Nama Kelompok :
1. Ade Reza Baehaqi Putra (01)
2. I Made Yogha Arya Widanta (04)
3. Kadek Dwi Indayani (08)
4. Ni Luh Putu Ayu Indah Cahyani Putri (19)
5. Ni Luh Putu Setyawati (20)
6. Ni Putu Nadya Anjani (30)
1. Golongan Wayahan
Jenis ini diperkirakan telah ada sebelum abad XV. Umumnya didominasi oleh alat-
alat berbentuk bilahan dan belum dilengkapi oleh kendang. Kalaupun ada kendang,
peranannya tidal begitu menonjol.
Beberapa gamelan yang masuk pada jenis ini meliputi :
1) Selonding
Gamelan Selonding menjadi alat musik tradisional Bali yang usianya lebih tua
dibandingkan dengan gamelan-gamelan lainnya, yang kini populer dalam kesenian
maupun yang digunakan dalam upacara adat dan agama. Selonding menjadi gamelan
sakral yang digunakan untuk melengkapi upacara keagamaan (Hindu) di Bali.
A. Sejarah Selonding
Persebaran Gamelan Selonding di Kabupaten Karangasem dapat ditemui di
beberapa desa tua seperti Bugbug, Seraya, Tenganan Pegringsingan, Timbrah, Asak,
Bungaya, Ngis, Bebandem, Besakih hingga Selat.Dalam konteksnya dengan desa
adat, gamelan selonding ini digunakan untuk mengiringi prosesi upacara-upacara
besar seperti Usaba Dangsil, Usaba Sumbu, Usaba Sri, Usaba Manggung dan lain
sebagainya. Dalam dokumen resmi Dinas Kebudayaan Karangasem, kata Selonding
berasal dari kata “Salon” dan “Ning” yang berarti tempat suci. Karena dilihat dari
fungsinya, selonding merupakan sebuah gamelan yang dikeramatkan atau sangat
disucikan mengenai sejarah munculnya gamelan Selonding belum bisa dipastikan
namun ada sebuah mitologi yang menyebutkan bahwa pada zaman dahulu orang-
orang Tenganan Pegringsingan mendengar suara gemuruh dari angkasa dan datang
suara secara bergelombang. Pada gelombang pertama suara itu turun di Desa Bungaya
(sebelah timur laut Tenganan) dan gelombang kedua turun di Tenganan
Pegringsingan.
B. Fungsi Selonding
Selonding biasanya disuarakan untuk mengiringi pelaksanaan upacara-upacara
sakral dengan jenis gending yang berbeda, seperti Gending Geguron pada upacara
sakra yakni :Ranggatating, Kulkul Badung, Kebogerit, Blegude, Ranggawuni.
Sedangkan jenis Gending Petegak (sebelum upacara dimulai) yakni Nyangnyangan,
Sekar Gadung, Rejang Gucek, Rejang Ileh. Untuk mengiringi tarian rejang dan
Perang Pandan (Mekare-kare) yakni ada gending penegak Duren Ijo, Lente, Embung
Kelor, Kare.
C. Bentuk Selonding
Gamelan Selonding terbuat dari bilah-bilah besi yang diletakkan dengan pengunci
secukupnya di atas badan gamelan tanpa bilah resonan (bambu resonan). Suara yang
ditimbulkan dari alat musik ini pun sangat khas dan klasik yakni gamelan berlaras
pelog sapta nada (tujuh nada).
D. Komposisi Selonding
Komposisi dari gamelan selonding ini adalah 8 tangguh yang berisi 4 buah bilah, 6
tangguh yang masing – masing berisi 4 buah bilah dan 2 tangguh yang berisikan 8
buah bilah.
2) Gender Wayang
Gender Wayang secara khusus adalah barungan alit yang merupakan gamelan
Pewayangan (Wayang Kulit dan Wayang Wong) dengan instrumen pokoknya yang terdiri
dari 4 tungguh gender berlaras slendro (lima nada). Keempat gender ini terdiri dari
sepasang gender pemade (nada agak besar) dan sepasang kantilan (nada agak kecil).
