Anda di halaman 1dari 15

Gambaran Radiologi pada Pneumonia: Inovasi Terkini

Tujuan Ulasan

Pneumonia ialah salah satu penyakit infeksi terbesar yang bertanggung jawab
pada sebagian besar mortalitas dan morbiditas di seluruh dunia. Gambaran radiologis
memainkan sebuah peran yang sangat penting dalam mengevaluasi dan menatalakasana
pasien pasien dengan pneumonia. Wacana ini mengulas inovasi terbaru saat ini pada
diagnosis radiologis dan manajemen dari pasien pasien yang dicurigai dengan infeksi
paru.

Penemuan Terbaru

Radiografi dada merupakan salah satu alat pencitraan yang paling banyak
digunakan pada pneumonia dikarenakan ketersediaannya yang banyak dan rasio hemat
biaya yang sangat baik. Computed Tomography wajib dilakukan pada kasus kasus yang
tidak terselesaikan atau ketika dicurigai adanya suatu pneumonia. Pada banyak kasus,
sebuah pola radiologis yang khas dapat menunjukan diagnosis. Pneumonia bakterial
diklasifikasikan ke dalam 4 kelompok utama: Community Acquaired Pneumonia
(CAP), pneumonia aspirasi, healthcare-associated pneumonia (HCAP), Hospital
Acquired Pneumonia (HAP) dan Ventilator Acquired Pneumonia (VAP)]. Pola
radiografis dari pneumonia yang didapatkan dari komunitas mungkin dapat bervariasi
dan biasanya terkait dengan agen penyebab. Pneumonia aspirasi melibatkan lobus
bawah dengan warna opaq yang bilateral dan multicentre. Pola radiologis dari
pneumonia terkait pelayan kesehatan dan pneumonia yang didapatkan dari rumah sakit
sangat bervariasi, tapi yang paling umum ialah yang menunjukan gambaran difus
multifocal serta adanya efusi pleura.

Kesimpulan

Kombinasi dari pengenalan pola dan pengetahuan tentang latar belakang klinis
merupakan pendekatan yang paling penting pada interpretasi radiologis tentang
pneumonia. Gambaran radiologis akan mempersempit diagnosa banding dan akan
menjadi alat yang baik dalam melakukan pemeriksaan follow-up.
Kata Kunci: pneumonia bakterial, pneumonia nosokomial, pneumonia, computed
tomography pulmonar.

PENDAHULUAN

Pneumonia merupakan salah satu penyebab mortalitas dan morbiditas terbesar


pada pasien usia dewasa [1]. Pneumonia bakterial adalah penyebab kematian paling
umum nomor 6 di Amerika Serikat [2,3]. Pneumonia bakterial sebelumnya
diklasifikasikan dalam pneumonia lobaris, pneumonia bronkial, dan pneumonia
interstisial akut. Klasifikasi klasik berdasarkan morfologi ini tidak dapat
memberitahukan organisme apa yang menyebabkan pneumonia. Spektrum organisme
semakin meningkat: peningkatan populasi lansia yang berkelanjutan dan penggunaan
antibiotik yang luas telah mengubah pola dari pneumonia bakterial [4]. Maka dari itu,
kebanyakan penulis lebih memilih menggunakan klasifikasi klinis dari pneumonia
yaitu: Community Acquaired Pneumonia (CAP), pneumonia aspirasi, healthcare-
associated pneumonia (HCAP), Hospital Acquired Pneumonia (HAP) dan Ventilator
Acquired Pneumonia (VAP)]. Sejumlah pasien dengan immunocomromised juga telah
meningkat secara drastis dikarenakan adanya epidemik AIDS, kemoterapi kanker, dan
transplantasi organ [5,6] Selama beberapa tahun terakhir banyak terjadi infeksi yang
disebabkan oleh virus, seperti sindrome sitemik respiratori akut dan flu burung, yang
mana telah menjadi ancaman hebat bagi manusia [7].

Diagnosis pneumonia membutuhkan kombinasi penilaian klinis, gambaran


radiologis, dan uji mikrobiologis yang tepat [3]. Rontgen polos thorak ialah sebuah
pemeriksaan radiologis yang murah dan merupakan sebuah pemeriksaan awal yang
penting pada semua pasien yang dicurigai pneumonia [8]. Computed Tomography (CT)
merupakan sebuah pemeriksaan tambahan yang bernilai tambah jika dilakukan pada
pasien yang gambaran radiografis dadanya sulit dinilai, pneumonia sulit diobati, dan
jika dicurigai terdapatnya komplikasi [9].

