REVIEW JURNAL
Psychological Biases, Main Factors of
Financial Behaviour - A Literature Review
Oleh:
Kelompok 3
A. Pendahuluan
A.1 Fenomena Penelitian
Studi dari beberapa penulis pada waktu dan tempat yang berbeda pada perilaku
investasi telah menciptakan bidang keuangan baru yang telah diterima secara luas yaitu
perilaku keuangan.
Cara baru untuk menganalisis faktor yang semakin penting dalam pengambilan
keputusan investasi ini, pada dasarnya memeriksa mengapa orang tidak membuat
keputusan yang perlu diambil dan mengapa pasar tidak bereaksi seperti yang diharapkan
dan harus bereaksi.
Behavioural finance didasarkan pada asumsi bahwa struktur informasi dan
karakteristik peserta pasar secara sistematis mempengaruhi keputusan investasi individu
serta kinerja pasar keuangan.
1
Manfaat dari makalah ini diharapkan mampu memberikan gambaran serta solusi
untuk investor mengenai bias perilaku dalam pengambilan keputusan sehingga investor
dapat mengambil keputusan secara lebih rasional dan mampu meningkatkan kualitas
keputusan mereka.
B. Kajian Pustaka
B.1 Bias Psikologis
Pola berpikir dan perasaan investor memengaruhi perilaku mereka ketika
membuat keputusan investasi. Dampak-dampak ini dikenal sebagai bias psikologis atau
perilaku. Pompian (2011) menyatakan bahwa bias ini dapat berpengaruh secara kognitif
dan emosional. Bias kognitif meliputi: overconfidence, representativeness, anchoring,
framing, konflik kognitif, availability, akuntansi mental, dan sebagainya.
Prasangka emosional meliputi: keengganan terhadap kerugian, optimisme, dan
bias status quo. Shefrin (2000) mengklasifikasikan bias psikologis dalam bias
berdasarkan teori heuristik dan bias berdasarkan teori framing. Bias heuristik meliputi:
overconfidence, optimisme berlebihan, representativeness, anchoring, dan availability.
Bias framing meliputi: loss aversion, akuntansi mental, disposition effect, dan
sebagainya.
Berdasarkan teori ini sebaiknya investor harus mewaspadai adanya
penyimpangan ini. Sebagian besar dari mereka menjadi bagian alami dari perilaku
manusia, mereka dapat secara negatif mempengaruhi kemampuan untuk meningkatkan
posisi keuangan.
2
Availability bias (bias ketersediaan) mengacu pada bias manusia untuk menilai
probabilitas suatu peristiwa terjadi atau frekuensinya, dari fasilitas yang dapat ditarik
kembali. Ini terjadi ketika kita melebih-lebihkan kemungkinan sesuatu terjadi baik
karena peristiwa serupa telah terjadi baru-baru ini, atau karena kita merasa sangat
emosional tentang peristiwa serupa sebelumnya.
Pengingatan yang mudah menunjukkan bahwa jika sesuatu lebih mudah diingat,
maka ada kemungkinan yang lebih tinggi bahwa itu akan terjadi. Ketika kita membuat
keputusan, kita cenderung terkena dampak dari apa yang kita ingat. Apa yang kita ingat,
dipengaruhi oleh berbagai elemen seperti kepercayaan, harapan, emosi dan perasaan,
serta frekuensi pemaparan.
Sebuah studi oleh Karlsson, Loewenstein, dan Ariely (2008), menunjukkan
bahwa orang lebih cenderung membeli asuransi untuk melindungi diri mereka sendiri
setelah bencana alam yang baru saja mereka alami daripada membeli asuransi sebelum
bencana terjadi. Contoh lain adalah saham perusahaan penerbangan mengalami
penurunan harga secara drastis sampai minggu pertama setelah bencana terjadi. Ketika
peristiwa mulai dilupakan, harga saham mulai naik lagi (Kahneman, 2011).
3) Anchoring
Anchoring (penjangkaran) terjadi ketika seseorang memungkinkan informasi
spesifik untuk mengontrol proses pengambilan keputusan kognitifnya. Ketika orang
ingin memperkirakan jumlah yang tidak diketahui, mereka merujuk ke nilai tertentu dan
evaluasi yang mereka lakukan dekat dengan nilai yang mereka maksudkan (yang
berfungsi sebagai “anchoring”).
Ketika berinvestasi, investor sering mendasarkan keputusan mereka pada sumber
informasi pertama yang mereka perlihatkan (misalnya harga pembelian awal suatu aset)
dan mengalami kesulitan menyesuaikan sudut pandang mereka terhadap informasi baru.