Keempat gender, masing-masing berbilah sepuluh (dua oktaf) yang dimainkan dengan
mempergunakan 2 panggul.
3) Gong Beri
Gong Beri adalah sebuah instrumen perkusi logam (kerawang) yang berbentuk
piringan dan tidak memakai pencon, yang mempunyai persamaan dengan bentuk Gong
yang terdapat di Negara Cina yang di sebut Sha Lo. Kata Bheri sering disebut-sebut dalam
kekawin Bharatayudha yang berarti sebuah alat perang. Menurut masyarakat setempat,
Gong Beri tersebut dibawa oleh para leluhur mereka ketika pindah dari Blanjong menuju
kawasan Renon. Ketika itu Gong Beri hanya terdiri dari dua buah Gong yaitu Ber dan Bor,
dimana kemudian ditambahkan beberapa jenis instrumen seperti kendang, tawa-tawa,
ceng-ceng dan sebagainya.
4) Gamelan Gambang
Gamelan Gambang adalah salah satu jenis gamelan langka dan sakral, termasuk
barungan alit yang dimainkan hanya untuk mengiringi upacara keagamaan.
Kata gambang terdiri atas suku kata gam yang artinya bergerak (berjalan) dan bang yang
artinya ‘merah’ (menyiratkan warna darah). Kata gambang jika dilihat dari daerah
artikulasinya g, k, ng, berarti kambang, ngambang. Memang bila diamati antara bilah
dan pelawahnya, bilahnya terkesan mengambang. Hal lain, kata gambang kemungkinan
berasal dari kata kembang, yakni bunga atau sekar. Terkait dengan hal tersebut, tidak
sedikit gending Bali mempergunakan nama bunga atau sekar, antara lain Sekar Sandat,
Sekar Jepun, Sekar Gendot, Sekar Sungsang, Sekar Gadung, Kembang Kuning, Sekar
Eled, Kembang Jenar, dan Kemang Langkuas. Dengan mempergunakan nama bunga, si
penciptanya berharap agar lagu ciptannya indah dan disenangi oleh para pendengarnya.
5) GONG LUANG
Gong Luang terdiri dari 2 suku kata yaitu Gong dan Luang. Kata “Gong” mengacu
pada nama salah satu instrument gamelan tradisional Bali yang terbuat dari bahan perunggu
bentuknya bulat seperti nakara, memiliki moncol pada sentralnya dan moncol itulah yang
biasanya dipukul. Ukuran gong ini paling besar di antara barungannya (unitnya). Fungsinya
dalam barungan adalah sebagai finalis lagu.
A. Sejarah Gong Luang
Menurut I Nyoman Rembang gamelan Gong Luang diperkirakan berasal dari
Majapahit, dibawa ke Bali oleh sekelompok orang setelah kerajaan tersebut mengalami
kejatuhan. Atau bisa jadi dibawa oleh sekelompok orang tatkala kerajaan Majapahit
sedang jaya. Dugaan ini dilandasi atas adanya kemiripan antara gamelan Jawa yang ada
sekarang dengan gamelan Gong Luang yang ada di Bali saat ini. Bedanya hanya
terletak pada jumlah instrument. Jumlah instrument gamelan Gong Luang di Bali lebih
sedikit dibandingkan jumlah barungan gamelan Jawa sekarang. Selain itu, instrument
yang bernama trompong dan riyong yang semula di Jawa dijajar empat - empat dalam
satu tungguh, sekarang dijadikan 8 (delapan) dalam satu tungguhnya. Selanjutnya
menurut Rembang bahwa apabila dilihat relief - relief gamelan yang terpampang pada
dinding - dinding Candi Prambanan di Jawa Timur ternyata memiliki kemiripan dengan
Gong Luang di Bali. Maka semakin kuatlah dugaan bahwa Gong Luang berasal dari
Majapahit. Bukti lain yang dapat diterangkan bahwa dalam hal tembang atau lagu -
lagu yang dipergunakan pada umumnya memakai iringan vokal berbahasa Jawa Kuno
atau Jawa Tengahan.
