Anda di halaman 1dari 5

STANDARISASI EKSTRAK AIR DAUN

JATI BELANDA DAN TEH HIJAU


Ahmad Najib, Abd. Malik, Aktsar Roskiana Ahmad, Virsa Handayani,
Rezki Amriati Syarif, Risda Waris
Fakultas Farmasi, Universitas Muslim Indonesia
aktsar.roskiana@umi.ac.id

ABSTRAK
Teh hijau memiliki nama spesies Camellia sinensis (L.) Kuntze, family Theaceae dan Jati belanda
(Guazuma ulmifolia Lam.) termasuk kedalam family sterculiaceae Tujuan Penelitian ini adalah melakukan
standarisasi ekstrak air daun jati belanda dan ekstrak air the hijau. Ekstrak distandardisasi dengan beberapa dua
parameter yaitu parameter spesifik dan parameter non spesifik. Kadar sari larut air pada jati belanda 12,88 % dan
teh hijau 40,88, sedangkan kadar sari larut etanol pada jati belanda 4, 23 % dan pada teh hijau 4,23 %. Hasil
pengujian kandungan kimia menunjukkan pada ekstrak jati belanda mengandung saponin dan flavonoid sedangkan
pada teh hijau mengandung tannin dan flavonoid. Kadar air ekstrak daun jati belanda 0,95 % dan teh hijau 2,79%.
Hasil kadar abu total jati belanda sebesar 37,61% dan teh hijau 36,84 %. Kadar abu tidak larut asam yaitu pada
jati belanda sebesar 3,54% dan teh hijau 3,77%. Hasil dari penetapan susut pengeringan pada ekstrak jati belanda
yaitu 0,46 % dan teh hijau 0,46 %. Ekstrak jati belanda maupun teh hijau berdasarkan pengujian standarisasi
meliputi parameter spesifik dan no-spesifik memenuhi standarisasi mutu bahan baku.

Keywords: The Hijau, Jati Belanda, Standarisasi, Saponn, Flavonoid

I. PENDAHULUAN piala 250 ml Pirex®), gelas ukur 25 ml dan 100 ml


Obat tradisional dibuat dalam bentuk ekstrak (Pirex®), desikator, kertas saring Whatman no 42,
karena tanaman obat tidak lagi praktis jika digunakan kertas saring bebas abu, krus silikat, Labu Erlenmeyer
dalam bentuk bahan utuh (simplisia). Ekstrak tersebut (Pirex®), pipet volume (Pirex®),
®
bisa dalam bentuk ekstrak kering, ekstrak kental dan rotary vacuum evaporator (Buchi Rotavapor R-
ekstrak cair yang proses pembuatannya disesuaikan 220), tabung reaksi (iwaki Pirex®), spektrofotometri
dengan bahan aktif yang dikandung serta maksud serapan atom (Aurora®), sendok tanduk, tanur
penggunaannya (Anam et al., 2013). (Furnace ®), dan timbangan analitik (Kern®).
Pengembangan obat tradisional diusahakan Bahan-bahan yang digunakan adalah
agar dapat sejalan dengan pengobatan modern. aquadest, aluminium foil, kertas saring, etanol 70%,
Berbagai penelitian dan pengembangan yang asam nitrat (p.a), asam sulfat, larutan baku timbale (II)
memanfaatkan kemajuan tekhnologi juga dilakukan nitrat, larutan baku cadmium, dan sampel daun jati
sebagai upaya peningkatan mutu dan keamanan belanda dan teh hijau
produk yang diharapkan dapat lebih meningkatkan
kepercayaan terhadap manfaat obat tradisional C. Prosedur Penelitian
tersebut. Pengembangan obat tradisional juga 1. Penyiapan alat dan bahan
didukung oleh Peraturan Menteri Kesehatan Republik Alat dan bahan disiapkan sesuai dengan
Indonesia, tentang fitofarmaka, yang berarti kebutuhan penelitian yang akan dilaksanakan.
diperlukan adanya pengendalian mutu simplisia yang
akan digunakan untuk bahan baku obat atau sediaan 2. Pengambilan dan Pengolahan Sampel
galenik (BPOM, 2005; Tjitrosoepomo, G., 1994). Sampel daun jati belanda dan teh hijau
yang telah diperoleh dibersihkan dari kotoran yang
II. METODE PENELITIAN melekat dengan cara dicuci dengan air mengalir
A. Waktu dan Lokasi Penelitian kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan
Penelitian ini dilakukan di laboratorium pada tempat yang tidak terkena sinar matahari
Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi langsung kemudian dipotong kecil-kecil, diserbukan
Universitas Muslim Indonesia pada bulan dan siap untuk diekstraksi.