GAMBARAN DARI PNEUMONIA BAKTERIAL

Tidak hanya sebagai tiang dalam mendiagnosis pneumonia, gambaran radiologis


juga dapat menunjukan apakah pneumonia yang terjadi didapatkan dari komunitas,
terkait aspirasi ataupun nososkomial.
Pneumonia Komunitas

CAP (Community Acquired Pneumonia) menyebabkan sebanyak 500.000


hingga 1 juta pasien dirawat di rumah sakit tiap tahunnya di Amerika Serikat dan
membawa angka morbiditas dan mortalitis serta biaya yang tinggi bersamanya [1,2].
Radiografi dada merupakan standar rujukan dalam mendiagnosis CAP; namun,
keandalanya masih terbatas dikarenakan adanya variasi pengamat dalam meng-
interpretasikan gambar. [10]. Penyebab dari CAP sangat beragam dan dipengaruhi juga
secara geografis. Agen bakterial yang menyebabkan CAP seperti Streptococcus
pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, dan Legionella
pneumophilia. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan Lim et al [11], agen bakteri
yang paling banyak menyebabkan CAP ialah Streptococcus pneumoniae yaitu sebanyak
48% kasus, diikuti virus sebanyak 19%, C.pneumoniae sebanyak 13%, Haemophilus
influenzae sebanyak 20%, dan M.pneumoniae sebanyak 3%.

Penemuan gambaran radiologis yang umum didapatkan pada CAP terdiri dari
ruang udara yang terkonsolidasi pada satu segmen lobus, yang dibatasi oleh permukaan
pleura (Gambar 1). Pola pneumonia lobaris dan bronkopneumonia sering terjadi pada
pneumonia pneumococcal [12]. Efusi pleura yang kecil sangat umum terjadi dan
biasanya bersifar reaktif. CT Scan mungkin dapat menunjukan tambahan tampilan
ground glass, nodul nodul sentrilobular, penebalan dinding bronkial, dan struktur
percabangan sentrilobular.

Mycoplasma pneumonia sering terjadi pada anak anak, remaja, dan dewasa
dibawah usia 40 tahun. Kejadian infeksi ini bervariasi tetapi juga makin meningkat
selama terjadinya epidemik. Tampilan radiografis juga beragam; namun, dua gejala
klinis utama dan sekelompok gambaran radiologis telah diidentifikasi [13,14]. Salah
satu pola ialah adanaya penyakit ruang udara unilateral atau bilateral dengan
penyebatran di lobus atau di segmen paru, pola yang lain ialah tampilan infiltrat nodus
retikular yang bilateral. Beberapa penelitian telah menunjukan bahwa tidak ada pola
radiografis yang dominan serta keterlibatan dasar paru akan sering dijumpai.
C.pneumoniae memiliki tampilan yang sama dengan M.pneumoniae. Sedangkan
L.pneumoniae ialah organisme yang bertanggung jawab pada penyakit Legionnaires
atau biasa disebut penyakit Legionella pneumonia. Penyakit ini mungkin mudah
menyebar, dikarenakan wabah terjadi berasalkan dari kolonisasi bakteri di penyejuk
udara, pelembab udara, dan sistem pengaliran air. Gejala klinis dari Legionella yaitu
seperti diare, sakit kepala, mialgia, dispnea, dan batuk. Pemeriksaan radiografis pada
penyakit ini ditemukan adanya konsolidasi segmental di perifer [15] (gambar 2). Pada
penyakit ini kemungkinan juga ada keterkaitan lobus.

CAP mungkin memiliki beberapa pola yang tidak biasa. Tampilan bundar pada
gambaran Pneumonia menggambarkan adanya massa pada pulmonar yang mungkin
dapat terlihat, terutama pada anak anak [16]. Infiltrat bilateral khususnya terdapat pada
pasien pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik dan pasien pasien dengan CAP.
Terkadang, pasien pasien ini memberikan gambaran pola linear yang akan menyulitkan
kita dalam menyingkirkan etiologi etiologi lain.

Pneumonia Aspirasi

Inhalasi bakteri dari orofaring atau lambung ke dalam laring serta saluran
pernafasan bawah akan menyebabkan pneumonia aspirasi. Inhalasi kandungan lambung
yang steril akan menyebabkan pneumonitis aspirasi. Aspirasi pneumonia juga dapat
disebabkan dari inhalasi kandungan material di orofoaring yang berisikan kolonisasi
bakteri (Gambar 3). Gejala dapat disebabkan oleh adanya gangguan kesadaran atau
adanya kesulitan saat menelan. Tampilan radiografis sangatlah bervariasi. Pola yang
paling umum ialah adanya gambaran opaq multicenter yang bilateral; penyebaran ke
perihilar dan basal mungkin dapat terjadi, terutama pada paru paru sebelah kanan. [18].