Sejalan dengan pendapat di atas, informan Made Karba (Budana, 1984: 9)
mengatakan juga bahwa Gong Luang berasal dari kerajaan Majapahit. Sepanjang
pengetahuannya, konon pada zaman dahulu para patih dan punggawa dari kerajaan
Kalianget berhasil merampas seperangkat gamelan Gong Luang dari Jawa Timur
(Majapahit) dan langsung dibawa ke Bali. Gamelan tersebut didemonstrasikan di Desa
Sangsi, Desa Singapadu Kabupaten Gianyar. Selang beberapa hari kemudian, di desa
Sangsi terjadi pertempuran antara raja Sangsi melawan raja Singapadu. Akibatnya
gamelan itu ditinggal begitu saja di desa Sangsi. Selanjutnya gamelan tersebut dikuasai
oleh sekelompok masyarakat (warga Pasek) sampai sekarang. Itulah sebabnya gamelan
Gong Luang tersebut dianggap sebagai milik keluarga Pasek (Gong Luang druwe
Pasek). Sementara itu gamelan Gong Luang di desa Tangkas Kabupaten Klungkung
yang dianggap sebagai Gong Luang yang paling tua usianya di Bali, memiliki sejarah
yang menunjang asumsi di atas. Menurut Informan I Nyoman Gejer dari Desa Tangkas
ini mengatakan bahwa ayahnya I Nyoman Digul dan Mangku Ranten pernah belajar
sekaligus menjadi anggota Sekehe Gong Luang di Puri (Kerajaan) Klungkung. Ketika
pecah perang Puputan Klungkung tahun 1908, barungan Gong Luang milik kerajaan
tersebut dirampas oleh Belanda. Selanjutnya masyarakat tidak mengetahui dimana
barungan Gong Luang itu berada.
Sedangkan barungan Gong Luang yang ada di Tangkas sekarang adalah buatan
baru beberapa tahun kemudian, dikerjakan di Desa Tihingan. Nada - nada Gong Luang
yang baru ini dibuat semaksimal mungkin mendekati nada aslinya (yang pernah ada di
Puri) atas jasa Mangku Ranten. Dari penjelasan informan di atas, rupa - rupanya
barungan gamelan Gong Luang di Puri Klungkung tersebut berasal dari Majapahit
mengingat hubungan antara kerajaan Klungkug dengan kerajaan Majapahit ketika itu
sangatlah akrab. Lain lagi cerita yang diperoleh di Desa Kerobokan Kabupaten Badung.
Keberadaan Gong Luang di desa ini memiliki sejarah yang cukup unik. Sekitar abad
XVI (Sudiana, 1982: 16) tersebutlah 3 (tiga) kerajaan kecil di desa itu yakni: Kerajaan
Lepang, Kerajaan Taulan dan Kerajaan Kelaci. Ketiga raja di masing - masing kerajaan
itu bergelar I Gusti Ngurah. Diceritakan bahwa raja kerajaan Lepang dan Kelaci masih
muda. Keduanya sedang berusaha mencari jodoh. Di pihak lain, raja kerajaan Taulan
memiliki seorang putri, selain cantik, juga ramah dan penuh sopan santun, Tidaklah
mengherankan apabila banyak raja disekitarnya yang tertarik kepada putri ini semua
berminat memperistrinya. Dalam waktu cukup lama, raja Taulan bingung menjatuhkan
pilihan bagi putrinya. Namun akhirnya raja Taulan menyetujui raja dari Kelaci. Raja -
raja lain yang berminat tentu saja kecewa. Namun yang paling kecewa adalah raja
kerajaan Lepang. Pada suatu hari, raja Lepang secara diam - diam memasuki kerajaan
Taulan dan akhirnya berhasil menculik Sang Putri. Berita hilangnya Sang Putri segera
tersebar. Raja Kelaci yang telah resmi dijodohkan menjadi sangat marah kepada calon
mertuanya dan tanpa pikir membakar hangus kerajaan Taulan. Raja Lepang membalas
dendam lalu menyerang dan membakar hangus kerajaan Kelaci. Raja Kelaci pun
berbalik menyerang dan membakar kerajaan Lepang. Konon, dalam waktu yang tidak
begitu lama, ketiga kerajaan itu hancur dan rata dengan tanah. Persada Kerobokan
dibanjiri darah di mana - mana. Beberapa orang rakyat yang berhasil menyelamatkan
diri ke desa lain. Sepanjang pelarian itu mereka terpaksa “Ngerobok’ (mengarungi)
darah. Daerah itulah selanjutnya dinamai desa Kerobokan.
