Anda di halaman 1dari 35

1

SKENARIO 1

Desain case control

Seorang dokter ingin meneliti hubungan ASI exsklusif dengan obesitas pada masa
remaja. Kelompok dibagi menjadi remaja dengan obesitas dan tidak obesitas,
kemudian ditanyakan riwayat asi eksklusifnya, untuk membuktikan hipotesisnya,
penelitian memilih untuk menggunakan metode penelitian observasional analitik
dengan desain case control.

Step 1

1. Obesitas : kondisi kronik akibat penumpukan lemak dalam


tubuh yang tinggi.
2. Desain case control : membandingkan 2 kelompok kasus dengan
kelompok control, mengindentifikasi penyakit dulu baru penyebabnya.
3. Metode penelitian : prosedur untu mendapatkan dulu pengetahuan
4. Observasional analitik : mengumpulkan variable yang sifatnya dilihat dan
ada intervensi.
5. Hipotensi : suatu penyataan yang merupakan jawaban
smentara penelitian terhadap pertanyaan tersebut.

Step 2

1. Mengapa peneliti menggunakan metode observasional analitik ?


2. Bagaimana tahapan-tahapan penelitian desain case control ?
3. Apa saja tujuan dari metode penelitian & observasi analitik ?
4. Macam-macam metode penelitian observasi analitik ?
5. Bagaimana rumusan masalah hipottesis dari kausu tersebut ?

Step 3

1. Kelebihan
- Melihat penyakit yang jarang ditemukan
- Mengetahui faktor yang berhubungan dengan penyakit tersebut
2

- Kesimpulan kondisi lebih baik

Kekurangan

- Data pasien mengendalikan daya ingat


- Validasi sukar diperoleh
- Faktor dapat dipakai lebih dari 1 variabel dependen
2.
- Mengindentifikasi veriabel penelitian
- Menetapkan populasi dan sample penelitian
- Mengindentifikasi kasus
- Memilih sampel sebagai control
- Melakukan pengukuran dan di beri pernyataan
- Menganalisis dengan membandingkan variable

3. - Mengdeskripsikan aktivitas
- Perspektif yang dialami
- Ada faktor variable terkait
4. Observasional
- Cross sectional
- Case control
- Cohort
5. Terdapat hubungan asi ekslusif dengan obesitas pada remaja

Step 4

1. Kelebihan
- Hasil cepat
- Biaya murah
- Subjek sedikit
- Dapat digunakan untuk identifikasi fakter resiko
- Peneliti bersifat terbuka dan berorientasi
- Efisien
3

Kekurangan

- Menghitung insiden
- Sulit dipastikan
- Daya ingat responden lupa
- Validasi sukar di peroleh
- Faktor dapat dipakai lebih dari 1 dependen
2. - variable
- Memilih sampel
- Beri pertanyaan pada remaja dan ibu
- Membandingkan antara asi eklusif dengan obesitas
- Analisi data tiap variable di analisis
3. Tujuan secara umum
- Memperoleh pengetahuan dapat memecah masalah
- Memperoleh pengetahuan ilmia untuk operasionlisasi daro metode
yang digunakan
- Mencari faktor resiko obesitas
4. Observasional
- Cross
- Case control
- Cohort

Desain penelitian deskriptif

- Sudi kasus
- Survei
- Konvelasional
- Komparatif
- Waktu
- Pendekatan kuantitatif dan komullatif
- Populasi tempat remaja dengan atau tanpa obesitas
- Sebjek remaja
4

5. Hipotensis
- Deskriptif = makna dan teori
- Vesifikatif = hubungan 2 vasiabel

Mind map

Kelebihan &
kekurangan

DESAIN Hipotesa
Macam macam
PENELITIAN
metode

Observasion Eksperimental Tujuan Alur


al

Step 5

1. Jenis-jenis metode penelitian.


2. Jenis-jenis hipotesa.
3. Pupulasi, sampel, rieteria pada penelitian.
5

Step 7

1. Pendekatan penelitian
a. Pendekatan Kuantitatif
Penelitian kuantitatif yaitu riset yang berdasarkan pada pengukuran
secara kuantitatif pada berbagai karakter (variabel). Penelitian ini dapat
hanya digunakan pada fenomena yang dikuatifikasi. Karakteristik
penelitian kuantitatif antara lain:
- Melakukan pengumpulan dan analisis data numerik.
- Melakukan pengukuran terhadap masalah penelitian (skala,
jarak, frekuensi, dsb).
- Lebih detail dan terstruktur.
- Hasilnya lebih mudah digabungkan dan disajikan secara
statistik.
- Kebih sulit dalam penyusunan proposal.
b. Pendekatan kualitatif
Penelitian kualitatif menitiberatkan kegiatan pada fenomena kualitatif,
yakni fenomena yang berhubungan dengan atau di dalamnya terdapat
sejenis kualitas. Penelitian kualitatif digunakan untuk memperoleh
jawaban atau informasi mendalam tentang pendapat, persepsi, dan
perasaan seseorang. Karakteristik penelitian kualitatif antara lain:
- Lebih subjektif dari kuantitatif.
- Lebih menggambarkan aspek yang tidak terlihat dari permasalahan
(misalny: perilaku, persepsi, nilai-nilai).
- Lebih mudah dalam penyusunan proposal.
- Hasilnya lebih sulit diinterpretasikan dan memerlukan tantangan
tersendiri.
6

Jenis-jenis penelitian

A. Penelitian observasional
Tujuan observasi adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari,
aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam
aktivitas, dan makna kejadian yang dilihat dari perspektif mereka yang
terlihat dalam kejadian yang diamati tersebut. Hasil observasi menjadi
data penting karena beberapa hal, antara lain:
a. Peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang
konteks dalam hal yang diteliti. Observasi memungkinkan
peneliti untuk bersifat terbuak, berorientasi pada penemuan dari
pada pembuktian danmempertahankan pilihan untuk mendelati
masalah secara induktif.
b. Observasi memungkinkan peneliti melihat hal-hal yang oleh
subjek penelitian sendiri kurang sadari.
c. Observasi memungkinkan peneliti memperoleh data tentang
hal-hal yang karena berbagai sebab tidak diungkapkan oleh
subjek penelitian secara terbuka dalam wawancara.

