Tugas Komputer 1
Tugas Komputer 1
B. Formulasi
1. Komposisi
Zat aktif
Pengisotinik Nacl, glukosa, asam borat
Pengisohidris HCl 0,1 N atau NaOH 0,1 N
Buffe (bila perlu) Buffer borat, fosfat
Formula standar
Atropin injeksi (Fornas hal 32)
Tiap ml mengandung
Atropin sulfat
Natrii chloridum
Acidum hydrochloridum 0,1 N
Natrii pyrosulfis
Aqua pro injection hingga 1 ml
Injeksi fenobarbital (Fornas 237)
Tiap ml mengandung :
Phenobarbitalum natricum
Dinatrii edetas
Propylenglycoli solution 90
3. Perhitungan
Isotonik / tonisitas dapat dihitungkan dengan metode :
1) Ekivalensi NaCl
Misal :
White vinces
R/ Efedrin sulfat 0,5 % (E NaCl = 023)
Atropin sulfat 1,0 % (E NaCl = 0,13)
Mf.sol.isot.c. NaCl ad 10 ml
V= W.E.111,11
=(0,5 x 0,23) + (1 x 0,13). 111,11
= 27,22 ml
Volume yang belum isotonis=100m -27,22 ml =72,78
Volume untuk hasil akhir 10ml= 10ml/100ml x 72,78=7,278
Maka NaCl yang dibutuhkan:0,9/100x7,278=0,065g=65mg
2) Penurunan titik beku ( tf )
B = 0,52 – BI.c
b2
B = bobot (g) zat yang ditambahkan kedalam 100 ml hasil akhir supaya isotonic.
B1=penurunan tf air yang disebabkan oleh 1% zat brkhasiat
B2=penurunan tf air yang disebabkan oleh 1% zat pengisotonik
C=kadar zat berkhasiat
Missal :
Aethyl morphyn HCl 2 b1 = 0,088
NaCl qs ad isot b2 = 0,576
B = 0,52 – 2.0,088
0,576
= 0,597
Jadi NaCl yang ditambah untuk membentuk 100 ml injeksi isotonis adalah 0,587 g
D. Aspek Kefarmasian
1. Apek industry
a. Perencanaan
Perencanaan produk biasanya diusulkan terlebih dahulu oleh bagian business
development yang merupakan bagian dari New product development (NPD).
Berdasarkan pada permintaan pasar dan data dari bagian pemasaran. Lalu ketika
usulan sudah disepakati oleh general manufacturing,usulan akan menyebar kebagian
NPD, diteruskan ke bagian business development lalu dilakukan sourching bahan baku
setelah itu baru di registrasi.
b. Produksi
Sediakan akan di produksi berdasarkan bulk production order/packaging order yang
dilakukan oleh product development. Setelah melewati batvh lll, maka baru sediaan
akan diproduksi secara besar-besaran oleh departeman produksi.
c. Penyimpanan dan pemasaran
Obat jadi/produk disimpan dibagian PPIC (production planning and inventory control)
atau yang disebut dengan bagian pergudangan dengan sistem FIFO (First in first out).
Bila ada permintaan dari bagian marketing, bagian PPIC harus bisa mengerti kerapa
banyak produk yang harus dijual berdasarkan karakter penjualan.
3. Aspek Apotik
a. Pengadaan obat dilakukan melalui pemesanan ke PBF, surat pemesanan ditandatngani
oleh APA dengan mencantumkan nama dan nomor SIK
b. Penerimaan dan penyimpanan
Apotik menerima barang berdasarkan surat pesanan disertai dengan faktur dan tanda
terima dari PBF. Barang diterima dan dicatat dalam buku catatan penerimaan barang
serta kartu stok harian dan guna. Obat disimpan dan disusun dalam lemari berdasarkan
kepada pasien
c. Penjumlahan dan penyerahan kepada pasien
Obat ini tidak dapat dibeli tanpa resep dokter, untuk menyerahkan obat kepada pasien
harus di berikan informasi dan koseling tentang obat.
4. Aspek undang-undang
Berdasarkan SK Menkes No…………/Menkes/SK/ /
Dinyatakan bahwa…………….(zat aktif) termasuk dalam daftar obat ………….yang diberi
logo………
E. Etiket dan brosur
1. Brosur
Nama Obat
Komposisi :
Indikasi :
Kontra indikasi :
Efek samping :
Aturan pakai :
Penyimpanan :
Kemasan :
Peringatan :
P NO….
Diproduksi oleh
Nama obat
Komposisi :
Indikasi :
Aturan pakai :
Penyimpanan :
Kemasan :
Peringatan :
P NO….
No batch :
Expired date :
Diproduksi oleh
A. Pengertian
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspense atau serbuk yang
disuspensikan labih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan atau merobek jaringan
dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lender (FI III )
Injeksi volume kecil adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 ml atau kurang .
umumnya hanya larutan obat dlam air yang bias diberikan secara intravena. Suspensi tidak
bisa (FI IV HAL 10).
Wadah Volume kecil adalah wadah berbentuk silindris dari gelas yang memiliki
ujung runcing bibrti suatu dasar datar atau ampul adalah wadah takaran tunggal, oleh
karena itu keseluruhannya ditentkan untuk satu injeksi (Ansel hal 426).
Sediaan
+HCL 3N 1 ml
Aduk
Endapan Larutan
E. Formula
1. Komposisi
R/ zat aktif
Pembawa
Zat tambahan : pengatur tonisitas, pengatur pH (dapar), antioksidan,zat pengompleks,
suspending egent.
2. Pembawa air :
R/ zat aktif
Pembawa
Zat tambahan : pengatur toksinitas, peningktan kelarutan, antioksidan, dapar, anastestik
local
stabilator.
3. Pembawa minyak :
R/ zat aktif
Pembawa
Zat tambahan ; pengawet, antioksidan
3. Injeksi Epinefrina
Tiap ml mengandung :
R/ Epinephirin Bitartras 1,8 mg
Natrii Choridum 8 mg
Natrii Pyrosulfis 1 mg
Chlorbutanolum 1 mg
Aqua pro Injectione hingga 1 ml
4. Injeksi Fenobarbital
Tiap ml mengandung :
R/ Phenobarbital Natricum 200 mg
Dinatrii Edetas 200 µg
Propylenglycoli Sulition 90% v/v hingga 1 ml
Keterangan :
B= bobot dalam gram zat Yng ditambahkan dalam 100 ml hasil akhir
B1= Penurunan titik beku yang disebbkan oleh 1% b/v zat berkhasiat
B2= penurunan titi beku air yang disebabkan oleh penambahan 1% b/v tambahan
2) White Vincet
V= W.E.111.11
Keterangan :
E= Ekivalensi NaCl
V= ( n – 2 ) v + 6
Keterangan :
V= volume larutan yang harus diisi ke dalam ampul sesuai dengan persyaratan FI IV hal
1044
13. Air untuk injeksi dengan system reverse osmosis dengan tekanan 200-400 psi,
membrane filter dari ester seulosa atau polianida, efektif menahan semua
makromolekul hingga 85% ion. Pirogen merupakan makromolekul, maka air untuk
injeksi langsung bebas pirogen. Air disimpan dan disalurkan dalam system pipa
khusus dengan desain yang memungkinkan tidak adanya genangan air (air terus
mengalir) dengan mempertahankan suhu air 85ºC dengan cara pipa disclubungi pipa
khusus uap panas ( Lachman hal 1337)
