Anda di halaman 1dari 87

BAB 1

INJEKSI VOLUME KECIL


A. Penjelasan sediaan
1. Defenisi (F1 edisi IV hal 10)
Injeksi volume kecil adalah injeksi yang dikemaas dalam wadah bertanda volume 100
ml atau kurang.
2. Keuntungan (Ansel hal 399)
a. Kerja obat cepat seperti keadaan gawat.
b. Bila penderita tidak dapat diajak bekerja sama dengan baik, tidak sadar, tidak `jdapat
atau tidak tahan menerima pengobatan melalui mulut atau oral.
c. Atau bila obat itu sendiri tidak efektif dengancara pemberianlain. Kelemahan (Ansel hal
401)
d. Sekali obat diberikan lewat IV, maka obat tersebut tidak bisa ditarik lagi.
e. Trombus dan embolus tetap timbul akibat jarum suntik dan keteter.
3. Alasan pemilihan bentuk sediaan
Bentuk suatu obat dibuat sebagai obat suntik tergantung pada sifat obat itu sendiri
dengan mempertimbangkan sifat kimia, fisika dan juga pertimbangan teraupeutiknya
tertentu.
4. Hal-hal khusus yang harus diperhatikan (Ansel 406)
a. Pelarut atau pembawa yang digunakan harus memenuhi kemurnian khusus dan
memenuhi standar-standar lain yang menjamin keamanan obat suntik.
b. Penggunaan zat-zat penambah sebagai dapar, penstabil dan pengawet antimikroba,
mengikuti petunjuk-petunjuk khusus penggunaan dan dilarang pada produk perentalan
tertentu.. penggunan zat warna dilarang keras.
c. Produk parenteral selalu disterilkan dan memenuhi standar sterilitas dilarang keras.
d. Larutan parenteral harus bebas dari partiker-partikel.
e. Produk parenteral harus dibuat dalam daerah lingkungan yang diawasi, memenuhi
standar yang ketat, dan oleh pekerja yang khusus dilatih dan memakai pakaian khusus
untuk mempertahankan standar sanitasi.
f. Produk-produk parenteral dikemas dalam wadah khusus yang kedap udara yang tinggi
kualitasnya dan spesifik. Cara-cara khusus pengawasan kualitas digunakan untuk
menjamin tutup atau segel kedap udara dan kondisi steril.
g. Setiap wadah obat suntik diisi sampai volume yang sedikit melebihi ukuran atau volume
yang tertera di etiket agar ada yang tertinggal. Kelebihan ini memungkinkan kemudahan
dalam pengambilan kembali dan pemberian volume sesuai dengan yang di etiket.
h. Ada pembatasan-pembatasan dalam melebihkan volume obat suntik yang
diperbolehkan pada wadah dosis berganda dan juga pembatasan-pembatasan untuk
jenis wadah (dosis tunggal atau berganda) yang dapat digunakan untuk obat suntik
tertentu.
i. Peraturan-peraturan khusus pemberian etiket yang digunakan untuk obat suntik.
j. Bubuk steril yang dimaksudkan untuk dijadikan larutan atau suspense segera sebelum
disuntikan, sering sebagai bubuk hasil liofilisasi atau pengeringan dingin untuk
memungkinkan pembentukan larutan atau suspense dengan mudah pada waktu diberi
pelarut atau pembawa.

B. Formulasi
1. Komposisi
Zat aktif
Pengisotinik Nacl, glukosa, asam borat
Pengisohidris HCl 0,1 N atau NaOH 0,1 N
Buffe (bila perlu) Buffer borat, fosfat
Formula standar
Atropin injeksi (Fornas hal 32)
Tiap ml mengandung
Atropin sulfat
Natrii chloridum
Acidum hydrochloridum 0,1 N
Natrii pyrosulfis
Aqua pro injection hingga 1 ml
Injeksi fenobarbital (Fornas 237)
Tiap ml mengandung :
Phenobarbitalum natricum
Dinatrii edetas
Propylenglycoli solution 90

2 Alasan pengambilan bahan (Lachman hal 1292)


a. Pembawa
Yang paling sering digunakan untuk produk untuk produk steril adalah air, karena air
merupakan pembawa untuk semua cairan tubuh.
b. Zat anti bakteri/pengawet
Zat anti bakteri dalam konsentrasi bakteriostatik harus dimasukkan dalam formulasi
produk yang dikemas dalam vial dosis ganda dan seringkali dimasukkan dalam
formulasi yang akan disterilasikan dengan produk marginal atau dibuat secara aseptis.
c. Anti oksidan
Melindungi suatu zat teurapetis yang mudah mengalami oksidasi, terutama pada
kondisi dipercepat dengan sterisasi panas.
d. Dapar
Ditambahkan untuk menjaga PH yang diisyaratkan untuk banyak produk, karena
perubahan PH bisa menyebabkan perubahan nyata dalam laju reaksi
penguraian/menjamin stabilitas sedian parenteral
e. Andil tonisitas
1) Senyawa yang membantu ke isotonitasnya suatu produk yang berguna mengurangi
sakit pada daerah injeksi yang berakhir ke saraf. Dapar bisa bertindak sebagai
pembantu tonisitas serta penstabil PH larutan.
2) Mencegah terjadinya hemolisa sel darah akibat perbedaan tekanan antara dinding
darah dengan tekanan dari sedian yang disuntikan, khususnya pada infus (volume
besar)
3) Mengatasi perangsangan pada selaput otak akibat rute inttra lumbar.

3. Perhitungan
Isotonik / tonisitas dapat dihitungkan dengan metode :
1) Ekivalensi NaCl
Misal :
White vinces
R/ Efedrin sulfat 0,5 % (E NaCl = 023)
Atropin sulfat 1,0 % (E NaCl = 0,13)
Mf.sol.isot.c. NaCl ad 10 ml
V= W.E.111,11
=(0,5 x 0,23) + (1 x 0,13). 111,11
= 27,22 ml
Volume yang belum isotonis=100m -27,22 ml =72,78
Volume untuk hasil akhir 10ml= 10ml/100ml x 72,78=7,278
Maka NaCl yang dibutuhkan:0,9/100x7,278=0,065g=65mg
2) Penurunan titik beku ( tf )
B = 0,52 – BI.c
b2
B = bobot (g) zat yang ditambahkan kedalam 100 ml hasil akhir supaya isotonic.
B1=penurunan tf air yang disebabkan oleh 1% zat brkhasiat
B2=penurunan tf air yang disebabkan oleh 1% zat pengisotonik
C=kadar zat berkhasiat

Missal :
Aethyl morphyn HCl 2 b1 = 0,088
NaCl qs ad isot b2 = 0,576
B = 0,52 – 2.0,088
0,576
= 0,597
Jadi NaCl yang ditambah untuk membentuk 100 ml injeksi isotonis adalah 0,587 g

C. Cara kerja dan evaluasi


1. Siapkan kondisi ruang produksi pada white era/kelas ll, syarat CPOB 2001 lampiran 3.10a
hal 60. Jumlah cemaran partikel/m3 ≥ 0,5 µm max sebanyak 350 ribu, cemaran partikel/m 3
≥ 5 µm max sebanyak 2 ribu, jumlah cemara mikroba/m 3 max sebanyak 100, efisiensi
saringan 99,995%, pertukaran udara > 20 kali/jam temperatur 16-25°C, humadity 45-55%.
2. Bila produksi untuk sediaan steril yang tak dapat disterilisasi akhir, maka dikerjakan di
white area/ kelas l A ( daerah kritis dibawah laminar air flow), syarat (CPOB 2001 lampiran
3.10a hal 60). Jumlah cemaran partikel/m3 ≥ 0,5 µm max sebanyak 3500, cemaran partikel/
m3 ≥ 5 µm max (nihil), jumlah cemaran mikroba/m 3 max sebanyak <1, efisiensi saringan
99,997%, pertukaran udara 20-40 kali/jam, temperatur 16-25°C, humadity 45-55%.
3. Bila akan mengerjakan produk di ruang white area/kelas 1A (daerah kritis dibawah laminae
air flow), maka harus melewati dulu buffer area daerah kritis ( white area kelas 1B), syarat
(CPOB 2001 lampiran 3.10a hal 60): Jumlah cemaran praktis/m 3 ≥ 5 µm max sebanyak
3500, cemaran praktis/m3 ≥ 5 µm ( nihil ), jumlah cemaran mikroba/m3 max sebanyak 5,
efisiensi saringan 99,007%, pertukaran udara 20-40 kali/jam, temperaturan 16-25°C,
humadity 45-55%.
4. Siapkan peralatan. Alat sudah dibersihkan dengan aqua 0,1%, EtOH 75% dan terakhir
aqua kembali. Beri label “telah dibersihkan”. Set peralatan sesuai dengan master formula
untuk produk yang akan di produksi. Beri label “siap digunakan”.
5. Alat disterilkan secara sterlisasi desinfeksi permukaan dengan menggunakan larutan 2%
germisida fenolik untuk lantai dan dinding, ammonium kuartener 1:1000 atau larutan 1-2%
germisida fenolik untuk permukaan keras dan licin. Untuk alat dengan permukaan logam
tambahkan 0,2% Nartrium nitrit dalam larutan ammonium kuartener dan 0,5% Natrium
bikarbonat kedalam germisida fenolik untuk mencegah tibulnya karat ( lachman hal 1287).
6. Karet vial, logam ataupun seal plastik disterilisasi secara streilisasi gas menggunakan gas
etilen oksida dalam ruangan dengan kelembaban 98% selama 60 menit dan sebelumnya
telah dipanaskan 55°C (131°F) dan vakum awal kira-kira 27 inchi Hg. Konsentrasi etilen
oksida 450 mg/L dengan tekanan 28 psig dan waktu pemapran minuman 6 jam ( Lachman
hal 1283-1284).
7. Ruangan (lantai dan dinding) secara sterilisasi desinfeks permukaan disterilkan dengan
menggunakan larutan 2% germisida fenolik untuk lantai dan dinding, ammonium kuartener
1:1000 atau larutan 1-2% germisida fenolik untuk permukaan keras dan licin ( Lachman hal
1287 ).
8. Cuci tangan dengan menggunakan cairan antiseptik khusus, keringakan lalu mengganti
pakaian rumah dengan pakaian khusus produksi, kenakan tutup kepala, sarung tangan
dan masker.
9. Sebelum memasuki white area (kelas ll), maka karyawan diruang ganti pakaian grey area,
harus melepaskan pakaian grey area dan mengganti dengan pakaian dari bahan dacron,
sarung tangan, masker dan sepatu steril khusus white area. Masuk keruang white area
dengan cara yang sama dengan khusus white area. Masuk keruang white area dengan
cara yang sama dengan grey area, lalu di air lock akan disemprot ( sterilisasi gas) dengan
menggunakan etilen oksida. (Lachman hal 1332-1336).
10. Botol vial dan ampul dicuci dengan Na pyrofosfat 0,5% dengan mesin cuci otomatis. Cuci
dan bilas dengan aqua demineralisata, keringan dalam tunel dryer suhu 60°C selama 2
jam. Dinginkan pada suhu kamar selama 1 jam. Sterilisasi secara pemanasan. Bawa ke
ruang produksi melalui air lock khusus bahan kemasan primer.
11. Botol vial dan ampul tahan pemanasan, disterilkan secara keringan di oven suhu 180°C
(356°F) selama 2 jam atau suhu 260°C (500°F0 selama 45 menit. (Lachman hal 1263).
12. Bahan baku diambil dari gudang bahan baku. Kirim keruang penimbangan (kelas lll)
melalui air lick. Timbangan sesuai master formula. Penting diingat : bahawa yang harus
ditimbang terlebih dahulu adalah zat yang lebih stabil dan tidsak mudah menguap.
13. Air untuk injeksi dibuat sistem reverse osmosis dengan tekanan 200-400 psi. membrane
filter dari ester selulosa atau poliamida ukuran 0,3 mcm, efektif menahan semua
makromolekul, maka air untuk injeksi langsung bebas pirogen. Air disimpan dan disalurkan
dalam sistem pipa khusus dengan disain yang memungkinkan tidak adanya genangan air (
air terus mengalir) dengan memperytahankan suhu air 85°C dengan cara pipi diselubungi
pipa khusus uap panas.
14. Bahan kemas sekunder diambil dari gudang bahan kema sesuai master formula/CPB
produk yang akan diproduksi. Kirim keruang packing sekunder ( black area).cetak no
batchny dan tanggal ED sesuai master formula.
15. Bahan-bahan yang tidak memenuhi spesifikasi atau tidak lulus QC harus di tolak atau
dirusak dan dikembalikan ke supplier sesuai perjanjian.
16. Di ruang produksi ( white area )
a. zat aktif larut ar (g) dan water pro injection (ml) di masukkan ke dalam mixing tank 50 l,
aduk 100 rom selama 30 menit aliran ke mixing 100 l.
b. NaCl / pengisotonis (g) yang sudah ditambahkan water pro injection (ml) dimasukkan ke
mixsing tank 50 l, aduk 100rpm, 30 menit. Alliran ke mixing tank 100l.
c. Tambahan pingisohidris (HCL atau NaOH) (ml) (telah dikalibrasi oleh bagian R&D) dan
aqua pro inction ad 100 l (ad tanda pada dinding dalam mixing tank), aduk 1500 rpm
selama 1 jam.
d. Untuk pembebasan pirogen. Filtrasi larutan pada membrane penyaring dengan jalan
pengaliran melalui pipa pada suhu 85°C degan ukuran memrance 0,3 mcg dari bahan
ester selulosa, alirkan langsung ke storage tank melalui vakum. Beri label “quarantine).
(Lachman hal 1296,1277 dan 1337).
17. Evaluasi/pemeriksaan IPC:
a. Tingkat keasaman / Ph (FI IV <1071>HAL 1039)
b. Kadar (sesuai monografi zat aktif).
18. Bila telah lulus oleh QC, produk ruahan pada stroge tank sivakum dan dilakukan pengisian
dengan one line filling machine. Dimana pengisian injeksii ampul/ vial, penutupan (sealing)
ampul/ vial, labeling dan filtrasi dilakukan dalam 1 jalur.
19. Tiap 15 menit selama proses pengisian dan sterilisasi, operator akan melakukan IPC:
a. Keseragaman volume (Fl ed IV hal 1044)
b. Kelengkapan register, batch dan ED
20. Sterilisasi produk akhir dilakukan secara strerilisasi uv dari lampu kabut merkuri yang
dipancarkan secara khusus pada panjang gelombang 2537 A dengan intensitas radiasi 20
mikrowatt tiap cm 2 dengan waktu pemaparan 1100 detik untuk membunuh spora bacillus
subtilis dan 275 detik untuk membunuh S.hemolyticus. (Lachman hal 1272-1273)
21. Selesai pengisian dan sterilisasi produk yang sudah disusun pad arak khusus dikaranitna,
beri label “Quarantine “ lalu lakukan IPC:
a. Sterilitas ( F led IV)
b. Uji kebocoran (Fl ed IV)
c. Uji kebocoran (TS hal 642)
d. Uji kejernihan dan warna (TS hal 19)
e. Uji keseragaman bobot (Fl ed lll hal 19)
f. Bahan partikulat dalam injeksi (Fl IV <1131>hal 1044)
22. Bila lulus ujian, produk yang tersusun pad arak khusus dikirim ke packing sekunder.
Ampul/ vial dimasukkan ke inner box, lalu masukkan ke outer box (dus/karton). Beri no
register, batch dan ED pada outer box. Checking akhir.
23. Bagian QC akan mengambil retain sample sebanyak 2 botol infus, kirim produk ke gudang
produk jadi. Lakukan serah terima dari bagian produksi ke bagian logistic.

