Anda di halaman 1dari 25

TUGAS SENI BUDAYA

“ GOLONGAN KARAWITAN BALI ”

Nama Kelompok :
1. Ade Reza Baehaqi Putra (01)
2. I Made Yogha Arya Widanta (04)
3. Kadek Dwi Indayani (08)
4. Ni Luh Putu Ayu Indah Cahyani Putri (19)
5. Ni Luh Putu Setyawati (20)
6. Ni Putu Nadya Anjani (30)

Tahun Ajaran 2018/2019


Golongan Gamelan Karawitan Bali
Gambelan berasal dari kata gambel yang berarti pegangan. Gambelan dalam konteks nyata
berarti suatu alat (gambelan) yang dipegang. Dalam konteks gambelan berarti sebuah prinsip untuk
selalu memegang budaya tradisi agar tidak rusak dan tetap utuh.
Dalam istilah satu gabung jenis gambelan dalam kerawitan disebut satu barung. Satuan
gambelan bali disebut dengan tungguh bagi alat yang tidak dapat berbunyi tanpa penopang.
Gambelan berdasarkan perkembangannya dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu :
1. Gambelan golongan wayah (tua)
2. Gambelan golongan madya (muda)
3. Gambelan golongan baru (anyar)

1. Golongan Wayahan
Jenis ini diperkirakan telah ada sebelum abad XV. Umumnya didominasi oleh alat-
alat berbentuk bilahan dan belum dilengkapi oleh kendang. Kalaupun ada kendang,
peranannya tidal begitu menonjol.
Beberapa gamelan yang masuk pada jenis ini meliputi :

1) Selonding

Gamelan Selonding menjadi alat musik tradisional Bali yang usianya lebih tua
dibandingkan dengan gamelan-gamelan lainnya, yang kini populer dalam kesenian
maupun yang digunakan dalam upacara adat dan agama. Selonding menjadi gamelan
sakral yang digunakan untuk melengkapi upacara keagamaan (Hindu) di Bali.

A. Sejarah Selonding
Persebaran Gamelan Selonding di Kabupaten Karangasem dapat ditemui di
beberapa desa tua seperti Bugbug, Seraya, Tenganan Pegringsingan, Timbrah, Asak,
Bungaya, Ngis, Bebandem, Besakih hingga Selat.Dalam konteksnya dengan desa
adat, gamelan selonding ini digunakan untuk mengiringi prosesi upacara-upacara
besar seperti Usaba Dangsil, Usaba Sumbu, Usaba Sri, Usaba Manggung dan lain
sebagainya. Dalam dokumen resmi Dinas Kebudayaan Karangasem, kata Selonding
berasal dari kata “Salon” dan “Ning” yang berarti tempat suci. Karena dilihat dari
fungsinya, selonding merupakan sebuah gamelan yang dikeramatkan atau sangat
disucikan mengenai sejarah munculnya gamelan Selonding belum bisa dipastikan
namun ada sebuah mitologi yang menyebutkan bahwa pada zaman dahulu orang-
orang Tenganan Pegringsingan mendengar suara gemuruh dari angkasa dan datang
suara secara bergelombang. Pada gelombang pertama suara itu turun di Desa Bungaya
(sebelah timur laut Tenganan) dan gelombang kedua turun di Tenganan
Pegringsingan.

B. Fungsi Selonding
Selonding biasanya disuarakan untuk mengiringi pelaksanaan upacara-upacara
sakral dengan jenis gending yang berbeda, seperti Gending Geguron pada upacara
sakra yakni :Ranggatating, Kulkul Badung, Kebogerit, Blegude, Ranggawuni.
Sedangkan jenis Gending Petegak (sebelum upacara dimulai) yakni Nyangnyangan,
Sekar Gadung, Rejang Gucek, Rejang Ileh. Untuk mengiringi tarian rejang dan
Perang Pandan (Mekare-kare) yakni ada gending penegak Duren Ijo, Lente, Embung
Kelor, Kare.

C. Bentuk Selonding
Gamelan Selonding terbuat dari bilah-bilah besi yang diletakkan dengan pengunci
secukupnya di atas badan gamelan tanpa bilah resonan (bambu resonan). Suara yang
ditimbulkan dari alat musik ini pun sangat khas dan klasik yakni gamelan berlaras
pelog sapta nada (tujuh nada).

D. Komposisi Selonding
Komposisi dari gamelan selonding ini adalah 8 tangguh yang berisi 4 buah bilah, 6
tangguh yang masing – masing berisi 4 buah bilah dan 2 tangguh yang berisikan 8
buah bilah.

2) Gender Wayang
Gender Wayang secara khusus adalah barungan alit yang merupakan gamelan
Pewayangan (Wayang Kulit dan Wayang Wong) dengan instrumen pokoknya yang terdiri
dari 4 tungguh gender berlaras slendro (lima nada). Keempat gender ini terdiri dari
sepasang gender pemade (nada agak besar) dan sepasang kantilan (nada agak kecil).
Keempat gender, masing-masing berbilah sepuluh (dua oktaf) yang dimainkan dengan
mempergunakan 2 panggul.

A. Sejarah Gender Wayang


Gambelan Gender Wayang diduga telah ada pada abad ke 14 . Tunggguhan gender
atau yang lebih dikenal dengan gamelan Gender Wayang keberadaannya menyebar
hampir diseluruh penjuru pulau Bali.
Daerah Bali Utara yaitu Buleleng dan sekitarnya Gender Wayang memiliki ciri
khas terampa dengan penuh kesederhanaannya yaitu adeg-adeg di buat hanya sesuai
bentuk wadag (kasar) saja dan dengan bambu resonator yang dibiarkan alami yang
difinishing (diselesaikan) dengan sentuhan perpaduan warna merah dan biru dari cat.
Perpaduan warna merah dan biru inilah yang menjadikan sebuah ciri khas tersendiri
dari daerah Buleleng dengan julukannya Bumi Panji Sakti dengan warna merah
sebagai warna kebesaran. Dari warna inilah orang langsung mengetahui bahwa
Gender Wayang itu milik dan ciri khas daerah Buleleng.

B. Fungsi Gender Wayang

a. Fungsi Gamelan Gender Wayang sebagai karawitan berdiri sendiri


Gender Wayang lebih banyak berfungsi sebagai penunjang pelaksanaan
upacara. Dalam fungsinya sebagai penunjang upacara, Gender Wayang
dipergunakan untuk upacara Pitra Yadnya dan Manusa Yadnya. Pada saat
pelaksanaan upacara Pitra Yadnya Gender Wayang itu biasanya berfungsi untuk
mengiringi mayat ke tempat pembakaran/kuburan. Hal ini terjadi apabila upacara
itu dilakukan secara besar-besaran dan mempergunakan “Bade” sebagai tempat
mayat, sementara dibawahnya diapit oleh dua orang bermain gender yang duduk
di atas sandangan bambu (penyangga dari bade tersebut) maka Gender Wayang
dapat disimpulkan sebagai gamelan sakral bagi umat Hindu. Selain itu Gender
wayang ini juga berfungsi untuk mengiringi upacara Manusa Yadnya (potong
gigi)