14. Untuk memasuki ruangan produksi kelas III (white area) ada 3 air yang bias dimasuki,
yaitu air lock khusus karyawan, khusus nahan baku dan khusus bahan pengemasan
primer semua berada pada daerah grey area sebelum memasuki white area
15. Bahan kemas sekunder diambil dari gudang bahan kemas sesuai master formula.
Kirim keruang pacing sekunder (black area ). Cetak no batchnya dan tanggal ED
sesui maeter formula. Cek oleh kepala reu dan kepala unit, setelh itu baru siap untuk
dipakai mengemas produk
16. Semua bahan baku dan bahan pengemas yang diambil dari gudang penyimpanannya
masing-masing, telah menglami QC terlebih dahulu pada masa karantina. Bahan-
bahan yang dipakai adalah yang telah lulus QC. Bila tidak memenuhi specification
standart maka bahan harus direject, dimusnahkan langsung atau dirusak terlebih
dahulu kemudiaan dikirim ke supplier tergantung pada perjanjian kerjasama
perusahaan dengan supplier
17. Diruang produksi (white area ):
a. Zat aktif larut air (g) dan aqua pro inkesi (ml) dimasukkan kedalam mixing tank 50
L. aduk 100 rpm selama 30 menit, aliran ke mixing tank 100 L.
b. Tambahkan pengisohidris (HCL atau NaOH) (..ml) yang telah dikalibrasi oleh
bagian R&D tambahkan aqua pro injeksi ad 100 L ( ad tanda pada dinding dalam
mixing tank), aduk 1500 rpm selama 1 jam
c. Filtrasi larutan pada membrane penyaring dengan jalan pengaliran dengan ukuran
membrane 0,3 mcg dari bahan ester selulosa, aliran langsung ke stroge tank
melalui vakum. Beri label “Quarantine”
18. Evaluasi/pemeriksaan IPC
a. Tingkat keasaman /pH (FI IV<1071>hal 1039)
b. Kadar (sesuai monografi zat aktif)
19. Bila telah lulus oleh QC, produk ruahan pada storage tank di vakum dan dilakukan
pengisian dngan one line filling machine, dimana pengisian injeksi ampul, penutupan
(sealing) ampul, labeling dan sterilisasi dilakukan dalam 1 jalur. Mesin Cuma diawasi
oleh 2 operator diruang pengisian (white area kelas II atau IA/aseptis), karyawan
hanya pada conveyer (ban berjalanuntuk memindahkan ampul yang sudah diisi)
(white area kelas IB atau kelas II) ke rk khusus.
20. Tiap 15 menit selama proses pengisian dan sterilisasi operator akan melakukan IPC :
a. Keseragaman volume (FI IV hal 1044)
b. Kelengkapan register, batch dan ED
21. Sterilisasi produk akhir dilakukan secara sterilisasi uv dari lamou kabut merkuri yang
dipancarkan secara eksklusif pada pajang gelombang 253,7 Angstrom dengan
intensitas radiasi 20 mikrowatt tiap 2 cm dengan waktu pamaparan 1100 detik untuk
membunuh spora Bacillus subtilis dan 272 detik untuk membunuh S. hemolyticus (
Lachman hal 1272-1273)
22. Selesai pengisisan dan sterilisasi, produk yang sudah pad arak khusus di karantina,
beri label “quarantine” lalu lakukan IPC :
a. Sterilisasi (FI IV <71> hal 855)
b. Uji kebocoran (teori sediaan hal 642)
c. Uji kejernihan dan warna ( teori sediaan hal 642)
d. Uji keseragaman bobot (FI III hal 19)
e. Bahan partikulat dalam injeksi (FI IV <1131> hal 1044)
f. Stabilitas sediaan (tidak dilakukan lagi karena sudah dikerjakan pada bagian R&W
sewaktu skala pilot untuk pengembangan produk)
g. Pengambilan produk untuk retain sample
23. Bila lulus uji produk yang tersusun pad arak khusus dikirim ke pacing sekunder.
Ampul dimasukkan ke inner box. Lalu masukan ke outer box (dus/karton). Beri no
register, batch dan ED pada outer box. Cheking akhir.
24. Kirim ke gudang produk jadi. Lakukan serah terima dari bagian produksi ke bagian
logistic
H. Aspek-Aspek PKL
1. Aspek Industri
Setelah ada permintaan dari bagian marketing, bagian perencanaan dan pengontrolkan
produk mengeluarkan surat perintah kerja atas persetujuan manager produksi kepada bagian
produksi. Obat diproduksi di bidang produksi steril cair. Dalam proses pembuatan mulai dari
penimbangan bahan sampai terbentuk produk jadi selalu dibawah pengawasan Quality
Control (QC).
2. Aspek Apotek
Injeksi diperoleh dengan surat pesanan yang ditandatanganin oleh APA. Barang disimpan
di lemari injeksi.. Obat dapat diseterilkan pada pasien hanya melalui resep dokter dan setiap
obat yang dijual di catat din buku penjualan harian
3. Aspek Rumah Sakit
Obat didapatkan melalui permohonan kepada kepala FRS kepada Direktur RS atau
bantuan lain yang disetujui oleh Derektur RS. Barang dikirim oleh panitian penerimaan barang
di gudang transito in. setelah mendapatkan atau dinyatakan release disimpan di gudang
sentral. Obat didistribusikan ke depo satelit melalui
4. Aspek Undang-Undang Farmasi
Injeksi termasuk golongan obat keras sesuai dengan SK Menkes RI
1. Brosur
..........®
Injeksi
Komposisi :
Tiap ampul (I ml mengandung :
……………………… mg
Farmakologi :
Indikasi :
Kontra indikasi :
Aturan pakai :
Efek samping :
Penyimpanan : simpan pada tempat sejuk, kering dan
terlindungi dari cahaya
Diproduksi oleh
PT. Nelcos Pharmaceutical
Padang-Indonesia
2. Etiket
Netto 2 ampul @ 1 ml
……..®
Injeksi
Komposisi :
Tiap ampul (1ml) mengandung :
…………….. mg
Indikasi :
Aturan pakai :
Penyimpanan : simpan pada tempat sejuk, kering dan
terlindungi dari cahaya
Diproduksi oleh
PT. Nelcos Pharmaceutical
Padang-Indonesia
J. Contoh Zat Aktif Yang Sering keluar Untuk Sediaan Ini dan Sediaan Yang Beredar
Contoh zat aktif yang sering keluar untuk sediaan ini :
1. Phenobarbital- Atropin
2. Chlorpromazine - Vit C
3. Amodopirin - Fenilbutazon
4. Natriithiosulfas – Natriibicarbonas
5. Aminophylinum – Aethylendiaminihidratum
6. Amikasina – Sodium sitrat
7. Cypsplatin – Mannitol
Sediaan yang beredar :
1. Amonophylinum® (Ethica)
2. Extrace® (Ethica)
3. Cevita® (Varia Seketa)
DAFTAR PUSTAKA
1. Voigt, R. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,
1994
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Farmakope Indonesia, Edisi III, Direktorat
Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta, 1979
3. Lachman, L. H.A. Lieberman and J.L. kanig, The Theory and Practise of Industrial
Pharmacy, 3nd Ed, Lea and Febiger, Philadelphia, 1989
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Farmakope Indonesia, Edisi IV, Direktorat
Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta, 1995
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Formularium Nasional, Edisi II, Direktorat
Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta, 1978
6. Anief, M, Ilmu Meracik Obat, penerbitan Gadjah Mada University Press, Yogtakarta, 2000
7. Ansel, H.C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV. Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta, 1989
BAB III
INJEKSI VOLUME BESAR
A. Pengertian
Larutan intravena volume besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intra dikemas
didalam wadah bertanda bervolume lebih dari 100 ml. (FI IV hal 10).
F. Formulasi
Komposisi
R/ Zat aktif
Zat pembawa
Zat tambahan
Bahan penambah konsentrasi lazim (dalam %)
Pengawat
antimikroba
Benzil alkohol 0,5-10,0
Benzetonium klorida 0,01
Butil paraben 0,015
Metoksazol 0,25-05
Klorobutanol 0,1-0,25
Timerosal 0,001-0,02
Dapar
Gliserin 1,6-2,,25
Laktosa 0,14-5,0
Manitol 0,4-2,5
Dekstrosa 3,75-5,0
Natrium klorida bervariasi
Sorbitol 2,0
Natrium sulfat 1,1
Zat pengsuspensi
Gelatin 2.0
Matil selulosa 0.03-1.05
Pektin 0.2
Polietilen glikol 4000 2.7-3.0
Natrium karboksimctil selulosa 0,05-0,75
Larutan sorbitol 50.0
Anastetik lokal
Prokain HCI 2.0
Benzil A 5
Penstabil
Kreatinin 0,5-0,8
Glisin 1,5-2,25
Niasinamida 1.25-2,5
Natrium asetiltriptofanat 0,53
Natrium kaprilat 0,4
Natrium sakarin 0,03
Sinergis
Asam askorbat 0,01-0,05
Asam sitrat 0,005-0,01
Asam sitrakonat 0,03-0,45
Keterangan :
E = ekivalensi Naci
L = turunnya titilk beku
molal
M= berat molekul zat
3) Metoda Liso
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑥1000
∆𝑇𝑓 = 𝐿𝑖𝑠𝑜 x
𝐵𝑀𝑥𝑉
Keterangan :
J. Aspek Kefarmasian
1. Aspek Industri
a. Perencanaan
Perencanaan produk biasanya diusulkan terlebih dahulu oleh bagian
Business Development yang merupakan bagian dari New Product Development
(NPD), berdasarkan pada permintaan pasar dan data dari bagian pemasaran.
Setelah usulan disepakati oleh General Manufacturing, usulan akan menyebar ke
bagian NPD, diteruskan ke bagian Business Development lalu dilakukan sourching
bahan baku setelah itu baru di registrasi.
b. Produksi
Sediaan akan di produksi berdasarkan Bulk Production Order/packaging
order yang dilakukan oleh product development. Setelah melewati batch III, maka
baru sediaan akn diproduksi secara besar-besaran oleh departemen produksi.
c. Penyimpanan dan pemasaran
Obat jadi/produk disimpan di bagian PPIC (Production Planning and
Inventory Control) atau yang disebut dengan bagian pergudangan dengan sisten
FIFO (First In First Out). Bila ada permintaan dari bagian marketing, bagian PPIC
harus bisa mengerti berapa banyak produk yang harus dijual berdasarkan karakter
penjualan.
2. Aspek Rumah Sakit
4. Aspek Undang-Undang
Berdasarkan SK Menkes No ......../Menkes/SK/ /
Dinyatakan bahwa .............(zat aktif) termasuk dalam daftar obat ..... yang diberi logo.......
a. Brosur
Nama Obat
Komposisi :
Indikasi :
Kontra Insikasi :
Efek Samping :
Aturan Pakai :
Penyimpanan :
Kemasan :
Peringatan :
Keterangan :
Ab = tahun periode obat yang didaftarkan dan disetujui
24 = bentuk sediaan
A = dosis
b. Etiket
Nama Obat
LOGO
Komposisi :
Indikasi :
Kontra Insikasi :
Efek Samping :
Aturan Pakai :
Penyimpanan : PNO……..
Kemasan Obat Lua
No reg : DTL abcdefgh24 A1
No Batch :
Expired date :
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia, Edisi IV, Jakarta, 1995.
2. United States Pharmacopeial Convention, The United States Pharmacopeia, 26 edition,
Twinbrook Parkway, Rockville, 2003. Pharmacopeia, British Pharmacopeia
3. Medicine Commission, British Commission, London, 1988.
4. Merck, The Merck Index, Merck and Co, ninth edition, Rahway USA, 1976.
5. Voight. R, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gajah Mada University Press. Yogyakarta,
1995.
6. Lachman. L., Lieberman. H.A., Kanig. J.L., Teori dan Praktek Farmasi Industri, edisi ketiga,
UI Press, 1994.
7. Ansel. H. C.. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat, UI Press, 1989.
8. Moffat. A. C., Jackson. J.V., Widdop. M. B., Clarke's Isolation and Identification of Drugs.
second edition. The Pharmaceutical Press, London, 1986.
9. Tim Penyusun FT. Farmakologi dan Terapi, edisi IV. UI Press, Jakarta, 1995.
10. Badan Pengawas Obat dan Makanan, Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB),
edisi 2001, BPOM, Jakarta. 2001.
11. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Formularium Nasional, edisi II, Jakarta, 1978.
12. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Jakarta,
2000.
13. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Informasi Spesialite Obat Indonesia (ISO), Volume 41,
Jakarta, 2006.
BAB IV
INJEKSI VOLUME BESAR
A. Pengertian
Larutan intravena volume besar adalah injeksi dosisi tunggl untuk intra dikemas didalam
wadah bervolume lebih dari 100 ml. (FI IV hal 10)
Bentuk suatu obat di buat sebagai obat suntik tergantung pada sifat obat itu sendiri
dengan mempertimbangkan sifat kimia, fisika dan juga pertimbangankan sifat kimia, fisika dan
juga pertimbangan terapeutik tertentu.
Bila dalam monografi tertera berbagai zat aktif dalam sediaan parenteral volume
besar, maka kadar masing-masing komponen disebut dengan nama umum. Misalnya : injeksi
dekstrosa 5 % atau injeksi dekstrosa 5% dan natrium klorida (0,2%).
1. Untuk sediaan cair, persentase isi atau jumlah tiap kompoen dalam poin tertentu, kecuali
bahan yang di tambahkan untuk penyesuaian pH atau untuk membuat larutan isotonik,
dapat dinyatakan dengan nama dan efek bahan tersebut.
2. Sediaan kering atau sediaan yang memerlukan penenceran sebelum digunakan, jumlah
tiap komponen, komposisi pengencer yang di anjurkan, jumlah yang diperlukan untuk
mendapatkan konsentrasi tertentu zat aktif dan volume akhir larutan yang di peroleh,
uraian singkat pemerian larutan terkonstitusi dan tanggal kadarluarsa yaitu batas waktu
larutan terkonstitusi masi memenuhi syarat potensi seperti tertera pada etiket bila di
simpan seperti yang di ajurkan Wadah untuk injeksi yang akan digunakan untuk dialisis,
hemofiltrasi atau cairan irigasi dan volume lebih dari 1 lite, diberi penandaan bahwa
sediaan tidak digunakan untuk infus intravena. Injeksi yang digunakan untuk hewan
ditandai untuk menyatakan khasiatnya.
Pemberian etiet pada wadah sedemikian rupasehingga sebagian wadah tidak tertutup
oleh etiket untuk mempermudah pemeriksaan isi secara visuala.
Larutan dan suspensi untuk obat suntik dibuat dengan cara yang hapir sama dengan
larutan oral dan suspensi oral, dengan prbedaan sebagai berikut:
a. Pelarut atau pembawa yang digunakan harus memenuhi standar-standar lain yang
menjamin keamanan obat suntik.
b. Penggunaan zat-zat penambah sebagai dapar, penstabil dan pengawet anti mikroba,
mengikuti petunjuk-petunjuk khusus penggunanaandan di larang pada produk
parentral tertentu. Penggunan zat warna dilarang keras.
c. Produk parentral selalu di sterilkan dan memeuhi stantar sterislitas dan harus bebas
pirogen.
d. Larutan parenteral harus bebas dari parikel-partikel.
e. Produk parenteral harus dibuat dalam daerah lingkungan yang diawasi, memenuhi
standar sanitasi yang ketat dan oleh pekerja yang khusus dilatih dan memakai
pakaian khusus untuk mempertahankan standar sanitasi
f. Produk-produk parentral di kemas dalam wadah khusus yang kedap uadara yang
tinggi kualitasnya dan spesifik. Cara-cara khusus pengawasan kualitas digunakan
untuk menjamin tutup /segel kedap udara dan kondisi steril.
g. Setiap wadah obat suntik diisi sampai volume yang sedikit melebihi ukuran atau
volume yang tertera dietiket agar ada yang tertinggal. Kelebihan ini memungkinkan
kemudahan dalam pengmbilan kembali dan pembrian volume sesuai dengan etiket.
h. Ada pembatas-pembatasan dalam melebihkan volume obat suntik yang
diperbolehkan dalam wadah dosis berganda dan juga pembatas-pembatasan untuk
jenis wada(dosis tunggal atau ganda) yang dapat di gunakan untuk obat suntik
tertentu.
i. Peraturan-peraturan khusus pemberian etiket yng digunakan untuk obat suntik.
j. Bubuk steril yang dimasukan untuk dijadikan larutan atau suspensi segera sebe,um
disuntikan, seiring dikemas sebagai bubuk hasil liofiliasi atau pengeringan dingin
untuk memungkinan [embentukan larutan atatu suspensi dengan mudah pada waktu
diberi pelarut atau pembawa.
F. Formulasi
Komposisi
R/ Zat Aktif
Zat Pembawa
Zat Tambahan
Pengawet antimikroba
Klorobutanol 0,25-0,5
Metoksazol 0,1-0,25
Fenol 0,065-0,5
Timerosal 0,001-0,02
Gliserin 14,6-25,0
Lestin 0,5-2,3
Polisorbat 20 0,01
Polisorbat 40 0.05
Polisorbat 80 0,4-4,0
Povidon 0,2-1,0
Teofilin 5,0
Dapar
Gliserin 1,6-2,25
Laktosa 0,14-50
Manitol 0,4-2,5
Dekstrosa 3,75-5,0
Sorbitol 2,0
Zat pengsuspensi
Gelatin 2,0
Pektin 0,2
Anastetik lokal
Benzil A 5
Penstabil
Kreatinin 0,5-0,8
Glisin 1,5-2,25
Niasinamida 1,25-2,5
Tiourea 0,005
Anti oksidan
Tokoferol 0,05-0,075
Sinergis
Dosis iv sehari II
Catatan :
Keterangan:
a = turunya titik beku air akibat zat terlarut, dihitung dengan memperbanyk nilai untuk
larutan 1% b/v
b = turunanya tidak beku air dihasilakan oleh 1% b/v bahan pembantu isotoni jika
konsentrasi tidak dinyatakan, a=0 (tidal ditambahkan pengisotonis)
Keterangan :
E = ekivalensi NaCl
c. Metoda LISO
Berat (gram) x1000
ΔTF= LISO----------------------------
BM x V
Keterangan :
BM = berat molekul
V = Volume
a. Brosur
Nama obat R/
Komposisi :
Farmakologi :
Indikasi :
Kontra indikasi :
Aturan pakai :
Penyimpanan :
Kemasan :
Peringatan :
Diproduksi oleh
Keterangan :
24 =bentuk sediaan
A =dosis
b. Etiket
Nama Obat
Komposisi :
Indikasi :
Aturan pakai :
Penyimpanan :
Kemasan :
Peringatan :
Obat Luar
No Batch :
Expired date :
P NO.....
Diproduksi oleh
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Frmakope Indonesia, Edisi IV, Jakarta ,1995.
2. United States Pharmacopeial Covention, The Unitid States Pharmacopeia, 26 th edition,
Twinbrook Prakway,Rockville,2003.
3. Medicine Commission, British Phrmacopeia, British Pharmacopeia Commission, London,
1988
4. Merck, The Merck Index, Merck and Co, ninth edition, Rahway USA, 1976.
5. Voight. R , Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gajah Mada University Press, Yogyakarta,
1995.
6. Lachman. L ., Lieberman. H. A., Kaning.J.L., Teori dan Praktek Farmasi Industri, edisi ketiga,
UI Press. 1994
7. Ansel. H . C.. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat, UI Prees,1989.
8. Moffat. A. C .., Jackson.J.V.,Widdop.M.B., Clarke’s Isolation and Identification of Drugs.
Second edition. The Pharmaceutical Press. London, 1986.
9. Tim penyusun FT.Frmakologi dan Terapi, edisi IV. UI press, Jakarta,1995.
10. Badan Pengawas Obat dan Makanan, Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB),
edisi 2001, BPOM, Jakarta, 2001.
11. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Formulanium Nasional,edisi ll, Jakarta, 1978.
12. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Informanium Obat Nasional Indonesia, Jakarta
,2000.
13. Ikatan Sajarna Farmasi Indonesia, Informasi Spesialite Obat Indonesia (ISO), Volume 41,
Jakarta, 2006.
BAB V
SUSPENSI TETES MATA
A. Penjelasan Sediaan
1. Definisi : (FIV hal 14)
Suspensi obat mataadalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yang
terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada mata.
B. Formulasi
1. Komposisi
R Zat aktif
Pengisotonis : NaCl, asam borat
Pengisohidris : HCl 0,1 N atau NaOH 0,1 N
Buffer : Buffer borat, buffer pospat, buffer sitrat
Pengkompleks : Na2EDTA
Pengawet : Benzalkonimum klorida (0,013 %), benzotonium klorida (0,01%), fenilmerkuri
nitrat (0,004%), timerosol (0,01%)
Antioksidan : Na-bisulfit atau metabisulfit (0,3%)
Contoh formula :
R Tetrasiklin 20 mg
Procain 40 mg
Asam borat
Buffer pospat
Benzalkonium klorida
Perhitungan Isotonis
D. Cara Kerja
1. siapkan kondisi ruangan produksi dikerjakan di white area /kelas IA (daerah kritis dibawah
Laminar Air Flow), syarat (CPO3 2001 hal 3.Ica hal 60) : Jumlah cemaran partikel/m 3 ≥
0,5 𝜇𝑚 maksimal sebanyak 3500, cemaran partikel/m 3 ≥ 5 𝜇𝑚 (nihil), jumlah cemaran
mikroba/m3 maksimal sebanyak <1, efisiensi saringan 99,997 %, pertukaran udara 20-4-
kali/jam, temperature 16-25 °C, humadity 45-55 %.
2. Bila akan mengerjakan produk di ruang white area /kelas IA (daerah kritis dibawah
Laminar Air Flow), maka harus melewati dulu buffer area daerah kritis (white area kelas
IB), syarat (COPB 2001 hal 3.10a hal 60) : Jumlah cemaran partikel/m 3 ≥ 0,5 𝜇𝑚
maksimal sebanyak 3500, cemaran partikel/m 3 ≥ 5 𝜇𝑚 (nihil), jumlah cemaran mikroba/m3
maksimal sebanyak <1, efisiensi saringan 99,997 %, pertukaran udara 20-4- kali/jam,
temperature 16-25 °C, humadity 45-55 %.
3. Siapkan peralatan. Alat sudah dibersihkan dengan aqua, typol 0,1 %, etOH 75 % dan
terakhir aqua kembali. Beri label “telah dibersihkan”. Set peralatan sesuai dengan master
formuls untuk produk yang akan diproduksi. Beri label “telah digunakan”.
4. Alat disterilkan secara sterilisasi desinfeksi permukaan dengan menggunakan larutan 2 %
ammonium kuartener 1.1000 atau larutan 1-2 % germisida fenolik untuk permukaan kertas
dan licin. Untuk alat dengan permukaan logan, tambahkan 0,2 % Natrium nitrit dalam
larutan ammonium kuartener dan 0,5 % Natrium bikarbonat ke dalam germisida fenolik
untuk mencegah timbulnya karat (Lachman hal 1287).
5. Karet seal pipet tetes mata, logam penutup ataupun plastic pipet mata disterilisasi secara
sterilisasi gas menggunakan gas etilen oksida dalam ruangan dengan kelembaban 98 %
selama 60 menit dan sebelumnya telah dipanaskan 55°C (131 °F) dan vakum awal kira-
kira 27 inchi Hg. Konsentrasi etilen oksida 450 mg/L dengan tekanan 28 psig dan waktu
pemaparan minimum 6 jam (Lachman hal 1283-1284).
6. Ruangan (lantai dan dinding) secara sterilisasi desinfeksi permukaan disterilkan dengan
menggunakan larutan 2 % ammonium kuartener 1.1000 atauu larutan 1-2 % germisida
fenolik untuk permukaan keras dan licin (Lachman hal 1287).
7. Karyawan daerah steril tidak berpenyakit menular, dan tidak sedang sakit flu, batuk atau
sakit tenggorokan. Bila saakit harus melapor ke supervisor dan sementara ditempatkan
bukan pada daerah steril sampai benar-benar sembuh. Cuci tangan dengan menggunakan
cairan antiseptic khusus, keringkan lalu mengganti pakaian rumah dengan pakaiaan
khusus produksi, kenakan tutup kepala, sarung tangan dan masker. Karwayan masuk ke
ruang produksi melalui airlock dengan kaki kanan, kenakan sepatu khusus, lalu kaki kiri
dan kenakan juga sepatu khusus. Hal ini untuk mencegah perpindahan mikroba dari lantai
luar ke ruang airlock. Masuk ke ruang produksi, pintu sebelah ujung tidak boleh dalam
keadaan terbuka, untuk mencegah aliran udara luar masuk ke ruang produksi. Inilah yang
disebut sebagai airlock (pengunci atau penahan aliran udara). Bila kedua pintu terbuka
secara bersamaan, maka alarm akan berbunyi.
8. Sebelum memasuki white area (kelas II), maka karyawan di ruang ganti pakaian grey area,
harus melepaskan pakaiaan grey area dan mengganti dengan pakaian dari bahan Dacron,
sarung tangan, masker dan sepatu steril khusus white area. Masuk ke ruang white area
dengan cara yang sama dengan grey area. Lalu di air lock akan disemprot (sterilisasi gas)
dengan menggunakan etilenoksida. Setelah itu baru aman dan steril untuk masuk ke white
area.
