Anda di halaman 1dari 81

PEMBENIHAN DAN PEMBESARAN IKAN KAKAP PUTIH

(Lates calcarifer) DI BALAI BESAR PENGEMBANGAN


BUDIDAYA LAUT, LAMPUNG

SURYA GENTHA AKMAL

PROGRAM KEAHLIAN
TEKNOLOGI PRODUKSI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN KARYA ILMIAH INI ADALAH


KARYA SENDIRI DAN BELUM DIAJUKAN DALAM BENTUK APAPUN
KEPADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN. SUMBER INFORMASI
YANG BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA YANG DITERBITKAN
DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN
DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA DIBAGIAN AKHIR
LAPORAN INI.

Bogor, Juni 2011

Surya Gentha Akmal


J3H108069
ABSTRAK

SURYA GENTHA AKMAL. Pembenihan dan Pembesaran Ikan Kakap Putih


(Lates calcarifer) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut, Lampung.
Dibimbing oleh WIDA LESMANAWATI.

BBPBL Lampung memiliki 50 ekor induk. Induk kakap putih dipelihara di


bak Fiber dengan volume 12 m3. Pemijahan induk kakap putih berlangsung secara
alami dengan manipulasi lingkungan, biasanya terjadi pada pukul 21.00 WIB.
Pergantian air pada bak induk kakap putih sebanyak 100 - 200 % setiap harinya
dengan sistem air mengalir selama 24 jam. Pakan alami yang digunakan dalam
pembenihan ikan kakap putih di BBPBL Lampung adalah Nannochloropsis sp,
rotifer (Brachionus sp), dan naupli artemia. Pemberian pakan pada kegiatan
pembesaran menggunakan pelet Megami, dengan kandungan protein 43%.
Tingkat kelangsungan hidup larva (survival rate) sebesar 39,9 %, dan 90% untuk
benih yang akan dibudidayakan. Ukuran panen untuk pembenihan adalah 4 cm
dengan harga Rp 900 cm, sedangkan ukuran panen untuk pembesaran adalah 1 kg
dengan harga per kilogram Rp 40.000. Hal yang perlu diperhatikan pada kegiatan
pasca panen meliputi media air, kuantitas benih dalam kantong plastik,
perbandingan air dengan oksigen yang dikaitkan dengan waktu pengangkutan dan
teknik transportasi.
Usaha pembenihan ikan kakap putih di Balai Besar Pengembangan
Budidaya Laut, Lampung menghasilkan benih berukuran 4 cm dengan harga jual
ikan kakap putih Rp 900 / cm. Pendapatan per Tahun (6 Siklus) Rp 274.066.200
dengan keuntungan Rp 102.604.950, R/C ratio 1,4, dan PP 5,9 tahun. Usaha
pembesaran menghasilkan ikan berukuran 1 kg dengan harga jual Rp 40.000 / kg.
Pendapatan satu siklus Rp 1.836.000.000 dengan keuntungan Rp 825.993.300,
R/C ratio 1.22, dan PP 1,02 tahun.

Kata Kunci :Kakap putih, pemijahan, panen


RINGKASAN

SURYA GENTHA AKMAL. Pembenihan dan Pembesaran Ikan Kakap Putih


(Lates calcarifer) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut, Lampung.
Dibimbing oleh WIDA LESMANAWATI.

Ikan kakap putih (Lates calcarifer) adalah salah satu ikan ekonomis penting
yang berpotensi untuk dibudidayakan dikarenakan pertumbuhannya relatif cepat,
mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan budidaya dan mempunyai pangsa
pasar yang cukup besar baik untuk kebutuhan domestik ataupun ekspor. Kegiatan
Praktik Kerja Lapang (PKL) Pembenihan dan Pembesaran Ikan Kakap Putih
(Lates calcarifer) dilaksanakan pada tanggal 1 Maret – 28 Mei 2011. Lokasi yang
dipilih adalah Balai Besar Pengembangan Budidaya laut, Lampung, yang
beralamat di jalan Yos Sudarso, Desa hanura, kec. Padang Cermin, Pasewaran,
Lampung. Tujuan PKL ini adalah mendapatkan pengetahuan dan keterampilan
dalam segi teknologi budidaya, fasilitas, manajemen budidaya dan keuangan
dalam kegiatan budidaya ikan. Metode kerja dengan melaksanakan dan mengikuti
kegiatan pembenihan dan pembesaran secara langsung, melakukan pengamatan
dan mencatat semua fasilitas yang digunakan, wawancara dengan pihak terkait
dan studi literatur.
Fasilitas utama pembenihan adalah wadah pemeliharaan induk, wadah
pemeliharaan larva, wadah pemeliharaan benih, bak kultur fitoplankton, bak
kultur zooplankton, sistem tata air, dan sistem aerasi. Fasilitas pendukung yang
digunakan adalah energi listrik yang bersumber dari PLN dan bangunan yang
meliputi kantor divisi pembenihan, laboratorium pakan hidup, laboratorium
kesling dan kesehatan ikan, bangsal pembuatan pakan, dan gudang pakan.
Induk ikan kakap putih yang digunakan dalam kegiatan pembenihan di
Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung berjumlah 50 ekor, yang
berasal dari hasil penangkapan dan dari hasil pembesaran benih. Kegiatan
persiapan wadah pemeliharaan induk meliputi penyurutan air, penyiraman kaporit,
pembersihan dasar dan dinding wadah dari lumut, pembilasan dan pengeringan
serta pengisian air. Pakan yang biasa diberikan pada induk kakap putih berupa
ikan rucah dari jenis ikan kuniran dan cumi-cumi secara at satiation. Selain itu,
induk diberi multivitamin dan Nature E setiap seminggu sekali dengan dosis 30
mg/kg ikan. Pergantian air dilakukan setiap harinya dengan sistem air mengalir
selama 24 jam. Sampling kematangan gonad pada induk betina dengan cara
kanulasi, sedangkan pada jantan dilakukan dengan pengurutan (striping) pada
bagian bawah perut. Sex ratio untuk pemijahan ikan kakap adalah 1 : 1 dengan
bobot induk jantan umumnya berkisar antara 2,5 – 4 kg dan bobot induk betina
3,5 kg. Pemijahan ikan kakap putih di BBPBL Lampung dilakukan secara alami.
Pada proses pemijahan dilakukan manipulasi lingkungan yaitu kondisi pasang
surut dan temperatur. Pemijahan berlangsung selama 3 – 5 hari. Ikan akan
memijah pada malam hari sekitar pukul 19.00 WIB – 22.00 WIB,
Penetasan telur dilakukan di wadah penetasan, dilengkapi dengan aerasi dan
air mengalir yang berfungsi agar telur teraduk sehingga tidak saling menempel.
Penetasan telur ikan kakap putih membutuhkan waktu 14 – 17 jam dari
pembuahan dengan FR 87,4 %. Pemeliharaan larva dilakukan di bak semen
persegi panjang dengan volume 9 m3. Pesiapan bak meliputi kegiatan
pembersihan bak, pemberian kaporit 100 ppm, pembilasan dan pengeringan lalu
pengisian air. Jumlah larva yang ditebar sebanyak 63.300 ekor/bak. Pemeliharaan
larva dimulai setelah telur menetas hingga larva berumur 30 hari. Alga
(Nanocloropsis sp) dan Rotifera diberikan pada larva setelah berumur 2 – 3 hari
sampai larva berumur 15 hari, Artemia diberikan mulai berumur 8 – 10 hari
sampai 20 hari dan sampai dengan umur 30 hari, larva diberikan pakan love larva.
Pergantian air dilakukan setiap hari. Grading dilakukan 5 – 6 hari sekali untuk
menghindari sifat kanibalisme.
Setelah dipanen, ikan dihitung satu persatu dan dimasukkan kedalam
kantong packing sambil dilakukan perhitungan jumlah ikan untuk mengetahui
nilai kelangsungan hidup (SR). Nilai rata-rata SR yang didapat selama melakukan
PKL adalah sebesar 39,9 %. Pengepakan dilakukan pada sore hari, menggunakan
kantong plastik yang diisi air dan oksigen dengan perbandingan 1:2 dan benih
sebanyak 1500 ekor/kantong. Ikan yang telah di packing selanjutnya
didistribusikan dengan menggunakan mobil. Daerah pengiriman ikan mencakup
Batam, Bali, Lampung dan sekitarnya. benih yang dipanen dengan standar
panjang 1,5 – 2 cm dijual dengan harga Rp 400,-/ekor dan ukuran 4 – 7 cm (sesuai
dengan permintaan) dijual dengan harga Rp. 900,-/ekor
Fasilitas utama pembesaran adalah karamba jaring apung (KJA), jaring
pemeliharaan, pelampung konstruksi, pemberat jaring, dan jangkar konstruksi.
Fasilitas pendukung yang digunakan berupa fasilitas air tawar, listrik dan
bangunan. Bangunan yang digunakan untuk mendukung kegiatan budidaya pada
balai ini adalah kantor divisi budidaya, laboratorium kesling dan kesehatan ikan,
bangsal pembuatan pakan, dan gudang pakan.
Tahapan kegiatan pembesaran meliputi persiapan wadah, penebaran benih,
pemberian pakan, pencegahan hama dan penyakit, pengelolaan kualitas air,
sampling, pemanenan, pengepakan dan transportasi. Persiapan wadah dilakukan
dengan mencuci dan membersihkan jaring pemeliharaan, kemudian dijemur
sampai kering dan disusun sesuai dengan ukuran. Tahapan pergantian jaring
diawali dengan kegiatan pengecekan kondisi jaring baik dari segi fisik ataupun
kebersihan jaring. Jaring dipasang dan ditempeli pemberat pada keempat sisi
jaring pemeliharaan.
Penebaran benih biasanya dilakukan pada pagi atau sore hari. Benih yang
ditebar berukuran 4 cm sebanyak 51.000 ekor. Benih-benih tersebut dipelihara
secara intensif selama 2 bulan hingga mencapai ukuran 50 gram. Setelah benih
mencapai ukuran tersebut kemudian ditransfer ke unit-unit lain, lalu di pelihara
hingga mencapai ukuran 500 gram sampai 1 kg. Ikan kakap putih diberi pakan
100% pakan buatan berupa pellet. Merk pakan pellet yang digunakan yaitu
Megami yang diproduksi oleh PT. Matahari Sakti.
Jenis hama yang menyerang adalah ikan predator yang merusak sarana
budidaya (barracuda), upaya yang dilakukan adalah pengontrolan secara rutin.
Lalu burung-burung pemangsa ikan (raja udang, blekok, dan elang laut) upaya
yang dilakukan untuk mencegahnya adalah pemasangan cover disetiap unit wadah
budidaya. Sedangkan hama kompetitor yang ditemukan adalah kepiting bakau dan
benih-benih ikan liar yang menjadi pesaing dalam pakan. Upaya yang dilakukan
adalah diambil dengan serokan dan dimusnahkan. Pencegahan penyakit dilakukan
dengan perendaman menggunakan air tawar, sebanyak 2 minggu sekali.
Panen yang dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut
Lampung berukuran antara 300 gr – 400 gr, 400 gr – 700 gr, 700 gr – 1kg.
Packing yang dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut, Lampung,
yaitu dengan menggunakan box staerofoam berukuran 0,8 x 0,5 x 0,5 m dengan
kapasitas 30 – 38 kg ikan dan jumlah es sebanyak 8 – 10 kg. Transportasi yang
digunakan yaitu mobil dengan cakupan pengiriman Batam, Bali, Lampung dan
sekitarnya. Untuk pengiriman ikan dalam kondisi hidup, ikan dimasukkan ke
dalam palka kapal yang telah berisi air dan es dengan suhu 22 0 C serta diberi
aerasi.
Usaha pembenihan ikan kakap putih di Balai Besar Pengembangan
Budidaya Laut, Lampung menghasilkan benih berukuran 4 cm dengan harga jual
ikan kakap putih Rp 900 / cm. Biaya yang dikeluarkan dalam pembenihan ikan
kakap putih yaitu biaya investasi sebesar Rp 328.150.000, biaya tetap Rp
108.281.250 dan biaya variabel Rp 63.180.000. Pendapatan per Tahun (6 Siklus)
Rp 274.066.200 dengan keuntungan Rp 102.604.950, R/C ratio 1,6, BEP unit
156.362,8 ekor, BEP rupiah Rp 140.625.000, HPP Rp 563 dan PP 0,8 tahun.
Usaha pembesaran menghasilkan ikan berukuran 1 kg dengan harga jual Rp
40.000 / kg. Biaya yang dikeluarkan dalam pembenihan ikan kakap putih yaitu
biaya investasi sebesar Rp 564.475.000, biaya tetap Rp 433.408.750 dan biaya
variabel Rp 1.010.006.700. Pendapatan satu siklus Rp 1.836.000.000 dengan
keuntungan Rp 825.993.300, R/C ratio 1.22, BEP unit 24.084,3 ekor, BEP rupiah
Rp 963.130.555, HPP Rp 31.446,7 dan PP 1,02 tahun.
PEMBENIHAN DAN PEMBESARAN IKAN KAKAP PUTIH
(Lates calcarifer) DI BALAI BESAR PENGEMBANGAN
BUDIDAYA LAUT, LAMPUNG

SURYA GENTHA AKMAL

Laporan Praktik Kerja Lapangan


Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar A.Md
Pada
Program Keahlian
Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya

PROGRAM KEAHLIAN
TEKNOLOGI PRODUKSI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Pembenihan dan Pembesaran Ikan Kakap Putih (Lates


calcalrifer) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut,
Lampung.
Nama : Surya Gentha Akmal
NIM : J3H108069
Program Keahlian : Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Wida Lesmanawati S.Pi


NIDN. 04 240284 01

Mengetahui,
Direktur Program Diploma Koordinator Program Keahlian

Prof. Dr. Ir M. Zairin Junior, M.Sc Ir. Irzal Effendi, M.Si.


NIP. 19590218 198601 1 001 NIP. 19640330 198903 1 003

Tanggal Lulus :
i

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkah, rahmat,
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja
Lapangan (PKL) yang diberi judul Pembenihan dan Pembesaran Ikan Kakap Putih
(Lates calcarifer) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL)
Lampung, tepat pada waktunya. PKL merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi di Program Keahlian Teknologi Produksi dan Manajemen
Perikanan Budidaya, Program Diploma, Institut Pertanian Bogor.
Laporan PKL ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dan dorongan dari
semua pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
kedua orang tua dan saudara perempuan yang selalu memberikan do’a, dukungan,
dan kasih sayang serta bantuan secara moril maupun materil selama ini; Bapak Ir.
Irzal Effendi, M.Si selaku Koordinator Program Keahlian Teknologi Produksi dan
Manajemen Perikanan Budidaya; Ibu Wida Lesmanawati, S.Pi selaku Dosen
Pembimbing, yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan Laporan PKL
ini; Bapak Drs. Philipus Hartono dan Bapak Amran, S.St.Pi selaku pembimbing
lapangan yang telah mengarahkan penulis selama PKL; Keluarga Bapak Ir. Yon
Vitner, M.Si yang telah mencurahkan perhatian, semangat dan kasih sayangnya
kepada penulis, serta Anugrah Fotocopy (Jeje, Bapake, dan Mamake) yang telah
memberikan semangat dan motivasi kepada penulis. Terima kasih pula penulis
sampaikan kepada Pimpinan dan Staff Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut
Lampung, yang telah memberikan izin dan kesempatan untuk melakukan kegiatan
PKL.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan
Laporan Praktik Kerja Lapangan ini. Semoga dengan adanya laporan ini dapat
bermanfaat bagi Penulis khususnya dan pembaca umumnya.