November-Februari 2016.
3. Metode ekstraksi
B. Alat dan Bahan Ditimbang 500 gr daun jati belanda dan teh
Alat yang digunakan adalah batang hijau, kemudian dimasukan kedalam bejana maserasi.
pengaduk, cawan porselin, Chamber (Camag®), gelas Dituang secara perlahan pelarut etanol kedalam
Jurnal Fitofarmaka Indonesia, Vol. 4 No.2 241
bejana maserasi yang berisi serbuk daun jati belanda pada chamber, dielusi sampai tanda, diambil dan
dan teh hijau. Kemudian biarkan cairan penyari dibiarkan sampai kering. Ekstrak mengandung
merendam serbuk simplisia selama 3 hari sesekali terpenoid bebas bila dilihat dibawah sinar UV 365 nm
dilakukan pengadukan, dilakukan remaserasi hingga berfluoresensi hijau / berwarna merah ungu atau biru
bening. Selanjutnya disari kedalam wadah baru dengan pereaksi asam sulfat pekat 10 % dalam
sehingga diperoleh ekstrak cair. Hasil penyarian dari methanol (sthahl Egol, 1969).
ekstrak diuapkan dengan menggunakan rotavapor
dibawah titik didih hingga diperoleh ekstrak kental b. Uji Alkaloid
(Ditjen POM, 2000). Dibuat fase gerak etilasetat – metanol – air
(100:13,5:10) dimasukkan dalam chamber, dibiarkan
4. Penetapan parameter spesifik sampai jenuh. Pada plat KLT GF254 p ditotolkan kira-
a. Parameter identitas ekstrak kira 5 l masing – masing sari etil asetat, air,
Parameter identitas ekstrak dilakukan masukkan dalam chamber, dielusi sampai tanda,
dengan tujuan memberikan identitas objektif dari diambil dan dibiarkan sampai kering. Ekstrak
nama tumbuhan. Deskripsi tata nama mencakup nama mengandung alkaloid bebas bila dilihat dibawah sinar
ekstrak, nama latin tumbuhan, bagian tumbuhan yang UV 365 nm berfluoresensi hijau / berwarna jingga
digunakan serta nama Indonesia tumbuhan (Depkes dengan pereaksi Dragendorf (sthahl Egol, 1969).
RI, 2000).
c. Uji Flavonoid
Dibuat fase gerak kloroform – etilasetat (6
b. Uji organoleptik
Uji organoleptik merupakan pengenalan : 4) dimasukkan dalam chamber, dibiarkan sampai
awal yang sederhana seobjektif mungkin. Uji jenuh. Pada plat KLT GF254 p ditotolkan kira-kira 5 l
organoleptik dilakukan dengan pengamatan terhadap masing – masing sari etil asetat, air, lalu dimasukan
bentuk, warna, bau, dan rasa (Depkes RI, 2000). dalam chamber, dielusi sampai tanda. Ekstrak
mengandung flavonoid bebas bila dilihat dibawah
c. Uji senyawa yang larut dalam air sinar UV 365 nm berfluoresensi hijau / berwarna biru
Sejumlah 5 gram ekstrak dimaserasi selama atau kuning dengan pereaksi sitro borat (sthahl Egol,
24 jam dengan 100 ml air-kloroform menggunakan 1969).
labu bersumbat sambil dikocok selama 6 jam pertama
dan kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian 5. Penetapan parameter non spesifik
disaring. Uapkan 20 ml filtrate hingga kering dalam a. Penetapan susut pengeringan
cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara. Residu Ekstrak ditimbang secara seksama sebanyak
dipanaskan pada suhu 105 ºC hingga bobot tetap. 1 g sampai 2 g dan dimasukan kedalam botol timbang
Hitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam dangkal tertutup yang sebelumnya telah dipanaskan
air terhadap berat ekstrak awal (Depkes RI, 2000). pada suhu 105ºC selama 30 menitdan telah ditara.
Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol
d. Kadar senyawa yang larut dalam etanol timbang, dengan menggoyangkan botol hingga
Sejumlah 5 gram ekstrak dimaserasi selama merupakan lapisan setebal kurang 5 mm sampai 10
24 jam dengan 100 ml etanol (95%) menggunakan mm, kemudian dimasuka kedalam ruang pengering.
labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 Dibuka tutupnya, keringkan pada suhu 105ºC hingga
jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. botol tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan
Disaring cepat dengan menghindari penguapan botol dalam keadaan tertutup mendingin dalam
etanol, kemudian diuapkan 20 ml filtrat hingga kering eksikator hingga suhu kamar. Kemudian keringkan
dalam cawan penguap yang telah ditera, residu kembali pada suhu penetapan hingga bobot tetap
dipanaskan pada suhu 105ºC hingga bobot tetap. (Depkes RI, 2000).
Dihitung kadar dalam persen senyawa yang larut
dalam etanol terhadap berat ekstrak awal (Depkes RI, b. Kadar air
2000). Metode gravimetri
Masukan lebih kurang 1 gram ekstrak dan
e. Uji kandungan kimia ekstrak ditimbang seksama dalam wadah yang telah ditara.
Profil KLT ekstrak Keringkan pada suhu 105ºC selama 5 jam dan
a. Uji terpenoid ditimbang. Lanjutkan pengeringan dan timbang pada
Fase gerak dibuat campuran heksan– jarak 1 jam sampai perbedaan antara 2 penimbangan
etilasetat (1:1) dimasukkan ke dalam chamber dan berturut-turut tidak lebih dari 0,25 % (Depkes RI,
dibiarkan sampai jenuh. Pada plat KLT GF254 p 2000).
ditotolkan kira-kira 5 l sari heksan dan dimasukkan
Jurnal Fitofarmaka Indonesia, Vol. 4 No.2 242
c. Kadar abu gelombang 217 nm, sedangkan kadar cadmium diukur
1. Penetapan kadar abu total pada panjang gelombang 288,8 nm.
Lebih kurang 2 gram sampai 3 gram ekstrak
yang telah digerus dan ditimbang seksama, dimasukan 4. Bobot jenis
kedalam krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, Gunakan piknometer bersih, kering dan telah
ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dikalibrasi dengan menetapkan bobot piknometer dan
dinginkan, timbang. Jika cara ini arang tidak dapat bobot air yang baru didihkan pada suhu 25ºC. Atur
dihilangkan, tambahkan air panas. Saring melalui hingga suhu ekstrak cair lebih kurang 20ºC, masukkan
kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa kertas dan kertas ke dalam piknometer. Atur suhu piknometer yang
saring dalam krus yang sama. Masukan filtrat kedalam telah diisi hingga suhu 25ºC, buang kelebihan ekstrak
krus. Uapakan, pijarkan ingga bobot tetap. Timbang, cair dan ditimbang. Kurangkan bobot piknometer
hitung kadar abu terhada bahan yang telah kosong dari bobot piknometer yang telah diisi. Bobot
dikeringkan diudara (Depkes RI, 2000). jenis ekstrak dengan bobot air, dalam piknometer pada
suhu 25ºC.
2. Penetapn kadar abu yang tidak larut dalam
asam III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Abu yang diperoleh dari penetapan kadar Standarisasi dalam kefarmasian tidak lain
abu, didihkan dengan 25 ml asam sulfat encer P adalah serangkaian parameter, prosedur dan cara
selama 5 menit, bagian yang tidak larut asam pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas terkait paradigma kefarmasian, mutu dalam artian
abu, dicuci dengan air panas, pijarkan hingga bobot memenuhi syarat standar (kimia, biologi dan farmasi),
tetap, timbang. Hitung kadar kadar abu yang tidak termasuk jaminan batas-batas stabilitas sebagai
larut dalam asam terhadap bahan yang telah produk kefarmasian umumnya. Dengan kata lain,
dikeringkan di udara (Depkes RI, 2000). pengertian standarisasi juga berarti proses menjamin
bahwa produk akhir obat (obat, ekstrak atau produk
3. Cemaran logam berat ekstrak) mempunyai nilai parameter tertentu yang
Spektrofotometer AAs (Pb dan Cd) konstan dan ditetapkan terlebih dahulu. Terdapat dua
a. Pembuatan kurva baku Pd dan Cd faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak yaitu faktor
Dari larutan baku Pb(NO3)2 dipipet 5 ml biologi dari bahan asal tumbuhan obat dan faktor
kemudian dicukupkan volumenya hingga 50 ml kandungan kimia bahan obat tersebut (Depkes RI
dengan HNO3 2% dari larutan ini dipipet 1 ml, 2 ml, 3 2000).
