Anda di halaman 1dari 43

1

Benjolan Di Leher

Seorang perempuan berusia 38 tahun dating ke puskesmas dengan keluhan benjolan di


leher sejak 1 bulan yang lalu. Keluan disertai konsentrasi menuun, bicara terasa lambat dan
rambut rontok. Pasien juga mengeluhkan bahwa akhir akhir ini merasa mudah kedinginan. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan keluhan pucat, puffy face, edema periorbital,thicknned and brittle
nails, non pitting oedem pada kedua ekstremitas atas dan bawah. Kelenjar tiroid membesar
dengan konsistensi keras. Pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar TSH yang meningkat, T3
dan T4 menurun, antibody tiroid perioksidase (TPO) (+) dan antibodi (TG) (+). Dokter
memberikan terapi levothyroxine sodium pada pasien tersebut.

STEP 1

1. Puffy Face : Wajah bengkak karena volume cairan intrasel dan ekstrasel meningkat
2. Edem periorbital : Bengkak disekitar kelopak mata
3. Non pitting oedem : Bengkak ekstremitas, simetris atas bawah
4. Thickenned Brittle nails : Kuku menebal dan rapuh

STEP 2

1. Mengapa pasien mengeluhkan keluhan pada skenario?


2. Apa penyebab pada pasien yang di scenario?
3. Bagaimana pemeriksaan fisik dan penegakan diagnosis pada kasus?
4. Bagaimana dokter memberikan terapi?

STEP 3

1. Karena adanya kelainan pada tiroid  kegagalan fungsi tiroid  hormone/kekurangan


yodium
a. T3 dan T4 menurun  aktivasi lipoprotein  glukogenesis  SSP menurun 
pertumbuhan menurun
b. Hipotiroid  ganggua metabolic  ATP  kulit pucat dan lemas
c. Konsentrasi berkurang  karena kadar tirosin menurun  gangguan kadar tiroksin 
karena gangguan hipotalamus  toleransi suhu tubuh menurun  kedinginan
2. Primer : obat obatan dan defisiensi yodium
Sekunder : gangguan di hipofisis
Tersier :defisiensi hipotalamus
3. Anamnesis : tanda-tanda puffy face, non pitting edem, RPK, RPD, RPS
PF : edem, refleksi tendon menurun
PP : USG, needle biopsy, histopatologi, pemeriksaan kelenjar tiroid (TSH,T3,T4)
2

4. TSH meningkat (0,34-4,25), T3 (0,19-1,08) dan T4 (4,5-0,7/10,3-21,9) menurun, antibody


TG (+)
5. Penatalaksanaan :
a. Antitiroid ( PTU (propiltiourasil) dan metilnazol)
b. Iodide
c. Levotiroxine : untuk TSH nirmal, pada wanita hamil pemberian ditingkatka 35% pada
penderita jantung iskemik dimulai 0,25 ditingkatkan 3-4 minggu.

STEP 4

1. A. Hipotalamus  rangsangan TRH  sinyal tiroid  hormon  yodium menurun 


diserap diusu halus  aliran darah  tiroid  folikel  parafolikel  proses aktif
oksidasi  iodium  jadi iodide  PTO 2 DIT  T4  eksositosi  lisosom 
plama  metabolisme
PTO  MIT dan DIT  T3  metabolisme  metabolism sel meningkat  membantu
proses penghancur makanan protein
B. Kelenjar tiroid terganggu karena asupan yodium atau makan T# dan T$ menurun, TSH
meningkat, triglobulin  defisiensi  rasio menurun
C. Triglobulin  disintesi di bagian basal sel karena mal fungsi hipofisis dan hipotalamus 
kelenjar tiroid membesar  menekan struktur leher dan dada  difagia  intake insulin
menurun
Kelenjar tiroid ,e,besar  gangguan metabolism  sirkulasi tubuh terganggu  suplai
oksigen ke otak menurun  gangguan neurologis  lambat bicara  karena gangguan
diarea broca
Hipotalamus  intoleransi kalor  suhu tubuh menurun
Malfungsi kelenjar  hipotalamus  titoid  tidak ada feedback negative pada hipofisis
anterior dan hipotalamus  TSH dan TRH meningkat.
Malfungsi kelenjar  hipotalamus  hipofisis  tidak ada feedback negative dari TSH 
TSH, menurun TRH mrningkat
Malfungsi kelenjar  hipotalamus  kadar TSH, TRH menurun
2. Sama seperti STEP 3  sudah terbahas
3. USG : untuk memeriksa nodul
Scaaning : untuk memeriksa besar, letak, distribusi tiroid
Biopsy : untuk membedakan jenis nodul (jinak/ganas)
4. TSH  <5 pemeriksaan RAYu (radioaktif iodium uptake)
TSH normal/meningkat  hipofisis  gangguan hipotiroid/hipertiroid
Difus : homogen (Grave disease),heterogen (nodul)
Hipotiroid : TSH menrun <5
HIpertiroid : TSH meningkat
Diagnosis kerja : Tiroiditis hasimoto et causa hipotiroid
3

5. A. Levotirixine : untuk terapi T4 sintesis


Dosis : >50 tahun  0,025-0,05 mg/day
< 50 tahun  0,075 mg/day
Pemeliharaan 1,6-1,7 mg/kgbb/hari
B. Triiodinin : untuk terapi hormone tiroid parietal
Berat/operasi emergensi IV 10-25 mg diulang 8-16 jam setelah pemberian obat prtama
C. Lioxytonin : untuk T3 sintsesis
Dosis : 25 mcg/day
Pemeliharaan : 2,5 – 7,5 mcg/day

MIND MAP

Faktor
Patofisiologi
Resiko

Tatalaksana
Gangguan
Tiroid
Penegakan
diagnosis
Farmako
Non
farmako Anamnesis
Pemeriksaan Pemeriksaan
Etiologi fisik penunjang

Tersier
Primer
Sekunder
4

STEP 5

1. Klasifikasi gangguan tiroid (hipotiroid dan hipertiroid), etiologi, faktor resiko,


patomekanisme, penegakan diagnosis(anamnesis, PF, PP) dan tatalaksana (Farmako dan non
farmako)?

STEP 6

Belajar mandiri

STEP 7

1. HIPERTIROIDISME

Hipertiroidisme atau disebut juga tirotoksikosis, hipertiroidisme dapat didefinisikan


sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang
berlebihan. Keadaan ini timbul spontan atau akibat asupan hormon tiroid secara berlebihan.
Terdapat dua tipe hipertiroidisme, yaitu 1). Penyakit Graves dan 2). Goiter nodular toksik. 1

Penyakit Graves biasanya terjadi pada usia sekitar 30 dan 40 dan lebih sering ditemukan
pada perempuan daripada laki-laki. Penyakit Graves timbul sebagai manifestasi gangguan
autoimun. Dalam serum pasien ditemukan antibody immunoglobulin (IgG). Antibodi ini bereaksi
dengan reseptor TSH atau membrane plasma tiroid. Sebagai akibat interaksi antibody tersebut
dapat merangsang fungsi tiroid tanpa bergantung pada TSH hipofisis, yang dapat mengakibatkan
hipertiroidisme. Immunoglobulin yang merangsang tiroid (TSH) disebabkan suatu kelainan
imunitas yang bersifat herediter. 1

Goiter nodular toksik paling sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai
komplikasi goiter nodular kronis. Pada pasien hipertiroidisme manifestasi klinis pasien
mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten terhadap terapi digitalis. Pasien mula-mula
mengalami berat badan menurun, lemah, dan pengecilan otot. Pasien Goiter nodular toksis
memperlihatkan tanda-tanda mata (melotot. Pelebaran fisura palpebra, kedipan mata berkurang)
akibat aktivitas simpatis yang berlebihan, tidak ada manifestasi oftalmopati infiltrative seperti
penyakit Graves. 1
5

Patofisiologi

Gambar 1. Patofisiologi hipertiroidisme


6

Hipertiroidisme disebabkan oleh antibody reseptor TSH yang merangsang aktifitas


tiroid, sehingga produksi tiroksin (T4) meningkat. Akibat peningkatan ini ditandai dengan
adanya tremor, ketidakstabilan emosi, palpitasi, meningkatnya nafsu makan, kehilangan berat
badan. Kulit lebih hangat dan berkeringat, rambut halus, detak jantung cepat, tekanan nadi yang
kecil, pembesaran hati, kadang kadang terjadi gagal jantung. Peningkatan cardiac output dan
kerja jantung selama ketidakstabilan atrial menyebabkan ketidakteraturan irama jantung,
terutama pada pasien dengan penyakit jantung. Ancaman bagi kehidupan di kombinasi dengan
delirium atau koma, temperatur tubuh naik sampai 41o C, detak jantung meningkat, hipotensi,
muntah dan diare. 1
Penyakit Graves memiliki gejala-gejala patognomonik sebagai ciri khas atau tanda khusus.
Beberapa gejala patognomonik yang menyertai penyakit Graves, yaitu:

a. Eksoftalmus
Eksoftalmus disebabkan karena limfosit sitotoksik dan antibodi sitotoksik yang
bersintesis dengan antigen serupa seperti TSH reseptor yang ditemukan di orbital fibroblast, otot
orbital, dan jaringan tyroid. Sitokin yang berasal dari limfosit yang disintesis menyebabkan
inflamasi di orbital fibroblast dan otot ekstraokular, dan hasilnya adalah pembengkakan pada
otot orbital. 1

Pada hipertiroidisme imunogenik, eksoftalmus dapat ditambahkan terjadi akibat


peningkatan hormone tiroid, penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata yang berlebihan,
dan peningkatan fotofobia juga terjadi. Penyebabnya terletak pada reaksi imun terhadap antigen
retrobulbar yang tampaknya sama dengan reseptor TSH. Akibatnya terjadi pembengkakan otot
mata, infiltrasi limfosit, akumulasi asam mukopolisakarida, dan peningkatan jaringan ikat
retrobulbar. 1

b. Tremor
Berbeda dengan tremor yang biasa tejadi pada penyakit Parkinson, tremor pada
penyakit Graves merupakan tremor lembut, bukan tremor kasar. Tremor halus terjadi dengan
frekuensi 10-15 x/detik, dan dianggap sebagai efek dari bertambahnya kepekaan sinaps saraf
pengatur tonus otot di daerah medulla. 1
7

