Editor :
Asrafil, S.Si., M.Eng.
Kontributor :
Editor :
KATA PENGANTAR
Evaluasi dan perbaikan akan terus dilakukan pada buku ini sehingga
setiap saran akan diterima dengan senang hati. Semoga buku ini
memberikan manfaat yang banyak kepada pembaca semua.
Penyusun.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Proses geomorfil dapat terjadi baik oleh sebab alamiah amupun oleh sebab
manusiawi. Pada umumnya, campurtangan manusia selalu mempercepat proses
alam, misalnya mempercepat erosi dan gerakan massa. Agen-agen alamiah
yang bekerja pada proses geomorfik adalah air, angin dan es. Agen alamiah air
akan membentuk bentang alam fluviatil, angin akan membentuk bentang alam
eolian, dan es akan membentuk bentang alam glasiasi.
Proses eksogen adalah proses yang berasal dari luar bumi tetapi masih
dalam lingkungan atmorfer. Ahli kebumian Belanda menamakan proses
eksogenik sebagai proses morfodinamik (dynamic processes), dikarenakan
menghasilkan perubahan morfologi yang dapat diamati dalam rentang waktu
relatif singkat. Proses eksogenik atau gradasi berlangsung dua jenis, yaitu
degradasi, diikuti transportasi, dan kemudian diakhiri proses agradasi dan
tindakan organisme.
a. Degradasi
Degradasi merupakan proses eksogenik yang mengakibatkan penurunan
permukaan bumi. Proses ini meliputi pelapukan, erosi, dan gerakan massa.
Pelapukan merupakan proses perubahan keadaan fisik dan kimia suatu
batuan pada atau dekat permukaan bumi. Pelapukan dibedakan menjadi
pelapukan fisik atau mekanik, dan pelapukan kimia. Pelapukan mekanik atau
fisik disebabkan oleh perubahan fisik mineral atau batuan seperti pemuaian
dan pengerutan akibat perubahan suhu (beda suhu harian menyolok),
kehilangan beban (unloading) bebatuan di atasnya, pertumbuhan kristal,
aktivitas organisme, penyumbatan (plucking) oleh koloid pada system retakan
yang ada, kondisi terbatas pada kawasan glasiasi terjadi penyumbatan oleh
es/salju, dan penambahan atau penyusutan kandungan air. Sedangkan
pelapukan kimia disebut pula dekomposisi, terjadi akibat pertambahan
volume bebatuan, densitas mineral pembentuk batuan berkurang, ukuran
menjadi lebih kecil-kecil sehingga permukaan batuan malah menjadi lebih
luas, mineral mobile dan mineral stabil lebih banyak, serta aktivitas
organisme. Jenis-jenis utama pelapukan kimia adalah hidrasi, hidrolisis,
oksidasi, karbonasi, dan solusi.
Erosi adalah proses pelepasan bebatuan (kemungkinan sebelumnya
telah mengalami pelapukan) dari asosiasi asalnya. Pelepasan ini secara
normal diageni oleh aliran air, angin, atau gletser. Pada keadaan yang tidak
normal, erosi terpicu (erosi dipercepat / accelerated erosion) oleh terjadinya
gempabumi, volkanisme, dan aktivitas organisme termasuk manusia.
Gerakan massa adalah perpindahan massa batuan dari satu tempat
(karena perubahan kesetimbangan di tempat tersebut) ke tempat yang lain. .
Proses ini dibedakan terhadap erosi normal, kemungkinan ada kemiripan
dengan erosi dipercepat. Umumnya arah gerakan yang dominan adalah
gerakan vertikal, dikarenakan gerakan massa dipengaruhi gaya gravitasi
bumi. Secara ringkas dikenal tipe gerakan massa:
1) Rayapan (creep) dicirikan bergerak pelan, massa bersifat kering, sebagian
besar berupa tanah atau berukuran halus, dan sudut lereng relatif landai.
2) Jatuhan (fall) merupakan tipe pergerakannya cepat, sesaat, kontrol
keterjalan sudut lereng signifikan.
3) Lengseran/luncuran (sliding), tipe pergerakannya mengikuti permukaan
bidang yang dapat berfungsi sebagai bidang gelincir seperti permukaan
perlapisan batulempung atau bidang sesar (fault zone)
dalam bumi ada dua cara, yaitu akibat pemekaran kerak samudra (oceanic
crust) pada dasar samudra, atau akibat tumbukan (subdaksi / subduction) dari
kerak samudra yang melesak di bawah kerak benua (conitinental crust).
Keyakinan kebumian menyatakan volkanisme dengan cara berbeda berasal
dari sifat magma yang berbeda pula. Volkanisme mencakup berbagai cara
magma keluar ke permukaan bumi, seperti melalui lubang kepundan, atau
melalui sistem retakan pada lapisan kerak bumi (lithosphere). Volkanisme
menghasilkan morfogenesa volkanik, secara prinsip mempunyai perbedaan
antara morfogenesa volkanik hasil pemekaran dibandingkan dengan yang
dihasilkan dari proses subdaksi.
1.1.3 Proses berasal dari luar
Proses asal luar bumi (extra terrestrial processes) ini meliputi jatuhan
meteor dan hujan kosmik. Proses ini merupakan akibat lebih lanjut dari
dinamika interaksi antar penghuni semesta alam baik bulan, planet, matahari,
tatasurya, galaksi, atau kumpulan galaksi. Dengan demikian proses asal luar
ini hakekatnya terjadi terus-menerus, atau setiap waktu terjadi.
Kawah meteor (meteoric crater) di Arizona, Amerika Serikat, merupakan
sebuah kawah bentukan akibat jatuhan meteorit (Thornbury, 1969) yang
cukup hebat, hal ini teramati dari ukuran diameter 4.000 feet, tinggi puncak
kawah 13 -160 feet di atas topografi dataran gurun di sekitar, dan kedalaman
kawah berkisar 570 feet. Kawah tipe ini, secara geomorfologi termasuk salah
satu morfologi pseudo-volkanik (pseudo-volcanic morphology). Selain itu, di
tepian sekeliling kawah dijumpai pembentukan mineral coesite yang
merupakan hasil hasil transformasi poligonal dari mineral kuarsa akibat
benturan oleh meteor.
I.2. Gambar Sketsa
Gambar sketsa adalah gambaran yang dibuat oleh seseorang dari suatu
obyek (baik nyata maupun imajiner) yang dibuat sedemikian rupa sehingga
yang tampak hanyalah bagian-bagian yang penting atau yang ingin ditonjolkan.