b. Fungsi Gamelan Gender Wayang dalam mengiringi pertunjukkan wayang


Seperti yang dijelaskan tadi bahwa gender dan pertunjukan wayang yang
diiringi mempunyai hubungan erat satu sama lainnya. Dalam pertunjukkan
keduannya merupakan satu kesatuan yang tidak dipisahkan. Suatu pementasan
wayang dapat berfungsi sebagai Wali (sacral) sebagai bebali (ritual) dan sebagai
Balih-balihan (skuler), menurut jenis dari upacara yang dilakukan.
C. Bentuk Gender Wayang
Tungguhan merupakan istilah untuk menunjukkan satuan dari alat gamelan
yang terdiri dari pelawah dan bagian-bagiannya berikut bilah atau pencon. Gender
Wayang merupakan sebuah tungguhan berbilah dengan terampa yang terbuat dari
kayu sebagai alasnya dari resonator berbentuk silinder dari bahan bambu atau yang
lebih dikenal dengan sebutan Bumbung dan sebagai tempat menggantung bilah.
Bentuk tungguhan dari segi bilah gamelan gender wayang dalam buku “Ensiklopedia
Karawitan Bali “karya Pande Made Sukerta disebutkan berbentuk bulig yaitu bilah
yang terbuat dari perunggu atau bilah kalor adala bilah yang permukaannya
menggunakan garis linggir (kalor) dan dalam buku ini juga disebutkan bilah ini biasa
digunakan pada jenis-jenis tungguhan gangsa seperi halnya gamelan gender wayang.
Bilah Bulig adalah bentuk bilah yang digunakan di gamelan gender wayang secara
umum.
D. Komposisi Gender Wayang
Dalam Gender Wayang terdiri dari 4 buah gamelan, yaitu:
Sepasang / 2 buah Gender Pemade atau juga di sebut dengan Gender Gede.
 Gender Pemade Ngumbang (polos).
 Gender Pemade Ngisep (sangsih).
Sepasang/ 2 buah Gender Barangan atau juga di sebut dengan Kantilan.
 Gender Barangan Ngumbang (polos).
 Gender Barangan Ngisep (sangsih).
Kedua sistem itu (polos dan sangsih) fungsinya untuk mengharmoniskan sebuah
nada lagu kebyang/ kebyar (dalam permainan gender wayang di sebut dengan
kebyang).

3) Gong Beri

Gong Beri adalah sebuah instrumen perkusi logam (kerawang) yang berbentuk
piringan dan tidak memakai pencon, yang mempunyai persamaan dengan bentuk Gong
yang terdapat di Negara Cina yang di sebut Sha Lo. Kata Bheri sering disebut-sebut dalam
kekawin Bharatayudha yang berarti sebuah alat perang. Menurut masyarakat setempat,
Gong Beri tersebut dibawa oleh para leluhur mereka ketika pindah dari Blanjong menuju
kawasan Renon. Ketika itu Gong Beri hanya terdiri dari dua buah Gong yaitu Ber dan Bor,
dimana kemudian ditambahkan beberapa jenis instrumen seperti kendang, tawa-tawa,
ceng-ceng dan sebagainya.

A. Sejarah Gong Beri


Gong Beri adalah sebuah gamelan sakral yang terdapat di desa Renon, dalam
penyajiannya harus melalui aturan-aturan tertentu seperti sesaji yang di buat,
upacara yang dilalui, tempat pertunjukan, pelak pertunjukan, dan waktu
pertunjukannya menggunakan sistem kalender Bali yang rumit. Bali dianggap
sebagai miniatur Majapahit. Benang merah gamelan peninggalan Majapahit dapat
dilihat dari sebuah situs arkeologi di Jawa Timur yaitu candi panataran. Candi ini
diperkirakan merupakan contoh dari pura-puradi Bali dan pada reliefnya terdapat
gamelan Gambang, Reong Angklung Klentangan, dan Gong Beri, yang sampai saat
ini masih lestari dan masih di sakralkan. Pada naskah-naskah kuno, gamelan Gong
Beri berfungsi sebagai gamelan perang. Kini di Renon, gamelan Gong Beri
mempunyai fungsi ritual, dan dipergunakan untuk mengiringi tari Baris Cina.
Perubahan ini diperkirakan pada masa pemerintahan Dalem Watu Renggong yang
telah kedatangan Dang Hyang Niratha untuk memperkuat akar-akar agama Hndu.
Pada masa pemerintahannya telah terjadi suatu zaman keemasan terhadap
kebudayaan Bali khususnya kesenian. Gamelan Gong Beri sebagai ansambel,
terdiri dari instrumen yang bersifat ritmis, tetapi mempunyai warna suara khas yang
membedakannya dari gamelan Bali lainnya. Hal ini menyebabkan dalam
pengolahan ritme dan bunyinya, dapat membentuk suatu komposisi yang luar biasa.
Komposisi yang dimainkan banyak mengandung hal-hal yang tidak terduga seperti
jalinan ritme antar instrument, sistem tutupan nada, dan sistem imbae atau
interlocking Kata kunci: Gong Beri, Baris Cina, Sakral, Renon. Di Bali instrument
Gong Beri terdapat di Sumawang daerah Sanur dan berfungsi sama yaitu untuk
mengiringi Bari Cina. Di daerah Intaran Sanur, pada saat melasti ke pantai segara
Sanur, penulis melihatnya sedang di tabuh. Menurut pengakuan mangku Kunda
gamelan Gong Beri di kedua tempat tadi meniru dari yang dimiliki masyarakat
Renon. Di daerah Tampak Siring Gianyar, I Wayan Rai menemukan gamelan Gong
Beri yang di simpan di Puri Tegal Suci, dipergunakan dalakm perayaan musim
panen dan digunakan oleh petani.

B. Fungsi Gong Beri

Pada naskah-naskah kuno, gamelan Gong Beri berfungsi sebagai gamelan


perang. Kini di Renon, gamelan Gong Beri mempunyai fungsi ritual, dan
dipergunakan untuk mengiringi tari Baris Cina.

C. Bentuk Gong Beri


Gong Beri terbuat dari logam (kerawang) yang berbentuk piringan dan tidak
memakai pencon, yang memiliki persamaan dengan bentuk Gong yang terdapat di
Negara Cina yang di sebut Sha Lo.
D. Komposisi Gong Beri
Barungan Instrumen Gong Beri terdiri dari insntrumen berikut:
 2 buah gong yaitu bor dan ber
 1 buah kendang
 1 buah sungu atau kerang besar
 1 suling kecil
 1 buah tawa-tawa yaitu gong kecil berponcon
 1 buah Gong besar yang tidak bermoncol
 1 cakep cenceng.

4) Gamelan Gambang

Gamelan Gambang adalah salah satu jenis gamelan langka dan sakral, termasuk
barungan alit yang dimainkan hanya untuk mengiringi upacara keagamaan.
Kata gambang terdiri atas suku kata gam yang artinya bergerak (berjalan) dan bang yang
artinya ‘merah’ (menyiratkan warna darah). Kata gambang jika dilihat dari daerah
artikulasinya g, k, ng, berarti kambang, ngambang. Memang bila diamati antara bilah
dan pelawahnya, bilahnya terkesan mengambang. Hal lain, kata gambang kemungkinan
berasal dari kata kembang, yakni bunga atau sekar. Terkait dengan hal tersebut, tidak
sedikit gending Bali mempergunakan nama bunga atau sekar, antara lain Sekar Sandat,
Sekar Jepun, Sekar Gendot, Sekar Sungsang, Sekar Gadung, Kembang Kuning, Sekar
Eled, Kembang Jenar, dan Kemang Langkuas. Dengan mempergunakan nama bunga, si
penciptanya berharap agar lagu ciptannya indah dan disenangi oleh para pendengarnya.

A. Sejarah Gamelan Gambang


Gamelan Gambang terdapat pada relief candi Penataran, Jawa Timur (abad XV)
dan istilah gambang disebut-sebut dalam cerita Malat dari zaman Majapahit akhir. Hal
ini menunjukan bahwa Gamelan Gambang sudah cukup tua umurnya. Walaupun
demikian, kapan munculnya Gambang di Bali, atau adakah Gambang yang disebut
dalam Malat sama dengan Gamelan Gambang yang kita lihat di Bali sekarang ini
nampaknya masih perlu penelitian yang lebih mendalam. Gamelan gambang
diperkirakan telah muncul pada abad ke-9 di Bali. Di Bali tengah dan selatan, gamelan
gambang dimainkan pada upacara ngaben (Pitra Yadnya), sementara di Bali timur,
gamelan gambang juga dimainkan dalam kaitan upacara odalan di pura-pura (Dewa
Yadnya). Gamelan dipergunakan sebagai sarana pengiring upacara, karena esensinya
adalah untuk membimbing pikiran umat yang sedang mengikuti prosesi, agar
terkonsentrasi pada kesucian, sehingga pada saat persembahyangan pikiran fokus
kepada Tuhan.

B. Fungsi Gamelan Gambang


Di Bali tengah dan selatan gamelan ini dimainkan untuk mengiringi upacara ngaben
(Pitra Yadnya), sementara di Bali Timur (Karangasem dan sekitarnya) Gambang juga
dimainkan dalam kaitan upacara odalan di Pura-pura (Dewa Yadnya).

C. Bentuk Gamelan Gambang


Gamelan gambang adalah jenis gambang khusus yang ditalu dengan kayu yang
bentuknya seperti garpu yang mana wilahan-wilahannya tidak terbuat dari bambu.

D. Komposisi Gamelan Gambang


Gamelan Gambang, berlaras Pelog (tujuh nada), dibentuk oleh 6 buah instrumen
berbilah. Yang paling dominan adalah 4 buah instrumen berbilah bambu yang
dinamakan gambang yang terdiri dari (yang paling kecil ke yang paling besar) pametit,
panganter, panyelad, pamero dan pangumbang. Gamelan ini dapat dikatakan lengkap
jika terdiri dari 4 gambang (masing-masing memiliki sejumlah 14 kelipak wilahan yang
terbuat dari bambu jenis petung bambang (ada juga yang petung manis dan juga petung
abu), 2 gambang lain yang mana masing-masing memiliki 7 kelipak terbuat dari logam.

5) GONG LUANG

Gong Luang terdiri dari 2 suku kata yaitu Gong dan Luang. Kata “Gong” mengacu
pada nama salah satu instrument gamelan tradisional Bali yang terbuat dari bahan perunggu
bentuknya bulat seperti nakara, memiliki moncol pada sentralnya dan moncol itulah yang
biasanya dipukul. Ukuran gong ini paling besar di antara barungannya (unitnya). Fungsinya
dalam barungan adalah sebagai finalis lagu.
A. Sejarah Gong Luang
Menurut I Nyoman Rembang gamelan Gong Luang diperkirakan berasal dari
Majapahit, dibawa ke Bali oleh sekelompok orang setelah kerajaan tersebut mengalami
kejatuhan. Atau bisa jadi dibawa oleh sekelompok orang tatkala kerajaan Majapahit
sedang jaya. Dugaan ini dilandasi atas adanya kemiripan antara gamelan Jawa yang ada
sekarang dengan gamelan Gong Luang yang ada di Bali saat ini. Bedanya hanya
terletak pada jumlah instrument. Jumlah instrument gamelan Gong Luang di Bali lebih
sedikit dibandingkan jumlah barungan gamelan Jawa sekarang. Selain itu, instrument
yang bernama trompong dan riyong yang semula di Jawa dijajar empat - empat dalam
satu tungguh, sekarang dijadikan 8 (delapan) dalam satu tungguhnya. Selanjutnya
menurut Rembang bahwa apabila dilihat relief - relief gamelan yang terpampang pada
dinding - dinding Candi Prambanan di Jawa Timur ternyata memiliki kemiripan dengan
Gong Luang di Bali. Maka semakin kuatlah dugaan bahwa Gong Luang berasal dari
Majapahit. Bukti lain yang dapat diterangkan bahwa dalam hal tembang atau lagu -
lagu yang dipergunakan pada umumnya memakai iringan vokal berbahasa Jawa Kuno
atau Jawa Tengahan.
Sejalan dengan pendapat di atas, informan Made Karba (Budana, 1984: 9)
mengatakan juga bahwa Gong Luang berasal dari kerajaan Majapahit. Sepanjang
pengetahuannya, konon pada zaman dahulu para patih dan punggawa dari kerajaan
Kalianget berhasil merampas seperangkat gamelan Gong Luang dari Jawa Timur
(Majapahit) dan langsung dibawa ke Bali. Gamelan tersebut didemonstrasikan di Desa
Sangsi, Desa Singapadu Kabupaten Gianyar. Selang beberapa hari kemudian, di desa
Sangsi terjadi pertempuran antara raja Sangsi melawan raja Singapadu. Akibatnya
gamelan itu ditinggal begitu saja di desa Sangsi. Selanjutnya gamelan tersebut dikuasai
oleh sekelompok masyarakat (warga Pasek) sampai sekarang. Itulah sebabnya gamelan
Gong Luang tersebut dianggap sebagai milik keluarga Pasek (Gong Luang druwe
Pasek). Sementara itu gamelan Gong Luang di desa Tangkas Kabupaten Klungkung
yang dianggap sebagai Gong Luang yang paling tua usianya di Bali, memiliki sejarah
yang menunjang asumsi di atas. Menurut Informan I Nyoman Gejer dari Desa Tangkas
ini mengatakan bahwa ayahnya I Nyoman Digul dan Mangku Ranten pernah belajar
sekaligus menjadi anggota Sekehe Gong Luang di Puri (Kerajaan) Klungkung. Ketika
pecah perang Puputan Klungkung tahun 1908, barungan Gong Luang milik kerajaan
tersebut dirampas oleh Belanda. Selanjutnya masyarakat tidak mengetahui dimana
barungan Gong Luang itu berada.
Sedangkan barungan Gong Luang yang ada di Tangkas sekarang adalah buatan
baru beberapa tahun kemudian, dikerjakan di Desa Tihingan. Nada - nada Gong Luang
yang baru ini dibuat semaksimal mungkin mendekati nada aslinya (yang pernah ada di
Puri) atas jasa Mangku Ranten. Dari penjelasan informan di atas, rupa - rupanya
barungan gamelan Gong Luang di Puri Klungkung tersebut berasal dari Majapahit
mengingat hubungan antara kerajaan Klungkug dengan kerajaan Majapahit ketika itu
sangatlah akrab. Lain lagi cerita yang diperoleh di Desa Kerobokan Kabupaten Badung.
Keberadaan Gong Luang di desa ini memiliki sejarah yang cukup unik. Sekitar abad
XVI (Sudiana, 1982: 16) tersebutlah 3 (tiga) kerajaan kecil di desa itu yakni: Kerajaan
Lepang, Kerajaan Taulan dan Kerajaan Kelaci. Ketiga raja di masing - masing kerajaan
itu bergelar I Gusti Ngurah. Diceritakan bahwa raja kerajaan Lepang dan Kelaci masih
muda. Keduanya sedang berusaha mencari jodoh. Di pihak lain, raja kerajaan Taulan
memiliki seorang putri, selain cantik, juga ramah dan penuh sopan santun, Tidaklah
mengherankan apabila banyak raja disekitarnya yang tertarik kepada putri ini semua
berminat memperistrinya. Dalam waktu cukup lama, raja Taulan bingung menjatuhkan
pilihan bagi putrinya. Namun akhirnya raja Taulan menyetujui raja dari Kelaci. Raja -
raja lain yang berminat tentu saja kecewa. Namun yang paling kecewa adalah raja
kerajaan Lepang. Pada suatu hari, raja Lepang secara diam - diam memasuki kerajaan
Taulan dan akhirnya berhasil menculik Sang Putri. Berita hilangnya Sang Putri segera
tersebar. Raja Kelaci yang telah resmi dijodohkan menjadi sangat marah kepada calon
mertuanya dan tanpa pikir membakar hangus kerajaan Taulan. Raja Lepang membalas
dendam lalu menyerang dan membakar hangus kerajaan Kelaci. Raja Kelaci pun
berbalik menyerang dan membakar kerajaan Lepang. Konon, dalam waktu yang tidak
begitu lama, ketiga kerajaan itu hancur dan rata dengan tanah. Persada Kerobokan
dibanjiri darah di mana - mana. Beberapa orang rakyat yang berhasil menyelamatkan
diri ke desa lain. Sepanjang pelarian itu mereka terpaksa “Ngerobok’ (mengarungi)
darah. Daerah itulah selanjutnya dinamai desa Kerobokan.
Selang beberapa lama kemudian, seorang petani dari Desa Tektek Peguyangan
yang tinggal di Kerobokan memacul tanah - tanah tegalan di bekas kerajaan Lepang.
Dia sangat terkejut, karena pada tanah yang digalinya itu ditemukan sebuah gong dan
beberapa buah trompong. Gamelan tersebut diduga milik kerajaan Lepang. Seluruh
benda itu dibawanya pulang dan diserahkan kepada I Dukuh Sakti. Selanjutnya, di
tempat dimana ditemukannya gamelan itu didirikan sebuah Pura. Lama - lama, Pura ini
digabung ke Pura Gunung Payung di Banjar Petingan - Kerobokan. Adapun sebuah
Gong dan beberapa trompong yang ditemukan itu, oleh I Dukuh Sakti dan keluarganya
yang lain di sekitar Kerobokan ditambahkan lagi dengan alat - alat kelengkapan yang
lain dengan mendatangkan ahlinya dari Klungkung. Konon, Pande dari Klungkung
tersebut terus menetap di Desa Kerobokan.
B. Fungsin Gong Luang
Fungsi Gong Luang yaitu untuk mengiringi Upacara Pitra Yadnya.
C. Bentuk Gong Luang
Gamelan Gong Luang berbentuk Bilah dan Moncol.
D. Komposisi Gong Luang
 Gangsa jongkok 4 tungguh
Gangsa Jongkok, yaitu gangsa yang ukuran selawahnya rendah dan tanpa
resonator, dan dipaku pada dua buah lubang di kedua ujungnya.
 Jublag 2 tungguh
Jublag merupakan suatu instrument gangsa yang bernada lebih tinggi 1 oktav
dari instrument jegogan. Jublag juga disebut calung. Jublag menggunakan sistem
ombak atau lebih dikenal dengan Ngumbang dan Ngisep, dengan aksen pukulan
ketukan ke 2, 4, 6, dan 8. Instrument ini dipukul dengan menggunakan alat pemukul
(panggul) yang ujungnya dilapisi karet untuk menimbulkan bunyi yang lebih lirih.