D. Aspek Kefarmasian
1. Apek industry
a. Perencanaan
Perencanaan produk biasanya diusulkan terlebih dahulu oleh bagian business
development yang merupakan bagian dari New product development (NPD).
Berdasarkan pada permintaan pasar dan data dari bagian pemasaran. Lalu ketika
usulan sudah disepakati oleh general manufacturing,usulan akan menyebar kebagian
NPD, diteruskan ke bagian business development lalu dilakukan sourching bahan baku
setelah itu baru di registrasi.
b. Produksi
Sediakan akan di produksi berdasarkan bulk production order/packaging order yang
dilakukan oleh product development. Setelah melewati batvh lll, maka baru sediaan
akan diproduksi secara besar-besaran oleh departeman produksi.
c. Penyimpanan dan pemasaran
Obat jadi/produk disimpan dibagian PPIC (production planning and inventory control)
atau yang disebut dengan bagian pergudangan dengan sistem FIFO (First in first out).
Bila ada permintaan dari bagian marketing, bagian PPIC harus bisa mengerti kerapa
banyak produk yang harus dijual berdasarkan karakter penjualan.

2. Aspek Rumah Sakit


a. Pengadaan obat didasarkan pada perencanaan yang diusulkan oleh instalasi farmasi
kepada direktur rumah sakit. Pelaksanaan selanjutnya diserahkan kepada penitia
pengadaan kepada PBF.
b. Penerimaan dan penyimpanan
Obat diterima oleh penitia komite farmasi dan terapi kemudian disimpan di gudang
c. Pengeuaran dilakukan melalui amprak kepada apotik-apotik yang berada
dilingkungan/dalam rumah sakit seperti apotik umum, apotik interne, dan sebagainya.

3. Aspek Apotik
a. Pengadaan obat dilakukan melalui pemesanan ke PBF, surat pemesanan ditandatngani
oleh APA dengan mencantumkan nama dan nomor SIK
b. Penerimaan dan penyimpanan
Apotik menerima barang berdasarkan surat pesanan disertai dengan faktur dan tanda
terima dari PBF. Barang diterima dan dicatat dalam buku catatan penerimaan barang
serta kartu stok harian dan guna. Obat disimpan dan disusun dalam lemari berdasarkan
kepada pasien
c. Penjumlahan dan penyerahan kepada pasien
Obat ini tidak dapat dibeli tanpa resep dokter, untuk menyerahkan obat kepada pasien
harus di berikan informasi dan koseling tentang obat.

4. Aspek undang-undang
Berdasarkan SK Menkes No…………/Menkes/SK/ /
Dinyatakan bahwa…………….(zat aktif) termasuk dalam daftar obat ………….yang diberi
logo………
E. Etiket dan brosur
1. Brosur

Nama Obat

Komposisi :

Indikasi :

Kontra indikasi :

Efek samping :

Aturan pakai :

Penyimpanan :

Kemasan :

Peringatan :
P NO….

No Reg : DTL abcdefgh24 A1

Diproduksi oleh

Nama dan lambang pabrik


Keterangan :
Ab = tahun periode obat yang didaftarkan dan disetujui
Cde = no urut pabrik
Fgh = no item /no urut di pabrik
24 = bentuk sediaan
A = dosis
2. Etiket

Nama obat

Komposisi :

Indikasi :

Aturan pakai :

Penyimpanan :

Kemasan :

Peringatan :

P NO….

No Reg : DTL abcdefgh24 A1

No batch :

Expired date :

Diproduksi oleh

Nama dan lambang pabrik

3. Contoh zat aktif yang sering keluar untuk sediaan ini :


a. Fenilbutazon – Lignokain
b. Natrii salicylas – Riboflavinum
c. Ribofflavinum – Methampyronum
d. Coffein – Procain
e. Morphin – Thiamin HCl
f. Streptomycin sulfat – Procain HCl
g. Vitamin C – Chlorpromazin
h. Calcii gluconas – Vitamin C
i. Glucosum – Amitriptilin
j. Ac.ascorbicum – Apomorphin

4. Sediaan yang beredar :


a. Albuminar
b. Varidyl
c. Zometa
d. Cylofem
e. Depo progestin
BAB II
INJEKSI VOLUME KECIL ( AMPUL)

A. Pengertian
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspense atau serbuk yang
disuspensikan labih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan atau merobek jaringan
dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lender (FI III )

Injeksi volume kecil adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 ml atau kurang .
umumnya hanya larutan obat dlam air yang bias diberikan secara intravena. Suspensi tidak
bisa (FI IV HAL 10).

Wadah Volume kecil adalah wadah berbentuk silindris dari gelas yang memiliki
ujung runcing bibrti suatu dasar datar atau ampul adalah wadah takaran tunggal, oleh
karena itu keseluruhannya ditentkan untuk satu injeksi (Ansel hal 426).

B. Alasan Pemilhan Sediaan


Pemilihan injeksi karena:
Penggunaan injeksi diperlukan jika dikehendaki efek sistemik yang cepat, karena larutan
injeksi masuk langsung kedalam sirkulasi sistemik melalui vena (IMO hal 191 Melalui
injeksi beberapa bahan obat juga dapat pada kerjanya,pemberiannya secara oral ,
diinaktivasi atau buruk diresopsi dalam tabung atau disitu dapat menimbulkan rangsangan (
Voigt 461).

C. Keuntungan dan Kelemahan


1. Keuntungan sediaan injeksi untuk penderita yang tidak mendesak dimana
pengobatansecara parenteral merupakan satu-satunya cara untuk menaikan jumlah
volume misalnya pada kecelakaan, operasi. Untuk pemberian obat-obat yang tidak
tahan asam lambung (yang tidak bias diberikan dalam keaddan biasa seperti dirusuk
oleh getah lambung), merangsang lambung Ataupun tidak terabsobsi menurut cara-cara
biasa untuk pemberian obat-obat yang bekerja setempat dijamin sterilitas, kemurniaan
dan takaran yang tepat dari obat-obat yang diberikan.
Jika dikehendaki obat tersebut bekerja lama, obat dapat diberikan dalam bentuk depot
terapi seperti penyuntikan obat-obat dalam bentuk suspense ataupun larutan dalam
minyak secara intramuscular dapat diketahui ketepatan aksi fisiologi dan obat-obat dengan
penyuntikan pada jaringan yang berbeda obat-obat dapat stabil dalam waktu yang cukup
lama

2. Kerugian sediaan injeksi:


a. Karena pemberiaan secara oral, obat segera bekerja, maka bila ada kekeliruaan dalam
pemberian tidak dapat dilakukan dengan segera tindakan pencegahan untuk
menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
b. Jika pada sediaan tersebut terdapat pirogen, dapat menyebabkan demam, muntah.
c. Harganya relative lebih mahal
d. Pemberian obat ini sukar sekali jika dibandingkan dengan pengobatan biasa dimana
penyuntikaan hanya dapat diberikan untuk diri.

C. Hal-hal yang Khusus diperhatikan


Hal- hal yang harus diperhatikan :
1. Lihat formula standart sebanyak-banyak nya
2. Jika tidak ada standart, maka cari pengisotonis yang sesuai, hitung isotonisnya bila perlu
pakai dapar . cari pendapar yang sesuai dengan pH stabil
3. Ada sediaan yang perlu hiportonis contoh nya : preparat sufat, karena kerjanya
berkompetisi untuk mengalahkan PABA sehngga konsentrasi ditingkatkan
4. Bila injeksi mengandung antibiotic ditulis kesetaraan bobot terdapat UI
5. Syarat injeksi : jernih, tidak berwarna, harus isotonis, steril, sedapat mungkin isohidri,
euhidri
6. Untuk injeksi iv dosis tunggal volume > 15 ml tidak boleh mengandung bakterisid
7. Pertimbangan kimiawi : tersatukn tindaknya obat degan zat pembantu, zat pembawa, dan
sebagainya
8. Pertimbangan farmakologi : apakah dengan penyusunan demikian penyerapan dan
khasiat dengn apa yang dikehendaki
9. Pertimbangan teknis: alat apa yang bias dipakai, mesin mana yang memberikan hasil
sebaik mungkin
10. Obat yang dikemas dalam wadah takaran tunggal (ampul), maka tidak dibenarkn
penambahan pengawet
D. Cara isolasi zat dari sediaan

Sediaan

+HCL 3N 1 ml

Aduk

Endapan Larutan

E. Formula
1. Komposisi
R/ zat aktif
Pembawa
Zat tambahan : pengatur tonisitas, pengatur pH (dapar), antioksidan,zat pengompleks,
suspending egent.

2. Pembawa air :
R/ zat aktif
Pembawa
Zat tambahan : pengatur toksinitas, peningktan kelarutan, antioksidan, dapar, anastestik
local
stabilator.

3. Pembawa minyak :
R/ zat aktif
Pembawa
Zat tambahan ; pengawet, antioksidan

F. Formula Standart (Fornas)


1. Injeksi vitamin C
Tiap ml mengandung :
R/ Acidum Ascorbicum 100 mg
Natrii subcarbonas 48 mg
Thiocarmidum 12 µg
Aqua pro incectione hingga 1 ml
2. Injeksi Klorpromazina
Tiap ml mengandung :
R/ Chlorpromazini Hydrochloridum 25 mg
Natrii Ascorbicum 2 mg
Natrii Pyrosulfis 1 mg
Natrii Chloridum 6 mg
Aqua pro Injectione hingga 1 ml

3. Injeksi Epinefrina
Tiap ml mengandung :
R/ Epinephirin Bitartras 1,8 mg
Natrii Choridum 8 mg
Natrii Pyrosulfis 1 mg
Chlorbutanolum 1 mg
Aqua pro Injectione hingga 1 ml

4. Injeksi Fenobarbital
Tiap ml mengandung :
R/ Phenobarbital Natricum 200 mg
Dinatrii Edetas 200 µg
Propylenglycoli Sulition 90% v/v hingga 1 ml

a. Alasan pengambilan bahan (bahan yang umum)


b. Perhitungan
Isotonic/Tonisitas dapat dihitung dengan metode :
1) Penurunan titik beku (FI III)
0,52−(𝑏1.𝐶)
B=
𝑏2

Keterangan :

B= bobot dalam gram zat Yng ditambahkan dalam 100 ml hasil akhir

B1= Penurunan titik beku yang disebbkan oleh 1% b/v zat berkhasiat

B2= penurunan titi beku air yang disebabkan oleh penambahan 1% b/v tambahan

C= kadar zat berkhasiat dalam 1%

2) White Vincet
V= W.E.111.11

Keterangan :

V= volume larutan isotonis yang ditentkan (ml)

W= bobot obat (g) dalam 100 ml larutan

E= Ekivalensi NaCl

5. Volume larutan yang akan dibuat untuk ampul :

V= ( n – 2 ) v + 6
Keterangan :

V= volume larutan yang harus diisi ke dalam ampul sesuai dengan persyaratan FI IV hal
1044

n = banyaknya ampul yang diminta

G. Cara kerja dan IPC (Evaluasi)


1. Siapkan kondisi ruang produksi pada white area kelas II, syarat (CPOB 2001 lampiran
3,10a hal 60) jumlah cemaran partikel/m 3 ≤ 0,5 µm sebanyak 350 ribu, cemaran
partikel/m3 ≤ 5 µm max sebanyak 2 ribu, jumlah cemaran mikroba/m 3 max sebanyak
100, effesiensi saringan 99,995%, pertukaran udara > 20 kali/jam, temperature 16-
25ºC, humadity 45-55%
2. Bila produksi untuk sediaan steril yang tak dapat disterilisasi akhir, maka dikerjakan di
white area kelas IA ( daerah kritis dibawah Laminar Air Flow), syarat (CPOB 2001
lampiran 3,10 hal 60 jumlah cemaran partikel/m 3 ≤ 0,5 µm max sebanyak 3500,
cemaran partikel/m 3 ≤ 5 µm (nihil), jumlah cemaran mikroboba/m 3 sebanyak <1,
effesiensi saringan 99,997%, pertukaran udara 20-40 kali/jam, temperature 16-25ºC,
huadity 45-55%
3. Bila akan mengerjakan produk diruang white area/kelas IA (daerah kritis (white area
kelas IB), syarat (CPOB 2001 lampiran 3.10a hal 60). Jumlah cemaran partikel/m 3 ≤
0,5 µm max sebanyak 3500, cemaran partikel/m 3 ≤ 0,5 µm max (nihil), jumlah
cemaran mikroba/m 3 max sebanyak 5, effesiensi 99,997%, pertukaran udara 20-40
kali/jam, temperature 16-25ºC, humadity 44-45%.
4. Siapkan peralatan, alat sudah dibrsihkan dengan aqua , typol 0,1%, EtOH 75% dan
terakhir aqua kembali kemudian disterilkan. Beri label “telah dibersihkan”. Set
peralatan sesuai dengan master formula untuk produk yang akan diproduksikan. Beri
label “siap digunakan”
5. Alat disterilkan secara sterilisasi disenfeksi permukaan dengan menggunakan larutan
2% ammonium kuartener 1:1000 atau larutan 1-2% germisida fenilik untuk permukaan
kertas dan licin. Untuk alat dengan permukaan logam, tambahkan 0,2% Natrium nitrit
dalam larutan ammonium kuartener 0,5% Natrium bikarbonat dalam germisida fenolik
untuk mencegah timbulnya karat (Lachman hal 1287).
6. Karet vial. Logam ataupun seal plastic disterilisasi secara gas menggunakan gas
etilen oksida dalam ruangan dengan kelembapan 98% selama 60 menit dan
sebelumnya telah dipanaskan 55ºC (131ºF) dan vakum awal kira-kira 27 inchi Hg.
Konsentrasi etilen oksida 450 mg/L dengan tekanan 28 psig dan waktu prmaparan
minimum 6 jam (Lachman hal 1283-1284).
7. Ruangan (lantai dan dinding) secara sterilisasi disenfeksi permukaan disterilkan
dengan menggunakan larutan 2% ammonium kuartener 1:1000 atau larutan 1-2%
germisida fenolik untuk permukaan keras dan licin (Lachman hal 1287).
8. Karyawan daerah steril tidak berpenyakit menuar, dan sedang sakit flu, batuk atau
sakit tenggorokan. Bila sakit harus melapor ke surpervisior dan sementara di
tempatkan bukan pada daerah steril sampai benar-benar sembuh. Cuci tangan
dengan menggunakan antiseptic khusus, keringkan lalu mengganti pakaian rumah
dengan pakaian khusus produksi, kenakan tutup kepala, sarung tangan dan masker.
Karyawan masuk ke ruangan produksi melalui air lock dengan kaki kanan, kenakan
sepatu khusus, lalu kiri dan kenakan juga sepatu khusus. Hal ini untuk mencegah
perpindahan mikroba dari lantai luar ruangan air lock. Masuk ke ruangan produksi,
pintu sebelah ujung tidak boleh dalam keadaan terbuk, untuk mencegah aliran udara
luar masuk ke ruangan produksi.
9. Sebelum memsuki white area (kelas II), maka karyawan diruangan ganti pakaian grey
area, harus melepaskan pakaian grey area da mengganti dengan pakaian dari bahan
Dacron, sarung tangan, masker dan sepatu steril khusus white area. Masuk kedalam
white area dengan cara yang sama dengan grey area, lalu di air lock akan disemprot
(sterlisasi gas) dengan menggunakan etilen osida (lachman hal 1332-1336)
10. Botol ampul dicuci dengan Na pyrofosfat 0,5% dengan mesin cuci otomatis. Cuci dan
bilas dengan aqua demineralisata, keringkan dalam tunnel dryer suhu 60ºC selama 2
jam. Dinginkan pada suhu kamar selama 1 jam. Sterilisasi secara pemanasan. Bawa
ke ruang produksi melalui air lock khusus bahan kemasan primer
11. Botol ampul tahan pemanasan, disterilkan secara pemanasan kering di oven suhu
180ºC (336ºF) selama 2 jam atau suhu 260ºC (500ºF) selama 45 menit ( Lachman hal
1263).
12. Bahan baku diambil dari gudang bahan baku. Kirim ke ruang penimbangan (kelas III)
melalui air lock. Timbang sesuai master formula penimbangan dilakukan terlebih
dahulu pada zat yang lebi stabil dan tidah mudah menguap. Hal ini untuk mencegah
kontaminasi bila bahan yang mudah menguap ditimbang terlebih dahulu. Maka upaya
tidak akan mengkontaminasi zat yang akan ditimbang berikutnya.
Sterilkan bahan-bahan yang telah ditimbang sesuai table berikut :
Bahan Cara sterilisasi