Tujuan pembuatan sketsa adalah untuk memudahlkan komunikasi dengan orang
lain atau dengan diri sendiri. Gambar sketsa dapat mengungkapkan hal-hal yang
sulit untuk diinformasikan melalui tulisan, atau memakai kata-kata. Keuntungan
yang dapat diperoleh adalah melatih seseorang untuk teliti dalam mengamati
gejala-gejala geologi, mengambil makna yang penting secara menyeluruh dan
menghindari kegagalan bila dilakukan pemotretan.
Gambar 1.5 Contoh sketsa analisis Gambar 1.6 Contoh sketsa dengan
lab. (fosil) metode perspektif
Gambar 1.12 Macam-macam cara penulisan nomor lembar peta pada berbagai
skala
e. Deklinasi adalah sudut yang dibentuk oleh jarum magnet terhdap arah
utara sebenarnya pada tempat-tempat tertentu dalam peta tersebut.
biasanya pengukuran deklinasi dilakukan pada titik tengah lebar skala 1 :
50.000. Hal-hal yang mempengaruhi besar kecilnya sudut deklinasi adalah
posisi bujur peta tersebut, sehingga untuk lembar A da Lembar C memiliki
deklinasi yang sama, demikian pula untuk nomor B dan D. Angka deklinasi
ini berfungsi sebagai koreksi agar pengeplotan ke dalam peta topograi
dapat dilakukan setepat mungkin.
Panduan Praktikum Geomorfologi
[14]
Interval kontur adalah beda tinggi antara garis kontur satu dengan yang
lain yang nerturutan. Di dalam peta standar, besarnya iterval kontur
dapat dihitung bila diketahui sklaa petanya, yaitu dengan persamaan :
magma yang sangat cair memungkinkan terbentuk lava pijar yang disebabkan
oleh arus konveksi pada danau lava dan akan mancur, dimana lava banyak
mengandung gas, sehingga yang ringan akan terlempar ke atas sedangkan
yang berat setelah gas hilang akan tenggelam lagi. Tipe ini banyak ditemukan
di Hawaii, seperti di Gunung Kilauea dan Gunung Maunaloa.
2. Tipe Stromboli
Tipe ini sangat khas untuk Gunung Stromboli dan beberapa gunungapi
lainnya yang sedang meningkat kegiatan volkanismenya. Magmanya sangat
cair, ke arah permukaan sering dijumpai letusan pendek disertai ledakan.
Bahan yang dikeluarkanberupa abu, bom, lapili dan setengah padatanbongkah
lava.
3. Tipe Volkano
Tipe ini dicirikan oleh awan debu membentuk bunga kol karena gas yang
ditembakkan ke atas meluas hingga jauh di atas kawah. Tipe ini memiliki
tekanan gas relatif sedang dan lavanya tidak begitu cair. Berdasarkan kekuatan
letusannya, tipe ini dibedakan menjadi tipe volkano kuat, contohnya Gunung
Vesusius dan Gunung Etna dan tipe volkano lemah, sebagai contohnya Gunung
Raung dan Gunung Bromo.
4. Tipe Merapi
Tipe ini dicirikan oleh lavanya yang kental, dapur magma relatif dangkal
dan tekanan gas yang agak rendah, akibatnya terjadi pembentukan kubah
lava, sementara bagian bawah dari sumbat lava tersebut akan cenderung
dalam keadaan masih cair. Kubah lava yang gugur akan menyebabkan
terjadinya awan panas guguran. Jika semakin tinggi tekanan gas karena pipa
kepundan tersumbat, maka akan menyebabkan terjadinya letusan dan akan
membentuk awan panas letusan.
5. Tipe Pele
Tipe ini memiliki kekentalan magma hampir sama dengan tipe Merapi,
tetapi tekanan gas kuat, sehingga ciri khasnya adalah adanya letusan gas ke
arah lateral.
6. Tipe Vincent
Tipe Vincent ini memiliki lava yang agak kental, tekanan gas sedang dan
terdapat danau kawah yang pada waktu meletus akan dimuntahkan
membentuk lahar letusan dengan suhu sekitar 100°C kemudian akan disusul
oleh pelontaran bahan lepas berupa bom, lapili dan awan pijar.
7. Tipe Perret atau Plinian
Tipe ini dicirikan oleh tekanan gas yang sangat kuat dan lava cair. Sifat
letusannya merusak diduga ada kaitannya dengan perkembangan
pembentukan kaldera.
Gambar 2.1 Tipe erupsi gunung api berdasarkan derajat kesamaan magma, tekana gas ,
kedalaman dapur magma (Escher, 1952; sumber:
http://smat.kridanusantara.com/lms/geografi/vulkanisme.html)
Morfologi ini terbentuk oleh erupsi lava yang bersifat encer basaltis. Sedang
lava yang bersifat granitis menghasilkan morfologi kubah sumbat (plug
dome)
2. Kerucut parasit (Parasitic Cone)
Morfologi ini terbentuk sebagai hasil erupsi gunung api yang berada pada
lereng gunung api yang besar.
3. Kerucut silinder (Cilinder Cone)
Merupakan kubah yang terbentuk oleh letusan kecil yang terjadi pada kaki
gunung api, berupa kerucut rendah dengan bagian puncak tampak cekung
datar.
2.3.2 Depresi Vulkanik
Depresi vulkanik adalah morfologi bagian vulkan yang secara umum
berupa cekungan. Berdasarkan material pengisinya, depresi vulkanik dibedakan
menjadi :
1. Danau Vulkanik
Danau vulkanik yaitu depresi vulkanik yang terisi oleh air sehingga
membentuk danau
2. Kawah
Yaitu depresi vulkanik yang terbentuk oleh letusan dengan diameter
maksimum 1,5 km, dan tidak terisi oleh apapun selain material hasil
letusan.
3. Kaldera
Yaitu depresi vulkanik terbentuknya belum tentu oleh letusan, tetapi
didahului oleh amblesan pada kompleks volkan, dengan ukuran lebih dari
1,5 km. Pada kaldera ini sering muncul gunung api baru.
bahaya setelah letusan (sekunder). Bahaya primer akibat erupsi gunung api
meliputi :
1. Aliran lava
Aliran lava yaitu terjadinya aliran batu cair yang pijar dan bersuhu tinggi
(sampai 1200 0 C ). Alirannya menuruni lereng yang terjal dan dapat
mencapai beberapa kilometer, sambil menghanguskan dan membakar.
Apabila melongsor akan menimbulkan awan panas.
2. Bom gunungapi
Bom gunung api berujud batuan yang panas dan pijar berukuran 10 cm – 2
m. batuan ini dapat terlempar dari pusat erupsi sejauh hingga 10 km. Bom
ini dapat menimbulkan kebakaran lahan hutan, permukiman dan pertanaian,
serta Bila sampai di permukaan tanah akan mengeluarkan letusan dan akan
hancur.
3. Pasir lapilli
Pasir dan lapilli adalah campuran material letusan yang ukurannya lebih kecil
dari bom (> 2 mm).Sedangkan lapilli lebih besar daripada pasir hingga
mencapai beberapa cm. Apabila terjadi letusan pasir dan lapilli ini dapat
terlempar hingga puluhan km, dapat menghancurkan atap rumah, karena
bebannya juga dapat merusak lahan pertanian hingga dapat membunuh
tanaman.
4. Awan Pijar
Awan pijar adalah suspensi dari material halus yang dihasilkan oleh erupsi
gunungapi dan dihembus oleh angin hingga mencapai beberapa kilometer.
Awan pijar ini merupakan campuran yang pekat dari gas, uap dan material
halus yang bersuhu tinggi (hingga 1200 0C). Suspensi ini berat sehingga
mengalir menuruni lereng gunungapi dan seolah-olah meluncur, luncurannya
dapat mencapai 10 – 20 km dan membakar apa yang dilaluinya seperti yang
terjadi pada Gunungapi Merapi pada tanggal 22 November 1994 yang
memakan korban 60 orang terbakar hidup-hidup dan tak terhitung lagi
ternak yang mati terpanggang akibat letusan awan panas ini.
5. Abu Gunungapi
Abu ini merupakan campuran material yang paling halus dari suatu letusan
gunungapi. Suhunya bisa tidak panas lagi. Ukurannya kurang dari 1 mikron –
0,2 mm. Bahaya yang ditimbulkan antara lain bisa mengganggu penerbangan
seperti yang terjadi pada saat letusan Gunungapi Galunggung, dapat
menimbulkan sesak napas apabila terlalu banyak menghisap abu gunung api
dan menimbulkan penyakit silikosis. Yaitu penyakit yang diakibatkan oleh
penggumpalan silika bebas pada paru-paru yang diakibatkan oleh terisapnya
abu gunungapi yang mengandung silika bebas.
6. Gas beracun
Kadar gas yang tinggi dapat menimbulkan kematian. Gunungapi biasanya
mengeluarkan gas CO, CO2, H2S, HCN, H3As, NO2, Cl2, dan gas lain yang
jumlahnya sedikit. Nilai batas ambang untuk gas CO 50 ppm (part per
milion), CO2 5,00 ppm, sedangkan gas H3S yang sangat mematikan pada
0,05 ppm. Gas yang dikeluarkan saat erupsi tidak begitu berbahaya karena
gas tersebut langsung terbakar pada saat terjadi letusan gunungapi. Yang
paling berbahaya adalah apabila gas tersebut dikeluarkan pada sisa-sisa
gunungapi seperti yang terjadi di Pegunungan Dieng. Gas tersebut BJ-nya
lebih besar dari udara bebas sehingga letaknya berada pada daerah-daerah
yang rendah seperti di lembah-lembah, dekat permukaan tanah.
7. Aliran lahar
Bahaya yang tidak kalah berbahayanya adalah bahaya setelah terjadi letusan
yaitu bahaya sekunder. Bahaya tersebut berupa bahaya aliran lahar. Lahar
terbentuk dari batuan yang dilemparkan dari pusat erupsi baik block, bom,
lapilli, tuff, abu, maupun longsoran kubah lava, apabila terjadi hujan lebat yang
turun bersamaan atau setelah erupsi maka endapan material hasil erupsi
tersebut akan terangkut oleh aliran air membentuk aliran bahan rombakan yang
biasa disebut aliran lahar. Aliran lahar ini mempunyai kekuatan merusak yang
besar dan akan melalui apa saja yang ada di depannya tanpa kecuali baik
pemukiman, hutan, tanah pertanian maupun tanggul sungai yang dilaluinya.
Untuk menghindari bencana yang diakibatkan oleh letusan gunungapi ini
maka di setiap daerah gunungapi dibuat peta daerah bahaya yang didasarkan
pada potensi bencana yang ada baik primer maupun sekunder. Seperti yang
dilakukan oleh Dinas Vulkanologi (nama instansi dulu, sekarang salah satu Pusat
di lingkungan Badan Geologi Nasional) pada Gunung Merapi.
Gambar 25 Kenampakan peta kontur bentang alam vulkanik merapi dan merbabu
(sumber; http://id.earthquake-report.com)
SEDIMENTASI
Dendritik Paralel
Trellis Rectangular
Radial Annular
Bar deposit
Bar deposit adalah endapan sungai yang terdapat pada tepi atau tengah
dari alur sungai. Endapan pada tengah alur sungai disebut gosong tengah
(channel bar) dan endapan pada tepi disebut gosong tepi (point bar).Bar
deposit ini bisa berupa kerakal, berangkal, pasir, dll.
kipas, biasanya terdapat pada suatu dataran di depan suatu gawir. Biasanya
pada daerah kipas aluvial terdapat air tanah yang melimpah. Hal ini
dikarenakan umumnya kipas aluvial terdiri dari perselingan pasir dan
lempung sehingga merupakan lapisan pembawa air yang baik.
(a) (b)
Gambar 3.7. Kenampakan Meander (a) dan Danau Tapal Kuda (b)
Delta
Delta adalah bentang alam hasil sedimentasi sungai pada bagian hilir
setelah masuk pada daerah base level. Selanjutnya akan dibahas dalam
bentang Alam Pantai dan Delta.
Panduan Praktikum Geomorfologi
[33]
III.6. Aplikasi
Daerah-daerah yang termasuk bentang alam fluvial merupakan daerah
yang sangat potensial untuk dapat dimanfaatkan bagi kehidupan manusia,
khususnya di sekitar aliran sungai. Daerah sekitar aliran sungai merupakan
daerah yang potensial untuk dijadikan wilayah penambangan didukung oleh
sesumber yang banyak terdapat di dalam sungai , misalnya sebagai pen yedia
air irigasi, untuk air minum, dan material pasir batu ( B.G. gol C) yang terdapat
di situ dapat dijadikan sebagai bahan bangunan.
Selain sesumber yang ada, daerah aliran sungai juga merupakan
sesumber bencana seperti banjir, dan tanah longsor.
Analisa geomorfologi terhadap bentang alam ini dapat memberikan
informasi tentang kondisi geologi suatu daerah, yang akan terekspresikan
dalam pola penyaluran dalam skala luas, dan dalam bentukan bentukan
bentang alam lokal, seperti kipas alluvial, dataran banjir, dan sejenisnya.
Analisa tersebut juga akan memberikan informasi tentang stadia daerah
maupun stadia erosi daerah yang terkait, yang akan memberikan kontribusi
pemikiran dalam rencana pengembangan wilayah.
IV.1. Pendahuluan
Bentang alam struktural adalah bentang alam yang pembentukannya
dikontrol oleh struktur geologi daerah yang bersangkutan. Struktur geologi yang
paling banyak berpengaruh terhadap pembentukan morfologi adalah struktur
geologi sekunder, yaitu struktur yang terbentuk setelah batuan itu ada.
Bentang alam struktural atau geomorfologi struktur disebut pula sebagai
Morfogenesa struktural, atau morfotektonik. Proses pembentukan morfogenesa
struktural disebabkan utamanya oleh diastrofisme. Para ahli kebumian Belanda
mengelompokkan morfogenesa struktural sebagai morfostruktur aktif.
Diastrofisme terjadi apabila dari gerak-gerak antar lempeng global tidak
menghasilkan volkanisme. Diastrofisme dibedakan menjadi yaitu orogenesa dan
epirogenesa.
Agar diastrofisme yang terjadi pada batuan dapat menghasilkan
morfogenesa struktural, diperlukan persyaratan:
1. Struktur geologi yang dihasilkan dalam cakupan ukuran ke arah vertikal
(beda tinggi) maupun lateral, relativ mempunyai intensitas yang kuat.
2. Bebatuan yang mengalami diastrofisme mempunyai kondisi utuh, atau
mengikuti asas horizontalitas untuk batuan sedimen.
3. Kalau bebatuan yang mengalami diastrofisme batuan sedimen, yang
terbaik hasilnya adalah pada batuan yang bervariasi resistensinya
4. Proses fluvial berlangsung efektif.
Pada peta topografi, morfogenesa ini dicirikan oleh kumpulan kontur
yang mempunyai arah-arah memanjang dan tertentu. Berlawanan dengan
arah tersebut, dapat dicermati adanya relief yang bervariasi, bahkan
membalik. Arah memanjang itu menggambarkan jurus perlapisan batuan, atau
zona sesar, atau kekar, sedangkan relief seperti itu mengekspresikan variasi
resistensi litologi, atau kemiringan (dip). Penyaluran sungai yang berkembang
pada morfogenesa ini, banyak macamnya, yaitu tipe dasar paralel, trelis, dan
pola penyaluran modifikasi dari dua penyaluran tersebut, melingkar/anuler,
dan contorted.
2. Dataran tinggi / plato (plateau), adalah dataran yang berada pada elevasi
lebih dari 500 kaki di atas mal.
Gambar 4.2 Kenampakan beberapa morfologi pada bentang alam structural (A. dataran
tinggi, B. Cuesta, C, Hogback).
Gambar 4.3 Sketsa dan contoh pola garis kontur pada pegunungan lipatan (a)
antiklin, (b) lembah sinklin
Morfologi antiklin dan sinklin menunjam. Struktur ini merupakan jenis lain
dari morfologi antiklin atau sinklin, dikarenakan ada penunjaman atau
penambahan satu kemiringan lapisan batuan. Pada keadaan pembalikan
topografi, apabila tiga lereng depan saling berhadapan maka disebut sebagai
lembah antiklin menunjam. Sedangkan apabila tiga lereng belakang yang saling
berhadapan maka disebut sebagai punggungan sinklin menunjam
Gambar 4.4 Sketsa dan contoh pola garis kontur pada struktur (a) sinklin dan (b)
antiklin menunjam.
Gambar 4.5 Sketsa dan contoh pola kontur pada struktur lipatan tertutup
(a). Kubah dan (b). Cekungan
4.2.6 Morfologi Kekar
Kekar (joint) terjadi akibat proses endogenik epigenik pada bebatuan,
mengakibatkan terpisahnya massa batuan tanpa ada pergeseran letak. Struktur
geologi ini diklasifikasi menjadi kekar gerus (shear joint), kekar tarik / tensi
(tension joint), dan kekar keseimbangan / rilis (release joint). Sedangkan
Panduan Praktikum Geomorfologi
[39]
kenampakan yang secara obyektif dapat disebut kekar, yaitu struktur gigi
gergaji (jig saw structure), dan kekar tiang (columnar joint) dikelompokkan
sebagai akibat dari proses endogenik-singenetik bersamaan dengan
pembentukan batuan. Dua jenis kekar yang terakhir tidak dapat diidentifikasi
melalui kenampakan morfologi.
Jenis kekar gerus, tensi dan rilis hanya dapat diidentifikasi dari morfologi,
apabila intensitas/dimensi pembentukannya minimal mencapai ratusan meter.
Perkembangan erosi tidak meghalangi untuk menafsirkannya.
Adapun kriteria morfologi sebagai petunjuk adanya pembentukan kekar
adalah:
a. tidak ada beda tinggi pada luasan daerah yang sempit.
b. pada posisi/elevasi yang sama, batuan yang terpisahkan oleh kekar
sangat mempunyai resistensi relativ sama
c. kelurusan sungai melalui kekar, dan mendadak berbelok-belok mengikuti
zone kekar
d. diindikasikan oleh pembentukan tipe pola penyaluran rektanguler
(dominan), trelis, dan modifikasi dari keduanya
V.1. Pendahuluan
morfogenesa kars merupakan roman muka bumi yang terbentuk oleh
batugamping yang kaya rongga-rongga mengalami pelarutan oleh air,
manifestasi di atas permukaan tanah tampak bukit-bukit kerucut dan
sejenisnya, penyaluran permukaan jarang dan lebih banyak sebagai sungai
bawah permukaan mengalir di lorong-lorong gua.
Persyaratan pembentukan morfogenesa kars meliputi:
1. batuan (batugamping dan dolomit yang dominan) yang terlarut
mempunyai tebal perlapisan kategori masif (minimal 1 m), tebal
keseluruhan batuan cukup, porus, kompak, keras, mengalami diagenesa
di darat yang menghasilkan sistem rongga tertentu atau bidang ketidak
menerusan / diskontinu,
2. pembentukan struktur geologi (kemiringan, kekar, sesar, pengangkatan)
yang pada kelanjutannya menghasilkan retakan, peronggaan, dan
tinggian morfologi
3. keterlibatan mikrobia/bakteri, utamanya yang ada pada ujung perakaran
tetumbuhan yang hidup di batuan yang gampang terlarut
4. iklim (temperatur udara, curah hujan, kelembaban) yang pada waktunya
akan mendukung berkembangnya erosi, (kimia/pelarutan, mekanik /
pemecahan batuan), karstifikasi, dan pemanfaatan lahan
d. Lembah kering (dry valleys) terbentuk pada lahan kars, mirip dengan
lembah fluvial, kondisinya kering. Kemungkinan pernah menjadi aliran
sungai permukaan.
kars diageni oleh aliran air atau evaporasi. Sepertinya halnya pada
langit-langit dan dinding gua, banyak ragam ornamen yang
terbentuk pada lantai gua kars, yaitu stalagmit. flowstone, cave
pearl, rimstone dam / gour dam, cave coral, cave raft, dan
dogtooth spar. Stalagmit, penyebab awalnya adalah tetesan
lanjutan pada waktu pembentukan stalaktit, namun dalam
pertumbuhan stalagmit seolah-olah pertambahan tinggi dan
besarannya dari lantai gua.
k. Batualir (flowstone) terbentuk di atas dan mengikuti permukaan
batuan alas, sebagai endapan evaporasi menampakkan struktur
lapisan laminasi, kadang diikuti pembentukan kristal yang
sempurna mengikuti bidang laminasi.
l. Mutiara gua (cave pearl) pada kenyataannya merupakan nodul,
dimana mineral karbonat hasil evaporasi menyelimuti butiran
intinya (core) yang tidak harus butiran mineral karbonat.
Pembentukan mutiara karbonat sangat langka, dicontohkan adanya
temuan di Luweng Jaran, Kabupaten Pacitan – Jawa Timur.
Rimstone dam / gour dam akan terbentuk apabila batuan alasnya
menampakkan bentukan undak-undakan dan kemudian diatasnya
mengalir air kars secara episodik.
m. Koral gua (cave coral) umum terbentuk pada lantai gua, terbentuk
oleh rembesan air tanpa saluran sentral, air keluar dari antara
kristal-kristal, struktur internal tampak banded yang konsentris.
n. Es kalsit (cave raft) terbentuk akibat presipitasi partikel ukuran
kecil, kenampakannya mengapung dan pada kondisi tertentu dia
akan dapat tenggelam. Dogtooth spar akan tumbuh kembang pada
gua yang mengalami penggenangan secara periodik, ornamen ini
terbentuk oleh kristal karbonat yang berbentuk scalenohedrons
berwarna cerah dengan sifat transparan-translusen.
VI.1. Pendahuluan
Pembentukan morfogenesa eolian diageni oleh angin. Morfogenesa ini
dijumpai pada bagian permukaan bumi yang terbatas. Ditinjau dari koordinat
lintang, morfogenesa ini berada pada lintang menengah (300-500 LS/LU).
Secara geografi morfogenesa eolian dijumpai di daerah aliran sungai besar,
daerah bekas salju/gletser mencair, atau zona pesisir yang di depannya
terbentang samudra.
Di atas telah dituliskan, bahwa angin sebagai syarat utama pada
pembentukan morfogenesa eolian. Selain itu masih melibatkan dua syarat
pembentukan lainnya, yaitu pasokan pasir (sand supply) yang kontinyu dalam
jumlah banyak, dan tutupan vegetasi yang jarang. Interaksi dan intensitas
ketiga di atas, akan menghasilkan jenis roman muka bumi tertentu.
Pada peta topografi, morfogenesa eolian dimengerti dari
kenampakan- kenampakan banyaknya frekuensi pembentukan depresi (oase,
wadi, bolson), sehingga dari keadaan awal seperti itu akan berkembang pola
penyaluran sungai jenis multibasinal, analoginya di kawasan morfogenesa kars.
Pada daerah, dimana morfogenesa eolian intens terbentuk, jenis morfologi
besar seperti gumuk pasir (sand dunes) kemungkinan dapat diamati melalui
peta kontur/topografi. Relief morfogenesa ini kurang ekspresif, disebabkan
dinamika pasir yang sangat aktif, sehingga dalam rentang waktu yang sebentar
sudah terjadi perubahan morfologi yang signifikan. Akibat lebih lanjut dari
keadaan tersebut adalah dalam cara penggambaran kontur yang disajikan secara
garis-garis putus (karena sifatnya tentatif).
butiran berukuran lebih dari pasir sangat jarang. Dua hal itu dikarenakan
oleh kekuatan angin berubah dalam satuan jam.
Gambar 6.1 Sketsa bentukan morfologi bentang alam eolian yang berupa Batu Jamur
(Mushroom fiocfr) (Sumber : Dynamic Earth)
Panduan Praktikum Geomorfologi
[51]
VII.1. Delta
Delta merupakan daerah yang penting untuk penduduk yang berfungsi
untuk tempat tinggal, daerah pertanian dan perikanan. Istilah delta pertama kali
digunakan oleh Herodotus (sejarawan Yunani) pada 490 SM yang melihat bahwa
bentuk endapan Sungai Nil di Mesir menyerupai huruf D (atau Delta dalam
bahasa Yunani). Delta berkaitan sekali dengan bencana banjir di pesisir,
gelombang air laut, erosi gelombang air laut dan badai angin menuju ke laut.
Selain itu ada beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya delta yaitu :
iklim, debit air, produk sedimen, energi gelombang, proses pasang surut, arus
pantai, kelerengan paparan dan bentuk cekunan penerima dan proses tektonik.
7.1.1 Proses yang Memoengaruhi Pembentukan Delta
a. Iklim
Iklim berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi dalam semua
komponen dari system sungai. Pada daerah tropis, penyediaan volume air
permukaan besar. Pelapukan fisika dan kimia berpengaruh terhadap tingkat
sedimentasi. Pada lingkungan pengendapan beriklim tropis juga dijumpai
pengawetan material organic seperti gambut yang terdapat didaerah delta.
b. Debit Air
Debit sungai tergantung dari faktor iklim yang dapat mempengaruhi bentuk
geometri dari delta. Kecenderungan air sangat penting terhadap kecepatan
dan pola pertumbuhan suatu delta. Delta dengan debit air dan sedimennya
tinggi serta konstan tiap tahunnya (Delta Missisipi), menghasilkan suatu
tubuh pasir yang panjang dan lurus serta umumnya membentuk sudut
yang besar terhadap garis pantai. Sebaliknya bila produk sediment serta
variasi debit air tiap tahunnya berbeda, maka terjadinya perombakan
tubuh-tubuh pasir yang tadinya diendapkan, oleh proses-proses laut dan
cenderung membentuk tubuh delta yang sejajar dengan garis pantai.
c. Produk Sedimen
Pengaruh produk sediment dalam pembentukan suatu delta sangatlah
besar artinya. Delta tidak akan terbentuk jika produk sedimennya terlalu
kecil.
d. Energi Gelombang
Perkembangan suatu garis pantai pada muara sungai sangat dipengaruhi
oleh energi gelombang sepanjang pantai tersebut. Energi gelombang
merupakan mekanisme penting dalam merubah dan mencetak sediment
delta yang berada dilaut menjadi suatu bentuk tubuh pasir didaerah pantai.
e. Proses Pasang Surut
Beberapa delta mayor didunia didominasi oleh aktifitas pasang yang kuat.
Diantaranya adalah delta Gangga-Brahmanaputra di Bangladesh dan delta
Ord di Australia.
f. Arus Pantai
i. Pantai yang dipengaruhi oleh aliran lava masa kini. Cirinya adalah
jika lavanya bersifat basa, maka bentuk pantai tak teratur, kalau
bersifat asam maka bentuk pantai lebih teratur.
ii. Pantai amblesan volkanik dan pantai kaldera
d. Pantai yang terbentuk akibat adanya pengaruh diatropisme atau
tektonik.
i. Pantai yang terbentuk karena patahan.
ii. Pantai yang terbentuk karena lipatan.
2. Pantai Sekunder (Pantai dewasa)
Pantai sekunder terjadi dari hasil proses laut, meliputi erosi laut, deposisi
laut dan bentukan organik.
Macam-macam pantai sekunder
a. Bentuk pantai karena erosi laut
i. Pantai yang berliku-liku karena erosi gelornbang
ii. Pantai terjalyang lurus karena erosi gelombang
b. Bentuk pantar karena pengendapan laut
i. Pantai yang lurus karena pengendapan gosong pasir (bars) yang
memotong teluk.
ii. Pantai yang maju karena pengendapan laut.
iii. Pantai dengan gosong pasir lepas pantai (offshore bars and
longshore spit)
Kelebihan klasifikasi ini adalah pembagiannya yang lengkap, tetapi
kelemahannnya sulit diterapkan untuk menentukan pantai primer yang telah
berubah karena proses-proses laut, sehingga pantai ini tidak jelas termasuk
pantai primer atau sekunder (Sharma, 1986).
Pembagian ini secara lebih singkat dapat diperinci dengan gambar berikut :
Gambar 8.1 Klasifikasi bentang alam dasar samudera (Heezen & Wilson, 1968, dlm
Gunter et,al.,1980)
a. Lantai Abisal yaitu lantai dasar samudra dengan kedalaman kurang dari
3000. Misalnya dasar samudra Pasifik, dasar samudra Hindia, den samudra
Atlantik.
b. Palung Laut yaitu jurang di dasar laut yang dalam; terbentuk di daerah
sepanjang zona tumbukan antara lempeng benua dan lempeng samudra
Kondisi dasar samudera dari daerah yang dekat dengan dataran hingga
ke arah laut lepas maka akan didapati kekhasan topografi bawah samudera.
Subramanian (1986) secara umum membagi geomorfologi bawah samudera
menjadi tujuh bagian yang mudah dikenali yaitu : pantai, paparan benua, laras
benua, dasar cekungan samudera, palung samudera, dataran tubir, dan
punggungan tengah samudera.
Gambar 8.3 Gambaran kondisi geomorfologi bawah laut sederhana (Keith Stowe, 1978)
Gambar 8.4 Kenampakkan Guyot dan seomount pada cekungan dasar samudera
(Wesiberg,1974)
f) Palung Samudera (trench) dan Busur Kepulauan (Island arc)
Bagian paling dalam dari samudera tidak terletak di tengahnya, tetapi
pada bagian dekat tepi. Sekitar setengah dari tepi benua dibatasi oleh palung
yang, memiliki kedalaman sampai 2 kali kedalaman dasar samudera. Palung
samudera adalah suatu jalur yang terjal, sempit dan memanjang pada dasar
samudera yang dapat mencapai kedalaman 10.000 m. Keberadaan palung pada
umumnya selalu berasosiasi dengan busur kepulauan, yaitu rangkaian- pulau-
pulau atau busur punggungan yang memisahkan laut dangkal dengan laut dalam
serta sering merupakan pusat gempa dan aktivitas vulkanisme.
1) Plato
Terdapat sejumlah bagian kerak benua yang terangkat ke permukaan laut
berupa dataran membentuk pulau kecil, Tingginya sekitar 1-2 km di atas
dasar laut. Kerak pada bagian plato ini lebih tebal lika dibanding sekitarnya.
Sifat keraknya sama dengan kerak benua. Sebagian dari plato ini terbentuk
dari sisa kerak benua masa lampau geologi, atau hasil pengerjaan vulkanik
lokal.
2) Reef dan Atol
Di daerah dengan kondisi air laut hangat, kedalaman dasar laut berkisar 50
m, kondisi air laut jernih, jauh dari delta atau sungai maka akan sangat
menguntungkan bagi pertumbuhan koral. Koral ini akan berkoloni
membentuk kelompok besar yang disebut reef. Apabila reef ini tumbuh di
sekitar pulau kecil sisa vulkanik atau suatu plato, maka koloni koral ini
akan tumbuh mengelilingi pulau tersebut, sebagai akibat erosi atau
mengalami penurunan muka air laut makayang tersisa hanya koloni koral
ini yang berbentuk cincin yang biasa disebut atol.
BAB IX PALEOGEOMORFOLOGI
IX.1. Paleogeomorfologi
Paleogeomorfologi merupakan bagian dari geomorfologi yang mempelajari
roman muka bumi purba. Morfologi tersebut dipelajari karena kehendak ingin
mengetahui runtutan proses kebumian pada masa geologi lampau yang terekam
dan tertinggal jejaknya sebagai morfologi tertentu. Konsep pembentukan
geomorfologi purba secara sederhana dapat diterangkan sebagai berikut, apabila
suatu episode proses geomorfik 'selesai' pasti terekam pada fenomena morfologi
yang khas. Pada episode berikut, proses geomorfik yang bekerja berubah, dan
ini akan meninggalkan jejaknya sebagai morfologi tertentu yang berbeda
dibandingkan dengan morfologi purba sebelumnya. Demikian pula pada episode
proses geomorfik seterusnya, dan pada episode terakhir teramati morfologi
masa kini sebagai jejak dari proses geomorfik yang terakhir.
X.1. Pendahuluan
Geomorfologi ialah ilmu yang mempelajari bentuk lahan dan bentang alam,
proses-proses yang mempengaruhinya, asal mula pembentukannya (genesa)
dan kaitan lingkungannya dalam ruang dan waktu. Pembahasan geomorfologi
suatu daerah pemetaan mencakup 2 hal, yaitu :
1. Mengapa dan bagaimana dapat terbentuk macam-macam bentang alam di
daerah penelitian, dan kaitannya dengan ganesanya.
2. Seberapa jauh data geomorfologi dapat membantu dalam penafsiran kondisi
stratigrafi, struktur geologi, dan penilaian potensi sesumber dan bencana.
Berkaitan dengan hal kedua tersebut, pem bahasan mengenai pemetaan
geomorfologi, sebagai acuan awal dalam penelitian geologi sangat perlu. Oleh
karena itu acara pemetaan geomorfologi merupakan rangkaian lanjutan dan
penggabungan dari acara sebelumnya.
Pada acara-acara sebelumnya telah dibahas karakteristik, proses dan
pembentukan (ganesa) masing-masing bentang alam dan bentuk lahan secara
terpisah-pisah dan dalam bentuk ideal. Berbekal dari pengetahuan tersebut
acara pemetaan geomorfologi diharapkan dapat membuat sebuah kompilasi dan
dapat membuat pembahasan yang komprehensif terhadap permasalahan
geomorfologi suatu daerah.
X.2. Defenisi
Pemetaan geomorfologi ialah usaha pembuatan peta dengan tujuan untuk
mengenal, melokalisir dan menggambarkan setiap aspek bentang alam pada
suatu peta (Wahyu dan Astadiredja, 1984). Ditambahkan dari hasil Lokakarya
Pembakuan peta Geomorfogi Indonesia, agar dicantumkannya aspek gerak
masa, angka sudut lereng, dan aspek praktis lainnya. Van Zuidam (1984)
menyatakan pembahasan geomorfologi suatu daerah mencakup semua aspek
geomorfologi, yang meliputi aspek morfologi, morfogenesa, morfoarrangement,
dan morfokronologi.
1. Morfologi
Morfografi : mengenai gambaran/deskriptif dari geomorfologi suatu area.
Contoh ; dataran, perbukitan, pegunungan dan plateau.
Morfometri : aspek kuantitatif dari suatu area seperti slope / kemiringan,
ketinggian.
Tabel 10.1Klasifikasi geomorfologi berdasarkan Van Zuidam
10.2.2 Genesa
Mengacu pada Desseunetts (1969) mengenai hakekat bentuk lahan, maka
dalam pembahasan genesa suatu bentuk lahan menyangkut 2 hal yaitu litologi
dan proses geomorfik. Pembahasan litologi kaitannya dengan pembentukan
bentuk lahan meliputi sifat resistensi batuan, tekstur dan struktur batuan, pola
penyebaran, dan stratanya dalam dimensi vertikal. Proses geomorfik meliputi
bahasan intensitas dan kulaitas proses,waktu, agen geomorfik, dan dominasi
proses.
Hasil dari interaksi proses geomorfik terhadap batuan meninggalkan
kenampakan bentuk lahan tertentu. Suatu bentuk lahan akan berbeda dengan
bentuk lahan lainnya, hal ini disebabkan karena perbedaan proses geomorfik,
litologi dan kondisi interaksinya. Dilihat dari genesanya, bentuk lahan dapat
dibedakan menjadi 8 macam, yaitu :
1. Bentuk Asal Fluvial 5. Bentuk Asal Eolian
2. Bentuk Asal Vulkanik 6. Bentuk Asal Marine
3. Bentuk Asal Fluvial 7.Bentuk Asal Denudasional
4. Bentuk Asal Pelarutan/kars 8. Bentuk Asal Glasiasi
medan lava, medan lahar, dll. Selain itu masih ada bentukan yang terpisah dari
kompleks gunungapi, yaitu dikes, stock, dll.
Contohnya :
Kepundan Bukit gunung api
Planeze Dataran fluvial gunung api
Kerucut Gunung api Sumbat gunung api
Padang abu, tuff, atau Padang Lava
lapilli Kerucut parasite
Lereng gunungapi atas Padang lelehan lava
Solfatara Boka
Lereng gunung api bawah Aliran lahar
Bukitgunung api Dike
terdenudasi Dataran antar gunring api
Kaki gunung api Branko
Leher gunung api Dataruntinggi lava
Dataran kaki gunung api dll
3. Bentuk Asal Struktural
Bentuk lahan struktural terbentuk karena adanya proses endogen atau
proses tektonik. Proses ini bersifat konstruktif. Pada awal pembentukan, struktur
antiklin memberikan kenampakan cembung, struktur sinklin memberikan
kenampakan cekung dan struktur horizontal memberikan kenampakan datar.
Tahap selanjutnya karena proses eksogenik yang bersifat destruktif,
sehingga pada akhirnya, tidak semua bentuk lahan struktural masih
menampakkan kenampakan morfologi stmktural lagi, maka bentuk lahan
tersebut bukan bentuk lahan struktural, tetapi mungkin sudah menjadi bentuk
lahan denudasional.
Umumnya bentuk lahan struktural masih dapat dikenali dan dapat
dikatakan bentuk lahan struktural jika penyebaran struktural geologinya masih
dapat dicerminkan dari penyebaran reliefnya. Jika sudah tidak tercermin pada
pola penyebaran reliefnya, maka bukan termasuk bentuk lahan struktural.
Contohnya :
Blok sesar Perbukitan sinklinal
Dataran tinggi Lembah sinklinal
Gawir sesar Pegunungan sinklinal
Cuesta Lembah subsekuen
Gawir garis sesar Perbukitan monoklinal
Hogback Sembul (horst)
Pegunungan antiklinal Pegunungan dome
Bentuk seterika (ironflat) Tanah terban (graben)
Perbukitan antiklinal Perbukitan dome
Lembah antiklinal dll
4. Bentuk Asal Pelarutan/Kars
Bentuk lahan karst dihasilkan oleh proses pelarutan pada batuan yang
mudah larut. Menurut Jennings (1971) kars adalah sebuah kawasan yang
mempunyai karateristik relief dan drainase yang khas, yang disebabkan sifat
kelarutan batuan yang cukup tinggi.
Contohnya :
Dataran tinggi Dataran aluvial kars
Lereng perbukitan karst terkikis Uvala, doline
Kubah Polje
Bukit sisa batugamping tererosi Lembah kering
Ngarai kars dll
Gisik
5. Bentuk Asal Eolian
Gerakan udara atau angin dapat membentuk medan yang khas dan berbeda
dari bentuk proses yang lainnya. Medan eolian dapat terbentuk jika memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
Tersedia material berukuran pasir halus hingga debu (lempung) dalam
jumlah banyak.
Ada periode kering yang panjang disertai angin yang mampu
mengangkut dan mengendapkan bahan tersebut.
Gerakan angin tidak terhalang oleh vegetasi atau objek lainnya.
Endapan angin terbentuk oleh pengikisan, pengangkatan, dan pengendapan
material lepas oleh angin. Endapan angin secara umum dibedakan menjadi
gumuk pasir (dune) dan endapan debu (loess).
Contohnya :
a) Gumuk pasir memanjang c) Gumuk pasir parabola
b) Gumuk pasir barchans dll
d)
6. Bentuk Asal Marine
Aktifitas marine yang utama adalah abrasi, sedimentasi, pasang surut, dan
perlumbuhan terumbu karang. Bentuk lahan yang dihasilkan aktifitas marine
berada di kawasan pesisir yang melampar sejajar garis pantai.
Proses lain yang mempengaruhi kawasan pesisir misalnya tektonik masa lalu,
erupsi gunung api, perubahan muka air laut (trangresi/regresi) dan litologi
penyusun.
Contohnya:
Pelataran pengikisan gelombang Dataran aluvial pantai tergenang
laut Dataran pasang surut tidak
Tebing terjal dan takik pantai bervegetasi
Gisik Teras pantai
Beting gesik/bura Atol dan cincin terumbu
Tombolo Terumbu koral
Depresi antar beting gesik Rataan terumbu
Gumuk pasir aktif Tudung terumbu
Gumuk pantai tidak aktif Perisai dan akumulasi koral
Dataran pasang surut bervegetasi Laguna
Dataran aluvial pantai Gosong laut
payau/tawar dll
10.3.2.1 Pemisahan
Pemisahan satuan peta gemorfologi adalah membedakan satuan-satuan
bentuk lahan berdasarkan aspek relief, drainnage, litologi dan genesanya.
Penekanan salah satu aspek sebagai dasar utama pemisahan satuan bentuk
lahan, sangat tergantung dari aspek genetik yang bekerja disetiap kenampakan
relief dan drainnage di daerah tersebut.
Aspek litologi misalnya, akan menjadi dasar utama jika proses geologi
dominan yang bekerja di daerah itu adalah proses pelarutan (karst) dan
denudasional. Pada proses denudasional litologi yang resisten akan
meninggalkan relief yang lebih menonjol dibanding litologi yang kurang resisten.
Pada proses pelarutan (karts) maka batuan yang mudah larut akan
menunjukkan kenampakan topografi karts yang lebih nampak dibandingkan
batuan yang kurang mudah larut. Selain pada proses pelarutan dan proses
denudasional maka aspek litologi lazimnya kurang berperan untuk
dipertimbangkan
sebagai dasar pembagian satuan bentuk lahan.
Langkah pertama untuk dapat memisahkan satuan bentuk lahan
haruskah dikenali lebih dahulu proses geologi (genetik) apa yang mempengaruhi
terbenflrknya relief di daerah itu. Selanjutnya barulah dipertimbangkan aspek
lainnya seperti relief dan litologi, sekiranya dapat digunakan sebagai aspek
pembeda satuan sesuai dengan aspek genetikaya.
Dengan demikian, maka kita akan dapat menjawab mengapa ada relief
seperti itu, yang kemudian akan lebih diperjelas dalam pernbahasan
morfogenesa. Dengan mengetahui proses geologi utama yang membentuk
macam dan agihan relief di daerah penelitian maka, tentunya akan sangat
X.4. Materi
Berdasarkan buku petunjuk pembuatan laporan geologi, materi yang dibahas
dalam bab geomorfologi meliputi :
1. Tinjauan umum
a) Tinjauan fisiografi regional
b) Keadaan geografi daerah penelitian
2. Geomorfologi daerah pemetaan
a) Pembagian dan penamaan satuan geomorfik
b) Peta satuan geomorfik dan penampangnya
c) Hubungan satuan geomorfik dengan satuan batuan dan struktur gaologi
3. Pola penyaluran
a) Pola penyaluran daerah pemetaan
Panduan Praktikum Geomorfologi
[76]
1. Data yang dapat diambil dari peta topografi, foto udara dan citra yaitu :
a. Kelerengan
b. Beda elevasi
c. Pola morfologi (kelurusan, bentuk dan pola kontur)
d. Pollpenyaluran dan tipe sungai
2. Data yang dapat diperoleh dari pengamatan lapangan, yaitu :
a. Kelerengansebenarnya
b. Beda elevasi
c. Bentuk lembah
d. Sketsa, foto, dan gambar, dan lain-lain.
3. Datayang dapat diambil dari peta geologi, yaitu :
a. Jenis batuan
b. Bentuk pan pola penyebaran batuan
c. Struktur geologi
d. Stratigrafi, dan lain-lain.
1. Amati dengan baik apakah daerah yang diteliti terdiri dari suatu bentukan
bentang alam (homogen) atau lebih dari satu (heterogen). Misalnya, apakah
daerah yang diteliti tersebut hanya terdiri dari dataran saja, perbukitan saja,
ataukah terdiri dari sebagaian datar dan sebagian berbukitan. Apabila
perbukitan, apakah seluruh perbukitan tersebut memiliki relief yang sama
tau ada perbedaan. Dari langkah pertama inilah akan diketahui
homogenitas/heterogenitas dari daerah tersebut sehingga dapat diketahui
ada berupa calon satuan geomorfologi yang mungkin ada di daerah tersebut.
2. Untuk setiap calon satuan geomorfologi yang mungkin ada, amati dan ukur
elevasi rata-rata dari puncak puncaknya, besarnya sudut lereng rata-rata,
Panduan Praktikum Geomorfologi
[77]