Macam macam observasional:

1) Studi Cross-Sectional
Dalam pengukuran cross-sectional peneliti melakukan observasi
atau pengukuran variable pada saat tertentu. Subyek yang diamati
hanya di osevasi satu kali saja dan pengukuran variable subyek
dilakukan pada saat pemeriksaan tersebut. Jadi, pada studi Cross
Sectional peneliti tidak melakukan tindak lanjut terhadap
pengukuran yang dilakukan.
Desain cross-sectional merupakan desain yang dapat digunakan
untuk penelitian deskriptif, namun juga dapat untuk penelitian
analitik sehingga sering digunakan untuk studi klinis.
7

Kelebihan :
a. Keuntungan yang utama dari desain cross-sectional adalah
memungkinkan penggunaan populasi dari masyarakat umum,
tidak hanya para pasien yang mencari pengobatan, hingga
generalisasinya cukup memadai.
b. Desain ini relatif mudah, murah, dan hasilnya cepat dapat
diperoleh.
c. Dapat dipakai untuk meneliti banyak variabel sekaligus.
d. Jarang terancam loss to follow-up (drop out).
e. Dapat dimasukkan ke dalam tahapan pertama suatu penelitian
kohort atau eksperimen, tanpa atau dengan sedikit sekali
menambah biaya.
f. Dapat dipakai sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya yang
bersifat lebih konklusif.

Kekurangan :

a. Sulit untuk menemukan sebab dan akibat karena pengambilan


data risiko dan efek pada saat yang bersamaan (temporal
relationship tidak jelas).
b. Studi prevalens lebih banyak menjaring subyek yang mempunyai
masa sakit yang panjang dari pada yang mempunyai masa sakit
yang pendek, karena individu yang cepat sembuh atau cepat
meninggal mempunyai kesempatan yang lebih kecil untuk
terjaring dalam studi. Bila karakteristik pasien yang cepat sembuh
atau meninggal itu berbeda dengan mereka yang mempunyai masa
sakit panjang, terdapat salah interpretasi hasil penelitian.
c. Dibutuhkan jumlah subyek yang cukup banyak , terutama bila
variabel yang dipelajari banyak.
d. Tidak menggambarkan perjalanan penyakit, insidens, maupun
prognosis.
e. Tidak praktis untuk meneliti kasus yang sangat jarang.
8

f. Mungkin terjadi bias prevalens atau bias insidens karena efek


faktor suatu risiko selama selang waktu tertentu dapat
disalahtafsirkan sebagai efek suatu penyakit.
2) Studi Kasus-Kontrol (Case Control)
Pada desain ini peneliti melakukan pengukuran variabel
tergantung, yakni efek, sedangkan variabel bebasnya di cari secara
retrospektif, karena itu studi kasus-kontrol disebut studi
longitudinal, artinya subyek tidak hanya di observasi pada satu saat
tetapi diikuti selama periode yang ditentukan. Pada studi ini
dilakukan identifikasi subyek (kasus) yang telah terkena penyakiy
(efek), kemudian ditelusuri secara retrospektif ada atau tidak
adanya factor risiko yang didug aberperan. Pemilihan subyek
sebagai control ini dapat dilakukan dengan cara serasi (matching)
atau tanpa matching.
Secara sederhana rancangan kasus kontrol dapat dilukiskan seperti
dalam skema berikut ini:

Gambar 1. Skema studi kasus


9

Pada rancangan penelitian kasus kontrol jumlah faktor risiko atau


variabel bebas yang dipelajari dapat dibatasi. Pembatasan jumlah
faktor risiko akan meningkatkan potensi rancangan kasus kontrol
dalam menggali korelasi antara faktor risiko dan efek. Hal itulah
yang melatarbelakangi rancangan kasus kontrol memiliki validitas
yang lebih tinggi dari pada rancangan potong-lintang dalam
mempelajari ‘etiologi’ atau perkembangan suatu penyakit. Seperti
yang terlihat pada skema di atas, pembatasan faktor risiko tersebut
dilakukan dengan teknik ‘matching’, yakni teknik pemilihan subjek
kontrol yang memiliki karakteristik sama dengan subjek-subjek
kasus untuk faktor-faktor risiko yang akan dikendalikan.
Kelebihan
a. Studi kasus-kontrol dapat, atau kadang bahkan merupakan satu-
satunya, cara untuk meneliti kasus yang jarang atau masa
latennya panjang.
b. Hasil dapat diperoleh dengan cepat.
c. Biaya yang diperlukan relatif lebih sedikit.
d. Memerlukan subyek penelitian yang lebih sedikit.
e. Memungkinkan untuk mengidentifikasi pelbagai factor risiko
sekaligus dalam satu penelitian.

Kekurangan

a. Data mengenai pajanan factor risiko diperoleh dengan


mengandalkan daya ingat atau catatan medik sehingga dapat
menyebabkan recall bias. Data sekunder catatan medic rutin
yang sering dipakai sebagai sumber data juga tidak begitu
akurat.
b. Validasi mengenai informasi kadang – kadang sukar diperoleh.
c. Oleh karena kasus maupun control dipilih oleh peneloti maka
sukar untuk meyakinkan bahwa kedua kelompok itu sebanding
dalam pelbagai faktor eksternal dan sumber bias lainnya.
10

d. Tidak dapat memberikan incidence rates.


