Anda di halaman 1dari 66

1

a. Skenario
SKENARIO 1
Benjolan di Dahi

Seorang perempuan berusia 46 tahun datang ke Puskesmas dengan


keluhan benjolan di dahi kiri sejak 2 minggu yang lalu. Awalnya timbul satu bintil
kecil seperti bekas gigitan nyamuk, lalu semakin hari semakin besar dan
jumlahnya bertambah menjadi banyak. Benjolan dirasakan nyeri dan kadang-
kadang terasa gatal. Sebelum timbul benjolan pasien sering menggaruk dahinya
karena gatal terutama saat suhu panas dan berkeringat juga karena gesekan dengan
jilbab yang setiap hari dipakai. Pada status dermatologis di regio facialis tampak
nodul multiple eritematous, berbatas tegas, dan di tengahnya terdapat pustula dan
central necrotic plug, jumlahnya banyak, dengan ukuran diameter bervariasi
antara 1-2 cm, berbentuk seperti kubah atau kerucut. Dokter memberikan obat
yang sesuai serta memberikan edukasi tentang penyakitnya.

b. Klarifikasi Istilah
STEP 1
1. Pustula = suatu lesi bentuk nodul yang berisi nanah.

2. Nodul multiple eritomatous = adalah nodul banyak lebih dari 1 dan kemerahan.

3. Central necrotic plug = adalah nekrotik di tengah benjolan.

c. Rumusan Daftar Masalah


STEP 2

1. Mengapa bisa terjadi gejala seperti di kasus (benjolan di dahi, gatal,bertambah


banyak,nyeri) ?
2. Bagaimana penegakan diagnosis pada kasus diatas?
3. Apa saja diagnosis banding pada kasus di atas?
2

4. Bagaimana faktor resiko dari kasus diatas?


5. Bagaimana tatalaksana dan edukasi pada kasus di atas?

d. Analisis Masalah
STEP 3
1. Karena :
a. Tidak ada keseimbangan lingkungan dan host ( imun menurun )
b. Inflamasi ( edema menyebabkan benjolan, histamin gatal )
c. Bertambah banyak → patogen berfloriferasi → menyebar
d. Necrotic plug menggaruk → menyebar
e. Pustul ( inflamasi epidermis )
2. Diagnosis :
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan penunjang
3. Diagnosis banding :
a. Acne vulgaris, Acne juvenilis, Acne infatil
b. Pioderma
c. Folikulitis
d. Furonkulosis
e. Multiple abses
4. Faktor resiko :
a. Higienitas
b. Imun menurun( gizi, anemia, penyakit kronis )
c. Haid
d. Makanan yang berlemak,dan manis
e. Internal: herediter
f. External: higienis, lingkungan dan cuaca (dingin; staphyloccocus, panas :
streptoccocus)
3

5. Tatalaksana dan edukasi :


A. Antibiotik : sistemik, topikal.
B. Simptomatik
C. Edukasi : cuci tangan menjaga higienitas

STEP 4

1. A. Bentuk primer

a. Makula : lesi datar, batas tegas, warna beda

b. Papul : lesi lebih kecil < 0,5 cm

c. Plakat : peninggian dengan permukaan datar , d = 2 cm

d. Nodul : lesi padat

e. Tumor : batas tegas > 2,5 cm

f. Urtikaria : edema setempat ,merah pucat,tengah putih.

g. Vesikel : isi cairan serum,darah

h. Bula : vesikel > 0,5 cm

i. Kista : isi cairan

j. Pustula : rongga meninggi, batas tegas.

B. Bentuk sekunder

a. Sekuama : pengelupasan abnormal

b. Krista : cairan badan yang mengering

c. Telangiektasis : pelebaran pembuluh darah yang menetap pada kulit

d. Erosi : kehilangan jaringan sampai ujung papila dermis


4

e. Ekskoriasi : kehilangan jaringan sampai ujung papila dermis

f. Ulkus : kehilangan jaringan yang > dalam dari ekskariasi

g. Linefikasi : penebalan kulit di disertai relief kulit semakin jelas

h. Fistula : robekan kulit berbentuk linier

i. Skar : jaringan padat, pergantian jaringan fibrosa

j. Atrofi : pengecilan ukuran sel ,jaringan

k. Eksantema : kelainan pada kulit yang timbul umumnya demam dulu

l. Roseola : eksantema yang lebih bulet berwarna merah tembaga

m. Eskar : jaringan mati / neutrofil yang menutupi luka

n. Purpura : lesi kemerahan akibat adanya ekstravasi

- Komedo ; terbuka (putih), tertutup (hitam )

- ukuran : milier, lenikuler , numuler, plakat

- Susunan lesi: berkelompok, konfluensi,soliter, multiple

- suhu panas --> pori terbuka --> invasi --> inflamasi --> makrofag--> pus dekat
dengan kulit --> pustula

- pus --> benjolan --> tergores --> pecah --> menyebar --> kemerahan hilang.

- pecah --> rongga pus --> skar

- keringat tidak keluar --> edema

- Radang --> eksudasi : supurasi --> nodul --> purulensi --> pus --> pustul -->
fluktuasi --> sistem imun --> radang central selesai --> necrotic central.
5

2. A. Acne vulgaris:

Warna merah, pus di tengah karna produksi serum meningkat /hormon (haid)
/ bakteri peni bakterium acnes --> flora normal di kelenjar polisebasea trigliserida
pecah --> as. Lemak bebas meningkat --> inflamasi

C. impetigo:

Bakteri Staphiloccocus aureus / streptoccocus ( hidung mulut )

1. Krusta --> awal makula, warna beda ,vesikel / cairan --> pecah --> erosi

2. Bulosa --> muncul vesikel , tidak mudah pecah tapi besar --> bula

D. Folikulitis

Menyerang kandung sebasea , gatal

E. Furunkelitis

Dilapisan lebih dalam, nyeri

F. Turbunkel

Lesi lebih dalam lagi ,nodul eritomatosa seperti kerucut (wajah, badan ,
ketiak. Abses folikular , PMN meningkat.

G. Abses kelenjar keringat :

Keringat meningkat menyebabkan gatal, multipel seperti kubah

Palpasi : dengan lensa datar transparan --> kompresi darah

Tanda outripiks : (kemerahan )

Tetesan lilin : skuama berubah warna menjadi putih

DX : pioderma purunkel
6

3. Sudah jelas

4. Sudah jelas

5.A. Topikal :

- penetrasi ke kulit melewati stratum kulit --> papila dermis --> darah

- penyerapan : lupse ( di atas kulit ), rairing ( stratum korneum ),


valing ( stratum korneum).

Nonmedika mentosa :

- baju di cuci dengan air panas

- injeksi (glukokortikoid)

-sulfur asalisilat

-antibiotik : a. eritromisin 30-40 kali / hari --> 3 dosis

B. Cefalexsin 50 kali / hari --> 2 dosis

C. Lincomicyn 30 kali/ hari --> 3-4 dosis

Prinsip pengobatan ini adalah : 1. membunuh penebabnya,2. jika ringan beri terapi
topikal, 3. jika berat berikan sistemik ,4. simptomatik ,5. mencegah penyebaran
kuman dan lesinya.
7

Mind Map

Faktor resiko Patofisiologi

Etiologi
Diagnosis
INFEKSI KULIT
Banding

Tatalaksana
Penegakan diagnosis

Anamnesis Farmakologi
Nonfarmako
Pemeriksaan Pemeriksaan
fisik penunjang

e. Sasaran Belajar
STEP 5
1. Macam macam benjolan kulit dan patofisiologinya
2. Diagnosis banding pada kasus
3. Farmakologik Dermatologik

f. Belajar Mandiri
STEP 6
Belajar mandiri

g. Penjelasan
STEP 7
1. Macam-macam benjolan kulit dan patofisiologinya
Ujud Kelainan Kulit Primer
a. Makula
8

Suatu lesi datar yang berbatas tegas, berupa perubahan warna semata-
mata. Lesi kulit yang datar dimana terjadi perubahan warna kulit yang
dapat berbatas tegas atau samar dibandingkan dengan kulit sekitarnya
dengan ukuran kurang dari 0,5 cm. Makula hiperpegmentasi terjadi karena
peningkatan sekresi melanin. Makula hipopigmentasi terjadi karena
penurunan atau tidak adanya sintesis melanin. Sedangkan makula eritem
terjadi karena dilatasi pembuluh darah, eksravasasi el-sel darah merah
kepermukaan kulit. 1
b. Urtika
Edema setempat yang bersifat sementara, timbul mendadak dan hilang
perlahan-lahan, biasanya oval atau arkuata, berwarna merah muda atau
merah. 1
c. Papul
Suatu massa padat sirkumskrip, menonjol diatas permukaan kulit, diameter
kurang dari 0,5 cm dan dapat terjadi pada dermis dan epidermis kulit,
berbentuk kubah, kerucut, datar atau berumbilikasi. Papul bisa terjadi
karena deposit metabolik, infiltrat terbatas pada dermis, dan hiperplasi
lokalisata elemen seluler epidermis dan dermis. 1
d. Plakat
Lesi berupa peninggian pada kulit menyerupai permukaan bidang yang
elatif luas dibanding ketebalan kulitnya. Terjadi karena beberapa papul
bergabung menjadi satu dan papul juga bia terjadi karena garukan yang
berulang. 1
e. Nodus
Suatu massa padat sirkumskip yang lebih besar dari papul, dapat menonjol
terletak dikutan atau subkutan dengan diameter lebih dari 1 cm. Bila
diameter kurang dari 1 cm disebut nodulus. 1
f. Vesikel
Gelembung yang berisi cairan serum, diameter kurang dari 0,5 cm.
Mempunyai dasar dan atap. Letak superfisial bila berada diepidermis.
9

Vesikel terjadi karena aanya celah dalam epidermis atau taut


dermoepidermal. 1
g. Bula
Vesikel dengan diameter lebih besar dari 1 cm. Bula hipopion adalah bula
berisi pus dan isi bula berada dibawah seperti kantung, sedangkan bula
hemoragik merupakan bula berisi darah. Pada intraepidermal lesi tersebut
longgar dan mudh pecah dan subepidermal tegang dan tidak mudah pecah.
Terjadi karena plasma yang bocor drai pembuluh darah mengisi ruang
epidermis sehingga terjadi penumpukan cairan. 1
h. Kista
Ruangan berdinding dan berisi cairan yang dihasilkan dari sel maupun sisa
sel. Kista terbentuk dari kelenjar yang melebar dan tertutup, saluran
kelenjar, pembuluh darah, saluran getah bening, atau pun lapisan
epidermis. Kista dibatsi oleh epitel skuamosa yang memproduksi material
keratin. Hidroadenoma kista isi material mukus. 1
i. Urtika
Penonjolan diatas permukaan kulit akibat edema setempat dan dapat
hilang perlahan-lahan, misalnya pada dermatitis medikamentosadan
gigitan serangga. Terjadi karena edema atau pembengkakan yang
dihasilkan oleh kebocoran plasma melalui dinding pembuluh darah
1
dibagian atas dermis.
j. Pustula
Lesi kulit yang terisi dengan pus dibagian epidermis. Terjadi karena
infeksi bakteri menyebabkan penumpukan eksudat purulen yang terdiri
dari pus, leukosit dan debris. 1
10

Gambar 1.1 Efluoresensi Kulit. 1


11

Ujud Kelainan Kulit Sekunder


Berbagai macam tipe lesi sekunder, yang sangat penting yaitu skuama, krusta,
telangiektasis, erosi, ekskoriasi, ulkus, likenifikasi, fisura, scar, atrofi, eksantema,
roseola, dan purpura. 2

a. Skuama
Adalah lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit. Skuama dapat
halus sebagai taburan tepung, maupun lapisan tebal dan luas sebagai
lembaran kertas. Dapat dibedakan, misalnya pitiriasiformis (halus),
psoriasiformis (berlapis-lapis), iktiosiformis (seperti ikan), kutikular
(tipis), lamelar (berlapis), membranosa atau eksfoliativa (lembaran-
lembaran), dan keratotik (terdiri atas zat tanduk). 2