Bogor, Juli 2011


Penulis,

Surya Gentha Akmal


ii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Batu Payung, Sumatera Barat pada


tanggal 27 Januari 1990. Penulis merupakan anak pertama dari
dua bersaudara dari pasangan Bapak Drs. Akmal dan Ibu
Desnita. Pendidikan formal penulis dimulai dari Pendidikan
Taman Kanak-kanak di TK Pertiwi (1996-1997), pendidikan
Sekolah Dasar di SD Negeri 32 Limbukan (1997-2002),
pendidikan Sekolah Lanjut Tingkat Pertama di SLTP Negeri 9 Payakumbuh
(2002-2005). Kemudian penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas
di SMA Negeri 1 Payakumbuh (2005-2008), penulis lulus dari pendidikan SMA
Negeri 1 Payakumbuh pada tahun 2008 dan pada tahun yang sama penulis
diterima sebagai mahasiswa Diploma 3 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi
Masuk IPB) di Program Keahlian Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan
Budidaya, Program Diploma, Institut Pertanian Bogor.
Selama masa pendidikan penulis aktif dalam organisasi, kepanitian dan
kegiatan seminar yang terkait dengan pengembangan diri. Penulis menjadi wakil
ketua I OSIS SLTP Negeri 9 Payakumbuh (2002-2003), ketua umum OSIS SLTP
Negeri 9 Payakumbuh (2003-2004), anggota seksi 7 OSIS SMA Negeri 1
Payakumbuh yang bertanggung jawab pada Kesegaran Jasmani dan Daya Kreasi
(2005-2006). Penulis juga menjadi anggota Karya Ilmiah Remaja SMA Negeri 1
Payakumbuh (2005-2008). Pada tingkat universitas penulis merupakan anggota
Komisi Disiplin Mahasiswa Baru Diploma 3 IPB (2010), selain itu penulis juga
mengikuti seminar Young Entreprenuer yang diselenggarakan oleh BEM-J IPB
(2010), dan juga menjadi peserta dalam acara Management Of Change
(Menembus Batas Dunia Kerja) yang diselenggarakan oleh Dept. PSDM BEM-J
IPB (2008). Penulis juga pernah menjadi peserta dalam Pengembangan Mental
Atlit dan Pelatih yang diselenggarakan oleh KONI Kota Bogor (2009), dan pernah
menjadi pelatih Team Karate IPB untuk menghadapi Turnamen Pahrayangan Cup
(2010). Penulis juga pernah menjadi manager pertandingan IPB Karate Cup III
(2011), serta menjadi anggota organisasi kedaerahan IKMP, KMM dan IPMM
(2008-2011).
iii

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ x
I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................... 3
1.3 Waktu dan Tempat ................................................................................. 3
1.4 Metode Kerja ......................................................................................... 3
II. KEADAAN UMUM ..................................................................................... 5
2.1 Sejarah Singkat ...................................................................................... 5
2.2 Lokasi dan Tata Letak ............................................................................ 6
2.3 Organisasi Balai, Sumber Daya Manusia (SDM), dan Strategi ............... 6
III. INFRASTUKTUR DAN SARANA PRODUKSI ...................................... 9
3.1 Infrastruktur dan Sarana Pembenihan ..................................................... 9
3.1.1 Fasilitas Utama ................................................................................... 9
3.1.1.1 Wadah Pemeliharaan dan Pemijahan Induk ................................. 9
3.1.1.2 Wadah Pemeliharaan Larva ......................................................... 9
3.1.1.3 Wadah Pemeliharaan Benih (Pendederan Benih) ....................... 10
3.1.1.4 Bak Kultur Fitoplankton ............................................................ 10
3.1.1.5 Bak Kultur Zooplankton ............................................................ 11
3.1.2 Sistem Tata Air ................................................................................ 11
3.1.2.1 Penyedian Air Laut ................................................................... 11
3.1.2.2 Penyedian Air Tawar ................................................................. 12
3.1.2.3 Sistem Pengaerasian .................................................................. 12
3.1.3 Fasilitas Pendukung.......................................................................... 13
3.1.3.1 Energi Listrik ............................................................................ 13
3.1.3.2 Bangunan .................................................................................. 14
3.2 Infrastruktur dan Sarana Pembesaran ................................................... 16
3.2.1 Fasilitas Utama ................................................................................. 16
iv

3.2.1.1 Karamba Jaring Apung .............................................................. 16


3.2.1.2 Jaring Pemeliharaan .................................................................. 17
3.2.1.3 Pelampung Konstruksi .............................................................. 18
3.2.1.4 Pemberat Jaring ......................................................................... 18
3.2.1.5 Jangkar Konstruksi .................................................................... 18
3.2.2 Sistem Tata Air ................................................................................ 19
3.2.3 Fasilitas Pendukung.......................................................................... 19
IV. KEGIATAN PEMBENIHAN .................................................................. 20
4.1 Penyedian Induk .................................................................................. 20
4.1.1 Penyedian Induk Kakap Putih dari Alam .......................................... 20
4.1.2 Penyedian Induk Kakap Putih dari Hasil Pemeliharaan ..................... 21
4.1.3 Persiapan Wadah Pemeliharaan Induk .............................................. 21
4.1.4 Pengelolaan Kualitas Air .................................................................. 22
4.1.5 Pemberian Pakan .............................................................................. 22
4.2 Seleksi Induk ....................................................................................... 23
4.3 Pemijahan ............................................................................................ 24
4.4 Penetasan Telur ................................................................................... 25
4.5 Pemeliharaan Larva ............................................................................. 27
4.5.1 Persiapan Bak Pemeliharaan ............................................................. 27
4.5.2 Padat Penebaran ............................................................................... 28
4.5.3 Pemberian Pakan .............................................................................. 28
4.5.4 Pengelolaan Kualitas Air .................................................................. 29
4.5.5 Sampling Pertumbuhan dan Populasi ................................................ 30
4.6 Pemanenan .......................................................................................... 31
4.7 Pengepakan dan Transportasi Ikan ....................................................... 32
4.8 Kultur Pakan Alami ............................................................................. 33
V. KEGIATAN PEMBESARAN .................................................................... 37
5.1 Kegiatan Pembesaran ........................................................................... 37
5.1.1 Persiapan Wadah Budidaya / Jaring .................................................. 37
5.1.2 Penebaran Benih .............................................................................. 38
5.1.2 Pemberian Pakan .............................................................................. 39
5.1.2.1 Jenis pakan ................................................................................ 39
v

5.1.2.2 Feeding Methode....................................................................... 40


5.1.2.3 Feeding Frequency .................................................................... 41
5.1.3 Penyimpanan Pakan ......................................................................... 41
5.1.4 Pencegahan Hama dan Penyakit ....................................................... 42
5.1.5 Pengelolaan Kualitas Air .................................................................. 43
5.1.6 Sampling Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup ............................ 44
5.2 Pemanenan .......................................................................................... 44
5.3 Pengepakan dan Transportasi ............................................................... 45
VI. ANALISIS USAHA ................................................................................ 46
6.1 Analisis Usaha Pembenihan ................................................................. 46
6.1.1 Investasi ........................................................................................... 46
6.1.2 Biaya Tetap ...................................................................................... 48
6.1.3 Biaya Variabel ................................................................................. 48
6.1.4 Biaya Total Produksi ........................................................................ 49
6.1.5 Penerimaan ...................................................................................... 49
6.1.6 Keuntungan (Analisis laba/rugi) ....................................................... 49
6.1.6 Perimbangan Penerimaan (R/C Ratio) .............................................. 50
6.1.7 Analisis Titik Impas Usaha (Break Event Point) ............................... 50
6.1.8 Harga Pokok Produksi (HPP) ........................................................... 51
6.1.9 Payback Periode (PP) ...................................................................... 51
6.2 Analisis Usaha Pembesaran ................................................................. 52
6.2.1 Investasi ........................................................................................... 52
6.2.2 Biaya Tetap ...................................................................................... 53
6.2.3 Biaya Variabel ................................................................................. 53
6.2.4 Biaya Total Produksi ........................................................................ 54
6.2.5 Penerimaan atau Pendapatan ............................................................ 54
6.2.6 Keuntungan (Analisis laba/rugi) ....................................................... 55
6.2.7 Perimbangan Penerimaan (R/C Ratio) .............................................. 55
6.2.8 Analisis Titik Impas Usaha (Break Event Point) ............................... 55
6.2.9 Harga Pokok Produksi ...................................................................... 56
6.2.10 Payback Period (PP)..................................................................... 56
VII. PENUTUP .............................................................................................. 57
vi

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 58


LAMPIRAN ...................................................................................................... 59
vii

DAFTAR TABEL

1. Spesifikasi jaring dan padat penebaran menurut ukuran ikan kakap putih ..... 17
2. Perkembangan telur ikan kakap putih di BBPBL Lampung .......................... 27
3. Nilai SR ikan kakap putih di BBPBL Lampung ............................................ 32
4. Komposisi pupuk untuk bak berkapasitas 1 m3 ............................................. 34
5. Komposisi pupuk untuk bak fiber berkapasitas >1 m3................................... 34
6. Analisa kualitas pakan ikan kakap putih ....................................................... 39
7. Data kualitas air kakap putih ........................................................................ 43
8. Data sampling ikan kakap putih.................................................................... 44
9. Biaya investasi pembenihan ikan kakap putih di BBPBL Lampung .............. 46
10. Biaya penyusutan pembenihan ikan kakap putih ........................................... 47
11. Biaya tetap pembenihan ikan kakap putih di BBPBL Lampung .................... 48
12. Biaya variabel pembenihan ikan kakap putih di BBPBL Lampung ............... 48
13. Biaya investasi pembesaran ikan kakap putih di BBPBL Lampung .............. 52
14. Biaya penyusutan pembesaran ikan kakap putih ........................................... 53
15. Biaya tetap pembesaran ikan kakap putih di BBPBL Lampung .................... 53
16. Biaya variabel pembesaran ikan kakap putih ................................................ 54
viii

DAFTAR GAMBAR

1. Struktur Organisasi BBPBL Lampung ............................................................ 7


2. Wadah pemeliharaan induk ............................................................................ 9
3. Bak beton pemeliharaan larva ...................................................................... 10
4. Bak beton pemeliharaan benih...................................................................... 10
5. Bak Kultur fithoplankton.............................................................................. 11
6. Bak kultur zooplankton ................................................................................ 11
8. Tandon penampungan air tawar.................................................................... 12
7. Penyedian air laut ......................................................................................... 12
9. Blower ......................................................................................................... 13
10. Genset .......................................................................................................... 13
11. Laboratorim kesehatan ikan dan lingkungan ................................................. 14
13. Laboratorium nutrisi..................................................................................... 15
14. Perpustakaan ................................................................................................ 15
12. Laboratorium pakan hidup ........................................................................... 15
16. Ruang pertemuan ......................................................................................... 16
15. Asrama......................................................................................................... 16
17. Karamba Jaring Apung ................................................................................. 17
18. Pelampung ................................................................................................... 18
19. Pemberat ...................................................................................................... 18
20. Wadah penampungan air tawar pembesaran ................................................. 19
21. Persiapan wadah........................................................................................... 21
22. Pengelolaan kualitas air ................................................................................ 22
23. Pakan induk ................................................................................................. 23
24. Seleksi induk ................................................................................................ 24
25. Eeg colector ................................................................................................. 25
26. Wadah penetasan telur ................................................................................. 25
27. Penghitungan Telur ...................................................................................... 26
28. Penyikatan bak ............................................................................................. 28
29. Skema pemberian pakan larva ...................................................................... 29
30. Sampling benih ikan kakap putih.................................................................. 31
ix

31. Tahapan packing .......................................................................................... 33


32. Pemberian pupuk ......................................................................................... 34
33. Pemanenan rotifera ...................................................................................... 35
34. Konikel tank ................................................................................................ 36
35. Persiapan jaring ............................................................................................ 38
36. Pakan pelet ikan kakap putih ........................................................................ 40
37. Pemberian pakan ikan kakap putih ............................................................... 41
38. Gudang penyimpanan pakan ........................................................................ 42
39. Perendaman ikan kakap putih dengan air tawar ............................................ 43
x

DAFTAR LAMPIRAN

1. Peta lokasi balai besar pengembangan budidaya laut, Lampung ..................... 60


2. Jumlah induk kakap putih tahun pengadaan 2008 di BBPBL Lampung .......... 61
3. Jumlah induk kakap putih tahun pengadaan 2009 di BBPBL Lampung .......... 62
4. Perkembangan telur ikan kakap putih ............................................................. 63
1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Budidaya laut merupakan salah satu teknik pemanfaatan kawasan pantai dan
laut untuk memproduksi berbagai komoditas perikanan secara berkelanjutan,
bahkan menjadi harapan pertumbuhan ekonomi di masa mendatang. Menurut
data statistik perikanan budidaya Indonesia tahun 2002 jumlah lahan usaha
budidaya laut di Indonesia mencapai 190.299 Ha dengan total produksi sebesar
234.859 ton (DKP, 2004). Dari sekian banyak ikan ekonomis penting yang
dibudidayakan, ikan kakap putih (Lates calcarifer) adalah salah satu ikan
ekonomis penting yang berpotensi untuk dibudidayakan dikarenakan
pertumbuhannya relatif cepat, mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan
budidaya, dan mempunyai pangsa pasar yang cukup besar baik untuk kebutuhan
domestik ataupun ekspor. Sebagaimana diketahui, budidaya merupakan cara yang
paling rasional dalam pemanfaatan sumberdaya alam hayati.
Dalam usaha budidaya ikan kakap putih, ketersediaan benih yang tepat baik
dalam jumlah maupun waktu serta kualitas menjadi faktor utama untuk menjamin
kelangsungan usaha. Oleh karena itu untuk memecahkan masalah keterbatasan
suplai benih ikan kakap, produksi benih ditingkatkan melalui usaha pembenihan
yang intensif.
Saat ini pembenihan ikan kakap putih telah dilakukan oleh beberapa Balai
Benih Ikan di Indonesia yang dirintis pada tahun 1988. Walaupun masih tergolong
baru dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand yakni pada
tahun 1982 dan 1977, tetapi beberapa Balai Benih Ikan di Indonesia telah
dinyatakan berhasil dalam usaha pembenihan ikan kakap putih. Serangkaian
penelitian juga telah dilakukan selama beberapa tahun. Pada tahun 1991 Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perikanan (Puslitbang Perikanan) berkerja sama
dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) telah berhasil menyusun
laporan teknis pembenihan ikan Kakap Putih (Kordi, 1997).
Keberhasilan budidaya ikan kakap putih di tambak maupun karamba jaring
apung memberi dampak peningkatan permintaan telur dan benih berukuran 1,5-
2,5 cm sampai dengan ukuran 5-7 cm. Dalam usaha budidaya ikan kakap putih
2

salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan adalah tersedianya telur
dan benih yang berkualitas dan kuantitasnya cukup.
Saat ini, ikan kakap telah menjadi salah satu produk utama perikanan karena
permintaannya di pasar internasional yang relatif lebih tinggi. Negara pengimpor
utama ikan kakap putih meliputi Italia, Spanyol, dan Perancis. Pada tahun 2005,
impor kakap Italia sekitar 8.416 ton, impor Spanyol 4.080 ton dan impor Perancis
sekitar 1.797 ton. Sementara itu, pada tahun 2006 impor Italia mengalami
penurunan menjadi 7.412 ton, impor Perancis sebesar 1.876 ton, dan impor
Spanyol sekitar 3.787 ton. Harga ikan kakap dipasar Eropa sekitar 3,75 €/kg,
kemudian mengalami peningkatan menjadi 4,42 €/kg pada tahun 2006 dengan
ukuran sekitar 300-450 gram. Selain Italia, Spanyol, dan Perancis, Amerika
Serikat juga melakukan impor kakap dalam bentuk segar dan beku. Impor ikan
kakap Amerika Serikat pada tahun 2003 sekitar 16.501 ton, 2004 sekitar 16.081
ton, tahun 2005 sekitar 18.572 ton, tahun 2006 sekitar 17.745 ton, dan tahun 2007
sekitar 19.091 ton (Anonim, 2009).
Produksi ikan kakap putih di Indonesia sebagian besar merupakan hasil
penangkapan dari laut lepas, dan masih sedikit yang diperoleh dari hasil budidaya.
Dalam hal memenuhi permintaan pasar, ikan kakap putih tidak harus diperoleh
dari hasil tangkapan saja. Oleh karena itu, diperlukan suatu usaha penyediaan
stok yang mampu memenuhi pasar dan efisien dalam proses produksinya.selain
itu produksi ikan kakap harus memenuhi standarisasi kualitas dan kuantitas
melalui kegiatan budidaya, terutama dalam hal pembesaran.
Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung sebagai salah satu
penghasil telur dan benih kakap putih mempunyai peran dalam pengembangan
teknologi pembenihan dan penyebaran informasi budidaya kakap putih. Selain itu,
BBPBL Lampung juga sebagai sentra produksi telur dan benih kakap putih yang
berkualitas dan kuantitasnya berkesinambungan.
3

1.2 Tujuan
Pelaksanaan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini memiliki tujuan
sebagai berikut :
1. Mengikuti dan melakukan kegiatan pembenihan dan pembesaran ikan kakap
putih (Lates calcarifer) secara langsung di tempat PKL.
2. Menambah pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan mengenai kegiatan
pembenihan dan pembesaran ikan kakap putih (Lates calcarifer) di tempat
PKL.
3. Mengetahui permasalahan dan solusi dalam kegiatan pembenihan dan
pembesaran ikan kakap putih (Lates calcarifer) di tempat PKL.
4. Menerapkan ilmu yang didapat sewaktu kuliah dalam kegiatan budidaya ikan
kakap putih (Lates calcarifer) di tempat PKL.
5. Melakukan pencatatan dan pelaporan selama kegiatan PKL.

1.3 Waktu dan Tempat


Kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) pembenihan dan pembesaran ikan
kakap putih (Lates calcarifer) dilaksanakan mulai tanggal 1 Maret sampai 28 Mei
2011. Lokasi yang dipilih adalah Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut,
Lampung, yang beralamat di Jalan Yos Sudarso, Desa Hanura, Kec. Padang
Cermin, Pasewaran, Lampung.

