Anda di halaman 1dari 22

Sumber Kepercayaan adalah suatu keyakinan dalam diri seseorang untuk percaya

terhadap sesuatu.
Sumber Keyakinan adalah sesuatu yang telah di yakinkan dalam diri seseorang.
Sumber-sumber tersebut bisa mempengaruhi pelaksanaan nilai dan norma,kita
tinjau dari pengertian nilai dan norma itu sendiri.
FAKTOR-FAKTOR YG MENYEBABKAN PERBEDAAN NILAI & NORMA
DALAM MASYARAKAT


1. Faktor adat istiadat
Faktor adat istiadat adalah nilai tidak bersifat universal artinya tidak untuk setiap
masyarakat/kelompok menerima nilai tersebut, sehingga nilai antara suatu daerah
dengan daerah lainya berbeda-beda.
Contoh: adat istiadat masyarakat SUNDA dengan masyarakat JAWA tengah
berbeda.

2. Faktor agama
Faktor agama adalah faktor yg paling mempengaruhi norma dan nilai , karena di
setiap agama berbeda pantangan dan ibadah nya.
Contoh : di agama islam alkohol dan daging babi itu HARAM tetapi di agama
lain tidak di haram kan.

3. Faktor lingkungan (tempat tinggal)
Faktor lingkungan adalah faktor lingkungan pun berperan dalam pembedaan nilai
dan norma setiap daerah / tempat masing.
Contoh : lingkungan di pasar sangat berbeda dengan lingkungan di perumahan,
jika di pasar ada pereman yg galak tetapi d daerah komplek tdk ada preman (yg
memegang/ menarik bayaranmajeg)

4. Faktor kebiasaan
Faktor kebiasaan adalah faktor yg d pengaruhi oleh sering tidak nya orang itu
melaksanakan suatu pekerjaan.
Contoh : orang yg berada di pesantren sudah terbiasa membaca Al- Quran dan
salat, tetapi orang yg berada di Jalan luar belum tentu terbiasa salat dan
membaca AL-Quran.

5. Faktor tradisi/ budaya
faktor budaya adalah budaya di dlam suatu masyarakat/kelompok berbeda-beda,
begitu pun juga norma dan nilai di dlam suatu masyarakat berbeda-beda, jadi
hubungan antara buda dan nilai yaitu suatu norna di dalam suatu masyarakat
memiliki perbedaan masing-masing.

6. Faktor Suku
Suku-Suku Di Indonesia Bermacam-Macam Ada Suku Sunda, Jawa , Minang
Dan Lain-Lain.Setiap Suku Memiliki Suatu Nilai Dan Norma Yang Berbeda-
Beda, Contohnya Jika Di Jawa Barat Di Dlam Suatu Pernikahaan Itu Yang
Melamar Laki-Laki, Teapi Di Sumatra Barat Yang Melamar Itu Perempuan.
http://dhifanhanifan.blogspot.com/2010/10/faktor-faktor-penyebab-perbedaan-
nilai.html dhifan hanifan
PERKEMBANGAN NILAI, MORAL
DAN SIKAP
02 Jun 2012 Leave a Comment
by jumatunnikmah in Education Tags: moral, nilai, sikap
BAB I. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Selain aspek kognitif dan psikomotorik, aspek afektif juga sangat penting dalam
menentukan hasil pembelajaran. Tipe hasil belajar afektif tampak pada sisiwa
dalam berbagai bnetuk tingkah laku, seperti perhatiannya terhadap pelajaran,
disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar
dan hubungan sosial.hasil belajar ranah afektif sangat erat kaitannya dengan nilai-
nilai, moral dan sikap dari masing-masing siswa yang bersangkutan (Jufri, 2010
:71-72).
Pemahaman guru tentang perkembangan aspek afektif siswa merupakan hal yang
sangat penting untuk keberhasilan belajarnya, aspek afektif tersebut dapat terlihat
selama pembelajaran terutama ketika siswa bekerja kelompok. Oleh karena itu,
selama pembelajaran ( termasuk saat siswa kerja kelompok) guru senantiasa
terus memantau dan mengamati aktivitas siswanya.
Nilai-nilai kehidupan adalah norma-norma yang yang berlaku di dalam
masyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan santun ( Sutikna,1998:5).
Sedangkan moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan,
akhlak, kewajiban dan sebagainya ( Purwadarminto,1957:957). Dengan kata lain
bahwa moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan perbuatan yang
benar dan yang salah sebagai alat kendali dalam bertingkah laku. Moral sering
dianggap sebagai prinsip dan patokan yang berhubungan dengan benar dan salah
oleh masyarakat tertentu, dapat pula diartikan sebagai perilaku yang sesuai
dengan norma benar atau salah tersebut. Disamping nilai dan moral ada juga
sikap, yang menurut Gerung sikap secara umum diartikan sebagai kesediaan
bereaksi individu terhadap sesuatu hal ( Mappiare,1982:58). Sikap merupakan
motif yang mendasari tingkah laku seseorang.
Antara nilai, moral dan sikap serta tingkah laku memiliki keterkaitan yang
tampak dalam penerapan atau pengalaman nilai-nilai tersebut. Dimana nilai-nilai
perlu dikenal terlebih dahulu, kemudian dihayati dan didorong oleh moral, baru
akan terbentuk sikap tertentu terhadap nilai-nilai tersebut dan akhirnya terwujud
tingkah laku sesuai dengan nilai-nilai yang dimaksud.
Setiap individu memiliki tingkat perkembangan nilai, moral dan sikap yang
berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain. Hal itu dipengaruhi oleh
beberapa factor yang secara umum dipengaruhi oleh factor lingkungan dan factor
usia. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan dalam makalah kami yang akan
membahas tentang factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan nilai, sikap
dan moral, perbedaan individu dalam perkembangan nilai,moral dan sikap serta
upaya mengembangkan nilai,moral dan sikap remaja serta implikasinya dalam
penyelenggaraan pendidikan.
1. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan nilai,moral dan
sikap?
2. Bagaimana perbedaan individu dalam perkembangan nilai,moral dan sikap?
3. Apakah upaya-upaya yang dapat dilakukan terhadap pengembangan nilai,
moral, dan sikap remaja dalam penyelenggaraan pendidikan?