Gambar 1.2 Skuama. 3

b. Krusta
adalah cairan badan yang mengering. Dapat bercampur dengan jaringan
nekrotik, maupun benda asing (kotoran, obat, dan sebagainya). Warnanya
ada beberapa macam: kuning muda berasal dari serum, kuning kehijauan
berasal dari pus, dan kehitaman berasal dari darah. Dapat terjadi ketika
papul, pustul, vesikel, bula mengalami ruptur atau pecah, cairan atau
bahan-bahan yang terkandung di dalamnya akan mengering. 2
krusta dapat terjadi ketika serum, darah, atau eksudat purulen kering di
permukaan kulit. krusta dapat tipis, halus, dan krusta berwarna kuning
12

ketika terbentuk dari serum kering; hijau atau kuning hijau ketika
terbentuk dari eksudat pus; atau coklat, merah gelap, atau hitam saat
terbentuk dari darah. Krusta pada superfisial berwarna seperti warna madu.
Ketika eksudat timbul di seluruh epidermis maka akan menimbulkan kerak
yang tebal dan menempel, dan jika disertai nekrosis jaringan yang lebih
dalam (misalnya dermis), kondisi ini biasanya dikenal dengan ektima. 3

Gambar 1.3 Krusta. 3

c. Telangiektasis
Pelebaran kapiler yang menetap pada kulit. 2
d. Erosi
Kelainan kulit yang disebabkan kehilangan jaringan yang tidak melampaui
stratum basal yaitu sampai stratum spinosum. Kulit tampak menjadi cerah
dan keluar cairan serosa, misalnya pada dermatitis kontak. Terjadi karena
adanya trauma sehingga terjadi pemisahan lapisan epidermis dengan
laserasi ruptur vesikel atau bula dan nekrosis epidermal. Contoh bila kulit
digaruk sampai stratum spinosum akan keluar cairan sereus dari bekas
garukan. 2
Pada erosi hanya kehilangan pada bagian epidermis, tidak melibatkan
dermis. Jika pada ulkus selalu sembuh dengan pembentukan scar, berbeda
dengan erosi yang sembuh tanpa pembentukan scar. Erosi memiliki batas
yang tajam dan merah. Pada erosi superfisial, yang melibatkan lapisan
13

subkorneum atau melalui epidermis, dan erosi yang lebih dalam yang
dasarnya adalah badan papil. Kecuali pada abrasi fisik, erosi biasanya
terjadi di intraepidermal atau subepidermal. 3

Gambar 1.4 Erosi. 3

e. Ekskoriasi
Ekskoriasi adalah kerusakan kulit sampai ujung stratum papilaris sehingga
kulit tampak merah disertai bintik-bintik perdarahan. Ditemukan pada
dermatitis kontak dan ektima. Terjadi karena adanya lesi yang gatal
sehingga digaruk dan dapat menyebabkan perdarahan. Bila garukan lebih
dalam lagi sehingga tergores sampai ujung papil, maka akan terlihat darah
yang ke luar selain serum. Kelainan kulit yang disebabkan oleh hilangnya
jaringan sampai dengan stratum papilare disebut ekskoriasi. 2
f. Ulkus
Ulkus adalah hilangnya bagian kulit di bagian dermis atau lebih dalam ke
subkutis dan selalu terjadi perubahan secara patologi. Ulkus biasanya
merupakan fenomena sekunder. Perubahan jaringan secara patologi
memunculkan ulkus di perbatasan atau dasar ulkus dan sangat membantu
dalam menentukan penyebabnya. Keterangan lain yang dapat membantu
adalah memiliki batas yang meningkat, tidak dapat ditentukan, keras atau
basah; loka ulkus; dapat dilepas; dan dikumpulkan bentuknya berdasarkan
bentuknya seperti nodul, ekskoriasi, varikositis, distribusi rambut, terdapat
14

abses di kelenjar keringat, dan denyut arteri. Ulkus biasanya sembuh


dengan pembentukan scar. 3
Adalah hilangnya jaringan yang lebih dalam dari ekskoriasi. Ulkus dengan
demikian mempunyai tepi, dinding, dasar, dan isi. Termasuk erosi dan
ekskoriasi dengan bentuk linier ialah fisura atau rhagades, yakni belahan
kulit yang terjadi oleh tarikan jaringan di sekitarnya, terutama terlihat pada
sendi dan batas kulit dengan selaput lendir. 2

Gambar 1.5 Ulkus. 3

g. Likenifikasi
Penebalan kulit sehingga relief atau garis-garis lipatan kulit tampak lebih
jelas. Terjadi karena perubahan kolagen pada bagian superfisial dermis
menyebabkan penebalan kulit. 2
h. Fisura
Fisura adalah celah linear yang menghubungkan epidermis atau ke dalam
dermis. Lesi ini bisa tunggal atau ganda dan bervariasi dari berukuran
mikroskopis hingga beberapa sentimeter. celah bisa kering atau lembab,
merah, lurus, melengkung, tidak beraturan, atau bercabang. Fisura paling
sering terjadi ketika kulit menebal dan tidak elastic yang berasal dari
inflamasi dan kekeringan, terutama di saerah yang sering mengalami
pergerakan. Daerah seperti itu seperti ujung dan lipatan dari ibu jari, jari-
jari, dan telapak tangan, tepi tumit, celah antara jaringan tangan dan kaki,
15

pada sudut mulut, bibir, dan sekitar hidung, telingan dan anus. Saat kulit
kering, paparan produk dingin, angi, air, dan pembersih (sabun, detergen)
dapat menghasilkan sensasi menyengat, terbakar. 2
i. Scar/ sikatriks
Scar merupakan pergantian jaringan fibrosa pada kerusakan jaringan yang
disebabkan oleh ulkus atau persembuhan luka. 3
Terdiri atas jaringan tak utuh, relief kulit tidak normal, permukaan kulit
licin dan tidak terdapat adneksa kulit. Sikatriks dapat atrofik, kulit
mencekung dan dapat hipertrofik, yang secara klinis terlihat menonjol
karena kelebihan jaringan ikat. Bila sikatriks hipertrofik menjadi
patologik, pertumbuhan melampaui batas luka disebut keloid (sikatriks
yang pertumbuhan selnya mengikuti pertumbuhan tumor), dan ada
kecenderungan untuk terus membesar. Terjadi karena proliferasi jaringan
fibrosa digantikan oleh jaringan kolagen setelah terjadinya luka atau
ulserasi. 2

Gambar 1.6 Skar. 2

j. Atrofi
Hal ini mengacu pada pengurangan beberapa atau seluruh lapisan kulit.
Bentuk epidermal dimanifestasikan sebagai penipisan epidermis yang
menjadi transparan, kehilangan tekstur kulit dan seperti lembaran hitam
(paper-cigarete). Penurunan jaringan ikat retikuler dermis sehingga
menyebabkan penekanan permukaan kulit yang reversibel. Pada atrofi
16

dermal, terdapat kehilangan jaringan pengikat pada dermis dan penutupan


luka. 4

Gambar 1.7 Atrofi. 2

k. Eksantema
Kelainan pada kulit yang timbul serentak dalam waktu singkat, dan tidak
berlangsung lama, umumnya didahului oleh demam. 2
l. Roseola
Eksantema yang lentikular berwarna merah tembaga pada sifilis dan
frambusia. 2
m. Purpura
Purpura adalah ekstravasasi sel darah merah (eritrosit) ke kulit dan selaput
lendir (mukosa), dengan manifestasi berupa macula kemerahan yang tidak
hilang pada penekanan. Kadang-kadang purpura dapat diraba (palpable
purpura). Purpura secara perlahan-lahan mengalami perubahan warna,
mula-mula merah kemudian menjadi kebiruan, disusul warna coklat
kekuningan dan akhirnya memudar dan menghilang. 2

2. Diagnosis banding pada kasus


1) Furunkel
Infeksi folikel rambut dan disekitarnya, penyebab dari furunkel ialah bakteri
Staphylococcus aureus. Furunkel memiliki gejala seperti adanya inflamasi,
nodus eritematous yang betuknya seperti kerucut yang ditengahnya ada pustul,
17

nantinya pustul akan menjadi pus dan menjadi jaringan yang nekrotik dan
setelah memecah dan menjadi fistel. Pengobatan untuk purunkel sama seperti
yang lainya kelainan pada kulit seperti antibiotik topikal dan apabila telah
menyebar dan banyak menggunakan antibiotik sistemik. 5

Gambar ( Furunkel multiple )

Gambar 2.1 Furunkel. 5

2) Folikulitis
Folikulitis adalah peradangan atau inflamasi folikel rambut yang dapat
disebabkan oleh suatu infeksi, iritasi zat kimia atau cedera fisik. Inflamasi bisa
terjadi di bagian permukaan atau superfisial bahkan bagian yang lebih dalam
atau profunda dari folikel rambut. Folikulitis termasuk kasus yang sering
ditemukan di antara berbagai macam penyakit peradangan pada kulit. 5

Pada folikulitis superfisial, peradangan terjadi pada bagian permukaan


dari folikel rambut. Gambaran kliniknya berupa pustul berkonsistensi lunak
tanpa rasa nyeri yang bisa sembuh dengan sendirinya tanpa membekas di
kulit. Gejala tersebut biasa timbul pada kulit kepala pada anak-anak dan di
daerah yang berambut.
18

Pada folikulitis profunda, gejala radang yang timbul berupa massa


eritema dan memberikan gambaran pustul yang lebih besar daripada folikulitis
superfisial. Pada kasus ini penderita merasa sakit, tapi dapat sembuh dengan
meninggalkan bekas atau luka. 5

B. Etiologi

Folikulitis karena suatu infeksi paling sering disebabkan oleh kuman


Staphylococcus aureus. Adapun klasifikasi follikulitis berdasarkan kuman
penginfeksinya.

a. Folikulitis bakteri :
~ Staphylococcus aureus
Periporitis Staphylogenes
Superfisial : Folikulitis stafilokokkus dan Bockhart impetigo
Profunda : Sycosis, furunkel, karbunkel
~ Pseudomonas aeruginosa (“Hot Tub” Folliculitis)
~ Folikulitis gram negatif
~ Folikulitis sifilitik
b. Folikulitis fungal
~ Dermatophytic folliculitis : Tinea kapitis, Tinea barbae, Majocchi
granuloma.
~ Folikulitis pityrosporum
~ Folikulitis kandida
c. Folikulitis viral
~ Folikulitis virus herpes simplex
~ Follicular molluscum contagiosum infestation
~ Demodicidosis. 5
19

a. Epidemiologi
Folikulitis kronik di kaki dilaporkan banyak terjadi terutama pada laki-
laki dewasa muda di India. Gejala berupa pustul folikular superfisial dan
profunda yang berlangsung selama bertahun-tahun dan resisten terhadap
pengobatan. Tidak ditemukan kelainan sistemik. Dermatitis pustular atropikan
pada kaki dilaporkan sebesar 0.5% dari penyakit kulit di Lagos, Afrika Barat
memperlihatkan kondisi yang serupa. Kasus ini terutama terjadi pada laki-laki
di area permukaan tibialis anterior kaki, ada yang sampai ke paha dan lengan.
Pustul miliar diikuti dengan luka yang atrofi. 5
b. Gejala Klinis
Tempat predileksi di tungkai bawah. Kelainan berupa papul, pustul yang
eritematosa dan di tengahnya terdapat rambut, biasanya multipel. Pada
Folikulitis yang disebabkan oleh S.aureus gejala dapat terjadi pada semua
bagian permukaan tubuh tetapi ditemukan paling umum pada kepala dan leher
(terutama perioral, kulit kepala, dan daerah jenggot), aksila, pangkal paha, dan
bokong. Folikulitis yang melibatkan bulu mata disebut hordeolum. Jika
ditemukan di daerah kemaluan, mungkin terjadi melalui transmisi seksual.
Lesi primer berupa papula eritematosa dan mudah pecah berwarna
kekuningan, pustula berbentuk kubah putih dengan rambut di tengah,
meskipun ujung rambut tidak selalu terlihat. Karakteristik sekunder dapat
berupa krusta, skuama dan ekskoriasi.
meskipun sebagian besar sering tanpa gejala, lesi folikulitis bisa gatal,
terutama di daerah yang tersumbat. Lesi dapat sembuh tanpa jaringan parut.
Dalam banyak kasus folikulitis umum, gejala-gejala sistemik tidak
ditemukan. Pada pasien berkulit gelap, eritema klasik dapat terlihat sedangkan
pada pasien berkulit terang samar-samar. 5
c. Gambaran Histopatologis
Pada gambaran histopatologis follikulitis superfisial, tampak populasi sel
neutrofil yang memfiltrasi bagian infundibulum pada folikel rambut. Pada
folikel rambut tampak edematosa dengan sebukan sel-sel radang akut.
20