Untuk menghindari “anchoring”, investor perlu mempertimbangkan berbagai alternatif
investasi dan tidak memfokuskan keputusan keuangan mereka pada titik referensi
informasi tertentu (Ricciardi, 2012).
4) Gambler’s Fallacy
Gambler’s fallacy (kekeliruan judi) merupakan ketidakmampuan untuk
memahami probabilitas dapat menyebabkan asumsi dan prediksi yang salah mengenai
terjadinya suatu peristiwa. Menurut bias ini, seseorang percaya secara tidak sengaja
bahwa kejadian peristiwa acak tertentu kurang mungkin terjadi setelah serangkaian
peristiwa terjadi. Cara berpikir ini tidak benar, karena peristiwa masa lalu tidak
mengubah kemungkinan peristiwa tertentu terjadi di masa depan.
3
Dalam keadaan tertentu, investor dapat dengan mudah jatuh pada bias ini.
Sebagai contoh, beberapa investor percaya mereka harus menutup posisi (menjual satu
saham), karena saham overtraded dan sangat diperkirakan untuk jangka waktu yang
lama, dan mereka tidak berpikir bahwa posisi ini akan terus membaik (harga akan naik).
Di sisi lain, investor lain dapat terus memegang saham yang nilainya turun beberapa
kali karena mereka melihat penurunan harga lebih lanjut adalah “tidak mungkin”.
Ketika suatu peristiwa bersifat independen, peluang untuk hasil spesifik di masa
mendatang tetap sama terlepas dari hasil sebelumnya. Menjual saham hanya karena
keyakinan Anda bahwa bias yang berkepanjangan cenderung berubah setiap saat adalah
tidak rasional.
5) Overconfidence
Overconfidence (terlalu percaya diri) adalah bias psikologis di mana orang
melebih-lebihkan akurasi mereka atau probabilitas bahwa hasil tertentu akan terjadi
(Campbell et al., 2004; Glaser dan Weber, 2010). Keyakinan berlebihan didefinisikan
dalam tiga bentuk: (1) Melebih-lebihkan kinerja saat ini; (2) Tumpang tindih kinerja
orang tersebut dibandingkan dengan orang lain; dan (3) Melebih-lebihkan keakuratan
informasi yang dimilikinya.
Bias ini mempengaruhi keputusan keuangan investor dan manajer. Keyakinan
berlebihan manajer dapat menjelaskan tingginya tingkat kegagalan bisnis yang baru
didirikan (Camerer dan Lovallo, 1999).
Dalam sebuah survei terhadap 300 manajer dana profesional, dihasilkan bahwa
74% dari mereka percaya bahwa mereka memiliki kinerja di atas rata-rata, sementara
26% menganggap diri mereka rata-rata, sehingga hampir 100% responden percaya
bahwa kinerja pekerjaan mereka rata-rata atau di atas rata-rata. Ini dianggap sebagai
korban bias psikologis yang paling luas di mana manusia berada.
4
(regret aversion) menggambarkan keinginan untuk menghindari perasaan penyesalan
yang dialami setelah membuat keputusan dengan hasil negatif.
Investor yang dipengaruhi oleh bias ini mengambil risiko lebih sedikit, untuk
mengurangi potensi hasil yang buruk. Bias dapat menjelaskan keraguan investor untuk
menjual investasi yang telah menderita kerugian, untuk menghindari menghadapi
kenyataan bahwa mereka telah mengambil keputusan yang buruk.
2) Loss Aversion
Penghindaran kerugian (loss aversion) adalah bentuk perasaan penyesalan. Bias
ini dapat mendorong investor untuk melebih-lebihkan potensi kerugian jangka pendek
dan meremehkan pengembalian jangka panjang dan keuntungan diversifikasi.
Myopic loss aversion adalah situasi di mana investor menjadi sangat khawatir
dengan dampak negatif dari kerugian dibandingkan dengan dampak positif dari jumlah
laba yang sama, mengambil posisi jangka pendek terhadap investasi.
3) Akuntansi Mental
Akuntansi mental (mental accounting) merupakan sebuah konsep yang
diperkenalkan oleh Richard Thaler (1999), akuntansi mental mencoba menggambarkan
proses yang digunakan orang untuk mengkode, mengkategorikan, dan mengevaluasi
hasil ekonomi.
5
Bias konfirmasi (confirmation bias) dapat menimbulkan masalah bagi investor.
Ketika seorang investor ingin melakukan investasi, dia mungkin secara tidak sadar
cenderung mencari informasi yang mendukung keyakinannya mengenai investasinya
dan dia mungkin tidak dapat melihat informasi yang menyajikan berbagai ide.
Hasilnya adalah pandangan sepihak tentang situasi yang dapat menyebabkan
investor membuat keputusan yang buruk tentang jenis investasi yang mereka pilih atau
saat membeli atau menjual aset.