9. Botol tetes mata dicuci dengan Na pyrofosfat 0,5 % dengan mesin cuci otomatis. Cuci dan
bilas dengan aqua demineralisata, keringkan dalam tunel dryer suhu 60 °C selama 2 jam.
Dinginkan pada suhu kamar selama 1 jam. Sterilisasi secara pemanasan. Bawa ke ruang
produksi melalui air lock khusus bahan kemasan primer.
10. Botol tets mata tahan pemanasan, disterilkan secara pemanasan kering di oven suhu 180
°C (356 °F) selama 2 jam atau suhu 260 °C (500 °F) selama 45 menit (Lachman hal 1263).
11. Bahan baku diambil dari gudang bahan baku. Kirim ke ruang penimbangan (kelas III)
melalui air lock. Timbang sesuai master formula. Cek oleh kepala regu dan kepala unit.
Setelah OK, sterilisasi dan kirim ke ruang produksi melalui air lock khusus bahan baku.
12. Air steril untuk tetes mata dibuat dengan system reverse osmosis dengan tekanan 200-400
psi. membrane filter dari ester selulosa atau poliamida ukuran 0,3 mcm efektif menahan
semua makromolekul hingga 85 % ion. Air disimpan dan disalurkan dalam system pipa
khusus dengan desain yang memungkinkan tidak adanya genangan air (air terus mengalir)
dengan mempertahankan suhu air 85 °C dengan cara pipa diselubungi pipa khusus uap
panas (Lachman hal 1337)
13. Bahan kemas sekunder diambil dari gudang bahan kemas sesuai master formula/CPB
produk yang akan diproduksi. Kirim ke ruang packing sekunder (block area). Cetak no
batchnya dan tanggal ED sesuai master formula. Cek oleh kepala regu dan kepala unit.
Setelah itu baru siap untuk dipakai mengemas produk.
14. Di ruaang produksi (white area) :
a. Zat aktif laarut air (kg) dan water pro injection (L) di masukkan ke dalam mixing tank
50 L, aduk 100 rpm selama 30 menit, alirkan ke mixing tank 100 L.
b. NaCl pengisotonis (g) + pengomplek (g) + pengawet (g), yang masing-masing sudah
ditambahkan water pro injection (ml) dimasukkan ke dalam mixing tank 50 L, aduk
dengan kecepatan 100 rpm selama 30 menit. Alirkan ke mixing tank 100 L.
c. Tambahkan pengisohidris (HCL atau NaOH) (ml) (telah dikalibrasi oleh bagian R&D,
tambah water pro injection ad 100 L (ad tanda pada dinding dalam mixing tank), aduk
dengan kecepatan 1500 rpm selama 1 jam.
d. Filtrasi larutan pada membrane penyaring dengan jalan pengaliran melalui pipa pada
suhu 85 °C dengan ukuraan membrane 0,3 mikrometer dan terbuat dari bahan ester
selulosa, alirkan langsung storage tank melalui vakum. Beri label quarantine.
15. Lakukan evaluasi/pemeriksaan IPC :
a. Tingkatkan keasaman/pH (F1 IV hal 1039)
Menggunakan potensiometrik (pH meter) yang telah dibakukan sebagaimana
mestinya, yang mampu mengukur pH sampai 0,02 unit pH dengan menggunakan
elektroda indikator yang peka terhadap aktivitas ion hidrogen, elektroda kaca dan
elektroda pembanding yang sesuai seperti elektroda kalomel atau elektroda perak-
perak klorida. Pengukuran dilakukan pada suhu 25±2 °C kecuali dinyatakan lain
dalam monografi. Skala pH ditetapkan dengan persamaan sbb :
Dimana :
E dan Es adalah potensial terukur dengan sel galvanic berisi larutan uji.
pHs = larutan dapar untuk pembakaran
K = harga perubahan dalam potensial per perubahan unit dalam pH
Hasil : suatu bahan adalah steril asalkan hasil yang diperoleh sekurang-
kurangnya setara keandalannya. Seandainya timbul perbedaan, jika tanda adanya
kontaminasi diperoleh dgn menggunakan prosedur yang ada dalam farmakope ini,
maka hasil yang diperoleh menentukan bahwa bahan tsb tidak memenuhi syarat.
1) Hilangkan etiker 10 wadah, cuci bagian luar wadah air dan keringkan.
2) Timbang satu persatu dalam keadaan terbuka.
3) Keluarkan isi wadah, cuci wadah dengan air kemudian dengan etanol (95% P)
keringkan pada suhu 105 hingga bobot tetap, dinginkan, timbang satu persatu.
Bobot isi wadah tidak boleh menyimpang lebih dari batas yg tertera, kecuali satu
wadah yg boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang tertera.
Bobot yg tertera pada etiker Batas penyimpangan dalam %
Tidak lebih dari 120 mg ± 10
Antara 120 mg dan 300 mg ± 75
Lebih dari 300 mg atau lebih ±5
g. Penetapan viskositas dan sifat alir (TS unand hal 112)
Alat : viskometer brokfield
Prosedur :
Masukkan sediaan yg telah dikocok ke dalam wadah gelas.
Pengujian dilakukan dengan kecepatan(rpm) yg berbeda, mulai dari kecepatan
rendah.
Pada setiap pengubahan kecepatan sediaan diistirahatkan selama 5 menit, setelah itu
dilanjutkan sampai rpm yg lebih tinggi.
h. Setelah pihak IPC meloloskan maka storage tank diberi tanda “diterima” dan massa
dialirkan ke dalam one filling machine melalui pompa vakum. Dimana pengisian tetes
mata, penutupan (sealing) botol tetes mata langsung pemasangan pipet, labeling dan
sterilisasi dilakukan dalam 1 jalur. Mesin hanya diawasi 2 orang operator di ruang
pengisian (white area kelas II atau IA/aseptis), karyawan hanya bekerja pada white
area (kelas II) yang disekat dengan lembar plastic khusus pada konveyer (ban
berjalan) untuk memindahkaan botol tetes mata yang sudah diisi. IPC melakukan uji :
1) Uji keseragaman volume
Pilih 3 wadah kemudian ambil isi tiap wadah dengan alat suntik hipodermik
kering, keluarkan gelembung udara dari dalam jarum dari alat suntik dan
pindahkan isi dalam alat suntik tanpa mengosongkan bagian jarum ked lm gelas
ukur kering volume tertentu yang telah dibakukan sehingga volume yang diukur
memenuhi sekurang-kurangnya 40% volume dari kapasitas tertera.
Hasil : volume tidak kurang dari volume yg tertera pd wadah bila diuji satu
persatu
2) Uji kejernihan
Larutan tetes mata harus jernih dan bebas dari kotoran sehingga harus dilakukan
uji kejernihan yang dilakukan secara visual
Prosedur : wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu-persatu dengan
menyinari wadah dari samping dengan latar belakang berwarna hitam dan putih.
Latar belakang hitam dipakaai untuk menyelidiki kotoran berwarna gelap.
3) Uji homogenitas (TS lama hal 90)
Homogenitas dapat ditentukaan berdasarkan jmlh partikel maupun distribusi
ukuran partikelnya dengan pengambilan sampel pada berbagai tempat
(ditentukan menggunakan mikroskop untuk hasil yg lebih akurat). Pengambilan
sampel dpt dilakukan pd berbagai bagian yaitu atas, tengah dan bawah. Sampel
diteteskan pd kaca objek, kemudian diratakan dgn kaca objek lain sehingga
terbentuk lapisan tipis. Partikel diamati dibawah mikroskop atau secara
visual.
Penafsiran hasil :
Suspensi yg homogen akan memperlihatkan jumlah atau distribusi ukuran yg
relative hamper sama pd berbagai tempat pengambilan sampel (sampel dikocok
dahulu).
i. Sterilisasi akhir dilakukan secara sterilisasi uv dari lampu kabut merkuri yg
dipancarkan secara ekslusif pada panjang gelombang 2537 angstrom dengan
intensitas radiasi 20 mikrowatt tiam cm 2 dengan waktu pemaparan 1100 detik untuk
membunuh spora Bacillus subtilis dan 275 detik untuk membunuh S.hemolyticus
(Lachman hal 1271-1273).
j. Selesai pengisian dan sterilisasi, produk yg sudah disusun pada rak khusus
dikarantina dan diberi label “Quarantine” lalu lakukan IPC :
1) Uji afektifitas pengawet
Prosedur : jika wadah sediaan dapat ditembus secara aseptic menggunakan
jarum suntik melalui sumbat karet, lakukan pengujian pada 5 wadah asli sediaan.