1.4 Metode Kerja


Pelaksanaan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini dilakukan dengan
beberapa metode, yaitu mengikuti dan melaksanakan secara langsung kegiatan
pembenihan dan pembesaran ikan kakap putih (Lates calcarifer), yang meliputi
kegiatan pemeliharaan dan pemijahan induk, penetasan telur, pemeliharaan larva
dan benih, kultur pakan alami, penebaran dan pemeliharaan benih, pemberian
pakan, pengelolaan kualitas air, pencegahan dan pengobatan penyakit serta panen
dan pengangkutan hasil panen. Melakukan pengamatan dan observasi terhadap
fasilitas yang digunakan selama kegiatan pembenihan dan pembesaran
berlangsung, yang dikelompokkan menjadi fasilitas utama, fasilitas pendukung,
dan fasilitas pelengkap. Melakukan wawancara dengan seluruh pihak di Balai
4

Besar Pengembangan Budidaya Laut, Lampung, untuk mendapatkan penjelasan


secara detil mengenai aspek-aspek usaha pembenihan dan pembesaran yang
meliputi pemasaran, pengadaan sarana produksi, serta analisis usaha, dan
melakukan pencatatan serta pelaporan selama kegiatan PKL.
5

II. KEADAAN UMUM

2.1 Sejarah Singkat


Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung merupakan
Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya,
Departemen Kelautan dan Perikanan. BBPBL Lampung didirikan sejak tahun
1982 melalui proyek Pengembangan Budidaya Laut, yang didasarkan kepada
adanya Keputusan Presiden RI No. 23 Tahun 1982 tentang Pengembangan
Budidaya Laut Indonesia, yang dimaksudkan agar pengembangan budidaya laut
dapat meningkatkan penghasilan nelayan/petani ikan, pencukupan gizi dan
perluasan kesempatan kerja. Pelaksanaan pengembangan proyek tersebut tertuang
dalam Surat Keputusan Mentan No.347/Kpts/Um/82 tanggal 18 Juli 1982 yang
isinya antara lain tentang penetapan lokasi budidaya, teknik budidaya dan izin
usaha, serta pengantar Direktorat Jenderal Perikanan No. 1K-210/04.5055/82 yang
menetapkan BBL Lampung sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di
bidang perikanan.
Pada awalnya BBL memperoleh bantuan teknis dari FAO/UNDP melalui
Seafarming Development Project INS/81/008 selama 6 tahun (1983-1989).
Hingga tahun 1985/1986, UPT ini berstatus Proyek, yaitu Proyek Pelaksana
Teknis Budidaya Laut. Melalui surat No. Kp 210/452/211/85 tanggal 24
September 1985 diusulkan ke Departemen Pertanian untuk menjadi Balai.
Kemudian dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Pertanian No.
347/Kpts/OT.201/8/1986 tanggal 5 Agustus 1986 dan Surat Keputusan Menteri
Pertanian No. 347/Kpts/OT.210/5/1994 tanggal 6 Mei 1994 keberadaan Balai
Budidaya Lampung sudah diakui. Kemudian disempurnakan kembali dengan
Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP.26 F/MEN/2001.
Sejak 1 Januari 2006 Balai Buidaya Laut berubah menjadi Balai Besar
Pengembangan Budidaya Laut berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor PER.07/MEN/2006.
6

2.2 Lokasi dan Tata Letak


Secara geografis Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL)
Lampung terletak di posisi 1050 12’45”–1050 13’00’’ Bujur timur dan 50 31’30’’–
50 33’36’’ Lintang Selatan, tepatnya di kawasan Teluk Hurun, Desa Hanura,
Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Lampung Selatan. Balai tersebut dibangun
di atas lahan seluas 5,9 Ha. Adapun batas-batas sebagai berikut sebelah utara
berbatasan dengan hutan mangrove, sebelah timur berbatasan dengan Laut Teluk
Hurun, sebelah barat berbatasan dengan Desa Hanura dan sebelah selatan
berbatasan dengan Teluk Hurun. Balai tersebut berjarak 1,5 km dari Desa Hanura,
28 km dari Kecamatan Padang Cermin, 13 km dari Kotamadya Bandar Lampung
dan 78 km dari Ibukota Lampung Selatan (Kalianda). Peta Lokasi dapat dilihat
pada Lampiran 1.
Teluk Hurun merupakan sebuah teluk kecil dengan luas perairan sekitar 1,5
km dengan panjang 1,5 km2 dan lebar 1 km. Dasar perairan teluk bagian barat
2

daya dan bagian selatan umumnya landai dengan kedalaman kurang dari 5 m,
sedangkan dasar perairan sekitar mulut teluk atau bagian tenggara cukup dalam
yaitu 10-15 m. Teluk Hurun beriklim tropis basah dengan angin laut yang
berhembus dari Samudera Indonesia. Sepanjang tahun angin laut bertiup sedang
dengan kecepatan angin rata-rata 70 km/jam. Musim hujan berlangsung antara
bulan Desember hingga Maret, musim kemarau terjadi pada bulan Juni hingga
September, dan musim peralihan terjadi antara bulan April dan Mei kemudian
bulan Oktober dan November. Jumlah curah hujan per tahun di kawasan Teluk
Hurun berkisar antara 2100-2600 mm.

2.3 Organisasi Balai, Sumber Daya Manusia (SDM), dan Strategi


Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor:
07/MEN/2006 struktur organisasi BBPBL terdiri dari Kepala Balai, Bagian Tata
Usaha, Bidang Standarisasi dan Informasi, Bidang Pelayanan Teknik serta
Kelompok Jabatan Fungsional. Kelompok Jabatan Fungsional yang ada di
BBPBL Lampung yaitu Perekayasa/Litkayasa, Pengawas Benih, Pengawas
Budidaya dan Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Struktur organisasi BBPBL
Lampung dapat dilihat pada Gambar 1.
7

KEPALA BALAI BESAR


PENGEMBANGAN
BUDIDAYALAUT LAMPUNG

Bagian Tata Usaha

Subbagian Subbagian
Keuangan Umum

Bidang Bidang
Standarisasi dan Informasi Pelayanan Teknik

Seksi Seksi Seksi Sarana Seksi sarana


Standarisasi Informasi Laboratorium Lapang

Kelompok Jabatan Fungsional


(Perekayasa/Litkayasa/Pengawas/PHPI/Analisis
Kepeg./Pranata Humas/Pustakawan

Gambar 1. Struktur Organisasi BBPBL Lampung

Adapun uraian tugas masing-masing bagian dalam struktur organisasi


BBPBL Lampung adalah sebagai berikut:
1. Bagian Tata Usaha
Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana,
program dan anggaran, pengelolaan administrasi keuangan dan jabatan
fungsional, persuratan, barang kekayaan milik negara dan rumah tangga.
2. Bidang Standarisasi dan Informasi
Bidang Standarisasi dan Informasi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan
8

dan standar teknik, alat dan mesin pembenihan, pembudidayaan, pengendalian


hama dan penyakit ikan laut, pengendalian lingkungan dan sumberdaya induk
dan benih ikan laut, serta pengelolaan jaringan informasi dan perpustakaan.
3. Bidang Pelayanan Teknik
Bidang Pelayanan Teknik mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis,
kegiatan pengujian pengembangan, penerapan teknik dan pemantauan serta
pengawasan pembenihan dan pembudidayaan ikan laut.
4. Jabatan Fungsional
Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melaksanakan kegiatan
perekayasaan, pengujian, penerapan dan bimbingan penerapan
standar/sertifikasi pembenihan dan pembudidayaan laut, pengendalian hama
dan penyakit ikan, pengawasan benih dan budidaya serta kegiatan lain yang
sesuai dengan tugas masing-masing jabatan fungsional berdasarkan peraturan
perundangan-undangan yang berlaku. Kelompok jabatan fungsional terdiri
dari perekayasa, litkayasa, pengawas benih, pengawas budidaya serta
pengendali hama dan penyakit ikan.
Jumlah pegawai Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung dan
Instalasi Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Banten berdasarkan jabatan
sebanyak 143 orang. Pegawai ini terbagi menjadi pejabat struktural sebanyak 9
orang, pejabat fungsional khusus (perekayasa, litkayasa, dan pengawas) sebanyak
50 orang, pejabat fungsional umum administrasi sebanyak 25 orang, pejabat
fungsional umum teknis sebanyak 35 orang, tenaga keamanan sebanyak 8 orang,
tenaga kontrak sebanyak 6 orang dan pegawai yang ditugaskan di Lab Kesling
Serang sebanyak 2 orang.
9

III. INFRASTUKTUR DAN SARANA PRODUKSI

3.1 Infrastruktur dan Sarana Pembenihan


3.1.1 Fasilitas Utama
3.1.1.1 Wadah Pemeliharaan dan Pemijahan Induk
Pemeliharaan induk kakap putih dilakukan di dalam tangki fiber dan dalam
wadah Karamba Jaring Apung (KJA). Tangki fiber yang digunakan berbentuk
bulat dengan kapasitas 12 m3 (Gambar 2). Saluran inlet menggunakan pipa PVC
berukuran 2 inch dan saluran outlet berukuran 3 inch. Pada bibir tangki bagian
bawah dipasang pipa PVC dengan ukuran ¾ inch yang digunakan sebagai saluran
aerasi dari blower kedalam bak, pada pipa tersebut diberi lubang sebanyak 8 titik,
keran pengatur aerasi dan selang aerasi dengan diameter 1/16 inch, serta diberi
timah pemberat dan batu aerasi.

a b
Gambar 2. Wadah pemeliharaan induk: (a) Karamba Jaring Apung dan (b) tangki
fiber
3.1.1.2 Wadah Pemeliharaan Larva
Pemeliharaan ikan kakap putih dilakukan di dalam bak beton berukuran 4,5
x 2,5 x 0,8 m3 dengan kapasitas 9 m3, berjumlah 4 unit (Gambar 3). Bak
pemeliharaan larva dilengkapi dengan pipa PVC sebagai saluran inlet berukuran 2
inch, dan saluran outlet berukuran 3 inci. Pada bagian atas bak dilengkapi dengan
pipa PVC berukuran ¾ inch menyerupai huruf T terbalik yang digunakan sebagai
saluran aerasi dari blower ke dalam bak pemeliharaan. Pada pipa saluran aerasi
diberi lubang untuk suplay oksigen. Pada lubang tersebut juga dilengkapi dengan
pengatur aerasi, selang aerasi dengan diameter 1/16 inch, timah pemberat dan batu
aerasi.
10

Gambar 3. Bak beton pemeliharaan larva

3.1.1.3 Wadah Pemeliharaan Benih (Pendederan Benih)


Wadah pemeliharaan benih ikan kakap putih terbuat dari beton berukuran 5
x 2 x 0,8 m3 dengan kapasitas 8 m3. Bak pemeliharaan benih dilengkapi dengan
saluran inlet yang terbuat dari pipa PVC berukuran 1 inch dan saluran outlet
berukuran 2 inch (Gambar 4). Pada bagian atas bak dilengkapi dengan pipa PVC
berukuran ¾ inch menyerupai huruf T terbalik yang digunakan sebagai saluran
aerasi yang juga dilengkapi dengan pengatur aerasi, selang aerasi, timah pemberat
dan batu aerasi.

Gambar 4. Bak beton pemeliharaan benih

3.1.1.4 Bak Kultur Fitoplankton


Fitoplankton yang digunakan adalah jenis Nanochloropsis, sebelum dikultur
secara massal fitoplankton dikultur pada bak fiber berbentuk bulat berkapasitas 1
m3. Bak kultur ini berada di bangsal pakan alami. Selanjutnya Nanochloropsis
dikultur pada bak beton berkapasitas 30 m3 berbentuk persegi panjang. Kultur
massal Nanochloropsis dilakukan di bak beton berbentuk persegi panjang
berukuran 20 x 5 x 1 m3 dengan kapasitas 100 m3 (Gambar 5). Bak kultur massal
dilengkapi dengan saluran inlet yang menggunakan pipa PVC berukuran 2 inci
dan saluran outlet berukuran 3 inci. Saluran aerasi menggunakan pipa PVC
11

berukuran ¾ inci yang diberi lubang tiap 1,5 m, serta diberi pemberat berupa batu.
Saluran outlet berhubungan langsung dengan saluran pembuangan utama. Bak
kultur fitoplankton terletak diluar ruangan yang berada di depan hatchery kakap
putih.

Gambar 5. Bak Kultur fithoplankton

3.1.1.5 Bak Kultur Zooplankton


Bak yang digunakan dalam kultur rotifera (Branchionus sp) di BBPBL
Lampung menggunakan bak beton berbentuk persegi panjang pada kultur secara
masal. Ukuran bak kultur adalah 6 x 3 x 1 m, dengan kapasitas 18 m3. Saluran
inlet menggunakan pipa PVC ukuran 2 inch dan pipa PVC ukuran 3 inch untuk
saluran outlet. Sistem aerasi yang digunakan sama dengan sistem aerasi pada bak
pemeliharaan larva dan bak pendederan benih (Gambar 6).

Gambar 6. Bak kultur zooplankton

3.1.2 Sistem Tata Air


3.1.2.1 Penyedian Air Laut
Air laut disedot dengan menggunakan pompa sentrifugal, dialirkan melalui
pipa PVC berdiameter 4 inch sepanjang 300-600 m dari garis pantai menuju filter
tank yang berbentuk bulat dan berisi pasir kwarsa (Gambar 7a). Setelah itu, air
laut ditampung dalam bak tandon utama lalu dialirkan secara gravitasi melalui
12

jaringan distribusi air laut untuk memenuhi kebutuhan kegiatan pemeliharaan


larva dan benih (Gambar 7b). Pompa yang digunakan sebanyak 8 unit dan
dioperasikan secara bergantian (Gambar 7c).

a b c

Gambar 7. Penyedian air laut: (a) filter tank, (b) tendon penampungan, (c) pompa
sentrifugal
3.1.2.2 Penyedian Air Tawar
Sumber air tawar di BBPBL Lampung berasal dari sumur bor yang dipompa
dan dialirkan ke tower tempat penampungan air tawar dan selanjutnya dialirkan ke
unit-unit pembenihan dan budidaya melalui pipa distribusi air tawar (Gambar 8).
Pompa yang digunakan pada sumur bor biasanya “jet pump submersible” yang
terbuat dari bahan stainless steel, memiliki kemampuan total head lebih dari 30 m
dengan debit sekitar 400 liter/menit. Air tawar ini tidak digunakan untuk
konsumsi manusia karena salinitasnya berkisar antara 2-3 ppt, selain juga
memiliki kandungan Fe yang cukup tinggi.

Gambar 8. Tandon penampungan air tawar

3.1.2.3 Sistem Pengaerasian


Suplai oksigen di BBPBL Lampung berasal dari 6 unit root blower dan 4
unit vortex blower yang digunakan secara bergantian (Gambar 9). Namun hanya 7
unit yang dapat berfungsi dengan baik. Dua unit root blower didistribusikan untuk
13

bak induk ikan kerapu kertang, pembenihan kuda laut, pembenihan teripang, dan
pembenihan ikan kakap, sedangkan 2 unit root blower dan 1 unit vortex blower
didistribusikan untuk kegiatan kultur plankton, pembenihan ikan kerapu macan,
laboratorium basah, dan bak-bak penggelondongan pada unit kegiatan budidaya.
Udara dari blower didistribusikan melalui pipa jaringan distribusi aerasi yang
terbuat dari bahan PVC diameter 1 – 2 inch dan dihubungkan dengan stopkran,
serta pada bagian ujung selang aerasi dipasang pemberat dari timah dan batu
aerasi.

Gambar 9. Blower

3.1.3 Fasilitas Pendukung


3.1.3.1 Energi Listrik
Energi listrik bersumber dari PLN cabang Teluk Betung, Lampung Selatan.
Kebutuhan energi listrik sebesar 105.000 KW dengan tegangan 220 Volt. Sebagai
cadangan saat PLN padam, digunakan generator dengan merek Deusch dan
Mitsubishi masing-masing sebanyak 1 unit dengan kapasitas sebesar 50 KW dan
125 KW (Gambar 10).

