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar, seperti memperhatikan
penjelasan guru, membaca buku,aktif dalam diskusi, mengerjakan tugas, dan disiplin
dalam belajar.
5. Perkembangan Moral
Anak mulai mengenal konsep moral (mengenal benar sah atau baik-buruk)
pertama kali dari lingkungan keluarga. Pada mulanya, mungkin anak tidak mengerti
konsep moral ini, tetapi lambat laun anak akan memahaminya. Usaha menanamkan
konsep moral sejak usia dini (prasekolah) merupakan hal yang seharusnya, karena
informsi yang diterima anak mengenai benar- salah atau baik-buruk akan menjadi
pedoman pada tingkah lakunya di kemudian hari.
Pada usia sekolah dasar, anak sudah dapat mengikuti pertautan atau tuntutan
dari orang tua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini, anak sudah dapat
memahami alasan yang mendasari suatu peratuaran. Di samping itu , anak sudah
dapat mengasosiakan satiap bentuk perilaku dengan konsep benar-benar atau baik-
buruk. Misalnya, dia memandang atau menilai bahwa perbuatan nakal, berdusta, dan
tidak hormat kepada orang tua merupakan suatu yang salah atau buruk. Seadangkan
perbuatan jujur, adil, dan sikap hormat kepada orang tua dan guru merupakan suatu
yang benar/baik.
6. Perkembangan Penghayatan Keagamaan
Pada masa ini, perkembangan penghayatan keagamaan ditandai dengan ciri-
cirisebagai berikut:
a. Sikap keagamaan bersifat reseptif disertai pengertian.
b. Pandangan dan paham ketuhanan diperolehnya secara rasional berdasarkan
kaiadah-kaidah logika yang berpedoman pada indikator alam semesta sebagai
manifestasi dari keagungan-Nya.
c. Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan ritual
diterimanya sebagai keharusan moral.
Periode usia sekolah dasar merupakan masa pembentukan nilai-nilai agama sebagai
kelanjutan periode sebrelumnya. Kualitas keagamaan anak akan sangat dipengaruhi
oleh proses pembetukan atau pendidikan yang diterimanya. Berkaitan denag hal
tersebut, pendidikan disekolah dasar mempunyai peranan yang sangat penting. Oleh
karena itu, pendidikan agama (pengajaran, pembiasan, dan penanaman nilai-nilai) di
sekolah dasar harus menjadi perhatian semaua pihak yang terlibat dalam pendidikan
di SD, bukan hanya guru agama tetapi kepala sekolah dan guru-guru yang lainnya.
Apabila semua pihak yang terlibat s
7. Perkembagan Motorik
Seiring perkembangan fisiknya yang beranjak matang, maka perkembangan
motorik anak sudah dapat terkodinasi dengan baik. Setiap gerakannya sudah selaras
dengan kebutuhan atau minatnya. Pada masa ini ditandai dengan kelebihan gerak atau
aktivitas motorik yang lincah. Oleh karena itu, usia ini merupakan masa yang ideal
untuk belajar keterampilan yang berkaitan dengan motorik ini, seperti menulis,
menggambar, melukis, mengetik (komputer), berenamg, main bola, dan atletik.
Perkembangan fisik yang normal merupakan salah satu faktor penentu
kelancaran proses belajar, baik dalam bidang pengetahuan maupun keterampilan.
Oleh karaena itu, perkembangan motorik sanagat menunjang keberhasilan belajar
peserta didik. Pada masa usia sekolah dasar kematangan perkembangan motorik ini
pada umumnya dicapainya, karaena itu mereka sudah siap menerima pelajaran
keterampilan (Yusuf 2010).
Sesuai perkembangan fisik (motorik ) maka di kelas-kelas permulaan sangat
tepat diajarkan :
a. Dasar-dasar keterampilan untuk menulis dan menggambar.s
b. Keteramilan dalam mempergunakan alat-alat olahraga (menerima,
menendang, dan memukul).
c. Gerakan-gerakan untuk meloncat, berlari, berenang, dan sebagainya.
d. Baris-berbaris secara sederhana untuk menanamkan kebiasaan, ketertiban, dan
kedisiplinan.
8. Perkembangan Fisik
Perkembangan fiusik cenderung lbih stabil atau tenang sebelum memasuki
masa remaja yang pertumbuhannya sangat cepat. Masa yang tenang ini diperlukan
oleh anak untuk belajar berbagai kemampuan akademik. Anak lebih tinggi, lebih
berat, lebih kuat serta belajar berbagai keterampilan. Kenikan tinggi dan berat badan
bervariasi antara anak satu dengan yang lain. Peran kesehatan dan gizi sangat penting
dalam pertumbuhan dan perkembangan anak.i
9. Perkembangan Bicara
Berbicara merupakan alat komunikasi terpenting dalam berkelompok. Anak
belajar bagaimana berbicara dengan baik dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Bertambahnya kosakata yang berasal dari berbagai sumber menyebabkan semakin
banyak pembendaharaan kat yang dimiliki. Anak mulai menyadari bahwa komunikasi
yang bermakna tidak dapat dicapai bila anak tidak mengerti apa yang dikatakan oleh
orang lain. Hal ini mendorong anak untuk meningkatkan pengertiannya.
10. Kegiatan Bermain
Permainan yang disukai cenderung kegiatan bermain yang dilakukan secara
kelompok, kecuali anak-anak yang kurang diterima di kelompoknya dan cenderung
memilih bermain sendiri. Bermain yang sifatnya menjelajah, ketempat-tempat yang
belum pernah dikunjungi baik dikota maupun di desa mengasikkan bagi anak.
Permainan konstruktif yaitu membangun atau membentuk sesuatu adalah bentuk
permainan yang disukai anak serta mampu mengembangkan kreativitas anak.
Bernyayi meerupakan bentuk kegiatan kreatif lainnya. Sealain itu bentuk permainan
kelompok yang disenangi meruoakan permainan oleh raga seperti basket, sepak bola,
voleydan sebagainya. Jenis permainan ini membantu perkembangan otok dan
perkembangan tubuh.
11. Usia 10-12
Pada usia 10-12 tahun, perhatian membaca puncaknya. Materi bacaan semakin
luas. Anak-anak laki menyenangi hal-hal yang sifatnya menggemparkan, misterius,
dan kisah-kisah pertualangan. Anak perempuan menyenagi cerita kehidupan seputar
rumah tangga. Teman sebaya umumnya dalah teman sekolah dan teman bermain di
luar sekolah. Pengaruah teman sebaya sangat besar bagi arah perkembangan anak baik
yang bersifat positf maupun negatif. Pengaruh positif terlihat pada pengembanagan
konsep diri dan pertumbuhan harga diri. Hanya ditengah-tengah teman sebaya anak
bisa merasakan dan menyadari bagaimana dan dimana kedudukan atau
posisidirinya. Keinginan untuk berada ditengah-tengah temannya membawa anak
untuk keluar rumah menemuinya sepulng sekolah. Anak merasakan kesepian
dirumah, tiada teman. Kegiatan denag teman sebaya ini meliputi belajar bersama,
melihat pertunjukan, bermain, masak-masakkan, dan sebagainya. Mereka sering
melakukan kegiatan yang biasanya dilakukan orang dewasa.