Selang beberapa lama kemudian, seorang petani dari Desa Tektek Peguyangan
yang tinggal di Kerobokan memacul tanah - tanah tegalan di bekas kerajaan Lepang.
Dia sangat terkejut, karena pada tanah yang digalinya itu ditemukan sebuah gong dan
beberapa buah trompong. Gamelan tersebut diduga milik kerajaan Lepang. Seluruh
benda itu dibawanya pulang dan diserahkan kepada I Dukuh Sakti. Selanjutnya, di
tempat dimana ditemukannya gamelan itu didirikan sebuah Pura. Lama - lama, Pura ini
digabung ke Pura Gunung Payung di Banjar Petingan - Kerobokan. Adapun sebuah
Gong dan beberapa trompong yang ditemukan itu, oleh I Dukuh Sakti dan keluarganya
yang lain di sekitar Kerobokan ditambahkan lagi dengan alat - alat kelengkapan yang
lain dengan mendatangkan ahlinya dari Klungkung. Konon, Pande dari Klungkung
tersebut terus menetap di Desa Kerobokan.
B. Fungsin Gong Luang
Fungsi Gong Luang yaitu untuk mengiringi Upacara Pitra Yadnya.
C. Bentuk Gong Luang
Gamelan Gong Luang berbentuk Bilah dan Moncol.
D. Komposisi Gong Luang
Gangsa jongkok 4 tungguh
Gangsa Jongkok, yaitu gangsa yang ukuran selawahnya rendah dan tanpa
resonator, dan dipaku pada dua buah lubang di kedua ujungnya.
Jublag 2 tungguh
Jublag merupakan suatu instrument gangsa yang bernada lebih tinggi 1 oktav
dari instrument jegogan. Jublag juga disebut calung. Jublag menggunakan sistem
ombak atau lebih dikenal dengan Ngumbang dan Ngisep, dengan aksen pukulan
ketukan ke 2, 4, 6, dan 8. Instrument ini dipukul dengan menggunakan alat pemukul
(panggul) yang ujungnya dilapisi karet untuk menimbulkan bunyi yang lebih lirih.
Jegog 2 tungguh
Jegog adalah bentuk musik gamelan atau kesenian karawitan
asli Bali, Indonesia, dimainkan dengan instrumen yang terbuat dari bambu.
Saron 1 tungguh
Saron atau yang biasanya disebut juga ricik ,adalah salah satu instrumen
gamelan yang termasuk keluarga balungan.
Trompong 1 tungguh
Trompong merupakan sebuah jenis instrumen yang memiliki keunikan,
kekhasan dari segi penampilan atau bentuk serta memiliki nilai estetik yang
dihasilkan dari suara instrumen tersebut, dan dimainkan oleh satu orang hingga tiga
orang pemain gamelan atau penabuh.
Riyong 1 tungguh
Riyong adalah salah satu instrumen yang berbentuk pencon/bermoncol.
Umumnya reyong dibuat dari bahan kerawang (campuran timah murni dan
tembaga) namun ada juga yang dibuat dari bahan besi atau pelat. Warna pencon
reyong umumnya berwarna keemasan tergantung bahan yang digunakan.