Gambaran 2.2 Histopatologi Folikulitis. 6

3) Karbunkel
Gabungan dari furunkel – furunkel disebut dengan karbunkel. Penyakit ini
disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan sering menyebar pada anak-anak
dan juga dewasa. Tempat predileksi panyakit ini hampir sama dengan furunkel
yaitu di aksila, bokong, dan tengkuk.Efloresensi berupa makula eritematosa
kemudian menjadi nodula lentikular hingga numular. Lokalisasi secara
regional dengan bentuk dan keberadaan fistul yang dikeluarkan sekret putih. 5

Etiologi : Staphylococcus aureus

Manifestasi klinis : nodus eritematosa berbentuk kerucut dengan pustul di


tangahnya. 5
21

Gambar 2.3 Karbunkel. 5

4) Hidradenitis
Hidradenitis suppurativa adalah penyakit kulit kronis yang ditandai dengan
oklusi (sumbatan) dari folikel rambut dan peradangan selanjutnya dari kelenjar
keringat.

Lesi terjadi paling sering pada area kontak kulit-ke-kulit: di bawah lengan
(daerah aksila), di selangkangan, sekitar bokong, di daerah sekitar anus dan alat
kelamin, dan di kulit antara dan di bawah payudara. Pada wanita, area ketiak,
selangkangan, dan payudara paling sering terkena. Pria paling sering lesi HS di
sekitar anus dan di bawah lengan dan mungkin juga memiliki HS di belakang
leher dan belakang dan di sekitar telinga. 5
22

Definisi

Hal pertama yang seseorang dengan pemberitahuan HS adalah benjolan


lembut, timbul, merah yang terlihat seperti di bawah kulit jerawat atau bisul.
Kadang-kadang lesi HS memiliki dua atau lebih “kepala.” Lesi ini sering
menggelitik dan membakar dan mungkin dikaitkan dengan peningkatan
keringat.

Tanpa perhatian medis, HS biasanya menjadi lebih parah dari waktu ke waktu.
Itu menjadi lebih menyakitkan, dan itu lesi menjadi lebih besar dan bisa
terbuka, mengeluarkan cairan tebal berbau busuk yang mungkin bercampur
darah. Kemudian, abses yang lebih dalam berkembang dan dapat terhubung
satu sama lain di bawah kulit untuk membentuk saluran seperti terowongan
(Sinus). Bakteri tumbuh di dalam sinus-sinus ini, yang kemudian mengalirkan
cairan ke permukaan kulit. Pada orang yang telah memiliki saluran sinus untuk
beberapa waktu, bentuk bekas luka yang terasa seperti tali di bawah kulit.
Dalam kasus terburuk, jaringan saluran sinus dapat terbentuk lebih dalam di
tubuh, termasuk otot dan jaringan lain. Banyak orang dengan HS berat
memiliki bekas luka yang dapat membatasi kemampuan mereka untuk dengan
bebas menggerakkan lengan atau kaki mereka. 5

Dokter biasanya mengklasifikasikan atau "menilai" HS menggunakan sistem


pementasan Hurley sesuai dengan tingkat keparahan penyakit:

• Hurley tahap I: satu atau lebih abses hadir, tetapi tidak ada saluran sinus yang
terbentuk dan tidak ada bekas luka telah dikembangkan

• Hurley tahap II: satu atau lebih abses hadir yang sembuh dan kambuh; saluran
sinus dan jaringan parut terlihat

• Hurley tahap III: seluruh area tubuh terlibat; beberapa abses dan saluran sinus
interkoneksi hadir. 5
23

Gambar 2.4 Hidradenitis Suppurativa. 5

Etiologi

Penyebab HS belum diketahui. Jelas bahwa beberapa orang lebih rentan


daripada yang lain untuk mengembangkan penyakit ini, juga untuk alasan yang
tidak diketahui. HS paling sering terjadi pada orang berusia 20-an dan 30-an;
itu jarang terlihat pada anak-anak dan remaja dan tidak umum pada orang
dewasa yang lebih tua. Perempuan tiga kali lebih mungkin dibandingkan laki-
laki untuk mengembangkan HS.

Akhirnya, aktivitas dan kondisi tertentu tampaknya terkait dengan HS. Meski
tidak ada bukti itucfaktor-faktor ini sebenarnya menyebabkan HS,
mengendalikan tampaknya mengurangi jumlah HS flare-up yang pasien miliki.
Faktor-faktor yang paling sering dikaitkan dengan HS termasuk:

• Merokok

• Kegemukan / obesitas

• Faktor mekanis dan lingkungan, seperti gesekan kulit-kulit di lipatan kulit,


iritasi dari antiperspirant, dan trauma pada akar rambut dari bercukur

Sangat penting untuk mengetahui bahwa HS tidak menular, dan itu tidak
disebabkan oleh kebersihan yang buruk, nutrisi yang buruk, atau kelebihan
berat badan. 5
24

Penatalaksanaan

Dokter menggunakan obat dan operasi untuk mengobati HS. Pilihan


pengobatan — atau kombinasi dari perawatan — dibuat sesuai kebutuhan
pasien. Dokter mempertimbangkan beberapa faktor dalam menentukan rencana
terapi yang paling tepat:

• Keparahan penyakit

• Tingkat penyakit

• Kronis (seberapa sering lesi kambuh)

• Lokasi lesi

Sejumlah metode bedah yang berbeda telah dikembangkan yang berguna untuk
pasien tertentu di bawah keadaan khusus. Selain itu, banyak perawatan medis
telah dicoba — beberapa dengan lebih sukses dari yang lain. Tidak ada obat
yang efektif untuk semua pasien, dan Anda dan dokter Anda mungkin harus
mencoba beberapa agen atau kombinasi agen yang berbeda sebelum Anda
menemukan rencana perawatan yang paling sesuai untuk Anda.

Tujuan terapi dengan obat-obatan yang topikal (digunakan pada kulit) atau
sistemik (diminum) adalah:

1. untuk membersihkan lesi atau setidaknya mengurangi jumlah dan luasannya,


dan

2. untuk mencegah lesi baru terbentuk.

Beberapa jenis obat yang umum digunakan adalah pencuci kulit antibakteri dan
antibiotik topikal mencegah infeksi sekunder dan suntikan kortikosteroid ke
dalam lesi untuk mengurangi peradangan. Obat lain yang dapat digunakan
termasuk retinoid, hormon, agen imunosupresif (seperti metotreksat), obat
antidiabetes metformin, dan obat-obat anti-inflamasi biologis seperti infliximab
dan adalimumab. 5
25

Sejumlah tindakan tampaknya membantu banyak orang dengan HS. Dokter


Anda dapat membantu Anda menentukan yang mana kemungkinan yang
terbaik untuk Anda. Namun, dua di antaranya mungkin berlaku untuk
kebanyakan pasien dengan HS:

1. Jika Anda merokok, berhenti dan

2. Turunkan berat badan Anda.

Meskipun tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa berhenti merokok dan
menurunkan berat badan meningkatkan HS, keduanya faktor memiliki efek
negatif pada kesehatan secara keseluruhan. Juga, penurunan berat badan dapat
membantu mencegah HS dari memburuk — yang lebih kecil area kontak kulit-
ke-kulit (dan, karenanya, berkeringat dan menggosok), semakin kecil target
untuk perkembangan lesi HS. 5

Beberapa langkah swadaya lainnya adalah:

• Hindari trauma kulit (seperti bercukur di area, seperti ketiak, di mana terjadi
jerawat)

• Cuci kulit Anda dengan lembut, dengan menggunakan zat pembersih yang
direkomendasikan oleh dokter Anda; pembersih seperti pencucian peroksida
benzoyl, yang digunakan oleh pasien dengan jerawat, mungkin cocok untuk
banyak pasien

• Oleskan obat topikal sesuai petunjuk dan sesering yang ditentukan

• Hindari pakaian atau perban ketat atau menjengkelkan

• Ikuti panduan dokter Anda tentang antiperspirant atau deodoran

• Jagalah agar kulit tetap dingin (menjadi terlalu panas dan berkeringat dapat
menyebabkan suar HS). 5
26

• Untuk mengurangi rasa sakit kista atau nodul, gunakan kompres panas selama
10 menit setiap kali (gunakan bersih kain lap atau teh celup yang direndam
dalam air panas)

5) Abses
Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi
nanah.
Sedangkan abses mandibula adalah abses yang terjadi di mandibula. Abses dapat
terbentuk di ruang submandibula atau salah satu komponennya sebagai kelanjutan
infeksi dari daerah leher. 5

Definisi

Merupakan inflamasi lokal akut atau kronik yang ditandai dengan akumulasi pus
dalam jaringan. 5

Etiollogi

 Abses yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus biasanya terjadi pada


kelompok infeksi folikulosentrik ( yaitu folikulitis,furunkel,dan karbunkel)
 Abses juga dapat terjadi pada daerah trauma,benda asing,luka bakar, atau
daerah insersi kateter intravena. 5

Gambaran Klinis

Lesi awal berupa nodul eritematosa.Jika tidak diterapi,lesi membesar dan


membentuk kavitas berisi pus. 5

Tatalaksana

 Terapi awal dan utama : insisi dan drainase abses


 Antibiotik. 5
27

6) Impetigo
1.1 Definisi
Impetigo secara klinis didefinisikan sebagai penyakit infeksi menular pada
kulit yang superfisial yaitu hanya menyerang epidermis kulit, yang menyebabkan
terbentuknya lepuhan-lepuhan kecil berisi nanah (pustula) seperti tersundut
rokok/api. Penyakit ini merupakan salah satu contoh pioderma yang sering
dijumpai di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Terdapat dua jenis impetigo
yaitu impetigo bulosa yang disebabakan oleh Stafilokokus aureus dan non-bulosa
yang disebabkan oleh Streptokokus β hemolitikus. Dasar infeksinya adalah
kurangnya hygiene dan terganggunya fungsi kulit. 5

1.2 Epidemologi
Di Amerika Serikat, kurang lebih 9 ± 10 % dan anak-anak yang datang ke
klinik kulit menderita impetigo. Perbandingan antara jenis kelamin laki-laki dan
perempuan adalah sama. Impetigo lebih sering menyerang anak-anak, jenis yang
terbanyak (kira-kira 90%) adalah impetigo bullosa yang terjadi pada anak yang
berusia kurang dan 2 tahun. Impetigo menyebar melalui kontak langsung dengan
lesi (daerah kulit yang terinfeksi). Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai
usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun. Sekitar
70% merupakan impetigo krustosa.nsiden impetigo ini terjadi hampir di seluruh
dunia. Paling sering mengenai usia 2-5 tahun, umumnya mengenai anak yang
belum sekolah, namun tidak menutup kemungkinan untuk semua umur dimana
frekuensi laki-laki dan wanita sama. Di Amerika Serikat, merupakan 10% dari
masalah kulit yang dijumpai pada klinik. Kebanyakan kasus ditemukan di daerah
tropis atau beriklim panas serta pada negara-negara yang berkembang dengan
tingkat ekonomi masyarakatnya masih tergolong lemah atau miskin. 5
Penelitian pada tahun 2005 menunjukkan S. aureus sebagai pathogen terbanyak
yang menyebabkan baik impetigo bulosa dan impetigo non bulosa pada Amerika
dan Eropa, sementara itu Streptococcus pyogenes pada negara berkembang.
Kebanyakan infeksi bermula sebagai infeksi Streptokokus tetapi kemudian
28