ml, 4 ml, dan 5 ml. kemudian dimasukan kedalam labu Standardisasi adalah proses penetapan sifat
tentukur 50 ml dan dicukupkan volumenya hingga berdasarkan parameter-parameter tertentu untuk
batas tanda. Diperoleh larutan baku dengan mencapai derajat kualitas yang sama. Ekstrak
konsentrasi 2 bpj, 4 bpj, 6 bpj, 8 bpj dan 10 bpj. distandardisasi dengan beberapa dua parameter yaitu
Dari larutan baku Cd (NO3)2 1000 bpj dipipet parameter spesifik dan parameter non spesifik (Handa
5 ml kemudian dicukupkan volumenya hingga 50 ml et al., 2008). Parameter spesifik meliputi identitas,
dengan HNO3 2% (100 bpj). Dari larutan ini dipipet 1 organoleptic, senyawa kimia larut air dan etanol,
ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml dan 5 ml. kemudian dimasukan kandungan kimia. Sedangkan parameter non spesifik
kedalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan meliputi susut pengeringan, kadar air, kadar abu,
volumenya hingga batas tanda. Diperoleh larutan cemaran logam dan bobot jenis.
baku dengan konsentrasi 0,1 bpj, 0,2 bpj, 0,3 bpj, 0,4 Identitas ekstrak sangat penting dalam
bpj dan 0,5 bpj. pengujian pendahuluan sebagai pengenalan awal dan
bagain tanaman yang digunakan. Penelitian ini sesuai
b. Larutan uji dengan hasil identifikasi tanaman menggunakan teh
Ditimbang dengan teliti 5 g sampel hijau Camellia sinensis (L.) Kuntze, family Theaceae
kemudian dimasukan dalam beker gelas, ditambahkan dan daun jati belanda Guazuma ulmifolia Lam. family
5 ml HNO3 p.a dan 1 ml HClO4 p.a lalu didestruksi sterculiaceae, pada penelitian ini bagian tanaman yang
pada suhu 200ºC sampai diperoleh larutan jernih, digunakan adalah daun (folium).
didinginkan dan disaring menggunakan kertas Uji orngoleptik pada daun jati belanda dan
whatman No 40-41. Dimasukan dalam labu ukur 50 teh hijau merupakan ekstrak kering bewarna hijau
ml, dan cukupkan volumenya dengan aquadest. kekuningan serta rasa yang sepat dikarenakan kedua
tanaman ini kaya akan senyawa tannin yang
c. Pengukuran kadar logam memberikan rasa sepat pada indera pengecapan.
Kadar logam pb diukur menggunakan Kadar sari larut air pada jati belanda 12,88%
spektrofotometer serapan atom pada panjang dan teh hijau 40,89%, sedangkan kadar sari larut
Jurnal Fitofarmaka Indonesia, Vol. 4 No.2 243
etanol pada jati belanda 12,05 %, dan pada teh hijau (Mutiatikum 2015, h. 5). Menurut FHI 2000,
4,23%. Hasil pada pengujian kadar sari larut air umumnya kandungan kadar air yang dipersyaratkan
memenuhi persyaratan mutu karena memiliki kadar adalah kurang dari 10%. Sehingga dapat disimpulkan
lebih besar dari 6% (>6%). Hasil yang berbeda bahwa kadar air ekstrak daun jati belanda 0,96% dan
ditunjukkan pada pengujian kadar sari larut etanol hal teh hijau 2,80% memenuhi standar mutu.