e. Tidak dapat dipakai untuk menentukan lebih dari 1 variabel
dependen, hanya berkaitan dengan satu penyakit atau efek.
3) Studi kohor (cohort)
Berlawanan dengan studi kasus-kontrol yang dimulai dengan
identifikasi efek. Pada penelitian kohort yang diidentifikasi dulu
adalah kasusnya, kemudian subyek diikuti secara prospektif selama
periode tertentu untuk mencari ada tidaknya efek. Pada penelitian
kohort murni (internal), yang diamati adalah subyek yang belum
mengalami pajanan faktor risiko serta belum mengalami faktor
efek. Subyek yang terpajan menjadi kelompok yang diteliti, sedang
subyek yang tidak terpajan menjadi kontrol. Kedua kelompok
tersebut kemudian diikuti selama periode waktu tertentu, dan
ditentukan apakah telah terjadi efek atau penyakit yang diteliti
sedangkan pada studi kohort eksternal apabila subyek yang dipilih
sudah terkena faktor risiko namun belum mengalami efek dan
kelompok pembanding dipilih dari subyek lain yang tanpa pajanan
faktor risiko dan tanpa efek.
Secara skematis rancangan penelitian kohor dapat digambarkan
sebagai berikut:
11

Gambar 2. Skema studi kohor


Seperti terlihat pada skema rancangan penelitian kohor, jumlah
faktor risiko yang dipelajari dapat dibatasi. Pembatasan jumlah
faktor risiko atau variabel bebas merupakan salah satu hal yang
dapat meningkatkan potensi rancangan kohor dalam
mengeksplorasi korelasi antara faktor risiko sebagai variabel bebas
dan efek sebagai variabel terikat. Kondisi itu membuat rancangan
kohor sebagai rancangan observasional yang paling valid dalam
mengkaji faktor ‘etiologi’ dan perkembangan suatu penyakit. Hal
lain yang memperkuat rancangan ini adalah dapat diikutinya secara
longitudinal pengaruh faktor risiko dari satu waktu ke waktu lain,
sehingga memberi gambaran yang lebih jelas tentang pengaruhnya
terhadap kejadian efek penyakit dapat diketahui secara lebih tepat.
Modifikasi Rancangan Studi Kohort
a. Studi Kohort Retrospektif
Pada desain ini, peneliti mengidentifikasi faktor risiko dan
efek pada kohort yang telah terjadi di masa lalu namun
kejadian efek ditelusur prospektif dilihat dari saat pajanan
12

risiko. Jenis analisis yang digunakan sama dengan pada studi


kohort prospektif. Kesahihan hasil studi ini sangat bergantung
pada kualitas data pada rekam medik atau catatan yang
dipergunakan sebagai sumber data.
b. Studi kohort berganda
Pada studi kohort berganda dengan kelompok pembanding
eksternal, penelitian dimulai dengan kedua kelompok subyek
dari populasi yang berbeda, yakni satu kelompok dengan
factor risiko dan kelompok lain tanpa faktor risiko. Desain ini
lebih sering digunakan ketimbang studi kohort dengan
kelompok pembanding internal. Pendekatan metodologis pada
rancangan penelitian kohort berganda ini dapat dilaksanakan
dengan cara prospektif maupun retrospektif.
c. Nested case-control study
Jenis studi ini secara harfiah berarti terdapatnya bentuk studi
kasus-kontrol yang bersarang (nested) di dalam rancangan
penelitian kohort. Data yang digunakan adalah data yang
diperoleh dari studi kohort. Setelah penelitian kohort selesai
maka diperoleh sejumlah subyek dengan efek yang positif
yang berasal dari kelompok yang terpajan dan kelompok
kontrol.
Keunggulan studi ini, yaitu penghematan biaya karena
pemeriksaan laboratorik pada factor risiko hanya dilakukan
pada kelompok kasus dan kantrol bukan pada semua subyek
penelitian studi kohort, selain itu studi ini lebih unggul
disbanding studi kasus-kontrol biasa karena sampel kontrolnya
ditarik dari populasi yang sama dengan populasi kasus.

Kelebihan

a. Studi kohort merupakan desain terbaik dalam menentukan


insidens dan perjalanan penyakit atau efek yang diteliti.
13

b. Studi kohort merupakan desain terbaik dalam menerangkan


dinamika antara hubungan faktor risiko dengan efek secara
temporal.
c. Studi kohort merupakan pilihan terbaik untuk kasus yang
bersifat fatal dan progresif.
d. Studi kohort dapat dipakai untuk meneliti beberapa efek
sekaligus dari suatu factor risiko tertentu
e. Karena pengamatan dilakukan secara kontinu dan longitudinal,
studi kohort memiliki kekuatan yang andal untuk meneliti
berbagai masalah kesehatan yang makin meningkat.

Kekurangan

a. Studi kohort biasanya memerlukan waktu yang lama.


b. Sarana dan biaya biasanya mahal.
c. Studi kohort seringkali rumit.
d. Kurang efisien dari segi waktu dan biaya untuk meneliti kasus
jarang.
e. Terancam drop out atau terjadinya perubahan intensitas
pajanan atau factor risiko dapat mengganggu analisis lain
f. Pada keadaan tertentu dapat menimbulkan masalah etika
karena peneliti membiarkan subyek terkena pajanan yang
dicurigai atau dianggap dapat merugikan subyek.
B. Penelitian eksperimental
Rancangan penelitian eksperimental adalah rancangan studi yang
dikembangkan untuk mempelajari fenomena dalam kerangka
hubungan ‘sebab-akibat’. Korelasi hubungan sebab-akibat dipelajari
dengan memberikan ‘perlakuan’ atau ‘manipulasi’ pada subjek
penelitian untuk kemudian dipelajari efek perlakuan tersebut.
Rancangan eksperimental memiliki kapasitas uji korelasi yang paling
tinggi dibanding dengan rancangan analitis observasional. Pada
penelitian cohort dan kasus kontrol, pengujian dilakukan hanya pada
14

taraf ada atau tidak adanya korelasi antara faktor risiko dan efek
(penyakit), sementara kedalaman korelasi sebab-akibat tidak dapat
dibuktikan secara empiris. Kesimpulan adanya mekanisme hubungan
sebab-akibat pada penelitian observasional hanya sampai pada level
dugaan atau ‘dugaan keras’ berdasarkan landasan teoritis atau
penelaahan logis yang dilakukan peneliti.
Bagaimana korelasi sebab akibat dapat diungkap melalui rancangan
eksperimental, adalah dengan adanya ‘manipulasi’ atau ‘perlakuan’
peneliti terhadap subjek penelitian, lalu efek manipulasi tersebut
diamati. Secara klasik rancangan eksperimental diwujudkan dalam
bentuk penelitian yang membagi subjek penelitian menjadi dua
kelompok yang sama persis kondisinya; satu kelompok diberi
perlakuan disebut sebagai kelompok perlakuan atau kelompok
eksperimen, sementara kelompok lain tidak diberi perlakuan atau
kelompok kontrol.
Terdapat tiga ciri esensial dalam rancangan penelitian eksperimental,
yakni:
 Manipulasi suatu variabel,
 Mengamati perubahan (efek) pada variabel lain (variabel
dependen), dan
 Pengendalian pengaruh variabel lain yang tidak dikehendaki.