Gambar 10. Genset


14

3.1.3.2 Bangunan
Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan
Untuk menunjang kelancaran kegiatan perekayasaan teknologi budidaya
laut, khususnya dalam usaha pengendalian penyakit dan lingkungan, maka
disediakan Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan. Secara teknis
operasional, bagian kesehatan ikan dibagi menjadi 3 laboratorium, yaitu :
1. Laboratorium Hispatologi dan Parasitologi
Laboratorium ini bertugas untuk melakukan diagnosa penyakit ikan melalui
perubahan jaringan dan melakukan diagnosa penyakit yang disebabkan oleh
parasit.
2. Laboratorium Mikrobiologi
Laboratorium ini bertugas untuk melakukan diagnosa penyakit ikan yang
disebabkan oleh jamur dan melakukan pengujian obat bagi yang menyerang
ikan.
3. Laboratorium PCR (Polymerase Chain Reaction)
Laboratorium ini bertugas melakukan diagnosa penyakit berdasarkan pada
pemeriksaan genetik penyebab infeksi, seperti virus dan bakteri.
Kegiatan lingkungan meliputi pengamatan dan monitoring secara
berkelanjutan terhadap kualitas air baik secara fisika, kimia, maupun biologi.
Kegiatan ini dilakukan di beberapa sentral budidaya, kususnya pada objek-objek
perekayasaan, seperti bak induk, bak pemeliharaan larva dan benih, dan di
karamba jaring apung serta dibeberapa tempat yang menjadi objek pengamatan
(Gambar 11).

Gambar 11. Laboratorim kesehatan ikan dan lingkungan


15

Laboratorium Pakan Hidup


Dalam kegiatan operasional di lapangan, Laboratorium Pakan Hidup dibagi
menjadi dua bagian, yaitu Laboratorium Fitoplankton dan Laboratorium
Zooplankton (Gambar 12). Masing-masing laboratorium dilengkapi dengan
fasilitas kultur murni skala laboratorium, kultur semi massal, dan kultur massal.

Gambar 12. Laboratorium pakan hidup


Laboratorium Nutrisi
Pakan merupakan faktor penting bagi kegiatan pembenihan maupun
kegiatan budidaya. Oleh sebab itu, disediakan laboratorium nutrisi yang bertujuan
untuk mengkaji berbagai formulasi dan nutrisi pakan yang dibutuhkan bagi
organisme yang dibudidayakan, dalam hal ini adalah ikan (Gambar 13).

Gambar 13. Laboratorium nutrisi


Perpustakaan
Informasi merupakan sesuatu yang dibutuhkan untuk perkembangan suatu
unit usaha. Untuk itu, balai ini memfasilitasi perpustakaan agar teknologi yang
didapatkan khususnya dilapangan dapat dicatat dan tersusun dengan baik.
Perpustakaan ini juga menyediakan berbagai informasi tentang perikanan dan
dapat pula digunakan sebagai tempat peminjaman buku ilmiah tentang perikanan
(Gambar 14).

Gambar 14. Perpustakaan


16

Asrama
Asrama yang ada di BBPBL Lampung berjumlah 2 unit yang diberi nama
Asrama Kakap dan Asrama Kerapu. Asrama ini digunakan sebagai tempat untuk
menginap bagi para peserta pelatihan dan mahasiswa/i atau siswa/i yang
melakukan PKL, magang, dan penelitian (Gambar 15).

a b
Gambar 15. Asrama: (a) asrama kakap, (b) asrama kerapu

Ruang Pertemuan
Ruang pertemuan ini biasanya digunakan untuk pembukaan dan penutupan
pelatihan, kunjungan resmi atau untuk memberikan pengarahan dari Kepala Balai
kepada pihak-pihak yang terkait (Gambar 16).

Gambar 16. Ruang Pertemuan

3.2 Infrastruktur dan Sarana Pembesaran


3.2.1 Fasilitas Utama
3.2.1.1 Karamba Jaring Apung
Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut, Lampung memiliki dua jenis
Karamba Jaring Apung sebagai wadah pemeliharaan, yaitu KJA untuk
pembenihan dan KJA untuk budidaya atau pembesaran. Letak kedua KJA ini
berdekatan dan dihubungkan oleh rakit kayu berpelampung sebagai sarana
transportasi dari KJA pembenihan ke KJA pembesaran (Gambar 17). KJA
pembesaran terbuat dari bahan PVC dan sebagian ada yang terbuat dari kayu.
17

Sebanyak 2 unit Karamba Jaring Apung di divisi budidaya digunakan untuk


pemeliharaan ikan kakap putih mulai dari ukuran 75 – 100 gram/ekor dan dipanen
setelah mencapai berat antara 500 – ± 2 kg gram/ekor.

Gambar 17. Karamba Jaring Apung

3.2.1.2 Jaring Pemeliharaan


Ikan kakap putih dipelihara dengan metode monokultur didalam sebuah
jaring yang disesuaikan antara ukuran jaring dengan jumlah tebar ikan. Jaring
pemeliharaan tersebut terbuat dari bahan polyethylene (PE) dengan ukuran mata
jaring 1,25 inch digunakan untuk tahap pembesaran, sedangkan jaring dengan
ukuran ½ inch dan 2/3 inch digunakan untuk penggelondongan. pada tahap
pendederan, waring merupakan bahan yang sangat cocok sebagai media
pemeliharaan, karena waring mempunyai ukuran mata 1 – 2 mm. Jaring yang
lebih tebal akan lebih tahan lama terhadap kemungkinan gangguan kepiting, ikan
buntal dan perlakuan mekanis. Jaring pemeliharaan dilengkapi juga dengan
penutup yang terbuat dari jaring ataupun waring. Ukuran jaring dan mata jaring
yang digunakan tergantung pada ukuran ikan yang dipelihara, seperti dijabarkan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Spesifikasi jaring dan padat penebaran menurut ukuran ikan kakap putih
Jumlah
Ukuran Ukuran Mata Jaring Padat Tebar
Pakan
Ikan (cm) Jaring (m) (mm) (ekor/m3)
(%BB)
1,5 – 2 2x2x2 2 1000 15 – 20
2 – 10 2x2x2 8 250 15 – 20
10 – 15 2x2x2 10 125 10 – 15
15 – 20 3x3x3 12,5 60 5 – 10
3
>25 3x3x3 25 <10 kg/m 3–5
18

3.2.1.3 Pelampung Konstruksi


Pelampung terbuat dari styrofoam yang dibentuk menyerupai drum dengan
volume 120 liter (Gambar 18). Pelampung diikatkan ke rangka dengan
menggunakan tali riss. Jumlah pelampung yang digunakan pada Karamba Jaring
Apung kayu adalah 75 pelampung per unit. Sedangkan untuk KJA yang terbuat
dari PVC tidak dilengkapi dengan pelampung karena bentuk karamba sudah
didesain sedemikian rupa agar bisa mengapung tanpa bantuan pelampung.

Gambar 18. Pelampung

3.2.1.4 Pemberat Jaring


Pemberat jaring berfungsi untuk menjaga agar dasar jaring tetap membuka
sehingga membentuk ruang yang cukup untuk ikan agar dapat bergerak dengan
bebas (Gambar 19). Pemberat yang digunakan di Balai Besar Pengembangan
Budidaya Laut, Lampung terbuat dari beton dengan berat antara 5 - 10 kg.

Gambar 19. Pemberat

3.2.1.5 Jangkar Konstruksi


Jangkar berfungsi agar seluruh sarana budidaya tidak berpindah dari
tempatnya akibat pengaruh angin arus ataupun gelombang. Pada daerah
terlindung, satu unit rakit memerlukan 4 buah jangkar dengan berat berkisar 2 - 4
ton, sedangkan bila menggunakan dua unit rakit hanya diperlukan 6 buah jangkar.
19

Untuk KJA yang diletakkan di daerah terbuka memerlukan jangkar yang beratnya
lebih dari 10 ton. Untuk pemasangan jangkar perlu dilengkapi dengan tali jangkar
yang berdiameter 18 – 20 mm. Panjang tali jangkar yang digunakan biasanya 2,5
– 3 kali kedalaman perairan.

3.2.2 Sistem Tata Air


Air tawar diperlukan untuk pencucian jaring/waring, merendam ikan dan
keperluan lainnya. Sumber air tawar yang digunakan berasal dari air sumur yang
dialirkan ke dalam bak beton dengan volume 3 m3 (Gambar 20). Air tawar dibawa
dari darat menuju KJA dengan menggunakan drum volume 100 liter dan dibawa
dengan menggunakan kapal.

Gambar 20. Wadah penampungan air tawar pembesaran

3.2.3 Fasilitas Pendukung


Fasilitas yang digunakan untuk mendukung kegiatan budidaya pada balai ini
adalah rumah jaga yang berukuran 4 m x 4 m, rakit penyeberangan dengan
ukuran 2 m x 2 m yang terbuat dari papan dan diberi pelampung sebanyak 4 buah
ditiap sisinya, digunakan untuk menyeberang dari KJA pembenihan ke KJA
pembesaran atau sebaliknya. Bangunan lainnya yang terdapat di KJA adalah
gudang pakan berukuran 2 m x 2 m yang terbuat dari papan dan dilengkapi
dengan fentilasi agar suhu diruang pakan tetap terjaga.
20

IV. KEGIATAN PEMBENIHAN

4.1 Penyedian Induk


Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk
yang cukup baik, jumlah, kualitas dan keseragaman. Induk yang baik untuk
pemijahan memiliki umur untuk induk betina 3-4 tahun dan jantan 2-3 tahun,
sehat dan tidak cacat. Induk dan produksi telur merupakan unsur dasar (basic
element) dalam usaha mencapai keberhasilan memproduksi benih. Usaha itu
manajemen pemeliharaan induk yang baik adalah kunci untuk mendapatkan telur
yang bermutu baik secara kualitas dan kuantitas serta berkelanjutan. Menurut
Sugama dan Wijono (1995) dalam Mustamin et all, 2002 : 38, mengatakan
kandungan telur dalam gonad juga bervariasi tergantung spesies, ukuran dan umur
induk.
Induk ikan kakap putih yang digunakan dalam kegiatan pembenihan di
Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung berjumlah 50 ekor, yaitu 19
ekor induk jantan dan 31 ekor induk betina yang terbagi kedalam 2 tangki
pemeliharaan masing-masing sebanyak 25 ekor. Tangki pertama berisi induk yang
didatangkan tahun 2008 dan tangki kedua berisi induk yang didatangkan tahun
2009 (deskripsi induk di lampiran 2).

4.1.1 Penyedian Induk Kakap Putih dari Alam


Induk yang berasal dari hasil penangkapan yang diperoleh pada musim
pemijahan, ditangkap dengan menggunakan jaring insang bermata 6 – 10 cm.
Jaring insang tersebut dipasang tegak lurus dengan arah arus air laut, dan
dilakukan pengecekan secara teratur. Hal ini dilakukan untuk menghindari agar
induk ikan kakap yang tertangkap tidak terlalu lama di jaring. Induk ikan kakap
yang tertangkap kemudian dipindahkan kedalam tangki yang telah disiapkan di
kapal yang diberi aerasi dengan menggunakan blower.
Induk ikan kakap yang tertangkap biasanya mengalami kerusakan atau luka
pada tubuhnya. Ikan tersebut langsung diobati di dalam bak dengan menggunakan
5 ppm acriflavine selama 2 – 3 jam. Ikan tersebut harus segera dimasukkan ke
dalam kolam induk atau KJA setelah sampai di unit hatchery. Umumnya
21

dibutuhkan waktu 6 bulan agar ikan tersebut pulih dari kerusakan maupun stress
yang dialami sebelum ikan tersebut merasa cocok dan beradaptasi dengan
lingkungan yang baru di kolam ataupun jala apung sebelum dapat dipijahkan.

4.1.2 Penyedian Induk Kakap Putih dari Hasil Pemeliharaan


Penyediaan induk kakap putih yang berasal dari hasil pemeliharaan
diperoleh dari pembesaran benih yang berasal dari unit hatchery. Induk-induk
tersebut akan siap untuk dipijahkan pada akhir tahun ketiga pemeliharaan ketika
induk-induk telah mencapai panjang 50 cm keatas, dengan berat diatas 2,5 kg.

4.1.3 Persiapan Wadah Pemeliharaan Induk


Kegiatan yang dilakukan dalam proses persiapan wadah pemeliharaan induk
meliputi penyurutan air, penyiraman kaporit, pembersihan dasar dan dinding
wadah dari lumut, pembilasan dan pengeringan serta pengisian air. Persiapan
wadah pemeliharaan membutuhkan waktu paling cepat 1 hari. Setelah air surut,
bak disiram kaporit (bahan aktif 60 %) dengan dosis 37,5 ppt atau 750 gram
kaporit yang dilarutkan dalam 20 liter air laut. Selanjutnya bak dijemur selama 1 –
7 hari, hingga lumut yang menempel mati dan kotoran yang menempel terlepas.
Setelah itu bak dibersihkan dengan menggunakan sikat dan scrub (kp), agar
kotoran yang tersisa benar-benar bersih (Gambar 21). Bak dibilas dengan air
bersih untuk membuang kotoran dan menghilangkan residu kaporit. Selanjutnya
dilakukan pengisian air dengan menutup saluran outlet bak dan membuka saluran
inlet bak. Kegiatan ini dilakukan setiap satu bulan sekali.

a b
Gambar 21. Persiapan wadah: (a) Penyikatan, (b)Pengeringan bak pemeliharaan induk
22

4.1.4 Pengelolaan Kualitas Air


Pengelolaan kualitas air di bak induk dilakukan dengan mengunakan sistem
air mengalir ( flow through) selama 24 jam dengan debit air masuk dan keluar
sebesar 1 liter/detik. Pergantian air dilakukan setelah pemberian pakan pada pagi
hari, sekitar pukul 08.00 WIB, dengan cara membuka pintu saluran outlet sampai
air berkurang hingga ketinggian 50-70 cm. Ketika penyurutan air dilakukan
penyikatan dasar dan dinding bak agar lumut yang tumbuh dapat terlepas.
Penurunan ketinggian air dilakukan setiap hari yang bertujuan untuk manipulasi
lingkungan dalam merangsang pemijahan. Selain itu juga dilakukan pengukuran
kualitas air pada bak induk yang dilakukan minimal satu kali dalam sebulan
(Gambar 22). Pengukuran kualitas air dilakukan di laboratorium kualitas air.

a b
Gambar 22. Pengelolaan kualitas air: (a) pergantian air, (b) analisa kualitas air

4.1.5 Pemberian Pakan


Mutu dan jumlah pakan ikan yang diberikan pada induk ikan mempengaruhi
pertumbuhan dan kematangan gonad dari ikan tersebut. Pakan yang biasa
diberikan pada induk kakap putih berupa ikan rucah dari jenis ikan kuniran dan
cumi-cumi (Gambar 23a). Pakan rucah diperoleh dari nelayan pengepul dan PPI
(Pusat Pelelangan Ikan) yang tidak jauh dari lokasi balai.
Ikan kakap putih diberi pakan satu kali sehari, pada pagi hari. Metode
pemberian pakan dilakukan secara at satiation atau pemberian sekenyang-
kenyangnya. Pemberian multivitamin dan Natur-E dibutuhkan untuk
meningkatkan kualitas induk, kemampuan fertilisasi, pematangan gonad, daya
tahan tubuh, mempercepat perbaikan sel kulit atau jaringan yang rusak dan
meningkatkan tocoperol pada induk betina serta sebagai antioksidan (Gambar
23

23b). Pemberian Natur-E dan multivitamin yang telah dibentuk kapsul


dimasukkan kedalam mulut ikan rucah yang sudah dibersihkan dan langsung
diberikan kepada induk. Pemberian multivitamin dan Nature E dilakukan sekali
dalam seminggu dengan dosis 30 mg/kg ikan

a b
Gambar 23. Pakan induk: (a) pakan rucah, (b) multivitamin untuk
induk Ikan Kakap Putih

4.2 Seleksi Induk


Pengecekan tingkat kematangan kelamin ikan betina dilakukan dengan
pengambilan telur dari bagian tengah ovarium menggunakan selang kateter dari
bahan polythylene (Gambar 24c). Sampling dilakukan dengan cara memasukkan
selang kateter berdiameter 1,2 mm kedalam saluran telur (oviduct) dari ikan betina
dengan kedalaman 6 – 7 cm melalui lubang kelamin. Sedangkan untuk
mengetahui kematangan gonad pada induk jantan dilakukan dengan pengurutan
(stripping) pada bagian bawah perut (Gambar 24d). Induk yang baik dan
berkualitas bagus memiliki sperma berwarna putih dan kental dengan jumlah yang
banyak. Sex ratio untuk pemijahan ikan kakap adalah 1 : 1 dengan bobot induk
jantan umumnya berkisar antara 2,5 – 4 kg dan bobot induk betina 3,5 kg
(Gambar 28a dan 28b). Induk yang digunakan pada kegiatan pembenihan di
BBPBL Lampung berjumlah 50 ekor, yang dibagi menjadi dua bak, sehingga di
dalam satu bak fiber terdapat 25 ekor induk ikan kakap putih.
Selama melakukan PKL induk ikan kakap putih memijah setiap bulannya.
Pemijahan berlangsung selama 3 – 5 hari. Selama bulan Maret dihasilkan telur
sebanyak 16.780.000 butir, dan pada bulan April sebanyak 14.800.000 butir telur.
24

a b

c d
Gambar 24. Seleksi induk: (a) pengukuran panjang, (b) pengukuran bobot, (c)
kanulasi untuk betina, dan (d) striping untuk jantan

4.3 Pemijahan
Pemijahan ikan kakap putih di BBPBL Lampung dilakukan secara alami.
Pada proses pemijahan dilakukan manipulasi lingkungan yaitu kondisi pasang
surut dan temperatur, selama bulan terang dan bulan gelap. Manipulasi
lingkungan dilakukan dengan cara menurunkan ketinggian air (air surut) hingga
mencapai kira-kira 40-50 cm dan dibiarkan terkena sinar matahari selama 4 – 5
jam untuk meningkatkan temperatur air sampai 30 – 320C. Sekitar pukul 14.00
WIB, air laut ditambahkan (seolah-olah air pasang) yang akan menyebabkan
temperatur air turun hingga 27 – 280C. Hal ini dilakukan agar kondisi wadah
pemeliharaan sesuai dengan habitat asalnya. Selama pemijahan berlangsung, air
dibiarkan mengalir sepanjang malam melewati saluran outlet menuju saluran
penampungan telur yang berada di bagian pinggir atas bak pemijahan induk, yang
dihubungkan dengan wadah penampungan telur (egg colector).
25

Ikan akan memijah pada malam hari sekitar pukul 19.00 WIB – 22.00 WIB,
Pada saat proses pemijahan berlangsung, kondisi sekitar harus gelap dan sunyi.
Telur hasil pemijahan yang telah dibuahi akan melayang di permukaan dan
terbawa arus air menuju egg colector (Gambar 25). Pemasangan egg colector
dilakukan pada sore hari. Egg colector dipasang di bawah pipa saluran
penampungan telur dan tetap terendam air sehingga telur akan terkumpul di dalam
egg colector.

Gambar 25. Egg colector

4.4 Penetasan Telur


Wadah yang digunakan dalam penetasan telur adalah wadah penetasan telur
dengan volume 100 liter berjumlah 3 buah yang ditempatkan dalam bak fiber
volume 1 ton. Wadah penetasan telur dilengkapi dengan aerasi dan air mengalir
yang berfungsi agar telur teraduk sehingga tidak saling menempel. Telur ikan
kakap putih yang dibuahi akan berwarna putih transparan dan bersifat melayang,
sedangkan telur yang tidak dibuahi berwarna putih keruh dan mengendap di dasar
wadah penetasan. Pemanenan telur dilakukan pada pagi hari. Telur diambil dari
egg colector dengan menggunakan scopnet, kemudian dipindahkan ke dalam
wadah penetasan telur (Gambar 26).

Gambar 26. Wadah penetasan telur


26

Selama proses penetasan telur, aerasi tetap diberikan agar telur tidak saling
menempel dan mencegah telur mengendap di dasar perairan, serta dialiri air agar
selalu ada sirkulasi air atau pergantian air kedalam wadah penetasan telur.
Selanjutnya dilakukan perhitungan jumlah telur. Sampel telur diambil dengan
menggunakan cup volume 20 ml kemudian dihitung diatas screen net (Gambar
27). Penghitungan dilakukan dengan menghitung telur satu persatu.

Gambar 27. Penghitungan Telur

Sampling dilakukan sebanyak 5 kali ulangan, jumlah total telur yang


didapatkan sebanyak 1.578.000 butir dengan fertilization rate (FR) sebesar
87,4%. Perhitungan jumlah telur dan FR menggunakan rumus berikut :
𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 = × 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎 (𝑙)
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
315,6 𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟
= × 100 𝑙
20 𝑐𝑐
= 1.578.000 𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟
1.380.000
𝐹𝑒𝑟𝑡𝑖𝑙𝑖𝑧𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑟𝑎𝑡𝑒 = × 100 %
1.578.000
= 87,4%

Setelah dihitung, telur dibiarkan dalam akuarium untuk diinkubasi dan


diberi aerasi hingga telur menetas. Air di wadah inkubasi dibiarkan mengalir
selama proses penetasan telur. Penetasan telur ikan kakap putih membutuhkan
waktu 14 – 17 jam setelah pembuahan. Perkembangan telur dapat dilihat pada
Tabel 2.
27

Tabel 2. Perkembangan telur ikan kakap putih di BBPBL Lampung


Perkembangan Telur Pukul Lamanya
Jam Menit
1 Sel 21.15 WIB - -
2 Sel 21.20 WIB - 5
4 Sel 21.30 WIB - 10
8 Sel 21.40 WIB - 10
16 Sel 21.55 WIB - 15
32 Sel 22.00 WIB 1 5
64 Sel 22.10 WIB 1 10
128 Sel 22.30 WIB 1 20
Multi Sel 00.05 WIB 2 50
Grastula 02.00 WIB 4 45
Neurola 03.23 WIB 6 8
Embrio Sempurna 04.45 WIB 8 30
Jantung Berfungsi 08.15 WIB 11 -
Penetasan 11.05 WIB 13 50
Larva 11.20 WIB 14 5
Sumber: BBPBL Lampung (2003)

4.5 Pemeliharaan Larva


Pemeliharaan larva dimulai setelah telur menetas hingga larva berumur 30
hari. Selama 1 minggu pertama dari 3 minggu waktu pemeliharaan larva, larva
dipelihara di bak tertutup, dengan kepadatan sekitar 20 – 60 larva/liter. Untuk
pemeliharaan berikutnya larva sudah dapat dipelihara dibak terbuka dengan
kepadatan 30 – 40 ekor/liter. Pergantian air sebanyak 10 – 20 % setiap harinya.
Salinitas air tetap dijaga antara 28 – 30 ‰.

4.5.1 Persiapan Bak Pemeliharaan


Pemeliharaan larva kakap putih dilakukan pada ruangan tertutup sehingga
larva lebih terkontrol dan terlindung dari fluktuasi suhu dan cuaca yang ekstrim.
Bak pemeliharaan larva yang digunakan berbentuk persegi panjang dan terbuat
dari beton berukuran 4,5 x 2,5 x 0,8 m dengan kapasitas 9 m3. Hal yang dilakukan
sebelum pemeliharaan larva adalah mempersiapkan bak pemeliharaan dengan cara
penyikatan dan pencucian bak pemeliharaan, pencucian alat aerasi dan pengisian
air ke dalam bak pemeliharaan (Gambar 28).
28

Sebelum melakukan pencucian bak pemeliharaan larva, bak terlebih dahulu


disiram menggunakan kaporit dengan dosis 25 ppt atau sebanyak 500 gram
kaporit di dalam 20 liter air tawar. Kaporit disiramkan ke seluruh dinding dan
dasar bak pemeliharaan yang bertujuan untuk membunuh patogen. Setelah itu bak
pemeliharaan dibiarkan selama 1 – 2 jam untuk kemudian disikat dengan
menggunakan sikat plastik atau besi agar kotoran dan lumut yang menempel
terbuang, lalu dibilas dengan air laut hingga tidak tercium lagi bau kaporit. Waktu
yang dibutuhkan untuk persiapan wadah pemeliharaan adalah 3 – 4 jam.

Gambar 28. Penyikatan bak

4.5.2 Padat Penebaran


Sebelum ditebar, larva terlebih dahulu dihitung dengan cara mengambil
sampel untuk mengetahui jumlah larva yang ditebar. Pengambilan sampel untuk
penghitungan larva sama prinsipnya dengan penghitungan telur. Dari hasil
kegiatan, padat penebaran yang dilakukan adalah 63.300 ekor/bak. Bak
pemeliharaan larva mempunyai kapasitas 9 m3, dengan padat penebaran adalah
7,07 ekor/L.

4.5.3 Pemberian Pakan


Pemberian pakan merupakan hal yang harus diperhatikan dalam
pemeliharaan larva, karena masa-masa kritis terjadi pada saat peralihan jenis
pakan. Jika masa peralihan pakan ini tidak diperhatikan dengan baik, maka sifat
kanibalisme ikan akan meningkat.
Pada hari pertama, larva tidak diberi pakan karena masih memiliki cadangan
makanan berupa egg yolk atau kuning telur. Alga (Nanocloropsis sp) dan rotifera
diberikan pada larva setelah berumur 2 – 3 hari sampai larva berumur 15 hari.
Alga tersebut tidak hanya berfungsi sebagai pakan bagi larva kakap putih, tetapi
29

juga sebagai pakan bagi rotifera, selain itu juga untuk mengurangi intensitas
cahaya matahari dan membantu memperbaiki kualitas air. Alga (Nanocloropsis)
dapat mengubah hasil ekskresi yang berbahaya terhadap larva (amonia yang tidak
terionisasi) yang dihasilkan oleh larva, dan rotifera hasil pembusukan sisa-sisa
makanan sehingga mengurangi daya racun nitrit.
Rotifera diberikan setiap hari, sebanyak 2 – 3 ekor/ml pada hari ke dua, 3 –
5 ekor/ml pada hari ke tiga sampai hari ke sepuluh, dan 5 – 10 ekor/ml pada hari
ke sebelas sampai hari ke empat belas. Setiap hari sebelum pergantian air, rotifer
yang tersisa di dalam bak dihitung untuk disesuaikan dengan jumlah rotifera yang
akan diberikan selanjutnya.
Artemia diberikan pada saat larva mulai berumur 8 – 10 hari sampai
berumur 20 hari. Jumlah naupli artemia yang diberikan setiap hari harus
disesuaikan dengan jumlah naupli yang dimakan larva kakap putih, meningkat
sejajar dengan umur ikan. Love larva diberikan pada saat umur 20 hari hingga hari
ke 40 dengan metode pemberian pakan secara ad libitum. Jadwal makan larva
ikan kakap putih dari hari 1 – 40 dapat dilihat pada Gambar 29.

Gambar 29. Skema pemberian pakan larva

4.5.4 Pengelolaan Kualitas Air


Kualitas air pada bak pemeliharaan di BBPBL Lampung untuk suhu
berkisar antara 28 – 31C, salinitas 30 – 33 ppt dan pH 7,7 – 8,2 tidak terjadi
fluktuasi yang signifikan di karenakan bak terletak didalam ruangan sehingga
memungkinkan parameter air pada bak pemeliharaan tetap stabil. Menurut
Sutrisno et.al., (1999) salinitas air optimal yang digunakan untuk pemeliharaan
larva adalah 29 – 33 ppt dengan temperatur antara 27 – 31°C. Menurut Soetomo
(1997) mengenai kisaran pH yang baik bagi pertumbuhan benih ikan kakap putih
adalah 7,8 – 8,5, untuk pH diatas 9,5 akan dapat mengganggu pertumbuhan larva
30

dan, untuk pH dibawah 4 atau diatas 11 dapat menyebabkan kematian bagi larva
yang dipelihara.
Pada pemeliharaan larva digunakan green water system. Kerugian dari
sistem ini adalah cepat terjadi blooming fitoplankton di dalam bak pemeliharaan
larva jika air tidak diganti tepat pada waktunya. Blooming fitoplankton dapat
menyebabkan kematian larva yang tinggi.
Untuk mempertahankan kualitas air media pemeliharaan dilakukan
pergantian air dan penyiponan. Pergantian air mulai dilakukan pada saat larva
berumur 8 – 15 hari sebanyak 5 – 10 %. Dari umur larva 16 hari, pergantian air
dilakukan sebanyak 25 – 50%, kemudian meningkat menjadi 50 – 80%. Setelah
larva berumur 25-30 hari, pergantian air dilakukan secara flow through. Menurut
Sutrisno et.al., (1999) pergantian air untuk larva yang baru menetas sampai umur
15 hari adalah 10 – 15 % setiap hari. Pergantian ini terus ditingkatkan yaitu 30 –
50 % setiap hari untuk larva berumur 15 – 30 hari dan setelah 30 hari pergantian
air bisa mencapai 80 %

4.5.5 Sampling Pertumbuhan dan Populasi


Sampling pertumbuhan dan populasi bertujuan untuk mendapatkan benih
yang seragam dan untuk mengurangi sifat kanibalisme. Menurut Hermawan et.al.,
(2004) ikan kakap putih merupakan ikan karnivora, dimana sifat dasar ikan jenis
ini adalah kanibalisme yang akan menonjol apabila tejadi perbedaan ukuran serta
kekurangan pakan. Ikan yang lebih besar selalu akan memangsa yang kecil
sehingga ikan yang kecil selalu kalah dalam mengambil pakan. Keadaan ini akan
menyebabkan terjadinya banyak kematian yang disebabkan kanibalisme dan
kekurangan mendapat pakan. Selain itu, ikan yang besar akan terus bertambah
besar sedangkan yang kecil sulit menjadi besar sehingga terjadi variasi ukuran.
Untuk mengatasi hal tersebut, maka perlu dilakukan penyeragaman ukuran.
Dari hasil pengamatan kanibalisme mulai terlihat pada D 15, namun masih
dalam tingkatan yang rendah. Perbedaan yang signifikan terlihat sewaktu larva
telah berumur 28 hari, sehingga pada saat D 30 dilakukan sampling dan grading
untuk mengurangi tingkat kanibalisme. Ikan yang berukuran kecil dipisahkan dari
ikan yang berukuran besar dengan menggunakan waring. Ikan berukuran kecil
31

akan dapat melewati waring dan yang tersisa adalah ikan yang berukuran besar.
Selain itu sampling dan grading dilakukan untuk penjarangan padat tebar sehingga
pertumbuhan akan menjadi lebih baik dikarenakan persaingan akan pangan
menjadi berkurang. Sampling dan grading kembali dilakukan apabila telah
terlihat adanya perbedaan ukuran dari larva (Gambar 30).
Seperti yang dikemukakan Sutrisno et.al., (1999) bahwa pemilahan ukuran
merupakan hal mutlak yang harus dilakukan pada pemeliharaan larva ikan kakap
putih, karena ikan ini memiliki sifat kanibalisme yang cukup tinggi terutama jika
terdapat perbedaan atau ketidakseragaman ukuran yang cukup mencolok.
Perbedaan ukuran mulai terjadi pada saat larva berumur 15 hari karena adanya
pertumbuhan ikan yang terlalu cepat atau sangat lambat.

Gambar 30. Sampling benih ikan kakap putih

4.6 Pemanenan
Pemanenan dilakukan ketika benih kakap putih telah mencapai ukuran jual
ketika telah mencapai umur 40 hari dengan ukuran 4 cm. Peralatan yang
digunakan ketika pemanenan adalah keranjang kotak serta serokan untuk
mengambil ikan. Sebelum melakukan pemanenan ikan terlebih dahulu
dipuasakan. Hal ini dilakukan agar ikan tidak melakukan metabolisme yang tinggi
pada saat pengiriman yang dapat menyebabkan turunnya kualitas air akibat
eksresi dari ikan. Selanjutnya air pada bak pendederan disurutkan ketinggiannya
hingga menjadi 30 cm untuk memudahkan menangkap ikan, kemudian ikan mulai
ditangkap dengan menggunakan serokan dan kemudian ditampung pada rombong
yang telah disiapkan didalam bak.
Setelah ikan terkumpul semua pada rombong, ikan dihitung satu persatu dan
dimasukkan ke dalam kantong packing. Perhitungan jumlah ikan dilakukan untuk
mengetahui nilai kelangsungan hidup (survival rate). Nilai SR didapat dengan
32

membagi jumlah benih yang dihasilkan selama pemeliharaan dengan jumlah tebar
awal larva, nilai rata-rata SR yang didapat selama melakukan PKL adalah sebesar
39,9 % (Tabel 3). Jumlah benih pada akhir pemeliharaan adalah 50.753 ekor
dengan jumlah tebar awal adalah 127.200 ekor.
Tabel 3. Nilai SR ikan kakap putih di BBPBL Lampung
Bak Awal tebar Jumlah benih Nilai SR (%)
Pemeliharaan (ekor) akhir (ekor)
Bak 1 63.600 25.673 40,4
Bak 2 63.600 25.080 39,4
Jumlah 127.200 50.753 39,9

4.7 Pengepakan dan Transportasi Ikan


Proses pengepakan ikan dilakukan setelah ikan dipanen. Alat-alat yang
digunakan adalah kantong plastik ukuran 60 x 40 cm, karet gelang, box styrofoam,
oksigen, lakban, es batu yang telah dibungkus plastik dan media air.
Pengepakan dilakukan pada sore hari. Langkah pertama adalah kantong
plastik dirangkap dua yang masing-masing ujungnya diikat dengan karet gelang,
lalu media air dimasukkan kedalam kantong plastik sebanyak 1/3 bagian.
Kemudian benih ikan kakap putih dimasukkan dengan kepadatan 1500
ekor/kantong. Lalu oksigen diberikan ke dalam kantong dengan perbandingan 1 :
2 dan ujung plastik diikat dengan karet. Setelah itu dimasukkan kedalam box
styrofoam sebanyak 2 kantong (Gambar 31). Bagian tengah diberi es batu untuk
menjaga suhu agar tetap rendah selama perjalanan. Suhu rendah dapat menekan
laju metabolisme ikan yang dapat menimbulkan eksresi yang menyebabkan air
keruh dan kualitas air menurun. Ikan yang telah di packing selanjutnya
didistribusikan dengan menggunakan mobil. Daerah pengiriman ikan mencakup
Batam, Bali, Lampung dan sekitarnya.
33

a b

d c
Gambar 31. Tahapan packing: (a) pengisian benih, (b) pemberian oksigen, (c)
penyegelan, dan (d) pengangkutan