Gong
Gong merupakan alat music pukul yang berbentuk moncol. Biasanya
digunakan sebagai pelengkap gamelan yang dimainkan oleh 1 – 2 orang.
Kempul
Kempul merupakan salah satu perangkat gamelanyang ditabuh, biasanya
digantung menjadi satu perangkat dengan Gong.
Kajar
Kajar adalah tungguhan irama yang mrnggunakan satu buah pencon yang
nadanya tidak ditentikan atau tidak persis sama dengan nada tungguhan yang lain.
Nada tungguhan kajar berkisar nada 3 (ding) dan nada 7 (dung).
Cengceng
Ceng-ceng adalah bagian penting dari seperangkat gamelan Bali. Di antara
alat gamelan yang lain, dalam satu performa, ceng-ceng memegang peran yang
sangat penting.
2. Golongan Madya
Gamelan Madya Barungan madya, yang berasal dari sekitar abad XVI-XIX, merupakan
barungan gamelan yang sudah memakai kendang dan instrumen-instrumen bermoncol
(berpencon). Dalam barungan ini, kendang sudah mulai memainkan peranan penting. Beberapa
gamelan golongan Madya adalah :
1) Gong Gede
Istilah gong gede terdiri dari dua kata, yaitu Gong dan Gede. Kata Gong
sendiri mengandung dua pengertian. Gong bisa diartikan nama sebuah instrumen atau alat
gambelan yang berpencon dan pada umumnya terbuat dari kerawang yang berbentuk
bundar. Dalam artian gong sebagai suatu barungan gambelan dan gede berarti besar
Gamelan Gong ini dinamakan Gong Gede (besar) karena memakai sedikitnya 30
(tiga puluh) macam instrumen berukuran relatif besar (ukuran bilah, kendang, gong dan
cengceng kopyak adalah barung gamelan yang terbesar yang melibatkan antara 40 (empat
puluh) - 50 (lima puluh) orang pemain. Sebagai seni karawitan, dijelaskan dalam kutipan
artikel ISI Denpasar, Gamelan Gong Gede merupakan perpaduan unsur-unsur budaya lokal
yang sudah terakumulasi dari masa ke masa. Unsur budaya Bali tercermin pada
penggunaan instrumen dari perangkat gamelan Bali dan busana yang dipergunakan oleh
para penabuh (jero gamel).
Budaya lokal tampak pada penggunaan tradisi-tradisi Bali seperti:
Tabuh-tabuh yang memakai laras pelog dan sesaji
Para penabuhnya didominasi dengan memakai kostum penabuh seperti; ikat
kepala (udeng) dipakai warna hitam, bajunya dipakai warna putih disisinya
memakai safari hitam berisi simbol, memakai saput orange, dan ditambah dengan
membawa keris atau seselet. Istilah jero gamel tidak jauh berbeda dengan juru
gamel.
Bentuk reportoar gending Gong Gede dapat ditentukan oleh jumlah pukulan kempul
dalam satu gong, misalnya tabuh pat terdapat empat pukulan kempul dalam satu gongan
pada bagian gending pengawak dan pengisap. Demikian juga pada bentuk-bentuk gending
tabuh pisan (besik), tabuh telu, tabuh nem dan tabuh kutus.
Gong Gede berlaras Pelog lima nada, dengan patutan atau patet tembang, dengan
instrumentasi yang meliputi (sesuai yang ada di Kintamani dan STSI Denpasar):
1 tungguh trompong barangan (lebih kecil daripada trompong gede)
1 buah reong dengan 12 pencon
4 buah gangsa jongkok besar (demung)
4 buah gangsa jongkok pemade
4 buah gangsa jongkok kantilan
4 buah penyacah
4 buah calung
4 buah jegogan
1 pangkon kempyung (dua buah pencon)
1 buah kempli
2 buah gong ageng (lanang wadon)
1 buah kempur
1 buah bende
2 buah kendang (lanang wadon)
4-6 pasang cengceng kopyak
2 buah kendang
1 buah gentorag
2) Gamelan Panggambuhan
Gamelan yang dalam lontar Aji Gurnita disebut sebagai gamelan Melad perana, adalah
gamelan pengiring dramatari Gambuh. Gamelan Penggambuhan termasuk barungan madya
dan hingga kini dianggap sebagai salah satu sumber terpenting dari semua bentuk seni tabuh
yang muncul di Bali setelah abad XV. Gending-gending Gambuh yang melodis dan ritmis
merupakan tabuh-tabuh yang bernafaskan tari dari pada hanya bersifat tabuh instrumental.