Berdasarkan modus pengendalian situasi penelitian, rancangan


eksperimen dibagi menjadi dua jenis, yakni: (1) eksperimen murni, dan
(2) eksperimen semu atau kauasi.

Jenis-jenis desain ekperimental

Ditinjau berdasarkan tingkat pengendalian variabel, desain penelitian


eksperimental dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :
15

I. Desain penelitian pra-eksperimental.


Desain penelitian pra-eksperimental ada tiga jenis yaitu 1) one-
shot case study, 2) one-group pre-post tes design, dan 3) static
group design.5
a. One-shot case study
Prosedur desain penelitian one-shot case study adalah
sebagai berikut. Sekolompok subjek dikenai perlakuan
tertentu (sebagai variabel bebas) kemudian dilakukan
pengukuran terhadap variable bebas. Desain penelitian
inisecara visual dapat digambarkan sebagai.
Tabel 3.1. Desain penelitian one-shot case study.
SUBJEK PRA PERLAKUAN PASCA
1 KELOMPOK - X O

b. One group pretest-posttest design


Prosedur desain penelitian ini adalah : a) dilakukan
pengukuran variabel tergantung dari satu kelompok
subjek (pretest), b) subjek diberi perlakuan untuk
jangka waktu tertentu (exposure), c) dilakukan
pengukuran ke-2 (posttest) terhadap variabel bebas, dan
d) hasil pengukuran prestest dibandingan dengan hasil
pengukuran posttest. Prosedur one group pretest-
posttest design dapat digambarkan sebagai berikut.
Tabel 3.2. Desain penelitian one group pretest-posttest.

SUBJEK PRA PERLAKUAN PASCA


1 KELOMPOK O X O

c. Static Group Comparison


Desain ketiga adalah static group comparison yang
merupakan modifikasi dari desain b. Dalam desain
initerdapat dua kelompok yang dipilih sebagai objek
16

penelitian. Kelompok pertama mendapatkan perlakuan


sedang kelompok kedua tidak mendapat perlakuan.
Kelompok kedua ini berfungsi sebagai kelompok
pembanding/pengontrol. Desainnya adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.3. Desain penelitian Static Group Comarison.

SUBJEK PRA PERLAKUAN PASCA


KEL. EKSPERIMEN O X O
KEL. KONTROL - - O

II. Desain penelitian eksperimen semu (quasy-experiment)


Desain penelitian eksperimen semu berupaya
mengungkaphubungan sebab akibat dengan cara melibatkan
kelompok kontrol dan kelompok ekperimen tetapi pemilihan
kedua kelompok tersebut tidak dilakukan secara acak, Kedua
kelompok tersebut ada secara alami.
Desain penelitian jenis ini dapat digambarkan sebagai berikut.5
Tabel 3.3. Desain penelitian eksperimen semu.
SUBJEK PRA PERLAKUAN PASCA
KEL. EKSPERIMEN O X O
KEL. KONTROL O - O

III. Desain eksperimen sungguhan (true-experiment)


Desain ini memiliki karakteristik dilibatkannya kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen yang ditentukan secaraacak.
Ada tiga jenis desain penelitian yang termasuk desain
eksperimental sungguhan , yaitu : 1) pasca-tets dengan
kelompok eksperimen dan kontrol yang diacak, 2) pra-test dan
pasca-test dengan kelompok eksperimen dan kontrol yang
diacak, dan 3) gabungan desain pertama dan kedua.
17

a. Pasca-tes dengan pemilihan kelompok secara acak


Pada rancangan ini kelompok eksperimen diberi perlakuan
sedangkan kelompok kontrol tidak. Pengukuran hanya
diberikan satu kali yaitu setelah perlakuan diberikan kepada
kelompok eksperimen. Desain ini dapat digambarkan
sebagai berikut. 5
Tabel 3.4. Desain pasca tes dengan pemilihan kelompok
secara acak
a
SUBJEK
c PRA PERLAKUAN PASCA
KEL.
a EKSP. (R) - X O
KEL.
k KONTROL (R) - - O
.
b. Pra dan pasca test dengan pemilihan kelompok secara
acak
Dalam rancangan ini ada dua kelompok yang dipilihsecara
acak. Kelompok pertama diberi perlakuan (kel.Ekperimen)
dan kelopok kedua tidak diberi perlakuan (kel. Kontrol).
Observasi atau pengkukuran dilakukan untuk kedua
kelompok baik sebelum maupun sesudah pemberian
perlakuan. Desain ini dapat digambarkan berikut ini.
Tabel 3.5. Desain pra dan pasca tes dengan pemilihan
kelompok secara acak.
SUBJEK PRA PERLAKUAN PASCA
KEL. EKSP. (R) O X O
KEL. KONTROL (R) O - O

c. Desain Solomon
Desain yang merupakan penggabungan dari desain 1) dan
desain 2) disebut desain Solomon atau Randomized
Solomon Four-Group Design. Ada empat kelompok yang
18

dilibatkan dalam penelitian ini : dua kelompok kontrol dan


dua kelompok eksperimen. Pada satu pasangankelompok
eskperimen dan kontrol diawali dengan prates,sedangkan
pada pasangan yang lain tidak. Gambar dari desain
Solomon adalah sebagai berikut.5
Tabel 3.6. Desain Solomon.5
SUBJEK PRA PERLAKUAN PASCA
KEL. EKSP.1 (R) - X O
KEL. KONTROL 1 (R) - - O
KEL. EKSP.2 (R) O X O
KEL. KONTROL 2 (R) O - O