BAB II. Pembahasan
A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Nilai, Moral dan
Sikap
Secara umum factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan individu di bagi
menjadi dua, yaitu:
1. Faktor internal (endogen), yaitu factor yang berasal dari dalam diri individu
seperti komponen hereditas (keturunan), dan konstitusi.
2. Factor eksternal (eksogen), yaitu faktoe yang berasl dari luar individu, seperti
lingkungan keluarga, lingkungan sosial dan geografis.
Namun dalam hubungannya dengan perkembangan nilai, moral dan sikap, factor
yang paling berpengaruh adalah factor yang berasal dari luar individu (factor
eksternal). Perkembangan moral seseorang banyak dipengaruhi oleh lingkungan
dimana orang tersebut hidup. Karena tanpa masyarakat (lingkungan), kepribadian
seseorang tidak akan berkembang. Lingkungan disini dapat berarti keluarga
(orang tua), sekolah, teman-teman dan masyarakat.
Suatu lingkungan yang paling awal berusaha menumbuh kembangkan system
nilai,moral dan sikap kepada seorang anak adalah lingkungan keluarga. setiap
orang tua tentu sangat berharap anaknya tumbuh dan berkembang menjadi sorang
individu yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan mampu membedakan
antara yang baik dan buruk. Pada intinya orang tua atau lingkungan keluarga
tentu sangat ingin anak atau anggota keluarganya memiliki sikap yang terpuji
yang sesuai dengan harapan orang tua, masyarakat dan agama.
Melalui proses pendidikan, pengasuhan, perintah, larangan, hadiah, hukuman dan
intervensi pendidikan lainnya, para orangtua berusaha menanamkan nilai-nilai
luhur, moral dan sikap yang baik bagi anak-anaknya agar dapat menjadi individu
sesuai dengan yang diharapkan. Keluarga merupakan lingkungan terdekat untuk
membesarkan, mendewasakan dan didalamnya anak mendapatkan pendidikan
yang pertama kali.
Bagi para ahli psikoanalisis perkembangan moral dipandang sebagai proses
internalisasi norma-norma masyarakat dan kematangan dari sudut organic
biologis. Menurut psikoanalisis moral dan nilai menyatu dalam konsep superego.
Superego dibentuk melalui jalan internalisasi larangan-larangan atau perintah-
perintah yang berasal dari luar khususnya dari orang tua yang sedemikian rupa
sehingga akhirnya terpancar dari dalam diri sendiri. Karena itu, orang-orang yang
tak mempunyai hubungan harmonis dengan orangtuanya dimasa kecil,
kemungkinan besar tidak mampu mengembangkan superego yang cukup kuat,
sehingga mereka bisa menjadi orang yang sering melanggar norma masyarakat.
Lingkungan pendidikan setelah keluarga adalah lingkungan sekolah. Sekolah
sebagai lembaga formal yang diserahi tugas untuk menyelenggarakan pendidikan
pendidikan tentunya memiliki peranan besar dalam membantu perkembangan
hubungan sosial remaja yang mencakup nilai, moral dan sikap. Dalam hal ini,
guru juga hrus mampu mengembangkan proses pendidikan yang bersifat
demokratis. Dimana guru harus mampu mengembangkan pran-perannya selain
sebagai gurujuga sebagai pemimpin yang demokratis. Berbeda dengan
dilingkungan keluarga, lingkungan sekolah ada kurikulum sebagai rencana
pendidikan dan pembelajaran, ada guru professional, ada sarana dan prasarana
dan fasilitas pendidikan sebagai pendukung proses.
Dilingkungan sekolah guru tidak hanya semata-mata mengajar melainkan juga
mendidik. Artinya selain menyampaikan pelajaran sebagai upaya transfer
pengetahuan kepada peserta didik, juga harus membina peserta didik menjadi
manusia dewasa yang bertanggung jawab. Untuk itu disamping mengajar guru
harus menanamkan nilai-nilai luhur kepada peserta didik melalui pendidikan
karakter agar memiliki moral yang baik.
Perkembangan moral menurut Durkheim (dalam Djuretna,1994) berkembang
karena hidup dalam masyarakat dan moral pun dapat berubah karena kondisi
sosial.oleh karena itu, moral masyarakat berkuasa terhadap perkembangan moral
individu.
Teori-teori lain yang non-psikoanalisis beranggapan bahwa hubungan anak-
orangtua bukan satu-satunya sarana pembentuk moral. Para sosiolog beranggapan
bahwa masyrakat sendiri mempunyai peran penting dalam pembentukan moral.
Tingkah laku yang terkendali disebabkan oleh adanya control dari masyarakat itu
sendiri yang mempunyai sanksi-sanksi tersendiri buat pelanggar-pelanggarnya
(Sarlito,1992:92). Didalam usaha membentuk tingkah laku sebagai pencerminan
nilai-nilai hidup tertentu ternyata factor linkungan memegang peranan penting.
Makin jelas sikap dan sifat lingkungan terhadap nilai hidup tertentu dan moral
makin kuat pula pengaruhnya untuk membentuk atau meniadakan tingkah laku
yang sesuai.