ini karena ekstrak yang digunakan adalah ekstrak air. Penentuan kadar abu diukur dengan
Pada proses ekstraksi metode yang memasukkan ekstrak ke dalam tanur dengan
diguankan adalah metode maerasi modifikasi temperatur 450oC sampai terbentuk abu. Kadar abu
microwave, metode ini membutuhkan waktu yang ditentukan dalam persenterhadap bobot awal. Kadar
lebih singkat dan efisien melihat pelarit yang abu total juga dapat digunakan sebagai landasan untuk
diguakan adalah pelarut air sehingga harus dengan mengetahui kandungan mineral internal dan eksternal
proses ektraksi yang cepat. Hasil pengujian yang berasal dari proses awal sampai akhir pembuatan
kandungan kimia menunjukkan pada ekstrak jati ekstrak. Hasil kadar abu total jati belanda sebesar
belanda mengandung saponin dan flavonoid 37,62% dan teh hijau 36,84 %. Kadar abu tidak larut
sedangkan pada teh hijau mengandung tannin dan asam yaitu pada jati belanda sebesar 2,55% dan teh
flavonoid. Pelarut air pada proses ekstraksi lebih hijau 3,54%.
spesifik ditargetkan pada senyawa-senyawa polar Penetapan susut pengeringan pada ekstrak
seperti tannin, saponin dan flavonoid. merupakan salah satu persyaratan yang harus
dipenuhi dalam standardisasi tumbuhan yang
Tabel 1. Hasil standardisasi parameter spesifik JB berkhasiat obat dengan tujuan dapat memberikan
No Pengujian Hasil batas maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa
1 Identitas ekstrak Nama latin : yang hilang pada proses pengeringan. Pada uji susut
Bagian tanaman : pengeringan ini dilakukan pengukuran sisa zat setelah
daun pengeringan pada suhu 105°C selama 30 menit. Pada
2 Organoleptik Kental, rasa sepat, suhu 105°C air akan menguap dan senyawa-senyawa
warna hijau yang mempunyai titik didih yang lebih rendah dari air
3 Kadar sari larut 12,88 akan ikut menguap juga (Depkes RI 2000). Adapun
air hasil dari penetapan susut pengeringan pada ekstrak
4 Kadar sari larut 12,05 jati belanda yaitu 4,04% dan teh hijau 0,47%. Untuk
etanol parameter susut pengeringan tidak ada syarat atau
5 Kandungan Saponin, rentang nilai yang diperbolehkan.
kimia flavonoid
Tabel 3. Hasil standardisasi parameter non spesifik JB
Tabel 2. Hasil standardisasi parameter spesifik TH No Nama Kandungan (%)
No Pengujian Hasil 1 Kadar air 0,96
2 Kadar abu total 37,62
1 Identitas ekstrak Nama latin : 3 Kadar abu tidak 2,55
Bagian tanaman : larut asam
daun 4 Susut 4,04
2 Organoleptik Kental, rasa sepat, pengeringan
warna hijau
3 Kadar sari larut air 40,89
Tabel 4. Hasil standardisasi parameter non spesifik TH
4 Kadar sari larut 4,23
etanol No Nama Kandungan (%)
5 Kandungan kimia Tanin, saponin 1 Kadar air 2,80
2 Kadar abu total 36,84
Penentuan kadar air pada ekstrak bertujuan 3 Kadar abu tidak 3,54
untuk memberi batasan minimal atau rentang tentang larut asam
besarnya kandungan air dalam bahan (ekstrak,) makin 4 Susut 0,47
tinggi kadar air, makin mudah untuk ditumbuhi jamur, pengeringan
kapang sehingga dapat menurunkan aktivitas biologi
ekstrak dalam masa penyimpanan. Kadar air IV. KESIMPULAN
tergantung pada waktu pengeringan simplisia, makin Ekstrak jati belanda maupun teh hijau
kering makin kecil kadar airnya. Prinsipnya yaitu berdasarkan pengujian standarisasi meliputi parameter
menguapkan air yang ada pada sampel atau dengan spesifik dan no-spesifik memenuhi standarisasi mutu
cara pemanasan pada suhu 105°C selama 5 jam bahan baku.