2. Hipotesis
a. Definisi hipotesis
Hipotesis berasal dari kata hupo dan thesis, hupo artinya sementara
kebenarannya dan thesis artinya pernyataan atau teori. Jadi hipotesis
adalah pernyataan sementara yang akan diuji kebenarannya. Hipotesis
ini merupakan jawaban sementara berdasarkan pada teori yang belum
dibuktikan dengan data atau fakta.Pembuktian dilakukan dengan
pengujian hipotesis melalui uji statistik.Dalam hal ini hipotesis
menjadi panduan dalam menganalisis hasil penelitian, sementara hasil
penelitian harus dapat menjawab tujuan penelitian terutama tujuan
khusus, jadi sebelum merumuskan hipotesis harus dilihat dulu tujuan
penelitiannya.Hasil pengujian yang diperoleh dapat disimpulkan benar
atau salah, berhubungan atau tidak, diterima atau ditolak. Hasil akhir
penelitian tersebut merupakan kesimpulan penelitian sebagai
generalisasi dan representasi dari populasi secara keseluruhan.
b. Fungsi hipotesis
1. Mengarahkan dalam mengidentifikasi variable-variabel yang akan
diteliti.
19

2. Memberikan batasan penelitian.


3. Lebih fokus dan memberikan arah dalam pengumpulan data.
4. Sebagai panduan dalam pengujian hipotesis melalui uji statistik
yang sesuai.
c. Ciri-ciri hipotesis
1. Hipotesis dibuat sederhana dan jelas serta ada batasannya
2. Dinyatakan dalam bentuk pernyataan bukan pertanyaan
3. Berkaitan dengan ilmu pengetahuan yang akan diteliti
4. Terdiri dari variable-variabel yang dapat diukur sehingga dapat
dilakukan pengujian.
d. Jenis-jenis hipotesis
1. Hipotesis Nol (Ho)
Merupakan hipotesis yang menyatakan tidak ada hubungan antara
variabel yang satu dengan variabel yang lainnya atau hipotesis
yang menyatakan tidak ada perbedaan antara variabel yang satu
dengan yang lainnya.
Contoh:
 Tidak ada hubungan pengetahuan petugas dengan
terjadinya keterlambatan pelaporan.
 Tidak ada perbedaan tingkat kepuasan antara pasien di
Puskesmas A dan B dalam hal pelayanan.
2. Hipotesis Alternatif (Ha)
Merupakan hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara
variabel yang satu dengan variabel yang lainnya atau hipotesis
yang menyatakan ada perbedaan antara variabel yang satu dengan
yang lainnya.
Contoh :
 Ada hubungan pengetahuan petugas dengan terjadinya
keterlambatan pelaporan.
 Ada perbedaan tingkat kepuasan antara pasien di
Puskesmas A dan B dalam hal pelayanan.
20

e. Arah atau bentuk uji hipotesis


Dalam hipotesis alternatif dapat ditentukan arah uji statistik apakah
satu arah (one tail) atau dua arah (two tail).
1. Satu arah atau satu sisi (one tail)
Merupakan hipotesis alternatif yang menyatakan adanya perbedaan
dengan pernyataan bahwa hal yang satu lebih tinggi atau lebih
rendah dari hal lainnya.
Contoh:
Pola asuh ibu yang tidak bekerja lebih baik dibandingkan dengan
pola asuh ibu yang bekerja.
2. Dua arah atau dua sisi (two tail)
Merupakan hipotesis alternatif yang menyatakan adanya hubungan
atau perbedaan tanpa melihat hal yang satu lebih tinggi atau lebih
rendah dari hal lainnya.
Contoh:
Pola asuh ibu yang tidak bekerja berbeda dibandingkan dengan
pola asuh ibu yang bekerja.
f. Hipotesis dalam penelitian
1) Hipotesis Deskriptif
Merupakan hipotesis terhadap nilai satu variabel dalam satu sampel
walaupun di dalamnya bisa terdapat beberapa kategori.
Contoh:
Sebagian besar petugas surveilans DBD di puskesmas terlambat
megirimkan laporan ke Dinas Kesehatan.
Rumusan Masalah: Apakah petugas surveilans puskesmas di RS
sering terlambat mengirimkan laporan ke Dinas Kesehatan?
Ho : petugas surveilans DBD di puskesmas tidak terlambat
mengirimkan laporan ke Dinas Kesehatan.
Ha : petugas surveilans DBD di puskesmas sering terlambat
mengirimkan laporan ke Dinas Kesehatan.
21

2) Hipotesis Komparatif
Merupakan hipotesis terhadap perbandingan nilai dua sampel atau
lebih. Hipotesis Komparatif terdiri dari beberapa macam yaitu:
komparatif berpasangan dan komparatif independen.
Contoh: (komparatif berpasangan)
Rumusan Masalah: Apakah ada perbedaan rata-rata berat badan
antara sebelum dan sesudah diet?
Ho : Tidak terdapat perbedaan rata-rata berat badan antara sebelum
dan sesudah diet.
Ha : Terdapat perbedaan rata-rata berat badan antara sebelum dan
sesudah diet.
Contoh: (komparatif independen)
Rumusan Masalah: Apakah ada perbedaan pemberian ASI ekslusif
oleh ibu bekerja dan ibu yang tidak bekerja?
Ho: Tidak ada perbedaan pemberian ASI ekslusif oleh ibu bekerja
dan ibu yang tidak bekerja.
Ha: Ada perbedaan pemberian ASI ekslusif oleh ibu bekerja dan
ibu yang tidak bekerja.
3) Hipotesis Asosiatif
Merupakan hipotesis terhadap hubungan antara dua variabel atau
lebih.
Contoh:
Ho: Tidak ada hubungan pengetahuan petugas dengan terjadinya
keterlambatan pelaporan.
Ha: Ada hubungan pengetahuan petugas dengan terjadinya
keterlambatan pelaporan.
3. Populasi, kriteria, dan sampel
A. Populasi
Populasi adalah sekumpulan elemen-elemen yang lengkap
(misal: orang, institusi, pekerjaan) yang paling sedikit memiliki
satu karakteristik yang sama. Misalnya: kader posyandu di
22

wilayah kerja Puskesmas Duri Kepa. Populasi dapat diturunkan


ke dalam sub-sub divisi berdasarkan satu atau lebih spesifikasi,
yang disebut dengan strata populasi (population stratum).
Misalnya kader Posyandu Puskesmas Duri Kepa yang berusia
di atas 30 tahun.
Populasi atau universe adalah jumlah keseluruhan dari satuan-
satuan atau individu-individu yang karakteristiknya hendak
diteliti. Dan satuan-satuan tersebut dinamakan unit analisis, dan
dapat berupa orang-orang, institusi-institusi, benda-benda.
Dalam memilih populasi untuk penelitian, terdapat beberapa
hal yang harus diperhatikan yaitu:
 Populasi sebaiknya berkaitan dengan permasalahan
penelitian yang diangkat dalam rumusan masalah.
Misalnya jika masalah penelitian adalah perilaku
pemberian ASI eksklusif yang rendah pada ibu bayi di
kota A, maka sebagai populasi adalah ibu bayi di kota
A bukan di kota B.
 Memperhatikan sumberdaya yang dimiliki peneliti
(biaya, tenaga peneliti, dan waktu yang dialokasikan).
 Ukuran populasi jangan terlalu luas agar peneliti dapat
menyelesaikan laporan dalam waktu yang telah
ditentukan, namun juga jangan terlalu kecil untuk
menjamin hasil penelitian yang dapat
dipertanggungjawabkan.
 Keterjangkauan peneliti saat pengambilan data juga
harus diperhatikan. Jangan sampai ada
responden/sampel yang tidak tercapai akibat jangkauan
populasi ang terlalu luas.
B. Kriteria
Penentuan sampel juga menggunakan kriteria pemilihan
sampel, yaitu kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.
23

 Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria yang akan menyaring
anggota populasi menjadi sampel yang memenuhi
kriteria secara teori yang sesuai dan terkait dengan topik
dan kondisi penelitian. Atau dengan kata lain, kriteria
inklusi merupakan ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh
setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai
sampel.
 Kriteria eksklusi
Kriteria ekslusi adalah kriteria yang dapat digunakan
untuk mengeluarkan anggota sampel dari kriteria
inklusi atau dengan kata lain ciri-ciri anggota populasi
yang tidak dapat diambil sebagai sampel.
C. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi yang secara nyata diteliti dan ditarik
kesimpulan. Penelitian dengan menggunakan sampel lebih
menguntungkan dibandingkan dengan penelitian menggunakan
populasi karena penelitian dengan menggunakan sampel lebih
menghemat biaya, waktu, dan tenaga. Dalam menentukan
sampel, langkah awal yang harus ditempuh adalah membatasi
jenis populasi atau menentukan populasi target.

Gambar 3. Populasi dan Sampel.


24

 Ada beberapa kekeliruan yang mengkibatkan bias dalam penarikan


sampel, antara lain:
1. Penentuan populasi target.
Contoh: populasi target dalam penelitian adalah pasien rawat
jalan BPJS di Rumah Sakit X, tetapi dalam penarikan sampel
hanya dilakukan pada kelompok pasien kategori BPJS kelas
mandiri.
2. Karakteristik sampel yang diambil tidak mewakili karakteristik
populasi target.
Contoh: penelitiannya adalah persepsi pasien rawat jalan BPJS
terhadap kepuasan pelayanan dokter, tetapi angketnya
diberikan kepada seluruh pasien rawat jalan baik BPJS maupun
non BPJS.
3. Kesalahan menentukan wilayah.
Contoh: populasi target adalah pasien rawat jalan BPJS di
Rumah Sakit X, tetapi dalam penarikan sampel hanya
dilakukan di poli penyakit dalam saja.
4. Jumlah sampel yang terlalu kecil, tidak proporsional dengan
jumlah populasinya.
Contoh: Populasi tenaga kesehatan di puskesmas X adalah 400
orang. Namun, sampel yang diambil untuk penelitian hanya 20
tenaga kesehatan.
5. Kombinasi dari beberapa kekeliruan diatas.
 Kegunaan pengambilan sampel adalah sebagai berikut:
1. Menghemat biaya
Dalam proses penelitian, mulai dari pembuatan proposal,
pengumpulan data, hingga pengolahan data akan membutuhkan
biaya yang relatif besar. Apabila objek penelitian yang
digunakan jumlah sampel yang dibutuhkan banyak, maka dapat
diperkirakan biaya yang harus dibutuhkan. Oleh karena itu,
25

dengan menggunakan sampling merupakan keputusan yang


tepat untuk meminimalisasikan biaya dalam penelitian.
2. Mempercepat pelaksanaan penelitian.
Dengan menggunakan populasi sebagai objek penelitian, maka
untuk mengumpulkan seluruh populasi hingga pengolahan
datanya akan dibutuhkan waktu yang relatif lama. Namun, jika
menggunakan sampling, jumlah objek penelitian akan lebih
mudah dijangkau.
3. Menghemat tenaga.
Dalam proses penelitian, kita dapat bekerja dengan tim. Jika
objek penelitian yang digunakan adalah populasi, maka tenaga
yang dibutuhkan untuk mengumpulkan data hingga pengolahan
data diperkirakan akan membutuhkan tenaga yang lebih
banyak.
4. Memperkecil ruang lingkup penelitian.
Ruang lingkup merupakan keseluruhan aspek yang terkait
dalam proses penelitian, mulai dari waktu, lokasi penelitian,
biaya, serta penunjang lainnya. Jika menggunakan populasi
dapat diperkirakan cakupan ruang lingkup yang dibutuhkan
akan lebih luas, sehingga lebih mudah menggunakan sampel.
5. Memperoleh hasil yang lebih akurat.
Dengan sampling pengumpulan hingga pengolahan data
menjadi lebih dapat dimonitoring prosesnya, sehingga
keakuratan data lebih terjamin.
 Pada dasarnya ada dua syarat yang harus dipenuhi dalam
menetapkan sampel yaitu:
1. Representatif
Representatif adalah sampel yang dapat mewakili populasi
yang ada. Untuk memperoleh hasil dan kesimpulan penelitian
yang menggambarkan keadaan populasi penelitian, maka
sampel harus mewakili populasi yang ada.
26