Dalam Catur Muni-muni gamelan ini disebut dengan Semara Petangian. Gamelan
Pelegongan adalah barungan madya berlaras pelog (lima nada) yang konon dikembangkan
dari Gamelan Gambuh dan Semar Pagulingan. Barungan ini dipergunakan untuk mengiringi
tari Legong Kraton, sebuah tarian klasik yang diduga mendapat pengaruh
tari Sanghyang dan Gambuh.
A. Sejarah Pelegongan
Gamelan Palegongan dan Legong keraton merupakan tarian yang paling popular
dikalangan masyarakat Bali, termasuk juga tarian Bali yang paling terkenal di Dunia Barat,
berbagai pakar musik klasik dan tari mengagumi kehalusan,keindahan,kelincahan gerak
penari serta keindahan suara gamelan pengiringnya. Dimana pada tahun 1976 -1977
Dra.Gusti Agung Susilawati bersama dengan Ni Ketut Reneng (alm) dan Ni Ketut Arini
Alit SST, terlibat dalam proyek penggalian tari legong yang di pusatkan di Banjar Binoh,
dengan bantuan dana yang diberikan oleh Ricard Wallis dari kebangsaan Amerika.
Sebagai peñata tabuh pada waktu itu adalah Guru Besar I Wayan LotringI Gusti Putu Made
Geria(alm),I Wayan Beratha,I Wayan Sinti, M.A,dan sesepuh klasik banjar Binoh Kaja I
wayan Djiwa,I Wayan Brata,Nyoman Suandi,Made Sumadi,dan Djesna Winada.
B. Fungsi Pelegongan
Dipergunakan untuk mengiringi tari Legong Kraton, sebuah tarian klasik yang
diduga mendapat pengaruh tari Sanghyang dan Gambuh.
C. Komposisi Pelegongan
Tabuh-tabuh palegongan dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu tabuh pisan
palegongan, tabuh dua palegongan dan tabuh telu palegongan. Tabuh pisan, tabuh dua dan
tabuh telu memiliki arti sebagai ukuran panjang dan pendeknya sebuah lagu yang
ditentukan oleh aturan-aturan yang baku atau dalam istilah Bali disebut dengan jajar pageh.
Aturan-aturan tersebut menentukan panjang dan pendeknya sebuah lagu yang ditandai
dengan jumlah dari jatuhnya pukulan kemong dalam satu gong pada bagian pengawak
tabuh-tabuh palegongan contohnya, pada tabuh pisan palegongan aturan yang berlaku
adalah satu kali pukulan kemong dalam satu gong dibagian pengawaknya, pada tabuh dua
palegongan aturan yang berlaku adalah dua kali pukulan kemong dalam satu gong dibagian
pengawaknya dan pada tabuh telu palegongan aturan yang berlaku adalah tiga kali pukulan
kemong dalam satu gong dibagian pengawaknya.
Dari uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa panjang pendeknya sebuah
lagu diatur oleh jajar pageh yang ditentukan dengan jumlah jatuhnya pukulan kemong
dalam satu gong dibagian pengawak pada setiap tabuh-tabuh palegongan. Maka dari itu,
tabuh-tabuh palegongan diberi nama dengan satuan bilangan untuk mengkatagorikan jajar
pageh yang berlaku pada tabuh-tabuh tersebut. Jajar pageh dari tabuh-tabuh palegongan
bukan hanya ditentukan oleh jumlah dari pukulan kemong dalam satu gongnya tapi juga
ditentukan oleh pola-pola kekendangannya, jumlah baris, jumlah pukulan jegog dan lain-
lain.
