Anda di halaman 1dari 2

Stalking

Gisela Athirah Fairuz L., iya itu nama saya. Lahir di Munchen, Jerman tanggal 02
Desember tahun 2001. Mahasiswa dari teknik kimia tahun 2019.

Dinda memperhatikan layar handphone yang dipegangnya, dia tersenyum sendiri melihat isi dari
handphone itu. Semenjak bel istirahat berbunyi 15 menit yang lalu, Hafsa tidak beranjak
sedikitpun dari tempat duduknya. Entah apa yang dia perhatikan sehingga mampu membuatnya
tersenyum sendiri dan tidak acuh pada lingkungan sekitarnya.

Putri, sahabat Dinda yang duduk di samping Dinda sejak tadi pun mendengus kesal melihat
sahabatnya itu lebih asyik dengan handphone dibandingkan dirinya maupun lingkungannya.

“Din, kamu kenapa sih? Dari tadi fokusnya ke handphone terus. Ini bel istirahat udah bunyi dari
tadi loh. Kamu gak laper? Bentar lagi udah bel masuk din.” omel Putri.
“Udah, kamu aja sana duluan ke kantin. Aku nggak laper Put.” Dinda menjawab namun
perhatiannya masih pada handphone.

“Ish, itu liatin apaan sih. Kayaknya penting banget deh.”


Putri kemudian merebut paksa handphone Dinda dari tangannya.

“Oh, kamu lagi stalk instagram orang. Siapa nih? Gebetan baru yaa.”
“Ih, Putri balikin handphone aku. Itu juga bukan siapa-siapa kok, cuma iseng aja.”
Hafsa meronta pada Rani berusaha merebut handphone miliknya. Namun gagal, Rani terus
menjauhkan jangkauan tangan Hafsa dari handphonenya.

“Ngaku dulu buruan. Ini siapa, kalo nggak bakal aku chat ni orang.”
“Eh, jangan Put. Sembarangan aja,” Dinda memberengut kesal, “Itu Rafli, emang napa?”
“Iya, aku tahu dia namanya Rafli orang aku liat profilnya. Yang aku maksud itu dia siapanya
kamu? Ngapain stalk dia, perasaan dia bukan anak sekolah kita.”
“Dia bukan siapa-siapa aku Put, lagian aku cuma lagi iseng stalk akun orang.”
“Ah, ngaku ajaa. Orang aku liat tadi kamu senyum-senyum sendiri liatin handphone. Pasti lagi
liatin foto dia, kan? Buruan ngakuu, kalo nggak ngaku aku chat nih si Rafli.”

Dinda berdecak kesal, karena takut apa yang diucapkan Putri akan benar-benar dilakukan, Dinda
terpaksa memberitahu siapa Rafli baginya.
“Gebetan aku.”
“What? Kamu suka sama cowok ini? Apaan, gak ada bagus-bagusnya juga.”
Dinda mendelik dan menatap tajam Putri, yang ditatap malah terkekeh dan menunjukkan jari
telunjuk dan jari tengahnya membentuk tanda peace.

“Hehe, selow Din. Santuy aja napa, emang kamu udah ngapain aja sama si Rafli? Udah pernah
chat belom?”
“Belom.”
“Lah?! Kok bisa? Yah, kalo gini mah gimana mau maju coba percintaan seorang Dinda. Dari
dulu kamu suka sama cowok berakhir ngenes. Gak penah ada yang peka.”
Dinda mendengus, “Ya udahlah Put, udah lama juga. Lagian kalo aku suka ya suka aja. Bodo
amat dia mau peka atau nggak.”
“Alah, sok banget. Padahal dari dalem lubuk hati yang paling dalam pasti mau banget si doi
bakalan peka.”
“Ya ya ya, serah deh Put. Udah sini balikin handphone aku.”
“Bentaran dong, aku masih pengen liat dulu sebentar.”
“Awas lho, kalo sampe kamu kirim chat ke dia yang nggak-nggak.”
“Nggak akan.”

Setelah saat mengucapkan kalimat tersebut, Putri tertawa cekikikan kemudian menyerahkan
handphone milik Dinda dalam keaadaan terkunci. Dinda yang bingung melihat Rani tertawa
hanya mengernyitkan keningnya.

Saat Dinda membuka handphone kemudian akun sosmednya, matanya melotot dan rahangnya
terbuka lebar. Jelas saja, Putri baru mengirimkan sebuah chat pada Rafli beberapa menit yang
lalu.

Dinda Dafiya: Hai?

“PUTRIII!!!” Dinda berteriak memanggil nama sahabatnya kemudian berlalu menyusul Putri
yang sudah terlebih dahulu melarikan diri dari amukan Dinda.

Anda mungkin juga menyukai