13. Air untuk injeksi dengan system reverse osmosis dengan tekanan 200-400 psi,
membrane filter dari ester seulosa atau polianida, efektif menahan semua
makromolekul hingga 85% ion. Pirogen merupakan makromolekul, maka air untuk
injeksi langsung bebas pirogen. Air disimpan dan disalurkan dalam system pipa
khusus dengan desain yang memungkinkan tidak adanya genangan air (air terus
mengalir) dengan mempertahankan suhu air 85ºC dengan cara pipa disclubungi pipa
khusus uap panas ( Lachman hal 1337)
14. Untuk memasuki ruangan produksi kelas III (white area) ada 3 air yang bias dimasuki,
yaitu air lock khusus karyawan, khusus nahan baku dan khusus bahan pengemasan
primer semua berada pada daerah grey area sebelum memasuki white area
15. Bahan kemas sekunder diambil dari gudang bahan kemas sesuai master formula.
Kirim keruang pacing sekunder (black area ). Cetak no batchnya dan tanggal ED
sesui maeter formula. Cek oleh kepala reu dan kepala unit, setelh itu baru siap untuk
dipakai mengemas produk
16. Semua bahan baku dan bahan pengemas yang diambil dari gudang penyimpanannya
masing-masing, telah menglami QC terlebih dahulu pada masa karantina. Bahan-
bahan yang dipakai adalah yang telah lulus QC. Bila tidak memenuhi specification
standart maka bahan harus direject, dimusnahkan langsung atau dirusak terlebih
dahulu kemudiaan dikirim ke supplier tergantung pada perjanjian kerjasama
perusahaan dengan supplier
17. Diruang produksi (white area ):
a. Zat aktif larut air (g) dan aqua pro inkesi (ml) dimasukkan kedalam mixing tank 50
L. aduk 100 rpm selama 30 menit, aliran ke mixing tank 100 L.
b. Tambahkan pengisohidris (HCL atau NaOH) (..ml) yang telah dikalibrasi oleh
bagian R&D tambahkan aqua pro injeksi ad 100 L ( ad tanda pada dinding dalam
mixing tank), aduk 1500 rpm selama 1 jam
c. Filtrasi larutan pada membrane penyaring dengan jalan pengaliran dengan ukuran
membrane 0,3 mcg dari bahan ester selulosa, aliran langsung ke stroge tank
melalui vakum. Beri label “Quarantine”
18. Evaluasi/pemeriksaan IPC
a. Tingkat keasaman /pH (FI IV<1071>hal 1039)
b. Kadar (sesuai monografi zat aktif)
19. Bila telah lulus oleh QC, produk ruahan pada storage tank di vakum dan dilakukan
pengisian dngan one line filling machine, dimana pengisian injeksi ampul, penutupan
(sealing) ampul, labeling dan sterilisasi dilakukan dalam 1 jalur. Mesin Cuma diawasi
oleh 2 operator diruang pengisian (white area kelas II atau IA/aseptis), karyawan
hanya pada conveyer (ban berjalanuntuk memindahkan ampul yang sudah diisi)
(white area kelas IB atau kelas II) ke rk khusus.
20. Tiap 15 menit selama proses pengisian dan sterilisasi operator akan melakukan IPC :
a. Keseragaman volume (FI IV hal 1044)
b. Kelengkapan register, batch dan ED
21. Sterilisasi produk akhir dilakukan secara sterilisasi uv dari lamou kabut merkuri yang
dipancarkan secara eksklusif pada pajang gelombang 253,7 Angstrom dengan
intensitas radiasi 20 mikrowatt tiap 2 cm dengan waktu pamaparan 1100 detik untuk
membunuh spora Bacillus subtilis dan 272 detik untuk membunuh S. hemolyticus (
Lachman hal 1272-1273)
22. Selesai pengisisan dan sterilisasi, produk yang sudah pad arak khusus di karantina,
beri label “quarantine” lalu lakukan IPC :
a. Sterilisasi (FI IV <71> hal 855)
b. Uji kebocoran (teori sediaan hal 642)
c. Uji kejernihan dan warna ( teori sediaan hal 642)
d. Uji keseragaman bobot (FI III hal 19)
e. Bahan partikulat dalam injeksi (FI IV <1131> hal 1044)
f. Stabilitas sediaan (tidak dilakukan lagi karena sudah dikerjakan pada bagian R&W
sewaktu skala pilot untuk pengembangan produk)
g. Pengambilan produk untuk retain sample
23. Bila lulus uji produk yang tersusun pad arak khusus dikirim ke pacing sekunder.
Ampul dimasukkan ke inner box. Lalu masukan ke outer box (dus/karton). Beri no
register, batch dan ED pada outer box. Cheking akhir.
24. Kirim ke gudang produk jadi. Lakukan serah terima dari bagian produksi ke bagian
logistic

H. Aspek-Aspek PKL
1. Aspek Industri
Setelah ada permintaan dari bagian marketing, bagian perencanaan dan pengontrolkan
produk mengeluarkan surat perintah kerja atas persetujuan manager produksi kepada bagian
produksi. Obat diproduksi di bidang produksi steril cair. Dalam proses pembuatan mulai dari
penimbangan bahan sampai terbentuk produk jadi selalu dibawah pengawasan Quality
Control (QC).
2. Aspek Apotek
Injeksi diperoleh dengan surat pesanan yang ditandatanganin oleh APA. Barang disimpan
di lemari injeksi.. Obat dapat diseterilkan pada pasien hanya melalui resep dokter dan setiap
obat yang dijual di catat din buku penjualan harian
3. Aspek Rumah Sakit
Obat didapatkan melalui permohonan kepada kepala FRS kepada Direktur RS atau
bantuan lain yang disetujui oleh Derektur RS. Barang dikirim oleh panitian penerimaan barang
di gudang transito in. setelah mendapatkan atau dinyatakan release disimpan di gudang
sentral. Obat didistribusikan ke depo satelit melalui
4. Aspek Undang-Undang Farmasi
Injeksi termasuk golongan obat keras sesuai dengan SK Menkes RI

I. Etiket dan Brosur

1. Brosur
..........®
Injeksi

Komposisi :
Tiap ampul (I ml mengandung :
……………………… mg
Farmakologi :
Indikasi :
Kontra indikasi :
Aturan pakai :
Efek samping :
Penyimpanan : simpan pada tempat sejuk, kering dan
terlindungi dari cahaya

Harus dengan Resep Dokter

No . Reg. DKL 05 139 063 A1


Kemasan. Kotak berisi 2 ampul @ 1 ml

Diproduksi oleh
PT. Nelcos Pharmaceutical
Padang-Indonesia
2. Etiket

Netto 2 ampul @ 1 ml
……..®

Injeksi
Komposisi :
Tiap ampul (1ml) mengandung :
…………….. mg
Indikasi :
Aturan pakai :
Penyimpanan : simpan pada tempat sejuk, kering dan
terlindungi dari cahaya

Harus dengan Resep Dokter

Keterangan lengkap lihat brosur


No . Reg. DKL 05 139 063 A1
No. Batch. A 13245
Exp. Date feb 09

Diproduksi oleh
PT. Nelcos Pharmaceutical
Padang-Indonesia

J. Contoh Zat Aktif Yang Sering keluar Untuk Sediaan Ini dan Sediaan Yang Beredar
Contoh zat aktif yang sering keluar untuk sediaan ini :
1. Phenobarbital- Atropin
2. Chlorpromazine - Vit C
3. Amodopirin - Fenilbutazon
4. Natriithiosulfas – Natriibicarbonas
5. Aminophylinum – Aethylendiaminihidratum
6. Amikasina – Sodium sitrat
7. Cypsplatin – Mannitol
Sediaan yang beredar :
1. Amonophylinum® (Ethica)
2. Extrace® (Ethica)
3. Cevita® (Varia Seketa)
DAFTAR PUSTAKA

1. Voigt, R. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,
1994
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Farmakope Indonesia, Edisi III, Direktorat
Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta, 1979
3. Lachman, L. H.A. Lieberman and J.L. kanig, The Theory and Practise of Industrial
Pharmacy, 3nd Ed, Lea and Febiger, Philadelphia, 1989
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Farmakope Indonesia, Edisi IV, Direktorat
Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta, 1995
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Formularium Nasional, Edisi II, Direktorat
Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta, 1978
6. Anief, M, Ilmu Meracik Obat, penerbitan Gadjah Mada University Press, Yogtakarta, 2000
7. Ansel, H.C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV. Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta, 1989
BAB III
INJEKSI VOLUME BESAR

A. Pengertian
Larutan intravena volume besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intra dikemas
didalam wadah bertanda bervolume lebih dari 100 ml. (FI IV hal 10).

B. Keuntungan : (Ansel hal 399)


1. Kerja obat cepat seperti keadaan gawat
2. Bila penderita tidak dapat diajak bekerja sama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau
tidak tahan menerima pengobatan melalui mulut/oral.
3. Atau obat itu sendiri tidak aktif dengan cara pemberian lain.

C. Kelemahan : (Ansel hal 401)


1. Sekali dapat diberikan lewat iv, maka obat tersebbut tidak bisa ditarik iagi.
2. Trombus dan embolus tetap timbul akibat jarum suntik dan keteter.

D. Alasan Pemilihan Bentuk Sediaan ( Ansel)


Bentuk suatu obat dibuat sebagai obat suntik tergantung pada sifat obat itu sendiri
dengan mempertimbangkan sifat kimia fisika dan juga pertimbangan terapeutik tertentu.

E. Hal-Hal Khusus Yang Harus Diperhatikan (Fi Iv Dan Ansel 406)


Bila dalam monografi tertera berbagai zat aktif dalam sediaan parenteral volume
besar, maka kadar masing-masing komponen disebut dengan nama umum.. Misalnya : Injeksi
dekstrosa 5 % atau Injeksi dekstrosa 5% dan natrium klorida (0.2%).
Bila formula lengkap tidak tertera dalam masing-masing monografi, penandaan
mencakup informasi berikut :
1. Untuk sediaan cair, persentase isi atau jumlah tiap komponen dalam volume tertentu,
kecuali bahan yang ditambahkan untuk penyesuaian pH atau untuk membuat larutan
isotonik, dapat dinyatakan dengan nama dan efek bahan tersebut.
2. Sediaan kering atau ediaan yang memerlukan pengenceran sebelum digunakan, jumlah
tiap komponen komposisi pengencer yang dianjurkan, jumlah yang diperlukan untuk
mendapatkan konsentrasi tertentu zat aktif dan volume akhir larutan yang diperoleh, uraian
singkat pemerian larutan terkonstitusi dan tanggal kadaluarsa yaitu batas waktu larutan
terkonstitusi masih memenuhi syarat potensi seperti tertera pada etiket bila disimpan
seperti yang dianjurkan.
Wadah untuk injeksi yang akan digunakan untuk dialisis, hemofiltrasi atau cairan irigasi
dan volume lebih dari 1 liter, diberi penandaan bahwa sediaan tidak digunakan untuk infus
intravena. Injeksi yang digunakan untuk hewan ditandai untuk menyatakan khasiatnya.
Pemberian etiket pada wadah sedemikian rupas ehingga sebagian wadah tidak
tertutup oleh etiket, untuk mempermudah pemeriksaan isi secara visual. Larutan dan
suspensi untuk obat suntik dibuat dengan cara yang hampir sama dengan larutan oral dan
suspensi oral, dengan perbedaan sebagai berikut :
a. Pelarut atau pembawa ynag digunakan harus memenuhi standar-standar lain yang
menjamin keamanan obat suntik.
b. Penggunaan zat-zat penambah sebagai dapar. penstabil dan pengawet anti mikroba,
mengikuti petunjuk-petunjuk khusus penggunaan dan dilarang pada produk parenteral
tertentu. Penggunaan zat wama dilarang keras.
c. Produk parenteral selalu disterilkan dan memenuhi standar sterilitas dan harus bebas
pirogen.
d. Larutan parenteral harus bebas dari partikel-partikel.
e. Produk parenteral harus dibuat dalam daerah lingkungan yang
diawasi,memenuhi standar sanitasi yang ketat dan oleh pekerja yang khusus dilatih dan
memakai pakaian khusus untuk mempertahankan standar sanitasi.
f. Produk-produk parenteral dikemas dalam wadah khusus yang kedap udara yang tinggi
kualitasnya dan spesifik. Cara-cara khusus pengawasan kualitas digunakan untuk
menjamin tutup/segel kedap udara dan kondisi steril.
g. Setiap wadah obat suntik diisi sampai volume yang sedikit melebihi ukuran atau
volume yang tertera di etiket agar ada yang tertinggal. Kelebihan ini memungkinkan
kemudahan dalam pengambilan kembali dan pemberian volume sesuai dengan yang
dietiket.
h. Ada pembatasan-pembatasan dalam melebihkan volume obat suntik yang
diperbolehkan dalam wadah dosis berganda dan juga pembatasan-pembatasan untuk
jenis wadah (dosis tunggal atau berganda) yang dapat digunakan untuk obat suntik
tertentu.
i. Peraturan-peraturan khusus pemberian etiket yang digunakan untuk obat suntik.
j. Bubuk steril yang dimaksudkan untuk dijadikan larutan atau suspensi segera sebelum
disuntikkan, sering dikemas sebagai bubuk hasil liofilisasi atau pengeringan dingin
untuk memungkinkan pembentukan larutan atau suspensi dengan mudah pada waktu
diberi pelarut atau pembawa.