B. Perbedaan Individu dalam Perkembangan Nilai, Moral dan Sikap
Perbedaan individu dalam perkembangan nilai,moral dan sikap dipengaruhi oleh
tiga hal pokok, antara lain:
1. Fase ( tahap)
Menurut Kohlberg ada enam tahap dalam perkembangan moral yang berlaku
secara universal dan dalam urutan tertentu. Ada tiga tingkat perkembangan
menurut Kohlberg, antara lain:
I. Prakonvensional
II. Konvensional
III. Pasca-konvensional
Dimana masing-masing tingkat terdiri dari dua tahap, sehingga totalnya menjadi
enam tahap ( stadium) yang berkembang secara bertingkat dan dalam urutan yang
tetap. Namun, tidak semua individu mencapai tahap terakhir perkembngan moral.
Dalam stadium nol, anak menganggap baik apa yang sesuai dengan permintaan
dan keinginannya. Sesudah stadium ini datanglah:
Tingkat I : Prakonvensional, yang terdiri dari tahap 1 dan 2
Pada tahap 1, anak berorientasi pada kepatuhan dan hukuman. Anak
menganggap baik dan buruk atas dasar akibat yang ditimbulkannya. Anak hanya
mengetahui bahwa aturan-aturan ditentukan oleh adanya kekuasaan yang tidak
bisa diganggu gugat. Ia harus menurut atau kalau tidak akan memperoleh
hukuman.
Pada tahap 2, berlaku prinsip Relativistik-Hedonism. Pada tahap ini anak tidak
lagi secara mutlak tergantung pada aturan yang berada diluar dirinya, atau aturan
yang ditentukan oleh orang lain, tetapi mereka sadar bahwa setiap kejadian
mempunyai beberapa segi. Jadi ada Relativisme yang artinya bergantung pada
kebutuhan dan kesanggupan seseorang ( hedonoistik).
Tingkat II: Konvensional
Tahap 3, menyangkut orientasi mengenai anak yang baik. Pada tahap ini anak
mencapai unsure belasan tahun, dimana anak memperlihatkan orientasi
perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak baiknya perbuatan itu oleh
orang lain.disini, masyarakat adalah sumber yang menentukan, apakah perbuatan
seseorang itu baik atau tidak.
Tahap 4, yaitu tahap yang mempertahankan norma-norma sosial dan otoritas.
Pada tahap ini perbuatan baik yang diperlihatkan orang bukan hanya agar dspst
diterima oleh lingkungan masyarakatnya, melainkann bertujuan agar ikut
mempertahankan aturan-aturan atau norma-norma sosial. Jadi perbuatan baik
adalah berkewajiban untuk ikut melaksanaklan aturan-atiran yang berlaku dengan
baik agar tidak menimbulkan kekacauan.