H. Tugas-tugas
Menurut Syamsu Yusuf, perkebembangan pada masa ini meliputi (Yusuf
2010):
1. Belajar memperoleh ketrampilan fisik untuk melakukan permainan.
2. Belajar membentuk sikap yang seaht terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk
biologis.
3. Belajar bergaul dengan teman sebaya.
4. Belajar memainkan peranan sesuai jenis kelaminnya.
5. Belajar ketrampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung.
6. Belajar mengembangkan konsep sehari-hari (Yuliani 2005).

I. Kebutuhan dan Masalah Gizi pada Periode Tersebut


1. Kebutuhan Gizi pada Anak Usia Sekolah (6-12 Tahun)
Awal usia 6 tahun anak mulai masuk sekolah, dengan demikian anak-anak
mulai masuk ke dalam dunia baru, dimana dia mulai banyak berhubungan dengan
orang-orang di luar keluarganya, dan dia berkenalan dengan suasana dan
lingkungan baru dalam kehidupannya. Hal ini tentu saja banyak mempengaruhi
kebiasaan makan mereka. Pengalaman-pengalaman baru, kegembiraan di sekolah,
rasa takut terlambat tiba di sekolah, menyebabkan anak-anak ini sering
menyimpang dari kebiasaan waktu makan yang sudah diberikan kepada mereka.
Kebutuhan Zat Gizi menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2013
(PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
75 TAHUN 2013 2013):
Zat Gizi Makro Kelompok umur
dan Mikro 4-6 tahun 7-9 tahun 10-12 tahun
BB = 19 BB= 27 kg Laki-Laki Perempuan
kg TB= 130 cm BB= 34 kg BB = 36 kg
TB =112 TB= 142 cm TB = 145 cm
cm