F. Formulasi
Komposisi
R/ Zat aktif
Zat pembawa
Zat tambahan
Bahan penambah konsentrasi lazim (dalam %)
Pengawat
antimikroba
Benzil alkohol 0,5-10,0
Benzetonium klorida 0,01
Butil paraben 0,015
Metoksazol 0,25-05
Klorobutanol 0,1-0,25

Meiil paraben 0,01-0,18


Miristilgamma pikolinum klorida 0,17
Fenol 0,065-0,5

Fenil Merkuri nitrat 0,001

Propil paraben 0,005-0,35

Timerosal 0,001-0,02

Zat penglarut, pembasah atau zat pengemulsi


Dimetil asetamida 0,01
Dioktil natrium sulfoksinat 0,05
Kuning telur fosfolipid 1,2
Etil alkohol 0,61-49,0
Etil laktat 0,1
Gliserin 14,6-25,0
Lesitin 0,5-2,3
PEG 40 minyak jarak 7,0-11,5
Polietilen glikol 300 0,01-50,0
Polisorbat 20 0,01
Polisorbat 40
Polisorbat 80
Povidon
Propilen glikol
Natrium disoksikolai
Sorbitan monopalmitat 0,05
Teofilin 5,0

Dapar

Asam asetat 0.22


Asam adipat 1,0

Asam benzoat dan Na benzoat 5,0

Asam sitrat 0,5

Asam laktat 0,1

Asam maleat 1,6

Kalium fosfat 0,1

Natrium dihidrogen fosfat 1,7

Natrium hidrogen fosfat 0,71

Natrium asetat 0,8

Natrium bikarbonat 0,005


Natrium karbonat 0,06
Natium sitrat 4,0
Natrium tartrat 1,2
Asam tartrat 0,65

Zat pembuat bulk atau pemodifikasi tonisistas

Gliserin 1,6-2,,25

Laktosa 0,14-5,0
Manitol 0,4-2,5
Dekstrosa 3,75-5,0
Natrium klorida bervariasi
Sorbitol 2,0
Natrium sulfat 1,1

Zat pengsuspensi
Gelatin 2.0
Matil selulosa 0.03-1.05
Pektin 0.2
Polietilen glikol 4000 2.7-3.0
Natrium karboksimctil selulosa 0,05-0,75
Larutan sorbitol 50.0

Zat pembentuk kelat


Dinatrium edetat 0,00368-0,05
Kalsium dinatrium edetat 0,04
Tetranatrium edetat 0,01

Anastetik lokal
Prokain HCI 2.0
Benzil A 5

Penstabil
Kreatinin 0,5-0,8
Glisin 1,5-2,25
Niasinamida 1.25-2,5
Natrium asetiltriptofanat 0,53
Natrium kaprilat 0,4
Natrium sakarin 0,03

Antioksidan (zat pereduksi)


Asam askorbat 0,02-0,1
Natrium bisulfit 0,1-0,15
Natrium metabisulfat 0,1-0,15
Natrium formaldehida sulfoksilat 0,1-0,15
Tiourea 0,005

Anti oksidan (zat pemblokir)


Ester asam askorbat 0,01-0,015
Butil hidroksitoluen (BHT) 0.005-0.02
Tokoferol 0.05-0.075

Sinergis
Asam askorbat 0,01-0,05
Asam sitrat 0,005-0,01
Asam sitrakonat 0,03-0,45

Asam fosfat 0,005-0,01


Asam tartrat 0,01-0,02

Zat pembentuk kelat


Garam asam etilendiamintetraasetat 0,01-0,075

G. Formula Standar (Fornas ed II)


1. Glucosi Natrii Chloridi Injectio I (Fornas hal 139) (Injeksi Glukosa natrium Klorida I)
komposisi : Tiap 500 ml mengandung
Glucosum : 25 g
Natrii Chloridum : 2,25 g
Aqua pro injectione ad 500 ml
Penyimpanan : Dalam wadah dosis tunggal, ditempat sejuk
Dosis iv sehari 11
Catatan :
a. pH 3,5 sampai 6,5
b. tidak boleh mengandung bakterisida.
c. mengandung ion klorida dan ion natrium masing-masing 77 mEq per liter
d. disterilkan dengan cara sterilisasi A atau C
e. bebas pirogen
f. pada etiket harus juga tertera : Banyaknya ion kalium dan ion natrium masing-
masing dalam mEq per liter
2. Orthosiponis Infusum (fomas hal 220)
(Infus Kumis kucing)
Komposisi : Tiap 100 g mengandung
Orthosiphonis Folium 500 mg
Aqua destilata ad 100 g
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Dosis : 2 sampai 4 kali sehari 15 ml
Catatan :
a. Digunakan Metil Paraben sebagai pengawet
b. Sediaan berkekuatan lain 5 g

H. Alasan Pengambilan Bahan (Lachman hal 1292)


1. Pembawa
Yang paling sering digunakan untuk produk steril adalah air, karena air merupakan
pembawa untuk semua cairan tubuh.
2. Zat anti bakteri/pengawet
Zat anti bakteri dalam konsentrasi bakteriostatik harus dimasukkan dalam formulasi produk
yang dikemas dalam vial dosis ganda dan seringkali dimasukkan dalam formulasi yang
akan disterilkan dengaproduk marginal atau dibuat secara aseptis.
3. Anti oksidan
Melindungi suatu zat teurapetis yang mudah mengalami oksidasi, terutama pada kondisi
dipercepat dengan sterilisasi panas
4. Dapar
Ditambahkan untuk menjaga pH yang diisyaratkan untuk banyak produk, karena
perubahan pH bisa menyebabkan perubahan nyata dalam laju reaksi
penguraian/menjamin stabilitas sediaan parenteral
5. Andil tonisitas
a. Senyawa yang membantu ke isotonisitas suatu produk yang berguna untuk
mengurangi sakit pada daerah injeksi yang berakhir ke saraf. Dapar bisa bertindak
sebagai pembantu tonisistas serta penstabil pH larutan.
b. Mencegah terjadinya hemolisa sel darah akibat perbedaan tekanan yang antara
dinding darah dengan tekanan dari sediaan disuntikkan, khususnya pada infus
(volume besar)
c. Mengatasi perangsangan padas selaput otak akibat rute intra lumbar.

Cara perhitungan tonisitas


1) Metoda turunnya titik beku
0,52−𝑎
𝑤=
𝑏

W = jumlah (g) bahan pembantu isotoni dalam 100 ml larutan


a = turunnya titik beku air akibat zat terlarut, dihitung dengan memperbanyak nilai
untuk larutan 1% b/v
b = turunnya titik beku air yang dihasilkan olh 1% b/v bahan pembantu isotoni jika
konsentrasi tidak dinyatakan, a=0 (tidak ditambahkan pengisotonis)

2) Metoda ekivalensi NaCl


𝐿
𝐸 = 17
𝑀

Keterangan :
E = ekivalensi Naci
L = turunnya titilk beku
molal
M= berat molekul zat

3) Metoda Liso
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑥1000
∆𝑇𝑓 = 𝐿𝑖𝑠𝑜 x
𝐵𝑀𝑥𝑉
Keterangan :

∆𝑇𝑓 =: Penurunan titi beku


Liso = harga tetapan; non elektrolit = 1.86; elektrolit lemah = 2: uni
univalen =3,4
BM = berat molekul
V = Volume
Berat = dalam gram zat terlarut

I. Cara Kerja Dan Evaluasi


1. Siapkan kondisi ruang produksi pada white area/kelas II, syarat CPOB 2001 lampiran
3.10a hal 60). jumlah cemaran partikel/m 3 0,5 um max sebanyak 350 ribu, cemaran
partikel/m3>5 µm max sebanyak 2 ribu, jumlah cemaran mikroba/m 3 max sebanyak 100,
efisiensi saringan 99,995%, pertukaran udara >20 kali/jam temperatur 16-25°C, humadity
45-55%.
2. Bila produksi untuk sediaan sterl yang tak dapat disterilisasi akhir, maka dikerjakan di
white areal kelas IA (daerah kritis dibawah Laminar Air Flow), syarat (CPOB 2001 lampiran
3.10a hal 60). Jumlah cemaran partikel/m 3 20,5 um max sebanyak 3500, cemaran
partikel/m3 >5 um (nihil), jumlah cemaran mikroba/m max sebanyak <1, efisiensi saringan
99,997%, pertukaran udara 20-40 kali/jam, temperatur 16 25°C, humadity 45-55%.
3. Bila akan mengerjakan produk di ruang white area/kelas IA (daerah kritis dibawah
Laminae Air Flow), maka harus melewati dulu buffer area daerah kritis (white are 1 kelas
IB), syarat (CPOB 2001 lampiran 3.10a hal 60): Jumlah cemaran partikel/m 3 0,5 um max
sebanyak 3500, cemaran partikel/m 3 >5 um (nihil), jumlah cemaran mikroba/m 3 max
sebanyak 5, efisiensi saringan 99,997%, pertukaran udara 20-40 kali/jam, temperatur 16 -
25°C, humadity 45-55%.
4. Siapkan peralatan. Alat sudah dibersihkan dengan aqua, typol 0.1%. EtOH 75% dan
terakhir aqua kembali. Beri label "telah dibersihkan". Set peralatan sesuai dengan master
formula untuk produk yang akan di produksi. Beri label “siap digunakan".
5. Alat disterilkan secara sterilisasi desinfeksi permukaan dengan menggunakan larutan 2%
gerinisida fenolik untuk lantai dan dinding. ammonium kuartener 1:1000 atau larutan 1-2%
germisida fenolik untuk permukaan keras dan licin. Untuk alat dengan permukaan logam
tambahkan 0.2% Natrium nitrit dalam larutan ammonium kuartener dan 0,5% Natrium
bikarbonat kedalam germisida fenolik untuk mencegah timbulnya karat (Lachman hal
1287).
6. Karet seal penutup infus, logam ataupun seal plastik disterilisasi decara sterilisasi gas
menggunakan gas etilen oksida dalam ruangan dengan kelembaban 98% selama 60 menit
dan sebelumnya telah dipanaskan 55°C (131°F) dan vakum awal kira-kira 27 inchi Hg.
Konsentrasi etilen oksida 450 mg/L dengan tekanan 28 psig dan waktu pemaparan
minimum 6 jam (Lachman hal 1283-1284).
7. Ruangan (lantai dan dinding) secara sterilisasi desinfeksi permukaan disterilkan dengan
menggunakan larutan 2% germisida fenolik untuk lantai dan dinding, ammonium kuartener
1:1000 atau larutan 1-2% germisida fenolik untuk permukaan keras dan licin (Lachman hal
1287).
8. Cuci tangan dengan menggunakan cairan antiseptik khusus, keringkan lalu mengganti
pakaian rumah dengan pakaian khusus produksi, kenakan tutup kepala, sarung tangan
dan masker.
9. Sebelum memasuki White area (kelas II), maka karyawan diruang ganti pakaian grey
area, harus melepaskan pakaian grey area dan mengganti dengan pakaian dari bahan
dacron, sarung tangan, masker dan sepatu steril khusus white area. Masuk keruang while
area dengan cara yang sama dengan grey area, lalu di air lock akan disemprot (sterilisasi
gas) dengan menggunakan etilen oksida.(Lachman hal 1332-1336)
10. Botol infus dicuci dengan Na pyrofosfat 0,5% dengan mesin cuci otomatis. Cuci dan bilas
dengan aqua demineralisata, keringkan dalam tunel dryer suhu 60 °C selama 2 jam.
Dinginkan pada suhu kamar selama 1 jam. Sterilisasi secara pemanasan. Bawa ke ruang
produksi melalui Air Lock khusus bahan kemasan primer.
11. Botol infus tahan pemanasan, disterilkan secara pemanasan kering di oven suhu 180°C
(356°F) selanıd - jam atau suhu 260°C (500°F) selama 45 menit. (Lachman hal 1263).
12. Bahan baku diambil dari gudang bahan baku. Kirim keruang penimbangan (kelas III)
melalui Air Lock Timbang sesuai master formula. Penting diingat : bahawa yang harus
ditimbang terlebih dahulu adalah zat yang lebih stabil dan tidsak mudah menguap.
13. Air untuk inieksi dibuat dengan sistem reverse osmosis dengan tekanan 200 -400 psi.
Membran filter dari ester selulosa atau poliamida ukuran 0,3 mcm, efektif menahan semua
makromolekul, maka air untuk injeksi langsung bebas pirogen. Air disimpan dan
disalurkan dalam sistem pipa khusus dengan disain yang memungkinkan tidak adanya
genangan air (air terus mengalir) dengan memperytahankan suhu air 85°C dengan cara
pipa diselubungi pipa khusus uap panas.
14. Bahan kemas sekunder diambil dari gudang bahan kemas sesuai master formula/CPB
produk yang akan diproduksi. Kirim ke ruang packing sekunder (Black area). Cetak no
batchnya dan tanggal ED sesuai master formula.
15. Bahan-bahan yang tidak memenuhi spesifikasi atau tidak lulus QC harus di tolak atau
dirusak dan dikembalikan ke suplier sesuai perjanjian.
16. Di ruang produksi (white area) :
a. zat aktif larut air (g) dan water pro injection (ml) di masukkan ke dalam mixing tank 50
1, aduk 100 rpm selama 30 menit akirkan ke mixing tank 100 1.
b. NaCl / pengisotonis yang sudah ditambahkan water pro injection (ml) dimasukkan ke
mixing tank 50 I, aduk 100 rpm, 30 menit. Alirkan ke mixing tank 100 1.
c. Tambah pengisohidris (HCI atau NaOH) (m!) (telah dikalibrasi oleh bagian R&D) dan
aqua pro inction ad 100 I (ad tanda pada dinding dalam mixing tank), aduk 1500 rpm
selama 1 jam
d. Untuk pembebasan pirogen. Filtrasi larutan pada membrane penyaring dengan jalan
pengaliran melalui pipa pada suhu 85°C dengan ukuran membrane 0,1 mcg dari bahan
ester selulosa alirkan langsung ke storage tank melalui vakum. Beri label "Quarantine).
(Lachman hal 1296.1277 dan 1337).
17. Evaluasi/pemeriksaan IPC :
a. tingkat keasaman /pH (FI IV <1071> hal 1039)
b. kadar (sesuai monografi zat aktif).
18. Bila telah lulus oleh QC, produk ruahan pada storage tank divakum dan dilakukan
pengisian dengan one line filling machine. Dimana pengisian infus, penutupan (sealing)
botol infus, labelling dan filtrasi dilakukan dalam 1 jalur.
19. Tiap 15 menit selama proses pengisian dan sterilisasi, operator akan melakukan IPC:
a. keseragaman volume (FI ed IV hal 1044)
b. kelengkapan register, batch dan ED
20. Sterilisasi produk akhir dilakukan secara sterilisasi uv dari lampu kabut merkuri yang
dipancarkan secara khusus pada panjang gelombang 2537 Å dengan intensitas radiasi 20
mikrowatt tiap cm dengan waktu pemaparan 1100 detik untuk membunuh spora Bacillus
subtilis dan 275 detik untuk membunuh S. hemolyticus. (Lachman hal 1272-1273).
21. Selesai pengisian dan sterilisasi produk yang sudah disusun pada rak khusus dikarantina,
beri label “Quarantine" lalu lakukan IPC:

a. Sterilitas (FI ed IV)

b. Uji kebocoran (FI ed IV)

c. Uji kebocoran (TS hal 642)

d. Uji kejernihan dan warna (TS hal 642)

e. Uji keseragaman bobot ( FI ed III hal 19)

f. Bahan partikulat dalam injeksi (ELIV <1131> hal 1044)


22. Bila lulus uji, produk yang tersusun pada rak khusus dikirim ke packing sekunder. Botol
infus dimasukkan ke inner box, lalu masukkan ke outer box (dus/karton). Beri no register,
batch dan ED pada outer box. Checking akhir.
23. Bagian QC akan mengambil retain sample sebanyak 2 botol infus, kirim produk ke gudang
produk jadi. Lakukan serah terima dari bagian produksi ke bagian logistic.