Secara fisik gamelan Pelegongan adalah Semar Pagulingan tanpa
trompong. Gamelan Pelegongan milik STSI Denpasar terdiri dari:
1 pasang gender rambat
1 pasang gender barungan, masing-masing berbilah 14 (empat belas)
1 pasang jegogan
1 pasang jublag
4 pasang penyacah
2 pasang pemade
2 pasang gangsa jongkok pemade
2 pasang gangsa jongkok kantilan, masing-masing berbilah 5
1 pangkon ricik
1 buah kajar
1 buah kleneng
1 buah kemong
1 pasang kendang krumpungan (lanang wadon)
1 buah rebab
1-3 buah suling
3. Golongan Anyar
Gamelan Anyar adalah gamelan golongan baru, yang meliputi jenis-jenis barungan
gamelan yang muncul pada abad XX. Barungan gamelan ini nampak pada ciri-ciri yang
menonjolkan permainan kendang. Beberapa gamelan golongan Anyar sebagai berikut :
1) Gong Kebyar
Bentuk kebyar merupakan salah satu bagian dari satu kesatuan gending yang
letaknya bisa di depan, di tengah atau di bagian akhir. Jenis tabuhan kebyar ini sering
digunakan pada iringan tarian maupun tabuh petegak (instrumental). Karena itu kebyar
memiliki nuansa yang sangat dinamis, keras dengan satu harapan bahwa dengan kebyar
tersebut mampu membangkitkan semangat.
Dalam perkembangannya gong kebyar munculah istilah gaya Bali Utara dan gaya
Bali Selatan, meskipun batasan istilah ini juga masih belum jelas. Sebagai gambaran daerah
atau kabupaten yang termasuk daerah Bali Utara hanyalah Kabupaten Buleleng.
Sedangkan Kabupaten Badung, Tabanan, dan lain mengambil gaya Bali Selatan.
Disamping itu penggunaan tungguhan gong kebyar di masing-masing daerah sebelumnya
memang selalu berbeda karena disesuaikan dengan kebutuhan maupun fungsinya.Hal ini
dikarenakan gong kebyar memiliki keunikan yang tersendiri, sehingga ia mampu berfungsi
untuk mengiringi berbagai bentuk tarian maupun gending-gending lelambatan, palegongan
maupun jenis gending yang lainnya.
Disamping itu Gong Kebyar juga bisa dipergunakan sebagai salah satu penunjang
pelaksanaan upacara agama seperti misalnya mengiringi tari sakral, maupun jenis tarian
wali dan balih-balihan
2) Gamelan Geguntangan
Gambelan ini terinspirasi dari kesenian gambuh dan kesenian legong. Karakter gambelan
ini lebih lirih serta menggunakan suling kecil. Gambelan ini menggunakan permainan
kendang. Yang dimaksud dengan gambelan Geguntangan adalah suatu barungan yang
ditentukan oleh adanya 2 buah instrumen yang sama yaitu instrumen guntang dan kedua
instrumen tersebut mempunyai tugas dan fungsi berlainan. Dua buah guntang itu adalah
guntang alit sebagai mat dan guntang kempur sebagai finalis
Gong Suling pada dasarnya merupakan pengembangan dari Gong Kebyar, teknik tabuh
yang digunakan hampir semuanya berasal dari Gong kebyar, hanya saja pembawa melodinya
tidak lagi gangsa yang terbuat dari krawang melainkan sejumlah suling bambu dengan ukuran
yang berbeda-beda. Gong Suling diperkuat dengan melodi bersifat unisono oleh ricikan rebab
dengan memiliki dua utas dawai yang disebut wadon dan lanang.
Kesenian ini adalah salah satu kesenian yang ada di kabupaten Jembrana. kesenian ini
hanya ditampilkan pada saat ada upacara keagamaan saja. Namun dengan perubahan jaman,
kesenian ini berubah menjadi sebuah seni umum yang dipertontonkan.