Energi (Kkal) 1.600 1.850 2.100 2.000


Protein (gr) 35 49 56 60
Lemak (gr) 62 72 70 67
Karbohidrat (gr) 220 254 289 275
Vitamin A (mcg) 450 500 600
Vitamin C (mg) 45 45 50
Yodium (mcg) 120 120 120
Zink/seng (mg) 5 11 14 13
Kalsium (mg) 1.000 1.000 1.200 1.200
Zat besi (mg) 9 10 13 20
Folat (mcg) 200 300 400
Sumber: Angka Kecukupan Gizi (AKG) Indonesia, 2013

Adanya aktivitas yang tinggi mulai dari sekolah, kursus, mengerjakan


pekerjaan rumah (PR) dan mempersiapkan pekerjaan untuk esok harinya,
membuat stamina anak cepat menurun kalau tidak ditunjang dengan aspuan
pangan dan gizi yang cukup dan berkualitas. Agar stamina anak usia sekolah
tetap fit selama mengikuti kegiatan di sekolah maupun kegiatan ekstra kurikuler,
maka saran utama dari segi gizi adalah jangan meninggalkan sarapan pagi. Ada
berbagai alasan yang seringkali menyebabkan anak-anak tidak sarapan pagi. Ada
yang merasa waktu sangat terbatas karena jarak sekolah cukup jauh, terlambat
bangun pagi, atau tidak ada selera untuk sarapan pagi.
Pentingnya mengkonsumsi makanan selingan selama di sekolah adalah agar
kadar gula tetap terkontrol baik, sehingga konsentrasi terhadap pelajaran dan
aktivitas lainnya dapat tetap dilaksanakan. Kandungan zat gizi makanan selingan
ditinjau dari besarnya kandungan energi dan protein sebesar 300 kkal dan 5 gram
protein. Kebutuhan energi golongan umur 10-12 tahun relatif lebih besar daripada
golongan umur 7-9 tahun, karena pertumbuhan relatif cepat, terutama
penambahan tinggi badan. Mulai umur 10-12 tahun, Kebutuhan gizi anak laki-
laki berbeda dengan anak perempuan.

2. Masalah Gizi Pada Anak Usia Sekolah (6-12 Tahun)


Masalah Gizi anak usia sekolah sekolah yang ada di Indonesia yakni:
1. Gizi Kurang
RISKESDAS 2013  prevalensi pendek (TB/U) anak 5-12 thn 30,7 % (12,3%
sangat pendek & 18,4% pendek); terendah di DI Yogyakarta (14,9%), tertinggi di
Papua (34,5 %) (Kementerian Kesehatan 2013).
Secara keseluruhan, prevalensi pendek (TB/U) pada anak umur 5-18 tahun
menurut jenis kelamin disajikan pada gambar 3.14.6. Pada anak laki-laki, prevalensi
pendek tertinggi di umur 13 tahun (40,2 %), sedangkan pada anak perempuan di umur
11 tahun (35,8%) (Riskesdas, 2013) (Kementerian Kesehatan 2013).

Sumber: Riskesdas, 2013

Sumber: Riskesdas, 2013

Sebanyak 15 provinsi dengan prevalensi sangat pendek di atas prevalensi


nasional  Bengkulu
1) Prevalensi kurus (menurut IMT/U) anak 5-12 thn 11.2%, (4,0% sangat kurus dan
7,2% kurus), terendah di Bali (2,3%), tertinggi di NTT (7,8%).

Sumber: Riskesdas, 2013


2) Sebanyak 16 provinsi dengan prevalensi sangat kurus diatas nasional.
3) Efek : anak mudah lelah, daya fikir menurun, daya tahan tubuh menurun ( sering tdk
masuk).
2. Kegemukan
Secara nasional masalah gemuk pada anak umur 5-12 tahun masih tinggi yaitu
18,8 persen, terdiri dari gemuk 10,8 persen dan sangat gemuk (obesitas) 8,8 persen.
Prevalensi gemuk terendah di Nusa Tenggara Timur (8,7%) dan tertinggi di DKI
Jakarta (30,1%). Sebanyak 15 provinsi dengan prevalensi sangat gemuk diatas
nasional, yaitu Kalimantan Tengah, Jawa Timur, Banten, Kalimantan Timur, Bali,
Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Jambi, Papua, Bengkulu,
Bangka Belitung, Lampung dan DKI Jakarta(Kementerian Kesehatan 2013).