J. Aspek Kefarmasian
1. Aspek Industri
a. Perencanaan
Perencanaan produk biasanya diusulkan terlebih dahulu oleh bagian
Business Development yang merupakan bagian dari New Product Development
(NPD), berdasarkan pada permintaan pasar dan data dari bagian pemasaran.
Setelah usulan disepakati oleh General Manufacturing, usulan akan menyebar ke
bagian NPD, diteruskan ke bagian Business Development lalu dilakukan sourching
bahan baku setelah itu baru di registrasi.
b. Produksi
Sediaan akan di produksi berdasarkan Bulk Production Order/packaging
order yang dilakukan oleh product development. Setelah melewati batch III, maka
baru sediaan akn diproduksi secara besar-besaran oleh departemen produksi.
c. Penyimpanan dan pemasaran
Obat jadi/produk disimpan di bagian PPIC (Production Planning and
Inventory Control) atau yang disebut dengan bagian pergudangan dengan sisten
FIFO (First In First Out). Bila ada permintaan dari bagian marketing, bagian PPIC
harus bisa mengerti berapa banyak produk yang harus dijual berdasarkan karakter
penjualan.
2. Aspek Rumah Sakit

a. Pengadaan obat didasarkan pada perencanaan yang diusulkan oleh Instalasi


Farmasi kepada direktur Rumah Sakit. Pelaksanaan selanjutnya diserahkan kepada
panitia pengadaan kepada PBF
b. Penerimaan dan Penyimpanan
Obat diterima oleh panitia Komite Farmasi dan Terapi kemudian disimpan di gudang
c. Pengeluaran dilakukan melalui amprak kepada apotek-apotek yang berada
dilingkungan/dalam Rumah sakit seperti apotek umum, Apotek Interne, dan
sebagainya
3. Aspek Apotek
a. Pengadaan obat dilakukan melalui pemesanan le PBF, surat pemesanan
ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama dan nomor SIK
b. Penerimaan dan penyimpanan
Apotek menerima barang berdasarkan surat pesanan disertai dengan faktur dan
tanda terima dari PBF. Barang diterima dan dicatat dalam buku catatan penerimaan
barang serta kartu stok harian dan gudang. Obat disimpan dan disusun dalam lemari
berdasarkan abjad dan FIFO
c. Penjumlahan dan penyerahan kepada pasien
Obat ini tidak dapat dibeli tanpa resep dokter. Untuk menyerahkan obat kepada
pasien harus diberikan informasi dan konseling tentang obat

4. Aspek Undang-Undang
Berdasarkan SK Menkes No ......../Menkes/SK/ /
Dinyatakan bahwa .............(zat aktif) termasuk dalam daftar obat ..... yang diberi logo.......
a. Brosur

Nama Obat

Komposisi :
Indikasi :
Kontra Insikasi :
Efek Samping :
Aturan Pakai :
Penyimpanan :
Kemasan :
Peringatan :

Harus dengan R/Dokter

No reg : DTL abcdefgh24 A1


Diproduksi Oleh
Nama dan Lambang Pabrik

Keterangan :
Ab = tahun periode obat yang didaftarkan dan disetujui

Cde = no urut pabrik

Cde = no item/no urut obat di pabrik

24 = bentuk sediaan

A = dosis
b. Etiket

Nama Obat

LOGO

Komposisi :
Indikasi :
Kontra Insikasi :
Efek Samping :
Aturan Pakai :
Penyimpanan : PNO……..
Kemasan Obat Lua
No reg : DTL abcdefgh24 A1
No Batch :
Expired date :

c. Contoh Zat Aktif Yang Sering Keluar


Diproduksi Oleh
1. Acyclovir + Dekstrosa
Nama dan Lambang Pabrik
2. Acetazolamid + Dekstrosa
3. Na. Sulfat + Methylen Blue
4. Dekstrosa + NHACI
5. Dekstrosa + Nikethamidum
6. Natrii glutamate + Dekstrosa
7. Glukosum + Garam Calcina
8. Antazolinum + Dekstrosa
9. Calcii Cl + Dekstrosa
10. Mannitol + NaCl
11. Natrii salisilat + Riboflavin
12. Natrii salisilat + Natrii bicarbonas
13. Xytol + Fruktosa

d. Sediaan Yang Beredar (Iso Vol 41 Hal 294)


1) Plasmafusin 4%
2) Triparen No 1
3) Triparen No 2
4) Amiparen
5) Intralyte
6) Martos
7) Plasmanate
8) Plasbumin
9) Tutofusin
10) EAS
11) Haemaccel
12) Intralite
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia, Edisi IV, Jakarta, 1995.
2. United States Pharmacopeial Convention, The United States Pharmacopeia, 26 edition,
Twinbrook Parkway, Rockville, 2003. Pharmacopeia, British Pharmacopeia
3. Medicine Commission, British Commission, London, 1988.
4. Merck, The Merck Index, Merck and Co, ninth edition, Rahway USA, 1976.
5. Voight. R, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gajah Mada University Press. Yogyakarta,
1995.
6. Lachman. L., Lieberman. H.A., Kanig. J.L., Teori dan Praktek Farmasi Industri, edisi ketiga,
UI Press, 1994.
7. Ansel. H. C.. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat, UI Press, 1989.
8. Moffat. A. C., Jackson. J.V., Widdop. M. B., Clarke's Isolation and Identification of Drugs.
second edition. The Pharmaceutical Press, London, 1986.
9. Tim Penyusun FT. Farmakologi dan Terapi, edisi IV. UI Press, Jakarta, 1995.
10. Badan Pengawas Obat dan Makanan, Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB),
edisi 2001, BPOM, Jakarta. 2001.
11. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Formularium Nasional, edisi II, Jakarta, 1978.
12. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Jakarta,
2000.
13. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Informasi Spesialite Obat Indonesia (ISO), Volume 41,
Jakarta, 2006.
BAB IV
INJEKSI VOLUME BESAR

A. Pengertian
Larutan intravena volume besar adalah injeksi dosisi tunggl untuk intra dikemas didalam
wadah bervolume lebih dari 100 ml. (FI IV hal 10)

B. Keuntungan : (Ansel hal 399)


1. Kerja obat cepat seperti keadaan gawat
2. Bila penderita tidak dapat diajak bekerja sama dengan baik,tidak sadar,tidak dapat atau
tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan melalui mulut/oral.
3. Atau obat itu sendiri tidak aktif dengan cara pemberian lain.

C. Kelemahan : (Ansel hal 40)


1. Sekali dapat diberikan lewat iv, maka obat tersebut tidak bisa ditatik lagi.
2. Trombus dan embolus tetapi timbul akibat jarum suntik dan keteter.

D. Alasan Pemilihan Bentuk Sediaan (Ansel)

Bentuk suatu obat di buat sebagai obat suntik tergantung pada sifat obat itu sendiri
dengan mempertimbangkan sifat kimia, fisika dan juga pertimbangankan sifat kimia, fisika dan
juga pertimbangan terapeutik tertentu.

E. Hal-Hal Khusus Yang Harus Diperhatikan (FI IV DAN Ansel 406)

Bila dalam monografi tertera berbagai zat aktif dalam sediaan parenteral volume
besar, maka kadar masing-masing komponen disebut dengan nama umum. Misalnya : injeksi
dekstrosa 5 % atau injeksi dekstrosa 5% dan natrium klorida (0,2%).

Bila formula resep tidak tertera dalam masing-masing monografi, penandaan


mencangkup informasi berikut ;

1. Untuk sediaan cair, persentase isi atau jumlah tiap kompoen dalam poin tertentu, kecuali
bahan yang di tambahkan untuk penyesuaian pH atau untuk membuat larutan isotonik,
dapat dinyatakan dengan nama dan efek bahan tersebut.
2. Sediaan kering atau sediaan yang memerlukan penenceran sebelum digunakan, jumlah
tiap komponen, komposisi pengencer yang di anjurkan, jumlah yang diperlukan untuk
mendapatkan konsentrasi tertentu zat aktif dan volume akhir larutan yang di peroleh,
uraian singkat pemerian larutan terkonstitusi dan tanggal kadarluarsa yaitu batas waktu
larutan terkonstitusi masi memenuhi syarat potensi seperti tertera pada etiket bila di
simpan seperti yang di ajurkan Wadah untuk injeksi yang akan digunakan untuk dialisis,
hemofiltrasi atau cairan irigasi dan volume lebih dari 1 lite, diberi penandaan bahwa
sediaan tidak digunakan untuk infus intravena. Injeksi yang digunakan untuk hewan
ditandai untuk menyatakan khasiatnya.

Pemberian etiet pada wadah sedemikian rupasehingga sebagian wadah tidak tertutup
oleh etiket untuk mempermudah pemeriksaan isi secara visuala.

Larutan dan suspensi untuk obat suntik dibuat dengan cara yang hapir sama dengan
larutan oral dan suspensi oral, dengan prbedaan sebagai berikut:

a. Pelarut atau pembawa yang digunakan harus memenuhi standar-standar lain yang
menjamin keamanan obat suntik.
b. Penggunaan zat-zat penambah sebagai dapar, penstabil dan pengawet anti mikroba,
mengikuti petunjuk-petunjuk khusus penggunanaandan di larang pada produk
parentral tertentu. Penggunan zat warna dilarang keras.
c. Produk parentral selalu di sterilkan dan memeuhi stantar sterislitas dan harus bebas
pirogen.
d. Larutan parenteral harus bebas dari parikel-partikel.
e. Produk parenteral harus dibuat dalam daerah lingkungan yang diawasi, memenuhi
standar sanitasi yang ketat dan oleh pekerja yang khusus dilatih dan memakai
pakaian khusus untuk mempertahankan standar sanitasi
f. Produk-produk parentral di kemas dalam wadah khusus yang kedap uadara yang
tinggi kualitasnya dan spesifik. Cara-cara khusus pengawasan kualitas digunakan
untuk menjamin tutup /segel kedap udara dan kondisi steril.
g. Setiap wadah obat suntik diisi sampai volume yang sedikit melebihi ukuran atau
volume yang tertera dietiket agar ada yang tertinggal. Kelebihan ini memungkinkan
kemudahan dalam pengmbilan kembali dan pembrian volume sesuai dengan etiket.
h. Ada pembatas-pembatasan dalam melebihkan volume obat suntik yang
diperbolehkan dalam wadah dosis berganda dan juga pembatas-pembatasan untuk
jenis wada(dosis tunggal atau ganda) yang dapat di gunakan untuk obat suntik
tertentu.
i. Peraturan-peraturan khusus pemberian etiket yng digunakan untuk obat suntik.
j. Bubuk steril yang dimasukan untuk dijadikan larutan atau suspensi segera sebe,um
disuntikan, seiring dikemas sebagai bubuk hasil liofiliasi atau pengeringan dingin
untuk memungkinan [embentukan larutan atatu suspensi dengan mudah pada waktu
diberi pelarut atau pembawa.

F. Formulasi

Komposisi

R/ Zat Aktif

Zat Pembawa
Zat Tambahan

Bahan penambah konsentrasi lazim(dalam%)

Pengawet antimikroba

Benzil alkohol 0,5-10,0

Benzetonium klorida 0,01

Butil paraben 0,015

Klorobutanol 0,25-0,5

Metoksazol 0,1-0,25

Meti paraben 0,01-1,18

Miristilgamma pikolinum klorida 0,17

Fenol 0,065-0,5

Fenil merkuri nitrat 0,001

Propil paraben 0,005-0,035

Timerosal 0,001-0,02

Zat Penglarut,Pembasah Atau Zat Pengemulsi

Dimetil asetamida 0.01

Dioktil natrium sulfoksinat 0,05

Kuning telur fosfolipid 1,2

Etil alkohol 0.61-49,0

Etil laktat 0.1

Gliserin 14,6-25,0

Lestin 0,5-2,3

PEG 40 minyak jarak 7,0-11,5

Polienlen glikol 300 0,01-50,0

Polisorbat 20 0,01

Polisorbat 40 0.05
Polisorbat 80 0,4-4,0

Povidon 0,2-1,0

Propilen glikol 0,2-50,0

Natrium disoksikolat 0,21

Sorbitan monopalmitat 0,05

Teofilin 5,0

Dapar

Asam asetat 0.22

Asam adipat 1,0

Asam benzoat dan na benzoat 5,0

Asam sitrat 0,5

Asam laktat 0,1

Asam maleat 1,6

Kalsium fosfat 0,1

Natrium dihidrogen fosfat 1,7

Natrium hidrogen fosfat 0,71

Natrium asetat 0,8

Natrium bikarbonat 0,005

Natrium karbonat 0,06

Natrium sitrat 4,0

Natrium tartat 1,2

Asam tartat 0,65

Zat pembuat bluk atau pemodifikasi tonisistas

Gliserin 1,6-2,25

Laktosa 0,14-50

Manitol 0,4-2,5
Dekstrosa 3,75-5,0

Natrium klorida bervariasi

Sorbitol 2,0

Natrium sulfat 1,1

Zat pengsuspensi

Gelatin 2,0

Matil selulosa 0,03-1,05

Pektin 0,2

Polietilen glikol 4000 2,7-3,0

Natrium karboksimetil selulosa 0,05-0,75

Larutan sorbitol 50,0

Zat pembentuk kelat

Dinatrium adetat 0,00368-0,05

Kalsium dinatrium edetat 0,04

Tetranatrium edetat 0,01

Anastetik lokal

Prokain HCL 2,0

Benzil A 5

Penstabil

Kreatinin 0,5-0,8

Glisin 1,5-2,25

Niasinamida 1,25-2,5

Natrium asetiltriptofanat 0,53

Natrium kaprilat 0,4


Natrium sakarin 0,03

Antioksidan (zat pereduksi)

Asam askorbat 0,02-0,1

Natrium bisulfit 0,1-0,15

Natrium metabisulfat 0,1-0,15

Natrium formaldehida sulfoksilat 0,1-0,15

Tiourea 0,005

Anti oksidan

Ester asam askorbat 0,01-0,05

Butil hidroksitoulen (BHT) 0,005-0,02

Tokoferol 0,05-0,075

Sinergis

Asam askorbat 0,01-0,05

Asam sitrat 0,005-0,01

Asam sitrakonat 0,03-0,45

Asam fosfat 0,005-0,01

Asam tartrat 0,01-0,02

Zat pembentuk kelat

Garam asam etilendiamintetraasetat 0,01-0,075

G. Formulasi Standar (Fornas ed II)


1. Glucosi Natri Chloridi Injectio I (fornas hal 139)
(Injeksi Glukosa Natrium Klorida)

Komposisi: Tiap 500 ml mengandung


Glucosum 25 g

Natrii Chliridum 2,25 g

Aqua pro injectione ad 500 ml

Penyimpanan: dalam wadah dosis tunggal, ditampat sejuk

Dosis iv sehari II

Catatan :

a. pH 3,5 sampai 6,5


b. tidak boleh mengandung bakterisida
c. mengndung ion klorida dan ion natrium masing-masing 77 mEq per liter
d. disterilkan dengan cara sterilisasi A atau C
e. bebas pirogen
f. pada etiket harus juga tertera : Banyaknya ion kalium dan ion natrium masing-masing
dalam mEq per liter

2. Orthosiponis Infusum (fornas hal 220)


(Infus Kumis Kucing)
Komposisi : Tiap 100 g mengandung
Orthosiphonis Folium 500 mg
Aqua destilata ad 100 g

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Dosis : 2 samapai 4 kali sehari 15 ml


Catatan :
a. Digunakan Metil Paraben Sebagai pengawet
b. Sediaan berkekuatan lain 5 g

H. Alasan Pengambilan Bahan (Lachman hal 12920)


1. Pembawa
Yang paling sering digunakan untuk produk steril adalah air, karena air merupakan pembawa
untuk semua cairan tubuh.
2. Zat anti bakteri/pengawet
Zat anti bakteri dalam konsentrasi bakteriostatik harus diamasukan dalam formulasi produk
yang dikemas dalam vial dosis ganda dan seringkali dimasukkan dalam formulasi yang
akan disterilkan dengan produk margarin atau dibuat secara aseptis
3. Anti oksidan
Melindungi suatu zat teurapetis yang mudah mengalami oksidasi, terutama pada kondisi
dipercepat dengan sterilisasi panas
4. Dapar
Ditambahkan untuk banyak produk, karena perubahan pH yang diisyaratkan untuk banyak
produk, karena perubahan pH bisa menyebabkan perubahan nyata dalam laju reaksi
penguraian/menjamin stabilitas sediaan parentral
5. Andil tonisitas
a. Senyawa yang mrmbsntu idotonisitas suatu produk yang berguna untuk mengurangi
skit pada daerah injeksi yang berakhir ke saraf. Dapar bisa bertindak sebagai
pembantu tonisistas serta penstabil pH larutan.
b. Mencegah terjadinya hemo linsa sel darah akibat perbedaan tekanan antara dinding
darah dengan tekanan dari sediaan yang disuntikan, Khususnya pada invus (volume
besar)
c. Mengatasi perangsang pedas selaput otak akibat rute intra lumbar
6. Cara perhitungan tonisitas
a. Metoda Turunya Titik Beku
W= 0,52 – a

Keterangan:

W = jumlah (g) bahan pembantu isotoni dalam 100 ml larutan

a = turunya titik beku air akibat zat terlarut, dihitung dengan memperbanyk nilai untuk
larutan 1% b/v

b = turunanya tidak beku air dihasilakan oleh 1% b/v bahan pembantu isotoni jika
konsentrasi tidak dinyatakan, a=0 (tidal ditambahkan pengisotonis)

b. Metoda Ekivalensi Nacl


L
E=17-------
M

Keterangan :

E = ekivalensi NaCl

L = turunya titik beku modal

M = berat molekul zat

c. Metoda LISO
Berat (gram) x1000
ΔTF= LISO----------------------------
BM x V

Keterangan :

ΔTF = Penurunan titik beku


LISO = harga tetapan; non elektrolit = 1,86 ; elektrolit lemah =2 : uniunivelen = 3,4

BM = berat molekul

V = Volume

Berat = dalam gram zat terlarut

d. Cara Kerja Dan Evaluasi


1) Siapkan kondisi ruang produksi pada white area/kelas II, syarat CPOB 2001
lampiran 3.10a hal 60). Jumlah cemaran partikel /m 3 ≥ 0,5 µm max sebanyak 350
ribu, cemaran partikel/m 3≥5 µm max sebanyak 2 ribu, jumlah cemaran mikroba/m3
max sebanyak 100, efisiensi saringan 99,95%, pertukaran udara > 20 kali/ jam
temperatur 16-25oC , humadity 45-55%.
2) Bila produksi untuk sediaan steril yangtak dapat disterislisasi akhir, maka
dikerjakan di white areal/ kelas IA ( daerah kritis dibawah laminar air flow),syarat
(CPBO 2001 lampiran 3.10a hal 60). Jumlah cemaran partikel/m 3 ≥ 0,5 µm max
sebanyak 350 ribu, cemaran partikel/m 3 ≥5 µm (nihil), jumlah cairan mikroba /m 3
max sebanyak < 1 efesiensi saringan 99,997% pertukaran udara 20-40kali/jam,
temperatur 16-20oC, humadity 45-55%.
3) Bila akan mengerjakan produk di ruang white area/kelas IA( daerag kritis dibawah
laminar air flow), maka harus melewati dulu buffer area daerah krisis (white area
Kelas IB),syarat (CPOB 2001 lampiran 3.10a hal 60; Jumlah cemaran partikel/m3
≥ 0,5 µm max sebanyak 350 ribu, cemaran partikel/m 3 ≥5 µm (nihil), jumlah cairan
mikroba /m3 max sebanyak 5, efesiensi saringan 99,997% pertukaran udara 20-
40kali/jam, temperatur 16-20oC, humadity 45-55%.
4) Siapkan peralatan. Alat sudah dibersihkan dengan aqua, typol 0,1% EtOH 75%
dan terakhir aqua kembali,. Beri label “telah dibersihkan”. Set peralatan sesuai
dengan master formula untuk produk yang akan di produksi. Beri label “siap
digunakan”
5) Alat disterilkan secara steilisasi desinfeksi permukaan dengan menggunakan
larutan 2% germisida fenolik untuk lantai dan diding, ammonium kuartener 1:1000
atau larutan 1-2% germisida fenolik untuk prmukaan keras dan licin. Untuk alat
dengan permukaan logam tambahkan 0,2% Natrium nitrit dalam lartan ammonium
kuarter dan 0,5% Natrium bikarbonat ke dalam germisida fenolik untuk mencegah
timbulnya karat (Lachman hal 1287)
6) Karet seal penutup infus, logam atauounseal plastik disterilkan dengan cara
sterilisasi gas dengan menggunakan gas etilen oksigen dalam ruangan dengan
kelembaban 98% selama 60 menit dan sebelumnya telah dipanaskan 55 oC
(131oF) dan vakum awal kira-kira 27 inch Hg. Konsentrasi etilen oksida 450 mg/L
engan tekanan 28 psig dan wktu pemaparan minimum 6 jam (Lachman hal 1283-
1284)
7) Ruangan ( lantai dan dinding) secara sterilisasi desifeksi permukaan disterilkan
denan menggunakan larutan 2% germisisda fenolik untuk lantai dan dinding,
ammonium kuartener 1:1000 atau larutan 1-2% gremisisda fenolik untuk
permukaan keras dan licin (Lachman han 1287)
8) Cuci tangan dengan menggunakan cairan anti septik khusus, keringkan lalu
mengganti pakaian rumah dengan pakaian khusus produksi, kenakan tutup kepala,
sarung tangan an masker.
9) Senbelum memasuki White area (kelas II), maka karyawan di ruang ganti pakaian
grey area, harus melepaskan pakaian grey area dan mengganti dengan pakaian
bahan dacron,sarung tangan,masker dan spatu steril khususwhite area. Masuk
keruangan white area harus denagn cara yanag sama denagn grey area, lalu di
air locki akan di semprot (sterilisasi gas) dengan menggunakan etilen oksida.
(Lachman hal 1332-1336).
10) Botol infus di cuci dengan Na purofosfat 0,5% dengan mesin cuci otomatis. Cuci
dan bilas deangan aqua deminetralisata, keringkan dalam tunel dryer suhu 60oC
selama 2 jam. Dinginkan pada suhu kamar selama 1 jam.Sterilisasi secara
pemanasan. Bawa ke ruang produksi melalui Air lock khusus bahan kemasan
primer.
11) Boto infus tahan pemanasan, disterilkan secara pemanasan kering di oven suhu
180o (356oF) selama 2 jam atau suhu 260oC (500OF, selama 45 menit), (Lachman
hal 1263).
12) Bahan baku diambil dari gudang bahan baku. Kirim kekurangan penimbangan
(Kelas III) melalaui Air lock. Timbang sesuai master formula. Penting diingat :
bahwa yang harus ditimbang terlebih dahulu adalah zat yang lebih stabil dan tidak
mudah menguap.
13) Air injeksi disebut dengan sistem reverse osmosis dengan tekanan 200-400 psi.
Membran filter dari ester selulosa atau polimida ukuran 0,3 mcm, efektif menahan
semua makro moleku, maka air untuk injeksi langsung bebas priogen. Air disimpan
dan disalurkan dalam sistem pipa khusus dengan disain yang memungkinkan tidak
adanya genangan air( air terus mengalir)dengan mempertahankan suhu air 85 oC
dengan cara pipa diselubungi pipa khusus uap panas.
14) Bahan kemas sekunder diambil dari gudanf bahan kemas sesuai master
formula/CPB produk yang akan diproduki. Kirim keruang packing sekunder ( Black
area). Cetak np batchnya dan tanggal ED sesuai master formula.
15) Bahan-bahan yang tidak memenuhi spesifikasi atau tidak lulus QC harus ditolak
atau ditolak dan dikembalikan ke supelir sesuai perjanjian.
16) Di rauang produksi white area) :
a) Zat aktif larut air (g)dan water pro injektion (ml) dimasuakan dalam mixing
tank 50 I aduk 100 rpm selama 30 menit alirkan ke mixing tank 100 L.
b) NaCl/ pengisotonis (g) yang ditambahkan water pro injektion(ml) di masukan
ke mixing tank 50 I, aduk 100 rpm, 30 menit. Airkan ke mixing tank 100 L.
c) Tambah pengisohidris (HCL atau NaOH) (ml)( telah dikalibrasi oleh bagian
R&D) dan aqua pro incition 100 I ( ad tanda pada dinding dalam mixing tank),
aduk 1500 rpm selama 1 jam.
d) Untuk pembebasan pirogen. Filtrasi larutan pada membrane penyaring
dengan jalan pengaliran melalui pipa pada suhu 85oC dengan ukuran
membrane 0,1 meg dari bahan ester selulosa, alirkan langsung ke stronge
tank melalui vakum. Beri label “Quarantine”.( Lachman hal 1297,1277,1337).
17) Evaluasi/pemeriksaan IPC:
a) Tingkat keasaman/ pH (FI IV<1071>hal 1039)
b) Kadar ( sesui monografi zat aktif)
18) Bila telah lulus qc, produk ruahan pada stronge tankdi vakum dan dilakukam
pengisian dengan one line filling machine. Dimana pengisian infus, penutupan (
sealing) botol infus, labelling dam filtrasi dilakukan dalam 1 jalur.
19) Tiap 15 menit selama proses pengisian dan strerilisasi, operator akan melakukan
IPC :
a) Keseragaman volume (FI ed IV hal 1044)
b) Kelengkapan register, batch dan ED
20) Sterilisasi produk akhir dilakukan secara sterilisasi uv dari lampu kabut merkuri
yang dipancarkan secara khusus padapanjang gelombang 2537 A dengan
intesitas radiasi 20 mikrowatt tiap cm 2 dengan wktu pemaparan 1100 detik untuk
pertumbuhan spora Bacillus subtilis dan 275 detik untuk membunuh
S.hemolyticus. (Lachman hal 1272-1273)
21) Selesai pengisian sterilisasi produk yang sudah di susun pada rak khusus di
karantina, beri label “Qurantine” lalu lakukan IPC:
a) Sterilitas (FI ed IV)
b) Uji kebocoran ( FI ed IV)
c) Uji kebocoran (TS hal 642)
d) Uji kejernihan dan warna ( TS hal 642)
e) Uji keseragaman bobot ( FI ed III hal 19)
f) Bahan partikulat dalam injksi (FI IV<1131>hal 1044)
22) Bila lulus uji, produk yang tersusun pada rak khusus di kirim ke packing sekunder.
Botol infus dimasukan ke inner box. Lalu masukan ke outer box(dus atau karton).
Beri no register, batch dan ED pada outer box. Checking akhir.
23) Bagian QC akan mengambil rentain simpel sebanyak 2 botol infus, kirim produk
kegudang produk jadi. Lakukan serah terima dari bagian prokdusi kebahian
logistic.
I. Aspek Kefarmasian
1. Aspek industri
a. Perencanaan
Perencanna produk biasanya di usulkan lebih dahulu oleh bagian Business
Development yang merupakan bagian dari New Product Development (NPD),
berdasarkan pada permintaan pasar dan data dari bagian pemasaran. Setelah usulan
di sepakati oleh General Manufacturing, usulan akan menyebar ke bagian NPD,
diteruskan ke bagian Business Development lalu dilakukan sourching bahan baku
setelah itu baru di registrasi.
b. Produksi
Sediaan akan di produksi berdasarkan Bluk Production Order/ packing order
yang dilakukan oleh product development. Setelah melewati batch III, maka baru
sediaan akan di produksi secara besar-besaran oleh departemen produksi.
c. Penyimpanan dan pemasaran
Obat jadi/ produk di simpan di bagian PPIC ( Production Planning and
Inventory Control) atau yang disebut dengan bagian penggudangan dengan sitem
FIFO (Frist In Frist Out). Bila ada permintaan dari bagian merketing. Bagian PPIC
harus bisa mengerti berapa banyak produk yang harus dijual berdasarkan kerekter
penjualan.
2. Aspek Rumah Sakit
a. Pengadaan obat didasrkan pada perenanna yang diusulkan oleh instalasi farmasi
kepada Direktur Rumah Sakit. Pelaksanaan selanjutnya diserahkan kepada panitia
pengadaan ke pada PBF.
b. Penerimaan dan penyimpanan
Obat diterima oleh panitia Komite Farmasi dan Terapi kemudian di simpan di gudang
c. Pengeluran dilakukan melalui amprak kepada apotek-apotek yang berada
dilingkungan/dalam Rumah Sakit seperti apotek umum, Apotek interne, dan
sebagainya
3. Aspek Apotek
a. Pengadaan obat dilakukan melalui pemesanan ke PBF, surat pemesanan
ditandatangani oleh APA dengen mencantumkan nama dan nomor SIK
b. Penerimaan dan penyimpanan
Apotek menerima barang berdasarkan surat pesanan disertai dengan faktur dan
tanda terima dari PBF. Barang diterima dan dicatat dalam buku catatan penerimaan
barang serta kartu stok harian dan gudang. Obat disimpan dan disusun dalam lemari
berdasarkan abjad FIFO
c. Penjumlahan dan penyerahan kepada pasien
Obat ini tidak dapat dibeli tanpa resep dokter. Untuk menyerahkan obat kepada
pasien harus diberikan informasi dan konseling tentang obat
4. Aspek Undang-Undang

Berdasarkan SK Menkes No....../Menkes/SK /


Dinyatakan bahwa............(zat aktif) termasuk dalam daftar obat..........yang diberi logo
..........

a. Brosur

Nama obat R/

Infus steris bebas pirogen

Komposisi :

Farmakologi :

Indikasi :

Kontra indikasi :

Aturan pakai :

Penyimpanan :

Kemasan :

Peringatan :

Harus dengan R/ dokter

No Reg : DTL abcdefgh24A1

Diproduksi oleh

Nama dan Lambang Pabrik

Keterangan :

Ab =tahun priode obat yang didaftarkan dan disetujui

Cde =no urut pabrik

Fgh =no item/no urut obat di pabrik

24 =bentuk sediaan

A =dosis
b. Etiket

Nama Obat

Komposisi :

Indikasi :

Aturan pakai :

Penyimpanan :

Kemasan :

Peringatan :

Obat Luar

No Reg :DTL abcdefgh24 A1

No Batch :

Expired date :

P NO.....