4.8 Kultur Pakan Alami


4.8.1 Kultur Fitoplankton
Fitoplankton pada usaha pembenihan memiliki peranan sebagai: a) makanan
untuk pembiakan rotifera yang merupakan pakan bagi larva ikan kakap putih, b)
diberikan pada bak pemeliharaan larva untuk memperbaiki kualitas air dalam bak
(green water system). Kultur fitoplankton di Balai Besar Pengembangan Budidaya
Laut, Lampung dilakukan dalam 3 tahapan yaitu, kultur skala laboratorium, kultur
semi massal, dan kultur secara massal.
Kultur alga dilakukan dalam erlenmeyer berkapasitas 0,5 L dengan inokulan
yang digunakan sebanyak 200-300 ml/L air laut. Botol yang digunakan harus
berbeda untuk menghindari dari kekeliruan yang dapat menyebabkan kultur
tersebut terkontaminasi. Botol labu yang telah berisi biakan diletakkan pada rak
besi di ruangan ber AC serta diberikan cahaya dan diaerasi. Kultur dilakukan
selama 3 – 4 hari hingga dapat dipanen. Selanjutnya biakan diinokulasikan dari
botol 0,5 L ke dalam botol berkapasitas 5 L. Kultur pada botol ini dilakukan
selama 4 – 6 hari hingga dapat di panen dan digunakan sebagai inokulan pada
kultur skala semi massal.
34

Pada kultur skala semi massal ini digunakan pupuk cair (pupuk Conway)
dengan standar pemakaian 2 ml/L air laut. Kultur di lakukan di dalam akuarium
berkapasitas 80 L dengan menggunakan bibit inokulan kurang lebih 6 – 15 L.
Setelah 4 – 6 hari, kultur dapat dipanen dan dijadikan inokulan pada kultur skala
massal.
Kultur massal dilakukan di bak berkapasitas 1 m3 dan diberi pupuk dengan
komposisi seperti pada Tabel 4. Sedangkan untuk kultur di bak-bak fiber dengan
kapasitas lebih dari 1 m3, pupuk yang digunakan adalah pupuk pertanian dengan
komposisi seperti pada Tabel 5.
Tabel 4. Komposisi pupuk untuk bak berkapasitas 1 m3
Pupuk Dosis
KNO3 100 gr/m3 air laut
Na2HPO4 12H2O 10 Gr/m3 air laut
FeCl3 6H2O 3 gr/m3 air laut

Tabel 5. Komposisi pupuk untuk bak fiber berkapasitas >1 m3


Pupuk Dosis
Zn 100 gr/m3 air laut
TSP 100 Gr/m3 air laut
Urea 10 gr/m3 air laut

Setelah 4 – 6 hari, kepadatan alga dapat mencapai 10 – 20 juta sel/ml.


Kultur tersebut dipanen dan dipindahkan ke bak permanen yang terbuat dari beton
dengan ukuran 20 x 5 x 1 m berkapasitas 100 m3 (Gambar 32). Pemanenan
tersebut dapat dilakukan dengan dua sistem yaitu dengan panen total dan panen
parsial (harian). Biasanya pemanenan dilakukan secara parsial dengan memanen
50 – 75% dari volume total, kemudian dilakukan kultur kembali maksimal 8 kali
siklus.

Gambar 32. Pemberian pupuk


35

4.8.2 Kultur Zooplankton


Zooplankton yang digunakan dalam kegiatan pembenihan ikan kakap putih
adalah rotifera jenis Branchionus sp. Persiapan wadah dilakukan dengan cara
mencuci wadah kultur dan peralatan di sterilisasi menggunakan kaporit 100 ppm
yang disiramkan ke seluruh dinding dan dasar bak kultur, kemudian didiamkan
selama 24 jam untuk menghilangkan sisa kaporit.
Sebagai pakan rotifer Nannochloropsis di masukkan terlebih dahulu
kedalam wadah kultur rotifera sebanyak 50% dari volume bak. Nannochloropsis
diperoleh dari bak kultur fitoplankton yang dialirkan menuju wadah kultur dengan
menggunakan pipa. Setelah itu inokulan rotifera ditebar dengan kepadatan 15
ind/ml. penambahan fitoplankton dilakukan apabila air sudah tidak hijau, karena
apabila telah berwarna bening maka rotifer tidak bisa bereproduksi secara baik.
Rotifera dapat dipanen ketika sudah berumur 4 – 5 hari sejak dikultur. Pada
saat umur 4 – 5 hari kepadatan rotifer mencapai 100 – 150 ind/ml. Pemanenan
rotifera dapat menggunakan selang yang berfungsi untuk mengalirkan air dari
wadah kultur yang kemudian ditampung dalam wadah berupa styrofoam yang
diberi pipa di pinggirnya sebagai tempat untuk mengikat waring, kemudian air
dibiarkan mengalir hingga memenuhi wadah tersebut (Gambar 33). Kemudian
hasil dari penyaringan tersebut yang berupa rotifera ditampung dalam ember, dan
siap untuk diberikan sebagai pakan untuk larva. Sebaiknya rotifera yang akan
diberikan kepada larva dicuci dengan air bersih terlebih dahulu agar lebih steril
dan tidak ada sisa kotoran.

Gambar 33. Pemanenan rotifera


36

4.8.3 Penetasan Kista Artemia


Beberapa merk Artemia yang digunakan pada usaha pembenihan ikan kakap
putih di Balai Besar Pengembangan Budidaya laut, lampung adalah INVE, RED
TOP, dan BIOMARINE. Penetasan Artemia dilakukan dalam konikel berbentuk
kerucut berkapasitas 108 L air laut (Gambar 34). Konikel tersebut berwarna gelap
pada bagian atasnya dan berwarna terang pada bagian bawahnya. Kista Artemia
ditimbang sebanyak 150 gr, kemudian ditetaskan dalam air laut sebanyak 108 L,
dengan aerasi kuat selama 24 jam.

Gambar 34. Konikel tank


Pemanenan dilakukan dengan cara aerasi diangkat dan didiamkan selama 30
menit agar cangkangnya mengapung dan Artemia yang menetas akan menuju
bagian bawah konikel yang terang. Kran yang terdapat dibagian bawah konikel
dibuka, kemudian airnya disaring dengan menggunakan planktonnet. Biasanya
banyak terdapat kista Artemia yang belum menetas, maka Artemia yang disaring
ditampung dalam baskom, yang kemudian dipisahkan kembali dengan kistanya
dengan cara menyifon naupli Artemia yang menetas dan dipindahkan ke wadah
akuarium. Setelah naupli artemia terkumpul di wadah akuarium, naupli artemia
diberi pengkayaan dengan Artemia booster dan ditunggu selama 6 jam.
37

V. KEGIATAN PEMBESARAN

5.1 Kegiatan Pembesaran


Kegiatan pembesaran merupakan salah satu tahapan kegiatan budidaya
untuk menghasilkan ikan ukuran konsumsi. Pada kegiatan ini, ikan didorong
untuk secara maksimal dapat mencapai ukuran panen dengan mengutamakan
kualitas dan kuantitas melalui penyedian lingkungan media hidup ikan yang
optimal, pemberian pakan yang tepat, serta pengendalian hama dan penyakit.
Produksi bomassa dapat diatur dan ditentukan dengan menggunakan pola tanam
dalam suatu wadah produksi. Pengaturan pola tanam yang baik juga dapat
memungkinkan pengelolaan kawasan budidaya secara efisien, mengingat
keterbatasan sumber daya air yang seringkali menjadi faktor pembatas produksi.
Tahapan-tahapan kegiatan pada pembesaran ikan kakap putih meliputi persiapan
wadah, penebaran benih, pemberian pakan, pencegahan hama dan penyakit,
pengelolaan kualitas air, sampling, pemanenan, pengepakan dan transportasi.

5.1.1 Persiapan Wadah Budidaya / Jaring


Jaring yang digunakan dalam pemeliharaan ikan kakap putih memiliki
ukuran yang berbeda-beda sesuai dengan tahapan kegiatan yang dilakukan.
Ukuran jaring yang digunakan yaitu 1 x 1 x 1 m3 dan 3 x 3 x 3 m3. Persiapan
jaring dimulai dengan penjemuran jaring pemeliharaan yang kotor selama
beberapa hari sampai kering. Pengeringan jaring akan memudahkan dalam tahap
pencucian jaring. Jaring yang sudah kering dikumpulkan dan dicuci di tempat
pencucian jaring yang berada terpisah dengan unit Karamba Jaring Apung
(Gambar 35a). Pencucian jaring dilakukan dengan menyemprotkan air ke semua
bagian jaring dengan menggunakan mesin penyemprot air. Jaring yang telah
dibersihkan selanjutnya dijemur selama beberapa hari sampai benar-benar kering.
Penjemuran jaring dilakukan dengan tujuan agar organisme yang masih menempel
pada jaring mati. Jaring yang telah kering kemudian digulung dan dikumpulkan
sesuai dengan ukuran mata jaring. Setelah itu jaring siap untuk digunakan
(Gambar 35b-35e).
38

b c

d e

Gambar 35. Persiapan jaring: (a) penjemuran jaring, (b) pemasangan jaring, (c)
pengecekan jaring (d) pemasangan pemberat, dan (e) pengikatan
jaring Benih
5.1.2 Penebaran ke konstruksi KJA
Benih merupakan salah satu sarana produksi penting yang dibutuhkan dalam
kegiatan pembesaran, dan benih menjadi faktor pembatas produksi akuakultur.
Kebutuhan benih harus tepat jumlah, mutu, waktu, dan harga. Penebaran benih
bertujuan untuk menempatkan ikan pada wadah kultur dengan dengan padat
penebaran (stocking density). Padat penebaran benih adalah jumlah (biomassa)
benih yang ditebar persatuan luas atau volume. Padat penebaran benih akan
menentukan tingkat intensitas pemeliharaan. Semakin tinggi padat penebaran
benih berarti semakin tinggi intensitas pemeliharaannya.
39

Pada usaha pembesaran ikan kakap putih di Balai Besar Pengembangan


Budidaya Laut Lampung, penebaran benih dilakukan ketika benih sudah
dinyatakan siap untuk ditransfer dari nursery ke Grow Out. Penebaran benih
biasanya dilakukan pada pagi atau sore hari, hal ini bertujuan untuk mengurangi
dampak stresor (suhu) pada benih pada saat penebaran. Ukuran benih dapat
digunakan untuk menentukan lama waktu pemeliharaan dan target ukuran panen.
Setelah ditebar, benih-benih tersebut dipelihara secara intensif selama ± 2 bulan
hingga mencapai ukuran 50 gr. Setelah itu, benih tersebut akan ditransfer ke unit-
unit lain untuk dipelihara hingga mencapai ukuran 2 kg (marketable size).

5.1.2 Pemberian Pakan


5.1.2.1 Jenis pakan
Pakan yang diberikan dalam proses pembesaran ikan kakap putih adalah
100% pakan buatan berupa pellet. Tujuan pakan buatan adalah untuk
meningkatkan produksi dengan waktu pemeliharaan yang singkat, ekonomis, dan
masih memberikan keuntungan meskipun padat penebarannya tinggi (Mudjiman,
2004). Jenis pakan yang digunakan di BBPBL Lampung adalah pellet Megami
yang diproduksi oleh PT. Matahari Sakti (Gambar 36).
Jenis ikan kakap putih biasanya menyukai makanan yang berupa cincangan
atau gilingan daging segar, sehingga untuk mengadaptasikannya dengan pakan
pellet, dibutuhkan komposisi pakan yang banyak mengandung bahan hewani dan
aromanya cukup merangsang, seperti tepung ikan, tepung cumi, tepung udang.
Analisa kandungan gizi dari pellet Megami yang digunakan sebagai pakan utama
pada kegitaan pembesaran ikan kakap putih dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Analisa kualitas pakan ikan kakap putih
Jenis Pakan Protein Lemak Serat Kasar Air
Megami 43 % 10 % 4% 11 %
40

Gambar 36. Pakan pelet ikan kakap putih

Pellet Megami memiliki nilai konversi pakan (FCR) sebesar 1,5 yang
artinya setiap 1,5 kg pakan yang diberikan akan menghasilkan bobot daging
sebesar 1 kg. Konversi pakan adalah jumlah pakan yang dibutuhkan untuk
menghasilkan 1 kg daging atau rasio antara bobot pakan yang dibutuhkan dan
bobot daging ikan yang di produksi atau food convertion rate (FCR) (Effendi,
2004). Semakin rendah nilai konversi pakan, artinya semakin efisien pakan yang
digunakan tersebut karena biaya produksi untuk pakan yang dibutuhkan pun
semakin rendah.

5.1.2.2 Feeding Methode


Metode atau cara pemberian pakan yang dilakukan harus tepat jumlah, tepat
waktu, dan tepat titik atau tempat (Gambar 37). Hal ini mutlak dilakukan karena
feeding methode merupakan penentu nilai FCR, sehingga secara tidak langsung
akan berdampak pada biaya produksi yang dikeluarkan. Ikan kakap putih yang
berukuran > 500 gr dapat menghabiskan pakan yang diberikan dalam waktu yang
lebih cepat dibandingkan dengan ikan yang berukuran 250 gr.
Perbandingan jumlah pakan yang diberikan dengan pakan yang dimakan
harus diperhatikan secara cermat. Sebagai contoh, apabila ikan dapat
mengkonsumsi pakan yang diberikan dalam waktu singkat, maka pakan dapat
diberikan tanpa menunggu pakan habis. Begitupun sebaliknya, ketika pakan yang
diberikan tidak direspon oleh ikan maka pemberian pakan diperlambat atau
dihentikan sama sekali. Karena jika tidak, hal tersebut dapat mengakibatkan
penurunan kualitas pakan karena proses leaching, kualitas air yang menurun
karena pakan yang tidak termakan serta membuat jaring cepat kotor.
41

Gambar 37. Pemberian pakan ikan kakap putih

5.1.2.3 Feeding Frequency


Frekuensi pemberian pakan atau feeding frequency sangat erat kaitannya
dengan waktu pemberian pakan, waktu pemberian pakan tersebut ditetapkan
dengan memperhatikan tingkat nafsu makan ikan. Sesuai dengan hasil
pengamatan yang dilakukan, frekuensi pemberian pakan yang diberikan berbeda-
beda disetiap bobotnya, semakin kecil ikan maka frekuensi pemberian pakannya
pun semakin sering. Untuk ikan-ikan yang berukuran < 15 gr pemberian pakan
dilakukan sesering mungking, untuk ikan ukuran 150-500 gr frekuensi pemberian
pakannya dilakukan sebanyak 3-4 kali dalam sehari. Sedangkan ikan dengan
ukuran 500 gr – 2 kg up frekuensi pemberian pakannya dilakukan sebanyak 1 kali
sehari, yakni pukul 08.00 WIB.
Sinar matahari yang terlalu intens dapat mempengaruhi tingkat nafsu makan
ikan kakap putih. Hal ini sesuai dengan sifat aslinya yaitu nocturnal (aktif di
malam hari). Oleh karena itu, pada jaring pemeliharaan dipasang paranet atau
yang sering disebut dengan cover sebagai pelindung dari sinar matahari langsung.

5.1.3 Penyimpanan Pakan


Penyimpanan pakan dilakukan didalam gudang yang terletak di darat atau di
lokasi balai tepatnya di bangsal pembuatan pakan, pakan-pakan yang terdapat
digudang utama ini merupakan stok yang akan digunakan ketika pemberian
pakan. Kondisi bangunan sangat baik, yakni tidak lembab, memiliki ventilasi di
atas dan di bawah. Bagian bawah diberi alas berupa papan dengan ketinggian 10
cm dari lantai, sehingga pakan tidak bersentuhan langsung dengan lantai (Gambar
38).
42

Gambar 38. Gudang penyimpanan pakan

5.1.4 Pencegahan Hama dan Penyakit


Hama dapat berupa predator, kompetitor, atau perusak sarana budidaya.
Hama predator adalah organisme yang memangsa ikan budidaya, seperti ikan
buas, burung, ular. Sedangkan hama kompetitor adalah organisme yang masuk ke
dalam wadah budidaya dan bersifat menyaingi dalam mendapatkan pakan, ruang
dan oksigen, seperti kepiting dan benih-benih ikan liar. Pemberantasan hama lebih
ditekankan pada sistem pengendalian hama secara terpadu, yaitu tindakan
pencegahan yang tidak merusak ekosistem.
Jenis hama predator yang sering ditemukan adalah ikan barracuda. Ikan
buas ini tidak hanya sebagai predator, akan tetapi juga merusak sarana budidaya.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi ikan ini adalah melakukan pengontrolan
wadah budidaya secara rutin. Selain itu juga terdapat burung-burung pemangsa
ikan, seperti burung Raja Udang, burung blekok, dan burung elang laut yang
menyerang ikan-ikan diwadah budidaya. Upaya penanggulangan dilakukan
dengan pemasangan cover di setiap unit wadah budidaya.
Hama kompetitor yang sering ditemukan adalah kepiting bakau dan benih-
benih ikan liar yang menjadi pesaing dalam pakan. Upaya penanggulangan
dilakukan dengan cara mengambil hama tersebut dangan menggunakan serokan,
kemudian dimusnahkan.
Penyakit pada ikan kakap putih didefinisikan dengan terjadinya gangguan
suatu fungsi atau struktur dari alat tubuh sebagian atau keseluruhan. Beberapa
penyebab timbulnya penyakit pada ikan yaitu tumbuhnya organisme biofoulling
seperti alga dan teritip yang membawa penyakit; handling yang kurang
profesional pada saat sampling, grading, transfer, dan panen; gesekan antar ikan
ketika terjadi perebutan makanan; mal-nutrisi atau kekurangan pakan; agen
43

penyakit berupa parasit (Benedenia sp, Trichodina sp, Schutia Sp, Dactylogyrus
sp), Bakteri gram (+) (Stretococcus sp) dan Bakteri Gram (–) (Tenacibaculum
maritimum sp).
Pencegahan penyakit dilakukan dengan merendam ikan dalam air tawar
secara rutin. Kegiatan ini dilakukan bersamaan dengan pergantian jaring setiap
satu minggu sekali. Perendaman air tawar dilakukan dengan menggunakan ember
dengan volume 20 liter. Ikan diangkat dengan menggunakan keranjang lalu
dimasukkan ke dalam ember yang berisi air tawar. Perendaman ikan dilakukan
selama 5 – 10 menit (Gambar 39).

Gambar 39. Perendaman ikan kakap putih dengan air tawar

5.1.5 Pengelolaan Kualitas Air


Pengelolaan kualitas air sulit dilakukan pada sistem budidaya yang terbuka
(open system). Pengontrolan kualitas air hanya dilakukan dengan cara pengukuran
kualitas air yang dilakukan setiap minggu. Pengambilan sampel dilakukan di tiga
titik yang berbeda, yaitu titik pertama pada perbatasan antara perairan milik balai
dan perairan umum, titik kedua pada KJA, dan titik ketiga pada inlet pemasukan
air dari laut ke sarana pembenihan. Parameter kualitas air yang diukur yaitu
salinitas, DO, kecerahan, pH, suhu dan kedalaman dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Data kualitas air kakap putih
Parameter Kualitas Air
Stasiun Salinitas Suhu DO Kedalaman Kecerahan
(ppt) (oC) (ppm) (m) (m)
1 32 29,6 6,57 9 4,5
2o 32 29,5 5,34 - -
2’ 32 28,5 5,20 14,5 5,5
o
3 32 29,4 6,25 - -
3’ 32 28,9 5,45 18,2 7
44

5.1.6 Sampling Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup


Sampling pertumbuhan dilakukan untuk mendapatkan data terbaru
mengenai laju pertumbuhan, efisiensi pakan dan untuk menentukan jumlah pakan
yang akan diberikan pada masa pemeliharaan berikutnya. Sedangkan pemantauan
populasi bertujuan untuk mengetahui jumlah ikan yang hidup, sehingga dapat
diketahui tingkat kelangsungan hidup. Pemantauan dilakukan satu kali dalam satu
bulan.
Teknis yang dilakukan dalam kegiatan pemantauan adalah sebagai berikut:
Penyempitan ruang gerak ikan dengan cara menyekat jaring; pengambilan ikan
dengan menggunakan serok atau keranjang, sesuai dengan jumlah yang
dibutuhkan; ikan dimasukkan ke dalam waring berukuran 30 x 30 cm untuk
penimbangan. Sebelumnya bobot wadah penampung dicatat, dan penimbangan
dilakukan satu persatu dengan cepat. Hasil data sampling dapat dilihat pada
Tabel 8.
Tabel 8. Data sampling ikan kakap putih
Laju
Sampling 1 Sampling II
Pertumbuhan
No No. Jaring (14/04/2011) (30/05/2011)
[Wt-Wo/t]
Wo (gr) Wt (gr)
(gr/hari)
1 A 162 180 1,2
2 B 146 176 2
3 C 132 156 1,6

5.2 Pemanenan
Panen yang dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut
Lampung adalah panen hidup. Pada panen hidup biasanya ukuran ikan yang
dipanen hanya antara 300 gr – 400 gr, 400 gr – 700 gr, 700 gr – 1kg. Tahapan
pemanenan untuk panen hidup dimulai dengan menyekat jaring yang akan
dipanen untuk mempersempit ruang gerak ikan. Ikan diserok menggunakan
keranjang serok lalu dimasukkan ke dalam box fiber untuk dianastesi
menggunakan minyak cengkeh dengan dosis 25 ppm. Setelah itu ikan dimasukkan
ke dalam keranjang gantung untuk ditimbang.
45

5.3 Pengepakan dan Transportasi


Pengepakan dilakukan dengan menggunakan box styrofoam berukuran 0,8 x
0,5 x 0,5 m3. Box styrofoam tersebut dapat menampung ikan sebanyak 30 – 38 kg
dan es sebanyak 8 – 10 kg. Packing dimulai dengan memasukkan ikan yang telah
ditimbang ke dalam keranjang penampungan dan dilakukan grading ikan.
Selanjutnya, ikan dimasukkan ke dalam box yang telah dilapisi plastik menutupi
seluruh bagian box dan dibagian bawahnya diberikan es. Ikan disusun dengan
posisi bagian perut diatas dan diletakkan berselingan dengan es. Selanjutnya box
ditutup rapat dengan menggunakan lakban dan disusun ke dalam mobil pick up.
Daerah pengiriman ikan mencakup Batam, Bali, Lampung dan sekitarnya.
Untuk pengiriman ikan dalam kondisi hidup, ikan dimasukkan ke dalam
palka kapal yang telah berisi air dan es dengan suhu 22 0 C serta diberi aerasi.
Selama perjalanan dilakukan pengontrolan suhu secara cermat dengan
menggunakan termometer, jika terjadi peningkatan suhu maka diberikan
penambahan es ke dalam palka.
46

VI. ANALISIS USAHA

6.1 Analisis Usaha Pembenihan


6.1.1 Investasi
Biaya investasi yaitu modal awal yang harus dikeluarkan untuk usaha
pembenihan ikan kakap putih. Biaya investasi ini mencakup barang-barang yang
lebih dari satu tahun penggunaannya. Biaya investasi yang dikeluarkan dalam
usaha pembenihan ikan kakap putih di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut,
Lampung mencapai Rp. 328.150.000,- dengan biaya penyusutan sebesar Rp.
43.443.000,- Komponen biaya investasi untuk kegiatan pembenihan, dapat dilihat
pada Tabel 9 dan biaya penyusutan pembenihan dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 9. Biaya investasi pembenihan ikan kakap putih di BBPBL Lampung
Nilai
Harga/unit Joint Cost
No Jenis Investasi Jumlah Satuan Investasi
(Rp) (Rp)
(Rp)
1 Tanah 5000 m3 10.000 50.000.000 50.000.000
2 Induk 50 ekor 250.000 12.500.000 12.500.000
3 Bak
a. Induk 12 m3 2 unit 30.000.000 60.000.000 60.000.000
b. Larva 9 m3 4 unit 7.500.000 30.000.000 30.000.000
c. Fithoplankton 2 unit 30.000.000 60.000.000 30.000.000
d. Zooplankton 1 unit 10.000.000 10.000.000 5.000.000
e. Konikel tank 1 unit 800.000 800.000 800.000
4 Akuarium 3 unit 100.000 300.000 300.000
5 Peralatan
a. Laboratorium 1 paket 50.000.000 50.000.000 25.000.000
b. Pembenihan 1 paket 1.500.000 1.500.000 1.500.000
c. Panen dan
paket
Packing 1 700.000 700.000 700.000
6 Lab. Plankton 1 unit 10.000.000 10.000.000 5.000.000
7 Kantor dan
unit
gudang 1 42.000.000 42.000.000 21.000.000
8 Rumah pompa 1 unit 1.800.000 1.800.000 900.000
9 Rumah blower 1 unit 4.500.000 4.500.000 2.250.000
10 Rumah genset 1 unit 4.500.000 4.500.000 2.250.000
11 Bangunan
1 unit 100.000.000 100.000.000 50.000.000
hatchery
12 Instalasi air laut 2 paket 10.000.000 20.000.000 10.000.000
13 Instalasi air
paket
tawar 1 6.000.000 6.000.000 3.000.000
14 Instalasi aerasi 1 paket 4.500.000 4.500.000 2.250.000
47

Nilai
Harga/unit Joint Cost
No Jenis Investasi Jumlah Satuan Investasi
(Rp) (Rp)
(Rp)
15 Genset 1 unit 15.000.000 15.000.000 7.500.000
16 Vortex blower 2 unit 8.000.000 8.000.000 4.000.000
17 Pompa air 4 unit 1.500.000 6.000.000 3.000.000
18 Filter air 2 unit 100.000 200.000 200.000
19 Freezer 1 unit 1.000.000 1.000.000 500.000
20 Instalasi listrik 1 paket 1.000.000 1.000.000 500.000
Jumlah 500.300.000 328.150.000

Tabel 10. Biaya penyusutan pembenihan ikan kakap putih


Total Nilai Sisa Umur Penyusutan
No Uraian
Harga (Rp) (Rp) Teknis (Rp)
1 Induk 12.500.000 1.250.000 5 2.250.000
2 Bak
a. Induk 12 m3 60.000.000 6.000.000 10 5.400.000
b. Larva 9 m3 30.000.000 3.000.000 10 2.700.000
c. Fithoplankton 60.000.000 6.000.000 10 5.400.000
d. Zooplankton 10.000.000 1.000.000 10 900.000
e. Konikel tank 800.000 80.000 10 72.000
3 Akuarium 300.000 30.000 5 54.000
4 Peralatan
a. Laboratorium 50.000.000 5.000.000 10 4.500.000
b. Pembenihan 1.500.000 150.000 3 450.000
5 Lab. Plankton 10.000.000 1.000.000 10 900.000
Kantor dan
10
6 gudang 42.000.000 4.200.000 3.780.000
7 Rumah pompa 1.800.000 180.000 10 162.000
8 Rumah blower 4.500.000 450.000 10 405.000
9 Rumah genset 4.500.000 450.000 10 405.000
Bangunan
10
10 hatchery 100.000.000 10.000.000 9.000.000
11 Instalasi air laut 20.000.000 2.000.000 10 1.800.000
12 Instalasi air tawar 6.000.000 600.000 10 540.000
13 Instalasi aerasi 4.500.000 450.000 10 405.000
14 Genset 15.000.000 1,500.000 10 1.350.000
15 Vortex blower 8.000.000 800.000 5 1.440.000
16 Pompa air 6.000.000 600.000 5 1.080.000
17 Filter air 200.000 20.000 10 180.000
18 Freezer 1.000.000 100.000 5 180.000
19 Instalasi listrik 1.000.000 100.000 10 90.000
Jumlah 43.443.000
48

6.1.2 Biaya Tetap


Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan tiap bulan namun dipengaruhi
kegiatan produksi. Biaya tetap yang dikeluarkan dalam pembenihan ikan kakap
putih di BBPBL Lampung dikeluarkan untuk 1 tahun sebesar Rp. 108.281.250,-.
Biaya tetap dikeluarkan dari perawatan, izin usaha, gaji pegawai. Biaya perawatan
yang dikeluarkan untuk perawatan bangunan yang ada di BBPBL Lampung, biaya
perawatan dibayarkan 5% dari biaya investasi. Komponen biaya tetap untuk
kegiatan pembenihan, dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Biaya tetap pembenihan ikan kakap putih di BBPBL Lampung
No Uraian Satuan Harga Biaya Biaya
Satuan Tetap/siklus Tetap/tahun
(Rp) (Rp) (Rp)
1 Penyusutan Investasi 43.443.000
2 Perawatan alat 5% 16.407.500
3 Pakan Induk
a. Cumi-cumi 30 kg 14.000 420.000 2.520.000
b. Ikan Rucah 60 kg 4.000 240.000 1.440.000
3 Izin usaha/tahun 0,25% 1.270.750
4 Gaji Teknisi 1 1.200.000 2.400.000 14.400.000
5 Pekerja 3 800.000 4.800.000 28.800.000
Total 108.281.250

6.1.3 Biaya Variabel


Biaya variabel adalah biaya yang berubah pengeluarannya dalam setiap
siklus. Biaya variabel yang dikeluarkan untuk pembenihan ikan kakap putih di
BBPBL Lampung adalah sebesar Rp. 63.180.000,-. Komponen biaya variabel
untuk kegiatan pembenihan, dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Biaya variabel pembenihan ikan kakap putih di BBPBL Lampung
Harga Biaya Biaya
No Uraian Satuan Satuan Variabel/siklus Variabel/tahun
(Rp) (Rp) (Rp)
1 Artemia 3 klg 400.000 1.200.000 7.200.000
2 Pellet (love 15 kg 500.000 7.500.000 45.000.000
larva)
3 Pupuk
a. Urea 80 kg 4.000 320.000 1.920.000
b. TSP 40 kg 3.000 120.000 720.000
c. ZA 40 kg 3.000 120.000 720.000
4 Listrik 500.000 3.000.000
5 Bahan Bakar
a. Solar 100 L 4.600 460.000 2.760.000
49

Harga Biaya Biaya


No Uraian Satuan Satuan Variabel/siklus Variabel/tahun
(Rp) (Rp) (Rp)
b. Oli 50 L 3.000 150.000 900.000
6 Multivitamin 350 gr 350 122.500 735.000
7 Kaporit 5 kg 7.500 37.500 225.000
Total 10.530.000 63.180.000

6.1.4 Biaya Total Produksi


Total biaya merupakan biaya keseluruhan yang digunakan untuk kegiatan
produksi. Biaya produksi selama satu tahun didapat dengan menjumlahkan biaya
tetap dan biaya variabel. Total biaya yang dikeluarkan selama 1 tahun sebesar Rp.
171.461.250,-. Perhitungan total biaya produksi sebagai berikut.
Biaya Produksi = Biaya Tetap + Biaya Variabel
Biaya Produksi = Rp. 108.281.250,- + Rp. 63.180.000,-
= Rp. 171.461.250,-

6.1.5 Penerimaan
Penerimaan adalah jumlah yang diperoleh dari hasil penjualan ikan selama
satu siklus. Jumlah benih yang ditebar 127.200 ekor dengan SR (survival rate)
39,9 % dan size panen 4 cm/ekor, dengan harga jual/cm Rp. 900,-, perhitungan
penerimaan sebagai berikut.
Produksi benih per siklus = 127.200 ekor x 39,9%
= 50.753 ekor
Produksi benih per tahun (6 siklus) = 50.753 ekor x 6 siklus
= 304.518 ekor
Penerimaan per tahun = Produksi benih/tahun x Harga Jual
= 304.518 ekor x Rp 900
= Rp. 274.066.200,-

6.1.6 Keuntungan (Analisis laba/rugi)


Keuntungan adalah selisih antara pendapatan dengan total biaya (produksi).
Keuntungan diperoleh jika selisih antara pendapatan dengan total biaya bernilai
positif. Keuntungan yang didapat selama satu siklus sebesar Rp. 102.604.950,-,
dengan perhitungan sebagai berikut.
50

Keuntungan/siklus = Pendapatan – (biaya total)


= Rp. 274.066.200 – Rp 171.461.250
= Rp. 102.604.950,-

6.1.6 Perimbangan Penerimaan (R/C Ratio)


Perimbangan penerimaan atau analisis R/C ratio merupakan alat analisis
yang digunakan untuk melihat pendapatan relatif suatu usaha dalam 1 tahun
terhadap biaya yang dipakai dalam kegiatan usaha. Suatu usaha dinyatakan layak
apabila R/C ratio lebih besar dari 1. Semakin tinggi R/C ratio, tingkat keuntungan
suatu usaha akan semakin tinggi. Perhitungan ini dilakukan untuk menganalisa
efisiensi nilai ekonomis suatu usaha, perhitungan R/C ratio sebagai berikut.
R/C = TR/TC
Rp 274.066.200
R/C =
Rp 171.461.250
= 1,6
Jadi, setiap Rp 1 yang dikeluarkan, maka akan memperoleh hasil sebesar Rp 1,6,-
atau keuntungan sebesar Rp 0,6,-.