Sumber: Riskesdas, 2013


Menurut WHO batasan usia anak yaitu antara 0-19 tahun, berdasarkan
Undang-undang no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, pasal 1 ayat 1, anak
adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun (Menkes RI, 2011). Menurut WHO
(2007) batasan anak obesitas yang berumur 5-19 tahun adalah menggunakan IMT/U
sama dengan SK Menkes (2011) menyebutkan, IMT/U umur 5-18 tahun anak
obesitas adalah >2 SD dan gemuk atau overweight adalah >1 SD - 2 SD.
Overweight dan obesitas sekarang merupakan peringkat kelima sebagai risiko
global untuk terjadinya kematian. Terdapat 44% kasus diabetes, 23% penyakit
jantung iskemik dan 7%-41% kanker disebabkan oleh kelebihan berat
badan/overweight dan obesitas. Prevalensi overweight dan obesitas pada anak
diperkirakan 35 juta terdapat di negara berkembang dibandingkan dengan 8 juta
yang ada di negara maju (WHO, 2010). Berdasarkan The National Youth Risk
Behaviour Survey (YRBS) tahun 1999-2011 pada anak sekolah umur 9-12 tahun,
prevalensi obesitas mengalami peningkatan dari 10,6% menjadi 13% sedangkan
overweight juga meningkat dari 14,2% menjadi 15,2 (CDC, 2011). Obesitas
merupakan masalah yang sedang terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia.
Sekelompok masyarakat Indonesia terutama di kota-kota besar mengalami masalah
kesehatan masyarakat utama justru dipicu dengan adanya kelebihan gizi dan
aktivitas yang kurang pada masa kanak-kanak.
Perubahan gaya hidup yang cepat termasuk pola makan dan aktivitas telah
menyebabkan peningkatan prevalensi anak obesitas (5-19 thn) di negara
berkembang. Prevalensi obesitas pada anak usia 5-19 tahun mengalami peningkatan
dari tahun 1999-2004 di Indonesia yaitu pada obesitas dari 5,3% menjadi 8,6%
sedangkan overweight, dari 2,7% menjadi 3,7% menurut CDC standard cut offs.
Berdasarkan Riskesdas (2007) pada penduduk berumur >10 tahun terdapat
prevalensi kurang makan buah dan sayur 93,6% dan kurang aktivitas fisik 48,2%,
sedangkan pada umur 10-14 tahun yang kurang makan sayur dan buah 93,6% dan
kurang aktivitas fisik 66,9%. Proporsi penduduk ≥10 tahun yang kurang makan
sayur dan buah berdasarkan Riskesdas (2013) adalah 93,5%, hal ini menunjukkan
tidak terjadi perubahan yang berarti antara data 2007 dan 2013. Perilaku sedentary
3-5,9 jam pada kelompok umur ≥10 tahun sebesar 42% (Departemen Kesehatan
2007)
Sulawesi Selatan termasuk satu dari 16 propinsi yang penduduknya mengalami
aktivitas kurang diatas prevalensi nasional yaitu 49,1% (<150 menit per minggu) dan
kurang makan buah, sayuran 93,7% (<5 porsi per hari) (Riskesdas, 2007). Hal yang
sama terjadi pada Riskesdas (2013) yaitu aktivitas kurang aktif kelompok umur ≥10
tahun sebesar 31% melebihi nilai rata-rata Indonesia yaitu 26,1%. Kurang aktivitas
dan kurang makan sayur dan buah merupakan gaya hidup tidak sehat yang memicu
timbulnya Non Communicable Disease (NCD).
Peningkatan prevalensi obesitas pada anak usia sekolah akan memiliki dampak
kesehatan negatif di masa kecil, serta dalam jangka panjang dan berisiko lebih tinggi
menjadi obesitas di masa dewasa dan terjadi Non Communicable Disease (NCD) di
kemudian hari. Menurut Riskesdas (2007), kematian akibat Penyakit Tidak Menular
(PTM) sebesar 59,5%; lebih tinggi dari angka kejadian Penyakit Menular sebesar
28,1%. PTM yang dapat terjadi saat dewasa antara lain stroke sebesar 26,9%,
hipertensi 12,3%, diabetes mellitus (DM) 10,2% dan penyakit jantung iskemik 9,3%.
Riskesdas (2013) menunjukkan PTM di Indonesia adalah asma, penyakit paru
obstruksi kronis, kanker, DM, hipertiroid, hipertensi, jantung koroner, gagal jantung,
stroke, gagal ginjal kronis (GGK), batu ginjal dan rematik; sesuai dengan PTM
menurut WHO adalah penyakit kardiovaskuler (jantung koroner, stroke), kanker,
penyakit pernapasan kronis (asma) dan diabetes (Kementerian Kesehatan 2013).
Berdasarkan studi yang dilakukan di beberapa negara bagian Eropa pada tahun
antara 2007 dan 2010 dengan 18.745 anak, prevalensi obesitas lebih tinggi pada