Diproduksi oleh

Nama dan lambang Pabrik

c. Contoh Zat Aktif Yang Sering Keluar


1) Acylovir + Dekstrosa
2) Acetazolamind + Dekstrosa
3) Na.Sulfat + Methylen Blue
4) Dekstrosa + NH4CI
5) Dekstrosa + Nikethamidun
6) Natrii glutamae + Dekstrosa
7) Glukosum + Garam Calcina
8) Antazolanium + Dekstrosa
9) Calcii CI + Dekstrosa
10) Mannitol + NaCI
11) Natrii salisilat + Riboflavin
12) Natrii salisilat + Natrii bicarbonas
13) Xytol + fruktosa
d. Sediaan Yang Beredar (ISO vol 41 hal 294)
1) Plasmafusin 4%
2) Trimparen 1
3) Trimparen 2
4) Amiparen
5) Intralyte
6) Martos
7) Plasmanate
8) Plasbumin
9) Tutofusin
10) EAS
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Frmakope Indonesia, Edisi IV, Jakarta ,1995.
2. United States Pharmacopeial Covention, The Unitid States Pharmacopeia, 26 th edition,
Twinbrook Prakway,Rockville,2003.
3. Medicine Commission, British Phrmacopeia, British Pharmacopeia Commission, London,
1988
4. Merck, The Merck Index, Merck and Co, ninth edition, Rahway USA, 1976.
5. Voight. R , Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gajah Mada University Press, Yogyakarta,
1995.
6. Lachman. L ., Lieberman. H. A., Kaning.J.L., Teori dan Praktek Farmasi Industri, edisi ketiga,
UI Press. 1994
7. Ansel. H . C.. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat, UI Prees,1989.
8. Moffat. A. C .., Jackson.J.V.,Widdop.M.B., Clarke’s Isolation and Identification of Drugs.
Second edition. The Pharmaceutical Press. London, 1986.
9. Tim penyusun FT.Frmakologi dan Terapi, edisi IV. UI press, Jakarta,1995.
10. Badan Pengawas Obat dan Makanan, Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB),
edisi 2001, BPOM, Jakarta, 2001.
11. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Formulanium Nasional,edisi ll, Jakarta, 1978.
12. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Informanium Obat Nasional Indonesia, Jakarta
,2000.
13. Ikatan Sajarna Farmasi Indonesia, Informasi Spesialite Obat Indonesia (ISO), Volume 41,
Jakarta, 2006.
BAB V
SUSPENSI TETES MATA

A. Penjelasan Sediaan
1. Definisi : (FIV hal 14)

Suspensi obat mataadalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yang
terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada mata.

2. Keuntungan Dan Kelemahan


Keuntungan : Suspensi dapat dipakai untuk meningkatkan waktu kontak bahan obat
dengan kornea, sehingga memberikan kerja lepas lambat yang lebih lama
(ansel hal150, codex hal 163)
Kelemahan : Kemungkinan perubahan ukuran partikel selama penyimpanan (codex hal
163)

3. Alasan pemilihan bentuk sediaan


Suspensi obat mata diperlukan bila zat aktif :
a. Tidak larut dalam pembawa yang diinginkan
b. Tidak stabil dalam bentuk larutan

4. Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan


a. Partikel yang terkandung dalam suspensi obat mata < 10 mikrometer (codex hal 163,
RPS hal 1580).
b. Partikel yang disuspensikan tidak menggumpal menjadi satu jika disimpan
c. Suspensi harus dikocok sebelum dipakai dan partikel-partikelnya harus menyebar
merata ke seluruh permukaan
d. Pada label harus dibuat:
1) Nama zat aktif dan zat pengawet serta konsentrasi (jumlah yang digunakan)
2) Batas waktu pemakaian setelah wadah dibuka baik untuk single dose maupun
multi dose (codex 167).
3) Kondisi penyimpanan

B. Formulasi
1. Komposisi
R Zat aktif
Pengisotonis : NaCl, asam borat
Pengisohidris : HCl 0,1 N atau NaOH 0,1 N
Buffer : Buffer borat, buffer pospat, buffer sitrat
Pengkompleks : Na2EDTA
Pengawet : Benzalkonimum klorida (0,013 %), benzotonium klorida (0,01%), fenilmerkuri
nitrat (0,004%), timerosol (0,01%)
Antioksidan : Na-bisulfit atau metabisulfit (0,3%)

2. Formula standard (ansel hal 562) :


a. Suspensi steril untuk meta tetrasiklin HCL
b. Suspensi steril untuk Polimiksin B- Neomisin- hidrokortison
c. Suspensi steril untuk mata Dexametason
d. Suspensi steril untuk mata Prednison asetat dan sulfasetamid Na

C. Alasan Pemilihan Bahan


1. Pengisotonis
a. NaCl 0,9 % Sebab NaCl 0,9 % memberikan tekanan osmosis yang sama dengan
cairan tubuh termasuk cairan mata sehingga dapat meminimalkan terjadinya iritasi
pada jaringan yang sensitive dan mata (codex hal 167)
b. Asam borat : kemempuan asam borat dalam memberikan tekanan osmotic dalam
larutan sehingga membantu melarutkan bahan aktif dan pembantu (codex 545)
c. Pengisohidris :
1) HCl 0,1 N : untuk sediaan yang bersifat basa maka HCl akan menurun pH sampai
mencapai pH stabilitas optimum.
2) NaOH 0,1 N : untuk sediaan yang bersifat asam maka NaOH akan menaikkan pH
stabilitas optimum.
2. Buffer (ansel hal 550)
a. Buffer borat : pH sedikit dibawah 5, cocok untuk garam zat aktif yang larut
dalam air seperti ; kokain, pilokarpin, prokain, tertrakain dan Zn.
b. Buffer pospat isotonic : pH berkisar 5,9-8. Cocok untuk banyak obat kecuali :
pilokarpin, enkatropin, skopolamin dan garam-garam homstropin.
c. Pengkompleks
1) Na2EDTA
3. Antioksidan (bila perlu)
a. Metabisulfit atau Na-bisulfit : Merupakan antioksidan yang paling sering
digunakan, bekerja sebagai stabilizer dengan membentuk kompleks dengan
zat yang dapt memnyebabkan oksidasi (codex hal 164).

Contoh formula :

R Tetrasiklin 20 mg

Procain 40 mg

Asam borat
Buffer pospat

Benzalkonium klorida

Perhitungan Isotonis

D. Cara Kerja
1. siapkan kondisi ruangan produksi dikerjakan di white area /kelas IA (daerah kritis dibawah
Laminar Air Flow), syarat (CPO3 2001 hal 3.Ica hal 60) : Jumlah cemaran partikel/m 3 ≥
0,5 𝜇𝑚 maksimal sebanyak 3500, cemaran partikel/m 3 ≥ 5 𝜇𝑚 (nihil), jumlah cemaran
mikroba/m3 maksimal sebanyak <1, efisiensi saringan 99,997 %, pertukaran udara 20-4-
kali/jam, temperature 16-25 °C, humadity 45-55 %.
2. Bila akan mengerjakan produk di ruang white area /kelas IA (daerah kritis dibawah
Laminar Air Flow), maka harus melewati dulu buffer area daerah kritis (white area kelas
IB), syarat (COPB 2001 hal 3.10a hal 60) : Jumlah cemaran partikel/m 3 ≥ 0,5 𝜇𝑚
maksimal sebanyak 3500, cemaran partikel/m 3 ≥ 5 𝜇𝑚 (nihil), jumlah cemaran mikroba/m3
maksimal sebanyak <1, efisiensi saringan 99,997 %, pertukaran udara 20-4- kali/jam,
temperature 16-25 °C, humadity 45-55 %.
3. Siapkan peralatan. Alat sudah dibersihkan dengan aqua, typol 0,1 %, etOH 75 % dan
terakhir aqua kembali. Beri label “telah dibersihkan”. Set peralatan sesuai dengan master
formuls untuk produk yang akan diproduksi. Beri label “telah digunakan”.
4. Alat disterilkan secara sterilisasi desinfeksi permukaan dengan menggunakan larutan 2 %
ammonium kuartener 1.1000 atau larutan 1-2 % germisida fenolik untuk permukaan kertas
dan licin. Untuk alat dengan permukaan logan, tambahkan 0,2 % Natrium nitrit dalam
larutan ammonium kuartener dan 0,5 % Natrium bikarbonat ke dalam germisida fenolik
untuk mencegah timbulnya karat (Lachman hal 1287).
5. Karet seal pipet tetes mata, logam penutup ataupun plastic pipet mata disterilisasi secara
sterilisasi gas menggunakan gas etilen oksida dalam ruangan dengan kelembaban 98 %
selama 60 menit dan sebelumnya telah dipanaskan 55°C (131 °F) dan vakum awal kira-
kira 27 inchi Hg. Konsentrasi etilen oksida 450 mg/L dengan tekanan 28 psig dan waktu
pemaparan minimum 6 jam (Lachman hal 1283-1284).
6. Ruangan (lantai dan dinding) secara sterilisasi desinfeksi permukaan disterilkan dengan
menggunakan larutan 2 % ammonium kuartener 1.1000 atauu larutan 1-2 % germisida
fenolik untuk permukaan keras dan licin (Lachman hal 1287).
7. Karyawan daerah steril tidak berpenyakit menular, dan tidak sedang sakit flu, batuk atau
sakit tenggorokan. Bila saakit harus melapor ke supervisor dan sementara ditempatkan
bukan pada daerah steril sampai benar-benar sembuh. Cuci tangan dengan menggunakan
cairan antiseptic khusus, keringkan lalu mengganti pakaian rumah dengan pakaiaan
khusus produksi, kenakan tutup kepala, sarung tangan dan masker. Karwayan masuk ke
ruang produksi melalui airlock dengan kaki kanan, kenakan sepatu khusus, lalu kaki kiri
dan kenakan juga sepatu khusus. Hal ini untuk mencegah perpindahan mikroba dari lantai
luar ke ruang airlock. Masuk ke ruang produksi, pintu sebelah ujung tidak boleh dalam
keadaan terbuka, untuk mencegah aliran udara luar masuk ke ruang produksi. Inilah yang
disebut sebagai airlock (pengunci atau penahan aliran udara). Bila kedua pintu terbuka
secara bersamaan, maka alarm akan berbunyi.
8. Sebelum memasuki white area (kelas II), maka karyawan di ruang ganti pakaian grey area,
harus melepaskan pakaiaan grey area dan mengganti dengan pakaian dari bahan Dacron,
sarung tangan, masker dan sepatu steril khusus white area. Masuk ke ruang white area
dengan cara yang sama dengan grey area. Lalu di air lock akan disemprot (sterilisasi gas)
dengan menggunakan etilenoksida. Setelah itu baru aman dan steril untuk masuk ke white
area.
9. Botol tetes mata dicuci dengan Na pyrofosfat 0,5 % dengan mesin cuci otomatis. Cuci dan
bilas dengan aqua demineralisata, keringkan dalam tunel dryer suhu 60 °C selama 2 jam.
Dinginkan pada suhu kamar selama 1 jam. Sterilisasi secara pemanasan. Bawa ke ruang
produksi melalui air lock khusus bahan kemasan primer.
10. Botol tets mata tahan pemanasan, disterilkan secara pemanasan kering di oven suhu 180
°C (356 °F) selama 2 jam atau suhu 260 °C (500 °F) selama 45 menit (Lachman hal 1263).
11. Bahan baku diambil dari gudang bahan baku. Kirim ke ruang penimbangan (kelas III)
melalui air lock. Timbang sesuai master formula. Cek oleh kepala regu dan kepala unit.
Setelah OK, sterilisasi dan kirim ke ruang produksi melalui air lock khusus bahan baku.
12. Air steril untuk tetes mata dibuat dengan system reverse osmosis dengan tekanan 200-400
psi. membrane filter dari ester selulosa atau poliamida ukuran 0,3 mcm efektif menahan
semua makromolekul hingga 85 % ion. Air disimpan dan disalurkan dalam system pipa
khusus dengan desain yang memungkinkan tidak adanya genangan air (air terus mengalir)
dengan mempertahankan suhu air 85 °C dengan cara pipa diselubungi pipa khusus uap
panas (Lachman hal 1337)
13. Bahan kemas sekunder diambil dari gudang bahan kemas sesuai master formula/CPB
produk yang akan diproduksi. Kirim ke ruang packing sekunder (block area). Cetak no
batchnya dan tanggal ED sesuai master formula. Cek oleh kepala regu dan kepala unit.
Setelah itu baru siap untuk dipakai mengemas produk.
14. Di ruaang produksi (white area) :
a. Zat aktif laarut air (kg) dan water pro injection (L) di masukkan ke dalam mixing tank
50 L, aduk 100 rpm selama 30 menit, alirkan ke mixing tank 100 L.
b. NaCl pengisotonis (g) + pengomplek (g) + pengawet (g), yang masing-masing sudah
ditambahkan water pro injection (ml) dimasukkan ke dalam mixing tank 50 L, aduk
dengan kecepatan 100 rpm selama 30 menit. Alirkan ke mixing tank 100 L.
c. Tambahkan pengisohidris (HCL atau NaOH) (ml) (telah dikalibrasi oleh bagian R&D,
tambah water pro injection ad 100 L (ad tanda pada dinding dalam mixing tank), aduk
dengan kecepatan 1500 rpm selama 1 jam.
d. Filtrasi larutan pada membrane penyaring dengan jalan pengaliran melalui pipa pada
suhu 85 °C dengan ukuraan membrane 0,3 mikrometer dan terbuat dari bahan ester
selulosa, alirkan langsung storage tank melalui vakum. Beri label quarantine.
15. Lakukan evaluasi/pemeriksaan IPC :
a. Tingkatkan keasaman/pH (F1 IV hal 1039)
Menggunakan potensiometrik (pH meter) yang telah dibakukan sebagaimana
mestinya, yang mampu mengukur pH sampai 0,02 unit pH dengan menggunakan
elektroda indikator yang peka terhadap aktivitas ion hidrogen, elektroda kaca dan
elektroda pembanding yang sesuai seperti elektroda kalomel atau elektroda perak-
perak klorida. Pengukuran dilakukan pada suhu 25±2 °C kecuali dinyatakan lain
dalam monografi. Skala pH ditetapkan dengan persamaan sbb :
Dimana :
E dan Es adalah potensial terukur dengan sel galvanic berisi larutan uji.
pHs = larutan dapar untuk pembakaran
K = harga perubahan dalam potensial per perubahan unit dalam pH

b. Kadar (sesuai monografi masing-masing zat aktif)


c. Uji sterilitas
Bersihkan permukaan luar wadah dan tutup wadah menggunakan bahan
dekontaminasi yang sesuai dan ambil isi secara aseptic.
Prosedur : ambil sejumlah tertentu produk yang telsh terlebih dahulu di buat
suspense dalam cairan pengencer steril. Kemudian inokulasikan ke dalam masing-
masing tidak kurang dari 40 ml media tiogkolat cair dan Soybean-calsium digest
medium. Inkubasikan selama tidak kurang dari 14 hari. Amati pertumbuhan pada
media secara visual sesering mungkin sekurang-kurangnya pada hari ke-3, ke-4 atau
ke-5, pada hari ke- atau ke-8 dan pada hari terakhir dari masa uji. Jika zat uji
menyebabkan media menjadi keruh sehingga ada atau tidaknya pertumbuhan
mikroba tidak segera ditentukan secara visual, pindahkan sejumlah memadai media
ke dalam tabung baru berisi media yg sama, sekurangnya 1 kali antara hari ke-3 dan
ke-7 sejak pengujian dimulai. Lanjutkan inkubasi media awal dan media baru selama
total waktu tidak kurang dari 14 hari sejak inokulasi awal.