Tingkat III : Pasca-Konvensional
Tahap 5, merupakan tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan
lingkungan sosial. Pada tahp ini adanya hubungan timbale balik antara dirinya
dengan lingkungan sosial, yaitu dengan masyarakat. Dalam hal ini, seseorang
harus memperlihatkan kewajibannya, dimana ia harus berbuat sesuai dengan
norma-norma sosial karena sebaliknya, lingkungan sosial atau masyarakat akan
menghormati dan menghargai serta memberikan perlindungan kepadanya.
Tahap 6, tahap ini disebut Prinsip Universal. Pada tahap ini ada norma etik di
samping norma pribadi dan subjektif. Dalam perjanjian antara seseorang dengan
masyarakatnya ada unsur-unsur subjektif yang menilai apakah perbuatan itu baik
atau tidak. Subjektivisme disini maksudnya ada perbedaan penilaian antara
seseorang dengan orang lain. Dalam hal ini usur etika yang akan menentukan
apakah yang boleh dan baik dilakukan atau sebaliknya.
2. Tempo ( waktu)
Waktu disini sangat erat kaitannya dengan usia. Dimana setiap individu akan
memiliki tingkat perkembangan nilai, moral dan sikap yang berbeda pada usia
yang berbeda-beda pula.
Pengertian moral dianak usias epuluh tahun tentu berbeda dengan anak-anak
yang lebih tua. Karena pada anak-anak terdapat anggapan bahwa aturan-aturan
adalah pasti dan mutlak oleh karena diberikan oleh orang dewasa atau Tuhan
yang tidak biasa di ubah lagi ( Kohlberg,1963). Pengertian mengenai aspek moral
pada anak-anak lebih besar, lebih lentur dan nisbi. Ia bisa menawar atau
mengubah suatu aturan kalau di setujui oleh semua orang.
Berbeda dengan sebagian remaja serta orang dewasa yang penalarannya
terhambat atau kurang berkembang, tahap perkembangan moralnya ada pada
tahap prakonvensional. Pada tahap ini seseorang belum mengenal apalagi
menerima aturan dan harapan masyarakat. Pada tingkatan yang paling awal,
pedoman mereka hanyalah menghindari hukuman.
Menurut Kohlberg, factor kebudayaan mempengaruhi perkembangan moral,
terdapat berbagai rangsangan yang diterima oleh anka-anak dan ini
mempengaruhi perkembangan moral. Bukan saja mengenai cepat atau lambatnya
tahap-tahap perkembangan yang dicapai, melainkan juga mengenai batas tahap-
tahap yang ingin dicapai. Perbedaan perseorangan juga dapat dilihat pada latar
belakang kebudayaan tertentu.
C. Upaya Mengembangkan Nilai, Moral dan Sikap Remaja serta
Implikasinyadalam Penyelenggaraan Pendidika
Tahap-tahap perkembangan moral pada remaja telah mencapai pada tahap
moralitas hasil interaksi seimbang yaitu secara bertahap anak mengadakan
internalisasi nilai moral dari orangtuanya dan orang-orang dewasa di sekitarnya.
Pada akhir masa remaja terdapat lima perubahan yang dapat dilukiskan sebagai
berikut:
1. Pandangan moral remaja mulai menjadi abstrak, menifestasi dari ciri ini adalah
prilaku remaja yang suka saling bernasihat sesama teman dan kesukaannya
pada kata-kata mutiara.
2. Pandangan moral remaja sering terpusat pada apa yang benar dan apa yang
salah. Sehingga remaja sangat antusias pada usaha-usaha reformasi sosial.
3. Penilaian moral pada remaja semakin mendasarkan diri pada pertimbangan
kognitif, yang mendorong remaja mulai menganalisis etika sosial dan
mengambil keputusan kritis terhadap berbagai masalah moral yang
dihadapinya.
4. Penilaian moral yang dilakukan remaja menunjukkan perubahan yang bergerak
dari sifat egosentris menjadi sosiosentris, sehingga remaja senang sekali bila
dilibatkan dalam kegiatan memperjuangkan nasib sesama, kesetiakawanan
kelompok yang kadang-kadang untuk ini remaja bersedia berkorban fisik.
5. Penilaian moral secara psikis juga berkembang menjadi lebih mendealam yang
dapat merupakan sumber emosi dan menimbulkan ketegangan-ketegangan
psikologis. Sehingga pada akhir masa remaja moral yang dianutnya diharapkan
menjadi kenyataan hidup dan menjadi barang berharga dalam hidupnya.
Apa yang terjadi dalam diri pribadi seseorang hanya dapat didekati melalui cara-
cara tidak langsung, yakni dengan mempelajari gejala dan tingkah laku seseorang
tersebut, maupun membandingkannya dengan gejala sertra tingkah laku orang
lain. Diantara proses kejiwaan yang sulit untuk dipahami adalah proses terjadinya
dan terjelmanya nilai-nilai hidup dalam diri individu, yang mungkin didahului
oleh pengenalan nilai secara intelektual,disusul oleh penhayatan nilai tersebut,
dan kemudian tumbuh didalam diri seseorang sedemikian rupa kuatnya sehingga
seluruh jalan pikiran, tingkah lakunya serta sikapnya terhadap segala sesuatu di
luar dirinya, bukan saja diwarnai tetapi juga dijiwai oleh nilai tersebut
Karena itu, ada kemungkinan bahwa ada individu yang tahu tentang sesuatu nilai
tetap menjadi pengetahuan. Tidak semua individu mencapai tingkat
perkembangan moral seperti yang diharapkan, maka kita dihadapkan dengan
masalah pembinaan. Adapun upaya-upaya yang dilakukan dalam
mengembangkan nilai, moral dan sikap remaja adalah:
a. Menciptakan Komunikasi
Dalam komunikasi didahului dengan pemberian informasi tentang nilai-nilai dan
moral. Anak tidak pasif mendengarkan dari orang dewasa bagaimana seseorang
harus bertingkah laku sesuai dengan norma dan nilai-nilai moral, tetapi anak-anak
harus dirangsang supaya lebih aktif. Hendaknya ada upaya yang
mengikutsertakan remaja dalam pembicaraan dan dalam pengambilan keputusan
keluarga. Sedangkan dalam kelompok sebaya, remaja turut serta secara aktif
dalam tanggung jawab dan penentuan maupun keputusan kelompok.
Disekolah para remaja hendaknya diberi kesempatan berpartisipasi untuk
mengembangkan aspek moral, misalnya dalam kerja kelompok,sehingga dia
belajar untuk tidak melakukan sesuatu yang akan merugikan orang lain karena
hal ini tidak sesuai dengan nilai atau norma moral.


b. Menciptakan Iklim Lingkungan yang Serasi
Seseorang yang mempelajari nilai hidup tertentu dan moral, kemudian berhasil
memiliki sikap dan tingkah laku sebagai pencerminan nilai hidup tersebut
umunya adalah seseorang yang hidup dalam lingkungan yang secara positif,
jujur, dan konsekuen yang senantiasa mendukung bentuk tingkah laku yang
merupakan pencerminan nilai hidup tersebut. Ini berarti antara lain, bahwa usaha
pengembangan tingkah laku nilai hidup hendaknya tidak hanya mengutamakan
pendekatan-pendekatan intelektual semata, tetapi mengutamakan adanya
lingkungan yang kondusif dimana factor-faktor lingkungan itu sendiri merupakan
penjelmaan yang konkret dari nilai-nilai hidup tersebut. Karena lingkungan
merupakan factor yang cukup luas dan sangat bervariasi, maka tampaknya yang
perlu diperhatikan adalah lingkungan sosial terdekat terutama mereka yang
berfungsi sebagai pendidik dan Pembina yaitu orang tua dan guru.

BAB III. Penutup
1. Kesimpulan
Secara umum perkembangan nilai, moral dan sikap pada individu di pengaruhi
oleh factor eksternal atau faktpr yang berasal dari luar individu, seperti
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Dimana dalam lingkungan ada
interaksi antara lingkungan dengan individu.Setiap individu memiliki
perkembangan nilai, moral dan sikap yang berbeda-beda. Hal itu tergantung usia,
factor kebudayaan dan tingkat pemahamannya. Upaya upaya yang dapat
dilakukan dalam rangka pengembangn nilai, moral dan sikap remaja adalah
menciptakan komunikasi di samping memberi informasi,tetapi remaja diberikan
kesempatan untuk berpartisipasi untuk aspek moral, serta menciptakan system
lingkungan yang kondusif atau aman. Sehingga guru mampu mengajar dan
mendidik dengan baik serta peserta didik mampu menerima dan
mengaplikasikannnya dengan baik pula.
2. Saran
Sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan, tentu kami menyadari
bahwa makalah kami ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu kami sangat
mengharapkan saran-saran yang membangun dari pembaca agar makalah ini
dapat memberikan manfaat sebagaimana mestinya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2198158-faktor-
faktor-yang-mempengaruhi-perkembangan. Diakses tanggal 13 Maret 2012.
Hartinah, Sitti. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Refika Aditama.
Jufri, A. Wahab. 2010. Belajar dan Pembelajaran Sains. Mataram: Arga Puji
Press.
Sunarto dan Ny. B. Agung Hartono.2008. Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta: Rineka Cipta.
http://jumatunnikmah.wordpress.com/2012/06/02/perkembangan-nilai-moral-
dan-sikap/ jumatun nikmah

abtu, 14 April 2012
NILAI DAN NORMA YANG BERLAKU DI MASYARAKAT

NILAI DAN NORMA YANG BERLAKU DI MASYARAKAT

A. Peran Nilai dan Norma Sosial Dalam Proses Sosialisasi
Norma dan nilai mempunyai kaitan yang sangat erat dalam rangka mempengaruhi
perilaku masyarakat agar tercipta keteraturan dalam tatahubungan antar warga
masyarakat. Norma sosial dibuat untuk melaksanakan nilai-nilai yang dianggap baik dan
benar oleh masyarakat . oleh sebab itu norma dilengkapi dengan sanksi-sanksi sebagai
bentuk ikatan bagi semua masyarakat untuk mematuhinya. Dalam suatu masyarakat
nilai dan norma terus mengalami perkembangan sesuai dengan peradaban masyarakat
tersebut. Makin maju masyarakat norma dan nilai semakin bersifat ekplisit dan
mempunyai jenis yang bermacam-macam untuk mengatur secara terperinci berbagai
kelangsungan hidup masyarakat.

B. Nilai Sosial Dalam Masyarakat
a) Pengertian Nilai Sosial
Nilai sosial adalah segala sesuatu pandangan yang dianggap baik dan benar oleh
masyarakat yang kemudian dipedomani sebagai contoh perilaku yang baik dan
diharapkan oleh masyarakat. Tiap masyarakat memiliki sistem yang berbeda yang
bersifat turun-temurun dari generasi ke generasi. Nilai dapat bersumber dari nilai
keagamaan, adat-istiadat maupun etika yang terus berkembang dalam masyarakat.
Oleh karena nilai mengandung tentang baik tidaknya perbuatan-perbuatan maka
dapat dikatakan bahwa nilai adalah hasil dari pertimbangan moral. Nilai bisa berbeda
dari masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Ada beberapa ahli sosiologi
yang mengemukakan rumusan tentang nilai sosial;
1. Kimball Young
Mengemukakan nilai adalah asumsi yang abstrak dan sering tidak disadari tentang apa
yang dianggap penting dalam masyarakat.
2. A.W.Green
Nilai adalah kesadaran yang secara relatif berlangsung disertai emosi terhadap objek.
3. Woods
Mengemukakan bahwa nilai merupakan petunjuk umum yang telah berlangsung lama
serta mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari
4. M.Z.Lawang
Menyatakan nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan,yang
pantas,berharga,dan dapat memengaruhi perilaku sosial dari orang yang bernilai
tersebut.
5. Hendropuspito
Menyatakan nilai adalah segala sesuatu yang dihargai masyarakat karena mempunyai
daya guna fungsional bagi perkembangan kehidupan manusia.

b) Tolak Ukur Nilai Sosial
Tolok ukur nilai sosial berbeda-beda antara satu masyarakat dengan masyarakat lain,
dan antara satu generasi dengan generasi berikutnya selalu mengalami perubahan. Ada
2 syarat supaya tolok ukur dalam masyarakat bersifat tetap yaitu:
a. Penghargan harus diberikan oleh seluruh warga masyarakat
b. Tolok ukur yang dibuat harus diterima oleh masyarakat.
c) Manfaat dan Fungsi Nilai Sosial
a. Alat untuk menetapkan harga dan kelas sosial seseorang dalam masyarakat.
b. Faktor penentu bagi manusia dalam menjalankan perannya.
c. Pembentuk cara berfikir dan berprilaku secara ideal dalam masyarakat.
d. Pengawas, penuntun, pendorong dan penekan individu untuk berbuat baik.
e. Alat solidaritas yang mendorong masyarakat untuk bekerjasama.
d) Jenis-Jenis Nilai Sosial
Berdasarkan Pendapat Ahli (Notonagoro);
a) Nilai Material
Nilai material adalah nilai yang muncul karna materi tersebut. Nilai terkandung di dalam
benda yang dinamakan nilai materil.
b) Nilai Vital
Nilai vital adalah nilai yang ada karena kegunaanya. Nilai yang muncul karena
kegunaanya dinamakan nilai vital.
c) Nilai Kerohaniaan
Nilai keohanian adalah segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.cth;
mendengar ceramah agama. Nilai kerohanian dibedakan tasa 4 macam;
- Nilai kebenaran; bersumber pada akal
- Nilai keindahan (estetis); bersumber pada perasaan
- Nilai kebaikan (moral); bersumber pada kehendak manusia
- Nilai religius; bersumber pada kepercayaan
e) Ciri-ciri Nilai Sosial
a. Terbentuk dari hasil interaksi sosial antar warga masyarakat. Cth: nilai kedisipilinan
yang dimiliki seseorang karena kebiasaan yang diajarkan dirumahnya.
b. Dapat disebarluaskan melalui pergaulan. Cth; nilai menghargai persahabatan.
c. Terbentuk melalui proses belajar. Cth; nilai menghargai antrian.
d. Berbeda-beda antara satu kebudayaan dengan kebudayaan lain. Cth; nilai menghargai
waktu, berbeda antara orang barat dengan orang Indonesia.
e. Mempunyai pengaruh yang berbeda pada setiap orang.Cth; orang yang mengaggap
uang adalah segala-galanya akan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan uang.
f. Pembentuk kepribadian seseorang baik positif maupun negatif. Cth; orang yang
mengutamakan kepentingan pribadi dari pada umum akan menjadikan individu
tersebut yang egois.
g. Hasil seleksi dari berbagai aspek kehidupan.

f) Peran Nilai sosial
Peran nilai sosial adalah sebagai berikut;
a. Alat untuk menentukan harga sosial, kelas sosial seseorang dalam struktur stratifikasi
seseorang. Misalnya, kelompok masyarakat atas, kelompok masyarakat menengah dan
kelompok masyarakat bawah.
b. Mengarahkan masyarakat untuk berpikir dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai
yang berlaku di dalam masyarakat.
c. Memotifasi atau memberi semangat dalam mewujudkan dirinya seperti yang
diharapkan oleh penanan-perananya dalam mencapai tujuan.
d. Alat solidaritas atau mendorong masyarakat untuk bekerja sama untuk mencapai
sesuatu yang tidak dapat dicapai sendiri.
e. Pengawas, penekan, pendorong untuk berbuat baik.

C. Norma Sosial Dalam Masyarakat
a. Pengertian Norma Sosial
Norma sosial adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu
kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Norma akan berkembang seiring
dengan kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya, sering juga disebut dengan
peraturan sosial. Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam
menjalani interaksi sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa
individu atau suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah
terbentuk. Pada dasarnya, norma disusun agar hubungan di antara manusia dalam
masyarakat dapat berlangsung tertib sebagaimana yang diharapkan.
b. Jenis-Jenis Norma Sosial
1. Norma berdasarkan sumber
a) Norma Agama
Norma agama merupakan norma yang berisi pedoman bagi manusia untuk
menjalankan pertintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya. Norma ini menjunjung
manusia untuk memperoleh kebahagiaan dan keselamatan manusia di dunia maupun
di akhirat.
b) Norma Adat
Norma adat merupakan norma yang mengatur tentang rutinitas perilaku sosial dalam
kehidupan bermasyarakat.
c) Norma kesusilaan/ kesopanan
Norma kesusilaan/ kesopanan dalalah norma masyarakat untuk mengatur hubungan
manusia dalam rangka menghargai harkat dan martabat manusia yang lain.
Pelanggaran pada norma ini berakibat sanksi pengucilan secara fisik maupun bati.
d) Norma Hukum
Norma hukum adalah himpunan peraturan yang formal dan tertulis ketentuan sanksi
tegas dibandingkan dengan norma-norma yang lain. Norma ini ditujukan kepada
masyarakat yang berisi ketentuan-ketentuan, hak dan kewajiban. Norma ini bertujuan
untuk menjaga ketertiban dan kedamaian dan akan dikenakan sanksi yang tegas bagi
pelanggarnya.
2. Norma berdasarkan daya ikatnya
a) Cara (usage) yaitu perbuatan tertentu yang dilakukan seseorang tapi tidak secara terus
menerus. Cth; cara makanyang baik menggunakan tangan kanan dan tidak bersuara.
b) Kebiasaan ( folkways) yaitu perbuatan yang berulang-ulang dan sama yang dilakukan
secara sadar, serta mempunyai tujuan yang jelas dan dianggap baik. Cth; membuang
sampah pada tempatnya.
c) Tata Kelakuan yaitu perbuatan yang mecerminkan sifat-sifat tertentu suatu masyarakat
yang dilakukan secara sadar sebagai bentuk pengawasan terhadap anggota masyarakat.
Cth; larangan perbuatan zina, mencuri dsb.
d) Adat Istiadat yaitu kumpulan tata kelakuan yang tertinggi yang bersifat kekal dan kuat
terhadap masyarakat. Cth; pelanggaran terhadap pelaksanaan upacara adat.

D. Perbedaan Nilai Dan Norma Sosial
Nilai Sosial Norma Sosial
Berada lebih dulu dibandingkan norma.
Bersifat implisit.
Belum memiliki sanksi.
Tidak tertulis.
Norma dibuat untuk melaksanakan nilai.
Bersifat ekplisit (nyata, jelas & tegas).
Telah memiliki sanksi.
Tertulis.
Berfungsi sebangai pedoman perilaku. Berfungsi mengatur dan membatasi
perilaku.



E. Fungsi Nilai Sosial Dan Norma Sosial
a) Sebagai petunjuh arah dan pemersatu
b) Sebagai benteng perlindungan
c) Sebagai pendorong

F. Penyebab Terjadinya Perubahan Nilai dan Norma
Norma dan nilai pada dasarnya akan mengalami perubahan atau pergeseran sesuai
dengan kebutuhan masyarakat berkaitan dengan pengaturan prilaku warga masyarakat
untuk menciptakan tertib sosial. Faktor-faktor penyebab perubahan nilai dan norma
diantaranya:
1. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Ilmu dan teknologi berkembang dengan seiringnya manusia yang terus berinovasi baru
untuk membantu dan mempermudah kehidupan manusia, pengaruh perkembangan
iptek juga mempengaruhi nilai dan norma masyarakat.
2. Pengaruh kebudayaan asing;
Dengan meluasnya pergaulan manusia, terutama di era globalisasi dan dan informasi
saat ini yang melintas batas-batas negara telah mengakibatkan keinginan-keinginan
untuk meniru atau mengadopsi budaya asing tertentu kedalam kebudayaan setempat,
seperti cara berpakaian (fashion), sistem pendidikan, sistem pertanian, sistem
perdagangan dan sebagainya.
3. Lingkungan baru
Nilai dan norma ccenderung berubah jika seseorang menempati daerah atau
lingkungan baru. Dengan perpindahan tersebut terjadi asimilasi yang lambat laun akan
mengikuti nilai dan norma sosial yang dianut oleh masyarakat setempat sehingga nilai
dan norma yang dibawa dari daerah asal akan memudar.

G. Sosialisasi
a. Pengerian sosialisasi
Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan
aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat.
Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory).
Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh
individu.
b. Tujuan Sosialisasi
Untuk mengetahui nilai dan norma yang berlaku di dalam masyarakat.
Untuk mengetahui sosial budaya dalam masyarakat.
Untuk mengetahui alam sekitar.
Untuk mengtahui lingkungan sosial.
c. Bentuk dan tahap sosialisasi
1. Bentuk sosialisasi
Peter L. Berger membedakan sosialisasi menjadi dua jenis yaitu ;
a. sosialisasi primer
sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar menjadi
anggota masyarakat (keluarga). Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5
tahun atau saat anak belum masuk ke sekolah. Anak mulai mengenal anggota keluarga
dan lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mulai mampu membedakan dirinya
dengan orang lain di sekitar keluarganya.Dalam tahap ini, peran orang-orang yang
terdekat dengan anak menjadi sangat penting sebab seorang anak melakukan pola
interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna kepribadian anak akan sangat ditentukan
oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak dengan anggota keluarga
terdekatnya.
b. Sosialisasi sekunder
Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer
bentuknya adalah resosialisasi dan desosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seseorang
diberi suatu identitas diri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang
mengalami 'pencabutan' identitas diri yang lama.


2. Tahap-tahap sosialisasi
George Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat
dibedakan menlalui tahap-tahap sebagai berikut.
Tahap persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri
untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang
diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak
sempurna. Contoh: Kata "makan" yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita
diucapkan "mam". Makna kata tersebut juga belum dipahami tepat oleh anak. Lama-
kelamaan anak memahami secara tepat makna kata makan tersebut dengan kenyataan
yang dialaminya.
Tahap meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-
peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran
tentang anma diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai
menyadari tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang
ibu dari anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang
lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia
berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut merupakan
orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari
mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak, orang-orang ini disebut
orang-orang yang amat berarti (Significant other)
Tahap siap bertindak (Game Stage)
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang
secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya
menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan
adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya
tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan teman-temannya. Pada
tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubunganya semakin kompleks.
Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-
peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami.
Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku
di luar keluarganya.
Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage/Generalized other)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan
dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa
tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan
masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan
bekerja sama--bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya-- secara mantap.
Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat
dalam arti sepenuhnya.
3. Media sosialisasi
Media sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi.
Ada empat media sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok bermain, media
massa, dan lembaga pendidikan sekolah. Pesan-pesan yang disampaikan media
sosialisasi berlainan dan tidak selamanya sejalan satu sama lain. Apa yang diajarkan
keluarga mungkin saja berbeda dan bisa jadi bertentangan dengan apa yang diajarkan
oleh media sosialisasi lain. Misalnya, di sekolah anak-anak diajarkan untuk tidak
merokok, meminum minman keras dan menggunakan obat-obatan terlarang (narkoba),
tetapi mereka dengan leluasa mempelajarinya dari teman-teman sebaya atau media
massa. Proses sosialisasi akan berjalan lancar apabila pesan-pesan yang disampaikan
oleh agen-agen sosialisasi itu tidak bertentangan atau selayaknya saling mendukung
satu sama lain. Akan tetapi, di masyarakat, sosialisasi dijalani oleh individu dalam situasi
konflik pribadi karena dikacaukan oleh media sosialisasi yang berlainan.
Keluarga (kinship)
Bagi keluarga inti (nuclear family) media sosialisasi meliputi ayah, ibu, saudara kandung,
dan saudara angkat yang belum menikah dan tinggal secara bersama-sama dalam suatu
rumah. Sedangkan pada masyarakat yang menganut sistem kekerabatan diperluas
(extended family), media sosialisasinya menjadi lebih luas karena dalam satu rumah
dapat saja terdiri atas beberapa keluarga yang meliputi kakek, nenek, paman, dan bibi
di samping anggota keluarga inti. Pada masyarakat perkotaan yang telah padat
penduduknya, sosialisasi dilakukan oleh orang-orabng yang berada diluar anggota
kerabat biologis seorang anak. Kadangkala terdapat media sosialisasi yang merupakan
anggota kerabat sosiologisnya, misalnya pengasuh bayi (baby sitter). menurut
Gertrudge Jaeger peranan para agen sosialisasi dalam sistem keluarga pada tahap awal
sangat besar karena anak sepenuhnya berada dalam ligkugan keluarganya terutama
orang tuanya sendiri.
Teman pergaulan
Teman pergaulan (sering juga disebut teman bermain) pertama kali didapatkan
manusia ketika ia mampu berpergian ke luar rumah. Pada awalnya, teman bermain
dimaksudkan sebagai kelompok yang bersifat rekreatif, namun dapat pula memberikan
pengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak pengaruh teman bermain
adalah pada masa remaja. Kelompok bermain lebih banyak berperan dalam
membentuk kepribadian seorang individu. Berbeda dengan proses sosialisasi dalam
keluarga yang melibatkan hubungan tidak sederajat (berbeda usia, pengalaman, dan
peranan), sosialisasi dalam kelompok bermain dilakukan dengan cara mempelajari pola
interaksi dengan orang-orang yang sederajat dengan dirinya. Oleh sebab itu, dalam
kelompok bermain, anak dapat mempelajari peraturan yang mengatur peranan orang-
orang yang kedudukannya sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan.
Lembaga pendidikan formal (sekolah)
Media massa merupakan salah satu media sosialisasi yang paling berpengaruh Menurut
Dreeben, dalam lembaga pendidikan formal seseorang belajar membaca, menulis, dan
berhitung. Aspek lain yang juga dipelajari adalah aturan-aturan mengenai kemandirian
(independence), prestasi (achievement), universalisme, dan kekhasan (specificity). Di
lingkungan rumah seorang anak mengharapkan bantuan dari orang tuanya dalam
melaksanakan berbagai pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian besar tugas sekolah harus
dilakukan sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab.
Media massa
Yang termasuk kelompok media massa di sini adalah media cetak (surat kabar, majalah,
tabloid), media elektronik (radio, televisi, video, film). Besarnya pengaruh media sangat
tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan.
Contoh:
a. Penayangan acara SmackDown! di televisi diyakini telah menyebabkan penyimpangan
perilaku anak-anak dalam beberapa kasus.
b. Iklan produk-produk tertentu telah meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya
hidup masyarakat pada umumnya.
c. Gelombang besar pornografi, baik dari internet maupun media cetak atau tv, didahului
dengan gelombang game eletronik dan segmen-segmen tertentu dari media TV (horor,
kekerasan, ketaklogisan, dan seterusnya) diyakini telah mengakibatkan kecanduan
massal, penurunan kecerdasan, menghilangnya perhatian/kepekaan sosial, dan dampak
buruk lainnya.
Media-media lain
Selain keluarga, sekolah, kelompok bermain dan media massa, sosialisasi juga dilakukan
oleh institusi agama, tetangga, organisasi rekreasional, masyarakat, dan lingkungan
pekerjaan. Semuanya membantu seseorang membentuk pandangannya sendiri tentang
dunianya dan membuat presepsi mengenai tindakan-tindakan yang pantas dan tidak
pantas dilakukan. Dalam beberapa kasus, pengaruh-pengaruh media ini sangat besar.
H. Kepribadian
a. Pengertian kepribadian
Berikut ini adalah pengertian kepribadian menurut para ahli;
Koentjaraningrat menyebut kepribadian sebagai susunan dari akal dan jiwa yang
menentukan tingkah laku atau tindakan individu.
Roucek mendefinisikan kepribadian sebagai organisasi faktor biologis, psikologi, dan
sosiologi yang mendasari perilaku seorang individu.
b. Faktor penentu kepribadian
1. Faktor keturunan
Keturunan merujuk pada faktor genetis seorang individu. Tinggi fisik, bentuk wajah,
gender, temperamen, komposisi otot dan refleks, tingkat energi dan irama biologis
adalah karakteristik yang pada umumnya dianggap, entah sepenuhnya atau secara
substansial, dipengaruhi oleh siapa orang tua dari individu tersebut, yaitu komposisi
biologis, psikologis, dan psikologis bawaan dari individu.
]

Terdapat tiga dasar penelitian yang berbeda yang memberikan sejumlah kredibilitas
terhadap argumen bahwa faktor keturunan memiliki peran penting dalam menentukan
kepribadian seseorang. Dasar pertama berfokus pada penyokong genetis dari perilaku
dan temperamen anak-anak. Dasar kedua berfokus pada anak-anak kembar yang
dipisahkan sejak lahir. Dasar ketiga meneliti konsistensi kepuasan kerja dari waktu ke
waktu dan dalam berbagai situasi. Penelitian terhadap anak-anak memberikan
dukungan yang kuat terhadap pengaruh dari faktor keturunan. Bukti menunjukkan
bahwa sifat-sifat seperti perasaan malu, rasa takut, dan agresif dapat dikaitkan dengan
karakteristik genetis bawaan. Temuan ini mengemukakan bahwa beberapa sifat
kepribadian mungkin dihasilkan dari kode genetis sama yang memperanguhi faktor-
faktor seperti tinggi badan dan warna rambut. Para peneliti telah mempelajari lebih dari
100 pasangan kembar identik yang dipisahkan sejak lahir dan dibesarkan secara
terpisah. Ternyata peneliti menemukan kesamaan untuk hampir setiap ciri perilaku, ini
menandakan bahwa bagian variasi yang signifikan di antara anak-anak kembar ternyata
terkait dengan faktor genetis. Penelitian ini juga memberi kesan bahwa lingkungan
pengasuhan tidak begitu memengaruhi perkembangan kepribadian atau dengan kata
lain, kepribadian dari seorang kembar identik yang dibesarkan di keluarga yang berbeda
ternyata lebih mirip dengan pasangan kembarnya dibandingkan kepribadian seorang
kembar identik dengan saudara-saudara kandungnya yang dibesarkan bersama-sama.
2. Faktor lingkungan
Faktor lain yang memberi pengaruh cukup besar terhadap pembentukan karakter
adalah lingkungan di mana seseorang tumbuh dan dibesarkan; norma dalam keluarga,
teman, dan kelompok sosial; dan pengaruh-pengaruh lain yang seorang manusia dapat
alami. Faktor lingkungan ini memiliki peran dalam membentuk kepribadian seseorang.
Sebagai contoh, budaya membentuk norma, sikap, dan nilai yang diwariskan dari satu
generasi ke generasi berikutnya dan menghasilkan konsistensi seiring berjalannya
waktu sehingga ideologi yang secara intens berakar di suatu kultur mungkin hanya
memiliki sedikit pengaruh pada kultur yang lain. Misalnya, orang-orang Amerika Utara
memiliki semangat ketekunan, keberhasilan, kompetisi, kebebasan, dan etika kerja
Protestan yang terus tertanam dalam diri mereka melalui buku, sistem sekolah,
keluarga, dan teman, sehingga orang-orang tersebut cenderung ambisius dan agresif
bila dibandingkan dengan individu yang dibesarkan dalam budaya yang menekankan
hidup bersama individu lain, kerja sama, serta memprioritaskan keluarga daripada
pekerjaan dan karier.
http://sepmarlyhn.blogspot.com/2012/04/nilai-dan-norma-yang-berlaku-di.html

Anda mungkin juga menyukai