anak perempuan (21,1%) jika dibandingkan dengan anak laki-laki (18,6%). Populasi
grup dengan pendapatan rendah dan tingkat edukasi rendah memiliki tingkat
prevalensi yang lebih tinggi terhadap obesitas (Ahrens, Pigeot et al. 2014).
Kemudian studi lainnya yang dilakukan di Kerela, India, menyebutkan bahwa
prevalensi obesitas yaitu 3,0% untuk laki-laki dan 5,3% untuk grup dengan
pendapatan tinggi dan rendah (1,5% dan 2,5%). Prevalensi overweight dan obesitas
ditemukan lebih tinggi pada grup dengan penghasilan lebih tinggi dan pada anak
perempuan (Cherian, Cherian et al. 2012). Berdasarkan hasil survei Canadian Health
Measures Survey dari tahun 2009 hingga 2011, perbedaan prevalensi overweight dan
obesitas antara anak laki-laki dan perempuan usia 5 hingga 11 tahun, persentase
obes pada anak laki-laki (19,5%) lebih besar tiga kali lipat dibandingkan obesitas
pada anak perempuan (6,3%) (Roberts, Shields et al. 2012)
3. Anemia gizi besi
Selain masalah kurus dan gemuk, masalah gizi yang juga banyak terjadi pada
anak usia sekolah adalah anemia gizi, terutama karena kekurangan zat besi.
Kekurangan zat besi berpengaruh pada perkembangan mental; anak memiliki
perkembangan psikomotor lebih rendah daripada anak sehat, prestasi belajarnya
lebih rendah dibandingkan dengan anak normal. Anemia gizi juga bisa terjadi karena
kekurangan vitamin B12 (makanan hewani), folat, dan vitamin C (sayur dan buah)
(Yayasan Institut Danone 2010).
Secara global prevalensi anemia usia sekolah masih menunjukkan angka yang
tinggi yaitu 37% (De, McLean et al. 2008). Di Indonesia keadaan ini merupakan
masalah gizi utama disamping kekurangan kalori protein, vitamin A dan Yodium.
Penelitian di Indonesia mendapatkan prevalensi anemia defisiensi besi pada anak
balita sekitar 30% - 40%, pada anak sekolah 25% - 35%, hal ini disebabkan oleh
kemiskinan, malnutrisi, defisiensi vitamin A dan asam folat (Pratiwi 2010).
Berdasarkan Riskesdas 2007, prevalensi anemia pada anak di Sulawesi Selatan
sekitar 13,1% dan menurut SK Menkes 2007 prevalensi anemia anak di Sul-Sel
mencapai 16,2%. Dan data terakhir dari Departemen Kesehatan RI Tahun 2012,
menunjukan prevalensi anemia pada anak mencapai angka 17,6% (Departemen
Kesehatan 2007).
Kejadian anemia pada anak sekolah dasar sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Salah satu diantaranya adalah rendahnya asupan makanan sumber zat besi
dalam kehidupan sehari-hari yang dikonsumsi sehingga tidak mencukupi kebutuhan
zat besinya Seperti halnya hasil penelitian yang dilakukan di wilayah pesisir
Makassar bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi sumber zat besi
heme dengan status hemoglobin anak sekolah dasar. Terdapat 46,9% anemia yang
jarang mengkonsumsi sumber zat besi heme dan 25% yang sering(Pratiwi 2010).
Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor penyerapan zat besi dalam tubuh. Ada faktor
penghambat yang ada dalam makanan misalnya, phytat dalam nasi dan tannin dalam
teh dan kopi, ada pula yang melancarkan absorbsi besi misalnya vitamin C dan
beberapa asam amino yang menyebabkan zat besi tersebut dalam keadaan larut
sehingga dapat diserap (Pratiwi 2010).
Selain faktor yang meningkatkan absorbsi zat besi seperti yang telah
disebutkan, ada pula faktor yang menghambat absorbsi zat besi. Faktor yang
menghambat itu adalah tannin dalam teh dan kopi, phosvitin, phytat, fosfat, kalsium
dan serat dalam bahan makanan. Seseorang yang banyak makan nasi, tetapi kurang
makan sayur-sayuran serta buah-buahan dan lauk-pauk, akan tetap menjadi anemia
walaupun zat besi yang dikonsumsi dari makanan sehari-hari cukup banyak. Bahan
makanan penghambat absorpsi Fe (inhibitor) adalah bahan makanan yang bersifat
akan menghambat absorpsi Fe oleh tubuh dari makanan yang dikonsumsi seperti
fitat (pada dedak, katul, jagung, protein kedelai, susu, coklat dan kacang-kacangan),
polifenol (termasuk tannin) pada teh, kopi, bayam, kacang kacangan, Zat
kapur/kalsium (pada susu, keju), Phospat (pada susu, keju) (RI 2000).

4. Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY)


Masalah gizi lainnya adalah kurangnya asupan mineral yodium, baik yang
diperoleh dari air maupun makanan seperti ikan, makanan hasil laut dan garam
beryodium. Hal ini akan memperngaruhi tingkat kecerdasan dan pertumbuhan anak
(Kementerian Kesehatan 2013)
Dari berbagai penelitian di berbagai negara tentang stunting menunjukkan angka
yang masih tinggi sehingga ini merupakan tantangan tersendiri bagi masing-masing
negara untuk mengatasi hal tersebut. Penelitian yang dilakukan di Indonesia
menunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi dan berat badan dari anak-anak Indonesia di
bawah standar pertumbuhan WHO. Semakin tua anak, semakin besar perbedaan
dibandingkan dengan standar pertumbuhan WHO, yang berarti bahwa goyahnya
pertumbuhan dimulai dari awal kehidupan seorang anak Indonesia hingga akhir usia
SD.
Dalam penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa stunting
lebih banyak di pedesaan dibandingkan dengan perkotaan. Dan proporsi anak laki-laki
stunting di daerah pedesaan lebih tinggi dari perempuan karena kecepatan
pertumbuhan anak laki-laki lebih tinggi, sehingga persyaratan gizi mereka yang lebih
tinggi. Dengan tidak adanya asupan gizi yang memadai, kemungkinan terhambatnya
pertumbuhan akan lebih tinggi. Status gizi anak usia sekolah dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya kebiasaan makan dan asupan makanan serta gaya hidup.
Oleh karena itu, hal yang dapat dilakukan untuk mencegah hal tersebut adalah
termasuk pendidikan gizi yang dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan anak yang
lebih baik (Herrador, Sordo et al. 2014).
Penelitian lain yang dilakukan di Ethiopia menunjukkan hasil yang sama bahwa
kejadian stunting lebih banyak terjadi di daerah pedesaan dibandingkan dengan
perkotaan. penjelasan tentang faktor penyebab stunting dipedesaan lebih dijelaskan
pada jurnal di ethiopia ini dibandingkan dengan di Indonesia. Dalam penelitian ini
menyatakan bahwa pada masyarakat pedesaan disebabkan beberapa faktor yang
terkait yaitu kelompok usia, demam 15 hari sebelumnya, menggiring ternak, konsumsi
makanan dari sumber hewani, ukuran keluarga, budidaya padi-padian dan konsumsi
produk ternak keluarga sendiri (Herrador, Sordo et al. 2014).
BAB III
KESIMPULAN

Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak sekolah yakni faktor


genetik, lingkungan. Periode dan Tahapan Tumbuh kembang anak usia sekolah dilihat
dari berbagai aspek baik dari aspek fisik/biologis, kognitif, fan sosial emosi. Aspek
perkembangan pada masa sekolah meliputi perkembangan intelektual,
perkemankembangan bahasa perkembangan sosial, perkembangan emosi,
perkembangan moral, perkembangan penghayatan keagamaan, perkembagan motorik,
perkembangan fisik, perkembangan bicara, kegiatan bermain,dan usia 10-12.
Parameter pertumbuhan anak sekolah mengggunakan BB, TB, dan IMT/BMI menurut
umur, yang diukur atau dinilai dengan menggunakan standar baku WHO anthro.