Staphylococci mengantikan streptokokus. Selain dapat menyebabkan manifest


pyoderm primer dan kulit yang utuh, dapat juga menyebabkan infeksi sekunder
dari penyakit kulit yang ada sebelumnya atau pada kulit yang terkena trauma,
yang disebut dengan dermatitis impetigenisata. Impetigo jarang berkembang
menjadi infeksi sistemik, walaupun post streptococcal glomerulonepritis yang
merupakan komplilkasi pada infeksi GABHS dapat terjadi walaupun jarang.
Pasien dapat lebih jauh menginfeksi dirinya sendiri atau orang lain setelah
rnenggaruk lesi. Infeksi seringkali menyebar dengan cepat pada sekolah atau
tempat penitipan anak dan juga pada tempat dengan higiene yang buruk atau
tempat tinggal yang padat penduduk. 5

1.3 Etiologi
Organisme penyebab adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus beta-
hemolyticus grup A (dikenal dengan Streptococcus pyogenes), atau kombinasi
keduanya. Staphylococcus dominan ditemukan pada awal lesi. Jika kedua kuman
ditemukan bersamaan, maka infeksi streptococcus merupakan infeksi penyerta.
Kuman S. pyogenes menular ke individu yang sehat melalui kulit, lalu kemudian
menyebar ke mukosa saluran napas. Berbeda dengan S. aureus, yang berawal
dengan kolonisasi kuman pada mukosa nasal dan baru dapat ditemukan pada
isolasi kuman di kulit pada sekitar 11 hari kemudian.
Impetigo menyebar melalui kontak langsung dengan lesi (daerah kulit yang
terinfeksi). Pasien dapat lebih jauh menginfeksi dirinya sendiri atau orang lain
setelah menggaruk lesi. Infeksi seringkali menyebar dengan cepat pada sekolah
atau tempat penitipan anak dan juga pada tempat dengan higiene yang buruk atau
tempat tinggal yang padat penduduk. 5

1.4 Faktor Predisposisi


Faktor-faktor pencetus terjadinya Pioderma, antara lain:
a. Higiene yang kurang;
29

b. Menurunnya daya tahan tubuh; misalnya karena kekurangan gizi, anemia, atau
penyakitpenyakit tertentu seperti penyakit kronis, neoplasma ganas, dan
diabetes mellitus
c. Telah ada penyakit lain di kulit; karena terjadi kerusakan di epidermis, maka
fungsi kulit sebagai pelindung akan terganggu. 5

1.5 Klasifikasi Impetigo


Terdapat dua bentuk dari impetigo, yaitu:
1. Impetigo Krustosa (impetigo kantagiosa, impetigo vulgaris, impetigo Tilibury
Fox)
Impetigo krustosa, disebabkan biasanya oleh Streptococcus B hemolyticus.
Tidak disertai gejala umum, hanya terdapat pada anak. Tempat predileksi di
muka, yakni sekitar lubang hidung dan mulut karena dianggap sumber infeksi dan
daerah tersebut. Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat memecah
sehingga jika pendenita datang berobat yang terlihat ialah krusta tebal berwama
kuning seperti madu. Jika krusta dilepaskan akan tampak erosi dibawahnya, krusta
sering menyebar ke penifer dan sembuh di bagian tengah.
Komplikasinya glomerulonefritis (2-5%), yang disebabkan oleh sero tipe
tertentu. Diagnosis bandingnya adalah Ektima. Pengobatan yang dipakai jika
krusta sedikit, lepaskan krusta dan diberi antibiotik.J ika krusta banyak, diberikan
pengobatan antibiotik sistemik. 5
.
30

Gambar 2.5. Impetigo Krustosa. 5

Gambar 2.6. Impetigo Krustosa. 5

2. Impetigo bulosa (Impetigo vesiko-bulosa, cacar monyet)


Impetigo bulosa biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus, keadaan
umum tidak dipengaruhi, dengan predileksi di daerah ketiak, dada, punggung.
Sering bersama-saina miliaria, terdapat pada anak dan orang dewasa.Kelainan
kulit berupa eritema, bula dan hula hipopion.Kadang-kadang saat datang berobat,
vesikel/bula sudah memecah sehingga yang tampak hanyalah koleret dan dasamya
masih eritematosa. Diagnosis banding dan impetigo ini adalah dermatofitosis (jika
sudah pecah dan tampak koleret).
Pada anamnesis hendaknya ditanyakan, apakah sebelumnya terdapat lepuh.
Jika ada, diagnosisnya adalah impetigo bullosa. Pengobatannya jika hanya
terdapat beberapa vesikel bula ditangani dengan cara memecahkan bula, lalu
31

berikan salep antibiotik atau cairan antiseptik. Jika bula vesikel banyak maka
berikan pula antibiotic sistemik. 5

Gambar 2.7. Impetigo Bullosa. 5

1.6 Patofisiologi Impetigo


Infeksi Staphylococcus aureus atau Group A Beta Hemolitik Streptococcus
dimana kita ketahui bakteri-bakteri tersebut dapat menyebabkan penyakit berkat
kemampuannya mengadakan pembelahan dan menyebar luas ke dalam jaringan
dan melalui produksi beberapa bahan ekstraseluler. Beberapa dari bahan tersebut
adalah enzim dan yang lain berupa toksin meskipun fungsinya adalah sebagai
enzim. Staphylococcus dapat menghasilkan katalase, koagulase, hyaluronidase,
eksotoksin, lekosidin, toksin eksfoliatif, toksik sindrom syok toksik, dan
enterotoksin. Bakteri staph menghasilkan racun yang dapat menyebabkan
impetigo menyebar ke area lainnya. Toxin ini menyerang protein yang membantu
mengikat sel-sel kulit. Ketika protein ini rusak, bakteri akan sangat cepat
menyebar. Enzim yang dikeluarkan oleh Stap akan merusak struktur kulit dan
adnya rasa gatal dapat menyebabkan terbentuknya lesi pada kulit.
Rasa gatal dengan lesi awal berupa makula eritematosa berukuran 1-2 mm,
kemudian berubah menjadi bula atau vesikel. Pada Impetigo contagiosa Awalnya
berupa warna kemerahan pada kulit (makula) atau papul (penonjolan padat
dengan diameter <0,5cm) yang berukuran 2-5 mm. Lesi papul segera menjadi
32

vesikel atau pustul (papula yang berwarna keruh/mengandung nanah/pus) yang


mudah pecah dan menjadi papul dengan keropeng/koreng berwarna kunig madu
dan lengket yang berukuran <2cm dengan kemerahan minimal atau tidak ada
kemerahan disekelilingnya, sekret seropurulen kuning kecoklatan yang kemudian
mengering membentuk krusta yang berlapis-lapis. Krusta mudah dilepaskan, di
bawah krusta terdapat daerah erosif yang mengeluarkan sekret, sehingga krusta
akan kembali menebal. Sering krusta menyebar ke perifer dan menyembuh di
bagian tengah. Kemudian pada Bullous impetigo bula yang timbul secara tiba tiba
pada kulit yang sehat dari plak (penonjolan datar di atas permukaan kulit) merah,
berdiameter 1-5cm, pada daerah dalam dari alat gerak (daerah ekstensor),
bervariasi dari miliar sampai lentikular dengan dinding yang tebal, dapat bertahan
selama 2 sampai 3 hari. Bila pecah, dapat menimbulkan krusta yang berwarna
coklat, datar dan tipis. 5

1.7 GejalaKlinis
Impetigo dapat timbul sendiri (primer) atau komplikasi dan kelainan lain
(sekunder) baik penyakit kulit (gigitan binatang, vanisela, infeksi herpes simpleks,
dermatitis atopi) atau penyakit sisteniik yang menurunkan kekebalan tubuh
(diabetes melitus, HIV) 3.

a. Impetigo Bulosa
 Vesikel (gelembung berisi cairan dengan diameter <0,5cm) yang timbul sampai
bulla (gelembung berisi cairan berdiameter >0,5cm) kurang dan 1 cm pada
kulit yang utuh, dengan kulit sekitar normal atau kemerahan. Pada awalnya
vesikel berisi cairan yang jernih yang berubah menjadi berwarna keruh
 Atap dan bulla pecah dan meninggalkan gambaran ‘collarette’ pada pinggirnya.
Krusta ‘varnishlike’ terbentuk pada bagian tengah yang jika disingkirkan
memperlihatkan dasar yang merah dan basah
33

 Bulla yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh


 Bila impetigo menyertai kelainan kulit lainnya maka, kelainan itu dapat
menyertai dermatitis atopi, vanisela, gigitan binatang dan lain-lain.
 Lesi dapat lokal atau tersebar, seringkali di wajah atau tempat lain,
sepertitempat yang lembab, lipatan kulit, ketiak atau lipatan leher.
 Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening di dekat lesi.
 Pada bayi, lesi yang luas dapat disertai dengan gej ala demam, lemah, diare.
Jarang sekali disetai dengan radang pam, infeksi sendi atau tulang. 5

b. Impetigo Krustosa
 Awalnya berupa wama kemerahan pada kulit (makula) atau papul (penonjolan
padat dengan diameter <0,5cm) yang berukuran 2-5 mm.
 Lesi papul segera menjadi menjadi vesikel atau pustul (papula yang berwarna
keruh/mengandung nanah/pus) yang mudah pecah dan menjadi papul dengan
keropeng/koreng berwarna kuning madu dan lengket yang berukuran <2cm
dengan kemerahan minimal atau tidak ada kemerahan disekelilingnya.
 Lesi muncul pada kulit normal atau kulit yang kena trauma sebelumnya atau
mengikuti kelainan kulit sebelumnya (skabies, vasisela, dermatitis atopi) dan
dapat menyebar dengan cepat.
 Lesi berada sekitar hidung, mulut dan daerah tubuh yang sering terbuka
(tangan dan kaki).
 Kelenjar getah bening dapat menbesar dan dapat nyeri
 Lesi juga menyebar ke daerah sekitar dengan sendirinya (autoinokulasi)
 Jika dibiarkan tidak diobati maka lesi dapat menyebar terus karena tindakan
din sendiri (digaruk lalu tangan memegang tempat lain sehingga mengenai
tempat lain).
 Lalu dapat sembuh dengan sendininya dalarn beberapa minggu tanpajaringan
parut.
34

 Walaupun jarang, bengkak pada kaki dan tekanan darah tinggi dapat ditemukan
pada orang dengan impetigo krustosa sebagai tanda glomerulonefritis (radang
pada ginjal) akibat reaksi tubuh terhadap infeksioleh kuman Sfreptokokus
penyebab impetigo. 5

1.8 Diagnosis banding


 Lupus eritematosa bullosa : lesi vesikel dan bula yang menyebar dapat
gatal, seringkali melibatkan bagian atas badan dan daerah lengan
 Pemfigus bulosa : vesikel dan bula timbul cepat dan gatal menyeluruh,
dengan plak urtikaria
 Herpes simplex : vesikel berkelompok dengan dasar kemerahan yang
pecah menjadi lecet dan tertutup krusta, biasanya pada bibir dan kulit
 Pemfigus vulgaris : bulla yang tidak gatal, ukuran bervariasi dan 1 sampai
beberapa sentimeter, muncul bertahap dan menjadi menyeluruh
penyembuhan dengan hiperpigmentasi (warna kulit yanglebih gelap dan
sebeluinnya).
 Varisela: vesikel pada dasar kemerahan bermula di badan dan menyebar
ke tangan kaki dan wajah; vesikel pecah dan membentuk krusta; -lesi
terdapat pada beberapa tahap (vesikel, krusta) pada saat yang sama.
 Dermatitis atopi : keluhan gatal yang berulang atau berlangsung lama
(kronik) dan kulit yang kering; penebalan pada pada lipatan kulit terutama
pada dewasa (likenifikasi); pada anak seringkali melibatkan daerah wajah
atau tangan bagian dalam.
 Dermatitis kontak: gatal pada daerah sensitif yang kontak dengan zat-zat
yang mengiritasi.
 Ektima: lesi berkrusta yang menutupi daerah ulkus (luka dengan dasar dan
dinding) dapat menetap selama beberapa minggu dan sembuh dengan
jaringan parut bila infeksi sampai jaringan kulit dalam (dermis). 5
35

1.9 Pemeriksaan Penunjang


Pada keadaan khusus, dimana diagnosis impetigo masih diragukan, atau pada
suatu daerah dimana impetigo sedang mewabah, atau pada kasus yang kurang
berespons terhadap pengobatan, maka diperlukan pemeriksaan-pemeniksaan
sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Laboratorium
 Pewarnaan gram,
Pada pemeriksaan ini akan mengungkapkan adanya neutropil dengan
kuman coccus gram positif berbentuk rantai atau kelompok.
 Kultur cairan.
Pada pemeriksaan mi umuinnya akan mengungkapkan adanya
Streptococcus aureus, atau kombinasi antara Streptococcus pyogenes
dengan Streptococcus beta hemolyticus grup A (GABHS), atau kadang-
kadang dapat berdiri sendiri.
b. Pemeriksaan Lain:
 Titer anti-streptolysin-O (ASO), mungkin akan menunjukkan hasil positif
lemah untuk streptococcus, tetapi pemeriksaan ini jarang dilakukan.
Streptozyme, menunjukkan hasil positif untuk Streptococcus, tetapi
pemeriksaan ini jarang dilakukan
 Pemeriksaan kultur dan sensitifitas bakteri. 5

1.10 Terapi
Tujuan pengobatan impetigo adalah menghilangkan rasa tidak nyaman dan
memperbaiki kosmetik dan lesi impetigo, mencegah penyebaran infeksi ke orang
lain dan mencegah kekambuhan
a. Penatalaksanaan Farmakologis
Syarat pengobatan yang baik adalah pengobatan harus efektif, tidak mahal dan
memiliki sedikit efek samping. Antibiotik topikal (lokal) menguntungkan
karena hanya diberikan pada kulit yang teriafeksi sehingga meminimalkan efek
samping. Kadangkala antibiotik topikal dapat menyebabkan reaksi sensitifitas
36

pasa kulit orang-orang tertentu. Pada lesi yang terlokalisir maka pemberian
antibiotik topilcal diutamakan. Karena antibiotilc topikal sama efektiffiya
dengan antibiotik oral. Pilihan antibiotik topikal adalah mupirocin 2% atau
asam fusidat. Antibiotilc oral disimpan untuk kasus dimana pasien sensitif
terhadap antibiotik topikal, lesi lebih luas atau dengan penyakit penyerta yang
berat.Penggunaan disinfektan topikal tidak direkomendasikan dalam
pengobatan impetigo.Obat topikal yang diberikan mupirocin 2% diberikan di
kulit yang terinfeksi 3x sehari selania tiga sampai lima hari. Antibiotik oral
yang dapat diberikan adalah Amoxicillin dengan asam kiavulanat;
cefuroxime;cephalexin; dieloxacillin; atauenitromiein selama 10 hari. 5

1.11 Komplikasi
Impetigo biasanya sembuh tanpa penyulit dalam dua minggu walaupun tidak
diobati. kómplikasi berupa radang ginjal pasca infeksi Streptokokus terjadi pada
1-5% pasien terutama isia 2-6 tahun dan hal ini tidak dipengaruhi oleh pengobatan
antibiotik. Gejala berupa bengkak tekanan darah tinggi, terdapat urin seperti
warna teh. Keadaan ini umumnya sembuh secara spontan walaupun gejala-gejala
tadi muncul. 5
1.12 Pencegahan
Kebersihan sederhana dan perhatian dapat mencegah timbulnya impetigo
Seseorang yang sudah terkena impetigo atau gejala-gejala infeksi/peradangan
Streptococcus beta hemolyticus grup A (GABHS) membuthkan perawatan medik
dan jika perlu dimulai dengan ,pemberian antibiotik secepat mungkin untuk
mencegah menyebamya infeksi ke orang lain. Penderita impetigo harus diisolasi,
dan dicegah agar tidak terjadi kontak dengan orang lain minimal dalam 24 jam
setelah pemberian antibiotik.
Adapun pencegahan yang harus di lakukan yaitu
1.Cuci tangan segera dengan menggunakan air mengalir bila habis kontak dengan
pasien, terutama apabila terkena luka.
2.Jangan menggunakan pakaian yang sama dengan penderita
37

3.Bersihkan dan lakukan desinfektan pada mainan yang mungkin bisa menularkan
pada orang lain, setelah digunakan pasien
4.Mandi teratur dengan sabun dan air (sabun antiseptik dapat digunakan, namun
dapat mengiritasi pada sebagian kulit orang yang kulit sensitif)
5.Higiene yang baik, mencakup cuci tangan teratur, menjaga kuku jari tetap
pendek dan bersih
6.Jauhkan diri dari orang dengan impetigo
7.Cuci pakaian, handuk dan sprei dari anak dengan impetigo terpisah dari yang
lainnya. Cuci dengan air panas dan keringkan di bawah sinar matahari atau pe
ngering yang panas. Mainan yang dipakai dapat dicuci dengan disinfektan.
8.Gunakan sarung tangan saat mengoleskan antibiotik topikal di tempat yang
terinfeksi dan cuci tangan setelah itu. 5

1.13 Prognosis
Secara umum prognosis dari penyakit ini adalah baik jika dilakukan
pengobatan yang teratur, meskipun dapat pula komplikasi sistemik seperti
glomerulonefritis dan lain-lain. Lesi mengalami perbaikan setelah 7-10 hari
pengobatan. 5

7) Ektima
2.1 Definisi

Ektima adalah pioderma ulseratif kulit yang umumnya disebabkan


oleh Streptococcus β-hemolyticus. Penyebab lainnya bisa Staphylococcus
aureus atau kombinasi dari keduanya. Menyerang epidermis dan dermis
membentuk ulkus dangkal yang ditutupi oleh krusta berlapis, biasanya terdapat
pada tungkai bawah. 5

Pioderma ialah penyakit kulit yang disebabkan


oleh Staphylococcus, Streptococcus, atau oleh kedua-duanya. Faktor predisposisi
38

yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit ini adalah hygiene yang kurang,
menurunnya daya tahan tubuh, atau jika telah ada penyakit lain di kulit. 5

Streptococcus merupakan organisme yang biasanya menyebabkan infeksi


pada ektima. Gambaran ektima mirip dengan impetigo, namun kerusakan dan
daya invasifnya pada kulit lebih dalam daripada impetigo. Infeksi diawali pada
lesi yang disebabkan karena trauma pada kulit, misalnya, ekskoriasi, varicella atau
gigitan serangga. Lesi pada ektima awalnya mirip dengan impetigo, berupa
vesikel atau pustul. Kemudian langsung ditutupi dengan krusta yang lebih keras
dan tebal daripada krusta pada impetigo, dan ketika dikerok nampak lesi punched
out berupa ulkus yang dalam dan biasanya berisi pus. 5

2.2 Epidemiologi

Insiden ektima di seluruh dunia tepatnya tidak diketahui. Frekuensi


terjadinya ektima berdasarkan umur biasanya terdapat pada anak-anak dan orang
tua, tidak ada perbedaan ras dan jenis kelamin (pria dan wanita sama). Pada anak-
anak kebanyakan terjadi pada umur 6 bulan sampai 18 tahun. 5

Dari hasil penelitian epidemiologi didapatkan bahwa tingkat kebersihan


dari pasien dan kondisi kehidupan sehari-harinya merupakan penyebab yang
paling terpenting untuk perbedaan angka serangan, beratnya lesi, dan dampak
sistemik yang didapatkan pada pasien ektima. 5

Ektima merupakan penyakit kulit berupa ulkus yang paling sering terjadi
pada orang-orang yang sering bepergian (traveler). Pada suatu studi kasus di
Perancis, ditemukan bahwa dari 60 orang wisatawan, 35 orang (58%) diantaranya
mendapatkan infeksi bakteri, dimana bakteri terbanyak yang ditemukan
yaitu Staphylococcus aureusdan Streptococcus B-hemolyticus grup A yang
merupakan penyebab dari penyakit kulit impetigo dan ektima. Dari studi kasus ini
pula, ditemukan bahwa kebanyakan wisatawan yang datang dengan ektima
memiliki riwayat gigitan serangga (73%).5
39

2.3 Etiologi

Ektima merupakan pioderma ulseratif pada kulit yang umumnya


disebabkan oleh Streptococcus β-hemolyticus grup A. Status bakteriologi dari
ektima pada dasarnya mirip dengan Impetigo. Keduanya dianggap sebagai
infeksi Streptococcus, karena pada banyak kasus didapatkan kultur
murni Streptococcus pyogenes. Ini didasarkan pada
isolasi Streptococcus dan Staphylococcus dan dari
beberapa Staphylococcus saja. 5

Streptococcus β-hemolyticus grup A dapat menyebabkan lesi atau


menginfeksi secara sekunder lesi yang sudah ada sebelumnya. Adanya kerusakan
jaringan (seperti ekskoriasi, gigitan serangga, dermatitis) dan keadaan
imunokompromis (seperti diabetes dan neutropenia) merupakan predisposisi pada
pasien untuk timbulnya ektima. Penyebaran infeksi Streptococcus pada kulit
diperbesar oleh kondisi lingkungan yang padat dan hygiene yang buruk. 5

2.4 Patofisiologi

Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama dari infeksi kulit dan


sistemik. Seperti halnya Staphylococcus aureus, Streptococcus sp. Juga terkenal
sebagai bakteri patogen untuk kulit. Streptococcus Grup A, B, C, D, dan G
merupakan bakteri patogen yang paling sering ditemukan pada manusia.
Kandungan M-protein pada bakteri ini menyebabkan bakteri ini resisten terhadap
fagositosis. 5

Gejala sistemik dan lokal dimediasi oleh superantigens (SA). Antigen ini
bekerja dengan cara berikatan langsung pada molekul HLA-DR (Mayor
Histocompability Complex II (MHC II)) pada antigen-presenting cell tanpa
adanya proses antigen. Walaupun biasanya antigen konvensional memerlukan
interaksi dengan kelima elemen dari kompleks reseptor sel T, superantigen hanya
memerlukan interaksi dengan variabel dari pita B. Aktivasi non spesifik
40

dari sel T menyebabkan pelepasan masif Tumor Necrosis Factor-α (TNF-


α), Interleukin-1 (IL-1), dan Interleukin-6 (IL-6) dari makrofag. Sitokin
ini menyebabkangejala klinis berupa demam, ruam erythematous, hipotensi, dan c
edera jaringan. 5

Faktor host seperti immunosuppresi, terapi glukokortikoid, dan atopic


memainkan peranan penting dalam pathogenesis dari
infeksi Staphylococcus. Adanya trauma ataupun inflamasi dari jaringan (luka
bedah, luka bakar, trauma, dermatitis, benda asing) juga menjadi faktor yang
berpengaruh pada pathogenesis dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini. 5

2.5 Manifestasi Klinis

Penyakit ini dimulai dengan suatu vesikel atau pustul di atas kulit yang
eritematosa, membesar dan pecah (diameter 0,5 – 3 cm) dan beberapa hari
kemudian terbentuk krusta tebal dan kering yang sukar dilepas dari dasarnya.
Biasanya terdapat kurang lebih 10 lesi yang muncul. Bila krusta terlepas,
tertinggal ulkus superficial dengan gambaran “punched out appearance” atau
berbentuk cawan dengan dasar merah dan tepi meninggi. Lesi cenderung menjadi
sembuh setelah beberapa minggu dan meninggalkan sikatriks. Biasanya lesi dapat
ditemukan pada daerah ekstremitas bawah, wajah dan ketiak. 5

Gambar 2.8 Lesi tipikal ektima pada ektremitas bawah. 5


41

Gambar 2.9 Tahapan ektima. Lesi dimulai sebagai sebuah pustule yang
kemudian pecah membentuk ulkus. 5

Gambar 2.10 Ektima. Ulkus dengan krusta tebal pada tungkai pasien yang
menderita diabetes dan gagal ginjal. 5

Gambar 2.11 Ektima pada aksila. 5

2.6 Diagnosis
42

a. Anamnesis

Pasien biasanya datang dengan keluhan luka pada anggota gerak bawah.
Pasien biasanya menderita diabetes dan orang tua yang tidak peduli dengan
kebersihan dirinya. 5

Anamnesis ektima, antara lain: 5

 Keluhan utama. Pasien datang dengan keluhan berupa luka.


