Anda di halaman 1dari 121

Sang Pembunuh

Oleh: Amillatus Soffia | X-MIA

Langit beraura merah saga


Dengan kerikil perkasa berlarian
Meluncur laksana peluru
Serta terbang bersama dengan teriakan takbir

Semua menjadi saksi atas keteguhanmu


Bersabarlah allah pasti membantu
Meski yahudi semakin rusuh
Janganlah menyerah doa kita bersamamu

Wahai... sang pembunuh


Aku tak gentar melawanmu
Dengan ayat ayat allah kau akan runtuh
Dari bumi yang akan terpadu

1
Perpisahan
Oleh: Amillatus Soffia | X-MIA

Di saat embun pagi bersembunyi


Angin dingin pun menerpa
Diiringi dengan birunya langit
Burung-burungpun menari dengan lincah
Suara merdu berharmoni indah
Dan kaupun mulai menyapa

Ah.. Lambaian perpisahanpun tinggal kenang


Di ujung jalan memori ku tinggal
Gelora anganpun terasa
Dalam dekapan yang nyata

Rasa rindu tak kunjung hilang


Terus menerus menyiksa
Ku ingin menghilangkannya
Namun ku tak kuasa

2
Goyah
Oleh: Amillatus Soffia | X-MIA

Cerita yang tak sesuai rencana


Berakhir dengan hati yang patah
Karena tidak dirawat dengan semestinya
Membuat dia mudah goyah

Mengukir sebuah kebahagiaan


Di atas sebuah kesedihan
Membuat tak enak dMIAndang

Memandang indahnya pelangi


Di bawah teriknya mentari
Takkan sanggup ku nikmati
Lantas haruskah aku pergi?

3
Kehancuran
Oleh: Amillatus Soffia | X-MIA

Waktu terus berputar


Hingga tak kurasa semua telah memudar
Bumi semakin tua
Berbagai bencana telah menyebar di mana-mana

Aku takut..
Dalam hati selalu bertanya
Ada apa dengan dunia?

Kehancuran dunia telah merapat


Bumi semakin berkarat
Apakah ini teguranmu tuhan?
Atas apa yang kami lakukan

4
Bersaudara
Oleh: Amillatus Soffia | X-MIA

Aku ingin bertanya


Satu hal kepadamu sahabat
Pantaskah aku beriringan bersamamu?
Berada di jalan yang sama tuk melintasi waktu

Karena diriku tak mampu berkutat


Saat dirimu terpuruk dalam dekap
Bahkan kau sering tak menganggap
Kepedulianku yang tak kau lihat

Masih pantaskah diriku kau sebut sahabat?


Memang benar diriku tak sempurna
Maukah kau untuk saling menyempurnakan?
Menjalin ikatan bersaudara

5
Gugur
Oleh: Amillatus Soffia | X-MIA

Kuncup mawar mulai mekar


Menuaikan keindahan
Malam berbalut rintik hujan
Perlahan membasahi kelopaknya

Sang malam mulai berbisik pada angin


Memberikan hembusan perlahan tapi pasti
Tanpa terganti, hingga tiada lagi yang berseri

Kini keindahan tiada lagi


Menyisahkan rindu pada mahkota indahmu
Tatkala kini ku menunggu sang waktu
Kembali menatapmu tanpa gugur putikmu

6
Rintik Ilmu
Oleh: Amillatus Soffia | X-MIA

Mendung pagi terasa sunyi


Namun semangatku tidak hilang dan menepi
Rintikan hujan mulai turun
Tak kan runtuh niatku untuk menempuh ilmu

Setapak demi setapak ku lalui


Ku terobos rintik dalam sepi
Tak kan kutinggalkan meski ku jalan kaki

Wahai kau rintik ilmu


Jangan kau kelabuhi aku
Hanya karena air matamu
Yang jatuh karena rindu aku

7
Warna dalam Hidup Ibu
Oleh: Amillatus Soffia | X-MIA

Ibu...
Terik sang mentari
Kau terjang demi aku

Kulitmu yang lusuh


Menambah warna dalam hidupmu
Lantas akankah aku tetap terpaku
Memandangmu pun aku terharu

Wahai, teman-temanku
Akankah kalian ingin melawannya?
Hargailah setiap perjuangannya!
Surga berada dibawah telapak kakinya

8
Kau Telah Jauh
Oleh: Amillatus Soffia | X-MIA

Seucap kata rindu


Tak mampu ku ungkapkan
Bulir air mata
Terus mengalir tanpa henti
Senyum sulit ku ukir kembali
Karena tak mampu ku balas kasihmu ibu..

Semua telah usai tanpa ku bayar tuntas


Kau telah jauh dalam ingatan
Sebelum aku menghafal wajahmu
Kau tinggalkan aku dalam kelabu

9
Obat Hidup
Oleh: Amillatus Soffia | X-MIA

Kabut pagi menyelimuti bumi


Aku ragu untuk melangkahkan kaki
Entah kenapa dengan diriku ini
Merasa bosan dengan kehidupan sehari-hari

Kini ku coba melangkah pergi


Melangkah mundur dan menepi
Namun kau genggam kembali
Lengan ini dengan semangat berapi-api

Terimakasih kawan…
Kau mengulur tangan pemberi harapan
Tak akan ada lagi kata menyerah
Karena kau obat dalam hidupku semata

10
Candu
Oleh: Amillatus Soffia | X-MIA

Lara dalam benakku kembali tumbuh


Memandang langit yang membiru
Serasa kau kembali kepadaku

Wahai.. Ibuku…
Rindu ini membuatku candu
Ku mohon kau jangan melarangku
Meski ku tahu kita tak akan bertemu
Karena duniaku berbeda denganmu

11
Sahabat Sejati
Oleh: Amillatus Soffia | X-MIA

Kau tahu, jika ada alat ukur kebahagiaan


Akulah salah satu orangnya
Karena apa?
Seorang sahabat sejati

Aku mampu menjadi apa saja


Konyol… Menggila…
Kemampuan serba-bisa
Percayalah kawan,semua ku lakukan untukmu
Menghapus sedih dan pilu

Menggantinya dgn bahagia


Oh sahabat....
Terima kasih untuk segalanya
Untuk waktu dan kebahagiaan yang kau beri

12
Buanglah Topengmu
Oleh: Amillatus Soffia | X-MIA

Gelombang kehancuran telah di depan mata


Menggulung cepat meratakan rakyat
Terusik adanya ulah penjabat
Membom negara hingga melarat

Wahai negeriku
Bukannya bertambah maju kini menjadi layu
Moral mengendap menjadi lusuh
Beginikah terus langkah gontaimu

Buanglah topeng-topeng dari parasnya


Kami tak sudi lagi menerima pesona
Terselubung di balik sikap sahaja
Membumbung kebohongan tinggi laksana menara

13
Pandangan Baru
Oleh: Amillatus Soffia | X-MIA

Indahnya pagar rumah tetanggaku


Berwarna biru dengan pohon yang sayu-sayu
Aku pikir dia beru kemarin berhutang padaku
Ternyata untuk menyaingi rumah lurah di sebelah

Aku tahu dapurnya hanya berdinding bambu


Beratap rongga-rongga jalannya angin malam
Namun kenapa harus bersaing dengannya?
Jika fungsi rumah hanya untuk berteduh

Ah, rupanya aku sudah terlalu kuno


Pandangan tentang rumah telah bergeser jauh
Semakin tinggi rumah semakin tinggi derajatnya
Dan kini hanya rumahku yang terkecil di desa

14
Ibu Berpayung Merah
Oleh: Amillatus Soffia | X-MIA

Burung menepi pada daun yang basah


Menyenandungkan kisah hujan penuh makna
Sebagai saksi masa lampau atas diamnya
Berujung duka penuh siksa durjana

Hai, kau…
Dia bukan ibumu..
Ibumu memayungimu menuju rumah itu
Rumah singgah setinggi menara
Tanpa ada cinta di dalamnya

Rupanya ibumu salah paham


Kau tak bahagia meski dalam takhta
Simpul senyum sulit untuk kau rekah
Tanpa sosok ibu berpayung merah

15
Obat Rindu
Oleh: Dewi Khusnul Mazidah | XI-MIA

Mentari menyapa pagi ini


Tanda hari telah berganti
Desa yang semalam sunyi
Kini telah ramai kembali

Tetapi rindu tetaplah rindu


Meskipun hampir setengah windu
Percuma saja sibuk melupakanmu
Jika hasilnya kau tetap di hatiku

Aku hanya bergumam dengan waktu


Pasrah dalam penantian menunggu
Ku coba berdamai dengan rasaku
Namun obat rindu hanyalah bertemu denganmu

16
Pangeran di Ujung Senja
Oleh: Dewi Khusnul Mazidah | XI-MIA

Alkisah…
Di sebuah ruang nolstalgia
Terciptalah harapan berajut aksara
Membumbung segala rasa
Namun tak mampu bersanding dengannya

Wahai pangeran di ujung senja


Dengarkanlah senandung kalbu
Aku bukanlah putri bermahkota indah
Bukan pula berpendidikan S-2
Aku salah satu dari jutaan pengagum rahasia
Yang akan terus menatap punggungmu semata

17
Kerikil Miskin
Oleh: Dini Widiyastutik | XI-MIA

Jalanan… hidup yang tak didambakan


Tidur lepas beralas koran yang berantakan
Dingindan panas selalu diterjang
Mencari uang hanya untuk makan

Miris…
Wajah cemong bergaun compang-camping
Berlarian memikat belas kasih

Hey.. kau yang duduk di sana


Pamerkah anda dengan kuasa sementara
Sesekali lihatlah engkau ke bawah
Ada aku, kerikil miskin yang kau cipta

18
Ragu pada Rasaku
Oleh: Dini Widiyastutik | XI-MIA

Izinkan aku menyapamu


Lewat senja di kala petang yang menunggu
Ku rajut rasa dalam kata hanya untukmu
menghaturkan kepedihan luka waktu itu

Kenali aku dengan caraku sendiri


Dari bisik tetangga yang kau tahu
Dusta akan selalu mengelilingimu
Saat kau ragu pada rasaku

Suara ini berbisik dalam tidurmu


Ada aku yang masih sabar menghadapimu
Meski ego membuat runtuh
Namun, engkau tetap kekasihku

19
Auratmu
Oleh: Dini Widiyastutik | XI-MIA

Gadis cantik berias diri


Tertudung pakaian syar'i
Dipenuhi manik-manik indah sekali
Memancarkan sinar Illahi

Aduhai wanita kecilku


Tutuplah auratmu
Malulah mengumbar rambutmu
Karena itu perhiasan berharga tuk suamimu nanti

Sadarlah.. Tegurlah dirimu


Ingatlah tentang ukhrawi
Maka seribu jiratan kau rasakan nanti

20
Penerjang Matahari
Oleh: Dini Widiyastutik | XI-MIA

Ku petik indahnya melati


Menyambut indah kicauan burung menari
Ku terlahir mendengar kumandang adzan pertama kali
Berkat seorang lelaki penyabar ku berada didunia ini

Siapakah lelaki itu?