Perhatian kepada gizi pada anak usia sekolah (6-12 tahun) perlu karena selama
ini perhatian dalam masalah gizi masih berfokus pada gizi pada masa prenatal, bayi,
dan balita. Pada masa sekolah, anak sudah mulai berfokus pada pelajaran sekolah dan
lebih banyak waktu dihabiskan di sekolah. Anak sekolah mulai mengenai jajan,
sehingga perlu mendapat perhatian akan kebutuhan gizi yang sangat penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah
DAFTAR PUSTAKA
Ahrens, W., I. Pigeot, et al. (2014). "Prevalence of overweight and obesity in European children
below the age of 10." International Journal of Obesity 38: S99-S107.
Anonim. (2012, 20 February 2012 ). "Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak Usia 6-12 Tahun." 23
September 2016, from http://pondokibu.com/pertumbuhan-dan-perkembangan-anak-usia-
6-12-tahun.html.
arianti, e. (2015). "Tumbuh Kembang Anak (6-12 tahun)." 23 September 2016, from
http://kdkep.blogspot.co.id/2015/05/tumbuh-kembang-anak-6-12-tahun.html.
Cherian, A. T., S. S. Cherian, et al. (2012). "Prevalence of obesity and overweight in urban school
children in Kerala, India." Indian pediatrics 49(6): 475-477.
De, B. B., E. McLean, et al. (2008). "Worldwide prevalence of anemia 1993–2005: WHO global
database on anemia." Geneva: WHO, CDC.
Departemen Kesehatan, R. (2007). "Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007."
Jakarta: B adan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI.
Dharma, A. and M. Andryanto (2010). Pengantar Psikolog. Jakarta, Erlangga.
Gunarsa, D. S. (2006). Psikologi Praktis: Dari Anak Sampai Usia Lanjut, Jakarta: PT. BPK Gunung
Mulia.
Herrador, Z., L. Sordo, et al. (2014). "Cross-sectional study of malnutrition and associated factors
among school aged children in rural and urban settings of Fogera and Libo Kemkem districts,
Ethiopia." PloS One 9(9): e105880.
Hidayat, A. A. (2005). "Pengantar ilmu keperawatan anak." Jakarta: Salemba Medika.
Hurlock, E. B. (1980). "Psikologi perkembangan." Jakarta: Erlangga.
Kementerian Kesehatan, R. (2013). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, Jakarta:
Kementerian Kesehatan RIDinKes Jateng.
Maryanto, L. (2012). "TINGKAT PERKEMBANGAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR." 23 September 2016,
from http://li2kmaryanto.blogspot.co.id/2012/06/tingkat-perkembangan-anak-usia-
sekolah.html.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2013 (2013). ANGKA
KECUKUPAN GIZI YANG DIANJURKAN BAGI BANGSA INDONESIA. M. K. R. INDONESIA.
Jakarta, MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA.
Pratiwi, E. (2010). Hubungan Pola Konsumsi dengan Status Hemoglobin (Hb) Remaja Putri Sekolah
Menengah Pertama di Daerah Endemik Malaria Kec. Baras Kab. Mamuju Utara Sulawesi
Barat Tahun 2009, Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin,
Makassar.
RI, D. (2000). Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional 2001–2005, Jakarta: Depkes.
Roberts, K. C., M. Shields, et al. (2012). "Overweight and obesity in children and adolescents: results
from the 2009 to 2011 Canadian Health Measures Survey." Health rep 23(3): 37-41.
Rustam, S. Mujab, et al. (2013, 18 Maret 2013). "PERKEMBANGAN ANAK PADA MASA SEKOLAH." 23
September 2016, from http://rustamsakry.blogspot.co.id/2013/03/perkembangan-anak-
pada-masa-sekolah_18.html.
Widjaja, K. (1999). Pengantar Psikologi, Jakarta: Interaksa.
Yayasan Institut Danone, G. U. A. B. (2010). Panduan Tumbuh Kembang Anak. Sehat dan Bugar
Berkat Gizi Seimbang. . Jakarta, Kompas Gramedia, Group of Magazine.
Yuliani, E. (2005). Psikologi Perkembangan, Yogyakarta: Teras.
Yusuf, S. (2010). Psikologi perkembangan anak & remaja. Bandung, PT Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai