Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Profesionalisme seorang perawat tidak bisa dilepaskan dari
pemahamannya tentang substansi dasar yang terkandung dalam profesi tersebut,
antara lain falsafah keperawatan, paradigma keperawatan, model konseptual serta
teori-teori keperawatan. Falsafah keperawatan memberikan keyakinan, pemikiran,
atau landasan mendasar untuk mengkaji tentang penyebab yang mendasari suatu
fenomena keperawatan yang terjadi dan paradigma keperawatan menjadi dasar
penyelesaian suatu fenomena keperawatan yang ditinjau dari pendekatan konsep
manusia, kesehatan, keperawatan, dan lingkungan. Dalam hal ini terdapat suatu
hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara falsafah, paradigma dengan model
konseptual atau teori keperawatan (Tomey & Alligood, 2010).
Profesi keperawatan mengenal empat tingkatan teori, yang terdiri dari
philosophical theory atau metha theory, grand theory, middle range theory, dan
practice theory. Teori-teori tersebut diklasifikasikan berdasarkan tingkat
keabstrakannya, dimulai dari philosophical theory sebagai yang paling abstrak,
hingga practice theory yang bersifat empiris atau lebih konkrit. (Higgins &
Moore, 2000; Peterson & Bredow, 2008). Middle range theory merupakan salah
satu tingkat teori yang mulai membahas fenomena secara lebih konkrit, spesifik,
dan dapat dikembangkan untuk menyediakan pedoman pada tatanan praktik dan
penelitian yang berbasis pada disiplin ilmu keperawatan karena memungkinkan
untuk diuji secara empiris (Tomey & Alligood, 2010).
Salah satu tokoh keperawatan yang mengembangkan konsep teori pada
tingkat middle range theory adalah Katharine Kolcaba dengan teori kenyamanan.
Kolcaba menganggap penerapan teori kenyamanan bersifat universal dan bisa
diaplikasikan untuk memenuhi kebutuhan klien secara holistik (biologis,
psikologis, sosial, dan spritual).
Berdasarkan hal tersebut, perawat perlu memahami hubungan antara
falsafah, paradigma dengan teori keperawatan yang dikembangkan oleh Kolcaba
dengan tujuan mampu menerapkan teori tersebut di lingkup praktik dan penelitian

1
untuk meningkatkan kualitas hidup klien berdasarkan salah satu kebutuhan
dasarnya, yaitu kenyamanan.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Menganalisis hubungan model konseptual/teori keperawatan dengan
falsafah dan paradigma keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Menguraikan dan menganalisis pengembangan empiris tentang
teori/model konseptual Katharine Kolcaba.
b. Menguraikan dan mengkritisi refleksi/simulasi hubungan falsafah dan
paradigma dengan model konseptual/teori Katharine Kolcaba secara
empiris.
c. Menganalisis hubungan model konseptual/teori dengan falsafah dan
paradigma Katharine Kolcaba.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengembangan Empiris tentang Teori/Model Konseptual Katharine


Kolcaba

1. Sejarah Perkembangan Teori Kenyamanan Kolcaba


Teori kenyamanan pertama kali dikenal sekitar tahun 1990 an oleh
seorang tokoh bernama Katharine Kolcaba. Kolcaba lahir di Cleveland, Ohio
pada tanggal 8 Desember 1944. Beliau adalah doktor keperawatan yang
menerima sertifikat sebagai perawat spesialis gerontologi dengan fokus
penelitian pada perawatan paliatif dan perawatan jangka panjang di rumah.
Sejak tahun 1900-1929, sebenarnya kenyamanan klien sudah merupakan tujuan
utama dari profesi perawat dan dokter, karena kenyamanan dianggap sangat
menentukan proses kesembuhan klien. Namun, setelah dekade tersebut,
kenyamanan kurang mendapat perhatian khusus dari pemberi pelayanan
kesehatan. Pelayanan lebih difokuskan pada tindakan pengobatan medis untuk
mempercepat kesembuhan klien. Katharine Kolcaba merupakan tokoh
keperawatan yang kemudian membawa kembali konsep kenyamanan sebagai
landasan utama dalam memberikan pelayanan kesehatan dalam sebuah teori
yaitu “Comfort Theory and Practice: a Vision for Holistic Health Care and
Research”. Saat ini Kolcaba bekerja sebagai Associate Professor of Nursing di
Fakultas Keperawatan Universitas Akron dan terus mengembangkan teori
kenyamanan ini secara empiris (March, A. & McCormack, D., 2009).