Gejala lain yang mengiringi penyakit Graves, diantaranya:

a. Nafsu makan meningkat, tetapi berat badan turun


Tingginya kadar hormon tiroid menyebabkan terjadinya peningkatan
metabolisme pada tubuh. Sehingga, tubuh memerlukan asupan makanan yang lebih
banyak untuk megimbanginya. 1
b. Berat badan turun
Peningkatan metabolisme yang terjadi karena banyaknya hormon tiroid
membuat tbuh menggunakan senyawa-senyawa glukagonik yang ada di dalam otot
untuk membentuk glukosa melalui proses glukoneogenesis. Karena diambil dari otot,
maka pemakaian senyawa glukogenik secara terus-menerus dapat mengurangi massa
otot sehingga berat badan pun bisa mengalami penurunan. 1
c. Berdebar-debar

Peningkatan kadar triiodotironin (T3) sebagai salah satu hormon tiroid dapat
merangsang saraf simpatis yang berkaitan dengan hormon-hormon yang dibentuk
medulla suprarenal, yaitu epinephrin dan norepinephrin. Kedua hormon tersebut dapat
meningkatkan frekuensi denyut jantung dengan cara menstimulasi α dan β reseptor,
terutama β reseptor yang berada di membran plasma otot jantung. 1

d. Peningkatan frekuensi buang air besar dengan konsistensi normal


Hormon tiroid berperan dalam meningkatkan kecepatan sekresi getah
pencernaan dan pergerakan saluran cerna, sehingga hipertiroidisme seringkali
menyebabkan diare. 1

Manifestasi Klinis

Gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktivitas simpatis yang


berlebihan. Pasien mengeluh Lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila
panas, kulit lembab, berat badan menurun, sering disertai dengan nafsu makan yang meningkat.
Palpitasi dan takikardia, diare, dan kelemahan serta atrofi otot. 1

Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit local yang biasaya
berbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati yang ditemukan pada 50% sampai 80% pasien
ditandai dengan mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan kurang, lid lag (keterlambatan
kelopak mata dalam mengikuti arah gerak mata), dan kegagalan konvergensi. 1
8

Penegakan Diagnosis

Anamnesis

Pada hipertiroid dapat ditemukan dua kelompok gambaran utama, yaitu tiroidal dan
ekstratiroidal yang keduanya dapat juga tidak tampak. Tiroidal dapat berupa goiter karena
hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akhibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan.
Gejala hipertiroidisme dapat berupa hipermetabolisme dan aktivitas simpatis yang meningkat
seperti pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat berlebih, berat badan
menurun sementara nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare, dan kelemahan atau atrofi
otot. Manifestasi ekstratiroidal dapat ditemukan seperti oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang
terbatas pada tungkai bawah biasanya. 1

Pada anamnesis riwayat keluarga dan penyakit turunan, pada hipertiroid perlu juga
mengonfirmasi apakah ada riwayat keluarga yang memiliki penyakit yang sama atau memiliki
penyakit yang berhubungan dengan autoimun. 1

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dapat terlihat jelas manifestasi ekstratiroidal yang berupa
oftalmopati yang ditemukan pada 50-80% pasien yang ditandai dengan mata melotot, fissura
paplebra melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti
gerakan mata) dan kegagalan konvergensi. Pada manifestasi tiroidal dapat ditemukan goiter
difus, eksoftalmus, palpitasi, suhu badan meningkat, dan tremor. 1

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu penegakkan diagnosis adalah pemeriksaan


kadar T4 dan T3, kadar T4 bebas atau FT41 (free thyroxine index), pemeriksaan antibodi tiroid
yang meliputi anti tiroglobulin dan antimikrosom, penguruan kadar TSH serum, test
penampungan yodium radiokatif (radioactive iodine uptake) dan pemeriksaan sidikan tiroid
(thyroid scanning).Gold standard yang digunakan dalam klinis adalah serum TSH dan FT4. Pada
pemeriksaan laboratorium hipertiroidisme menunjukan kadar tiroksin dan triyodotironin bebas
dan total dalam serum yang tinggi serta kadar TSH serum yang rendah. Ambilan dari RAI
(reactive iodium uptake) dari tiroid meningkat. 1
9

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hipertiroidisme termasuk dalam beberapa tindakan berikut ini:

1. Pengobatan jangka panjang dengan obat-obatan antitiroid seperti propilurasil atau metima
zole yang diberikan paling sedikit selama 1 tahun. obat-obat ini menyekat sintesis dan pel
epasan tiroksin.2
2. Penyekat beta seperti propranolol diberikan bersamaan dengan obat-obatan antitiroid. Kar
ena manifestasi hipertiroidisme adalah akibat dari pengaktifan simpatis yang dirangsang
oleh hormone tiroid, maka manifestasi klinis tersebut akan berkurang dengan pemberian
penyekat beta. Penyekat beta menurunkan takikardia, kegelisahan dan keringat berlebiha
n. Propranolol juga menghambat perubahan tiroksin perifer menjadi triyodotironin. 2
3. Pembedahan tiroidektomi subtotal sesudah terapi propiltiurasil prabedah.
4. Pengobatan dengan yodium radioaktif (RAI). Pengobatan dengan RAI dilakukan pada pa
sien dewasa dengan kontraindikasi untuk anak-anak dan wanita hamil. Pada pasien Goiter
nodular toksik dapat digunakan obat-obatan antitiroid atau terapi ablasif dengan RAI. Te
rapi oftalmopati pada penyakit Graves mencakup usaha untuk memperbaiki hipertiroidis
me dan mencegah terjadi nya hipotiroidisme yang timbul setelah terapi radiasi ablatif ata
u pembedahan. 2

Terapi farmakologi

Obat antitiroid

Hipertiroid dapat diberikan obat antitiroid golongan tionamid. Terdapat 2 kelas obat
golongan tionamid, yaitu tiourasil yang dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan
imidazol yang dipasarkan dengan nama metimazol dan karbimazol. Mekanisme kerja obat
antitiroid bekerja dengan dua efek, yaitu efek intra dan ekstratiroid. Berikut merupakan
mekanisme masing-masing efek. 3

Mekanisme aksi intratiroid adalah menghambat oksidasi dan organifikasi iodium,


menghambat coupling iodotirosis, mengubah struktur molekul tiroglobulin dan menghambat
sintesis tiroglobulin sehingga mencegah atau mengurangi biosintesis hormon tiroid T3 dan T4. 3

Mekanisme aksi ekstratiroid adalah menghambat konversi T4 menjadi T3 di jaringan


perifer. Obat yang bekerja dengan mekanisme aksi ekstratiroid adalah propiltiourasil (PTU). 3

Dosis PTU dimulai degan 3x100-200 mg/hari dan metimazol/tiamazol 20-40 mg/hari
dengan dosis terbagi untuk 3-6 minggu pertama. Setelah itu dosis dapat diturunkan atau
dinaikkan sesuai respon klinis dan biokimia. Jika ditemukan dosis awal belum memberikan
perbaikan klinis, dosis dapat dinaikan bertahap hingga dosis maksimal, sementara jika dosis awal
sudah memberi perbaikan klinis maupun biokimia, dosis diturunkan hingga dosis terkecil PTU
10

50 mg/hari dan metimazol/ tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat mempertahankan keadaan
eutiroid dan kadar T4 bebas dalam batas normal. Pemilihan PTU dan metimazol dapat
disesuaikan dengan kondisi klinis karena berdasarkan kemampuan menghambat penurunan
segera hormon tiroid di perifer, PTU lebih direkomendasikan. 3

Mekanisme kerja

Antitiroid golongan tionamida misalnya propiurasil, menghambat proses inkoparasi


yodium pada residu tirosil dari tiroglobulin. Juga untuk menghambat penggabungan residu
yodotirosin membentuk yodotironin. Kerjanya dengan menghambat enzim peroksidase sehingga
oksidasi ion yodida dan gugus yodotirosil terganggu. Propilurasil juga mengganggu menghambat
deionisasi tirosin menjadi tiyodotironin dijaringan perifer. 3

Farmakokinetik

Tiourasil didistribusi keseluruh jaringan tubuh dan diekskresikan melalui urin dan air susu ibu,
tidak melalui tinja. 3

Propilurasil pada dosis 100mg mempunyai massa kerja 6-8 jam, sedangkan metimazole pada
dosis 30-40 mg bekerja selama 24 jam. 3

Efek samping

Meski jarang, agranulosis merupakan efeksamping serius, untuk metimazole efek samping ini
bersifat tergantung dosis. Sedangkan untu propilurasil tidak tergantung dosis. Reaksi yang sering
timbul: purpura, nyeri kaku sendi. 3

Indikasi

Obat antitiroid untuk terapi hipertiroidisme

Efek terapi umumnya 3-6 minggu

Propilurasil tersedia dalam bentuk tablet 50mg biasanya diberikan pada dosis 100mg setiap 8
jam.

Metimazole (1-metil-2 merkaptoimidazole) tersedia dalam bentuk tablet 5mg dan 10mg.
dianjurkan dosis 30mg 1x sehari.

Karbimazole suatu derivate metimazole terdapat dalam bentuk tablet 5mg dan 10mg, dosisnya
30mg 1x sehari. 3
11

*Bila telah diperoleh efek terapi, dosis obat diturunkan untuk menghindari timbulnya
hipotiroidisme.

Penghambat reseptor ion yodida

Obat yang dapat menghambat transport aktif ion yodida kedalam kelenjar tiroid. 3

Mekanisme kerja

Menghambat kompetitif sodium-yodida-symporter (Natrium-iodida-symporter NIS)


menghambat masuk yodium. Natrium dan kalium peroklat memang bermanfaat untuk
pengobatan hipertiroidisme, terutama diinduksi oleh amidaron atau yodium jarang. 3

Yodida

Pemberian yodida pada pasien hipertiroidisme menghasilkan efek terapi yang nyata.

Yodida menekan fungsi tiroid goiter yang terjaid karena pemberian antitiroid, dapat diperbaiki
dengan pemberian yodida. 3

Fungsi:

1. Yodium diperlukan untuk biosintesis hormone tiroid.


2. Yodida menghambat proses transport aktifnya sendiri ke dalam tiroid.
3. Bila yodium terdapat banyak, terdapat hambatan sintesis yodotironin dan yodotirosin.

Terapi nonfarmakologi

Nonfarmakologis

Pada terapi nonfarmakologi, penderita hipertiroid dapat diedukasi untuk diet tinggi kalori
dengan memberikan kalori 2600-3000 kalori per hari baik dari makanan main dari suplemen,
konsumsi protein tinggi 100-125 gr (2,5 gr/kg BB) per hari untuk mengatasi proses pemecahan
protein jaringan seperti susu dan telur, olah raga teratur, serta mengurangi rokok, alkohol, dan
kafein yang dapat meningkatkan kadar metabolisme. 3
12

1. Terapi definitif dapat dipilih antara pengobatan antitiroid jangka panjang, ablasio dengan
yodium radioaktif, atau tiroidektomi.
2. Pembedahan terhadap tiroid pada keadaan hipertiroidisme dilakukan terutama jika terapi
medikamentosa gagal dan ukuran tiroid membesar.
3. Pembedahan yang baik biasanya memberikan kesembuhan permanen meskipun dijumpai
adanya hipotiroidisme dan komplikasi minimal. 3

2. TIROKTOSIKOSIS

Tirotoksikosis adalah suatu keadaan hipermetabolik yang disebabkan oleh meningkatnya


kadar T3 dan T4 bebas yang beredar dalam sirkulasi. Oleh karena keadaan ini paling sering
disebabkan oleh hiperfungsi kelenjar tiroid, tirotoksikosis sering disebut sebagai hipertiroidisme.
Akan tetapi, pada keadaan tertentu, jumlah hormone tiroid yang berlebihan ini dapat berkaitan
dengan pelepasan hormone tiroid pre-formed yang berlebihan (contoh, pada tiroiditis) atau
berasal dari sumber ekstratiroid, bukan karena kelenjar yang hiperfungsi. Jadi, dapat dikatakan
dengan tegas bahwa hipertiroidisme hanya salah satu kelompok dari tirotoksikosis. Telah jelas
perbedaan keduanya, namun pembahasan selanjutnya akan menggunakan istiliah tirotoksikosis
dan hipertiroidisme secara bersamaan sesuai dengan pemahaman umum.1

Manifestasi klinis tirotoksikosis sangat bervariasi dan meliputi perubahan yang


berhubungan dengan keadaan hipermetabolik, dan yang berkaitan dengan aktivitas berlebihan
system saraf simpatis:

a. Gejala dasar : kulit orang yang tirotoksik cenderung lunak, hangat dan kemerahan, tidak
toleran terhadap panas dan berkeringat yang berlebihan. Peningkatan aktivitas simpatik
dan hipermetabolisme akan mengakibatkan penurunan berat badan walaupun nafsu
makan meningkat.
b. Gastrointestinal : stimulasi usus mengakibatkan hipermotilitas, malabsorpsi dan diare.
c. Jantung : palpitasi dan takikardi sering dijumpai, pasien berusia lanjut dapat mengalami
gagal jantung kongestif sebagai akibat perburukan dari penyakit jantung yang telah ada
sebelumnya
d. Neuromuscular : pasien sering mengalami kegelisahan, tremor, dan iritabilitas. Hampir
50% pasien mengalami kelemahan otot proksimal (miopati tiroid).
13

e. Manifestasi okuler : terdapat tatapan mata yang lebar, membelak oleh karena stimulasi
simpatis berlebihan dari otot levator palpebra superior. Namun, oftalmopati tiroid sejati
yang berhubungan dengan proptosis merupakan suatu gambaran yang hanya ditemukan
pada Penyakit Graves
f. Badai tiroid (thyroid storm) istilah ini digunakan untuk merujuk pada hipertiroidisme
berat yang timbul mendadak. Keadaan ini paling sering terjadi pada pasien dengan latar
belakang penyakit Graves, mungkin disebabkan oleh peningkatan mendadak kadar
katekolamin seperti yang dapat dijumpai sewaktu stress. Badai tiroid merupakan suatu
kegawatdaruratan medis. Banyak pasien yang tidak diterapi meninggal karena aritmia
jantung.
g. Hipertiroidisme apatis berhubungan dengan tirokoksikosis yang terjadi pada pasien
berusia lanjut dengan gambaran khas hormone tiroid yang berlebihan seperti yang
biasanya terlihat pada pasien dengan usia lebih mudah, tidak terlihat nyata. Pada pasien
ini diagnosis sering ditegakan saat pemeriksaan laboratorium pada penurunan berat badan
tanpa sebab yang jelas atau penyakit kardiovaskular yang memburuk. 1

Diagnosis hipertiroidsme didasarkan pada gambaran klinis dan data laboratorium


pengukuran TSH serum merupakan uji screening tunggal yang paling bermanfaat untuk
hipertiroidisme, oleh karena kadar TSH menurun bahkan pada stadium paling awal, dimana
penyakit masih subklinis. Pada kasus jarang hipertiroidisme yang berkaitan dengan hipofisis atau
hipotalamus (sekunder), kadar TSH dapat normal atau meningkat. Nilai TSH yang rendah
biasanya berkaitan dengan peningkatan kadar T4 bebas. Kadang-kadan hipertiroidisme
disebabkan terutama oleh meningkatnya kadar T3 dalam sirkulasi (toksikosis T3). Pada keadaan
ini, kadar T4 bebas menurun dan pengukuran langsung T3 serum mungkin bermanfaat. Sekali
diagnosis tirotoksikosis telah ditegakan dengan kombinasi pemeriksaan TSH dan hormone tiroid
bebas, pengukuran uptake yodium radioaktif oleh kelenjar tiroid sering bermanfaat untuk
menentukan etiologi. Sebagai contoh, pemeriksaan scan seperti ini dapat menunjukan uptake
yang meningkat secara difus (seluruh kelenjar) pada penyakit Graves, uptake yang meningkat
pada suatu nodul soliter di adenoma toksik, atau uptake yang menurun pada tiroiditis. 1
14

3. PENYAKIT GRAVES

Penyakit Graves merupakan jenis tersering dari tirotoksikosis, mencapai 60 hingga 80%
dari total keseluruhan kasus tirotoksikosis. Perempuan mengalami angka kejadian lebih tinggi
dari laki-laki, dimana perempuan 5 kali lebih sering terkena daripada laki-laki. Penyakit ini
jarang terjadi sebelum menginjak usia remaja, dengan puncak insiden pada kelompok usia 20-40
tahun, namun juga dapat terjadi pada usia lanjut. Penyakit Graves saat ini dianggap sebagai
penyakit autoimun idiopatik. Terdapat kecenderungan yang kuat pada penyakit ini untuk
diturunkan secara genetik pada keturunan penderita. Penyakit ini dapat dicetuskan oleh beberapa
faktor diantaranya stres, merokok, infeksi, asupan iodin yang tinggi, dan masa nifas. Pada
penyakit Graves, limfosit T menjadi tersensitisasi dengan antigen pada kelenjar tiroid sehingga
menstimulasi limfosit B untuk memproduksi antibodi untuk antigen kelenjar tiroid tersebut.
Salah satu antibodi yang terbentuk adalah TSH-R Ab [stim], yang mampu menstimulasi sel tiroid
untuk meningkatkan fungsinya. Keberadaan antibodi ini dalam darah mengindikasikan adanya
penyakit ini atau dengan keadaan relaps dari penyakit Graves. 4

Penderita penyakit Graves dapat menunjukkan gejala seperti cemas, mudah marah,
mudah lelah atau kelemahan otot, tidak tahan terhadap suhu panas, gangguan tidur, tremor pada
tangan, denyut nadi yang cepat, aktifitas usus yang meningkat atau diare, penurunan berat badan,
serta pembesaran kelenjar tiroid. Tanda yang paling mudah untuk mengenali pasien dengan
penyakit Graves adalah dengan adanya opthalmofati Graves. Beberapa pasien dengan penyakit
Graves juga menunjukkan penebalan dan kemerahan pada kulit ekstremitas bawah mereka,
keadaan ini disebut dengan myxedema pretibialis atau dermofati Graves. Diagnosis penyakit
Graves kadang dapat ditegakkan berdasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pembesaran tiroid difus serta tanda-tanda tirotoksikosis terutama berupa opthalmofati dan
dermofati biasanya cukup untuk menegakkan diagnosis. Uji TSH dikombinasikan dengan uji
FT4 biasanya merupakan pemeriksaan penunjang pertama yang dikerjakan pada pasien ini. Hasil
yang sesuai dengan diagnosis penyakit ini adalah kadar TSH yang rendah dan kadar FT4 yang
normal atau meningkat. Karena kombinasi dari kadar TSH yang rendah serta FT4 yang tinggi
dapat terjadi padagangguan tiroid lainnya, kita dapat melakukan pemeriksaan Radioactive Iodine
Uptake (RAIU) test atau Thyroid Scan untuk memastikan diagnosis. Pada RAIU, tingkat ambilan
iodin yang tinggi menunjukkan penyakit Graves. Pada Thyroid Scan dari kasus penyakit Graves,
15

iodin akan terlihat pada seluruh area dari kelenjar tiroid. Kita juga dapat mempertimbangkan
untuk mengukur kadar TSH-R Ab. Mayoritas pasien dengan penyakit Graves memiliki antibodi
ini di dalam darahnya, sementara pada pasien yang bukan dengan penyakit Graves tidak akan
memiliki antibodi ini. 4

Penatalaksanaan penyakit Graves mencakup beberapa metode. Pasien dapat diterapi


dengan obat-obatan antitiroid seperti methimazole atau propylthyouracil. Pasien juga dapat
menjalani subtotal thyroidectomy, biasanya diindikasikan pada pasien dengan kelenjar tiroid
yang sangat besar atau multinodular. Obat-obatan penyekat beta misalnya propranolol juga
efektif digunakan sebagai terapi tambahan pada manajemen tirotoksikosis, dimana banyak gejala
tirotoksikosis menyerupai tanda stimulasi saraf simpatis. Terapi utama lainnya adalah dengan
menggunakan sodium iodida-131 sebagai agen RAI. Kelebihan terapi ini adalah cara pemberian
yang sederhana, efektif, murah, dan tidak menimbulkan rasa nyeri. 4

SODIUM IODIDA

Terapi Radioactive iodine (RAI) menggunakan sodium iodida-131 telah menjadi


modalitas terapi yang secara luas digunakan untuk penatalaksanaan hipertiroid pada pasien
dewasa yang disebabkan oleh penyakit Graves di Amerika Serikat, sedangkan obat-obatan
antitiroid tetap menjadi modalitas yang paling sering dipakai di Eropa dan Asia. Metode RAI
sudah mulai dipakai untuk penatalaksanaan pada kelainan tiroid jinak maupun ganas sejak tahun
1940an. 131I adalah β-emitting radionuclide; dengan principal γ-ray sejumlah 364 KeV; dan
principal β-particle dengan energi maksimum0.61 MeV, energy rata-rata 0.192 MeV, dan jarak
tembus di jaringan sejauh 0.8 mm. 131I merupakan satu-satunya isotop yang digunakan untuk
terapi tirotoksikosis (isotope lainnya seperti 123I dipakai untuk keperluan diagnostik) karena
waktu paruh yang panjang mencapai lebih dari 8 hari. Materi radioaktif ini diberikan secara oral
dalam bentuk larutan sodium iodida-131. Prinsip penggunaan RAI sebagai terapi pada
tirotoksikosis adalah berdasarkan fakta bahwa kelenjar tiroid menggunakan iodin intuk
menghasilkan hormon tiroid, dan iodin hampir secara spesifik hanya diserap oleh kelenjar tiroid.
Berdasarkan fakta tersebut, penggunaan varian radioaktif dari iodin sebagai terapi pada
tirotoksikosis menjadi dapat diterima, karena secara teoritis bahan tersebut tidak akan
mengakibatkan efek buruk atau kerusakan pada jaringan lain di luar kelenjar tiroid. Merujuk
16

pada teori dasar tersebut, penggunaan sodium iodida-131 akan menjadi metode yang sempurna
untuk menghancurkan jaringan kelenjar tiroid yang overaktif pada kasus penyakit Graves. 4

Mekanisme terapeutik dari RAI adalah sebagai berikut. Pada terapi RAI, pasien akan
mendapat sodium iodida-131 secara oral. Kelenjar tiroid kemudian akan menyerap iodin
radioaktif tersebut dari aliran darah sama seperti saat kelenjar ini menyerap iodin untuk
menghasilkan hormon tiroid dan kemudian bahan ini akan masuk ke folikel-folikel
penyimpanan. Efek radiasi dari isotop 131I akan menghancurkan jaringan tiroid secara bertahap,
sehingga produksi hormon tiroid diharapkan akan menurun. Dalam beberapa minggu setelah
pemberian sodium iodida- 131, penghancuran dari jaringan kelenjar tiroid dibuktikan dari adanya
pembengkakan dan nekrosis epitel, disrupsi folikel, edema, serta adanya infiltrasi leukosit.
Pasien yang menjalani terapi ini mungkin tidak mendapati perubahan pada gejala penyakitnya
dalam waktu singkat, karena terapi ini hasilnya tidak segera terlihat dan membutuhkan waktu
selama beberapa minggu sampai bulan. Banyak kalangan menggunakan sodium iodida131 dosis
tinggi untuk merusak kelenjar tiroid secara keseluruhan, namun beberapa kalangan lebih
menyukai pemberian dalam dosis yang lebih kecil sehingga diharapkan produksi hormon tiroid
dapat mencapai rentang normal. Regimen tunggal RAI biasanya mampu menghilangkan
tirotoksikosis secara tuntas, namun pada beberapa kasus lebih dari satu dosis dari terapi RAI
diperlukan untuk mencapai tujuan terapeutik, terutama jika pada pemberian dosis pertama
diberikan sodium iodida-131 dalam dosis yang lebih rendah atau dalam kasus penggunaan obat-
obatan antitiroid sebagai terapi pendahuluan untuk mencapai keadaan eutiroid sebelum
pemberian RAI. 4

4. GOITER NODULAR

Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau
perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. 2

Patogenesis Struma

Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat pembentukan hormon
tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula penghambatan dalam pembentukan TSH oleh
hipofisis anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam jumlah yang
17

berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah
yang besar (kolid) ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama makin bertambah besar.
Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan pembentukan T4 dan T3, ukuran
folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram.
Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa
hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (goitrogenic agent), proses
peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves. Pembesaran yang didasari oleh
suatu tumor atau neoplasma dan penghambatan sintesa hormon tiroid oleh obat-obatan misalnya
thiocarbamide, sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik misalnya struma kolid dan struma
non toksik (struma endemik). 2

Klasifikasi Struma

Berdasarkan Fisiologisnya

Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Eutiroidisme

Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan
stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar hipofisis
menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacm ini biasanya
tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan
dapat mengakibatkan kompresi trakea. 2

b. Hipotiroidisme

Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga


sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjaruntuk mempertahankan
kadar plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai kelenjar
yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi
radioisotop atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi. Gejala
hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit
berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi berlebihan,
pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara. 2
18

c. Hipertiroidisme

Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan sebagai respon
jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan
ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang merangsang kelenjar
tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid
menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu makan meningkat,
keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat
gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas,mata melotot (eksoftalamus),
diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi. 2

Berdasarkan Klinisnya

Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :

a. Struma Toksik

Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma nodusa
toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana
struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis
sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih
benjolan (struma multinoduler toksik). Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan
hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam
darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmicgoiter),
bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya. Perjalanan
penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap selama berbulan-bulan. Antibodi
yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan
menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif. 2

Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan pembentukan


antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai hasilpengobatan penyakit ini
cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan mencegah pembentukyna. Apabila gejala
gejala hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis
19

tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit
berbicara dan menelan, koma dan dapat meninggal. 2

b. Struma Non Toksik

Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma diffusa
non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan
yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter
koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium
dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia. Apabila dalam pemeriksaan
kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa
tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik.
Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadimultinodular
pada saat dewasa. Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada
hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau
ketakutan akan keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu
penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri
kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul. Struma non toksik disebut juga dengan gondok
endemik, berat ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam
keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan yang
diekskresi lewat urin. Kriteria daerah endemis gondok yang dipakai Depkes RI adalah endemis
ringan prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %, endemik sedang 20 % - 29 % dan endemik berat
di atas 30 %.2

Penegakan Diagnosis

a. Inspeksi

Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang berada pada
posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka. Jika terdapat
pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen yaitu lokasi, ukuran, jumlah
nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakanpada saat pasien diminta untuk menelan dan
pulpasi pada permukaan pembengkakan. 2
20

b. Palpasi

Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk, leher dalam
posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan ibu
jari kedua tangan pada tengkuk penderita. 2

c. Tes Fungsi Hormon

Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi tiroid
untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan triyodotiroin serum
diukur dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam
sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan assay
radioimunometrik. Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid.
Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah normal pada
pasien peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal penilaian
pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI) digunakan
untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida. 2

d. Foto Rontgen leher

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau menyumbat
trakea (jalan nafas).Ultrasonografi (USG) Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan
gambaran gondok akan tampak di layar TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan
kemungkinan adanya kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher.
Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG antara lain kista, adenoma, dan
kemungkinan karsinoma. 2

e. Sidikan (Scan) tiroid

Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium-99m


dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudian berbaring di
bawah suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan
radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalh fungsi bagian-bagian
tiroid. 2
21

f. Biopsi Aspirasi Jarum Halus

Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi
jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian
pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat. Selain
itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu
karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi. 2

Penatalaksanaan Medis

Jenis-jenis penatalaksanaan struma antara lain sebagai berikut :

a. Operasi/Pembedahan

Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering dibandingkan


dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien hipotiroidisme yang tidak mau
mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid.
Reaksi-reaksi yang merugikan yang dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis
parah atau kekambuhan. Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi
hormonal (suntik atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini
disebabkan makin banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan
kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid. Pembedahan dengan mengangkat
sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah
pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan
tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat dan
pemeriksaan laboratorium untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan
pembedahan. 2

b. Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid
sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian
yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut
berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh
lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetik35 Yodium
22

radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit, obat
ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat tiroksin. 2

c. Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid

Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa
pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH
serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk mengatasi
hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid
(tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol. 2

5. STRUMA

Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau
perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. Dampak struma terhadap tubuh terletak pada
pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di
bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke
dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas
dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta
cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat
asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. 2

Patogenesis

Struma Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat pembentukan
hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula penghambatan dalam pembentukan TSH
oleh hipofisis anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam jumlah
yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam
jumlah yang besar (kolid) ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama makin bertambah
besar. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan pembentukan T4 dan T3,
ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500
gram Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang menghambat
23

sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (goitrogenic agent), proses
peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves. Pembesaran yang didasari oleh
suatu tumor atau neoplasma dan penghambatan sintesa hormon tiroid oleh obat-obatan misalnya
thiocarbamide, sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik misalnya struma kolid dan struma
non toksik (struma endemik). 2

Klasifikasi Struma

Berdasarkan Klinisnya

Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :

a. Struma Toksik

Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma nodusa
toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana
struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis
sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih
benjolan (struma multinoduler toksik).Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan
hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam
darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic goiter),
bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya. Perjalanan
penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap selama berbulan-bulan. Antibodi
yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan
menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif. Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung
menyebabkan peningkatan pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon
tersebut sebagai hasilpengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi buka
n mencegah pembentukyna.Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah ber at dan
mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa
khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan
dapat meninggal. 2
24

b. Struma Non Toksik

Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma diffusa
non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan
yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter
koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium
dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia.Apabila dalam pemeriksaan
kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa
tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik.
Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular
pada saat dewasa. Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada
hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau
ketakutan akan keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu
penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri
kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.Struma non toksik disebut juga dengan gondok
endemik, berat ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam
keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan yang
diekskresi lewat urin. Kriteria daerah endemis gondok yang dipakai Depkes RI adalah endemis
ringan prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %, endemik sedang 20 % - 29 % dan endemik berat
di atas 30 %. 2

Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari berbagai
faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya struma
adalah :

a. Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku makan dan
memasyarakatkan pemakaian garam yodium

b. Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut


25

c. Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium setelah dimasak, tidak
dianjurkan memberikan garam sebelum memasak untuk menghindari hilangnya yodium dari
makanan . 2

d. Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini memberikan
keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena dapat terjangkau daerah luas dan
terpencil. Iodisasi dilakukan dengan yodida diberikan dalam saluran air dalam pipa, yodida
yang diberikan dalam air yang mengalir, dan penambahan yodida dalam sediaan air minum. e.
Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di daerah endemik berat dan
endemik sedang. Sasaran pemberiannya adalah semua pria berusia 0-20 tahun dan wanita 0-
35 tahun, termasuk wanita hamil dan menyusui yang tinggal di daerah endemis berat dan
endemis sedang. Dosis pemberiannya bervariasi sesuai umur dan kelamin. f. Memberikan
suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%) diberikan 3 tahun sekali dengan dosis untuk
2
dewasa dan anak-anak di atas 6 tahun 1 cc dan untuk anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc.

Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya mendeteksi secara dini suatu penyakit, mengupayakan orang
yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit yang dilakukan melalui
beberapa cara yaitu Diagnosis :

1. Inspeksi Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang berada pada
posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka. Jika terdapat
pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen yaitu lokasi, ukuran,
jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan pada saat pasien diminta untuk
menelan dan pulpasi pada permukaan pembengkakan. 2

2. Palpasi Pemerik saan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk, leher dalam
posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan
ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita. 2

3. Tes Fungsi Hormon Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes
fungsi tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan
triyodotiroin serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur kadar
26

tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan
assay radioimunometrik. Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi
tiroid. Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah normal
pada pasien peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal
penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI)
digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah
yodida. 2

4. Foto Rontgen leher Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau
menyumbat trakea (jalan nafas). 2

Ultrasonografi (USG) Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan
tampak di layar TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya
kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang
dapat didiagnosis dengan USG antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan karsinoma. 2

5. Sidikan (Scan) tiroid Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama
technetium-99m dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam
kemudian berbaring di bawah suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil
pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalh
fungsi bagian-bagian tiroid. 2

6. Biopsi Aspirasi Jarum Halus Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu
keganasan. Biopsi aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran
sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi
biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan preparat yang
kurang baik atau positif palsu karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi. 2

7. Penatalaksanaan Medis Ada beberapa macam untuk penatalaksanaan medis jenis-jenis struma
antara lain sebagai berikut :

a. Operasi/Pembedahan Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang


sering dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien
hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak dapat
27

diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang dialami dan untuk
pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan. Pada wanita hamil atau wanita
yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik atau pil KB), kadar hormon tiroid total
tampak meningkat. Hal ini disebabkan makin banyak tiroid yang terikat oleh protein maka
perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid.
Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum pembedahan tidak
perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian diberikan
obat tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup memproduksi hormon
dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan struma
dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan pembedahan. 2

b. Yodium Radioaktif Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada
kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka
pemberian yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif
tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap
jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan
genetik35 Yodium radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus
diminum di rumah sakit obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi,
sebelum pemberian obat tiroksin. 2

c. Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran
struma, selama ini diyakini bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH.
Oleh karena itu untuk menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini
juga diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan
kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil
(PTU) dan metimasol/karbimasol. 2

Pencegahan Tertier

Pencegahan tersier bertujuan untuk mengembalikan fungsi mental, fisik dan sosial penderita
setelah proses penyakitnya dihentikan. Upaya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Setelah pengobatan diperlukan kontrol teratur/berkala untuk memastikan dan mendeteksi


adanya kekambuhan atau penyebaran. 2
28

b. Menekan munculnya komplikasi dan kecacatan 2

c. Melakukan rehabilitasi dengan membuat penderita lebih percaya diri, fisik segar dan bugar
serta keluarga dan masyarakat dapat menerima kehadirannya melalui melakukan fisioterapi
yaitu dengan rehabilitasi fisik, psikoterapi yaitu dengan rehabilitasi kejiwaan, sosial terapi yaitu
dengan rehabilitasi sosia l dan rehabilitasi aesthesis yaitu yang berhubungan dengan
kecantikan. 2

6. HIPOTIROIDISME

A. Definisi
Hipotiroid merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan adanya sintesis hormon
yang rendah di dalam tubuh. Berbagai keadaan dapat menimbulkan hipotiroid baik yang
melibatkan kelenjar tiroid secara langsung maupun tidak langsung. Mengingat bahwa hormon
ini sangat berperan pada setiap proses dalam sel termasuk dalam otak, menurunnya kadar
hormon ini dalam tubuh akan menimbulkan akibat yang luas pada seluruh tubuh. 4
B. Etiologi
Penyebab terjadinya hipotiroid dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan.
Tabel 1. Penyebab hipotiroid
Hipotiroid primer
 Didapat (acquired) Tiroiditis Hashimoto, defisiensi Iodium, bahan
goitrogenik, sitokin (INF-ү, IL-2), tiroiditis
infiltratif (amiloidosis, hemokromatosis,
sarkoidosis, struma-Riedel, skleroderma)
 Kongenital Kelainan transportasi iodium (NIS atau mutasi
pendrin), defisiensi dehalogenasi-iodotirosin,
defisiensi TPO, gangguan sintesis tiroglobulin,
agenesis atau displasi kelenjar tiroid, kelainan
reseptor TSH)
Hipotiroid sementara Terjadi setelah tiroiditis subakut atau tiroiditis
(transient post-partum
hypothyroidism)
29

Hipotiroid konsumtif Terjadi kerusakan yang cepat akibat adanya


(consumptive ekspresi D3 yang berlebihan pada hemangioma
hypothyroidism) atau hemangioendotelioma
Gangguan deiodinassi Akibat adanya kelainan sequence-binding protein
dari T4 menjadi T3 2 (SBP-2)
Kerusakan kelenjar Akibat pemberian inhibitor tirosin-kinase (mis;
tiroid karena obat sunitinib)
 Didapat (acquired) Kelainan hipopise atau hipothalamus, pemberian
retinoid X-reseptor agonis (bexarotene)
 Kongenital Defisiensi TSH atau kelainan struktur TSH,
kelainan reseptor TSH
Hormon tiroid resisten Kelainan reseptor hormon tiroid

Meskipun berbagai faktor dapat merusak kelenjar tiroid sehingga tidak mampu
memproduksi hormon tiroid yang mencukupi, penyebab yang sering di jumpai adalah :
Penyakit Otoimun
Pada beberapa orang, sistem imun yang seharusnya menjaga atau mencegah
timbulnya penyakit justru mengenali secara salah sel kelenjar tiroid dan berbagai yang
disintesis di kelenjar tiroid, sehingga akibatnya hanya tersisa sedikit sel atau enzim yang
sehat dan tidak cukup untuk mensintesis hormon tiroid dalam jumlah yang cukup untuk
kebutuhan tubuh. Hal ini lebih banyak timbul pada wanita dibandingkan pria. Tiroiditis
otoimun dapat timbul memdadak atau timbul secara perlahan. Bentuk yang paling sering
dijumpai adalah tiroiditis Hashimoto dan tiroiditis atrofik. 4
Tindakan bedah
Pasien dengan nodul tiroid, kanker tiroid atau morbus basedow, yang menjalani
tindakan bedah mempunyai resiko untuk terjadinya hipotiroid. Apabila keseluruhan atau
terlalu banyak jaringan kelenjar yang diangkat maka produksi hormon yang diperlukan
oleh tubuh tidak lagi tercukupi. Bahkan apabila keseluruhan kelenjar diangkat makan
akan terjadi hipotiroid yang permanen. 4
Hipotiroid kongenital
30

Beberapa bayi baru lahir dengan kelenjar tiroid yang tidak terbentuk atau hanya
memiliki kelenjar tiroid yang terbentuk sebagian. Beberapa yang lain kelenjar tiroid
terbentuk ditempat yang tidak seharusnya (ektopik) atau sel-sel kelenjar tiroidnya tidak
berfungsi. Terdapat juga enzim yang berperan pada sintesis hormon bekerja dengan tidak
baik. Pada keadaan demikian ini akan terjadi gangguan produksi sehingga kebutuhan
hormon tiroid tidak tercukupi dan timbul hipotiroid. 4
Tiroiditis
Infeksi tiroid oleh virus sering diikuti terjadinya proses keradangan kelenjar
tiroid. Pada awalnya akan terjadi peningkatan sintesis hormon, akan tetapi sebgaia akibat
proses yang berlanjut akan terjadi kerusakan sel kelenjar yang kemudiaan diikuti
penurunan sintesis hormon dan mengakibatkan terjadinya hipotiroid. 4
Obat-obatan
Amiodarone, litium, interferon alfa dan interlekin-2 dapat menghambat sintesis
hormon tiroid. Obat-obatan ini pada umumnya menimbulkan hipotiroid pada pasien yang
memiliki bakat genetik penyakit tiroid otoimun. 4
Kekurangan asupan iodium
Iodium merupakan bahan dasar sintesis hormon tiroid. Kekurangan asupan
iodium akan berpengaruh terhadap sintesis hormon. 4
Kerusakan kelenjar hipofise
Tumor, radiasi atau tindakan bedah dapat menimbulkan kerudakan pada hipofisis.
Bila hal ini terjadi maka sintesis hormon TSH (thyroid stimulating hormone) yang
memicu kelenjar tiroid memproduksi hormon tiroid akan berkurang. Sebagai akibatnya
akan terjadi penurunan sintesis hormon tiroid.
Meskipun sangat jarang, beberapa penyakit dapat menyebabkan terjadinya
hipotiroid. Pada penyakit sarkoidosis dapat terjadi penumpukan granuloma pada kelenjar
tiroid, sedangkan pada amiloidosis dapat terjadi penumpukan protein amilod pada
kelenjar. Demikian juga pada hemokromatosis dapat terjadi penumpukan besi pada
jaringan kelenjar. Kesemuanya akan menimbulkan ganggua pada fungsi kelenjar tiroid
dalam mensintess hormon. 4

.
31

C. Patogenesis
Patogenesis hipotiroid sangat bervariasi, tergantung pada penyebab hipotiroid.
Patogenesis hipotiroid pada beberapa penyakit adalah :
Tiroiditis Autoimun
Pada tiroiditis hashimoto, terjadi peningakatan infiltrasi limfosit kedalam jaringan
kelenjar tiroid yang mengakibatkan terbentuknya inti “germina”, dan metaplasia oksifil.
Folikel koloid tidak terbentuk dan terjadi fibrosis ringan sampai sedang. Pada tiroiditis
atrofik terjadi proses fibrosis yang lebih banyak dengan lebih sedikit inflitrasi limfosit
dan tidak terbentuknya folikel tiroid. 4
Faktor genetik dan lingkungan berpengaruh terhadap timbulnya tiroiditis otoimun.
Tiroiditis otoimun banyak terjadi pada individu yang memiliki hubungan keluarga.
Polimorfisme HLA-DR, diketahui sangat terkait dengan tiroiditis otoimun seperti HLA-
DR3, DR4 dan DR5 pada kelompok kaukasia. Sedangkan polimorfisme sel regulator gen
CTLA-4 diketahui mempunyai kaitan yang tidak begitu nyata dengan terjadinya tiroditis
otoimun. Polimorfisme HLA-DR dan CTLA-4 diketahui bertanggung jawab terhadap
sekitar 50% kasus tiroiditis otoimun. 4
Hipotiroid akibat defisiensi iodium
Iodium merupakan bahan dasar hormon tiroid, kekurangan asupan iodium dalam
jangka panjang akan menggangu sintesis hormon. Kekurangan iodium yang lama
menimbulkan gondok endemik yang seringan diketemukan pada daerah dengan asupan
iodium penduduk yang kurang. 4
Hipotiroid pada pemberian iodium dosis besar
Konsumsi iodium dalam jumlah yang besar akan mengahambat proses pengikatan
iodium dengan triglobulin (proses binding), serta mengahmbat pelepasan hormon tiroid
dari dalam folikel. Gambaran histopatologis pada kelainan ini adalah adanya hiperplasia
yang berat. T4 bebas rendah dan TSH meningkat, dan kadar iodium urin sangat
meningkat. 4
D. Gejala dan Tanda Hipotiroidisme
Perjalanan penyakit biasanya terjadi secara perlahan. Pasien baru sadar
mengalami hipotiroid ketika terjadi perbaikan tanda dan gejala hipotiroid setelah
mendapatkan terapi yang memadai. Manifestasi hipotorid terlihat pada semua organ
32

tubuh, gejala yang timbul tergantung pada kelainan yang mendasari serta berat ringannya
hipotiroid. 4
Hormon tiroid sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan jaringan
otak dan saraf. Hipotiroid pada janin dalam kandungan atau bayi baru lahir akan
mengganggu pertumbuhan otak dan saraf. Bila tidak segera dikoreksi pada masa awal
kehidupan akan berdampak pada kerusakanjaringan otak dan saraf yang permanen.
Deflsiensi hormon yang terjadi pada orang dewasa, tidak terlalu nyata menimbulkan
kelainan otak dan syaraf dan dapat diperbaiki dengan terapi hormon. Gejala yang terjadi
pada orang dewasa berupa penurunan daya intektual, menurunnya nada bicara, ganguan
memori, letargi, rasa ngantuk yang berlebihan dan pada orang tua terjadi demensia. Pada
hipotiroid yang berat dapat menimbulkan koma mixedema yang disertai kejang (ataksi
serebral), penurunan-pendengaran, suara yang berat dan serak dan gerakan yang yang
sangat lambat. Reflek fisiologis menurun dan pada rekam EEG menunjukkan adanya
perlambatan aktifitas dan hilangnya amplitude gelombang alfa. 4
Pada kulit, hipotiroid menyebabkan terjadinya penumpukan asam-hialuronik yang
akan merubah komposisi jaringan dasar kulit ataupun jarmgan lam oleh karena asam-
hialuronik merupakan bahan yang nigroskopis, penumpukan materi ini akan
menimbulkan peningkatan kandungan cairan sehingga terjadn edema, penebalan kulit dan
sembab pada wajah (myxedema), pada penyakit tiroiditis Hashimoto, dapat disertai
adanya pigmentasi kulit yang menghilang (vitiligo) dan merupakan ciri dari kelainan
kulit akibat proses otoimun. 4
Dampak hipotiroid pada jantung akan mengakibatkan penurunan output-kardiak
sebagai akibat penurunan volume curahjantung dan bradikardi. Hal ini mencerminkan
adanya pengaruh inotropik maupun kronotropik dari hormon tiroid pada otot jantung.
Pada hipotiroid yang berat, terjadi pembesaran jantung dan suara jantung melemah yang
mungkin disebabkan adanya penumpukan cairan di dalam perikard yang banyak
mengandung protein dan glikosaminoglikan. Rekam EKG dapat menunjukkan adanya
bradikardi, perpanjangan waktu interval PR, gelombang P dan komplek QRS yang
rendah. kelainan pada segmen ST dan gelombang T yang lebih mendatar. Hasil
pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya peningkatan kadar homosistein. kreatin
kinase. aspartat-amiono tranferase serta dehidrogenase-laktat. Gabungan kelainan ukuran
33

jantung, perubahan EKG dan kelainan enzim disebut sebagai mixedema jantung (cardiac
myxedema). 4
Pada sistem pernapasan, hipotiroid dapat menimbulkan penurunan kapasitas
pernapasan maksimal (maximal breathing capacity) dan kapasitas difusi. meskipun
mungkin volume paru tidak mengalami ganguan. Hipotiroid juga dapat menimbulkan
terjadinya efusi pleura. Pada hipotiroid yang berat, kinerja otot pernapasan mengalami
penurunan dan mengakibatkan terjadinya hipoksia. Kelainan yang terjadi pada organ
pernapasan tersebut ikut berperan pada timbulnya koma pada mixedema. 4
Pengaruh pada organ pencernaan antara lain terjadinya gangguan penyerapan.
Meskipun diketahui adanya penurunan penyerapaan berbagai bahan makanan, tidak
semua bahan makanan mengalami hal yang sama. Hal ini dimungkinkan oleh adanya
penurunan motilitas usus, sehingga masa penyerapan berlangsung lebih lama untuk
bahan-bahan tertentu. Meskipun terjadi penurunan nafsu makan, sering berat badan justru
meningkat, oleh karena adanya edema yang terjadi sebagai akibat adanya retensi cairan di
dalam tubuh. Hasil pemeriksaan Iaboratorium fungsi hati pada umumnya normal, hanya
mungkin terjadi penigkatan transaminasi sebagai akibat terjadinya gangguan klirens.
Gejala yang dapat timbul pada otot antara lain timbulnya rasa nyeri dan kekakuan
otot yang semakin memberat bila suhu udara menjadi dingin. Perlambatan kontraksi dan
relaksasi otot berpengaruh pada gerak ekstremitas dan refleks tendon. Masa otot mungkin
akan berkurang, namun dapat terjadi pembesaran otot akibat adanya edema jaringan. 4
Aliran darah ke ginjal, filtrasi glomerulus, reabsorbsi pada tubulus akan
mengalami penurunan. Pemeriksaan asam urat menunjukkan adanya peningkatan,
meskipun urea nitrogen maupun keratin mungkin masih normal. Penurunan filtrasi cairan
akan menimbulkan penumpukan cairan dalam tubuh. meskipun volume plasma turun. 4
Hormon tiroid berpengaruh pada pertumbuhan dan fungsi sistem reproduksi
wanita maupun pria. Hipotiroid yang timbul pada masa anak dan tidak diobati dengan
benar akan menghambat proses pendewasaan sistem reproduksi dan masa pubertas akan
timbul terlambat. Pada wanita dewasa hipotiroid yang berat menimbulkan penurunan
libido dan gagalnya ovulasi. Sekresi progresteron menurunsedangkan proliferasi
endometrium tetap bedangsung dan sering menimbulkan menstruasi yang tidak teratur.
Sekresi LH terganggu, terjadi atrofi ovarium dan gangguan menstruasi sampai amenoroe.
34

Kesuburuan menurun, dan bila terjadi kehamilan sering mengalami abortus spontan atau
kelahiran premature. 4
Metabolisme androgen dan estrogen terganggu, sekresi androgen mengalami
penurunan dan metabolisme testoteron beralih dari androsteron menjadi etiokolanolon.
Sintesis protein (globulin) pengikat hormon sex mangalami penurunan sehingga
konsentrasi testoteron dan estradiol dalam bentuk terikat diplasma menurun, sedangkan
testoteron dan estradiol bebas meningkat. 4
Terjadi penurunan kecepatan metabolisme basal (BMR) tubuh dan produksi
panas. Nafsu makan menurun, suhu badan cenderung rendah dan tidak tahan terhadap
hawa dingin. Sintesis dan pemecahan protein mengalami penurunan dan hal ini dapat
menimbulkan gangguan pertumbuhan jaringan otot dan tulang. Degradasi jaringan lemak
lebih banyak terjadi dibanding sintesisnya. Sebagai akibatnya terjadi peningkatan kadar
LDL dan trigliserida di dalam darah. 4

Tabel 2. Tanda dan gejala hipotiroid


Gejala Tanda
 Merasa lelah dan lemah  Lambat bergerak
 Kulit kering  Lambat berbicara
 Tidak tahan terhadap  Kulit kering dan kasar
dingin  Ujung ekstremitas yang
 Rambut rontok dingin
 Sulit berkonsentrasi, cepat  Bengkak pada wajah, kai
lupa dan terkadang disertai dan tangan (myxedema)
gangguan mental  Botak
 Depresi  Bradikardi
 Konstipasi  Edema non pitting
 Berat badan bertambah  Hiporefleksi
dengan nafsu makan  Relaksasi tendon terlambat
berkurang  Sindrom carpal tunnel
 Sesak  Efusi rongga tubuh
35

 Suara yang memberat


 Menoragi
 Parestesi
 Atralgi
 Gangguan pendengaran
 Gangguan haid

E. Diagnosis
Penegakan diagnosis dilakukan dengan melakukan beberapa pendekatan, seperti:
a. Melakukan pemeriksaan terhadap tanda dan gejala yang timbul.
Gejala hipotiroid timbul secara perlahan dan tidak spesifik. Hal ini
menyebabkan kesulitan deteksi dini keadaan hipotiroid. Beberapa keadaan atau
penyakit lain dapat memberikan gejala yang sama dengan hipotiroid. Hanya pada
keadaan hipotiroid yang berat gejala yang timbul lebih mudah dikenali.
b. Riwayat penyakit dan keluarga
Adanya riwayat pengobatan kelenjar tiroid dengan obat, tindakan bedah,
radiasi daerah leher ataupun menkonsumsi obat-obat lain seperti amiodaron,
interferon alfa, interleukin serta litium akan sangat membantu dalam menegakkan
diagnosis hipotiroidisme. Demikian pula bila mempunyai riwayat keluarga
dengan kelainan tiroid. 4
c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fiSik sangat membantu penegakan diagnosis hipoiroid.
Adanya pembesaran kelenjar, kulit kering, edema piting, menurunnya reflek
tendon, bradikardi dan gejala-gejala yang Iain dapat membantu diagnosis pasien
dengan hipotiroid. Hanya pada keadaan awal hipotiroid dan hipotiroid ringan,
sering tanda-tanda fisik tidak diketemukan. 4
d. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar hormon merupakan hal yang
sangat penting guna menegakkan diagnosis. Dua macam test, yakni pengukuran
kadar TSH dan T4 (khususnya T4 bebas) merupakan pemeriksaan yang spesmk
36

dan dipergunakan untuk menegakkan diagnosis hipotiroid. Peningkatan kadar


TSH dan menurunnya kadar T4 bebas menunjukkan adanya hipotiroid. 4
Pemeriksaan tunggal kadar T4 total tidak dapat memberikan kepastian
diagnosis hipotiroid. Hal ini mengingat bahwa T4 setelah dilepaskan dari kelenjar
tiroid akan berikatan dengan protein pengikat (thyroid binding globulin = TBG,
thyroid binding pre-albumin = TBPA, maupun albumin) sehingga tidak aktif.
Hanya sekitar1-2% T4 yang bebas dan dapat masuk kedalam sel dan dirubah
menjadi T3 bebas melalui proses deiodinasi yangakan memberikan efek biologis.4

Gambar : Evaluasi laboratorium hipotiroid


F. Penatalaksanaan
Pendekatan penatalaksanaan hipotiroid dapat dilakukan dengan melihat
manifestasi klinis pada penderita. 4
Pada pasien dengan gejala hipotiroid yang nyata dan disertai dengan penurunan
T4 bebas dan kenaikan TSH (hipotiroid klinis) memerlukan terapi levotiroksin (T4). Pada
umumnya dosis yang diperlukan sebesar 1.6 ug/kaB/hari (total: 100-150 ug/hari). Pada
pasien dewasa <60 tahun tanpa disertai penyakit jantung dan pembuluh darah, pemberian
levotiroksin dimulai dengan dosis rendah (50 ug/hari). Kadar TSH diukur 2 bulan
dihitung dari mulai awal terapi. Peningkatan dosis levotiroksin dilakukan secara perlahan
37

apabila kadar TSH belum mencapai batas normal. Penambahan sebesar 12.5-25 ug/hari
dilakukan setiap 2 bulan (sesuai dengan pemeriksaan kadar TSH), Penumnan dosis
sebesar 12.5 25 ug/hari juga dilakukan apabila kadar TSH menurun dibawah normal
sebagai akibat adanya penekanan produksi TSH. Pada pasien dengan penyakit Grave
yang mengalami hipotiroid setelah pengobatan, pada umumnya membutuhkan dosis
levotiroksin yang lebih kecil. Hal ini mengingat masih ada sebagian jaringan tiroid yang
otonom dan menghasilkan hormon.Levotiroksin mempunyai masa paruh yang panjang
(sampai 7 hari), sehingga apabila pasien lupa minum sekali, maka dosis yang seharusnya
diminum hari itu ditambahkan pada dosis hari berikutnya. Adanya kelainan mal-absorbsi,
pemberian berbagai macam obat (kalsium oral, estrogen, kolesteramin, golongan statin,
antasida, rifampisin, amiodaron, karbamazepin, sulfas ferosus) dapat menggangu
penyerapan maupun sekresi levotiroksin. Sehingga pada pasien yang mendapat terapi
obat tersebut harus mendapatkan perhatian khusus. 4
Efek klinis terapi levotiroksin tidak segera terlihat. Pasien baru merasakan
hilangnya gejala 3-6 bulan setelah kadar TSH mencapai kadar normal. Hal ini perlu
diberitahukan kepada pasien agar tidak menghentikan program pengobatan yang memang
memerlukan waktu yang panjang. 4
Apabila kadar TSH telah dapat dipertahankan dengan dosis levotiroksin tertentu,
maka pemberian levotiroksin tetap dipertahankan pada dosis tersebut. Selanjutnya
pemeriksaan kadar TSH dapat dilakukan setiap 1-2 tahun sekali. 4
Pada pasien hipotiroid sub-klinis belum ada kesepakatan rekomendasi terapi
levotiroksin. Hipotiroid sub-klinis merupakan keadaan dimana pada pasien tidak
didapatkan gejala hipotiroid, kadar T4 bebas dalam batas normal namun kadar TSH telah
meningkat. Pada umumnya terapi levotiroksin belum diberikan apabila kadar TSH masih
< 10 mU/L Terapi baru diberikan apabila peningkatan TSH berlangsung lebih dari 3
bulan yang diketahui dari beberapa kali pemeriksaan kadar TSH. Kecenderungan menjadi
hipotiroid klinis pada kelompok ini semakin besar pada pasien yang disertai dengan hasil
TPO-Ab yang positif. Pemberian levotiroksin selalu dimulai dengan dosis yang rendah
dan dinaikkan secara bertahap. Pada pasien yang tidak memerlukan terapi levotiroksin
(TSH <10 mU/L), pemeriksaan kadar TSH perlu dilakukan setiap tahun. 4
38

Berbagai keadaan khusus seperti pada orang tua atau pada masa kehamilan. memerlukan
pendekatan yang agak berbeda. Pada orang tua pada umumnya memerlukan dosis levotiroksin
yang lebih rendah. Bila disertai dengan penyakit jantung dan pembuluh darah pemberian dosis
awal juga lebih kecil, yakni 12.5 ug/hari. 4
Pada wanita yang diketahui memiliki risiko hipotiroid yang tinggi harus ditetapkan status
fungsi tiroid sebelum konsepsi dan dipastikan tidak dalam keadaan hipotiroid. Hipotiroid pada
wanita hamil, terutama pada trimester pertama akan menyebabkan terjadinya gangguan
pertumbuhan otak janin yang dikandungnya. Bahkan adanya TPO-Ab yang positif saja pada
wanita yang eutiroid dapat mengganggu kehamilan yang mendorong terjadinya abortus ataupun
kelahiran prematur. 4

7 . TIROIDITIS

Tiroiditis termasuk penyakit inflamasi dari kelenjar tiroid: (1) tiroiditis supuratif akut, yang
disebabkan oleh infeksi bakteri; (2) tiroiditis subakut, yang dihasilkan dari infeksi virus pada
kelenjar; dan (3) tiroiditis kronis, yang biasanya bersifat autoimun. Di masa kanak-kanak,
tiroiditis kronis adalah yang paling umum dari 3 jenis ini. Bentuk kedua tiroiditis, Riedel struma,
jarang terjadi pada anak-anak. Tiroiditis sekunder mungkin karena pemberian amiodarone untuk
mengobati aritmia jantung atau pemberian interferon-alfa untuk mengobati penyakit virus. 2

a. Etiologi
Tiroiditis dapat disebabkan oleh :
1. Infiltrasi (perusakan) limfosit dan sel-sel plasma.
2. Gangguan autoimunitas.
3. Gangguan produksi T3 & T4 serum.
4. Gangguan TSH
5. Infeksi virus (campak, koksakie, dan adenovirus)
6. Infeksi bakteri (stafilokokuis, pneumokokus)
7. Defisiensi yodium. 2
39

b. Patofisiologi
1. TIROIDITIS SUBAKUT
Pada fase awal, kadar T4 serum meningkat dan penderita mungkin mempunyai
gejala tirotoksikosis, tetapi ambilan yodium radioaktif jelas tersupresi. T3 dan T4
meningkat, sementara TSH serum dan ambilan iodine radioaktif tiroid sangat rendah.
Laju endap darah sangat meningkat, kadang-kadang sampai setinggi 100 mm/jam pada
skala Westergen. Autoantibodi tiroid biasanya tidak ditemukan di serum. Bersamaan
dengan perjalanan penyakit, T3 dan T4 akan menurun. TSH akan naik dan didapatkan
gejala-gejala hipotiroidisme. Lebih lanjut, ambilan iodine radioaktif akan meningkat,
mencerminkan adanya penyembuhan kelenjar dan serangan akut. 2
Tiroiditis subakut biasanya sembuh spontan setelah beberapa minggu atau bulan,
kadang-kadang penyakit ini dapat mulai menyembuh dan tiba-tiba memburuk. Kadang-
kadang menyangkut pertama-tama satu lobus kelenjar tiroid, baru kemudian lobus
satunya. Eksaserbasi sering terjadi ketika kadar T4 telah turun, TSH telah meningkat dan
kelenjar mulai berfungsi kembali. 2
2. TIROIDITIS KRONIK (Tiroiditis Hashimoto, Tiroiditis Limfositik)
Limfosit disensitasi terhadap antigen dan auto antibody tiroid terbentuk, yang
bereaksi dengan antigen-antigen. Tiga autoantibodi tiroid terpenting adalah antibody
tiroglobulin (Ab Tg), antibodi tiroid peroksidase (Ab TPD), dahulu disebut antibodi
mikrosomal, dan TSH reseptor blocking antibody (TSH-R Ab [blok]). Selama fase awal,
Ab Tg meningkat sedikit, kemudian Ab Tg akan menghilang, tapi Ab TPD akan menetap
untuk bertahun-tahun. Destruksi kelenjar berakibat turunnya kadar T3 dan T4 serum, dan
naiknya TSH. Mula-mula TSH bisa mempertahankan sintesis hormone yang adekuat
dengan terjadinya pembesaran tiroid atau goiter, tetapi dalam banyak kasus kelenjar gagal
dan terjadilah hipotiroidisme dengan atau tanpa goiter. 2
3. TIROIDITIS SUPURATIVE AKUT
Tiroiditis supuratif akut jarang terjadi pada masa kanak-kanak karena tiroid sangat
resisten terhadap infeksi yang menyebar secara hematogen. Sebagian besar kasus
tiroiditis akut melibatkan lobus kiri tiroid dan berhubungan dengan abnormalitas
perkembangan migrasi tiroid dan persistensi sinus pyriform dari faring ke kapsul tiroid.
Organisme yang biasa bertanggung jawab termasuk Staphylococcus aureus,
40

Streptococcus hemolyticus, dan pneumokokus. Bakteri aerobik atau anaerob lain juga
mungkin terlibat. 2
c. Diagnosis
1. Tiroiditis akut
a. Anamnesis
Riwayat penyakit akut, termasuk demam, menggigil, sakit leher, sakit
tenggorokan, suara serak, dan disfagia, sering terjadi.Nyeri leher sering unilateral
dan menjalar ke mandibula, telinga, atau tengkuk. Leher pada posisi fleksi
mengurangi keparahan rasa sakit. Rasa sakit memburuk dengan hiperekstensi
leher. 2
b. Pemeriksaan fisik
1. Pasien mungkin mengalami demam (38-40 ° C.)
2. Serangan akut
3. Kelenjar tiroid yang bengkak terasa lunak. Pembengkakan dan nyeri unilateral.
Eritema terbentuk di atas kelenjar, dan limfadenopati regional dapat
berkembang seiring berkembangnya penyakit. Pembentukan abses bisa terjadi.2
c. Pemeriksaan penunjang
Laboraturium
Kelainan laboratorium pada tiroiditis akut mencerminkan penyakit sistemik akut.
Temuan termasuk leukositosis dengan pergeseran kiri dan tingkat sedimentasi
yang meningkat. Hasil tes fungsi tiroid berada dalam rentang referensi. 2
2. Tiroiditis subakut
a. Anamnesis
1. Leher mengalami pembengkakan
2. Kadang-kadang, gejala awal adalah gejala hipertiroidisme.
3. Gejala sistemik seperti kelemahan, kelelahan, malaise, dan demam. 2
b. Pemeriksaan fisik
Pasien mungkin memiliki tanda-tanda penyakit sistemik, seperti demam ringan
dan kelemahan. Tanda-tanda hipertiroidisme, termasuk peningkatan denyut nadi,
tekanan nadi yang melebar, gelisah, tremor, gugup, fasikulasi lidah, refleks cepat
(mungkin dengan klonus), penurunan berat badan, dan kulit lembab yang hangat,
41

mungkin ada. Serta kelenjar tiroid dapat membesar dan lunak, dengan nyeri
diperparah oleh ekstensi leher. 2
c. Pemeriksaan penunjanng
1. Laboraturium
Kelainan laboratorium utama konsisten dengan fungsi tiroid yang abnormal.
Awalnya, level thyroid-stimulating hormone (TSH) ditekan, dan level tiroksin
bebas (T4) meningkat. Ketika gangguan berlangsung, hipotiroidisme
sementara atau kadang-kadang permanen dapat terjadi. 2
2. CT- scan
3. Iodin Radioaktif

4. TIROIDITIS KRONIK
a. Anamnesis
Tiroiditis autoimun kronik diamati pada 3 pola berikut:
1. Goitre yang biasanya menyebar dan tidak sakit: Kelenjar tiroid membesar 2-3
kali ukuran normal dan mungkin lebih besar. 2
2. Gejala hipotiroidisme: Pada anak-anak, ini sering termasuk pertumbuhan
yang buruk atau perawakan pendek. Gadis remaja mungkin mengalami
amenorrhea primer atau sekunder. Anak laki-laki mungkin mengalami
pubertas yang tertunda. Karena penyakit berkembang perlahan, pasien atau
orang tua mungkin tidak memperhatikan tanda-tanda lain dari hipotiroidisme,
termasuk sembelit, lesu, dan intoleransi dingin. Anak dengan diabetes
mungkin mengalami penurunan kebutuhan insulin. 2
3. Gejala hipertiroidisme: Ini mungkin termasuk rentang perhatian yang buruk,
hiperaktif, gelisah, intoleransi panas, atau kotoran longgar. 2
b. Pemeriksaan fisik
Awalnya, tiroid yang membesar, dan bergelombang. Kelenjar mungkin tidak
membesar, terutama pada anak-anak yang memiliki hipotiroidisme mendalam.
Tanda-tanda hipotiroidisme termasuk tingkat pertumbuhan yang lambat,
pertambahan berat badan, denyut nadi lambat, kulit kering yang dingin, rambut
42

kasar dan fitur wajah, edema, dan relaksasi tertunda dari refleks tendon dalam.
Tanda-tanda hipertiroid kadang-kadang hadir di awal penyakit. 2
c. Pemeriksaan penunjang
1. Laboraturium
Kelainan laboratorium mencerminkan kelainan fungsi tiroid dan bukti
autoimunitas. Tingkat TSH meningkat pada anak-anak dengan subklinis dan
hipotiroidisme terang-terangan. Tingkat T4 gratis berada dalam rentang
referensi di yang pertama dan rendah di kedua. Pada anak-anak dengan
hipertiroidisme, tingkat TSH ditekan. Banyak anak memiliki fungsi tiroid
normal dan kadar TSH normal. 2
2. CT- scan
3. Iodin Radioaktif
d. Tatalaksana
1. Tiroiditis Akut
Terapi antibakteri spesifik biasanya menyebabkan penyembuhan, tetapi
mungkin diperlukan drainase secara bedah. 3
2. Tiroiditis Subakut
a. Pada kasus yang ringan aspirin cukup untuk mengontrol gejala.
b. Pada kasus yang lebih berat, glukokortikoid (prednisone, 20 sampai 40
mg/hari).
c. Prupanolol dapat digunakan untuk mengontrol tirotoksikosis yang berkaitan.
Pada kebanyakan kasus, hanya diperlukan terapi simtomatik, contoh :
asetraminofen 0,5 gram, 4x sehari. 3
Bila nyeri, panas dan mailase sangat berat sampai menyebabkan penderita tidak
bisa apa-apa, terapi obat-obatan anti imflamasi non steroid atau glukokortikoid
jangka pendek seperti 20 mg, 3x sehari, selama 7 – 10 hari mungkin diperlukan
untuk mengurangi inflamasi. 3
d. Levotiroksin 0,1 – 0,15 mg sekali sehari, diindikasikan selama fase hipotiroid
penyakit agar tidak terjadi eksaserbasi kembali dari penyakit yang dirangsang
oleh kadar TSH yang meningkat. 3
43

Daftar Pustaka

1. Kumar V, Abbas Ak, Jon Aster, I Made. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi kesembilan.
Singapura : ELSEVIER ; 2013

2. Isselbacher KJ, dkk. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Vol 5. Ed 12. Jakarta : RGC ;
2012

3. Gunawan. Sulistia dkk. Farmakologi dan Terapi. Edisi 6. Jakarta : Departemen farmakologi.
FKUI ; 2011

4. Sudoyo, Setiohadi, Siti setiati, Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edidi IV. Jilid II. Jakarta :
Interna Publishing ; 2014

5. Silbernagl Stefan, Lang Florian. Teks dan Atlas Patofisiologi. Jakarta : EGC ; 2017

Anda mungkin juga menyukai