 Jegog 2 tungguh
Jegog adalah bentuk musik gamelan atau kesenian karawitan
asli Bali, Indonesia, dimainkan dengan instrumen yang terbuat dari bambu.

 Saron 1 tungguh
Saron atau yang biasanya disebut juga ricik ,adalah salah satu instrumen
gamelan yang termasuk keluarga balungan.
 Trompong 1 tungguh
Trompong merupakan sebuah jenis instrumen yang memiliki keunikan,
kekhasan dari segi penampilan atau bentuk serta memiliki nilai estetik yang
dihasilkan dari suara instrumen tersebut, dan dimainkan oleh satu orang hingga tiga
orang pemain gamelan atau penabuh.
 Riyong 1 tungguh
Riyong adalah salah satu instrumen yang berbentuk pencon/bermoncol.
Umumnya reyong dibuat dari bahan kerawang (campuran timah murni dan
tembaga) namun ada juga yang dibuat dari bahan besi atau pelat. Warna pencon
reyong umumnya berwarna keemasan tergantung bahan yang digunakan.
 Gong
Gong merupakan alat music pukul yang berbentuk moncol. Biasanya
digunakan sebagai pelengkap gamelan yang dimainkan oleh 1 – 2 orang.
 Kempul
Kempul merupakan salah satu perangkat gamelanyang ditabuh, biasanya
digantung menjadi satu perangkat dengan Gong.
 Kajar
Kajar adalah tungguhan irama yang mrnggunakan satu buah pencon yang
nadanya tidak ditentikan atau tidak persis sama dengan nada tungguhan yang lain.
Nada tungguhan kajar berkisar nada 3 (ding) dan nada 7 (dung).

 Cengceng
Ceng-ceng adalah bagian penting dari seperangkat gamelan Bali. Di antara
alat gamelan yang lain, dalam satu performa, ceng-ceng memegang peran yang
sangat penting.
2. Golongan Madya
Gamelan Madya Barungan madya, yang berasal dari sekitar abad XVI-XIX, merupakan
barungan gamelan yang sudah memakai kendang dan instrumen-instrumen bermoncol
(berpencon). Dalam barungan ini, kendang sudah mulai memainkan peranan penting. Beberapa
gamelan golongan Madya adalah :

1) Gong Gede

Istilah gong gede terdiri dari dua kata, yaitu Gong dan Gede. Kata Gong
sendiri mengandung dua pengertian. Gong bisa diartikan nama sebuah instrumen atau alat
gambelan yang berpencon dan pada umumnya terbuat dari kerawang yang berbentuk
bundar. Dalam artian gong sebagai suatu barungan gambelan dan gede berarti besar
Gamelan Gong ini dinamakan Gong Gede (besar) karena memakai sedikitnya 30
(tiga puluh) macam instrumen berukuran relatif besar (ukuran bilah, kendang, gong dan
cengceng kopyak adalah barung gamelan yang terbesar yang melibatkan antara 40 (empat
puluh) - 50 (lima puluh) orang pemain. Sebagai seni karawitan, dijelaskan dalam kutipan
artikel ISI Denpasar, Gamelan Gong Gede merupakan perpaduan unsur-unsur budaya lokal
yang sudah terakumulasi dari masa ke masa. Unsur budaya Bali tercermin pada
penggunaan instrumen dari perangkat gamelan Bali dan busana yang dipergunakan oleh
para penabuh (jero gamel).
Budaya lokal tampak pada penggunaan tradisi-tradisi Bali seperti:
 Tabuh-tabuh yang memakai laras pelog dan sesaji
 Para penabuhnya didominasi dengan memakai kostum penabuh seperti; ikat
kepala (udeng) dipakai warna hitam, bajunya dipakai warna putih disisinya
memakai safari hitam berisi simbol, memakai saput orange, dan ditambah dengan
membawa keris atau seselet. Istilah jero gamel tidak jauh berbeda dengan juru
gamel.

A. Fungsi Gong Gede


Gamelan yang bersuara agung ini dipakai untuk memainkan tabuh-
tabuh lelambatan klasik yang cenderung formal namun tetap dinamis, dimainkan untuk
mengiringi upacara-upacara besar di Pura-pura (Dewa Yadnya), termasuk mengiringi
tari upacara seperti Baris, Topeng, Rejang, Pendet dan lain-lain. Beberapa upacara besar
yang dilaksanakan oleh kalangan warga puri keturunan raja-raja zaman dahulu juga
diiringi dengan gamelan Gong Gede. Akhir-akhir ini Gamelan Gong Gede juga
ditampilkan sebagai pengiring upacara formal tertentu yang diselenggarakan oleh
pemerintah daerah dan untuk mengiringi Sendratari.

B. Bentuk Gong Gede


Bentuk dari Gong Gede adalah berbentuk moncol dan bilah.