Jika wadah sediaan tidak dapat ditembus secara aseptic, pindahkan 20 ml
sampel ke dalam masing-masing 5 tabung bakteriologik bertutup, berukuran
sesuai dan steril. Inokulasikan masing-masing wadah atau tabung dengan salah
satu suspensi mikroba baku, menggunakan perbandingan 0,1 ml inokula setara
dengan 20 ml sediaan, dan campur. Mikroba uji dengan jumlah yang sesuai
harus ditambahkan didlm sediaan uji segera setelah inokulasi adalah antara
100.000 dan 1.000.000 per ml. tetapkan jumlahh mikroba viable di dalam tiap
suspensi inokula dan hitung angka awal mikroba tiap ml sediaan yang diuji
dengan metoda lempeng. Inkubasi wadah atau tabung pada hari ke 7, ke 14, ke
21 dan ke 28 sesudah inokulasi. Catat tiap perubahan yang terlihat dan tetapkan
jumlah mikroba viable pada tiap selang waktu tersebut dengan metoda lempeng.
Penafsiran hasil : suatu pengawet dinyatakan efektivitasnya did lm contoh yg
diuji, jika :
a) Jumlah bakteri viable pada hari ke 14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1%
dari jumlah awal.
b) Jumlah kapang dan khamir viable selama 14 hari pertama adalah tetaap
atau kurang dari jumlah awal.
c) Jumlah tiap mikrobiologi uji selama hari dari 28 hari pengujian adalah tetap
atau kurang dari bilangan yang disebutkan pada a dan b.
d) Uji sterilitas
Bersihkan permukaan luar wadah dan tutup wadah menggunakan
bahan dekantaminasi yang sesuai dan ambil isi secara aseptic.
Prosedur : ambil sejumlah tertentu produk yang telah terlebih dahu;u di buat
suspensi dalam cairan penencer steril. Kemudian inokulasikan ke dalam
masing-masing tidak kurang dari 40 ml media tioglikolat cair dan Soybean-
calsium digest medium. Inkubasikan selama tidak kurang dari 14 hari. Amati
pertumbuhan pada media secara visual sesering mungkin sekurangnya
pada hari ke-3, ke-4 atau ke-5, pada hari ke- atau ke-8 dan pada hari
terakhir dari masa uji. Jika zat uji menyebabkan media menjadi keruh
sehingga ada atau tidaknya pertumbuhan mikroba tidak segera dapat
ditentukan secara visual, pindahkan sejumlah memadai media ke dalam
tabung baru berisi media yg sama, sekurangnya 1 kali antara hari ke-3 dan
ke-7 sejak pengujian dimulai. Lanjutkan inkubasi media awal dan media
baru selama total waktu tidak kurang dari 14 hari sejak inokulasi awal.
Hasil : suatu bahan adalah steril asalkan hasil yg diperoleh sekurnag-
kurangnya setara keandalannya. Seandainya timbul perbedaan, jika tanda
adanya kontaminasi diperoleh dgn menggunakan prosedur yg ada dalam
farmakope ini, maka hasil yg diperoleh menentukan bahwa bahan tsb tidak
memenuhi syarat.
k. Uji volume terpindahkan (FI IV hal 1089)
Suspensikan serbuk ked lm pembawanya. Pilih tidak kurang dari 30 wadah.
Prosedur : tuang isi perlahan-lahan dr tiap wadah ked lm gelas ukur kering terpisah
dgn kapasitas gelas ukur tidak lebih dari 2,5 kali volume yg diukur yg telah dikalibrasi,
secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukan gelembung udara pada waktu
penuangan dan diamkan selama tidak lebih dr 30 menit. Jika telah bebas dr
gelembung udara, ukur volume dr tiaap campuran. Volume rata-rata suspensi yg
diperoleh dr 30 wadah tidak kurang daari 100% dan tidak satupun volume wadah
yg kurang dr 95% tetapi tidak kurang dari 90% seperti volume yg dinyatakan
pada etiket.
l. Setelah dinyatakan lulus uji, botol-botol di bawa keruang pengemasan sekunder
melalui pass box. Pengemasan sekunder dilakukan secara manual dimana botol
dan brosur dimasukkan ke dalam dus lipat, dimasukkan ke dalam karton. IPC
pengemasan akan melakukan pemeriksaan estetika kemasan. Seksi sampling akan
mengambil 3 botol sediaan untuk retain sample (pertinggal)
m. Kirim ke gedung produksi jadi. Lakukan serah terima dari bagian produksi ke bagian
logistik.
F. Pengetahuan Kefarmasian
1. Aspek Industri
Perencanaan produksi suatu sediaan di dalam industri farmasi dilakukan oleh bagian
perencanaan produksi dan pengendalian persedian (PPIC). Bagian ini merupakan bagian
yg menjembatani antara marketing dgn produksi, melaksanakan kegiatan berdasarkan
surat perintah produksi (SPP) dan catatan prosuksi batch ( CPB). CPB merukan dokumen
yg berisi tentang fermulasi sediaan, semua personel dan persyaratan yg harus dipenuhi
selama proses produksi dengan segala seseuatu yg diamati dicatat pada dokumen
tersebut. Setelah selesai melakukan proses produksi didapatkan hasil produk jadi yg di
simpan di gudang obat jadi untuk selanjutnya di distribukan ke pasaran.
Permbuatan tetes mata dilakukan pada ruang kelas I. sistem produksi yang digunakan
adalah horizontal close system.
2. Aspek Rumah Sakit
Penggunaan dan pengelolaan obat-obatan di RS dilakukan oleh IFRS. Perencanaan
dan pengadaan obat-obatan disesuaikan dengan dana serta kebutuhan diRS.
Penyimpanan obat dan perbekalan farmasi dikelompokkan sesuai dengan jenis
barangnya. Selain dalam manajemen RS, apoterker jg melakukan monitoring
penggunaan obat secara rasional dan memonitor ES dr obat. Tetes mata ini disalurkan
atau dapat di peroleh pd poli THT atau apotek pelengkap diRS.
3. Aspek apotek
Sedian ini dipesan dan dibeli sesuai dengan kebutuhan apotek. Sebelum pemesanan
obat, terlebih dahulu dilakukan pengecekan terhadap obat-obat yang persediaannya
menipis dengan cara pemotongan kartu stok berdasarkan resep hari sebelumnya,
sehingga di ketahui lgsg stok yg ada. Pemesanan obat dilakukan oleh asisten apoteker yg
ditunjuk oleh apoteker dgn cara menghubungi PBF.
Setiap pemasukan dan pengeluaran barang dicatat dikartu stok. Obat ini diserah pada
pasien harus disertai konsultasi atau pemberian informasi tentang segala sesuatu
mengenai pemberian obat ini, sehiangga pasien menggunakan obat ini secara aman dan
benar.
4. Aspek Undang-undang
Obat tetes mata dikelompokkan ke dalam golongan….(tergantung Zat aktif yg
dikandungnya). Dengan logo……
Zat aktif………X mg
Pengawet……Y mg
Atau
Tap ml suspensi tetes mata steril mengandung :
Zat aktif……..X mg
Pengawet…..Y mg
Indikasi dan aturan pakai,,no. batch, no.registrasi, exp.date.
Keterangan tambahan : ..”jangan digunakan lebih dari 1 bulan setelah wadah dibuka”
2. Brosur
Memuat segala sesuatu untuk menerangkan sediaan, antara lain :
Nama sediaan
Komposisi
Farmakologi, indikasi, kontraindikasi, efek samping, peringatan dan perhatian, aturan
pakai, kemasan, cara penyimpanan.
Keterangan tambahan
Dapat berupa : OBAT LUAR sesuai dengan zat
HARUS DENGAN RESEP DOKTER aktif
BAB VI
TETES MATA (GUTTAE OPHTALMICA)
A. Penjelasan Sediaan
1. Definisi
a. Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspense; digunakan untuk
mata, dengan cara meneteskan obat pada selabut lendir mata di sekitar kelopak
matadan bola mata (Farmakope Indonesa III hal 10)
b. Larutan obat mata adalah larutan steril; bebas partikel asing;merupakan sediaan yang
di buat dan dikemas sedemikian rupa sehingga sesuai digunakan pada mata .pada
pembuataan laruta obat mata membutuhkan perhatian khusus dalam hal toksisitas
bahan obat nilai isotonitas.kebutuhan akan pengawet (dan jika perlu pemilihan
pengawet sterelisasikemasaan yang tepat (Farmakope Indonesa IV hal 13 )
c. Suspensi obat mata adalah sediaan cair seteril yang mengandung partikel_partikel
yang terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaiaan pada mata. Obat dalam
suspensi harus harus dalam bentuk termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi atau
goresan pada kornea .Suspensi obat mata tidak boleh digunakan bila terjadi masa
yang mengeras atau pengumpulan (Farmakope Indonesa IV hal 14)
d. Sediaan mata merupakan produk steril, tidak mengandung partikel asing, dalam
campuran dan wadah yang cocok untuk digunakan pada mata (RPS 1581)
e. Sediaan mata adalah larutan atau suspensi dengan pembawa air pembawa atau
minyak seteril yang mengandung satu atau lebih zat aktif yang di butuhkan untuk
digunakaan pada mata (Codex hal 161-165)
f. Tetes mata adalah sediaan seteril berupa larutan atau suspensi yang digunakan
untuk mata,dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata di sekitar kelopak
mata dan bola mata (Formalium Nasional hal 316)
2. Kekurangan :
a. Volume larutan yang dapat ditampumg oleh mata terbatas (=7ul maka larutan yang
berlebih dapat masuk ke nasal cavity lalu masuk ke jalur G1 menghasilkan absorbs
istemik yang tidak digunakan misalnya B-bloker untuk perawataan glaokosoma
dapat menjadi masalah bagi pasien jantung atau asma bronkial (Codex hal 162)
b. Kornea dan rongga mata sangat kurang tervaskularisasi,selain itu pada kapiler pada
retina non pemeambel sehingga umumnya sediaan untuk mata adalah efeknya
lokal/topical.
Sebagaina besar zat aktif untuk seiaan optalmik adalah basa lemah. Bentuk garam
yang biasa digunakan garam adalah hidroklorida, sulfat dan nitrat. Sedankan zat untuk zat
aktif yang berupa asam lemah, biasanya digunakan pada garam natrium (codex hal161).
Tetes mata harus menunjukan suatu efektifitas yang baik tergantung secara
fisiolohhis , bebas rasa nyeri tidak merangsang dan menunjukan sterilitas yought hal 523,
Tropikainamida (619)
c. Fornas 1978
Atropine(32) Kloramfenikol(65)
d. ForMin
Atazoline (41) Diphenhydramini (44)
Argenti proteinat I (41) Fluoresceine (44)
e. FMS
f. BP 2002
g. USP 27
c. Pengisotonis
1) NaCI 0,9 % : sebab NaCI 0,9 memberikan tekanan osmosis yang dengan cairan
tubuh termasuk cairan mata sehingga dapat meminimalkan terjadinya iritasi pada
jaringan yang sensitive dari mata (Codex hal 167)
2) Asam bornat : kemampuan asam bonat dalam memberikan tekanan osmotic
dalam larutan sehingga membantu melarutkakn bahan aktif dan pembantu
(Codex hal 545)
3) Rentang isotonis yang masih dapat diterima oleh masa :
d. Pengisohidris.
1) HCI 0,1 N untuk sediaan yang bersifat basa maka HCI akan menurunkan
Ph sampai mencapai Ph stabilitas optimum
2) NaOH 0,1 N : untuk sediaan yang bersifat asam maka NaOH akan
menaikan Ph sampai mencapai Ph stabilitas optimum
e. Buffer (Ansel hal 550)
1) Buffer bornat : Ph sedikit dibawah 5, cocok untuk garam zat aktif yang larut
dalam air seperti ; kokain, pilokarpin, prokain, tetrakakin dan Zn
2) Buffer pospat isotonic : ph berkisar 5,9-8 cocok untuk banyak obat kecuali :
Pilokarpin, enkatropin, skopolamin dan garam-garam homatropin
f. Pengkomplek
1) Na2EDTA : jangan digunakan bila terdapat zat akif logam (ZnSO 4 atau MgSO4)
g. Antioksidan (bila perlu)
Metabisulfa atau Na-bisulfit : merupakan antioksidan yang paling sering
digunakan, berkerja sebagai stabilizer dengan membentuk komplek dengan zat
yang dapat menyebabkan oksidasi (Codex hal 164)
h. Perhitungan Isotonic/tonisitas dapat dihitung dengan metode :
1) Ekivalensi NaCI
2) Rumus White Vincent
i. Perhitungan Isotonik/Tonisitas dapat dihitung dengan metode :
1) Ekivalensi NaCl
Rumus White Vincent
R/ Efedrin sulfas 0,5% (E NaCl= 0,14)
Atropin sulfas 1% (E NaCl= 0,19)
m.f.sol.isot.c.NaCl ad 10 ml
V = W.E.111,11
= {(0,5 g x 0,14) + (1 g x 0,19) x 111,11)}
= 28,886 ml
Volume yang belum isotonis :
= 100 ml – 28 ml
= 71,114 ml
Volume untuk hasil akhir 10 ml :
= 10 ml/100 ml x 71,114 ml
=7,11 ml
Maka NaCl yang ditambahkan :
= 0,9/100 x 7,11 = 64 mg
2) Penurunan titik beku (Tf)
B = 0,52 – b1.c
b2
dimana, B = bobot (g) zat yang ditambah 100 ml hasil akhir supaya isotonis
misal,
Aqua ad 100 ml c =2
0,576
= 0,6 g
Jadi NaCl yang ditambahkan untuk membentuk 100 ml injeksu=I isotonis adalah
0,6 g.
3) Metode Krioskopi
4) Metode Diagram
5) Metode Normogram (namun ketiga metode terakhir ini jarang dipakai)
pH = pHs + (E – Es)
dimana :
E dan Es adalah potensial terukur dengan sel galvanic berisi larutan uji.
Catat tiap perubahan yang terlihat dan tetapkan jumlah mikroba viabel pada tiap
selang waktu tersebut dengan metoda lempeng.
Bobot isi wadah tidak boleh menyimpang lebih dari batas yang tertera, kecuali
satu wadah yang boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang tertera.
Hitung waktu yang diperlukan oleh bole melalui cairan dengan jarak tertentu.
n = B (p1 – p2) . t
B = konstanta bola
18. Setelah dinyatakan lulus uji. botol-botol dibawa ke ruang pengemasan sekunder melalui
pass box. Pengemasan sekunder dilakukan secara manual dimana botol dan brosur
dimasukkan ke dalam dus lipat, dimasukkan ke dalam karton. IPC pengemasan akan
melakukan pemeriksaan estetika kemasan. Seksi sampling akan mengambil 3 botol
sediaan untuk retain sample (pertinggal)
19. Kirim ke gudang produk jadi. Lakukan serah terima dari bagian produksi ke bagian
logistic.
I. Pengetahuan Kefarmasian
1. Aspek Industri
Perencanaan produksi suatu sediaan di dalam industry farmasi dilakukan oleh bagian
perencanaan produksi dan pengendalian persediaan (PPIC). Bagian ini merupakan bagian
yang menjebatani antara marketing dengan produksi, melaksanakan kegiatan berdasarkan
surat perintah produksi (SPP) dan catatan produksi batch (CPB). CPB merupakan dokumen
yang berisi tentang formulasi sediaan, semua personel dan persyaratan yang harus dipenuhi
selama proses produksi selama sesuatu yang diamati dicatat pada dokumen tersebut. Setelah
selesai melakukan proses produksi didapatkan hasilproduk jadi yang disimpan digudang obat
jadi untuk selanjutnya didistribusikan ke pasaran. Pembuatan tetes mata dilakukan pada
ruang kelas I. system produksi yang digunakan adalah horizontal close system.