Pneumonia Terkait Pelayan Kesehatan

HCAP (Healthcare-Associated Pneumonia) merupakan sebuah entitas yang unik


dan berbeda dari CAP, tapi serupa dengan pneumonia nosokomial dalam banyak hal,
baik itu HAP atau VAP. Perbedaan HCAP dan CAP ialah pada bakteri penyebab dan
prognosis, dan maka dari itu, terapi untuk kedua kelompok penyakit ini juga seharusnya
berbeda, tapi bisa disamakan dengan pendekatan pada HAP dan VAP. Definisi HCAP
dari buku panduan ialah sebagai berikut; dirawat di rumah sakit selama ≥ 2 hari dalam
90 hari sebelumnya; tinggal di sebuah panti jompo atau fasilitas rawat lanjutan;
mendapatkan terapi infus di rumah; dialisis jangka panjang dalam 30 hari; mendapatkan
perawatan luka di rumah; dan terpajan anggota keluarga yang terinfeksi dengan patogen
multidrug resisten [19]. Angka mortalitas dari pasien pasien HCAP ialah sebanyak
(19,8%) yang juga serupa pada pasien dengan HAP, lebih tinggi daripada pasien pasien
CAP yang hanya sekitar 10%, tapi lebih rendah pada pasien VAP yang mendapatkan
angka 29,3% [20]. Selain itu, lama rawat inap di rumah sakit juga bertambah panjang
pada pasien dengan CAP, HCAP, HAP, dan VAP, dan seiring dengan ini, biaya
perawatan juga akan meningkat pada masing masing kelompok penyakit seperti yang
telah disbeutkan tadi. Pasien pasien dengan HCAP direkomendasikan agar mendapatkan
terapi sebagai patogen yang berpotensi resisten obat, seperti organisme Gram-negative
resisten dan Staphylococcus aureus resisten methicillin.

Pneumonia Nosokomial: Hospital Acquired Pneumonia (HAP) dan Ventilator


Assosciated Pneumonia.

HAP terjadi setelah perawatan di rumah sakit selama lebih dari 48 jam.
Organisme yang paling umum menybabkan penyakit ini ialah basil Gram-negatif
(Enterobacter, Escherichia coli, Pseudomonas aureginosa) dan kokus Gram-positif
(S.aureus, Streptococcus pneumoniae). Juga sering terjadi, HAP dianggap disebabkan
oleh berbagai jenis macam mikroba. Banyak faktor resiko yang mempengaruhi HAP
seperti usia, derajat keparahan penyakit yang mendasarinya, lama rawatan inap, dan
tindakan tindakan invasive yang dilakukan [21-23]. Pneumonia biasanya sering ditemui
pada unit rawatan intensive (ICU) pada pasien pasien yang menggunakan ventilasi
mekanik dan juga berkaitan dengan tingginya angka kematian (10%-50%) [24].
Menariknya, VAP yang terjadi selama 5 hari awal penggunaan ventilasi biasanya
disebabkan oleh Strep.pneumoniae, H. influenzae, M. catarrhalis dan, terkadang bakteri
anaerobes; sebaliknya, VAP yang didapatkan setelah 5 hari penggunaan ventilasi
biasanya disebabkan P. aeruginosa, Acinetobacter atau spesies Enterobacter, atau S.
Aureus yang resisten terhadap methicillin. Pola radiografik juga cukup bervariasi;
HCAP dan HAP biasanya berupa gambaran difus atau konsolidasi multilobular yang
bilateral. Efusi pleura biasanya tidak terkait dengan penyakit ini [25]. (Gambar 4)

Dikarenakan pasien pasien ini memiliki penyakit yang beriringan dengan


penyakit atelektasis, infark pulmonar, edema pulmonar atau sindroma respiratory
distress akut, maka rontgen polos thorak memiliki nilai yang terbatas. Tanda dari
gambaran radiografis ini tidak spesifik dan satu satunya tanda yang paling dapat
diandalkan ialah adanya tampilan air bronkogram. Sangat sedikit ahli radiologis yang
setuju tentang interpretasi gambar gambar ini. Selain itu, teknik radiografi dan faktor
klinis lainnya juga mempengaruhi interpretasi gambar. Peran rontgen thorak pada
pasien pasien rawatan inap ialah agar dapat menyingkirkan pneumonia ketika gambar
radiografi yang didapatkan normal [22,23]. CT Scan mungkin dapat membantu ketika
hasil radiografi thorak tidak meyakinkan, terutama pada pasien pasien dengan sindroma
pernafasan distress akut [25].

Komplikasi Pneumonia Bakterial

CAP dan pneumonia nosokomial terkait juga dengan beberapa komplikasi,


terutama pada pasien pasien immunocompromised. Terdapatnya tampilan kavitas lebih
menunjukan adanya suatu penyakit terkait bakteri ketimbang virus ataupun Mycoplasma
pneumonia. Organisme organisme yang terkait dengan tampilan kavitas ialah seperti
S.aureus, bakteri Gram-negative, dan anaerobes [12,17] (Gambar 5)

Gangren pulmonar ialah sebuah bentuk kavitas yang langka, yang mana akan
menghasilkan nekrotisasi dan setelah itu akan menimbulkan formasi kavitas yang luas;
hal ini biasanya terjadi secara sekunder akibat dari trombosis pembuluh darah paru.
Pneumococcus dan Klabsiella, juga Aspergilus, merupakan agen agen bakteri yang
paling umum menyerang pasien immunocompromised [26]. Infeksi staphylococcal juga
terkait dengan pneumatocele, sebuah ruang kistik yang bisa saja tunggal atau banyak,
yang mana umum kita jumpai pada anak-anak [12,17].

Pembesaran lobus dengan penonjolan dari fissura intra lobaris biasanya terkait
dengan pneumonia Klabsiella, yang mana umum kita jumpai pada orang dengan
riwayat konsumsi alkohol, mengenai lobus bagian atas dan merupakan penyebab
tersering terjadinya ‘tanda penonjolan fissura/bulging fissure sign’ yang terkenal.

Rata rata 20%-60% dari pasien pasien yang dirawat inap dengan pneumonia
bakterial juga akan terkena efusi pleural parapneumonic. Kebanyakan dari efusi ini
bersifat reaktif dan dapat diatasi dengan terapi antibiotik. Namun, dalam 5%-10% kasus,
efusi menjadi sulit ditangani dan akan berlanjut menjadi emfisema [27]. Pencitraan
dekubitus seharusnya dilakukan, dan jika ketebalan lapisan cairan pleura lebih besar
dari 10 mm, thorakosintesis harus segera dilakukan. Jika pasien tidak menunjukan
perbaikan dengan terapi, pertimbangkan untuk mengulang X-ray dada dalam 12-24 jam
untuk melihat apakah ada peningkatan efusi pleura. Pasien pasien seperti ini butuh
dilakukan thorakosintesis berulang dengan beberapa pertimbangan.

Pneumonia Virus

Beberapa jenis virus mungkin dapat menyebabkan infeksi saluran pernafasan


bawah pada pasien dewasa. Seperti contohnya virus influenza, adenovirus, virus
campak, Hanta virus, virus Varicella Zoster, dan Cytomegalovirus. Gejala yang muncul
sangat bergantung pada apakah host yang terinfeksi memiliki imun yang normal atau
immunocompromised. Virus virus ini menghasilkan temuan patologis trakeobronkitis,
bronkiolitis, dan pneumonia. Keterlibatan parenkim biasanya terjadi di paru yang
berdekatan dengan bronkiolus terminal dan bronkioli respiratori; namun, perluasan ke
seluruh lobulus mungkin juga terjadi. Pneumonia yang progresif dan cepat biasa terjadi
pada pasien yang lebih muda dan pada pasien pasien dengan immunocompromised
[28,29].

Trakeobronkitis biasanya tidak terkait dengan adanya kelainan radiologis,


sedangkan bronkiolitis akan menyebabkan obstruksi parsial jalan nafas dan
menghasilkan terjadinya hiperinflasi.

Pneumonia virus memiliki pola radiologis yang terdiri dari nodul yang tidak
berbatas tegas, nodul ruang dan udara (4-10mm), adanya tampilan ground glass patchy
area dari peribronkial, serta terdapatnya konsolidasi ruang dan udara. Hiperinflasi juga
biasanya terjadi terkait dengan adanya bronkiolitis. Pneumonia dapat menjadi parah
yang mana dapat kita lihat dari konfluens yang cepat dari konsolidasi yang mana akan
berdampak menjadi kerusakan alveolus yang difus, yang mana terdiri dari konsolidasi
homogenous atau konsolidasi ruang dan udara yang bersifat unilateral atau bilateral, dan
tampilan ground glass, serta tampilan nodul centrilobular yang tidak berbatas tegas.

Sindrome pulmonar Virus Hanta jika diidentifikasi secara radiologi dikatakan


sebagai edema interstisial dengan atau tanpa progres yang cepat menuju kelainan ruang
dan udara. Terdapat sebuah penyebaran yang central atau bibasilar bersamaan dengan
efusi pleura, yang mana merupakan penemuan yang umum ditemui. Kelainan
radiografis dapat muncul diawali dengan adanya sindrom kebocoran kapiler paru [30].