6.1.7 Analisis Titik Impas Usaha (Break Event Point)


BEP merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengetahui batas nilai
produksi atau volume produksi suatu usaha mencapai titik impas, yaitu tidak
untung atau tidak rugi. Usaha dinyatakan layak apabila nilai BEP produksi lebih
besar dari jumlah unit yang sedang diproduksi saat ini. Sementara itu, nilai BEP
harga lebih rendah daripada harga yang berlaku saat ini. Perhitungan BEP
produksi dan BEP harga sebagai berikut.

Biayatetap
BEP (unit) 
Biaya var iabel
h arg a 
Jumlahproduksi
Rp.108.281.250
BEP (unit) 
Rp.63.180.000
Rp.900 
304.518ekor
= 156.362,8 ekor/tahun
51

Biayatetap
BEP ( Rp ) 
Biaya var iabel
1
Penjualan
Rp.108.281.250
BEP ( Rp ) 
Rp.63.180.000
1
Rp.274.066.200

= Rp. 140.625.000
Kegiatan pembesaran ikan kakap putih akan mengalami titik impas pada
penjualan sebesar Rp. 140.625.000 atau jumlah hasil produksi sebanyak 156.362,8
ekor.

6.1.8 Harga Pokok Produksi (HPP)


HPP adalah dimana jumlah harga penjualan produksi berada pada titik
minimum. Harga minimum untuk ikan kakap putih yang diproduksi sebesar Rp.
563,-. Perhitungan HPP sebagai berikut.
Total Biaya Produksi
HPP =
Total Produksi
Rp. 171.461.250
=
304.508 ekor
= Rp. 563,-

6.1.9 Payback Periode (PP)


Analisa payback periode bertujuan untuk mengetahui waktu tingkat
pengembalian investasi yang telah ditanamkan pada suatu usaha. investasi yang
dikeluarkan akan kembali dalam jangka waktu 0,8 tahun atau 9,6 bulan.
Perhitungan PP sebagai berikut.
Total Biaya Investasi
PP = x 1 tahun
Keuntungan pertahun
Rp. 508.300.000,−
= x 1 tahun
Rp. 615.629.700,−
= 0,8 tahun
52

6.2 Analisis Usaha Pembesaran


Berikut adalah beberapa asumsi yang digunakan dalam analisis usaha
pembesaran ikan kakap putih di Balai Besar Pengembangan Budidaya laut,
Lampung : Jumlah benih yang ditebar 51.000 ekor, ukuran 4 cm; Harga benih Rp
900,-/cm; Lama pemeliharaan 18 bulan dengan SR 90% dan FCR 1,5; Bobot
panen 1 kg/ekor; Harga pakan Rp. 18.000,-/kg, kebutuhan pakan 68.085 kg; Total
panen (51.000 ekor x 90%) x 1 kg = 45.900 kg; Harga panen Rp. 40.000,-/kg;
Jumlah tenaga kerja yang digunakan 4 orang.

6.2.1 Investasi
Biaya Investasi yang diperlukan untuk pembesaran ikan kakap putih sebesar
Rp 564.475.000,- dengan biaya penyusutan Rp. 101.721.000,-. Rincian biaya
investasi dapat dilihat pada Tabel 13 dan rincian biaya penyusutan dapat dilihat
pada Tabel 14.
Tabel 13. Biaya investasi pembesaran ikan kakap putih di BBPBL Lampung
Nilai
Harga/unit Joint Cost
No Jenis Investasi Jumlah Satuan Investasi
(Rp) (Rp)
(Rp)
1 KJA kayu dan rumah
2 unit 275.000.000 550.000.000 550.000.000
jaga
2 Kapal mesin fiber 1 unit 15.000.000 15.000.000 7.500.000
3 Scoopnet (keranjang
5 unit 50.000 250.000 125.000
serok)
4 Timbangan kasar 1 unit 200.000 200.000 100.000
5 Timbangan gantung 1 unit 150.000 150.000 75.000
6 Ember 6 unit 25.000 150.000 75.000
7 Genset 1 unit 10.000.000 10.000.000 5.000.000
8 Instalasi aerasi 1 paket 200.000 200.000 100.000
9 Instalasi listrik 1 paket 500.000 500.000 250.000
10 Penyemprot jaring 1 unit 2.500.000 2.500.000 1.250.000
Jumlah 578.950.000 564.475.000
53

Tabel 14. Biaya penyusutan pembesaran ikan kakap putih


Total Nilai Sisa Umur Penyusutan
No Uraian
Harga (Rp) (Rp) Teknis (Rp)

1 KJA kayu dan rumah jaga 550,000,000 55000000 5 99,000,000


2 Kapal mesin fiber 15,000,000 1500000 10 1,350,000
Scoopnet (keranjang
3 250,000 25000 3 75,000
serok)
4 Timbangan kasar 200,000 20000 5 36,000
5 Timbangan gantung 150,000 15000 5 27,000
6 Ember 150,000 15000 3 45,000
7 Genset 10,000,000 1000000 10 900,000
8 Instalasi aerasi 200,000 20000 10 18,000
9 Instalasi listrik 500,000 50000 10 45,000
10 Penyemprot jaring 2,500,000 250000 10 225,000
Jumlah 101,721,000

6.2.2 Biaya Tetap


Biaya tetap yang dikeluarkan dalam pembesaran ikan kakap putih di
BBPBL Lampung dikeluarkan untuk 1 tahun sebesar Rp. 433,408,750,-. Biaya
tetap untuk usaha pembesaran ikan kakap putih di Balai Besar Pengembangan
Budidaya Laut, Lampung dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Biaya tetap pembesaran ikan kakap putih di BBPBL Lampung
Harga Biaya Biaya
No Uraian Satuan Satuan Tetap/siklus Tetap/tahun
(Rp) (Rp) (Rp)
1 Penyusutan Investasi 101,721,000
2 Biaya perawatan 5% 282,237,750
3 Tenaga kerja 4 orang 1,000,000 72,000,000 48,000,000
4 Abodemen telepon bulan 100,000 1,800,000 1,200,000
5 PBB (Pajak Bumi tahun 150,000
Bangunan) 150,000
6 Alat tulis kantor paket 150,000 100,000
Jumlah 433,408,750

6.2.3 Biaya Variabel


Biaya variabel yang dikeluarkan untuk pembenihan ikan kakap putih selama
1 tahun di BBPBL Lampung adalah sebesar Rp. 1.010.006.700,-. Komponen
biaya variabel untuk kegiatan pembenihan, dapat dilihat pada Tabel 16.
54

Tabel 16. Biaya variabel pembesaran ikan kakap putih


Harga Biaya Biaya
No Uraian Satuan Satuan Variabel/siklus Variabel/tahun
(Rp) (Rp) (Rp)
1 Benih 51.000 ekor
900/ekor
size 4 cm 183,600,000 183,600,000
2 Pakan 68.085 kg 18,000,000 1,225,530,000 817,020,000
3 Solar 2.800 liter 4,500/ liter 12,600,000 8,400,000
4 Oli 1,200,000 800,000
5 Perlengkapan
panen dan 2,800,000 186,700
packing
Jumlah 1,425,730,000 1,010,006,700

6.2.4 Biaya Total Produksi


Biaya produksi selama satu tahun didapat dengan menjumlahkan biaya tetap
dan biaya variabel. Total biaya yang dikeluarkan selama 1 tahun sebesar Rp.
1.443.415.450,-. Perhitungan total biaya produksi sebagai berikut.
Biaya Produksi = Biaya Tetap + Biaya Variabel
Biaya Produksi = Rp. 433.408.750,- + Rp. 1.010.006.700,-
= Rp. 1.443.415.450,-

6.2.5 Penerimaan atau Pendapatan


Pendapatan adalah jumlah yang diperoleh dari hasil penjualan ikan selama
satu siklus. Jumlah benih yang ditebar 51.000 ekor dengan SR (survival rate) 90%
dan size panen 1 kg/ekor, dengan harga jual/kg Rp 40.000,-. Pendapatan yang
diterima selama satu siklus sebesar Rp. 1.836.000.000,-, perhitungan Pendapatan
atau penirimaan adalah sebagai berikut.
Total Produksi selama satu siklus = (51.000 ekor x 90%) x 1 kg/ekor
= 45.900 ekor x 1 kg/ekor
= 45.900 kg
Pendapatan selama satu siklus = Total Produksi x Harga Jual
= 45.900 kg x Rp 40.000,-/kg
= Rp. 1.836.000.000,-
55

6.2.6 Keuntungan (Analisis laba/rugi)


Keuntungan yang didapat selama satu siklus sebesar Rp. 825.993.300,-,
dengan perhitungan sebagai berikut.
Keuntungan/siklus = Pendapatan – (biaya total)
= Rp. 1.836.000.000 – Rp. 1.010.006.700
= Rp. 825.993.300,-

6.2.7 Perimbangan Penerimaan (R/C Ratio)


Perimbangan Penerimaan atau analisis R/C ratio merupakan alat analisis
yang digunakan untuk melihat pendapatan relatif suatu usaha dalam 1 tahun
terhadap biaya yang dipakai dalam kegiatan usaha. Suatu usaha dinyatakan layak
apabila R/C ratio besar dari 1. Semakin tinggi R/C ratio, tingkat keuntungan suatu
usaha akan semakin tinggi, berfungsi untuk menganalisa efisiensi nilai ekonomis
suatu usaha. Perhitungan R/C ratio sebagai berikut.
R/C = TR/TC
Rp. 1.010.006.700
R/C =
Rp. 825.993.300
= 1,22
Jadi, setiap Rp. 1 yang dikeluarkan, maka akan memperoleh hasil sebesar Rp. 1,22
atau keuntungan sebesar Rp. 0,22

6.2.8 Analisis Titik Impas Usaha (Break Event Point)


Usaha dinyatakan layak apabila nilai BEP produksi lebih besar dari jumlah
unit yang sedang diproduksi saat ini. Sementara itu, nilai BEP harga lebih rendah
daripada harga yang berlaku saat ini. Kegiatan pembesaran ikan kakap putih akan
mengalami titik impas pada penjualan sebesar Rp. 963.130.555,- atau dengan kata
lain jika menjual hasil produksi sebanyak 24.084,3 kg. Perhitungan BEP sebagai
berikut.

Biayatetap
BEP (unit) 
Biaya var iabel
h arg a 
Jumlahproduksi
56

Rp. 433,408,750
BEP (unit) 
Rp.1.010.006.700
Rp.40.000 
45.900kg
= 24.084,3 kg

Biayatetap
BEP ( Rp ) 
Biaya var iabel
1
Penjualan
Rp.433.408.750
BEP ( Rp ) 
Rp.1.010.006.700
1
Rp.1.836.000.000
= Rp. 963.130.555

6.2.9 Harga Pokok Produksi


Harga minimum untuk ikan kakap putih yang diproduksi sebesar Rp.
31.446,7,-. Perhitungan HPP sebagai berikut.
Total Biaya Produksi
HPP =
Total Produksi
Rp. 1.443.415.450
=
45.900 kg
= Rp. 31.446,7

6.2.10 Payback Period (PP)


Investasi yang dikeluarkan akan kembali dalam jangka waktu 1,02 tahun.
Perhitungan PP sebagai berikut.
Total Biaya Investasi
PP = x 1 tahun
Keuntungan pertahun
Rp. 564.475.000
= x 1 tahun
Rp. 550.662.200
= 1,02 tahun
57

VII. PENUTUP

Praktik Kerja Lapangan (PKL pembenihan dan pembesaran ikan kakap


putih (Lates calcarifer) dilaksanakan di BBPBL Lampung, dari tanggal 1 Maret
sampai 28 Mei 2011. Kegiatan pembenihan ikan kakap putih di BBPBL Lampung
meliputi kegiatan pemeliharaan induk, pemijahan induk, penghitungan fekunditas
dan penetasan telur, pemeliharaan larva dan benih, serta kultur pakan alami.
Sedangkan kegiatan pembesaran ikan kakap putih di BBPBL Lampung meliputi
persiapan wadah, penebaran benih, pemberian pakan, sampling pertumbuhan,
pengelolaan kualitas air, pengendalian penyakit, panen, pengepakan dan
transportasi.
Pembenihan ikan kakap putih berpotensi untuk dikembangkan, dilihat
berdasarkan hasil perhitungan analisa usaha. Pada usaha pembenihan diproduksi
sebanyak 304.518 ekor per tahun dengan harga jual Rp 900/ekor. Total
penerimaan Rp 274.066.200,-; keuntungan Rp 102.604.950,-; R/C rasio 1,6 dan
PP selama 0,8 tahun atau 9,6 bulan. Sedangkan pada usaha pembesaran
diproduksi ikan kakap putih size panen 45.900 kg/siklus (1 siklus 18 bulan),
dengan harga jual Rp 40.000/kg. total penerimaan Rp 1.836.000.000,-;
keuntungan Rp 825.993.300,-; R/C rasio 1,22 Dan PP selama 1,02 tahun.
58

DAFTAR PUSTAKA

Amri dan Sihombing, Toguan. 2008. Mengenal dan Mengendalikan Predator


Benih Ikan. PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.

Anonim. 2009. Sentra Pembenihan Ikan Kakap Putih. Dirjen Perikanan

Dinas Kelautan dan Perikanan. 2009. Warta Pasar Ikan “Kakap Besar di Nama
dan Nilai”. http://wpi.dkp.go.id/warta (18 April 2011).

Effendi, Irzal. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya : Jakarta.

Kordi, KM. 1997. Biologi dan Teknik Budidaya kakap Putih. Dahara Prize:
Semarang

Mudjiman, Ahmad. 2004. Makanan Ikan. Penebar Swadaya : Jakarta.

Santoso, H. Mustamin dan Hermawan, A. 1999. Produksi telur. Dalam:


Pembenihan Kakap Pitih (Lates calcarifer) deptan, ditjenkan. BBL Lampung.

Sugama,K. dan Wijono, 1995. Teknologi Pembenihan dan Pengadaan Ikan Laut.
Prosiding Temu Usaha Permasyarakatan Teknologi Karamba Jaring Apung bagi
Budidaya laut: Jakarta.

Sunyoto, P., dan A. Basyarie. 1990. Batas Waktu Pemberian Jasad Pakan Larva
Kakap Putih (Lates calcarifer). Jurnal Penelitian Budidaya Pantai. Terbitan
Khusus No.1:21-23.

Sutrisno,E. Santoso,H dan Antoro Suci. 1999. Pemeliharaan Larva. Dalam:


Pembenihan Kakap Putih (Lates calcarifer) ditjenkan. BBL Lampung.
59

LAMPIRAN
60

Lampiran 1. Peta lokasi balai besar pengembangan budidaya laut, Lampung


61

Lampiran 2. Jumlah induk kakap putih tahun pengadaan 2008 di BBPBL


Lampung
No Berat Panjang Ket
(kg) (cm)
1 3 56 Betina **
2 3.1 61 Jantan *
3 3.8 63 Betina **
4 3.4 60 Jantan *
5 3.8 64 Betina **
6 2.5 61 Jantan *
7 6 72 Betina **
8 2.5 58 Jantan **
9 2.8 58 Jantan *
10 4.6 68 Betina *
11 9 80 Betina **
12 7.5 77 Betina **
13 7.7 79 Betina **
14 4.5 67 Betina **
15 3.3 60 Jantan *
16 5.2 72 Betina **
17 6.2 76 Betina **
18 7 73 Betina **
19 2.4 55 Jantan **
20 7.1 78 Betina **
21 3.4 63 Betina **
22 6.6 79 Jantan **
23 4.5 70 Betina **
24 7 72 Betina **
25 6.4 75 Betina **
Keterangan : * = Isi (ada Sperma/telur)
** = Kosong
62

Lampiran 3. Jumlah induk kakap putih tahun pengadaan 2009 di BBPBL


Lampung
No Berat Panjang Ket
(kg) (cm)
1 2.4 57 Betina **
2 2.8 60 Betina **
3 3.6 62 Betina **
4 4.9 67 Betina **
5 2.5 61 Jantan *
6 2.2 55 Betina **
7 3.2 62 Jantan *
8 2.9 57 Jantan *
9 3.2 69 Jantan *
10 2.8 59 Jantan *
11 4.9 72 Betina **
12 6.6 72 Betina **
13 2.6 59 Jantan *
14 4.3 64 Betina **
15 5 68 Betina **
16 5.2 74 Betina **
17 5.5 70 Betina **
18 3.8 65 Jantan *
19 5.8 73 Betina **
20 3.3 62 Betina **
21 3.5 62 Jantan *
22 2.5 65 Jantan *
23 1.8 52 Jantan *
24 2.3 55 Jantan *
25 5.7 62 Betina **
Keterangan : * = Isi (ada Sperma/telur)
** = Kosong
63

Lampiran 4. Perkembangan telur ikan kakap putih

1 Sel 2 Sel 4 Sel 8 Sel

16 Sel 32 Sel 64 Sel 128 Sel

Multi Sel Grastula Neurola Embrio Sempurna

Jantung Tetas Larva

Anda mungkin juga menyukai