2. Konsep Teori Comfort Kolcaba


Kenyamanan adalah pengalaman yang diterima oleh seseorang dari suatu
intervensi. Hal ini merupakan pengalaman langsung dan menyeluruh ketika
kebutuhan fisik, psikospiritual, sosial, dan lingkungan terpenuhi (Peterson &
Bredow, 2008). Konsep teori kenyamanan meliputi kebutuhan kenyamanan,
intervensi kenyamanan, variabel intervensi, peningkatan kenyamanan, perilaku
3
pencari kesehatan, dan integritas institusional. Menurut Kolcaba dan Di Marco
(2005) hal tersebut dapat digambarkan dalam kerangka konseptual sebagai
berikut:

Gambar 1. Kerangka Kerja Konseptual pada Teori Kenyamanan

Seluruh konsep tersebut terkait dengan klien dan keluarga. Teori


kenyamanan terdiri atas tiga tipe, yaitu (1) relief: kondisi resipien yang
membutuhkan penanganan spesifik dan segera, (2) ease: kondisi tenteram atau
kepuasan hati dari klien yang terjadi karena hilangnya ketidaknyamanan fisik
yang dirasakan pada semua kebutuhan, (3) transcendence: keadaan dimana
seseorang individu mampu mengatasi masalah dari ketidaknyamanan yang
terjadi.
Kolcaba memandang bahwa kenyamanan merupakan kebutuhan dasar
seorang individu yang bersifat holistik, meliputi kenyamanan fisik,
psikospiritual, sosiokultural, lingkungan. Kenyamanan fisik berhubungan
dengan mekanisme sensasi tubuh dan homeostasis, meliputi penurunan
kemampuan tubuh dalam merespon suatu penyakit atau prosedur invasif.
Beberapa alternatif untuk memenuhi kebutuhan fisik adalah memberikan obat,
merubah posisi, backrub, kompres hangat atau dingin, sentuhan terapeutik.
Kenyamanan psikospiritual dikaitkan dengan keharmonisan hati dan
ketenangan jiwa, yang dapat difasilitasi dengan memfasilitasi kebutuhan
interaksi dan sosialisasi klien dengan orang-orang terdekat selama perawatan
dan melibatkan keluarga secara aktif dalam proses kesembuhan klien.
4
Kebutuhan kenyamanan sosiokultural berhubungan dengan hubungan
interpersonal, keluarga dan masyarakat, meliputi kebutuhan terhadap informasi
kepulangan (discharge planning), dan perawatan yang sesuai dengan budaya
klien. Beberapa cara untuk memenuhi kebutuhan sosiokultural adalah
menciptakan hubungan terapeutik dengan klien, menghargai hak-hak klien
tanpa memandang status sosial atau budaya, mendorong klien untuk
mengekspresikan perasaannya, dan memfasilitasi team work yang mengatasi
kemungkinan adanya konflik antara proses penyembuhan dengan budaya klien.
Kebutuhan yang terakhir adalah kebutuhan akan kenyamanan lingkungan yang
berhubungan dengan menjaga kerapian dan kebersihan lingkungan, membatasi
pengunjung dan terapi saat klien beristirahat, dan memberikan lingkungan yang
aman bagi klien (Kolcaba, 2006). Hubungan antara tiga tipe kenyamanan dan
empat aspek pengalaman holistik tergambar dalam struktur taksonomi
(terlampir).

3. Penelitian terkait Teori Kenyamanan Kolcaba


Penelitian-penelitian yang menerapkan teori comfort Kolcaba telah
banyak dilakukan, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Krinsky, Murillo
dan Johnson tahun 2014 dengan judul “ A practical application of Katharine
Kolcaba’s comfort theory to cardiac patients”. Penelitian ini memberikan
intervensi yang spesifik “quiet time” untuk memberikan kenyamanan kepada
pasien jantung. Penelitian dilakukan oleh March dan McCormack tahun 2009
dengan judul “Nursing theory-directed healthcare: modifying Kolcaba’s
comfort theory as an institution-wide approach”, penelitian ini menyimpulkan
bahwa teori comfort bisa diterapkan, bahkan pada lingkungan yang tampak
tidak nyaman seperti ICU. Di Indonesia, aplikasi teori Kolcaba juga telah
dilakukan dalam berbagai penelitian, sebagai contoh penelitian yang dilakukan
oleh Kustati Budi Lestari dengan judul “Dampak dekapan keluarga dan
pemberian posisi duduk terhadap distress anak saat dilakukan pemasangan
infus”, hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh pemberian dekapan
keluarga dan pemberian posisi duduk anak terhadap score distress anak.