2) Disposition Bias
Investor cenderung memberi label investasi sebagai “winner” atau “loser”. Bias
disposisi dapat mendorong investor untuk menahan investasi terlalu lama sehingga tidak
lagi memberikan manfaat. Bias terdiri dari bias menjual aset yang mengalami kenaikan
nilainya dan menolak menjual aset yang nilainya turun.
3) Retrospective Bias
Contoh yang jelas dari bias retrospektif: jika sinyal gelembung jelas pada saat
itu, itu mungkin tidak meningkat dan akhirnya meledak. Ilusi bahwa kita memahami
masa lalu, menstimulasi kepercayaan pada kemampuan kita untuk memprediksi masa
depan.
4) Familiarity and Home Bias
Pengaruh keakraban pada pilihan investasi, berhubungan juga dengan negara di
mana investor tinggal. Beberapa investor cenderung membeli saham dari perusahaan di
negara mereka alih-alih pembagian risiko melalui investasi di berbagai negara. Sama
seperti potensi risiko meningkat dari investasi berlebihan di bagian tertentu, itu juga
dapat diperluas dari investasi berlebihan di negara tertentu.
5) Self-attribution Bias
Investor yang menderita bias self-attribution, cenderung mengaitkan hasil yang
berhasil dengan kemampuan pribadi mereka dan hasil buruk dengan “nasib buruk”
(Shepherd, 1999).
Mereka sering memanifestasikan bias ini sebagai pembelaan diri. Investor yang
dipengaruhi oleh bias atribusi-diri dapat memperoleh kepercayaan diri yang berlebihan.
Ketika portofolio mereka tumbuh, mereka mengambil kredit, tetapi ketika mereka
kalah, mereka segera menyalahkan faktor eksternal di luar kendali mereka, misalnya:
kekuatan pasar.
6) Optimism Bias
Untuk mengelola bias ini, dianjurkan untuk melakukan pre-mortem (Gary Klein,
2007). Pre-mortem adalah kebalikan hipotetis dari post-mortem. Idenya sederhana:
sebelum mengambil keputusan yang berisiko (seperti memulai bisnis atau berinvestasi
6
di saham), bayangkan itu diambil beberapa bulan yang lalu dan mengakibatkan
kegagalan yang dramatis.
Sekarang pikirkan semua kemungkinan alasan kegagalan ini. Metode ini
memaksa orang untuk bertindak melawan bias konfirmasi mereka sendiri, bias alami
untuk mencari hanya bukti yang mendukung keyakinan asli. Pre-mortem akan
mengurangi rasa sakit post-mortem yang menghantam ketika kenyataan tidak sesuai
dengan harapan optimis.
7) Planning Fallacy
Bias ini merupakan fenomena yang dikemukakan oleh Daniel Kahneman dan
Amos Tversky pada tahun 1979, yang menurutnya prediksi waktu yang diperlukan
untuk menyelesaikan suatu tugas di masa depan, menunjukkan bias optimisme dan
meremehkan waktu yang diperlukan.
Planning fallacy menggambarkan bias bagi orang untuk melebih-lebihkan
kecepatan kerja mereka atau untuk meremehkan waktu yang mereka butuhkan untuk
menyelesaikan berbagai hal. Ini adalah bias yang lebih kuat untuk tugas yang panjang
dan rumit dan menghilang atau memudar untuk tugas sederhana yang lebih mudah
untuk diselesaikan (Buehler et al., 1994)
8) Endowment Effect
Terjadi ketika kita melebih-lebihkan barang yang kita miliki, terlepas dari nilai
pasar obyektifnya (Kahneman, Knetsch, dan Thaler, 1991). Penelitian telah berulang
kali menunjukkan bahwa orang akan memperkirakan sesuatu yang sudah mereka miliki,
lebih dari sekadar barang serupa yang tidak mereka miliki, terutama barang-barang yang
biasanya tidak dibeli atau dijual di pasar, biasanya barang-barang yang penting secara
simbolis atau emosional. Menurut pepatah lama: “Lebih baik punya burung di tangan
daripada dua di pohon.”
C. Metode Penelitian
C.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang termasuk ke dalam kategori
penelitian kepustakaan atau kajian literatur (literature review). Penelitian kepustakaan
merupakan penelitian yang mengkaji atau meninjau secara kritis pengetahuan atau
temuan yang didapat melalui beragam informasi kepustakaan (buku, publikasi ilmiah,
dan dokumen) serta merumuskan kontribusi teoritis dan metodologisnya untuk topik
tertentu.