Dia heroku…
Penerjang matahari tanpa letih
senyum wibawa tembungkus perih

Siang dan malam kau lewati sendirian


Meringkuk lelah beralaskan kesederhanaan
Beban berat kau pikul dalam diam
Hanya mendapatkan selembar kertas nominal

21
Tangan Kotor
Oleh: Dini Widiyastutik | XI-MIA

Bumi semakin tua


Manusia terombang-ambing akan adanya harta
Moral tak menyatu dibenaknya
Kerusuhan menjadi ciri khasnya

Setumpuk uang menjadi penyebabnya


Manusia berbaur bebas tanpa ada ikatan sah
Perlahan bumi menggerigit alam yang indah
Sebab ia malu meratapi manusia

Masih tak sadarkah kita?


Belum tibakah saatnya kita menundukkan kepala
Bercermin mendekatkan diri kepada sang kuasa
Atas segla tangan kotor kita

22
Tak Akan Luluh
Oleh: Dini Widiyastutik | XI-MIA

Terpancarnya cahaya jingga


menghabisi indahnya cakrawala
Meleburkan rasa yang penuh makna
Teruntuk engkau pengisi hidupku semata

Jangan salah mengenai cinta


Tak selamanya pada pria semata
Karena sahabatlah yang selalu ada
menorehkan sejuta inspirasi dalam ilusiku

Aku pernah terjatuh


Namun kau yang merubah heningku
Saat itu ku tahu
Sahabat sejati tak akan luluh oleh waktu

23
Pembuat Sengsara
Oleh: Dini Widiyastutik | XI-MIA

Wahai engkau pejabat


Kata manismu seperti gonggongan buaya
Pemberi derita, pembuat masalah
pemakan harta rakyat jelata

Kini kau tak mampu memberi warna untuk negara


Kehidupan sejahtera hanyalah wacana
Janji kau buat hanya untuk fantasi saja

Apa ini yang dinamakan negeri surgawi?


Orang bawah yang hanya gigit jari
Sedangkan kau memperkaya diri
Di dunia dan akhirat nanti

24
Kesunyian yang Kelam
Oleh: Dini Widiyastutik | XI-MIA

Masa yang akan datang


Masa yang tak pernah dibayangkan
Di mana manusia terdiam
Menyesali satu per satu kesalahan

Tak ada daya untuk melawan


Hanya deruan tangis yang terdengar
Kesunyian yang kelam
Hanya nurani yang bergumam

Sebuah hati menanti pertolongan


Berdegub kencang melihat hasil kehidupan
Di mana semua dipertimbangkan
Hingga duka atau cita yang akan ia dapatkan

25
Menuju Surgawi
Oleh: Dini Widiyastutik | XI-MIA

Kegelapan sang mentari


Mengajarkan berpikir kembali
Melewati percikan api
Demi bisa menuju surgawi

Andai waktu bisa ku pungkiri


Akan kucoba memperbaiki diri
Entah kemana langkah kaki ini
Menuju jalan yang engkau ridhoi

Di lautan merapi
Ku tak bisa kembali lagi
Hanya tangis tuk meratapi
Kehidupan yang tak akan terulangi

26
Kesendirian
Oleh: Dini Widiyastutik | XI-MIA

Angin menderu begitu kencang


Menggoyangkan dedaunan hingga tumbang
Menandakan kegelisahan didalam dirinya
Seperti rasaku yang telah lama binasa

Begitu sulit rasanya berjuang


Jika ku lewati dalam kesendirian
Tak mudah bagiku untuk membuang
Kertas putih penuh kenangan

27
Sirna
Oleh: Dini Widiyastutik | XI-MIA

Kesenduan malam berujung sepi


Jiwaku terkoyak dalam sedih
Begitu hampa perasaanku ini
Berharap sesuatu lebih

Ku tak tau apa yang terjadi


Hingga rasa ini kau akhiri
Sebuah rajutan kisah pernah terlewati
Sirna tanpa kau di sisiku lagi

Ingatkah engkau waktu pertama kali


Yang kini tak lagi mulai berarti
Kepergianmu menyakiti relug terdalam ini
Dan teruntukmu cinta sampai mati

28
Pembuat Onar
Oleh: Dini Widiyastutik | XI-MIA

Suara lantang yang membara


Hingga menggoreskan telinga
Tak ada makna tuk memahaminya
Bentuk apa permasalahannya

Titik api semakin memuncak


Menggetarkan seluruh ruangan
Rasa hati tak mampu bergumam
Hanya termenung ketakutan

Oh, ternyata engkau pembuat onar


Gaduh dalam perbuatan
Masih pantaskah engkau dalam singgahsana
Sebagai pilihan rakyat mengadu suara

29
Berlian dalam Malam
Oleh: Dini Widiyastutik | XI-MIA

Hay… Bintang...
Berlian dalam malam
Pancaran yang begitu menawan
Penerang kegelapan bersama angan

Ku merenungkan sebuah keindahan


Memastikan kau tak digoda sang bulan
Haruskah ku turut serta dalam barisan
Menjadi kawan dalam kebisingan

30
Mengabdi
Oleh: Dini Widiyastutik | XI-MIA

Bumi berbisik sedih


Mengutarakan kesaksiannya terhadap negeri
Ada apa dengan Indonesiaku kini?

Remaja pengujar kebencian sana-sini


Kobar prestasi hanya segelintir
Apakah kalian telah letih?
Hanya untuk belajar dan memahami

Wahai, kawanku saat ini


Jangan kau mengurung diri
Anak bangsa perlu mengabdi
Pada negara yang akan maju ini

31
Aku, Hujan, dan Kenangan
Oleh: Dini Widiyastutik | XI-MIA

Awan berselimuti kegelapan


Pancarannya mulai tenggelam
Keelokan langitpun perlahan kelam
Menampakkan suasana hati yang kesepian

Lambaian daun mulai tersapu hujan


Secara perlahan ku merasakan
Seperti engkau yang hanyut dalam malam
mengingatkanku sebuah kenangan

Rintikan airpun mengalir deras


Batin dan ragaku terasa ingin lepas
Menari riang di dedaunan
bersama senyum dan tawamu seorang

32
Kesatuan Hati
Oleh: Dini Widiyastutik | XI-MIA

Sekian lama waktu telah ku lewati


Bersama angin kencang menderu dikala pagi
Inginkan ku menari-nari
Karena kau datang kembali

Warna-warni kehidupan memancarkan sinar pelangi


Ilalang memberi jalan keseriusan hati
Dimana engkau mengingatkan rasa itu kembali
Bersama imajinasi, tawapun bersemi

Sejenak kau berhasil membuatku bangkit kembali


Pada kursi goyah yang telah kududuki
Inikah kebahagiaa yang lama ku cari
Yang akan menentapkan kesatuan hati

33
Auramu
Oleh: Dini Widiyastutik | XI-MIA

Engkau permata dalam dunia


Yang menerangi seluruh jagat maya
Hingga ku tak mampu berkata
Bahwa auramu seindah tangkai bunga

Kasihmu begitu mempesona


Membelitkan getaran pada jiwa
Jika, engkau mempunyai seratus raga
Salah satunya ingin ku miliki semata

Sudut mata menjadi poros istimewa


Menampakkan kharisma kegagahannya
Kau berdiri tegap membawa sejuta rasa
Hingga hati ini runtuh melihatnya

34
Dunia Fana
Oleh: Dini Widiyastutik | XI-MIA

Bumi terasa hampa


Semakin keropos di dalamnya
Berisi kebelaguan orang-orang
Membuat binasah secara perlahan

Tak pernah terbayang sakitnya jiwa


Selama ini otak mempropaganda
Kini hanya tangisan menggema
Merasakan detak jantung tak berirama

Dunia begitu fana


Sejuta luka dapat kau rasa
Terbalas juga diakhir sana
Hingga kau menyesal pada akhirnya

35
Terlalu Hina
Oleh: Dini Widiyastutik| Kelas

Api menyentuh penuh gairah


Mencuatkan nafsu berbalut luka
Menyekap air matadalam ruang hampa
Pada naungan nolstalgia

Apakah ini dikatakan kerentakan?


Getaran kian mengaung dengan sendirinya
Tak mampu menerima kenyataan yang ada
Karena semua mencemoh dan memandang rendah

Inilah kehidupanku yang terlalu hina


Kan ku jadikan motivasi tuk membukamnya
Mengubah penat menjadi juara
Meski dalam dekap nestapa

36
Takdir Sang Kuasa
Oleh: Dini Widiyastutik | XI-MIA

Di balik derasnya sungai


Terukir kisah nan kelam
Tentang sebuah kemiskinan
Yang dMIAndang sebagai cemohan

Banyak orang menghatam


Bercumbu dalam keegoisan
Tanpa ada belas kasih padanya
Hingga menjatuhkan martabat kehidupannya

Bukankah manusia memiliki haknya?


Mengapa orang yang memandang sebelah mata?
Dia tak pernah memintanya
Karena semua takdir sang kuasa

37
Tikungan sebuah Mimpi
Oleh: Dini Widiyastutik | XI-MIA

Ibu ..
Engkau seperti awan yang menggebu
Kasih sayang tak pernah runtuh
Pemberi harapan baru untukku
Impian yang indah kau tunggu dariku
Lantas tunggulah engkau disitu

Bersamamu ku mampu bersemayam diri


Meluapkan semua ironi
Dan kau selalu memberi solusi
Hingga ku tak salah melewati tikungan sebuah mimpi

38
Penantian Pagi
Oleh: Dini Widiyastutik | XI-MIA

Hijauhanmu pemberi kedamaian jiwa


Berbalut angin mengantarkanmu jatuh ke tanah
Menari-nari mengajak rinduku semata
Akankah bertemu dengan pucuk merah diujung sana?