5
B. Kritisi Refleksi/Simulasi Hubungan Falsafah dan Paradigma Model
Konseptual dan Teori Keperawatan Katharine Kolcaba secara Empiris

Falsafah keperawatan memberikan keyakinan, pemikiran, atau landasan


mendasar untuk mengkaji tentang penyebab yang mendasari suatu fenomena
keperawatan yang terjadi dan paradigma keperawatan menjadi dasar penyelesaian
suatu fenomena keperawatan yang ditinjau dari pendekatan konsep manusia,
kesehatan, keperawatan, dan lingkungan. Falsafah, paradigma dengan model
konseptual atau teori keperawatan mempunyai suatu hubungan yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lainnya. (Tomey & Alligood, 2010).
Kolcaba memandang teori kenyamanan sesuai dengan falsafah dan paradigma
keperawatan. Dalam teorinya Kolcaba menyampaikan asumsi dasar bahwa manusia
memiliki respon yang holistik terhadap stimulus yang kompleks (nyaman atau tidak
nyaman) (Kolcaba, 1994). Kenyamanan merupakan kebutuhan dasar seorang individu
yang bersifat holistik, meliputi kenyamanan fisik, psikospiritual, sosiokultural, dan
lingkungan. Hal ini sejalan dengan falsafah keperawatan yang memandang bahwa
keperawatan berfokus pada kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk holistik.
Kolcaba mendefinisikan konsep metaparadigma keperawatan sesuai dengan teori
kenyamanan yang dikembangkannya. Hal ini bisa dilihat dari pandangan Kolcaba tentang
keperawatan, manusia, lingkungan, dan kesehatan yang saling mendukung satu dengan
yang lain untuk memberi rasa nyaman pada klien. Menurut Kolcaba, keperawatan
merupakan proses mengkaji tingkat kenyamanan klien, menyusun dan
mengimplementasikan intervensi terapeutik untuk meningkatkan respon nyaman, dan
mengevaluasi tingkat kenyamanan klien secara holistik. Manusia dijelaskan sebagai
individu, keluarga, institusi, atau masyarakat yang mampu merasakan suasana nyaman
dan tidak nyaman serta membutuhkan tindakan untuk meningkatkan rasa nyaman.
Lingkungan merupakan faktor eksternal yang bisa dimodifikasi untuk menimbulkan rasa
nyaman pada klien. Kesehatan merupakan fungsi optimal yang bisa dicapai oleh klien,
dimana salah satunya ditentukan dari faktor kenyamanan.

C. Analisis Hubungan Model Konseptual dan Teori Keperawatan Katharine


Kolcaba dengan Filosofi, Falsafah, dan Paradigma Keperawatan
6
Aplikasi suwatu teori ke lahan praktik dipengaruhi oleh banyak faktor.
Sebuah teori keperawatan harus sesuai dengan nilai dan misi suatu institusi, teori
bersifat sederhana, dan mudah dipahami untuk dipakai sebagai panduan praktik
(Kolcaba, 2006). Teori Kolcaba termasuk dalam middle range theory. Middle
range theory merupakan teori keperawatan yang keabstrakannya pada level
pertengahan dan lebih mudah untuk diaplikasikan oleh perawat. Middle range
theory tidak dapat digunakan untuk menjelaskan situasi kehidupan yang
kompleks. Teori ini berfokus pada konsep peminatan keperawatan yang mencakup
konsep nyeri, berduka, harapan hidup, empati, konsep diri, dan teori kenyamanan
seperti model teori Kolcaba ( Peterson & Bredow, 2008).
Menurut Kolcaba, teori kenyamanan menjadi salah satu pilihan teori
keperawatan yang dapat diaplikasikan langsung di lapangan karena bersifat
universal dan tidak terhalang budaya yang dimiliki oleh setiap masyarakat. Hal ini
menyebabkan teori kenyamanan bisa dimodifikasi seluas-luasnya sesuai
kebutuhan klien masing-masing (March, A. & McCormack, D., 2009).
Pada awalnya teori kenyamanan ini disusun sebagai teori yang berpusat
pada klien dan keluarga (family-client centered theory) yang dianggap sebagai inti
dari praktik keperawatan. Kolcaba mengobservasi bahwa ketidaknyaman yang
dirasakan oleh klien dan keluarga tidak hanya sebatas sensasi fisik dan emosi,
tetapi melibatkan aspek holistik yaitu fisik, psikospritual, sosiokultural, dan
lingkungan.
Berdasarkan model konseptual yang dikembangkan, teori kenyamanan
memiliki pandangan, bahwa bila klien dan keluarga merasa nyaman dengan
pelayanan kesehatan yang diberikan, mereka akan memiliki komitmen untuk
berperilaku sehat (health seeking behaviour) sehingga berdampak holistik pada
integritas suatu institusi dalam memberikan kebijakan dan praktik yang maksimal,
antara lain adanya integrasi konsep kenyamanan dalam proses pemberian asuhan
keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi. Proses pengkajian
dimulai dari mengidentifikasi kebutuhan rasa nyaman klien ditinjau dari 3 fase
(relief, ease, dan transcendence) serta meliputi 4 konteks kenyamanan (fisik,
psikospiritual, sosiokultural, dan lingkungan).