C.2 Jenis dan Sumber Data
7
Jenis data yang digunakan dalam artikel ini adalah data kualitatif berupa
informasi-informasi dari hasil penelitian terdahulu. Sedangkan berdasarkan sumbernya,
artikel ini menggunakan data sekunder berupa publikasi ilmiah yang terdapat pada
jurnal-jurnal yang dikumpulkan. Terdapat 22 publikasi ilmiah yang berhubungan
dengan bias psikologis untuk digunakan dalam literature review ini.
D. Hasil Penelitian
Berdasarkan kajian kepustakaan yang dilakukan peneliti, penelitian ini
memberikan hasil bahwa faktor-faktor atau bias psikologis yang mempengaruhi
8
perilaku investor dalam membuat keputusan ketika berinvestasi dikelompokkan menjadi
empat, yang ditinjau dari: (1) Heuristik; (2) Teori Perspektif; (3) Efek Herding; dan (4)
Bias Psikologis Lainnya.
Faktor pertama yaitu heuristik merupakan prinsip yang menggerakan suatu
individu untuk membuat penilaian secara cepat dengan sedikit usaha (Suartana, 2010).
Bias yang didasarkan pada heuristik dalam penelitian ini diproksikan dengan:
representativeness, availability, anchoring, gambler’s fallacy, dan overconfidence.
Faktor kedua adalah teori perspektif. Teori perspektif menggambarkan kondisi
mental yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan seseorang. Contoh perilaku
investor yang digambarkan dengan teori perspektif adalah investor cenderung berhati-
hati ketika memilih saham (kehati-hatian investor dalam memilih saham melibatkan
sebuah proses dalam pengambilan keputusan). Bias yang didasarkan pada teori
perspektif dalam penelitian ini diproksikan dengan: regret aversion, loss aversion, dan
akuntansi mental.
Faktor ketiga adalah efek herding. Efek herding merupakan perilaku yang
menjelaskan seseorang untuk meniru apa yang sedang ramai atau tren (ikut-ikutan).
Contoh efek herding yang dikaitkan dengan perilaku investor dalam pengambilan
keputusan adalah ketika investor cenderung untuk mendasarkan keputusan investasinya
dengan melihat tindakan investor lain. Hasil yang digambarkan dari efek herding dalam
penelitian ini adalah perilaku herding dapat memicu kesalahan penetapan harga dari
suatu saham karena terjadi bias di antara investor dalam melihat risiko dan return yang
diharapkan dari suatu saham.
Faktor keempat adalah bias psikologis lainnya yang diproksikan dengan
confirmation, disposition, retrospective, familiarity and home, self-attribution,
optimism, planning fallacy, dan endowment effect. Bias psikologi lainnya memiliki
peran penting sebagai faktor-faktor penentu investor dalam membuat keputusan
investasi. Hasil yang ditunjukkan dari bias-bias tersebut beragam, namun secara
keseluruhan bias ini menggambarkan perilaku investor di pasar modal.
9
pasar modal terkini, kami berpendapat agar peneliti selanjutnya dapat
menggunakan kajian literatur ini dengan menggunakan pengujian secara statistik
yang diharapkan mampu memperoleh hasil yang lebih mendalam sesuai dengan
fenomena yang diangkat.
2) Menurut kami, peneliti belum menjelaskan alasan yang spesifik mengapa
membatasi mengumpulkan bias-bias yang diangkat dalam permasalahan artikel ini
karena masih terdapat banyak bias lainnya yang berhubungan dengan perilaku
investor di pasar modal. Contohnya pada bias kognitif, selain bias-bias yang
disebutkan masih terdapat bias lain yang menjadi pertimbangan seperti
conservatism bias, illusion of control bias, dan insight bias. Hal ini menurut kami
menjadi masukan kepada peneliti selanjutnya agar mampu mengumpulkan lebih
banyak bias yang bertujuan untuk melengkapi kajian-kajian literatur sebelumnya.
3) Sepemahaman kami mengenai kesuksesan berinvestasi di pasar modal tidak hanya
dipengaruhi oleh pemahaman akan metode analisis investasi yang digunakan saja,
melainkan pentingnya memahami aspek psikologis keperilakuan investor. Artikel
ini memberikan informasi yang mendukung investor untuk mengambil tindakan
yang lebih tepat ketika berinvestasi di pasar modal.
4) Kesimpulan kelompok kami adalah artikel ini sudah disusun dengan baik. Tidak
hanya ditinjau dari isi, namun juga komposisi dan struktur. Kami berharap
penelitian ini dapat direplikasi pada pasar modal di Indonesia mengacu kepada
fenomena-fenomena yang terjadi, sehingga mendapatkan lebih banyak informasi
mengenai bias psikologis yang mempengaruhi investor ketika berinvestasi.
10