2. Aspek Rumah Sakit
Penggunaan dan pengelolaan obat-obatan di RS dilakukan oleh IFRS. Perencanaan
dan pengadaan obat-obatan disesuaikan dengan dana serta kebutuhan di RS. Penyimpanan
obat dan perbekalan farmasi dikelompokkan sesuai dengan jenis barangnya. Selain dalam
manajemen RS apoteker juga melakukan monitoring penggunaan obat secara rasional dan
memonitor ES dari obat. Tetes mata ini disalurkan atau dapat diperoleh pada poli THT atau
apotek pelengkap di RS.
3. Aspek Apotek
Sediaan ini dipesan dan dibeli sesuai dengan kebutuhan apotek. Sebelum
pemesanan obat, terlebih dahulu dilakukan pengecekan terhadap obat-obat yang
persediaannya menipis dengan cara pemotongan kartu stok berdasarkan reep hari
sebelumnya, sehingga diketahui langsung stok yang ada. Pemesanan obat dilakukan oleh
asisten apoteker yang ditunjuk oleh apoteker dengan cara menghubungi PBF.
Setiap pemasukan dan pengeluaran barang dicatat dikartu stok. Obat ini diserahkan
pada pasien harus disertai konsultasi atau pemberian obat ini, sehingga pasien menggunakan
obat ini secara aman dan benar.
4. Aspek Undang-undang
Obat tetes mata dikelompokkan ke dalam golongan…(tergantung Zat aktif yang
dikandungnya). Dengan logo…..
J. Etiket Dan Brosur
1. Etiket
TRYTA ® LOGO
Netto 5 ml
Komposisi :
Yang terdiri dari nama zat aktif dan jumlahnya serta bahan pengawet yang digunakan
Zat aktif………….x %
Pengawet………..y %
Atau
Zat aktif x mg
Pengawet y mg
Indikasi
Aturan pakai :
Teteskan 2-3 tetes pada mata. Ulangi 3 atau 4 kali sehari bila diperlukan
P no.3
Awas! Obat Keras
Hanya untuk bagian luar badan
No. batch :
No. registrasi :
Exp.date :
Diproduksi oleh :
RADYA-FARMA
Padang-Indonesia
2. Brosur
TRYTA ® LOGO
Komposisi :
Zat aktif………….x %
Pengawet………..y %
Farmakologi :
Indikasi :
Kontraindikasi :
Efek samping :
Aturan pakai :
P no.3
Awas! Obat Keras
Hanya untuk bagian luar badan
Kemasan : 1 botol @ 5 ml
Collyrium
Noda Noda
Kerok Kerok
C. Formulasi
1. Komposisi
Formulanya sama persis dengan tetes mata, hanya volumenya lebih besar, juga
bisa ditambah pengompleks (bisa juga tidak).
R/ Zat aktif
Pengisotonik NaCl, glukosa, asam borat
Pengisohidris HCl 0,1 N atau NaOH 0,1 N
Buffer Buffer borat, fosfat
Pengompleks Na EDTA
Pengawet
Pengawet
a. Benzalkonium klorida 0,01% (HoPE 2003 hal. 45)
b. Klorobutanol (HoPE 2003 hal. 141)
c. Fenil etil alkohol (HoPE 2003 hal. 431)
d. Fenil merkuri nitrat 0,001% (HoPE 2003 hal. 438)
Antioksidan (bila perlu)
a. Natrium metabisulfit (HoPE 2003 hal. 571)
b. Natrium bisulfit (HoPE 2003 hal. 572)
c. Natrium sulfit (HoPE 2003 hal. 572)
2. Formulasi standar
a. Kolirium Asam borat seng (Fornas:11)
b. Kolirium Efedrin (Fornas : 118)
c. Kolirium seng sulfat 0,1 % (Fornas : 305)
d. Collyrium Zinci Luteum (Martindale 26 :272)
e. Collyrium Zinci Sulfirici Compositum (Martindale 26 :272)
f. Collyrium Zinci Luteum (Martindale 26 :1494)
3. Alasan pengambilan bahan
Sama seperti pada tetes mata
4. Perhitungan
Pada prinsipnya sama dengan tetes mata
E. Aspek PKL
Pada prinsipnya sama dengan tetes mata. Tapi ada juga yang akan saya tambahkan
1. Aspek industry Perencanaan produksi suatu sediaan di dalam industry farmasi dilakukan
oleh bagian PPIC (Production Planning Inventory Control) yang juga menjembati antara
marketing dengan bagian produksi sehingga tetap dapat mengontrol dan memenuhi
kebutuhan pasar akan sediaan. PPIC akan mengeluarkan surat perintah kerja pada bagian
produksi dan pengemasan untuk memproduksi suatu sediaan. Akan diproduksi oleh bagian
prodduksi steril setelah bagian ini menerima SPK (Surat Peerintah Kerja) dan master
formula darri PPIC.
Produksi juga dilakukan berdasarkan prosedur yang telah dittetapkan oleh PPIC.
PPIC akan membuat suatu perrencanaan jika semua bahan baku dan bahan pengemasan
tersedia di gudang dan berdasarkan laporan dari bagian pemasaran. Setelah SPK diterima
oleh bagian produksi dan pengemasan, bagian ini segera mempersiapkan alat, bahan,
tenaga yang diperlukan untuk mempoduksi…..setelah produksi…. Selesai, maka dikirim ke
gudang distribusi untuk selanjutnya dipasarkan oleh bagian pemasaran.
1. Aspek Apotek
Obat ini termasuk golongan obat…..dan dibeli dengan…..resep dokter. Dan
penyerahannya biasanya dilengkapi dengan kotak dan brosur. Untuk obat bebas
terbatas, biasanya disusun dietalase depan apotek sehingga mudah terlihat oleh
pembeli. Setiap pemesanan obat di apotek harus sepengetahuan Apoteker.
2. Aspek Rumah Sakit
Pengelolaan dan pengadaan obat-obatan di RS dilakukan oleh Instalasi Farmasi
RS. Obat dipesan ke PBF setelah diketahui oleh kepala instalasi dan ketua panitia
pengadaan obat. Obat dipesan dalam bentuk amprahan setelah menerima amprahan
dari masing-masing bangsal. Pengadaan obat di RS dilakukan berdasarkan pola
konsumsi dan pola epidemiologi yang mengacu pada penggunaan tahun sebelumnya
dan pola penyakit.
Obat yang telah dipesan akan diterima oleh panitia penerimaan di gudang
dengan menandatangani kuitansi barang yang diterima. Ketika barang datang, harus
diperiksa apakah barang sesuai ddengan yang dipesan, baik jumlah, jenis, merk,
organoleptis, bentuk kemasan dan lainnya. Hal ini disaksikan oleh ketua panitia
penerimaan barang yaitu kepada gudang di IFRS, dari wakil PBF dan beberapa anggota
panitia penerimaan barang.
Bangsal-bangsal akan mengamprah barag ke gudang IFRS sesuai kebutuhan 2 x
sebulan setelah amprahan ditandatangani oleh apoteker yang bertanggung jawab di
bangsal tersebut. Barang yang telah diamprah selanjutnya akan dipersiapkan oleh
asisten apoteker di gudang instalasi atas persetujuan kepala administrasi baik jumlah
maupun jenisnya. Kemudian barang dikirim ke bangsal melalui pekarya.
3. Aspek Undang-Undang
Menurut…..termasuk ke ddalam daftar obat…… Dengan logo bulatan hitan
dengan……, dimana disertai dengan tanda……
F. Etiket dan Brosur
1. Etiket
………Collyrium
Komposisi :
Tiap 100 ml cuci mata mengandung :
……………. Mg
……………. Mg
Indikasi :
Konjuctivitas, kelelahan dan radang mata
Aturan pakai :
2-3 kali sehari bilas pada mata yang sakit dengan menggunakan gelas mata
Penyimpanan :
Simpan di tempat yang sejuk (tidak dilemari es) dan terlindungi dari cahaya
Kemasan :
Botol 100 ml
Peringatan :
Tidak untuk luka pada mata
Masa penggunaan setelah botol dibuka tutupnya
Jika obat
Jangan gunakan setelah 7 hari segel dibuka
tergolong bebas
terbatas
Obat cuci mata
P No.3
Awas! Obat Keras
Hanya untuk bagian luar badan
Diproduksi Oleh :
…………….
Padang - Indonesia
Logo Pabrik