Tangkai yang menjari mengantarkan sepi ini


Namun tanpamu, aku sendiri
Keberadaanmu menciptakansejuknya pagi
Ditambah penantianku yang tak kunjung pergi

39
Jeritan Sanubari
Oleh: Dini Widiyastutik | XI-MIA

Malam ini ku sendiri


Pada kesunyian malam ku berfantasi
Menutup kantup mata yang membeku
Menjatuhkan air mata dalam syahduku

Diam dalam kepurukan


Hati tertutup pada semua orang
Inilah wajah asliku
Dipenuhi kehidupan membisu

Duniaku hancur oleh gemerlap kalbu


Hanya mampu berkhayal dengan impianku
Tak ada seorangpun yang mendukungku
Meski aku menjerit dalam sanubariku

40
Maukah Engkau Menunggu
Oleh: Dini Widiyastutik | XI-MIA

Pada suatu masa


Ku temukan kau dalam genggamannya
Sebuah pertemuan melanjutkan kita melangkah
Menuju akhir yang bahagia

Namun, harapanku luruh dan tersekap


Akan adanya dilema yang kau ucap
Dikala memilih studi atau akad
Ku tak mampu untuk berkutat

Harapan dan cita-cita masih menggebu


Akankah kau mau untuk menunggu
Karena perjalanan hidup masih jauh

41
Pulang
Oleh: Dini Widiyastutik | XI-MIA

Awan hitam menyapu fajar


Menderu resah di angkasa
Menghujani sepetak ruang hampa
Mengingatkanku pada sang ibunda

Bukankah awan ingin berganti


Namun fajar tak pernah kembali
Begitupun ibundaku ini
Datang tuk pergi sesuka hati

Kini mega merah membawamu pulang


Mengantarkan sepucuk kenangan
Tanpa adanya satu hembusan
Membawaku rapuh dalam kegaduhan

42
Merangkul Awan
Oleh: Dini Widiyastutik | XI-MIA

Terlalu dalam kumenatap langit


Hingga senja ingin berkelit
Namun sang awan menjerit
Agar tak meninggalkan bintang yang berkelip

Ku goda rumah-rumah elit


Bermodal murung melintasi pintu
Keluarlah ibu dibalik pagar kayu
Melempar uang receh dan mencaciku

Ku terhempas dalam butiran hujan


Mendongak langit merangkul awan
Meliik lampu-lampu yang dMIAdamkan
Kini waktuku beranjak kedaratan

43
Secangkir Lagu
Oleh: Dini Widiyastutik | XI-MIA

Alunan musik membakar kalbu


Menuntunmu kehadapan penghulu
Diiringi irama yang sepadu
Meruntuhkan bongkahan air mataku

Kuberanjak pergi dengan melodi


Bersama gugurnya rindu ini
Berbalut kata dengan imaji
Ku senandungkan lagu ini

Kuketuk rona masa lalu


Penuh kelembutan nada yang syahdu
Ditemani secangkir lagu
Membunuh suntuk melepas ragamu

44
Seribu Kebenaran
Oleh: Dini Widiyastutik | XI-MIA

Diam…
Mata lensa itu bukanlah saksi
Bukanlah pembawa kebenaran yang berarti
mengapa menjalin prasangka disana-sini?
Seolah-olah perkataan menjadi teka-teki

Kami bukan pembaca pikiran


Bukan pula domba yang siap diadu
Kami hanya orang awam
Membutuhkan satu kepastian
Ingin mengetahui seribu kebenaran

45
Risau Hati
Oleh: Dini Widiyastutik | XI-MIA

Angin semilir dalam lautan pasir


Mengukir indah namamu di hulu yang asing
Berharap hujan memanggilmu untuk sekadar mampir
Menatap hati kosong yang perlahan kering

Mampukah kau bertahan lebih lama?


Mengisi rongga hati agar tetap bernyawa
Menutup luka yang masih menganga
Sampai aku mampu menemukan percanya

Awan terlalu cepat menggiringmu pergi


Aku belum sempat mengungkap risau hati
Namun kini bersama jatuhnya embun pagi
Ku sambut kicauan burung tuk mengubur mimpi-mimpi

46
Keikhlasan Hati
Oleh: Dini Widiyastutik | XI-MIA

Aku pernah berjalan


Melewati bentroknya guncangan
Kobar jiwa terkikis penuh kegairahan
Hingga ku berada diposisi ketegangan

Saat realita tak semanis ekspetasi


Bukan berarti semangat juang harus terhenti
Meski lidah sulit memungkiri
Namun, keikhlasan sekeping hati mampu kulewati

47
Aksara dalam Kelabu
Oleh: Feny Maulidiyah | XI-MIA

Sunyi malam menemani kesendirian


Meninggalkan sebuah lebam yang tak kunjung hilang
Andai waktu bisa terulang
Tak akan rela kau ku lepaskan

Kumenyesal telah melewatkan waktu


Tanpa ada kenangan terselip dalam sanubariku
Bersamamu yang telah jauh
Kusampaikan aksara dalam kelabu

Entah apa kau akan tahu


Rasa yang berakhir
Mengingat waktu yang terbuang percuma
Bersama penyesalan yang tiada guna

48
Rindu di Balik Rembulan
Oleh: Feny Maulidiyah | XI-MIA

Mata itu terpancar meneduhkan hati


Memandang jarak yang semakin menjauh
Menyisakan ruang nostalgia bersamamu
Dan berharap angan menjadi ragamu

Bayangan kita tak lagi sama


Cintamu berada dibalik rembulan
Hanya bersinar dikala aku merindukan
Bersama bintang malam ku titipkan

Rasa ini sama seperti dahulu


Meski kau tak mendengar suaraku
Dan kepercayaanku menelan waktu
Namun hembusan nafasku mengiringimu

49
Bintang dari Tuhan
Oleh: Siti Nafisatin Nufus | XI-MIA

Aku berteman dalam diam


Membendung air mata teramat dalam
Mungkinkah kebahagiaan akan datang
Pada jalan yang membuatku terang

Tak cukup hidup ini penuh gelombang


Lika-liku menjalin kehidupan
Tersadar mimpi ini masih panjang
Ku yakini ada bintang darimu Tuhan

50
Tak Tahu Malu
Oleh: Amillatus soffia | X-MIA

Sinar mentari menyinari bumi


Ku ayunkan langkah kaki
Bersama dengan hembusan angin
Menuju tempat aku mengabdi

Terlalu sering aku mengecewakanmu


Membuatmu letih akan sikapku
Hingga tak kusadari bahwa diriku
Hah mendatangkan bulir bening matamu
Hingga amarah tertuju padaku

Terkadang aku malu dengan diriku


Aku yang tak pernah tahu berterima kasih
Kau dengan sabar memberikanku ilmu
Kau yang tak pernah letih mengajariku

Dengan telaten kau membimbingku


Hingga ku dapat berbagai prestasi
Itu berkat kesabaranmu
Hingga toga hitam aku kenakan
Aku malu....
Bahkan aku sangat malu dengan diriku

51
Cinta Kemarin
Oleh: Andini adha | X-MIA

Di punya sebuah rasa


Gejolak yang tak mempunyai
Keinginan yang tak pernah kugapai
Cinta kemarin yang tlah usai

Inikah cinta kemarin


Atau hanya rasa yang berlalu
Raut wajah yang selalu ku lihat
Senyum manis yang selalu terpancar

Rasa yang tak pernah terulang


Hakikat yang tak pernah ku dapat
Kini ku dapat darinya
Meski itu hanya kemarin

Oh cinta kemarin
Yang kini telah berdua
Bahagia bersama sang kenanga
Dan kini hanya tersisa cerita
Dear cinta kemarin

52
Ilmu di Sekolah
Oleh: Andini Adha | X-MIA

Redupan cahaya bukan yang mulai hilang


Pertanda mentari yang mulai datang
Tetesan embun yang menyapa
Kokok ayam yang mulai bersuara

Kini waktu kita untuk pergi


Pergi...kerumah ke dua
Sekolah, rumah para siswa
Tempat ilmu berada

Pendidik dan terdidik


Pemberi dan pencari
Apa...apa..apa?
Apa yang di beri dan di cari

Ilmu..inilah jawabannya
Halah yang paling berguna
Bagi kelangsungan bangsa
Terkhusus generasi muda

53
Pemuda Bangsa
Oleh: Firman Rahmatullah | X-MIA

Wahai pemuda kuat


Jangan mentang mentang badan sehat
Kau selalu berbuat maksiat
Maka cepatlah kau bertaubat

Janganlah kau tinggalkan sholat


Perbanyak istighfar dan sholawat
Kepada nabi muhammad agar engkau mendapat syafa'at
Kelak nanti di alam akhirat

54
Ibu Kartini
Oleh: Inneke Rahmadani G | X-MIA

Hari ini tanggal ini tahun ini


Lahirlah seorang putri
Putri sekaligus ibu
Ibu bagi kita semua

Terimakasih kau telah mengangkat derajat kami yaitu para wanita


Terimakasih karnamu kami bisa berpendidikan

Tanpamu kami bukan apa apa


Hanyalah wanita biasa
Yang hanua bisa melayani suami
Tanpa memikirkan pendidikan

55
Ayahku
Oleh: Hidayatul Rismalah | X-MIA

Ayah
Entah apa yang kuingin bicarakan tentangmu
Rupamu saja ku tak tau
Apakah kau seperti yang ada dianganku?
Andai ku tau tentang dirimu

Setiap temanku membicarakan ayahnya


Kala itu diriku mengingatmu
Hanya terdiam dan membisu
Perlahan air mataku menetes ke pipiku

Ayah
Andai kau masih disisiku
Diriku ini ingin melihat wajah aslimu
Tanpa melihat album lama yang telah berdebu
Ayah ku merindukanmu......