 Durasi. Ektima terjadi dalam waktu yang lama akibat trauma berulang,
seperti gigitan serangga.
 Lokasi. Ektima terjadi pada lokasi yang relatif sering trauma berulang,
seperti tungkai bawah.
 Perkembangan lesi. Awalnya lesi berupa pustul kemudian pecah
membentuk ulkus yang tertutupi krusta
 Riwayat penyakit sebelumnya. Misalnya, Diabetes melitus dapat
menyebabkan penyembuhan luka yang lama.

b. Pemeriksaan fisik

Effloresensi ektima berupa awalnya berupa pustul kemudian pecah membentuk


ulkus yang tertutupi krusta. 5
43

Gambar 2.12 Krusta coklat berlapis lapis pada ektima. 5

Gambar 2.13 Pada Lesi ektima yang diangkat krustanya akan terlihat ulkus yang
dangkal. 5

c. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaaan penunjang yang dapat dilakukan. yaitu biopsi kulit dengan


jaringan dalam untuk pewarnaan Gram dan kultur. Selain itu, juda dapat
dilakukan pemeriksaan histopatologi.

Gambaran histopatologi didapatkan peradangan dalam yang diinfeksi


kokus, dengan infiltrasi PMN dan pembentukan abses mulai dari folikel
pilosebasea. Pada dermis, ujung pembuluh darah melebar dan terdapat sebukan sel
PMN. Infiltrasi granulomatous perivaskuler yang dalam dan superficial terjadi
dengan edema endotel. Krusta yang berat menutupi permukaan dari ulkus pada
ektima. 5
44

Gambar 2.14 Pioderma

Neutrofil tersebar pada dasar ulserasi. 6

2.7 Diagnosis banding

Diagnosis banding ektima, antara lain:

a. Folikulitis, didiagnosis banding dengan ektima sebab predileksi biasanya


di tungkai bawah dengan kelainan berupa papul atau pustul yang
eritematosa. Perbedaannya, pada folikulitis, di tengah papul atau pustul
terdapat rambut dan biasanya multipel. 5

Gambar 2.15 Folikulitis superfisialis. Pustul multiple terlihat pada daerah jenggot.
5

b. Impetigo krustosa, didiagnosa banding dengan ektima karena memberikan


gambaran Effloresensi yang hampir sama berupa lesi yang ditutupi krusta.
Bedanya, pada impetigo krustosa lesi biasanya lebih dangkal, krustanya
lebih mudah diangkat, dan tempat predileksinya biasanya pada wajah dan
punggung serta terdapat pada anak-anak sedangkan pada ektima lesi
biasanya lebih dalam berupa ulkus, krustanya lebih sulit diangkat dan
tempat predileksinya biasanya pada tungkai bawah serta bisa terdapat pada
usia dewasa muda. 5
45

Gambar 2.16 Impetigo. Eritema dan krusta pada seluruh daerah centrofacial. 5

Gambar 2.17 Impetigo. Terlihat erosi, krusta, dan blister ruptur. 5

2.8 Komplikasi

Komplikasi ektima, antara lain selulitis, erisipelas, gangren, limfangitis,


limfadenitis supuratif, dan bakteremia. 5

2.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan ektima, antara lain:


46

a. Nonfarmakologi

Pengobatan ektima tanpa obat dapat berupa mandi menggunakan sabun


antibakteri dan sering mengganti seprei, handuk, dan pakaian.

b. Farmakologi

Pengobatan farmakologi bertujuan mengurangi morbiditas dan mencegah


komplikasi

 Sistemik

Pengobatan sistemik digunakan jika infeksinya luas. Pengobatan sistemik


dibagi menjadi pengoatan lini pertama dan pengobatan lini kedua.

1. Pengobatan lini pertama (golongan Penisilin)

 Dewasa: Dikloksasilin 4 x 250 - 500 mg selama 5 - 7 hari.


 Anak : 5 - 15 mg/kgBB/dosis, 3 - 4 kali/hari.
 Amoksisilin + Asam klavulanat 3 x 25 mg/kgBB
 Sefaleksin 40 - 50 mg/kgBB/hari selama 10 hari

2. Pengobatan lini kedua (golongan Makrolid)

 Azitromisin 1 x 500 mg, kemudian 1 x 250 mg selama 4 hari


 Klindamisin 15 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari
 Dewasa: Eritomisin 4 x 250 - 500 mg selama 5 - 7 hari.
 Anak : 12,5 - 50 mg/kgBB/dosis, 4 kali/hari. 5

Topikal

Pengobatan topikal digunakan jika infeksi terlokalisir, tetapi jika luas maka
digunakan pengobatan sistemik. Neomisin, Asam fusidat 2%, Mupirosin, dan
Basitrasin merupakan antibiotik yang dapat digunakan secara topikal. 5
47

Neomisin merupakan obat topikal yang stabil dan efektif yang tidak
digunakan secara sistemik, yang menyebabkan reaksi kulit minimal, dan memiliki
angka resistensi bakteri yang rendah sehingga menjadi terapi antibiotik lokal yang
valid. Neomisin dapat larut dalam air dan memiliki kestabilan terhadap perubahan
suhu. Neomisin memiliki efek bakterisidal secara in vitro yang bekerja spektrum
luas gram negatif dan gram positif. Efek samping neomisin berupa kerusakan
ginjal dan ketulian timbul pada pemberian secara parenteral sehingga saat ini
penggunaannya secara topical dan oral. 5

 Edukasi

Memberi pengertian kepada pasien tentang pentingnya menjaga kebersihan


badan dan lingkungan untuk mencegah timbulnya dan penularan penyakit kulit. 5

2.10 Prognosis

Ektima sembuh secara perlahan, tetapi biasanya meninggalkan jaringan


parut (skar). 5

Pencegahan

Pada daerah tropis, perhatikan kebersihan dan gunakan lotion antiserangga


untuk mencegah gigitan serangga. 5

8) Eritrasma
DEFINISI

Eritrasma adalah infeksi kulit superfisial, ditandai oleh makula eritematosa


hingga kecoklatan. berbatas tegas, di daerah lipatan (intertriginosa), atau
berbentuk fisura dengan maserasi putih di sela-sela jari. 5
48

ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO

Agen penyebab eritrasma, yaitu Corynebacterfum minutissimum, merupakan


bakteri batang pendek Gram positif, dengan granula subterminal. Infeksi akibat
bakteri ini lebih sering ditemukan di daerah iklim tropis.

Infeksi ini umumnya ditemukan di daerah lipatan yang tertutup (seperti


inguinal, aksila, lipatan intergluteal, infra-mammae, umbilikus, dan selasela
jari). Faktor predisposisi'adalah iklim lembap dan hangat, higiene yang buruk,
hiperhidrosis, obesitas, diabetes mellitus, usia lanjut, dan keadaan
imunosupresi. 5

GEJALA KLINIS

Pada pemeriksaan fisis, dapat ditemukan lesi berupa makula eritematosa


hingga coklat, berbatas tegas, dengan skuama halus di atasnya. Tempat
predileksi adalah daerah intertriginosa, terutama di aksila dan genito-krural,
sela jari kaki ke-4 dan ke-5, dan yang lebih jarang ditemukan, di sela jari kaki
ke-2 dan ke-3. Lesi biasanya bersifat asimtomatik, kecuali di daerah
selangkangan, yang bisa terasa gatal dan menyengat. Ko-eksistensi eritrasma
dengan kelainan kulit akibat dermatofita dan kandida sering ditemukan
terutama pada lesi interdigital. 5

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Lampu Wood’s merupakan salah satu alat bantu diagnostik untuk eritrasma.
Daerah yang terinfeksi menunjukkan fluoresensi berwarna

merah coral, akibat adanya porfirin. Pemeriksaan mikroskopik langsung


dengan pewarnaan Gram menunjukkan banyak bakteri batang pendek Gram
positif di stratum korneum. 5

TATA LAKSANA
49

Untuk eritrasma yang terlokalisir, khususnya pada sela-sela jari kaki, sabun dan
gel benzon peroksida 5% merupakan terapi yang efektif pada sebagian besar
kasus. Klindamisin atau eritromisin (solusio 2%) atau krim azol, merupakan
beberapa pilihan agen topikal yang efektif.

Untuk eritrasma yang luas, eritromisin oral mempakan terapi yang efektif.
Eritromisin 4x250 mg diberikan selama satu minggu. Klaritromisin 1g dosis
tunggal juga dapat digunakan. 5

PROGNOSIS

Penyakit ini dapat bersifat asimtomatik

selama bertahun-tahun, atau dapat juga terjadi eksaserbasi periodik. 5

9) Lepra
Definisi

Penyakit infeksi kronis akibat Mycobacterium ]eprae yang bersifat intraseluler


obligat. Disebut juga Morbus Hansen atau lepra. 5

Etiologi dan Faktor Risiko

M leprae merupakan basil tahan asam, obligat intraseluler yang dapat


bereproduksi secara maksimal pada suhu 27-30 0C. Mikroba ini berkembang biak
dengan baik pada jaringan dengan suhu rendah, seperti kulit, saraf perifer, saluran
pernapasan atas dan testis. Jalur transmisinya masih belum jelas, diperkirakan
transmisi terjadi melalui droplet, vektor serangga, atau kontak dengan tanah
dengan mikroba yang bersangkutan. Faktor risiko penyakit ini antara lain tinggal
di area endemis, kontak dengan pengidap lepra dan kemiskinan. 5
50

Epidemiologi

Penyakit ini banyak ditemukan di negara berkembang seperti India, Cina,


Myanmar, Indonesia, Brazil, dan Nigeria. Setiap tahunnya terdapat 600.000 kasus
baru dengan total sebanyak 1,5 hingga 8 juta kasus di seluruh dunia. Penyakit ini
berhubungan dengan tingkat kemiskinan, daerah pedesaan dan penyakit HIV. 5

Manifestasi Klinis

Terdapat beberapa spektrum klinis kusta (lihat Tabel 1) dengan gejala, profil
bakteriologis, dan imunologis yang berbeda (lihat Tabel 2 dan Tabel 3). Ragam
manifestasi klinis tersebut sangat dipengaruhi oleh imunitas seluler penderita.
Imunitas seluler yang baik akan memberikan gambaran klinis ke arah tuberkuloid.
sedangkan imunitas seluler yang rendah akan memberikan gambaran ke arah
lepromatosa. Apabila penyakit mengenai saraf perifer, gejala klinis akan sesuai
dengan nervus yang terkena. Kemudian, dilakukan pemeriksaan pembesaran saraf
perifer, konsistensi, dan nyeri tekan dari nervus perifer. Saraf yang perlu diperiksa
yaitu N. fasialis. N. aurikularis magnus, N. radialis, N. ulnaris, N. medianus. N.
poplitea lateralis, dan N. tibialis posterior. 5