Baru baru ini, wabah Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) telah
dilaporkan terjadi di Cina, Hong Kong, dan Kanada. Penyakit ini dikarakteristikan
dengan sifat alami nya yang sangat infeksius , penurunan fungsi klinis yang cepat, serta
kecendrungan nya dalam melibatkan pekerja pelayan kesehatan. Rontgen thorak serial
merupakan pilihan penyelidikan awal dalam mendiagnosis kondisi ini. Penyakit ini
menunjukan gambaran opaq dengan dasar pleural perifer baik unilateral ataupun
bilateral [31]. Dalam beberapa kasus lanjutan, gambaran opaq yang tersebar luas di
kedua paru dapat kita jumpai. Efusi pleura biasanya tidak terkait dengan kondisi ini.
Gambaran CT dengan resolusi yang tinggi dapat menunjukan gambaran ground glass
opaq baik dengan atau tanpa penebalan interstitium interlobular, konsolidasi, atau
kombinasi keduanya. CT scan resolusi tinggi adalah pemeriksaan yang lebih sensitive
daripada radiografi dada dan juga CT scan menampilkan karakteristik kelainan secara
detail. CT scan thorak juga mungkin memainkan sebuah peran penting, tidak hanya
dalam hal deteksi dan karakterisasi penyakit, tapi juga dalam memonitor perjalanan
penyakit dan respon penyakit terhadap terapi yang diberikan, serta dalam
mengidentifikasi komplikasi [32]. Pneumomediastinum juga dapat terjadi dan
merupakan komplikasi nyata dari penyakit SARS.

Pneumonia Yang Sulit Disembuhkan

Pasien pasien pneumonia biasanya memberikan tampilan perbaikan setelah


diterapi 3 hingga 5 hari, meskipun perbaikan radiologis mungkin akan ada sedikit
keterlambatan. Perbaikan yang lambat dikatakan jika kelainan radiografis menetap
selama lebih dari 1 bulan [33]. Rata rata 90% pasien pasien dengan usia dibawah 50
tahun menunjukan perbaikan radiografis hanya dalam 4 minggu, sedangkan hanya 30%
pasien dengan usia lebih dari 50 tahun meningkat. Kondisi komorbid lainnya, seperti
contoh penyakit sistemik yang mendasari dan derajat keparahan pneumonia, pada
umumnya juga akan memperlambat penyembuhan. Pada pasien pasien dengan
pneumonia yang sulit disembuhkan, diagnosis tambahan seperti tuberkulosis,
pneumonia fungal, nocardia dan actinomycosis, kelainan neoplastic dari karsinoma
bronkogenik, limfoma, sarkoidosis, dan bronkoalveolar karsinoma juga harus
dipertimbangkan (Gambar 7). Selain itu, kelainan inflamasi yang terdiri dari
Bronkiolitis Obliterans Organizing Pneumonia (BOOP), pneumonia eusinofilik,
vaskulitis sistemik, dan penyakit paru yang dicetuskan obat juga berperan dalam
sejumlah proporsi yang signifikan [34]. Bronchiolitis Obliterans Organizing Pneumonia
menunjukan gambaran radiografis berupa sebuah bentuk tambalan alveolar yang
terletak di perifer dan hal ini akan menjadi sukar dibedakan dengan tampilan radiografis
yang didapatkan dari pneumonia bakterial (Gambar 8). Terakhir, emboli pulmonar dan
infark pulmonar mungkin dapat menyerupai tampilan pneumonia hingga mencapai 30%
kasus [35]. Kegagalan terapi dari pasien yang dicurigai pneumonia harus diselidiki lagi
lebih dalam dengan menggunakan pemeriksaan CT scan (Gambar 9). Deteksi kelainan
bagian parenkim paru, penyakit interstisial, dan nodul nodul, mungkin dapat
mempersempit diagnosa banding atau bahkan dapat menjadi sebuah diagnosa tambahan.

Menghubungkan Temuan Klinis dan Temuan Radiologis

Dikarenakan sebagian besar modalitas pencitraan dalam mengevaluasi pasien


pasien yang sudah terdiagnosis atau curiga suatu infeksi pneumonia hanyalah rontgen
thorak dan CT scan, gambaran ini harus diinterpretasikan dengan pengetahuan tentang
gejala klinis yang diderita. Hal hal ini termasuk gejala gejala pasien, tingkat dispnea,
adanya demam atau peningkatan leukosit, batuk yang produktif maupun yang tidak
produktif, lamanya dirasakan gejala, dan status imun pasien. Lokasi tinggal pasien, baik
apakah di sebuah komunitas, panti jompo atau di sebuah rumah sakit, ialah hal hal yang
penting dalam mengkategorikan pneumonia [21,23].