C. Komposisi Gong Gede


Menurut Brata, instrumen yang berbentuk bilah ada dua macam: bentuk bilah bulig,
dan bilah mausuk. Bentuk bilah bulig bisa disebut dengan: metundun klipes, metundun
sambuk, setengah penyalin.
Untuk instrumen yang berbilah seperti bilah metundun klipes, metundun sambuk,
setengah penyalin dan bulig terdapat dalam instrumen gangsa jongkok penunggal,
jongkok pengangkem ageng, dan jongkok pengangkep alit (curing).
Instrumen-instrumen ini bilahnya dipaku atau sering disebut dengan istilah gangsa
mepacek. Sedangkan bentuk bilah yang diistilahkan merai, meusuk, dan meakte
terdapat pada instrumen pengacah, jublag, dan jegogan. Instrumen-instrumen ini
bilahnya digantung yaitu memakai tali seperti jangat.

Instrumen yang bermoncol dapat dikelompokan menjadi dua yakni:


1. Moncol tegeh (tinggi)
2. Moncol endep (pendek).
Contoh instrumen yang berpancon tinggi seperti; riyong ponggang, riyong,
trompong barangan, dan tropong ageng (gede). Sedangkan instrumen yang berpencon
pendek (endep) antara lain kempli, bende, kempul, dan gong.
Begitu juga halnya dengan bentuk reportoar gending Gong Gede di Pura Ulun
Danu Batur, berbentuk lelambatan klasik yang merupakan rangkaian dari bagian-
bagian gending yang masing-masing mempunyai bentuk urutan sajian.
Adapun urutan dari bagian-bagian bentuk reportoar gending dari masing-masing
bentuk reportoar adalah sebagai berikut:
1. Gending gilak (gegilakan) terdiri dari bagian gending-gending kawitan dan
pengawak.
2. Gending tabuh pisan terdiri dari bagian gending kawitan, pengawak, ngisep
ngiwang, pengisep, dan pengecet.
3. Gending tabuh telu, terdiri dari bagian gending kawitan dan pengawak. Bentuk
reportoar gending tabuh pat, tabuh nem, dan tabuh kutus mempunyai bagian gending
yang sama yaitu kawitan (pengawit), pengawak, pengisep (pengaras), dan pengecet.
4. Gending pengecet terdapat sub-sub bagian gending yang urutan sajiannya adalah
kawitan, pemalpal, ngembat trompong, pemalpal tabuh telu, pengawak tabuh telu.
Alternatif yang lain dari susunan sajian sub bagian gending dalam pengecet ini
adalah kawitan, pemalpal, ngembat trompong, dan gilak atau gegilakan.

Bentuk reportoar gending Gong Gede dapat ditentukan oleh jumlah pukulan kempul
dalam satu gong, misalnya tabuh pat terdapat empat pukulan kempul dalam satu gongan
pada bagian gending pengawak dan pengisap. Demikian juga pada bentuk-bentuk gending
tabuh pisan (besik), tabuh telu, tabuh nem dan tabuh kutus.
Gong Gede berlaras Pelog lima nada, dengan patutan atau patet tembang, dengan
instrumentasi yang meliputi (sesuai yang ada di Kintamani dan STSI Denpasar):
 1 tungguh trompong barangan (lebih kecil daripada trompong gede)
 1 buah reong dengan 12 pencon
 4 buah gangsa jongkok besar (demung)
 4 buah gangsa jongkok pemade
 4 buah gangsa jongkok kantilan
 4 buah penyacah
 4 buah calung
 4 buah jegogan
 1 pangkon kempyung (dua buah pencon)
 1 buah kempli
 2 buah gong ageng (lanang wadon)
 1 buah kempur
 1 buah bende
 2 buah kendang (lanang wadon)
 4-6 pasang cengceng kopyak
 2 buah kendang
 1 buah gentorag

2) Gamelan Panggambuhan

Gamelan yang dalam lontar Aji Gurnita disebut sebagai gamelan Melad perana, adalah
gamelan pengiring dramatari Gambuh. Gamelan Penggambuhan termasuk barungan madya
dan hingga kini dianggap sebagai salah satu sumber terpenting dari semua bentuk seni tabuh
yang muncul di Bali setelah abad XV. Gending-gending Gambuh yang melodis dan ritmis
merupakan tabuh-tabuh yang bernafaskan tari dari pada hanya bersifat tabuh instrumental.

A. Sejarah Gamelan Panggambuhan


Data sejarah yang menyebutkan tentang istilah Gambuhan ditemukan pada kidung
Wangbang Wideya yang menurut Robson karya ini digubah di Bali pada abad ke-16. Pada
abad XIV-XIX hubungan Bali dan Jawa lebih intensif. Hubungan yang bertambah erat
tersebut tentu mendapat sambutan yang baik dari Dalem Waturenggong yang memerintah
Bali pada tahun 1460-1550 Masehi. Zaman itu dianggap sebagai kebangkitan kesenian Bali
dan lahir seni pertunjukan Bali klasik yang bernama Gambuh.
Gambuh merupakan drama tari tertua yang ada di Bali dan menggunakan cerita
panji dari jawa timur sebagai lakonnya. Gambuh dipentaskan dengan alunan gambelan
gambuh. Gamelan gambuh sebagai dasar dari musik drama tari Bali yang disebut sebagai
gamelan meladprana melahirkan 4 (empat) jenis gambelan yang disebut gambelan Semara
Aturu (Semar Pegulingan Saih Pitu), gambelan Semara Patangian (Joged Pingitan),
gambelan Semara Palinggian (Barong Ket), gambelan Semara Pandirian (Semar
Pegulingan Saih Lima atau Plegongan). Lontar Aji Ghurnita dan Prakempa telah
memberikan ulasan yang cukup lengkap mengenai gambelan-gambelan ini.
Dahulu kala ansambel ini dipukul atau di pentaskan pada saat sang prabu
mengadakan pesta, bertemu dengan pemuka-pemuka masyarakat, kepada sang wiku
(pandita), kepada menteri-menteri, kepala menteri adipati, kepada tanda rakryan, hingga
sampai dengan masyarakat, pada waktu makan-makan dan minum sang prabu sedang
bersenang-senang disertaai suara nyanyian kekidungan, dan dengan bunyi-bunyian (suara
gamelan) itu diberi nama Gambuh. Gambuh bercerita tentang riwayat keagungan raja-raja
dan segala pengarang-pengarang itu menjadi lakonnya.

B. Fungsi Gambelan Panggambuhan


Gamelan ini berfungsi sebagai gamelan pengiring dramatari Gambuh.
C. Komposisi Gamelan Panggambuhan
Suling dan rebab adalah instrumen penting dalam Penggambuhan yang
merupakan instrumen pemimpin dan pemangku melodi. Gamelan
Penggambuhan berlaras pelog, tepatnya Pelog Saih Pitu (tujuh nada).
Selain itu, Gamelan Penggambuhan memiliki instrument sebagai berikut:
 2-6 buah suling bambu sepanjang 1 meter dan memakai enam lubang nada
 1-2 buah rebab
 1 buah kempur
 2 buah kendang kecil (lanang wadon)
 1 pangkon ricik (cengceng kecil)
 1 pasang kangsi (cengceng yang bertangkai)
 1 buah gentorag (pohon genta)
3) Pelegongan

Dalam Catur Muni-muni gamelan ini disebut dengan Semara Petangian. Gamelan
Pelegongan adalah barungan madya berlaras pelog (lima nada) yang konon dikembangkan
dari Gamelan Gambuh dan Semar Pagulingan. Barungan ini dipergunakan untuk mengiringi
tari Legong Kraton, sebuah tarian klasik yang diduga mendapat pengaruh
tari Sanghyang dan Gambuh.