Diagnosis

Pemeriksaan Bakterioskopis. Bertujuan untuk penegakkan diagnosis dan evaluasi


hasil pengobatan. Dilakukan pengambilan bahan sediaan dengan cara kerokan
kulit minimal dari 4-6 tempat, yaitu kedua cuping telinga bagian bawah dan 2-4
lesi lain yang paling aktif (paling eritematosa dan in' filtratif). Selain itu, sediaan
51

juga dapat diambil dari sekret hidung melalui nose blow di pagi hari, atau mukosa
hidung dengan menggunakan kapas lidi. 5

Berikut langkah pemeriksaan bakteriologik:

 Disinfeksi lesi dan jepit area yang akan dikeruk dengan ibu jari dan
telunjuk hingga iskemik sehingga hanya sedikit darah yang keluar:

 Lakukan kerokan dengan menggunakan skalpel steril. Irisan dilakukan


sampai sedalam dermis; Kerokan dioleskan pada gelas alas dan difiksasi di
atas api. Sediaan diwarnai dengan pewanaan Ziehl Neelsen. 5

Indeks Bakteri (IB) ditentukan dengan cara:

0: tidak ada BTA dalam 100 lapang pandang

1+: 1-10 BTA dalam 100 lapang pandang

2+: 1-10 BTA dalam 10 lapang pandang

3+: 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang

4+: 1 1-100 BTA dalam 1 lapang pandang

5+: 101-1000 BTA dalam 1 lapang pandang

6+: > 1000 BTA dalam 1 lapang pandang. 5

Kemudian dapat dilakukan pemeriksaan Indeks Morfologi (IM) yang merupakan


persentase perbandingan bentuk solid (basil hidup) dengan jumlah solid dan non-
solid (basil mati) dikalikan 100 persen. Akan tetapi, perhitungan. ini hanya dapat
dilakukan apabila IB minimal 3+. 5
52

Pemeriksaan Histopatologis

Pada pasien dengan sistem imunologik seluler yang tinggi, akan tampak
gambaran tuberkel. Tuberkel terdiri atas sel epiteloid, sel datia Langhans dan
limfosit. Pasien dengan sistem imunologik seluler yang rendah, tampak sel
Virchow atau sel lepra atau sel busa yang merupakan bentuk histiosit yang tidak
mampu memfagositosis M. leprae dan bahkan dijadikan sebagai tempat untuk
berkembang biak.

Pemeriksaan Imunologis, bertujuan untuk membantu diagnosis kusta yang


meragukan. Pemeriksaan imunologis yang dapat dilakukan, yaitu uji MLPA
(Mycobacterium Leprae Particle Agglutinadan). uji ELISA (Enzyme Linked
Immuno-Sorbent Assay), dan mL dipstick (Mycobacterium Ieprae dipstick). 5

Diagnosis Banding

Sarkoidosis, leishmaniasis, lupus vulgaris, limfoma, sifilis, yaws, granuloma


annulare, necrobiosis lipoidica. 5

Reaksi Kusta

Reaksi kusta merupakan episode akut dari perjalanan kronis penyakit. Terdapat
dua jenis, yaitu Eritema Nodosum Leprosum (ENL) dan reaksi reversal.

 ENL. Timbul pada tipe LL dan BL dan merupakan reaksi imun humoral
yang terjadi biasanya pada tahun kedua pengobatan. Reaksi ini muncul
karena banyaknya basil lepra yang mati dan hancur sehingga banyak
antigen yang tersebar dan memicu reaksi imun humoral. Pada ENL tidak
terjadi perubahan tipe.
53

 Reaksi reversal. Terjadi pada tipe BL, BB, BT dan berhubungan dengan
hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi ini terjadi akibat peningkatan sistem
imun seluler yang mendadak, umumnya terjadi pada 6 bulan pertama
pengobatan. Pada reaksi reversal terjadi perubahan tipe penyakit. 5

Tata Laksana

1. Terapi Farmakologis
Alur serta regimen pengobatan kusta berbeda pada tipe MB dan BB (lihat
Gambar 1). Ada tiga obat lini pertama yang digunakan, yaitu dapson,
rifampisin, serta klofazimin. Masing-masing obat memiliki indikasi serta
efek samping yang harus diwaspadai.
 Dapson (Diaminodifenil sulfon/DDS). Prinsip pemberiannya adalah tidak
boleh diberikan sebagai monoterapi, harus dikombinasikan dengan
pengobatan lain. Dosis yang diberikan ialah 1-2 mg/KgBB per hari (lihat
Gambar 1). Efek samping yang dapat timbul berupa nyeri kepala, erupsi
obat, anemia hemolitik, leukopenia, insomnia, neuropati perifer, sindrom
DDS, nekrolisis epidermal toksik, hepatitis, hipoalbuminemia, serta
methemoglobinemia.
 .Rifampisin. Digunakan sebagai salah satu kombinasi DDS dengan dosis
10 mg/KgBB diberikan setiap hari atau setiap bulan. Efek samping yang
dapat timbul berupa hepatotoksik, nefrotoksik, gejala gastrointestinal, flu-
like syndrome, dan erupsi kulit.
 Klofazimin, dosis awal adalah 300 mg/bulan, dilanjutkan dengan 50
mg/hari, atau 100 mg selang sehari atau 100 mg 3 kali/minggu. Efek
sampingnya adalah warna kecoklatan pada kulit, warna kekuningan pada
sklera yang akan menghilang setelah 3 bulan obat dihentikan. Dalam dosis
tinggi dapat menyebabkan efek samping gastrointestinal.
54

 Alternatif obat lainnya, antara lain: 0 Protionamid, dosis 5-10 mg/KgBB


per hari, namun obat ini tidak digunakan di Indonesia.
a. ofloksasin, dosis optimal adalah 400 mg/ hari. Efek samping
berupa gangguan gastrointestinal, insomia, nyeri kepala, halusinasi,
dan pusing.
b. Minosiklin. Dosis standar adalah 100 mg/ hari. Efek samping yang
dapat timbul pada anak adalah pewarnaan gigi dan terkadang dapat
menyebabkan hiperpigmentasi kulit dan mukosa, gangguan
gastrointestinal dan susunan saraf pusat. Penggunaan obat ini tidak
dianjurkan pada anak-anak atau pada masa kehamilan. 5

2. Terapi Non-Farmakologis
 Pasien kusta secara rutin perlu menjaga kebersihan diri, terutama pada
regio yang mengalami penurunan fungsi neurologis. Tangan atau kaki
yang anestetik dapat direndam setiap hari selama 10-15 menit. Lesi kalus
atau kulit keras di sekitar ulkus dapat diabrasi, paling baik dilakukan oleh
tenaga medis dengan bilah skapel. Selanjutnya, untuk menjaga nutrisi dan
kelembapan yang adekuat pada kulit, dapat diberikan pelembab topikal;
 lstirahatkan regio yang terlihat kemerahan atau melempuh. Hindari
tekanan yang berlebihan pada regio lesi, misalnya dengan elevasi tungkai
saat istirahat atau mencegah berjalan kaki dalam jangka waktu yang lama;
 Untuk mencegah dan menangani komplikasi yang ada, dibutuhkan kerja
sama dengan bagian bedah ortopedi, podiatrist, neurologi, oftalmologi,
dan rehabilitasi medik. 5

Komplikasi
55

 Neuropati, mencakup penurunan fungsi sensorik, motorik, atau otonom


saraf perifer;
 Ulkus atau fisura yang dapat mengakibatkan osteomielitis hingga
amputasi digiti;
 Pembentukan kalus, akibat penurunan aktivitas kelenjar keringat;
 Kontraktur sendi, akibat paralisis otot. Latihan fisis secara aktif maupun
pasif diperlukan untuk mencegah komplikasi ini.
 Kelainan oftalmologis: penurunan sensoris kornea (neuropati trigeminal),
lagoftalmos (neuropati fasialis).
 Pada reaksi ENL dapat ditemukanuveitis, dakulis, artritis, limfadenitis,
neuritis, miositis, maupun orchitis. 5

Prognosis

Umunya baik apabila dilakukan pengobatan tetapi, perlu dilakukan upaya


pencegahan serta deteksi dini terhadap komplikasi yang mungkin terjadi. 5

10) Erisipelas
DEFINISI
Erisipelas merupakan bentuk selulitis superfisial yang mengenai pembuluh
limfe dan disebabkan oleh Streptokokus betahemolitikus grup A ( Jarang
ditemukan streptococcus grup C dan G) dan jarang yang disebabkan oleh
S.aureus. Erisipelas dapat terjadi pada semua usia dan semua bangsa atau ras ,
namun paling sering terjadi pada bayi, anak dan usia lanjut. Sekitar 85 %
Erysipelas terjadi di kaki dan wajah, sedangkan sebagian kecil dapat terjadi di
tangan, perut dan leher serta tempat lainnya. 5

ETIOLOGI
56

Streptococcus adalah penyebab utama erisipelas. Sebagian besar infeksi


erysipelas wajah disebabkan oleh streptokokus grup A, sedangkan infeksi
erysipelas pada ekstrimitas atas dan bawah disebabkan oleh non-kelompok
streptokokus A (streptococcus G atau C). Racun streptococcus ini
diperkirakan berkontribusi terjadinya peradangan cepat yang menjadikan
pathognomonic infeksi ini. Baru-baru ini, bentuk atipikal dilaporkan
telah disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Klebsiella pneumoniae,
Haemophilus influenzae, enterocolitica Yersinia, dan spesies Moraxella. 5

FAKTOR PREDISPOSISI
Erysipelas terjadi oleh penyebaran infeksi yang diawali dengan berbagai
kondisi yang berpotensi timbulnya kolonisasi bekteri, misalnya: luka, koreng,
infeksi penyakit kulit lain, luka operasi dan sejenisnya, serta kurang bagusnya
hygiene. Selain itu, Erisipelas dapat terjadi pada seseorang yang mengalami
penurunan daya tahan tubuh, misalnya: diabetes millitus, malnutrisi (kurang
gizi), dan lain-lain. 5

GEJALA KLINIS
Erisipelas pada umumnya diawali dengan gejala-gejala prodormal,
yaitu panas, menggigil, sakit kepala, nyeri sendi, muntah dan rasa lemah.
Pada kulit nampak kemerahan, berbatas tegas dengan bagian tepi meninggi,
nyeri dan teraba panas pada area tersebut. Di permukaan kulit adakalanya
dijumpai gelembung kulit (bula) yang berisi cairan kekuningan (seropurulen).
Pada keadaan yang berat, kulit nampak melepuh dan kadang timbul erosi (kulit
mengelupas).Biasanya menyerang wajah, ekstremitas atas atau bawah, badan
dan genitalia. Kelenjar getah bening di sekitar daerah yang terinfeksi, sering
membesar dan terasa nyeri. 5

DIAGNOSA BANDING
57

 Selulitis
Pada penyakit ini terdapat infiltrat yang difus pada subkutan dengan tanda-
tanda radang akut
 Urtikaria
Pada urtikaria warna merah akan hilang dengan penekanan
 Furunkulosis
Biasanya nyeri, berbentuk seprti kerucut dan berbatas tegas. 5