2. Jumlah sampel cukup banyak.


Sebenarnya tidak ada pedoman umum yang digunakan untuk
menentukan besarnya sampel untuk suatu penelitian. Tetapi,
besar kecilnya jumlah sampel akan mempengaruhi keabsahan
dari hasil penelitian. Polit dan Hungler (1993) menyatakan
bahwa semakin besarnya sampel yang dipergunakan semakin
baik dan representatif hasil yang diperoleh. Prinsip umum yang
berlaku adalah sebaiknya dalam penelitian digunakan jumlah
sampel sebanyak mungkin. Namun demikian penggunaan
sampel sebesar 10-20% untuk subjek dengan jumlah lebih dari
1000 dipandang sudah cukup.
 Dalam menentukan sampel juga diukur besaran sampel yang harus
terpenuhi menggunakan perhitungan besaran sampel yang akan
dibahas pada topik selanjutnya. Untuk menilai suatu besaran
sampel dari perhitungan itu terpenuhi jumlahnya, maka beberapa
kriteria yang diperlukan antara lain:
1. Derajat keseragaman (degree of homogenity)
Makin seragam populasi itu, makin kecil sampel yang dapat
diambil. Apabila populasi seragam sempurna (completely
homogeneous), maka satu elemen saja dari seluruh populasi itu
sudah cukup representatif untuk diteliti. Berbeda kalau populasi
adalah tidak seragam secara sempurna (completely
heterogeneous), maka hanya pembuatan kerangka sampel
(sampling frame) lengkaplah yang dapat memberikan
gambaran yang representatif.
2. Presisi yang dikehendaki dalam penelitian
Tingkat ketepatan ditentukan oleh perbedaan hasil yang
diperoleh dari sampel dibandingkan dengan hasil yang
diperoleh dari sampling frame yang lengkap, dengan
menggunakan asumsi instrument (alat ukur), metode penelitian,
kualitas peneliti, dan yang sama. Secara kuantitatif presisi
27

diukur dari standar error. Makin kecil kesalahan baku maka


makin besar tingkat presisinya.
3. Rencana Analisis
Recana analisis data dengan teknik analisis tertentu sangat
menentukan besarnya sampel yang harus diambil. Teknik
analisis dengan tabel silang dan analisis lanjutan dengan Chi-
Square misalnya mensyaratkan pentingnya sampel minimal
yang tersedia dalam setiap sel dalam tabel silang. Untuk tabel
ukuran 2x2 diperlukan sampel minimal sebanyak 30. Itupun
apabila frekuensi sampel menyebar secara merata pada masing-
masing sel. Untuk keperluan analisis yang lebih baik,
diperlukan sampel yang lebih banyak. Teknik analisis regresi,
misalnya mengasumsikan sampel berdistribusi normal. Asumsi
normalitas umumnya dapat dicapai pada sampel ukuran besar
yaitu minimal 30.
D. Teknik Sampling
Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel
(Sugiyono, 2001). Teknik sampling dilakukan agar sampel
yang diambil dari populasinya representatif (mewakili),
sehingga dapat diperoleh informasi yang cukup untuk
mengestimasi populasinya. Teknik pengambilan sampel dibagi
menjadi 2 jenis berdasarkan sama atau tidaknya kesempatan
seluruh anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel
yaitu probability sampling dan non probability sampling.
28

Gambar 4. Jenis Teknik Sampling


 Teknik probability sampling
Teknik probability sampling adalah cara pengambilan sampel
dengan semua objek atau elemen dalam populasi memiliki
kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Hasil
penelitian dijadikan untuk mengestimasi populasi (melakukan
generalisasi).

Gambar 5.Generalisasi Sampel pada Populasi dengan Teknik Sampling


Yang termasuk dalam probability sampling adalah simple random
sampling, systematic random sampling, disproportionate stratified
random sampling, proportionate stratified sampling, dan cluster
sampling. Setiap jenis teknik sampling tersebut akan berikut ini:
29

1. Pengambilan sampel secara acak sederhana (simple random


sampling)
Pada teknik sampling secara acak, setiap individu dalam
populasi memiliki peluang yang sama untuk dijadikan sampel.
Teknik sampling acak sederhana merupakan teknik yang
populer dibandingkan teknik lainnya dalam penelitian sains.
Teknik ini biasanya menggunakan metode undian.
Persyaratan yang harus dipenuhi untuk teknik pengambilan
sampel acak secara sederhana adalah anggota populasi
dianggap homogen. Teknik sampling ini memiliki bias terkecil
dan generalisasi tinggi.
Prosedur dalam teknik pengambilan sampel acak sederhana
adalah sebagai berikut:
 Susun kerangka sampel.
 Tetapkan jumlah sampel yang akan diambil.
 Tentukan alat pemilihan sampel.
 Pilih sampel sampai dengan jumlah terpenuhi.
 Penerapan prosedur teknik pengambilan sampel acak
sederhana terlihat pada gambar berikut ini:
30