4) Gamelan Pesel
Gamelan pesel adalah jenis gamelan baru berlaras pelog 7 nada yang diciptakan oleh I
Wayan Arik Wirawan dari Banjar Kehen, Kesiman, Denpasar antara tahun 2014-2015. Asal
kata pesel sendiri berasal dari kata Pe (Pegulingan) dan Sel (Selonding). Dari hal itu bisa
dikatakan bahwa gamelan pesel adalah gamelan perpaduan dari gamelan Semar Pegulingan
dan Selonding. Bisa dilihat juga dalam bahasa Bali arti kata pesel adalah menyatukan. Jadi
bisa dikatakan bahwa pencipta berkeinginan untuk menyatukan rasa, pikiran, niat dan tujuan
pelestarian seni budaya, selain dari penyatuan 2 ensambel gamelan tadi.
2. 1 buah tromping
Trompong yang digunakan dalam ensamble gamelan ini memiliki 12 nada dengan
3 atau 4 nada pamero (sumbang). Trompong ini berbentuk pencon dan terbuat dari
bahan kerawang (campuran logam).
3. 2 buah Jublag
Instrument jublag memiliki 10 nada dengan 3 nada pamero (sumbang). Instrument
jublag ini memiliki bentuk bilah dengan bahan dasar besi.
4. 2 gong selonding (Lanang & Wadon) dan 2 kempur selonding (Lanang & Wadon)
Ini yang menjadi pembeda gamelan ini dengan gamelan lainnya. Kalau biasanya
gamelan lain menggunakan jegog berukuran tinggi sebagai “penandan” irama, maka
barungan gamelan ini menggunakan gong dan kempur selonding sebagai gantinya.
Instrumen ini berbentuk bilah dengan bahan dasar besi serta memiliki 4 daun suara
dengan 2 suara nada pada setiap tungguhnya.
5. 1 pangkon kecek/ceng-ceng penyu/ricik
Instrumen ini berfungsi sebagai pemurba irama serta mempertegas pukulan
kendang. Instrumen ini berbahan dasar kerrawang (campuran logam) dan berbentuk
lempengan dengan sisi cembung/cekung (tergantung dari sisi mana kita melihat)
6. Kajar/trenteng/guntang alit
Instrument ini selain berfungsi sebagai tempo dalam barungan, terkadang juga
berfungsi untuk mempertegas pukulan kendang krumpungan. Instrument ini berbentuk
pencon dengan bagian tengah yang tidak terlalu menonjol bahkan sejajar dengan
permukaan sekitarnya dengan bagian cekung sebagai pembatasnya. Instrument ini
terbuat dari kerawang.
7. 2 tungguh gangsa
Gangsa dalam barungan ini berjumlah 15 nada dengan laras pelog 7 nada.
Instrument ini terbuat dari besi yang berbentuk bilah-bilah nada yang dijejer.
8. 2 tungguh kantilan
Kantilan ini hamper sama dengan gangsa namun dengan perbedaan suara nadanya
lebih tinggi. Kantilan ini berbentuk bilah dengan bahan dasar besi.
9. 1 pangkon Gentorang/gentorag
Gentorang adalah lonceng berukuran kecil yang disusun sedemikian rupa seperti
menara. Fungsi dari gentorang ini adalah untuk mempertegas pukulan gong. Instrument
ini berbahan dasar kerawang yang berbentuk lonceng
10. 2 buah gong, 1 buah kempur dan 1 klentong/kemong
Instrumen ini berbentik pencon dengan bahan dasar kerawang. Instrument ini
berfungsi sebagai pemurba irama (untuk memnandakan akhir, pertengahan dan
pengulangan lagu)
11. 3-6 buah suling
Suling dalam gamelan ini berbentuk tabung dengan lobang yang dibuat sejajar dan
difungsikan sebagai pemanis gending tetabuhan.