56
Ki Hajar Dewantara
Oleh: M. Anwar | X-MIA

Waktu yang terputus dan berputar


Kau brantas kebodohan
Dengan berbekal sekarung ilmu
Keikhlasan yang selalu ada di hatimu
Semangat mengkobar di dirimu
Kau ajari anak didikmu
Agar terbebas dari kebodohan
Terhindar dari kesengsaraan

Ki Hajar Dewantara
Kau pahlawan kami
Pahlawan pendidikan
Tanpa tanda jasa

57
Para Pemuda
Oleh: Nila Lailatul F | X-MIA

Negaraku
Inilah negaraku
Negara yang kaya akan keanekaragaman
Negara yang selalu aku bangga-banggakan

Pernahkah kalian berfikir?


Pernahkah kalian berjuang?
Apa pernah kalian berusaha?
Agar tetap bisa memajukan negara

Bukankah negara ini membutuhkan pemuda pemuda pintar


Pemuda pemuda pandai,pemuda pemuda berakhlak mulia
Bukan pemuda yang pandai merangkai kata
Tapi juga pandai mewujudkan cita-cita bangsa

Berfikirlah kalian para pemuda koruptor lagi merajalela


Menghabiskan uang rakyat begitu banyaknya
Agar bisa menjatuhkan nama bangsa dengan sengaja

Apa yang bisa kalian lakukan?


Kalian para pemuda seharunya punya pendidikan
Kasihanilah negaramu,
negara yang kamu tempati tidak lagi maju
Tidaklah kalian ingat perjuangan pemuda dulu
Yang dengan susah payah bercucuran darah
Hanya ingin melihat negara yang sejahtera

58
Ilmu
Oleh: Silvi Silkiatus Zuhriyah | X-MIA

Jangan pernah berhenti


Jangan pernah lelah
Kali ini kau harus berjuang
Kali ini kau harus rela berkorban

Sangat penting bagimu untuk menempuhnya


Sangat penting bagimu untuk mencapai
Puncaknya yang tertinggi
Demi masa depanmu, demi kehidupanmu

Kejarlah, carilah, jangan berputus asa


Ilmu dapat kau cari dimana saja
Jangan menanti, tapi teruslah mencari
Semakin banyak kau mendapatkannya, semakin berharga kau dimata orang

Bermimpilah sesukamu, berkhayalah sepuasmu


Tapi ingat, tanpanya kau tidak akan bisa menjadi apa apa
Tanpanya, terperosoklah kau kedalam lubang hitam dunia

Dunia begitu keras, begitu kejam


Sebelum kau terkucil oleh orang yang ber uang
Setidaknya jadilah orang yang berilmu
Percayalah, semua perjuanganmu untuk mendapatkannya tidak akan sia-sia

59
Rindu
Oleh: Silvi Silkiatus Zuhriyah | X-MIA

Sinar mentari menembus kelamku


Sedikit panas dan terasa hangat
Diselingi dengan nyanyian burung kenari
Yang membuat suasana semakin syahdu

Hari ini lagi dan lagi


Sosoknya pun terlintas sekejap
Bayangnya yang menawan
Menambah kerinduan yang tersimpan

Ah... Rindu...
Kadang kau memang sangat menyebalkan
Kenapa kau datang tanpa permisi
Disaat kau tak siap untuk mengingat
Kau yang jauh dan tak tergapai

Selalu dan selalu saja


Kau berhasil tunduk pada kuasamu
Tak bisa kutelak tak dapat kuhindari
Terus saja kau mempunyai alasan yang tepat
Yang dapat meyakinkanku untuk tunduk padamu

Kau berhasil menghadirkannya dalam ingatanku


Kenangan yang indah dengan pelaku yang mempesona
Yang dapat membuat hati bergelora dan gundah
Apakah hatimu ini juga dapat menghadirkan cinta?
Oh,,, semoga saja...

60
Rindu Menyapa
Oleh: Rahmadita W.A | X-MIA

Dalam deretan aksara


Tertulis sebuah nama
Yang selalu menjadi pemeran utama
Dalam setiap cerita cinta

Sosok pembuat jatuh hati


Lewat lantunan ayat-ayat suci
Akhlak yang indah nan terpuji
Memancarkan cahaya dalam diri

Ku titipkan salam lewat senja


Ku sebut nama dalam sujud dan doa
Ku biarkan angin bercerita
Mendefinisikan sebuah rasa

Biarlah doa menyampaikan


Biarlah Tuhan mendekatkan
Biarlah rindu menyaksikan
Rasa yang mulai terpendam

61
Habib Qolbi
Oleh: Rahmadita W.A | X-MIA

Dengan keharuman sebelum rasa ronta menghilang


Cahaya yang tak pernah sirna tuk tenggelam
Sosok yang diutus sebagai tanda kasih sayang Tuhan
Dan diciptakan dengan cahaya kehormatan

Bagai rembulan dalam kegelapan


Menciptakan cahaya kerinduan
Perkenankan mata dan hati memandang
Dirimu yang penuh kesempurnaan

Cahaya yang tak akan sirna


Baginda Muhammad Sang penghulu dua dunia
Wahai Tuhan yang Maha Memperkenankan Doa
Sempatkanlah kami jumpa dengan Baginda

Wahai kekasih hati pengobat rindu


Berada di sisimu bagai dahan tumbuh
Berada di dekatmu bagai bunga mekar menyeluruh
Ku tebus diriku dengan dirimu, wahai kekasihku

62
Pendidik Terbaik
Oleh: Rahmadita W.A | X-MIA

Ku terlahir buta huruf


Tak mengenal angka dan kata
Dan tak mengerti apa-apa
Hidup ini terasa hampa

Kau hadir sebagai penyempurna


Mengajarkanku mengenalkan dunia
Selalu siap menjawab apa yang aku tanya
Kelembutan hatimu pancarkan cahaya

Setiap tengah malam terpancar doa


Doa guru kepada muridnya
Tanpa mengenal lelah
Kau berikan ilmu dan juga do'a

Guruku,banyak ilmu yang kau berikan padaku


Suri tauladan selalu kau ajarkan padaku
Guruku,kau bagai cahaya dalam gelapku
Ku mohon,akui diriku sebagai muridmu

63
Ilmu
Oleh: Isna Fariha | X-IIS 1

Ilmu....
Kau adalah sesuatu yang sangat berharga.....
Kau adalah sesuatu yang sangat bemakna.....
Demi bisa mendapatkanmu aku rela mengorbankan segalanya.....
Dan demi mendapatkanmu aku rela menghabiskan seluruh waktuku.....

Dari pagi matahari terbit....


Hingga siang hari matahari tepat berada di atasku
Berangkat dengan berburu-buru demi mendapatkanmu.....
Pulang dengan rasa lega karena mendapatkan sedikit ilmu.....

Terkadang panas matahari yang menyengat kulit.....


Atau bahkan awan gelap yang datang menurunkan air hujan.....
Semua halangan tak menurunkan semangant untuk mendapatkanmu....
Karena kau yang akan menolongku dimasa depan nanti.....
Wahai ilmu pengetahuan......

64
Matematika
Oleh: Dwi Purwaningsih | X-IIS 1

Matematika yang paling ku sukai


Walau banyak materi yang tak kupahami
Ku harus berusaha dengan caraku sendiri
Agar mengerti materi yang telah diajar

Tapi rasa bingung itu selalu datang


Membuat pikiranku menjadi pilu resah
Walau pak guru selalu ada
Namun ku tetap tak memahaminya.

Enta apa yang membuatku menyukaimu


Walau terkadang kau membekukan otakku
Tetapi pikiranku kembali tenang
Setelah mendapat nilai tertinggi dalam bidangmu.

65
Pencari Ilmu
Oleh: Siti Maisaroh | X-IIS 1

Setiap orang mempunyai pemikiran


Emosi dilakukan tanpa pemikiran
Pendidikan memiliki tujuan
Bukan untuk disalah gunakan

Wahai pemuda dinegara berkembang


Ingatlah orang tua pergi pagi mencari uang
Kita banyak perlu sekolah untuk dijalankan
Demi mendapat ilmu yang setara

Ilmu dicari untuk menentukan masa depan


Dari kecil hingga sekarang harus diajarkan
Jangan kau bermalas malasan
Jika kau tak mau kesengsaraan

66
Penyejuk Suasana
Oleh: Miftahul Khoir | X-IIS 1

Sinar matahari sudah mulai nampak


Semua murid bergegas menuju ke sekolah
Untuk mencari sebuah pendidikan
Sebagai bekal di masa depan

Pendidikan sedang ku kejar


Untuk menggapai sebuah impian
Cita dan mimpi
Menjadi tuntunan sebuah kesuksesan

Hembusan pagi hidupkan suasana


Begitupun pendidikan mengalir setiap harinya
Tidak akan pernah lelah mencarimu
Kaulah pendidikan penyejuk suasana

67
Mimpi dan Cita-cita
Oleh: Eka Setia Rini | X-IIS 1

Kutersenyum dibalik rintihan jiwa


Sebab impian dan cita-cita ku terhenti
Ketidak mampuan orang tua yang menjadi kendala

Ku simpan impianku dalam imajinasi


Selepas masa putih abu-abu
Perjuanganku belum berkhir
Walau setitik air mata takkan mempengaruhiku
Ku akan terus mengejar mimpi dan cita-cita ku

68
Pembimbing Kedua
Oleh: Mauluda | X-IIS 1

Guru...
Engkaulah pembimbing keduaku ... Setelah orang tuaku.
Kaulah pengajarku
Kaulah yang mendidik diriku , dari tak bisa sampai bisa...

Hero...
Itulah julukan istimewa diriku
Kau tak pernah letih dalam membimbingku
Dan kau tak pernah bosan memberi ilmu
Marah mu itu tanda kasih sayang darimu untukku...

Guru...
Engkaulah orang paling sabar dimuka bumi ini setelah ibu...
Tanpamu aku tak mampu apapun
Tanpamu aku akan tersesat
Dan tanpamu aku sengsara dari segalanya.

Guru...
Apa yang dapat kubalaskan kepadamu
Dan tiada kata yang bisa ku ucapkan
Selain terimakasih untuk mu...

69
Guruku Tercinta
Oleh: Shela Dwi Adistya | X-IIS 1

Waktu pertama kali aku melihatmu......


Begitu takutnya diriku......
Saat kau menatap mataku.....
Disaat kau mulai mengenal dirimu.....
Disitu akan merasakan kasih sayang darimu.....

Oh.....guruku
Terima kasih kau telah memberiku banyak ilmu...
Kau juga yang mengajariku tentang pengetahuan baru.....
Begitu banyak jasa yang kau berikan padaku.....