Meskipun sangatlah berharga, data klinis dan temuan radiografis mungkin dapat
gagal dalam menetapkan diagnosis pneumonia yang pasti. Hal ini terjadi dikarenakan
demam mungkin terkait dengan penyakit paru yang dicetuskan obat obatan, pneumonia
eusinofilik, dan vaskulitis pulmonar. Selain itu, edema pulmonar dan perdarahan
mungkin juga akan menghasilkan penyakit pulmonar yang terlokalisir dan menyebar di
lobaris atau segmental. Kesulitan mungkin akan dapat terjadi pada saat membedakan
sindroma gagal nafas akut dengan pneumonia, dan terutama ketika kedua penyakit
tersebut memang ada secara bersamaan. Rontgen thorak harus dilakukan kapan saja
ketika seorang pasien dicurigai dengan pneumonia. Ini merupakan sebuah pemeriksaan
yang penting dalam mendeteksi tampilan infiltrat baru dan untuk memonitor respon
terapi terhadap pasien [11-14]. Radiografi dada juga memainkan sebuah peran dalam
menilai perluasan penyakit dan dalam mendeteksi adanya komplikasi seperti kavitas,
abses, pneumothorak, dan efusi pleura.

Bagaimana dengan pasien pasien yang datang ke rumah sakit dan dicurigai
dengan CAP tapi memberikan gambaran rontgen thorak yang normal? Basi et al. [37]
meneliti 2706 pasien dewasa dengan metoda kohort berdasarkan populasi yang datang
ke rumah sakit dan dicurigai pneumonia. Mereka membagi pasien atas ada atau
tidaknya tanda penegak diagnosis pneumonia pada rontgen thorak mereka. Pasien tanpa
tanda pneumonia pada rontgen mereka memiliki hasil biakan sputum yang mirip (32%
dibandingkan 30%) dan biakan darah (6% dibandingkan 8%). Dengan demikian, tidak
adanya temuan radiologis seharusnya tidak menghalangi diagnosa dan pemberian
antibiotik empiris pada pasien pasien yang menderita trakeobronkitis bakterial.

CT Scan Pulmonar

CT scan merupakan pemeriksaan tambahan yang berguna setelah dilakukannya


radiografi konvensional dan juga CT Scan menyediakan detail anatomis yang baik
terhadap pola dan penyebaran penyakit di pulmonar. Penemuan penyakit ruang dan
udara, nodul ruang dan udara, tampilan ground glass, konsolidasi, air bronkogram, dan
penyebaran centrilobular atau perilobular dapat dilihat dengan jelas pada pemeriksaan
CT scan dibandingkan rontgen thorak [12,17]. Tampilan ground glass ialah temuan CT
scan pada pneumonia yang tidak spesifik, mewakili baik itu penyakit pada alveolar
ataupun penyakit interstisial. Penemuan radiologis pada penyakit interstisial
memberikan gambaran berupa penebalan yang disebabkan edema pulmonar, neoplasma,
inflamasi, atau fibrosis struktur normal interstisial normal. Hal hal ini diwakili oleh
temuan CT scan dengan adanya penebalan pada bagian septal, penebalan dinding
bronkial, perfusi mosaic, penebalan kumparan bronkovaskular, nodul interstisial, dan
tampilan sarang lebah (Honeycomb) [12,17,38]. Peran CT scan sangatlah penting pada
pasien pasien yang tidak memiliki temuan untuk penegakan diagnostik, dan juga CT
scan sangat berguna dalam menemukan komplikasi pneumonia.

CT scan resolusi tinggi yang didapatkan dari 114 pasien (56 pasien
immunocompetent, 56 pasien immunocompromised) menunjukan tidak ada ditemukan
konsolidasi ruang dan udara pada pasien dengan pneumonia viral dan Pneumocystis
carinii pneumonia (9%), tapi sebaliknya pada pasien pneumonia bakteria sebanyak
(85%), M.pneumoniae sebanyak (79%), dan pneumonia fungal (75%) [38]. Perluasan
area ground glass yang simetris dan bilateral terdapat pada 95% kasus pasien dengan
P.carinii pneumoni. Nodul centrilobular hanya sedikit ditemukan pada pneumonia
bakterial yaitu sebanyak (17%) kasus, daripada yang ditemukan pada M.pneumonia
sebanyak (96%) kasus, pada virus sebanyak (78%) kasus, dan pneumonia fungal
sebanyak (92%) kasus [38].