A. Sejarah Pelegongan
Gamelan Palegongan dan Legong keraton merupakan tarian yang paling popular
dikalangan masyarakat Bali, termasuk juga tarian Bali yang paling terkenal di Dunia Barat,
berbagai pakar musik klasik dan tari mengagumi kehalusan,keindahan,kelincahan gerak
penari serta keindahan suara gamelan pengiringnya. Dimana pada tahun 1976 -1977
Dra.Gusti Agung Susilawati bersama dengan Ni Ketut Reneng (alm) dan Ni Ketut Arini
Alit SST, terlibat dalam proyek penggalian tari legong yang di pusatkan di Banjar Binoh,
dengan bantuan dana yang diberikan oleh Ricard Wallis dari kebangsaan Amerika.
Sebagai peñata tabuh pada waktu itu adalah Guru Besar I Wayan LotringI Gusti Putu Made
Geria(alm),I Wayan Beratha,I Wayan Sinti, M.A,dan sesepuh klasik banjar Binoh Kaja I
wayan Djiwa,I Wayan Brata,Nyoman Suandi,Made Sumadi,dan Djesna Winada.

B. Fungsi Pelegongan
Dipergunakan untuk mengiringi tari Legong Kraton, sebuah tarian klasik yang
diduga mendapat pengaruh tari Sanghyang dan Gambuh.

C. Komposisi Pelegongan
Tabuh-tabuh palegongan dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu tabuh pisan
palegongan, tabuh dua palegongan dan tabuh telu palegongan. Tabuh pisan, tabuh dua dan
tabuh telu memiliki arti sebagai ukuran panjang dan pendeknya sebuah lagu yang
ditentukan oleh aturan-aturan yang baku atau dalam istilah Bali disebut dengan jajar pageh.
Aturan-aturan tersebut menentukan panjang dan pendeknya sebuah lagu yang ditandai
dengan jumlah dari jatuhnya pukulan kemong dalam satu gong pada bagian pengawak
tabuh-tabuh palegongan contohnya, pada tabuh pisan palegongan aturan yang berlaku
adalah satu kali pukulan kemong dalam satu gong dibagian pengawaknya, pada tabuh dua
palegongan aturan yang berlaku adalah dua kali pukulan kemong dalam satu gong dibagian
pengawaknya dan pada tabuh telu palegongan aturan yang berlaku adalah tiga kali pukulan
kemong dalam satu gong dibagian pengawaknya.
Dari uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa panjang pendeknya sebuah
lagu diatur oleh jajar pageh yang ditentukan dengan jumlah jatuhnya pukulan kemong
dalam satu gong dibagian pengawak pada setiap tabuh-tabuh palegongan. Maka dari itu,
tabuh-tabuh palegongan diberi nama dengan satuan bilangan untuk mengkatagorikan jajar
pageh yang berlaku pada tabuh-tabuh tersebut. Jajar pageh dari tabuh-tabuh palegongan
bukan hanya ditentukan oleh jumlah dari pukulan kemong dalam satu gongnya tapi juga
ditentukan oleh pola-pola kekendangannya, jumlah baris, jumlah pukulan jegog dan lain-
lain.
Secara fisik gamelan Pelegongan adalah Semar Pagulingan tanpa
trompong. Gamelan Pelegongan milik STSI Denpasar terdiri dari:
 1 pasang gender rambat
 1 pasang gender barungan, masing-masing berbilah 14 (empat belas)
 1 pasang jegogan
 1 pasang jublag
 4 pasang penyacah
 2 pasang pemade
 2 pasang gangsa jongkok pemade
 2 pasang gangsa jongkok kantilan, masing-masing berbilah 5
 1 pangkon ricik
 1 buah kajar
 1 buah kleneng
 1 buah kemong
 1 pasang kendang krumpungan (lanang wadon)
 1 buah rebab
 1-3 buah suling
3. Golongan Anyar
Gamelan Anyar adalah gamelan golongan baru, yang meliputi jenis-jenis barungan
gamelan yang muncul pada abad XX. Barungan gamelan ini nampak pada ciri-ciri yang
menonjolkan permainan kendang. Beberapa gamelan golongan Anyar sebagai berikut :

1) Gong Kebyar

Bentuk kebyar merupakan salah satu bagian dari satu kesatuan gending yang
letaknya bisa di depan, di tengah atau di bagian akhir. Jenis tabuhan kebyar ini sering
digunakan pada iringan tarian maupun tabuh petegak (instrumental). Karena itu kebyar
memiliki nuansa yang sangat dinamis, keras dengan satu harapan bahwa dengan kebyar
tersebut mampu membangkitkan semangat.

A. Sejarah Gong Kebyar


Golongan anyar (baru) lahir pertama kali pada tahun 1915 di Jagaraga, Buleleng
oleh I Wayan Wandres yang dimana beliau menciptakan tarian yang keras dan halus
yang bernama tari kebyar legong.

B. Fungsi Gong Kebyar


Gong Kebyar itu telah berfungsi sebagai pembaharu dan pelanjut tradisi. Sebagai
pembaharu maksudnya adalah lewat gong kebyar para seniman kita telah berhasil
menciptakan gending-geding baru yang lepas dari tradisi yang sudah ada. Sedangkan
sebagai pelanjut tradisi maksudnya adalah gong kebyar telah mampu mempertahankan
eksistensi reporter gambelan lainnya melalui transformasi dan adaptasi.
Gong kebyar memiliki fungsi untuk mengiringi tari kekebyaran. Namun sesuai
dengan perkembangannya bahwa gong kebyar memiliki fungsi yang sangat banyak.
Gambelan gong kebyar ini difungsikan untuk mengiringi tarian kebyar legong maka
dibuatlah perombakan gong gede dengan nama gong kebyar.
C. Komposisi Gong Kebyar
Gong Kebyar merupakan salah satu perangkat/barungan gambelan Bali yang terdiri
dari lima nada ( panca nada ) dengan laras pelog, tetapi tiap-tiap instrument terdiri
sepuluh bilah.
Oleh karenanya gong kebyar menjadi satu barungan gambelan tergolong baru jika
dibandingkan dengan jenis-jenis gambelan yang ada saat ini seperti misalnya,
gambelan Gambang, Gong Gde, Slonding, Semara Pegulingan dan masih banyak yang
lainnya.
Barungan gong kebyar terdiri dari :
 Dua buah (tungguh) pengugal/giying
 Empat buah (tungguh) pemade/gansa
 Empat buah (tungguh) kantilan
 Dua buah (tungguh) jublag
 Dua buah (tungguh) Penyacah
 Dua buah (tungguh) jegoggan
 Satu buah (tungguh) reong/riyong
 Satu buah (tungguh) terompong
 Satu pasang gong lanang wadon
 Satu buah kempur
 Satu buah kemong gantung
 Satu buah bebende
 Satu buah kempli
 Satu buah (pangkon) ceng-ceng ricik
 Satu pasang kendang lanang wadon
 Satu buah kajar

Dalam perkembangannya gong kebyar munculah istilah gaya Bali Utara dan gaya
Bali Selatan, meskipun batasan istilah ini juga masih belum jelas. Sebagai gambaran daerah
atau kabupaten yang termasuk daerah Bali Utara hanyalah Kabupaten Buleleng.
Sedangkan Kabupaten Badung, Tabanan, dan lain mengambil gaya Bali Selatan.
Disamping itu penggunaan tungguhan gong kebyar di masing-masing daerah sebelumnya
memang selalu berbeda karena disesuaikan dengan kebutuhan maupun fungsinya.Hal ini
dikarenakan gong kebyar memiliki keunikan yang tersendiri, sehingga ia mampu berfungsi
untuk mengiringi berbagai bentuk tarian maupun gending-gending lelambatan, palegongan
maupun jenis gending yang lainnya.
Disamping itu Gong Kebyar juga bisa dipergunakan sebagai salah satu penunjang
pelaksanaan upacara agama seperti misalnya mengiringi tari sakral, maupun jenis tarian
wali dan balih-balihan
2) Gamelan Geguntangan