Oh......guruku
Aku tidak bisa membalas semua jasa-jasamu.....
Aku pun tudak akan tahu jika kau tak mengajariku....
Meskipun panas,hujan kau tetap datang demi memberikan ilmu.....

Oh......guruku
Maafkanlah aku jika aku banyak melukai hatimu.....
Tak akan pernah aku lupakan dirimu.....
Jasa-jasamu akan selalu kukenang didalam hatiku.....
Sampai kapanpun juga kau tetap guruku yang tercinta....

70
Pelangi
Oleh: Ayu Putri Rohmah | X-IIS 2

Kau indah penuh warna


Seperti halnya massa lalu
Hadirmu hanya sesaat
Engkau datang lalu pergi
Tanpa mengucap kata pamit

Engkau hilang ketika aku merasa takjub


Engkau datang ketika aku mulai redub
Memberikan secercah harapan
Lalu lenyap ditelan birunya awan

Harapanku sirna ketika engkau hilang


Mengapa engkau datang ketika semua
Terasa baik baik saja
Pelangi keindahanmu
membuat hatiku bimbang

71
Ayah
Oleh: Akhmad Rohma Doni | X-IIS 2

Ayah......
kamu terlalu cepat meninggalkan ku.....
Hampa hidup ini tanpa mu
Bagaikan burung tanpa sayap

Tiada pilihan lain


aku harus tetap berjalan
meski berjalan pelan
suatu saat akan sampai tujuan

Biarlah luka yang menjadi cerita


menyusuri kehidupan dengan duri dunia
tuk mencapai cita dan cinta

72
Ibu
Oleh: Ria Anjani | X-IIS 2

Ibu...
Engkau yang melahirkanku
Engkau yang merawatku hingga sebesar ini
Engkau yang hebat dimataku
Tak pernah melihatkan kesedihanmu
Tangguh dalam menanggung semua itu

Diwaktu senja kau bergelut dengan keletihan


Cintamu tak pernah berkurang
Hanya demi diriku seorang
Maafkan jika aku membuat kesalahan

73
Buku
Oleh: Moh Yazid Fathoni | X-IIS 2

Buku...
Tempat dimana semuanya tertulis
Saksi bisu sejarah terjadi

Buku...
Kau menemaniku sepanjang aku sekolah
Buku...
Yang mengingatkan ku tentang ibadah dan berusaha
Buku...
Tulisan di dirimu merupakan suatu penghormatan saat aku lulus

Buku, tempat kutulis cerita cinta berbau surga


Masa MA masa yang paling indah
Masa yang tak akan aku lupakan

74
Pendidikan Masa Kini
Oleh: Siti Khusnul Khotimah | X-IIS 2

Pendidikan semua kalangan


Entah itu laki-laki ataupun perempuan
Kaya ataupun berkekurangan
Mereka pantas mendapatkan pendidikan

Dengan modal pendidikan...


Mereka mudah mencapai impian
Namun sayang...
Pendidikan di negara kita kalah dengan tetangga

Bagaimana kita bisa mengejar?


Jika rasa malas dan putus asa menguasai diri
Kesusahan akan terus membuntuti
Tanpa ada perubahan esok hari

75
Ki Hajar Dewantara
Oleh: Sinta Tri Wahyuni | X-IIS 2

Kau bapak pendidikan nasional


Kau berjuang bagi pendidikan
Tanpa pendidikan apa dayalah negeri ini
Seperti kertas kosong tiada arti

Dirimu tak pernah lelah


Kau tak pernah mengeluh
Keluh kesahmu kau tuangkan
Pada ide kreatifmu
Kau mengajar hingga ke lubang semut

Untukmu pahlawan pendidikan


Jasamu akan dikenang abadi
Oleh bangsa Indonesia

76
Hujan
Oleh: Sinta Tri Wahyuni | X-IIS 2

Hujan
Rasa ini begitu mistis kala kau datang
Bagai bayangan rembulan
Sebening fajar

Kaulah penyejuk dalam damai


Kau pengingat rapuhnya masa lalu
Kalah itu...

Seperti kau..
Yang datang hanya sesaat
Tanpa rasa kasihan
Suara hati yang berteriak histeris
Katakan tetap disini
Di atas rinai yang jatuh tanpa jeda

77
Sinar Keagungan
Oleh: Dini Widiyastutik | XI-MIA

Hening bangkitnya perjuangan


Menghinai penghuku bangsa
Dimana jiwa terhasati kebodohan
Terhelai oleh sinar keagungan

Wahai pemuda-pemuda bangsa


Hatamkan pikiran dilumuri akhlak
Pendidikan bukanlah sandiwara
Namun permata penghujung masa depan bangsa

Batu nisan tergumur warna kegelapan


Tergoreskan tulisan terhantui ketidaktahuan
Perisai hentakan para pejuang telah sampai dititik penghabisan
Hingga kini perjalanan menjadi sebuah pengabdian

Bukan karena tidak tahu


Bukan karena kemalasan
Bukan karena harta
Namun jerih payahnya pelopor fakta

Bangkitlah wahai kaum muda


Tunjukkan prestasi dihadapan bangsa
Isikan gelora jiwa dengan kesucian
Keterikatan ilmu akan mendalam

78
Kata Kita
Oleh: Dini Widiyastutik | XI-MIA

Sebuah aksara berbagi cerita


Yang memberi candu di setiap katanya
Perihal orang tua, pendidikan, dan cinta
Memberi memori yang akan menjadi indah

Kata kita…
Suara kita…
Yang hanya bisa dalam dekap
Kini akan terungkap

Kata-kata sedikit naïf


Terangkum menjadi kesatuan yang tak pernah padam
Selayaknya waktu yang akan terus berputar
Menjadi sejarah yang tak akan kelam

79
Penerus Bangsa
Oleh: Dewi Khusnul Mazidah | XI-MIA

Ketika mentari pagi menyapa


Menyambut para penerus bangsa
Datang dari segala penjuru desa
Dengan berbekal niat yang mulia

Wahai para penerus bangsa


Berjanjilah pada negeri tercinta
Untuk selalu mengabdi dan berkarya
Demi mengharumkan bangsa

Menimba ilmu sedari pagi yang cerah


Hingga panas siang hari yang membara
Semua ini adalah bentuk pengabdian
Sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa

80
Buku
Oleh: Feny Maulidiyah | XI-MIA

Lusuh,kusam
Disimpan tak beraturan
Dan tak pernah dibuka
Apa saja yang kalian lakukan padaku
Dirobek,dilempar,dibakar
Dan sekarang aku hanyalah pajangan semata
Bahkan kalian menganggapku sampah

Semua orang telah terhipnotis oleh benda pipih


Berteknologi Canggih
Benda elektronik yang mematikan
Sosial media yang hanya berisi kebohongan
Memberikan fakta dari sudut pandang yang lain

Aku sudah menjadi legenda yang dilupakan


Ekstensiku sudah hilang dihapus jaman
Kebenaran akan terus tersimpan dalam lembaran kusam
Yang selamanya hanya akan menjadi kenangan

81
Pendidikan
Oleh: Miftahul Akhyar | XI-MIA

Pendidikan bagian dari kehidupan


Pendidikan jalan menyelesaikan persoalan
Pendidikan mengobati akal kebodohan
Pendidikan harus di barengi kalbu yang beriman

Banyak kecurangan
Banyak ketidak adilan
Banyak orang tak tau jalan
Karna kurangnya ilmu pendidikan

Pendidikan laksana tempat yang terus menemani


Setiap masalah pendidikan yang melangkah
Mencari akar masalah
Menyelesaikan dengan hasil yang sempurna

82
Impianku
Oleh: Nur Hamidah | XI-MIA

Cahaya keluar dari sudut kamarku


Rupanya ibuku membuka cendela
Itu artinya waktuku untuk bersiap siap
Berangkat dengan niat dan penuh semangat

Menuju ke sekolah
Yang menjadi tempat apa yang kuinginkan tercapai
Belajar menjadi kewajibanku
Menjadi pemuda berprestasi impianku

Merubah indonesia menjadi lebih baik lagi


Dengan di penuhi pemuda yang berprestasi
Yang bermanfaat bagi masa depan bangsa

83
Ilmu
Oleh: Susi Rahmawati | XI-MIA

Engkau telah mengajarkanku


Betapa pentingnya arti pendidikan
Engkau adalah jembatan bagi kami
Jembatan bagi kami untuk merai kesuksesan

Ilmu.....
Engkau adalah dambaan setiap manusia
Dicintai dan dicari oleh manusiaa
Apa daya manusia tanpamu
Apa daya generasi bangsa ini tanpamu

Ilmu.....
Betapa pentinganya engkau
Betapa berharganya engkau
Betapa sulitnya untuk mencarimu
Banyak pengorbanan yang kini lakukan demi mendapatkanmu
Demi memperbaiki generasi bangsa ini

Ilmu.....
Sesunggunya engkau telah berjasa bagi kami
Berjasa untuk memajukan para generasi ini
Terima kasih aku ucapkan padamu...oh ilmu
Tanpa dunia ini hanyalah dunia kebodohan

84
Pendidikan
Oleh: Arliana | XI-IIS 1

Setiap hari ku temui pagi


Menuntut ilmu hingga siang hari
Karena kewajiban menjadi siswa siswi
Menuntut ilmu yang dikehendaki

Wahai para pemuda-pemudi


Marilah kita berbagi ilmu dan materi
Wujudkan impian dan cita-citamu
Bangkitlah demi Indonesiaku ini

Tunjukan prestasi dan juara


Jangan kau menyia-nyiakan masa mudamu
Atau kau akan menyesali hal itu

85
Pahlawanku
Oleh: Hidayatul Munawaroh | XI-IIS 1

Wahai pahlawanku
Kau pahlawan tanpa tanda jasa
Kau yang memerdekakan bangsa
Menjunjung harkat martabat negara

Pahlawanku
Perjuanganmu tak luntur waktu
Menjadikan Indonesia lebih maju
Tanpa keluh kesah darimu

Sungguh mulia perjuanganmu


Semua bangga akan hal itu
Teruntuk negaramu

86
Guru
Oleh: Yuliani Ningsih | XI-IIS 1

Pertama ku datang kepadamu


Tanpa tahu mengenai apapun itu
Kini kau mengajariku hal yang kau tahu

Sungguh hatimu mulia dan tulus


Mengajari dengan kesabaran tanpa pamrih
Kaulah pahlawan sesungguhnya
Jasa yang terkenang hingga akhir masa