7
Tahap berikutnya dalam penyusunan diagnosa keperawatan, kenyamanan
menjadi salah satu domain dalam merumuskan diagnosa keperawatan menurut
NANDA (North American Nursing Diagnosis Association). Kenyamanan juga
menjadi salah satu priority outcome yang dinilai berdasarkan NOC (Nursing
Outcome Classification) (Moorhead, S., 2008) dan juga menentukan intervensi
terapeutik mandiri perawat berdasarkan NIC (Nursing Intervention Classification)
(Dochterman, 2008). Salah satu intervensi terapeutik dalam NIC adalah
environment modification dimana perawat dapat memodifikasi lingkungan baik
secara internal dan eksternal untuk kenyamanan klien. Berdasarkan pendapat
Kolcaba & Wilson (2004), terdapat tiga intervensi untuk mencapai kenyamanan
klien, yaitu standard comfort intervention (pengkajian, vital sign, medikasi),
coaching (dukungan emosional, pendidikan kesehatan), dan comfort food for the
soul (terapi musik, kunjungan orang terdekat). Hal ini menunjukkan bahwa di
setiap tindakan, teori kenyamanan ini selalu bersifat holistik (bio, psikospiritual,
sosiokultural, dan lingkungan).
Dengan demikian proses kesembuhan klien akan lebih cepat sehingga
dapat menurunkan biaya perawatan dan lamanya hari perawatan, meningkatnya
keamanan klien selama dirawat, meningkatnya stabilitas ekonomi, dan banyak
kepentingan publik lainnya yang bisa terfasilitasi. Manfaat besar yang didapat dari
implikasi teori kenyamanan ini juga akan membantu institusi membuat kebijakan
untuk mengembangkan suatu pusat studi dan penelitian yang berbasis pada teori
kenyamanan sehingga akan semakin banyak intervensi berdasarkan EBN yang
bisa diberikan untuk memenuhi kebutuhan holistik klien akan rasa nyaman.
Tentunya hal ini akan meningkatkan kepuasan klien sehingga institusi pelayanan
kesehatan akan diuntungkan secara materiil dan non materiil.
Peran teori kenyamanan ini juga tidak hanya terbatas pada hubungan
perawat dan klien saja, tetapi juga mengatur antara pimpinan dengan staf, dimana
pimpinan institusi memiliki kewajiban menciptakan suasana yang nyaman bagi
stafnya (perawat) sehingga perawat juga mampu memberikan pelayanan rasa
nyaman yang terbaik untuk klien. Dengan demikian iklim institusi akan
berkembang dengan sehat.