Strategi Dalam Mengoptimalisasi Penilaian Radiologis

Pada CAP, diagnosis dan manajemen biasanya didasari rontgen thorak


konvensional; prosedur diagnostik lain jarang dibutuhkan. Lebih dari 90% pasien
dengan konsolidasi segmental atau lobaris biasanya menderita pneumococcal
pneumonia atau sebuah pneumonia atipikal yang biasanya disebabkan oleh mycoplasma
atau virus [12-15]. Sebagai sebuah strategi diagnostik, melakukan rontgen thorak dalam
menegakan diagnosis CAP pada pasien dewasa sangat direkomendasikan jika pasien
memiliki 4 tanda klinis sebagai berikut: demam, batuk, sputum, dan ronkhi kasar [8].
Keandalan pengamat terhadap temuan radiografis dan hubungannya dengan patogen
penyebab yang berbeda pada penyakit CAP telah diselidiki oleh Boersma et al.[39].
Keandalan pengamat sangatlah buruk (k < 0.4) dalam menentukan pola infiltrat utama
dan adanya tampilan air bronkogram, limfadenopati, dan penebalan dinding bronkial.
Tapi keandalan pengamat cukup baik (k 0.4–0.7) atau bahkan sangat baik (k >0.7)
dalam menentukan adanya gambaran efusi pleura, perluasan pneumonia, dan dalam
mengidentifikasi adanya keterlibatan lobular. M.pneumoniae sering sekali terkait
dengan danya tampilan kekeruhan patchy alveolar ketimbang daripada
Strep.pneumoniae, Chlamidya spp. yang seringkali diadapatkan keterkaitannya dengan
lobular yaitu sebnayak 86% kasus, terutama ketika kita membandingkan M.pneumonie
dan Strep.pneumoniae. Radiografi thorak memiliki nilai yang sangat terbatas dalam
memprediksi bakteri penyebab pneumonia, tapi sangat bnaik dalam menilai apakah ada
perluasan pnumonia dan dalam mendeteksi komplikasi seperti efusi parapneumonic.

Pada pneumonia nosokomial, patchy bronkial pneumonia ialah temuan yang


paling umum didapatkan dan biasanya disebabkan oleh bakteri bakteri Gram-negative,
terutama Pseudomonas atau Klabsiella [12,17]. Pneumonia aspirasi harus selalu
dicurigai jika infiltrat terdapat secara bilateral di bagian posterior paru. Pasien pasien
yang dirawat di ICU memiliki persentase kelainan radiografis thorak yang tinggi.
Penelitian dalam manajemen dan kemanjuran dalam mengevaluasi peran rontgen thorak
rutin di ICU masih dibutuhkan. Loeb et al.[40] menetapkan bahwa persetujuan antar
ahli radiologis tentang menggunakan rontgen thorak yang mobile dalam menetapkan
ada atau tidaknya infiltrat dapat dinilai “adil”. Penentuan terapi didalamnya harus
terdapat temuan klinis dan seharusnya tidak boleh hanya ditetapkan berdasarkan temuan
radiografi.

CT scan resolusi tinggi dapat menjadi sangat berguna pada pasien pasien yang
menderita gejala gejala respiratorik tapi gambaran radiografisnya tidak ada kelainan;
dibutuhkan informasi tambahan pada temuan radiografis, atau lihat penyakit parenkim
atau penyakit pleural yang muncul bersamaan. CT scan juga dapat sangat bermanfaat
dalam menuntun arahan diagnostik seperti penggunaan bronkoskopi atau biopsi paru
[35,37,41,42] (Gambar 11). Terlepas dari ketidakmampuan CT scan sebagai penegak
diagnosis yang spesifik, CT scan dapat sangat berguna dalam membedakan penyakit
parenkim paru apakah itu disebabkan infeksi ataupun non-infeksi.

CT Scan Mobile

Membuat penelitian tentang CT scan tersedia pada satu titik perawatan berarti
bahwa pasien pasien yang sakit berat hanya akan menghadapi sedikit kesulitan dan
kesulitan yang biasa terjadi diakibatkan karena adanya beberapa pemindahan. Banyak
pasien di ICU sakit kritis dan tidak stabil secara fisiologis [43]. Pemindahan pasien
menuju ruang CT scan di bagian radiologi di rumah sakit akan memberikan resiko
penurunan kestabilan fisiologis pasien lebih jauh atau dapat menyebabkan kecelakaan
teknis yang mana pada akhirnya juga dapat menyebabkan cedera sekunder dan
menghalangi pasien dalam menerima terapi yang adekuat, yang mana juga dapat
memperburuk keadaan. Selain itu, selama wabah infeksi, layanan CT scan dapat
diberikan di dekat tempat perawatan agar pelayan kesehatan dapat memberikan isolasi
ketat terhadap pasien; yang mana hal ini terjadi pada saat epidemik SARS. CT scan
Mobile hanya tersedia baru baru ini, maka dari itu pengalaman dalam menggunakannya
di ICU masih sangat terbatas [44]. CT scan Mobile terbaru ini dapat dengan mudah
digerakan dan dipindahkan agar dekat dengan ranjang pasien yang dirawat. Dengan alat
ini, memungkinkan kita dalam memindai pasien yang berisirahat di meja atau ranjang
yang tidak bergerak. Sedangkan untuk melindungi staf pekerja dan pasien lain dari
pajanan radiasi, dapat digunakan pelindung radiasi yang juga dibuat mobile/bebas
digerakan.