87
Pahlawanku
Oleh: Nita Rohmania | XI-IIS 2

Wahai pahlawanku
Engkaulah berjuang demi pendidikan
Keringat,tenaga,pikiran yang luas
Engkau taruhkan demi penerus bangsa

Ki hajar dewantara......
Engkaulah pahlawan nasionalku
Di bidang pendidikan
Bagi pemuda pemudi di dunia ini

Wahai Ki Hajar Dewantara


Terimakasih atas semuannya
Pengerbonan,ketahanan dan perjuangan
Kan kuingat selalu di hari peringatanmu
2 Mei 1889 disitulah pengorbananmu
Diingat, diperingati oleh semua orang

88
Cinta Seorang Pelajar
Oleh: Nur Sholikha | XI-IIS 2

Aku hanya seorang pelajar


Belum pantas merasakan cinta
Namun mengapa engkau datang
Membuat rasa ini bimbang

Seandainya engkau tak datang


Mungkin aku tak akan menyesal
Tetap mengutamakan pendidikan
Tanpa cinta di dalamnya

89
Tinta Hitamku
Oleh: Rika Putri Astutik | XII-MIA

Sunyi... Gelap
Itulah aku…
Begitu banyak waktu yang telah kulalui denganmu
12 tahun sudah bersama tinta hitamku
Menorehkan kata per kata yang penuh makna
Diatas selembar kertas putih

12 tahun sudah kau menemaniku


Mengemban sebuah ilmu
Mencari jati diri
Mendapatkan sebuah pengalaman
Merajut sebuah asa
Dan ...mewujudkan sebuah impian
Dinegriku inilah aku mengemban ilmu

Tinta hitam yang selalu setia menemaniku


Setumpuk buku yang selalu ku bawa
Kini merekalah yang menjadi saksi bisu dalam perjalananku
Mereka yang selalu tau sulinya perjuangkanku
Kau bagiku bukan hanya sebatas tinta hitam
Tapi kau bak sebuah permata berharga
Kau yang selalu tau lebih dulu bagaimana susahnya aku mendapatkan nilai yang
sempurna
Terimakasih tinta hitamku..
Kaulah yang sangat berjasa dalam hidupku

90
Pondok Pesantren
Oleh: Rika Putri Astutik| XII-MIA

Sebuah tempat yang sejuk dan tenang


Sebuah tempat yang damai
Tempat kita menimba sebuah ilmu

Memperdalam tauhid kita


Tempat mengabdi pada sang illahi
Tempat membasuh diri
Dari debu dosa yang keji

Betapa mulianya
Betapa indahnya tempat itu
Dihuni oleh para santri yang sangat semangat dalam belajar

Pesantrenku...
Dari dirimulah terpancar sinar sinar illahi
Dari dirimulah aku punya banyak ilmu pengetahuan
Kau takkan pernah terganti..

Kau takkan pernah tertipu dan hilang oleh tawaran kebahagiaan sunyi
Kau tetap ada dan akan selalu ada
Kau pembimbing suci keimanan umat islam
Terima kasih pesantrenku.

91
PUISI GURU

92
Tragedi dalam Samudera Duka
Oleh: Khoiruddin, S.S. | Kepala Madrasah

Dalam hembusan kelam yang kekal


Ditengah kabut kehampaan
Kuterbuai citra di samudera kedukaan
Yang tersambut oleh kenistaan
Mendamba kasih yang abadi
Merobek angan sukma hitamku
Mendera kerapuhan batin
Tiada terkira terjadi nyata
Dilema datang, segala asa hilang
Sedih jiwa dan tiada terulang
Mencoba bertahan dalam pusaraan kehampaan
Sirna, yang tersisa hanyalah bayangan
Bermandikan darah dan nista
Menemaniku menuju lorong kesucian
Tangis kesedihan dan ketakutan
Menyatu dalam hati kelam
Kehidupan diambang kehancuran
Tragis, mengoyak perjalanan hidupku
Musnahkan segala harapan
Yang tersisah tangis kepedihan

93
Kehampaan Jiwa
Oleh: Khoiruddin, S.S. | Kepala Madrasah

Tertegun bayangan hitam


Menatap senja kian suram
Dalam asa terhampar kegelapan
Ratap sedih masa silam
Perjalanan hidupku ini
Kedukaan kian panjang
Mendekapku dalam kelam
Semua telah terjadi bagai mimpi
Bentang harapan kan kusambut
Tabir duka singkap senja raih asa
Dalam dekap kedamaian abadi
Kutatap hati dalam jiwa yang hampa
Kehampaan dalam kehidupanku
Menetes dalam pedihnya hati
Terkubur semua bayangan masa silam
Kupasrahkan pada sang pencipta
Gelap terlintas selimuti hati
Hitam dunia berlumur dosa
Ratap pedih kuasai diri
Jiwa kelam sambut kematian datang
Ajal datang tiada terhalang
Sakit jiwa raga kerkoyak hampa
Dalam dekap alam kematian
Sambut kegelapan yang kian panjang
Pedih … jiwa ratapi siksa
Sunyi…diri terbelenggu dosa
Kelam…kehidupan di masa silam
Gelap…terlintas dalam dekap alam kematian
Ketika sang kematian datang
Tersentak diri dalam kekelaman
Berdiri aku dalam dekap alam kematian
Tergambar jelas kegelapan yang kekal

94
Pesona Lembah Kesengsaraan
Oleh: Khoiruddin, S.S. | Kepala Madrasah

Tatkala lelah aku menjalani


Kehidupan alam fana
Datang pesonamu getarkan jiwa
Hancurkan kerasnya hati
Kuterbuai pesona keindahan
Yang terpancarkan penuh asa
Merasuk dalam jiwaku kala hampa
dalam lembah kesengsaraan
Pesonamu terbias dalam lorong kesucian
Membiusku leburkan segala angan
Pesonamu pancarkan keindahan
Suguhkan hamparan kenikmatan
Dalam dekap alam kesengsaraan
Sakit hati nan menyiksa
Memecahkan angan sukma
Jerit hati menyayat jiwa
Dalam buai alam penuh pesona
Terjerumus pancaran keindahan
Jerit pedih kan tersambut
Oleh hati dalam lembah kesengsaraan

95
Petaka Sempurna
Oleh: Khoiruddin, S.S. | Kepala Madrasah

Sisi demi sisi kulalui


Dalam tidakberdayaan
Bayangan hitam melekat dalam angan
Menyerang cahaya kehidupan
Trauma kepedihan nan panjang
Terhanyut dalam jerit kepedihan
Kehidupan diambang kehancuran
Penderitaan menjelma dalam kehampaan
Semua terjadi bagai misteri
Laksana diri hancur dalam pelukan api
Petaka datang, semua harapan sirna
Tertegun dalam kehidupan yang takkan hilang
Coba bertahan dalam pusaran kehampaan
Yang datang hanyalah bayangan
Bermandikan darah terjerat diri dalam dosa
Tiada terkira semua terjadi nyata
Kehidupan dalam penderitaan
Coba hantarkan diri menuju titik kemurnian
Ketakutan … kepedihan … tangisan melebur
Dalam kebekuan hati yang hitam
Jiwa yang sengsara
Lebur dalam kobaran petaka yang sempurna

96
Keabadian
Oleh: Khoiruddin, S.S. | Kepala Madrasah

Satu titik telah terpaut


Dalam jiwa yang kelam
Melangkah pasti mengejar bayang
Menuju jalan yang panjang
Gelap tersirat menyinari hati
Satu sisi tanpa asa
Meraih mimpi yang terbelenggu
Dalam alam penuh duka
Hidup di alam tanpa batas
Jalan terjal nan menyiksa
Asa pergi tinggalkan jiwa
Menanti siksa yang abadi
Sendiri diri jalani siksa
Tanpa sanggup melawan kuasa
Semua terjadi tanpa kompromi
Terus melebur hancurkan diri
Kepedihan dalam kehidupan
Binasakan diri dalam siksa nan pedih
Semua mimpi terkoyak hampa
Menuju keabadian hidup yang sejati

97
Sinar Iman dalam Secuil Pesan
Oleh: Khoiruddin, S.S. | Kepala Madrasah

Malam tak bernyawa, di sana engkau berdiri


Mengharap kekuasaan Ilahi
Memecah sunyi dengan lirih tangismu
Tangan menadah di bawah langit berbintang
Tetes air mata bergejolak pedih

Namun, tidaklah hasil,


Jangan termenung di atas telapak tangan menanti datangnya
keajaiban Jangan bersembunyi di balik busanamu
Jangan kau pikir dengan melantunkan kata kau dapatkan pahala
Bergegas wahai kawula muda

Jangan melemah karena nyali


Bangkitlah karena kau berani
Singsingkan baju, bukalah tangan
Karena peluang,pastilah datang

Gapailah jutaan bintang di langit ke tujuh


Dengan garang semangat tanpa angkuh

Sadarilah ……
Sandang gelar kejayaan
Kesucian nuranilah cermin kebijaksanaan
Jangan merasa besar, jadilah kecil dihadapan Tuhanmu
Jangan kau bawa amarah, ketika kau lantunkan ayat surga

Jika kau bangga hidup di dunia ini


Berucap kasih untuk sosok jelmaan malaikat yang selalu menentramkan
Batinmu
Berbudilah engkau padanya dan gembirakan rangkaian hidupnya
Berlarilah kamu dengan alas baru

Janganlah abaikan yang usang


Yang using lebih berarti untukmu
Jangan engkau mengatasnamakan pandangan
Jadilah insan yang tunduk saat melangkah
Biarlah engkau tak cemerlang di indra mereka
Asal engkau mampu bersinar
Dengan iman dihadapan Tuhan

98
Pengorbanan Sang Ibu
Oleh: H. Mujainul Abidin, S.Pd | WAKA Humas

Pagi hari Matahari menyambutmu


dengan senyumanmu yang indah

Sinar memancar dengan terangnya


Sang Ibu bergebas dengan ikhlas menuju
Dapur menatap meja yang kosong dengan
Penuh makna