PENGOBATAN
Penisilin merupakan obat pilihan untuk erisipelas. Biasanya digunakan
Procaine. Penicilline G 600.000-1200000 IU IM atau dengan pengobatan
secara oral dengan penisilin V 500mg setiap 6 jam, selama 10-14 hari. Pada
anak-anak Penisilin G prokain,untuk berat badan <30 kg: 300,000 U/d ,
sedangkan >30kg: dosis seperti pada orang dewasa . Untuk Penicillin VK:
<12 years: 25-50 mg/kg/hr PO dibagi tid / qid; tidak melebihi 3 g /hr,
sedangkan >12 tahun: dosis seperti pada orang dewasa. Perbaikan secara
umum terjadi dalam 24-48 jam tetapi penyembuhan lesi kulit memerlukan
beberapa hari. Pengobatan yang adekuat minimal selama 10 hari.Pada
penderita yang alergi terhadap penisilin diberikan eritomisin (dewasa 250-500
gram peroral; anak-anak: 30-50 mg/kgbb/ hari tiap 6 jam) selama 10 hari.
Dapat juga digunakan klindamisin (dewasa 300-450 mg/hr PO; anak-anak 16-
20 mg/kgbb/hari setiap 6- 8jam)Penderita dianjurkan istirahat (masuk rumah
sakit) atau bed rest total dirumah. Bila lokasi lesi pada tungkai bawah dan kaki,
maka bagian yang terserang ini ditinggikan. Secara lokal, dapat diberikan
kompres terbuka yaitu kompres dingin untuk mengurangi rasa sakit.Bila
terdapat vesikula atau bulla dapat dikompres dulu dengan rivanol 1%, setelah
cairan mengering dilanjutkan dengan pemberian topikal antibiotika seperti
kombinasi basitrasin dan polimiksin B atau framisetin sulfa. 5
58

11) Sifilis
Etiologi

Treponema pallidum merupakan spesies Treponema dari famili Spirochaeta,


ordo Spirochaetales. Treponema pallidum berbentuk spiral, Gram negatif
dengan panjang kisaran 11 µm dengan diameter antara 0,09 – 0,18 µm.
Terdapat dua lapisan, sitoplasma merupakan lapisan dalam mengandung
mesosom, vakuol ribosom dan bahan nukleoid, lapisan luar yaitu bahan
mukoid. 5

Penularan dan perjalanan penyakit

Treponema palidum masuk melalui selaput lendir yang utuh, atau kulit yang
mengalami abrasi, menuju kelenjar limfe, kemudian masuk ke dalam pembuluh
darah, dan diedarkan ke seluruh tubuh. Setelah beredar beberapa jam, infeksi
menjadi sistemik walaupun tanda-tanda klinis dan serolois belum jelas. Kisaran
satu minggu setelah terinfeksi Treponema palidum, ditempat masuk timbul lesi
primer berupa ulkus. Ulkus akan muncul selama satu hingga lima minggu,
kemudian menghilang.8,9,10 Uji serologis masih akan negatif ketika ulkus
pertama kali muncul dan baru akan reaktif setelah satu sampai empat minggu
berikutnya. Enam minggu kemudian, timbul erupsi seluruh tubuh pada
sebagian kasus sifilis sekunder. Ruam ini akan hilang kisaran dua sampai enam
minggu, karena terjadi penyembuhan spontan. Perjalanan penyakit menuju ke
tingkat laten, dimana tidak ditemukan tanda-tanda klinis, kecuali hasil
pemeriksaan serologis yang reaktif. Masa laten dapat berlangsung
bertahuntahun atau seumur hidup. 5

Stadium sifilis

Sifilis dalam perjalanannya dibagi menjadi tiga stadium yaitu sifilis stadium
primer, sekunder dan tersier yang terpisah oleh fase laten dimana waktu
bervariasi, tanpa tanda klinis infeksi. Interval antara stadium primer dan
59

sekunder berkisar dari beberapa minggu sampai beberapa bulan. Interval antara
stadium sekunder dan tersier biasanya lebih dari satu tahun.

Sifilis stadium primer

Lesi awal sifilis berupa papul yang muncul di daerah genitalia kisaran tiga
minggu setelah kontak seksual. Papul membesar dengan ukuran 0,5 – 1,5 cm
kemudian mengalami ulserasi, membentuk ulkus. Ulkus sifilis yang khas
berupa bulat, diameter 1-2 cm , tidak nyeri, dasar ulkus bersih tidak ada
eksudat, teraba indurasi, soliter tetapi dapat juga multipel. Hampir sebagian
besar disertai pembesaran kelenjar getah bening inguinal medial unilateral atau
bilateral.

Chancre sífilis primer sering terjadi pada genitalia, perineal, atau anus
dikarenakan penularan paling sering melalui hubungan seksual, tetapi bagian
tubuh yang lain dapat juga terkena.5,6 Ulkus jarang terlihat pada genitalia
eksterna wanita, karena lesi sering pada vagina atau serviks. Dengan
menggunakan spekulum, akan terlihat lesi di serviks berupa erosi atau ulserasi
yang dalam. Tanpa pengobatan lesi primer akan sembuh spontan dalam waktu
3 sampai 6 pekan. Diagnosis banding sifilis primer yaitu ulkus mole yang
disebabkan Haemophilus ducreyi, limfogranuloma venereum, trauma pada
penis, fixed drug eruption, herpes genitalis. 5

Sifilis Sekunder

Manifestasi akan timbul pada beberapa minggu atau bulan, muncul gejala
sistemik berupa demam yang tidak terlalu tinggi, malaise, sakit kepala,
adenopati, dan lesi kulit atau mukosa. Lesi sekunder yang terjadi merupakan
manifestasi penyebaran Treponema pallidum secara hematogen dan limfogen.
13 Manifestasi klinis sifilis sekunder dapat berupa berbagai ruam pada kulit,
selaput lendir, dan organ tubuh. Lesi kulit biasanya simetris, dapat berupa
makula, papula, folikulitis, papuloskuamosa, dan pustul, jarang disertai
keluhan gatal. Lesi dapat ditemukan di trunkus dan ekstermitas, termasuk
60

telapak tangan dan kaki. Papul biasanya merah atau coklat kemerahan, diskret,
diameter 0,5 – 2 cm, umumnya berskuama tetapi kadang licin. Lesi
vesikobulosa dapat ditemukan pada sifilis kongenital. 5,13,14 Gambaran lesi
kulit pada sifilis sekunder dapat dilihat pada gambar 5. Kondiloma lata
merupakan istilah untuk lesi meninggi (papul), luas, putih atau abu-abu di
daerah yang hangat dan lembab. Gambaran dapat dilihat pada gambar 6. Lesi
sifilis sekunder dapat muncul pada waktu lesi sifilis primer masih ada.
Diagnosis sifilis sekunder ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan serologis
yang reaktif dan pemeriksaan lapangan gelap positif. Treponema pallidum
banyak ditemukan pada lesi selaput lendir atau basah seperti kondiloma lata.
Ruam kulit pada sifilis sekunder sukar dibedakan dengan pitiriasis rosea,
psoriasis, terutama jika berskuama, eritema multiforme dan erupsi obat.
Diagnosis sifilis sekunder cukup sulit. Pada umumnya diagnosis ditegakkan
berdasarkan kelainan khas lesi kulit sifilis sekunder ditunjang pemeriksaan
serologis. 5

Sifilis Laten

Sifilis laten yaitu apabila pasien dengan riwayat sifilis dan pemeriksaan
serologis reaktif yang belum mendapat terapi sifilis dan tanpa gejala atau tanda
klinis.6 Sifilis laten terbagi menjadi dini dan lanjut, dengan batasan waktu
kisaran satu tahun. Dalam perjalanan penyakit sifilis akan melalui tingkat laten,
selama bertahun-tahun atau seumur hidup. Tetapi bukan bearti penyakit akan
berhenti pada tingkat ini, sebab dapat berjalan menjadi sifilis tersier. 5

Sifilis stadium tersier

Sifilis tersier terdiri dari tiga grup sindrom yang utama yaitu neurosifilis, sifilis
kardiovaskular, dan sifilis benigna lanjut. Pada perjalanan penyakit neurosifilis
dapat asimptomatik dan sangat jarang terjadi dalam bentuk murni. Pada semua
jenis neurosifilis, terjadi perubahan berupa endarteritis obliterans pada ujung
pembuluh darah disertai degenerasi parenkimatosa yang mungkin sudah atau
61

belum menunjukkan gejala saat pemeriksaan. Sifilis kardiovaskular disebabkan


terutama karena nekrosis aorta yang berlanjut ke katup. Tanda-tanda sifilis
kardiovaskuler adalah insufisiensi aorta atau aneurisma, berbentuk kantong
pada aorta torakal. Bila komplikasi ini telah lanjut, akan sangat mudah
dikenal.5 Sifilis benigna lanjut atau gumma merupakan proses inflamasi
proliferasi granulomatosa yang dapat menyebabkan destruksi pada jaringan
yang terkena. Disebut benigna sebab jarang menyebabkan kematian kecuali
bila menyerang jaringan otak. Gumma mungkin terjadi akibat reaksi
hipersensitivitas infeksi Treponema palidum. Lesi sebagian besar terjadi di
kulit dan tulang. Lesi pada kulit biasanya soliter atau multipel, membentuk
lingkaran atau setengah lingkaran, destruktif dan bersifat kronis, penyembuhan
di bagian sentral dan meluas ke perifer. Lesi pada tulang biasanya berupa
periostitis disertai pembentukan tulang atau osteitis gummatosa disertai
kerusakan tulang. Gejala khas ialah pembengkakan dan sakit. Lokasi terutama
pada tulang kepala, tibia, dan klavikula. Pemeriksaan serologis biasanya reaktif
dengan titer tinggi. 5
62

Gambar 2.18 Tatalaksana sifilis. 5


63

3. Farmakologik Dermatologik
Variabel-variabel utama yang menentukan respons farmakologi terhadap
obat yang diaplikasikan ke kulit mencakup hal-hal berikut:
a). Variasi regional dalam penetrasi obat: Sebagai contoh, skrotum wajah,
ketiak, dan kulit kepala sangat lebih permeabel daripad lengan bawah dan
mungkin memerlukan lebih sedikit obat untu menghasilkan efek setara.
b). Gradien konsentrasi: Meningkatnya gradien konsentrasi meningkatkan
massa obat yang dipindahkan per satuan waktu seperti pada kasus difusi
menembus sawar lai. Karena itu, resistensi terhadap kortikosteroid topikal
kadang dapat diatasi dengan menggunakan konsentrasi obat yang lebih
tinggi.
c). Jadwal pemberian: Karena sifat fisiknya, kulit berfungsi sebagai
reservoir bagi banyak obat. Akibatnya, "waktu-paruh lokal" akan cukup
lama untuk memungkinkan aplikasi sekali sehari obat ini dengan waktu-
paruh sistemiknya yang singkat. Sebagai contoh, pada banyak penyakit,
aplikasi kortikosteroid sekali sehari tampaknya sama efektifnya dengan
aplikasi berulang-ulang.
d). Vehikulum dan oklusi: Vehikulum (bahan pembawa) yang tepat
memaksimalkan kemampuan obat menembus lapisan-lapisan luar kulit.
Selain itu, melalui sifat fisik mereka (efek melembapkan atau
mengeringkan), vehikulum itu sendiri dapat memiliki efek ter-apeutik
penting. Oklusi (pemakaian lapisan plastik untuk menahan obat dan
vehikulum nya berkontak erat dengan kulit) sangat efektif untuk
memaksimalkan efikasi. 7
64

Gambar 3.1 Diagram skematik penyerapan subkutis. 7


65

Gambar 3.2 Reaksi kulit lokal terhadap obat topikal. 7


66

DAFTAR PUSTAKA

1. Siregar R. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta: EGC;


2005.
2. Daili E, dkk. Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia. ISBN 979-99294-
1-5. Jakarta: PT Medical Multimedia Indonesia. 2005.
3. Wolff K, et al. fitzpatrick’s color atlas and synopsis of clinical
dermatology eight edition. Unites states: McGraw Hill; 2017.
4. james wd, et al. andrew’s diseases of the skin clinical dermatology twelfth
edition. Philadelphia: Elsevier; 2011.
5. Djuanda A, et al. ilmu penyakit kulit dan kelamin edisi keenam. Jakarta:
FKUI; 2010.
6. James W, et al. Andrew’s Disease of the Skin Clinical Dermatology.
Twelfth Edition. Philadelphia: Elsevier; 2016.
7. Katzung B, et al. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 12. New York: Mc
Graw Hill; 2012.

Anda mungkin juga menyukai