Batasan terbesar penggunaan CT Scan mobile yang menggunakan tenaga baterai


ini ialah waktu tunggu suhu panas yang rendah dan tenaga tabung X-ray nya yang
rendah dibandingkan dengan pemindai canggih multidetektor tomografi aksial. Namun,
gambaran yang kabur disebabkan pergerakan karena dampak dari waktu akuisisi yang
panjang bukanlah suatu masalah dalam menginterpretasi hasil pindaian. Dosis radiasi,
dinyatakan sebagai indeks dosis, tetap menjadi perhatian staf pekerja medis yang
bekerja di sekitar alat; namun, pelindung portable akan dapat memberikan perlindungan
yang efektif kepada pekerja medis yang mengoperasikan alat dan pasien di sekitar.
Meskipun pencitraan parenkim paru, rongga pleura, dan mediastinum tidak sulit
dilakukan, penegakan diagnosis emboli pulmonar dengan CT mobile akan sulit
dilakukan. Dibutuhkan lebih banyak penelitian agar dapat meyakinkan kualitas,
sensitivitas dan spesifisitas pemindai thorak mobile ini terhadap penyakit penyakit yang
berbeda [45]

KESIMPULAN

Radiologi memainkan sebuah peran penting dalam menegakan diagnosis dan


memanajemen pasien pasien yang dicurigai pneumonia. Rontgen thorak dada
konvensional masih menjadi pilihan pencitraan pertama. CT Scan resolusi tinggi
tidaklah direkomendasikan sebagai pemeriksaan awal, tapi sangat berguna jika
dilakukan pada pasien pasien yang terdapat gejala klinis tapi gambaran radiologis nya
menunjukan hasil yang tidak spesifik, negative, dan juga equivocal. CT scan terkadang
mungkin dapat memberikan petunjuk terhadap bakteri penyebab pneumonia, tapi juga
dapat membantu dalam menyingkirkan diagnosa banding penyakit parenkim paru akut
apakah itu disebabkan infeksi ataupun disebabkan non-infeksi.
GAMBAR 1: Konsolidasi pada lobus atas kanan pada pasien community-acquired
pneumonia (CAP)

CT scan (b) menunjukan temuan konsolidasi khas, dimana air


bronkogram dapat terlihat dan pembuluh darah nya sulit dibedakan
dengan paru yang terkonsolidasi

GAMBAR 2: Konsolidasi multilobular yang bilateral, terdapat pada pnemonia


Legionella yang pada akhirnya menjadi gagal nafas akut

GAMBAR 3: Pneumonia aspirasi pada pasien pasien dengan disfagia

Hydropneumothorak spontaneus biasanya terjadi pada nekrosis paru dan


fistula bronkopleural

GAMBAR 4: Pneumonia nosokomila lobus bawah kiri, yang disebabkan oleh


polimikrobial, yang terjadi pada pasien post colectomy

GAMBAR 5: Kavitas pada lobus bawah kiri pada pasien dengan pneumonia
nosokomial Gram-negative (Pseudomonas)

GAMBAR 6: Pneumonia Influenza pada pasien usia tua yang lemah, yang mana pasien
ini tidak mendapatkan vaksin influenza

GAMBAR 7: Pneumonia sulit disembuhkan yang dinilai dengan CT Scan dan


Bronkoskopi, ternyata ialah sebuah karsinoma bronkoalveolar.

X-ray dada dan CT scan di kolom a dan b dilakukan 1 bulan sebelum


pada kolom c, yang mana dapat kita lihat progress penyakit yang
dramatis.

GAMBAR 8: Bronkiolitis Obliterans Organizing Pneumonia dengan etiologi idiopatik.

GAMBAR 9: Tampilan klinis dari pneumonia bawah kiri terbukti ialah sebuah infark
pulmonar yang diperiksa dengan menggunakan CT scan spiral.
GAMBAR 10: Persetujuan pengamat yang buruk terhadap CAP yang terjadi pada pasien
Cardiomyopathy dan Sepsis.

Biakan sputum membenarkan adanya pertumbuhan Strep.pneumoniae


yang hebat. Terdapat gambaran opaq pada lobus kiri atas sesuai dengan
diagnosa pneumonia.

Gambar 11: VAP pada pasien dengan Acute Respiratory Distress Syndrome
sangatlah sulit untuk didiagnosa, maka dari itu membutuhkan hubungan
klinis dan radiologis

CAP community-acquired pneumonia


CT computed tomography
HAP hospital-acquired pneumonia
HCAP healthcare-associated pneumoni
ICU intensive care unit
SARS severe acute respiratory syndrome
VAP ventilator-associated pneumonia

Anda mungkin juga menyukai