Gambar 5. Prosedur teknik pengambilan acak sederhana

2. Sistematik Random Sampling


Sistematik random sampling adalah metode yang digunakan
dengan cara membagi jumlah seluruh anggota populasi dengan
jumlah sampel yang dibutuhkan. Hasil tersebut merupkan
interval sampel. Dalam rumus dituliskan sebagai berikut:
K=N:n
Keterangan:
K = sampling interval
N = jumlah seluruh anggota populasi
n = jumlah sampel yang diinginkan
Contoh: Dalam penerapan pengambilan sistematik random
sampling, suatu populasi dalam penelitian yang merupakan
seluruh tenaga kesehatan yang terdiri dari 500 orang, kemudian
sampel yang diinginkan adalah 50. Sampling interval pada
penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
31

Gambar 6. Sampling interval


3. Stratified Random Sampling
Stratified random sampling merupakan proses pengambilan
sampel melalui proses pembagian populasi ke dalam strata,
memilih sampel acak sederhana dari setiap strata, dan
menggabungkannya ke dalam sebuah sampel. Dari populasi
tersebut kemudian dibagi ke dalam strata yang karakteristiknya
sama.
Contoh: Dalam suatu penelitian tentang kepuasan pasien rawat
inap RS X Januari 2017, populasi pasien rawat inap pada bulan
Januari 2017 adalah 300 dengan populasi tiap strata berjumlah
sama. Dari perhitungan besar sampel, didapatkan jumlah
sampel yang harus dipenuhi adalah 90 pasien. Ruang rawat
inap di RS X terdiri dari ruang rawat kelas 1, kelas 2, dan kelas
3. Maka dengan menggunakan teknik stratifikasi, pengambilan
sampel adalah sebagai berikut:

Gambar 7. Contoh Teknik Stratifikasi


32

4. Cluster Random Sampling


Anggota dalam populasi dibagi ke dalam cluster atau kelompok
jika ada beberapa kelompok dengan heterogenitas dalam
kelompoknya dan homogenitas antar kelompok. Teknik cluster
sering digunakan oleh para peneliti di lapangan yang mungkin
wilayahnya luas.
Contoh: Anggota populasi tersebar di Provinsi DKI Jakarta,
maka dalam teknik pengambilan sampel dibuat ke dalam
cluster dari seluruh anggota populasi per kota, yang nantinya
sampel akan dibagi dari Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta
Utara, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur.

Gambar 8. Contoh Teknik Cluster Random Sampling


 Teknik non probability sampling
Teknik non probability sampling adalah cara pengambilan sampel
dengan semua objek atau elemen dalam populasi tidak memiliki
kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Hasil
penelitian tidak dijadikan untuk melakukan generalisasi.
1. Sampling Purposif
Penarikan sampel secara puposif merupakan cara penarikan
sampel yang dilakukan dengan memilih subjek berdasarkan
pada karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai
33

hubungan dengan karakteristik populasi yang sudah diketahui


sebelumnya.
Contoh: Suatu penelitian tentang “Evaluasi Standar
Operasional Pengelolaan Rekam Medis di Puskesmas X”,
peneliti menetapkan karakteristik subjek penelitian adalah
tenaga kesehatan yang bekerja di Bagian Rekam Medis lebih
dari 1 tahun.
2. Sampling Kuota
Sampling kuota (penarikan sampel secara jatah) merupakan
teknik sampling yang dilakukan atas dasar jumlah atau jatah
yang telah ditentukan. Sebelum kuota sampel terpenuhi maka
peneltian belum dianggap selesai.
Contoh: Suatu penelitian tentang “Tinjauan Ketepatan Kode
Diagnosa di RS X”, dimana peneliti menetapkan bahwa sampel
yang harus terpenuhi sebanyak 50 dokumen rekam medis.
Pengambilan sampel dapat dilakukan dengan memilih sampel
secara bebas dengan karakteristik yang telah ditentukan
peneliti.
3. Sampling Aksidental
Teknik sampling aksidental dilakukan berdasarkan faktor
spontanitas atau kebetulan. Artinya siapa saja yang secara tidak
sengaja bertemu dengan peneliti maka orang tersebut dapat
dijadikan sampel.
Contoh: Suatu penelitian tentang “Evaluasi kepuasan
mahasiswa terhadap proses pembelajaran”. Maka pada waktu
penelitian, jika ditemui mahasiswa dapat dijadikan sebagai
sampel.
4. Sampling Jenuh
Teknik sampling jika semua anggota populasi digunakan
sebagai sampel. Hal ini dilakukan jika jumlah populasi kurang
dari 30.
34

Contoh: Suatu penelitian tentang “Penilaian kinerja PMIK di


RS X”, dimana populasi pada bagian RMIK di RS X hanya 23
orang. Maka dengan menggunakan sampel jenuh, sampel pada
penelitian ini adalah keseluruhan PMIK di RS X yaitu
sebanyak 23 orang.
5. Snowball Sampling
Penarikan sampel pola ini dilakukan dengan menentukan sampel
pertama. Sampel berikutnya ditentukan berdasarkan informasi dari
sampel pertama, sample ketiga ditentukan berdasarkan informasi dari
sampel kedua, dan seterusnya sehingga jumlah sampel semakin
besar. Dikatakan snowball sampling karena penarikan sampel terjadi
seperti efek bola salju.
Contoh: Suatu penelitian tentang “Evaluasi Standar Operasional
Pengelolaan Rekam Medis di Puskesmas X”. Peneliti menetapkan
subjek penelitian pada awalnya adalah Kepala Rekam Medis,
kemudian dari hasil wawancara diarahkan ke bagian perencanaan
RS.
35

DAFTAR PUSTAKA

1. Heryana, A. Buku Ajar Metodologi Penelitian Kesehatan Masyarakat.


Jakarta; 2019.
2. Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi 1. Jakarta: Rineka
Cipta; 2018.

3. Masturoh I, Anggita N T. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta;


Kementerian Kesehatan RI: 2018
4. Sastroasmoro S. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 5.
Jakarta; Sugeng Seto: 2018.
5. Stang. Cara Praktis Penentuan Uji Statistik Dalam Penelitian Kesehatan
dan Kedokteran. Edisi ke-2. Jakarta:Mitra Wacana Media:2018

Anda mungkin juga menyukai