Walaupun perut terasa melilit lapar


Dahaga tak terasa karena takut dusta

Menetes air mata melinang terbanyang


Umur sudah menua, lelah, letih, lemah
Terengah-engah tak dirasa

Ibu, kau dalah harapanku, belahan jiwaku,


Engkau adalah yang mengarahkanku
Untuk menatap masa depanku

Betapa pengorbananmu untukku yang


Selalu menjadikanku mampu untuk
Menatap masa depanku

Ibu, engkau adalah inspirasiku


Yang selalu ku kenang dank u ingat
Sepanjang hanyatku

Ibu, betapa banyak pengorbananmu


Yang kau lakukan untukku dengan ketulusan
Hatimu…

Ibu, kau tak pernah mengharapkan


Sesuatu dariku, betapapun itu semua demi
Anakmu…

Ibu, ku selalu termenung mengingat jasa-jasa


Dan pengorbananmu, seandai ku dapat
Menggapai bintang kan ku berikan
Padamu…

ibu ku selalu bersimpuh dengan khusyuk dan khudu’


mendo’akanmu semoga engkau mendapat tempat
yang sesuai dengan angan-anganmu

99
di sisi Tuhanmu
anakmu yang selalu merindukanmu

100
Cerita MASEDA
Oleh: M. Isro’ul Laili, S.S. | WAKA Kesiswaan

Tertulis cerita di MASEDA ini,


Membekas di hati terdalam ini

Takkan terlupa,
Takkan juga terganti,
Sedih senang selalu kita lewati

Suatu masa akan kita alami,


Mengemban amanah nan tugas suci

Maseda tercinta
Akan selalu jaya
Dalam berbagai era
Era millennial dan era purba

Maseda tercinta
Akan selalu ada
Dalam islami jiwa
Cita dan sahaja
Dan terus menorehkan
Cinta dalam seni
Di MA Al-Islamy Sedati

101
Green School Al-Islamy
Oleh: M. Isro’ul Laili, S.S. | WAKA Kesiswaan

Sejauh angin berdendang


Sayup-sayup dedaunan beterbangan
Dengan senyum sang pioner
Disudut-sudut tempat sujud

Ayat-ayat ilmu dilantunkan


Seni-seni islamy diguncangkan
Mengukir insan-insan langit
Menyibak bahtera sejarah bintang

Al-Islamy…..
Namamu harum mewangi
Menggelora di hati
Derap langkah ketulusan
Menjadi tongkat sepirit sang pengabdi

Al-Islamy….
MI ainul ulum
SMP Islam
MA Al - Islamy Sedati
Berjayalah bersama
Wajahidu fillah haqqa jihadihi
Bersinergi…
Berkompetisi…
Berprestasi…
Dengan berbudipekerti
Dengan ahlussunnah wal jama'ah
Al - Islamy selalu di hati

102
Sang Pencari Ilmu
Oleh: Hj. Ainiayatul Masruroh, S.H. | Guru Sosiologi

Saat mentari menyapa hangat


Langkah kaki dimulai untuk menghiasi hari
Penuh semangat dan canda tawa
Wajah polos dan tak berdosa
Mereka ialah sang pencari ilmu

Setiap pagi terus bergerak


Tanpa mengenal henti
Untuk sebuah perubahan dan perbaikan
Untuk negeriku Indonesia

Mengenai sebuah cahaya pengetahuan


Sebagai penerang dan membuang kebodohan
Tetap fokus pada tujuan
Pintu sukses adalah gerbang menuju kearifan

103
Kau, Ibuku
Oleh: Eko Nur Wahyudi, S.Pd. | WAKA Sarana-Prasarana

Ketika aku masih kecil dan lugu


Kau sering memaksaku menuruti semua keinginan mu
Mendengarkan semua kata katamu

Sekarang aku tumbuh dewasa dan lulus sekolah


Sudah bekerja dan meraih sebagian cita-cita

Kini kau tak lagi bisa memaksaku


Tak lagi bisa menghalangi ke inginanku
Seringkali kau membisu saat aku mematahkan pendapatmu
Tak lama kau berpaling dan menjauh

Entah kenapa rasanya sesak di dada


Ku lihat kau sedang berusaha menyembunyikan air mata
Tersadar ternyata aku yang salah
Semakin besar diriku knp membuat mu semakin kecewa

Ibu maafkan aku…


Tak mengerti begitu besar perjuangan dan pengorbananmu
Aku tak punya apa-apa
Tuk membalas jasamu
Walau hanya sekedar membuatmu tersenyum

104
Ramadhan Untukku
Oleh: Eko Nur Wahyudi, S.Pd. | WAKA Sarana-Prasarana

Katamu ramadhan istimewa


Yang jauh kini mulai merindu

Katamu ramadhan istimewa


Yang pergi kini mulai kembali

Katamu ramadhan istimewa


Yang mementingkan diri sendiri kini mulai berbagi

Katamu ramadhan istimewa


Yang mengumpulkan harta kini mulai bersedekah

Katamu ramadhan istimewa


Yang mementingkan dunia kini mulai beribadah

Katamu ramadhan istimewa


Benar istemewa atau hanya sebuah kata agar kau terlihat wah

Katamu ramadhan istimewa


Benarkah sedemikian rupa?

105
Saksi Mata
Oleh: Lisa Anggraeni, S.Pd. | Guru Bahasa Indonesia

Aku tenggelam dalam ingatan


Berayun-ayun pada sang awan
Hingga jatuh pada putusan
Jika hakku tak dapat dMIAstikan

“Tunggu hingga Mei datang”


Itulah ucapanmu bagai tak punya perasaan
Jiwaku meronta-ronta ingin keadilan
Bahwa barang haram bukan milikku semata

Hey, kau… jangan lagi ada wacana


Janganlah seenaknya keadilan kau tunda-tunda
Akan aku balik semua fakta
Pada Mei yang menjadi saksi mata

106
Wabah Narkoba
Oleh: Lisa Anggraeni, S.Pd. | Guru Bahasa Indonesia

Air matamu kini tak membantu


Meski urat syaraf berontak tak mau
Sekarang tanggunglah penderitaanmu
Tidur jungkir balik tak menentu

Bagaimana rasanya tidur di bawah?


Mangkanya jangan ikut-ikut terjanngkit wabah
Kini kau terjebak resah
Terpuruk sesal yang terlanjur sudah

Cukup sekali kau jadi pengguna


Jangan lagi imaji ikut tergoda
Ingatlah hati orang tua
Dalam tangis ia tak terima

107
Tak Terbalaskan
Oleh: Lisa Anggraeni, S.Pd. | Guru Bahasa Indonesia

Darah bukanlah simbol dari berani


Dia tumpah bersama caci maki
Lantas dimanakah belas kasih?
Saat hidupnya tak ada lagi

Wahai muridku…
Tak sayangkah kau padaku
Aku hanya ingin mencari perhatianmu
Dari lelapnya kantuk ocehanku

Akulah pahlawan kesiangan


Penuh rasa sayang tak terbalaskan
Akulah penakhluk jalan
Dari ilmu yang ku haturkan

108
Cinta dalam Gumam
Oleh: Lisa Anggraeni, S.Pd. | Guru Bahasa Indonesia

Suaraku, aksara dalam kenaifan


Mengantar ilmu pada sudut-sudut kebodohan
Pengganggu tidur siang dari lelapnya cerita
Yang kini membungkam segalanya

Poros hidup semakin melemah


Cinta dalam gumam menjadi petaka
Mata yang diam tak lagi bewarna
Hilang membawa ilmu sampai surga

Masih patutkah kau terima cinta?


Setelah kau uji hingga tak bernyawa
Akulah saksi mata
Atas cinta murid terhadap gurunya

109
Separuh Jiwa Keluarga
Oleh: Lisa Anggraeni, S.Pd. | Guru Bahasa Indonesia

Musim salju melebarkan tempatnya


Membekukan hati di dermaga
Berkelanjutan pada musim gugur pada malamnya
Yang masih saja kukuh membekukan rasa

Bukankah kita keluarga?


Mengapa jalan kita berbeda?
Ayah bersandar pada bintang jalang
Ibu berguguran di ranting dedaunan

Aku tak karuan dalam diam


Perindu rumah teduh berisi tawa
Namun apa daya aku korban cinta
Dari separuh jiwa keluarga

110
Khayal Tingkat Tinggi
Oleh: Lisa Anggraeni, S.Pd. | Guru Bahasa Indonesia

Malam tak gentar menghambur bintang


Menerangi jalan menuju ragamu
Agar kelak kau kembali membawa cintaku
Yang terkubur bersama jasadmu

Rupanya daya khayalku mulai meninggi


Menusuk hati merajut mimpi
Kau sapa lambaian tangan ini
Penuh harap ku ingin kau kembali

Aku hanya ingin menjadi nafasmu


Sejenak mendekap hidupmu lebih lama
Mendengar rindu yang belum tuntas ku eja
Tanpa harus kau menutup mata

111
Penakluk Senja
Oleh: Lisa Anggraeni, S.Pd. | Guru Bahasa Indonesia

Petikan senar berpadu tak beraturan


Seimbanng dengan jalanan yang semrawut tanpa aturan
Hanya penjabat tinggi bebas jalan
Tanpa perlu mendengar cemooh jalanan

Aku penghuni lampu merah


Pendengar setia keluh kesah
Akulah penakhluk senja
Bernyanyi riang dikegaduhan

112
Mozaik Sebuah Mimpi
Oleh: Lisa Anggraeni, S.Pd. | Guru Bahasa Indonesia

Jeritan ombak menyapu pagi


Menyambut deruan tangis malam hari
Menggendong tumpukan perih dalam hati
Tak ada yang mendengar walau dingin menghantui

Kusatukan mozaik rindu ini


Rindu akan kebebasan yang ingin ku beli
Namun apa daya hidup dengan imaji
Hanya mampu merangkul semua mimpi

Ku tak mampu hidup di dinding besi


Melihat sela-sela hanya seujung jari
Bukankah kata pak kyai
“Jalani hidup merajut mimpi”

113
Jeritan Hawa
Oleh: Lisa Anggraeni, S.Pd. | Guru Bahasa Indonesia

Begitu mudahnya langit mengumbar bintang


Tanpa takut sang surya cemburu melihatnya
Hanya mataku yang rapuh dan terluka
Menjerit sesak karena telah tergantikan