8
Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa ada hubungan antara teori
Kolcaba dengan falsafah dan paradigma keperawatan, dimana teori Kolcaba juga
melihat komponen manusia, kesehatan, lingkungan, dan keperawatan dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada klien secara holistik.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Profesionalisme seorang perawat tidak bisa dilepaskan dari
pemahamannya tentang substansi dasar yang terkandung dalam profesi tersebut,
antara lain falsafah keperawatan, paradigma keperawatan, model konseptual serta
teori-teori keperawatan, dimana antara keempat komponen tersebut saling
berhubungan satu dengan lainnya. Dalam tingkat perkembangan teori
keperawatan, Middle Range Theory merupakan teori keperawatan yang
keabstrakannya pada level pertengahan dan lebih mudah di aplikasikan oleh
perawat. Salah satu contoh dari Middle Range Theory adalah Theory of Comfort
oleh Kolcaba. Kolcaba memandang teori kenyamanan sesuai falsafah dan
paradigma keperawatan. Hal ini terlihat dari pandangan Kolcaba tentang seorang
individu dapat merasakan kondisi nyaman dan tidak nyaman, yang dipengaruhi
oleh aspek yang bersifat holistik, meliputi fisik, psikospiritual, sosiokultural, dan
lingkungan. Ketidaknyamanan yang dirasakan dapat mempengaruhi status
kesehatan seseorang, oleh karena itu perawat sebagai pemberi pelayanan
kesehatan perlu memahami dan mengaplikasikan model konseptual teori
kenyamanan untuk meningkatkan status kesehatan klien.

B. Saran
1. Diperlukannya pengembangan penelitian keperawatan sesuai model
konseptual atau teori guna meningkatkan mutu pelayanan asuhan
keperawatan
2. Dalam menganalisis kasus keperawatan perlunya penggunaan pendekatan
teori keperawatan yang sesuai dengan mempertimbangkan kondisi klien dan
lahan praktik.

DAFTAR PUSTAKA

10
Dochterman, J.M & Bulecheck G.M, (2008). Nursing Interventions Classification
(NIC) Fifth Edition. St. Louis: Mosby Elsevier.

Higgins, P.A., & Moore, S.M. (2000). Levels of theoretical thinking in nursing.
Nursing outlook, 48(4), 179-183. Retrieved from:
http://www.nursingoutlook.org/article.

Kolcaba, K.Y. (1994). A theory of holistic comfort for nursing. Journal of


Advance Nursing, 19, 1178-1184. Retrieved from:
http://thecomfortline.com/files/pdf/1994.

Kolcaba & Wilson, L. (2004). Practical application of comfort theory in the


perianesthesia setting. Journal of PeriAnasthesia Nursing, 19 (3), 164-173.
Retrieved from: http://thecomfortline.com/files/pdfs/2004.

Kolcaba, K. (2005). Comfort Theory and Its Application to Pediatric Nursing.


Retrieved from: http://medscape.com/viewarticle/507387_2

Kolcaba, K., Tilton, C., Drouin, C. (2006). Comfort theory a unifying framework
to enhance the practice environment. The Journal of Nursing
Administration, 36(11), 538-544. Retrieved from:
http://thecomfortline.com/files/pdfs/2006.

March, A. & McCormack, D. (2009). Nursing Theory-Directed Healthcare


Modifying Kolcaba’s Comfort Theory as an Institution-Wide Approach.
Holistic Nursing Practice. Retrieved from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19258847

McKenna. (1997). Nursing Theories and Models. London: Routledge

Moorhead, S. et all, (2008). Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth


Edition. St. Louis: Mosby Elsevier.
11
Peterson, S. J. & Bredow, T. S. (2008). Middle Range Theories : Application to
Nursing Research. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Krinsky, R., Murillo, I., Johnson, J. (2014). A Practical Application of Katherine


Kolcaba’s to Cardiac Patients. Retrieved from:
http://www.researchgate.net/publication/260216101.

Tomey, A. M. and Alligood. (2010). Nursing Theorist and Their Work (7th ed). St.
Louis: Mosby Elsevier.

12
Lampiran 1
Contoh Aplikasi Struktur Taksonomi Teori Kenyamanan pada Klien Anak

Relief Ease Transcendence


Fisik Mual Tempat tidur yang Persepsi pasien “
Kurang mobilitas nyaman, Saya dapat
keseimbangan, posisi mentoleransi
yang nyaman untuk nyeri”
nyeri
Psikososial Kecemasan Ketidakpastian Kebutuhan
tentang keberhasilan dukungan spiritual
pembedahan dan penentraman
hati dari tim
kesehatan
Lingkungan Keadaan gaduh di Kekurangan privasi Kebutuhan untuk
ruang PICU, ketenangan,
pencahayaan lingkungan yang
berlebih tidak asing
Dingin kebutuhan privasi
dengan perawatan
diri
Sosiokultural Tidak adanya Keterbatasan bahasa Kebutuhan
perawatan yang dukungan keluarga
intensif terhadap dan teman,
budaya, keluarga kebutuhan
tidak hadir informasi
Sumber: Kolcaba, K. (2005)

13

Anda mungkin juga menyukai