Jurnal Fitofarmaka Indonesia, Vol. 4 No.2 244


V. UCAPAN TERIMA KASIH dan Penetapan Kadar Asiatikosida, Skripsi,
Ucapan terima kasih tim peneliti ucapkan Jurusan Farmasi UIN Syarif Hidayatullah,
kepada Fakultas Farmasi UMI yang telah memfasilitasi Jakarta
penelitian ini dan Lembaga Penelitian dan Rustian., 1993. Pemeriksaan Jumlah Total Cemaran
Pengembangan UMI yang telah mendanai penelitian Bakteri dan Kapang Serta Identifikasi
ini. Aspergillus Flavus Pada Sediaan Jamu
Bubuk di Beberapa Tempat Penjualan di
DAFTAR PUSTAKA Kotamadya Padang, Skripsi, S.Farm.,
Anam, S., Yusran, M., Trisakti, A., Ibrahim, N., Fakultas MIPA, UNAND, Padang.
Khumaidi, A., Ramadanil, dan Zubair, M.S, Sthahl E., 1969. Thin Layer Chrmatography,
2013. Standarisasi Ekstrak Etil Asetat Kayu Heidelberg, New York
Sanrego (Lunasia amara Blanco), Jurnal Of Saefudin, A., Rahayu, Teruna, 2011, Standarisasi
Natural Science, Vol2. (3):1-8 Bahan Obat Alam. Graha Ilmu: Yogyakarta
BPOM RI., 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tjitrosoepomo, G., 1994, Taksonomi Tumbuhan
Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Obat-obatan. Gadjah Mada University
Kesehatan Republik Indonesia. Press: Yogyakarta. 421-423
BPOM RI., 2004. Monografi Ekstrak Tumbuhan Vandecasteele, C., Block, C. B., 1993. Modern
Indonesia, vol 1. Jakarta: Badan pengawasan Methods For Trace Element Determination,
Obat dan Makanan Republik Indonesia. John Wiley and Sons, New York.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Welz, B., dan Michael, S. 2005. Atomic Absoption
1986. Sediaan Galenik. spectrometry Ed. Ke-3. New York
Jakarta: Departemen Kesehatan Republic World Health Organization, 2009. Medicinal plants in
Indonesia. Papua New Guinea. Manila: World Health
Ebdon, L., Evans, E H. Fisher, A., dan Hill, S. J. 1998. Organization, regional office for the Western
An introduction toanalitical atomic Pacific.
spectrometry. Chichester. Jhon Wiley &
Sons.
Gandjar, I.G., dan Rohman, Abdul, 2007. Kimia
Farmasi Analisis. Penerbit Pustaka Pelajar.
Yogyakarta. 298-318
Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid
II, Departemen Kehutanan, Terjemahan
Badan Litbang Kehutanan: Jakarta
Hariyati, S., 2005, Standarisasi Ekstrak Tumbuhan
Obat Indonesia, Salah Satu Tahapan Penting
dalam Pengembangan Obat Asli Indonesia,
InfoPOM, 6(4), 1-5
Info POM, 2005. Standarisasi Ekstrak Tumbuhan
Obat Indonesia, Salah Satu Tahapan Penting
Dalam Pengembangan Obat Asli Indonesia.
Badan POM RI, Vol.6, No. 4, 1-5.
Khoirani, N., 2013, Karakterisasi Simplisia dan
Standarisasi Ekstrak Etanol Herba Kemangi
(Ocimum americanum L) Skripsi, Jurusan
Farmasi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
Perkin-Elmer Corporation. 1996. Analytical methods
for atomic absorption spectroscopy. USA:
Perkin.Elmer
Puro, I., 2012, Kajian Aktivitas Antibakteri Daun jati
belanda dan teh hijau (Roxb.) Wedd.) Dan
Daun Benalu Cengkeh, Skripsi, Fakultas
Teknologi Pertanian Institut Pertanian,
Bogor.
Putri, E., Anggraeni, Y., Khairina., 2012. Standarisasi
Ekstrak Etanol daun Pegagan (Centella
asitica L Uraban) Yang Berasal Dari Malang
Jurnal Fitofarmaka Indonesia, Vol. 4 No.2 245

Anda mungkin juga menyukai