Wahai langit….
Aku dari ribuan hawa yang mencintaimu
Berderu dalam gemerlapnya malam
Menginginkan rindu yang kau miliki
Meski sejatinya itu tak akan terjadi

Apakah aku yang sulit dimengerti


Dengan beribu kode yang tak bermakna
Atau dirimu yang memang suka berkelana
Hanya melewati tanpa bersinggah dihati
Meringkus senyum yang takkan kembali

114
Goresan Tinta
Oleh: Lisa Anggraeni, S.Pd. | Guru Bahasa Indonesia

Kali ini fajar membisu padaku


Mengeluh rasa rindu yang kini membeku
Mengantarkan godaan pada masa lalu
Tuk menggenggam bayangan akan hadirmu

Kau goreskan tinta pekat pada mataku


Perwakilan akan adanya dustamu
Memberikan kepastian akan arti menunggu
Sebab kau tak lagi berjuang untukku

Malam ini awan hitam enggan menghilang


Seakan menyelimutiku dalam kelam
Namun ku tahu bayangmu tak akan pulang
Meski gemuruh hujan akan datang

115
EPILOG
Puisi sebagai Pondasi Akal Budi

Era milenial adalah era serba digital dengan


arus informasi yang begitu cepat. Hal itu membuat
segala hal jika tidak mengikuti perkembangan akan
menjadi tidak relevan. Tentunya hal itu adalah salah
satu ancaman serius bagi dunia pendidikan. Jika
mengindahkan, maka cultural shock yang berimbas
pada krisis moral dan dehumanisasi pun sulit
dielakkan.
Gejala itu pun bisa kita lihat. Kita sudah
gagap dengan digitalisasi. Negara lain sudah
melakukan berbagai upaya, kita malah alih-alih
menerima modernisasi dengan tangan terbuka.
Namun sebenarnya, itu membuat nilai-nilai kita
luntur perlahan. Hal itu pun tanpa kita sadari. Digitalisasi telah membuat kita
jungkir-balik. Mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat.
Kekuatan arus informasi yang tak terbendung pun, membuat kita tidak bisa
mengetahui keakuratannya. Hoak berseliweran membuat kita terombang-ambing.
Dunia pendidikan sudah tidak menjadi dunia wingit, tetapi sudah mengikuti
ketumpang tindihan kondisi. Orang tua rela mengeluarkan biaya tinggi demi
anaknya masuk ke tempat belajar bergensi. Tidak peduli harus tempel sana,
tempel sini. Hal itu pun tidak dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Dunia pendidikan yang dulu dikultuskan untuk menanamkan mental, kini
sudah tercoreng dengan ketamakan duniawi. Jika ladang moral sudah dibuat
sebagai ajang adu kekuatan, maka tak ayal negara ini sudah semakin kental
dengan mental korup. Hal itulah yang kini menjadi sajian utama di media kita:
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Semua itu sudah menjadi rahasia umum. Seolah itu sudah menjadi
kewajaran dan selalu ada pemakluman. Itulah yang membuat virus-virus moral
semakin “menggerogoti” kita. Secara fisik, memang nampak baik-baik saja.
Namun secara psikis, moral kita sudah keropos. Tentunya jika dikaitkan dengan
pembelajaran kita dewasa ini, sudah sangat jelas. Semua mata pelajaran yang ada
di jenjang pendidikan kita hanya mengarah ke sistematis, yaitu nilai UN yang baik.
Hal-hal yang tidak ada di UN bobotnya dikurangi, termasuk pembelajaran sastra.
Sastra memang termasuk dalam pelajaran bahasa Indonesia, salah satu
mata pelajaran yang masuk UN. Namun porsi sastra saat ini hanya sebagai
pelengkap, bahkan nyaris ditinggalkan. Padahal di negara-negara lain, sastra
diterapkan dalam apresiasi wajib. Selama satu semester, negera-negara lain malah
menerapkan kewajiban membaca 5-10 novel. Kita malah berusaha mengalpakan
sastra dari bangku sekolah.
Apakah sastra ada kaitannya dengan moral siswa? Tentu penjabaran ini
sulit dicerna dalam logika masyarakat kita. Namun guna penyamaan persepsi
maka perlu ditarik benang merah. Benang merahnya adalah dengan membaca

116
sastra, rasa akan terasah, budi akan terolah, dan pikiran akan dilatih untuk peka.
Jika hal itu dialpakan, maka cikal-bakal moral pun sirna. Padahal sekolah
memiliki legitimasi sebagai lembaga yang menanamkan pondasi pembentuk
watak dan kepribadian. Jika dunia pendidikan kita sudah semakin menjauhkan
sastra dari siswa dan siswi, tentunya harapan akan moral ketimuran kita sudah
tidak bisa dipertahankan lagi.
Fakta secara mendetail terkait tergerogotinya moral dari dunia pendidikan
sudah dMIAparkan Aguk Irawan MN dalam salah satu esainya yang berjudul
Ketika Sastra Alpa dari Bangku Sekolah yang ditulisnya dalam 2 Mei lalu.
Tentunya, sangat wajar bila muncul kekhawatiran dan ketakutan melihat krisis
mental di negara ini.
Salah satu bentuk kegelisahan itu membuat buku ini lahir. Sastra kembali
ditanamkan. Puisi kembali diajar-dibacakan-dituliskan di sekolah. Tentunya, patut
diacungi jempol kepada mereka yang berjuang keras agar buku ini lahir. Hal itu
tentu bukan hanya siswi yang berhasil menulis-kumpulkan puisi-puisi mereka.
Ada guru, kepala sekolah, dan seluruh civitas sekolah baik langsung ataupun tidak
langsung mendukung program literasi yang menjadi latar adanya puisi-puisi di
buku ini.
Puisi yang ditulis di buku ini merupakan bentuk sensitivitas atas segala
fenomena. Memang puisi bisa merangkum segala rasa, berbeda dengan genre lain
yang memiliki keterbatasan dalam menyuarakan sesuatu. Prosa ataupun drama
memiliki ruang yang tidak bisa seluwes ruang dalam puisi.
Sastra, tidak terkecuali puisi, mampu membuat akal dan budi semakin
halus. Hal itu pun bisa dilihat dari puisi-puisi yang ada di dalam Kata Kita. Dari
semua sajak yang ditulis mereka, ada benang merah yang bisa ditarik yaitu
religiositas. Hal itu mungkin karena mereka semua bernaung dalam madrasah
yang muatan pelajaran agama lebih besar dibanding dengan sekolah umum.
Namun di lain pihak, secara psikologis setiap manusia dalam titik paling
tinggi akan menuju pada pintu religius. Dan hal itu, juga sudah terjadi dalam diri
mereka semua. Itulah kenapa puisi bisa menajamkan kepekaan, sehingga akal dan
budi pun semakin kokoh. Setidaknya, melalui Kata Kita akan selalu ada setitik
cahaya yang bisa menerangi carut-marut bangsa ini. Tentunya, jika kita berandai-
andai, bila semua madrasah ataupun sekolah menerapkan pola yang sama, maka
kokohlah pondasi akal dan budi generasi penerus bangsa ini. Tabik.

Akhmad Fatoni, S.S, M.Hum


Sastrawan Mojokerto

117
PROFIL
MA. Al-Islamy Sedati

MA. Al-Islamy Sedati


didirikan oleh Yayasan
Pendidikan Sosial (YPS) Al-
Islamy pada tahun 2001,
dilatar belakangi dengan
banyaknya alumni dari
SMPI Sedati dan beberapa
SMP sekitar yang kesulitan
mencari sekolah SMA
terdekat. Sehingga mereka
harus sekolah diluar wilayah
Kecamatan Ngoro yang jaraknya cukup jauh, dengan demikian Yayasan
Pendidikan Sosial (YPS) mendirikan MA. Al-Islamy untuk menunjang pendidikan
di lingkungan sekitar agar memudahkan siswa melanjutkan sekolah kejenjang MA.
Pada awalnya MA. Al-Islamy menempati gedung utama bersama MI Ainul
Ulum dan SMPI Sedati. Pada tahun 2014 MA. Al-Islamy sudah menempati
gedung sendiri yang berlokasi di sebelah barat gedung SMPI Sedati, beralamat di
Jl. Pasar Sedati, Ngoro, Mojokerto. MA. Al-Islamy Sedati merupakan sekolah
swasta favorit dan unggulan di wilayah Ngoro, Mojokerto. Pada tahun 2016 MA.
Al-Islamy Sedati telah terakreditasi “A” oleh BAN-SM.
Visi MA. Al-Islamy adalah “Unggul dalam kedisiplinan dan kelulusan
berdasarkan Iman dan Taqwa”. Misi MA. Al-Islamy adalah “Melaksanakan
Rutinitas PBB dan Pendalaman Kedisiplinan Sesuai Kegiatan, Mengembangkan
Inovasi Pembelajaran dan Keterampilan, Menambah Semangat Belajar
Keagamaan.”
MA. Al-Islamy
memiliki guru yang
kompeten yaitu terdapat
guru yang telah lulus S-2
dan guru sertifikasi.
Sebagai penunjang
pembelajaran pembacaan
Asmaul husnah, Al-
Qur’an, yasin dan
istigosah rutin dilakukan
setiap satu minggu sekali.
Selain materi
Agama yang menjadi nilai tambah MA. Al-Islamy memiliki pengembangan diri
yang banyak diminati siswa seperti: Paskibraka, Pramuka, Drum Band, Al-Banjari,
Pencak Silat, Bola Voly, Futsal, Hafidz Al-Qur’an, Osim, Remus, Tari, Karya
Sastra Dan Tataboga. Dengan adanya program pengembangan diri tersebut
seringkali mengantarkan siswa-siswi MA. Al-Islamy mengikuti berbagai lomba

118
tingkat Kecamatan, Kabupaten dan Nasional. Diantara prestasi yang diraih yaitu
diterimanya beberapa siswa sebagai anggota paskibraka Kecamatan Ngoro dan
Kabupaten Mojokerto, juara lomba tolak peluru, PBB, baca Al-Qur’an tingkat
kecamatan, peserta olimpiade Matematika sejawa-bali, olimpiade Bahasa Arab
Nasional 2019, dan masih banyak kejuaraan lain yang diikuti.

119
KELEIDOSKOP MA. AL-ISLAMY SEDATI

120
121

Anda mungkin juga menyukai