Gambelan ini terinspirasi dari kesenian gambuh dan kesenian legong. Karakter gambelan
ini lebih lirih serta menggunakan suling kecil. Gambelan ini menggunakan permainan
kendang. Yang dimaksud dengan gambelan Geguntangan adalah suatu barungan yang
ditentukan oleh adanya 2 buah instrumen yang sama yaitu instrumen guntang dan kedua
instrumen tersebut mempunyai tugas dan fungsi berlainan. Dua buah guntang itu adalah
guntang alit sebagai mat dan guntang kempur sebagai finalis

A. Sejarah Gamelan Geguntagan


Asal-usul gambelan Geguntangan kita tidak bisa lepas dari pada sejarah timbulnya
Arja. Hal ini tiada lain disebabkan oleh kenyatan bahwa gambelan Geguntangan
merupakan bagian dari pada pertunjukan Drama Tari Arja.
Pertunjukkan Arja untuk pertama kali diduga terjadi tahun 1814 yaitu atas
persembahan I Dewa Agung Manggis (Gianyar) dan I Dewa Agung Jambe (Badung), pada
saat pelebon I Dewa Agung Gede Kusamba di Klungkung
Pada awal perkembangan Arja ini sama sekali tidak diiringi dengan gambelan, tapi
mempergunakan tembang lelawasan sejenis kidung atau tembang gambuh. Dalam
perkembangan selanjutnya yaitu setelah Arja Doyong di Singapadu maka timbullah Arja
Pakangraras di Banjar Tameng Sukawati. Semenjak timbulnya Arja Pakangraras inilah
Arja mulai diiringi dengan gambelan geguntangan
Kesenian arja di desa Abuan sampai sekarang masih ada dan berkat dari para
penglingsir-penglingsir di Abuan yang mempunyai prinsip bahwa kesenian Arja harus
tetap dilestarikan karena merupakan tetamianan dari para-para leluhur kita dan juga
gambelnnya tidak boleh mengandung kontemporer dan harus dengan gambelan Arja atau
disebut juga dengan geguntangan. Karena dari prinsip itulah maka setiap tahun pemain
arja itu ada pelanjutnya

B. Fungsi Gamelan Geguntangan


Dalam kesenian Bali ada 3 jenis pengelompokan fungsi kesenian khususnya dalam
seni pertunjukan, diantaranya bersifat Bali, Bebali dan Bali-balihan. Seperti apa yang
disebut di atas pada mulanya gamelan ini diciptakan untuk mengiringi drama tari Arja
yang dalam pengelompokan fungsi di atas termasuk Bebali yang dalam pertujukannya
diiringi dengan gamelan Geguntangan yang berlangsung sampai saat ini.
Seiring perkembangannya, Gamelan Geguntangan kini lebih banyak digunakan
untuk mengiringi pesantian misalnya geguritan, pupuh, ataupun jenis tembang yang
lainnya. Dengan masuknya gamelan Geguntangan dalam mengiringi pesantian, memberi
pengaruh khususnya bagi pecinta geguritan yang ada di Bali. Dengan perkembangan
fungsi gamelan Geguntangan secara kwalitas saat ini lebih banyak sebagai hiburan atau
yang sifatnya presentasi estetis. Ini disebabkan karena pertunjukan gamelan Geguntangan
yang digunakan untuk mengiringi pesantian telah di rekam dan disiarkan melalui media
elektronik seperti televisi dan radio. Ini menyebabkan semakin banyak masyarakat
mengetahui hubungan antara musik iringannya dengan musik vokal atau tembang tersebut
disamping sebagai hiburan.

C. Komposisi Gamelan Geguntangan


Gamelan Geguntangan adalah barungan gamelan yang termasuk dalam barungan
gamelan golongan baru dimana didalam barungan ini sudah terdapat instrumen kendang
yang memiliki peranan penting dan pembendaharaan pukulan kendang yang lebih
dominan. Gamelan ini juga disebut sebagai gamelan Arja atau Paarjaan karena sering
dipergunakan sebagai pengiring pertunjukan dramatari Arja yang diperkirakan muncul
pada permulaan abad XX. Sesuai dengan bentuk Arja yang lebih mengutamakan tembang
dan melodrama, maka diperlukan musik pengiring yang suaranya tidak terlalu keras,
sehingga tidak sampai mengurangi keindahan lagu-lagu vokal yang dinyanyikan para
penari. Melibatkan antara 10 sampai 12 orang penabuh, gamelan ini termasuk barungan
kecil. Instrumen guntang, suling dan kendang merupakan alat musik penting didalam
barungan ini.

D. Posisi Instrumen dan Tempat Penyajian


Posisi instrument yang penulis maksudkan disini adalah aturan penempatan
instrument disaat menabuh, di dalam tugasnya dalam mengiringi pertunjukan arja. Tempat
dimana arja dipentaskan disebut “kalangan” yang berbentuk arena yang dapat ditonton
dari semua jurusan. Kalangan arja biasanya dibuat dengan panjang kurang lebih panjang
10 meter dan lebar 6 meter atau disesuaikan dengan tempat yang ada. Kalangan untuk
pertunjukan di Bali sering-sering dibuat berdasarkan kepercayaan yang ada, misalnya
penggunaan arah, di muka pura, menghadap tempat persembahyngan dll. Kalangan arja
dilengkapi dengan sebuah rangki pada ujung pertama yaitu tempat penari mempersiapkan
diri sebelum tampil ke arena.
Posisi gambelan biasanya ditempatkan pada ujung kedua yaitu sebelah kiri rangki.
Untuk lebih bijaksana uraian dari pada posisi instrumen dan tempat penyajian ini,
perhatikan gambar yang terlampir
3) Gong Suling

Gong Suling pada dasarnya merupakan pengembangan dari Gong Kebyar, teknik tabuh
yang digunakan hampir semuanya berasal dari Gong kebyar, hanya saja pembawa melodinya
tidak lagi gangsa yang terbuat dari krawang melainkan sejumlah suling bambu dengan ukuran
yang berbeda-beda. Gong Suling diperkuat dengan melodi bersifat unisono oleh ricikan rebab
dengan memiliki dua utas dawai yang disebut wadon dan lanang.
Kesenian ini adalah salah satu kesenian yang ada di kabupaten Jembrana. kesenian ini
hanya ditampilkan pada saat ada upacara keagamaan saja. Namun dengan perubahan jaman,
kesenian ini berubah menjadi sebuah seni umum yang dipertontonkan.

A. Sejarah Gong Suling


Semenjak adanya Gong Kebyar pada tahun 1915, Gong suling ada dan berkembang
setahun kemudian yaitu pada tahun 1916. Gong suling merupakan pengembangan dari
gamelan Gong Kebyar namun lebih mengarah pada alat musik suling. Gending-gending
yang dimainkannya pun semua berasal dari gending-gending yang terdapat pada Gong
Kebyar. Selain menggunakan pakem Gong Kebyar juga digunakan dari gamelan Semar
Pegulingan yang memiliki 7 bilah nada yang terdiri dari 5 nada datar dan 2 nada sungsang.
Gong Suling pertamakali muncul dan berkembang di daerah Batuan, Sukawati, Gianyar.
Dari tangan-tangan seniman disanalah kita tahu Gong Suling hingga sekarang.

B. Fungsi Gong Suling


Dalam kegiatan keagamaan biasanya gong suling dimainkan untuk mengiringi
jalannya suatu upacara agama Hindu di Bali. Dapat digunakan juga untuk mengiringi tarian
sakral yang di pentaskan di Pura seperti tarian Barong Landung, Barong Macan, Barong
Bangkal, Rangda, Legong, Pemendetan.
Namun lebih sering terlihat gamelan gong suling berfungsi sebagai pengiring
Dharma Gita. Dharma Gita sendiri adalah nyanyian suci yang di peruntukan untuk Ida Sang
Hyang Widhi Wasa, kidung yang di mainkan dalam upacara keagamaan biasanya Sekar
Madya dan juga Sekar Agung dan komponen dalam gong suling yang berperan saat kidung
dinyanyikan adalah 1 buah suling pemanis atau pengutit, gong pulu, kelintit, tawa-tawa,
klenang.
C. Komposisi Gong Suling
Sajian Gong Suling didominasi oleh suling. Diawali dengan berjajarnya para
pemain suling dengan pemain Rincik, klenang dan klenyir di dalam sajiannya. Para
pemain saling mengisi dalam sajian yang secara tidak langsung mengambil pola dari gong
kebyar tersebut. Terjadinya perkembangan fungsi suling tersebut merupakan salah satu
fenomena yang sangat menarik dimana suling yang pada awalnya memiliki fungsi
sekunder yaitu instrumen pendukung, berkembang menjadi instrumen primer yaitu
instrumen utama.Gamelan Gong Suling adalah barungan gamelan yang didominir oleh
alat-alat tiup suling bambu yang didukung oleh instrumen-instrumen lainnya. Gamelan ini
berlaraskan pelog lima nada. Salah Satu instrumen alam Gong Suling adalah terdapatnya
suling bambu yang besar ukurannya. Panjangnya ada sekitar 35 inci dan berdiameter 1,7
inci. Wilayah nadanya lebih sedikit dari dua oktaf dan bermula pada nada B, di bawah
nada C pusat. Ini adalah jenis suling vertikal dengan tiup ujung dan merupakan suling
bass. Suling tersebut pada bagian bawah jika sedang dimainkan dalam kedudukan vertikal
maka akan terbuka. Pada bagian bawah diraut atau diiris sedikit dari buku ruasnya.
Lubang-lubang jari yang dinamakan song, terdapat pada bagian atas dari suling dan
jumlahnya diselaraskan dengan tangga nada yang diperlukan. Ukuran suling pada
kesenian Gong Suling yang panjang tersebut, mengharuskan pemainnya merentangkan
tangannya dalam memainkan atau meniupnya dan ujungnya yang terbuka harus
ditopangkan ke tanah.
Instrumen-instrumen yang digunakan dalam Gamelan Gong Suling ialah :
1. 2 (dua) buah kendang
2. 1 (satu) buah kajar
3. 1 (satu) buah kemong
4. 1 (satu) buah ceng-ceng kecek
5. 1 (satu) buah gong pulu
6. 1 (satu) buah kempur
7. 2 (dua) buah suling berukuran kecil
8. 4 (empat) buah suling berukuran sedang
9. 2 (dua) buah suling berukuran besar.

4) Gamelan Pesel
Gamelan pesel adalah jenis gamelan baru berlaras pelog 7 nada yang diciptakan oleh I
Wayan Arik Wirawan dari Banjar Kehen, Kesiman, Denpasar antara tahun 2014-2015. Asal
kata pesel sendiri berasal dari kata Pe (Pegulingan) dan Sel (Selonding). Dari hal itu bisa
dikatakan bahwa gamelan pesel adalah gamelan perpaduan dari gamelan Semar Pegulingan
dan Selonding. Bisa dilihat juga dalam bahasa Bali arti kata pesel adalah menyatukan. Jadi
bisa dikatakan bahwa pencipta berkeinginan untuk menyatukan rasa, pikiran, niat dan tujuan
pelestarian seni budaya, selain dari penyatuan 2 ensambel gamelan tadi.

A. Fungsi Gamelan Pesel


Fungsi dari gamelan ini selain sebagai pengiring upacara/memberi ilustrasi pada
suatu upacara, juga digunakan sebagai sarana hiburan lewat tabuhtabuh kreasi maupun
tabuh yang dikolaborasikan dengan tarian.

B. Komposisi Gamelan Pesel


Gamelan ini termasuk dalam gamelan barungan sedang dengan jumlah pemain
antara 18-22 pemain.
Instrumen dalan gamelan pesel
1. 2 buah Kendang krumpungan (Lanang & Wadon)
Kendang ini adalah kendang berukuran sedang (22-25 cm) yang dimainkan dengan
teknik ngrumpung menggunakan ujung jari (pada pukulan tanan kiri). Kendang ini
berbentuk membrane dengan kayu sebagai pembentang selaputnya.

2. 1 buah tromping
Trompong yang digunakan dalam ensamble gamelan ini memiliki 12 nada dengan
3 atau 4 nada pamero (sumbang). Trompong ini berbentuk pencon dan terbuat dari
bahan kerawang (campuran logam).
3. 2 buah Jublag
Instrument jublag memiliki 10 nada dengan 3 nada pamero (sumbang). Instrument
jublag ini memiliki bentuk bilah dengan bahan dasar besi.
4. 2 gong selonding (Lanang & Wadon) dan 2 kempur selonding (Lanang & Wadon)
Ini yang menjadi pembeda gamelan ini dengan gamelan lainnya. Kalau biasanya
gamelan lain menggunakan jegog berukuran tinggi sebagai “penandan” irama, maka
barungan gamelan ini menggunakan gong dan kempur selonding sebagai gantinya.
Instrumen ini berbentuk bilah dengan bahan dasar besi serta memiliki 4 daun suara
dengan 2 suara nada pada setiap tungguhnya.
5. 1 pangkon kecek/ceng-ceng penyu/ricik
Instrumen ini berfungsi sebagai pemurba irama serta mempertegas pukulan
kendang. Instrumen ini berbahan dasar kerrawang (campuran logam) dan berbentuk
lempengan dengan sisi cembung/cekung (tergantung dari sisi mana kita melihat)
6. Kajar/trenteng/guntang alit
Instrument ini selain berfungsi sebagai tempo dalam barungan, terkadang juga
berfungsi untuk mempertegas pukulan kendang krumpungan. Instrument ini berbentuk
pencon dengan bagian tengah yang tidak terlalu menonjol bahkan sejajar dengan
permukaan sekitarnya dengan bagian cekung sebagai pembatasnya. Instrument ini
terbuat dari kerawang.
7. 2 tungguh gangsa
Gangsa dalam barungan ini berjumlah 15 nada dengan laras pelog 7 nada.
Instrument ini terbuat dari besi yang berbentuk bilah-bilah nada yang dijejer.
8. 2 tungguh kantilan
Kantilan ini hamper sama dengan gangsa namun dengan perbedaan suara nadanya
lebih tinggi. Kantilan ini berbentuk bilah dengan bahan dasar besi.
9. 1 pangkon Gentorang/gentorag
Gentorang adalah lonceng berukuran kecil yang disusun sedemikian rupa seperti
menara. Fungsi dari gentorang ini adalah untuk mempertegas pukulan gong. Instrument
ini berbahan dasar kerawang yang berbentuk lonceng
10. 2 buah gong, 1 buah kempur dan 1 klentong/kemong
Instrumen ini berbentik pencon dengan bahan dasar kerawang. Instrument ini
berfungsi sebagai pemurba irama (untuk memnandakan akhir, pertengahan dan
pengulangan lagu)
11. 3-6 buah suling
Suling dalam gamelan ini berbentuk tabung dengan lobang yang dibuat sejajar dan
difungsikan sebagai pemanis gending tetabuhan.

Anda mungkin juga menyukai