Hasil : suatu bahan adalah steril asalkan hasil yang diperoleh sekurang-
kurangnya setara keandalannya. Seandainya timbul perbedaan, jika tanda adanya
kontaminasi diperoleh dgn menggunakan prosedur yang ada dalam farmakope ini,
maka hasil yang diperoleh menentukan bahwa bahan tsb tidak memenuhi syarat.

d. Uji efektivitas pengawet


Prosedur : jika wadah sediaan dapat ditembus secara aseptic menggunakan
jarum suntik melalaui sumbat karet, lakukan pengujian pada 5 wadah asli sediaan.
Jika wadah sediaan tidak dapat ditembus secara aseptic, pindahkan 20 ml sampel ke
dalam masing-masing 5 tabung bakteriologik tertutup, berukuran sesuai dan steril.
Inokulasikan masing-masing wadah atau tabung dengan salah satu suspense
mikroba baku, menggunakan perbandingan 0,1 ml inokula setara dengan 20 ml
sediaan, dan campur. Mikroba uji dengan jumlah yang sesuai harus ditambahkan
didlm sediaan uji segera setelah inokulasi adalah antara 100.000 dam 1.000.000 per
ml. tetapkan jumlah mikroba vartikel di dalam tiap suspense inokula dan hitung angka
awal mikroba tiap ml sediaan yang diuji dgn metoda lempeng. Inkubasi wadah atau
tabung yang telah diinokulasikan pada suhu 20°C sampai 25°C. amati wadah atau
tabung pada hari ke 7, ke 14, ke 21 dan ke 28 sesudah inokulasi. Catat tiap
perubahan yang terlihat dan tetapkan jumlah mikroba variable pada tiap selang waktu
tersebut dengan metoda lempeng. Penafsiran hasil : suatu pengawet dinyatakan
efektivitasnya did lm contoh yang diuji, jika :
1) Jumlah bakteri variable pada hari ke 14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1%
dari jumlah awal.
2) Jumlah kapang dan khamir viable selama 14 hari pertama adalah tetap atau
kurang dari jumlah awal.
3) Jumlah tiap mikrobiologi uji selama hari dari 28 hari pengujian adalah tetap atau
kurang dari bilangan yang disebutkan pada a dan b.
e. Penetapan bobot jenis (F1 IV hal 1030)
Penetapan bobot jenis didasarkan pada perbandingan bobot zat diudara pada suhu
25°C (atau suhu yang terdapat dlm monografi) thdp bobot air dengan volume dan
suhu sama.
Prosedur : gunakan piknometer bersih, kering dan telah dikalibrasi dengan
menetapkan bobot piknometer dan bobot air yang baru didihkan pada suhu 25°C. atur
hingga suhu zat uji lebih kurang 20°, masukkan kedalam piknometer. Atur suhu
piknometer yang telah diisi hingga suhu 25°, buang kelebihan zat uji dan timbang.
Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot pinometer yang telah diisi.
f. Uji keseragaman bobot (F1 III hal 19)

sediaan tetes mata harus memenuhi syarat sebagai berikut :

1) Hilangkan etiker 10 wadah, cuci bagian luar wadah air dan keringkan.
2) Timbang satu persatu dalam keadaan terbuka.
3) Keluarkan isi wadah, cuci wadah dengan air kemudian dengan etanol (95% P)
keringkan pada suhu 105 hingga bobot tetap, dinginkan, timbang satu persatu.
Bobot isi wadah tidak boleh menyimpang lebih dari batas yg tertera, kecuali satu
wadah yg boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang tertera.
Bobot yg tertera pada etiker Batas penyimpangan dalam %
Tidak lebih dari 120 mg ± 10
Antara 120 mg dan 300 mg ± 75
Lebih dari 300 mg atau lebih ±5
g. Penetapan viskositas dan sifat alir (TS unand hal 112)
Alat : viskometer brokfield
Prosedur :
Masukkan sediaan yg telah dikocok ke dalam wadah gelas.
Pengujian dilakukan dengan kecepatan(rpm) yg berbeda, mulai dari kecepatan
rendah.
Pada setiap pengubahan kecepatan sediaan diistirahatkan selama 5 menit, setelah itu
dilanjutkan sampai rpm yg lebih tinggi.
h. Setelah pihak IPC meloloskan maka storage tank diberi tanda “diterima” dan massa
dialirkan ke dalam one filling machine melalui pompa vakum. Dimana pengisian tetes
mata, penutupan (sealing) botol tetes mata langsung pemasangan pipet, labeling dan
sterilisasi dilakukan dalam 1 jalur. Mesin hanya diawasi 2 orang operator di ruang
pengisian (white area kelas II atau IA/aseptis), karyawan hanya bekerja pada white
area (kelas II) yang disekat dengan lembar plastic khusus pada konveyer (ban
berjalan) untuk memindahkaan botol tetes mata yang sudah diisi. IPC melakukan uji :
1) Uji keseragaman volume
Pilih 3 wadah kemudian ambil isi tiap wadah dengan alat suntik hipodermik
kering, keluarkan gelembung udara dari dalam jarum dari alat suntik dan
pindahkan isi dalam alat suntik tanpa mengosongkan bagian jarum ked lm gelas
ukur kering volume tertentu yang telah dibakukan sehingga volume yang diukur
memenuhi sekurang-kurangnya 40% volume dari kapasitas tertera.
Hasil : volume tidak kurang dari volume yg tertera pd wadah bila diuji satu
persatu
2) Uji kejernihan
Larutan tetes mata harus jernih dan bebas dari kotoran sehingga harus dilakukan
uji kejernihan yang dilakukan secara visual
Prosedur : wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu-persatu dengan
menyinari wadah dari samping dengan latar belakang berwarna hitam dan putih.
Latar belakang hitam dipakaai untuk menyelidiki kotoran berwarna gelap.
3) Uji homogenitas (TS lama hal 90)
Homogenitas dapat ditentukaan berdasarkan jmlh partikel maupun distribusi
ukuran partikelnya dengan pengambilan sampel pada berbagai tempat
(ditentukan menggunakan mikroskop untuk hasil yg lebih akurat). Pengambilan
sampel dpt dilakukan pd berbagai bagian yaitu atas, tengah dan bawah. Sampel
diteteskan pd kaca objek, kemudian diratakan dgn kaca objek lain sehingga
terbentuk lapisan tipis. Partikel diamati dibawah mikroskop atau secara
visual.
Penafsiran hasil :
Suspensi yg homogen akan memperlihatkan jumlah atau distribusi ukuran yg
relative hamper sama pd berbagai tempat pengambilan sampel (sampel dikocok
dahulu).
i. Sterilisasi akhir dilakukan secara sterilisasi uv dari lampu kabut merkuri yg
dipancarkan secara ekslusif pada panjang gelombang 2537 angstrom dengan
intensitas radiasi 20 mikrowatt tiam cm 2 dengan waktu pemaparan 1100 detik untuk
membunuh spora Bacillus subtilis dan 275 detik untuk membunuh S.hemolyticus
(Lachman hal 1271-1273).
j. Selesai pengisian dan sterilisasi, produk yg sudah disusun pada rak khusus
dikarantina dan diberi label “Quarantine” lalu lakukan IPC :
1) Uji afektifitas pengawet
Prosedur : jika wadah sediaan dapat ditembus secara aseptic menggunakan
jarum suntik melalui sumbat karet, lakukan pengujian pada 5 wadah asli sediaan.
Jika wadah sediaan tidak dapat ditembus secara aseptic, pindahkan 20 ml
sampel ke dalam masing-masing 5 tabung bakteriologik bertutup, berukuran
sesuai dan steril. Inokulasikan masing-masing wadah atau tabung dengan salah
satu suspensi mikroba baku, menggunakan perbandingan 0,1 ml inokula setara
dengan 20 ml sediaan, dan campur. Mikroba uji dengan jumlah yang sesuai
harus ditambahkan didlm sediaan uji segera setelah inokulasi adalah antara
100.000 dan 1.000.000 per ml. tetapkan jumlahh mikroba viable di dalam tiap
suspensi inokula dan hitung angka awal mikroba tiap ml sediaan yang diuji
dengan metoda lempeng. Inkubasi wadah atau tabung pada hari ke 7, ke 14, ke
21 dan ke 28 sesudah inokulasi. Catat tiap perubahan yang terlihat dan tetapkan
jumlah mikroba viable pada tiap selang waktu tersebut dengan metoda lempeng.
Penafsiran hasil : suatu pengawet dinyatakan efektivitasnya did lm contoh yg
diuji, jika :
a) Jumlah bakteri viable pada hari ke 14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1%
dari jumlah awal.
b) Jumlah kapang dan khamir viable selama 14 hari pertama adalah tetaap
atau kurang dari jumlah awal.
c) Jumlah tiap mikrobiologi uji selama hari dari 28 hari pengujian adalah tetap
atau kurang dari bilangan yang disebutkan pada a dan b.
d) Uji sterilitas
Bersihkan permukaan luar wadah dan tutup wadah menggunakan
bahan dekantaminasi yang sesuai dan ambil isi secara aseptic.
Prosedur : ambil sejumlah tertentu produk yang telah terlebih dahu;u di buat
suspensi dalam cairan penencer steril. Kemudian inokulasikan ke dalam
masing-masing tidak kurang dari 40 ml media tioglikolat cair dan Soybean-
calsium digest medium. Inkubasikan selama tidak kurang dari 14 hari. Amati
pertumbuhan pada media secara visual sesering mungkin sekurangnya
pada hari ke-3, ke-4 atau ke-5, pada hari ke- atau ke-8 dan pada hari
terakhir dari masa uji. Jika zat uji menyebabkan media menjadi keruh
sehingga ada atau tidaknya pertumbuhan mikroba tidak segera dapat
ditentukan secara visual, pindahkan sejumlah memadai media ke dalam
tabung baru berisi media yg sama, sekurangnya 1 kali antara hari ke-3 dan
ke-7 sejak pengujian dimulai. Lanjutkan inkubasi media awal dan media
baru selama total waktu tidak kurang dari 14 hari sejak inokulasi awal.
Hasil : suatu bahan adalah steril asalkan hasil yg diperoleh sekurnag-
kurangnya setara keandalannya. Seandainya timbul perbedaan, jika tanda
adanya kontaminasi diperoleh dgn menggunakan prosedur yg ada dalam
farmakope ini, maka hasil yg diperoleh menentukan bahwa bahan tsb tidak
memenuhi syarat.
k. Uji volume terpindahkan (FI IV hal 1089)
Suspensikan serbuk ked lm pembawanya. Pilih tidak kurang dari 30 wadah.
Prosedur : tuang isi perlahan-lahan dr tiap wadah ked lm gelas ukur kering terpisah
dgn kapasitas gelas ukur tidak lebih dari 2,5 kali volume yg diukur yg telah dikalibrasi,
secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukan gelembung udara pada waktu
penuangan dan diamkan selama tidak lebih dr 30 menit. Jika telah bebas dr
gelembung udara, ukur volume dr tiaap campuran. Volume rata-rata suspensi yg
diperoleh dr 30 wadah tidak kurang daari 100% dan tidak satupun volume wadah
yg kurang dr 95% tetapi tidak kurang dari 90% seperti volume yg dinyatakan
pada etiket.
l. Setelah dinyatakan lulus uji, botol-botol di bawa keruang pengemasan sekunder
melalui pass box. Pengemasan sekunder dilakukan secara manual dimana botol
dan brosur dimasukkan ke dalam dus lipat, dimasukkan ke dalam karton. IPC
pengemasan akan melakukan pemeriksaan estetika kemasan. Seksi sampling akan
mengambil 3 botol sediaan untuk retain sample (pertinggal)
m. Kirim ke gedung produksi jadi. Lakukan serah terima dari bagian produksi ke bagian
logistik.

F. Pengetahuan Kefarmasian
1. Aspek Industri
Perencanaan produksi suatu sediaan di dalam industri farmasi dilakukan oleh bagian
perencanaan produksi dan pengendalian persedian (PPIC). Bagian ini merupakan bagian
yg menjembatani antara marketing dgn produksi, melaksanakan kegiatan berdasarkan
surat perintah produksi (SPP) dan catatan prosuksi batch ( CPB). CPB merukan dokumen
yg berisi tentang fermulasi sediaan, semua personel dan persyaratan yg harus dipenuhi
selama proses produksi dengan segala seseuatu yg diamati dicatat pada dokumen
tersebut. Setelah selesai melakukan proses produksi didapatkan hasil produk jadi yg di
simpan di gudang obat jadi untuk selanjutnya di distribukan ke pasaran.
Permbuatan tetes mata dilakukan pada ruang kelas I. sistem produksi yang digunakan
adalah horizontal close system.
2. Aspek Rumah Sakit
Penggunaan dan pengelolaan obat-obatan di RS dilakukan oleh IFRS. Perencanaan
dan pengadaan obat-obatan disesuaikan dengan dana serta kebutuhan diRS.
Penyimpanan obat dan perbekalan farmasi dikelompokkan sesuai dengan jenis
barangnya. Selain dalam manajemen RS, apoterker jg melakukan monitoring
penggunaan obat secara rasional dan memonitor ES dr obat. Tetes mata ini disalurkan
atau dapat di peroleh pd poli THT atau apotek pelengkap diRS.
3. Aspek apotek
Sedian ini dipesan dan dibeli sesuai dengan kebutuhan apotek. Sebelum pemesanan
obat, terlebih dahulu dilakukan pengecekan terhadap obat-obat yang persediaannya
menipis dengan cara pemotongan kartu stok berdasarkan resep hari sebelumnya,
sehingga di ketahui lgsg stok yg ada. Pemesanan obat dilakukan oleh asisten apoteker yg
ditunjuk oleh apoteker dgn cara menghubungi PBF.
Setiap pemasukan dan pengeluaran barang dicatat dikartu stok. Obat ini diserah pada
pasien harus disertai konsultasi atau pemberian informasi tentang segala sesuatu
mengenai pemberian obat ini, sehiangga pasien menggunakan obat ini secara aman dan
benar.
4. Aspek Undang-undang
Obat tetes mata dikelompokkan ke dalam golongan….(tergantung Zat aktif yg
dikandungnya). Dengan logo……

G. Etiket Dan Brosur


1. Etiket
Pada sediaan tetes mata, pada etiket harus tercantum :
Nama sediaan ® cth : RETSAR® …......... LOGO
Suspensi tetes mata steril
Komposisi
Yg terdiri dari nama zat aktif dan jumlahnya serta bahan pengawet yg digunakan.
Cth : suspensi tetes mata steril mengandung :

Zat aktif………X mg

Pengawet……Y mg
Atau
Tap ml suspensi tetes mata steril mengandung :
Zat aktif……..X mg
Pengawet…..Y mg
Indikasi dan aturan pakai,,no. batch, no.registrasi, exp.date.
Keterangan tambahan : ..”jangan digunakan lebih dari 1 bulan setelah wadah dibuka”
2. Brosur
Memuat segala sesuatu untuk menerangkan sediaan, antara lain :
Nama sediaan
Komposisi
Farmakologi, indikasi, kontraindikasi, efek samping, peringatan dan perhatian, aturan
pakai, kemasan, cara penyimpanan.
Keterangan tambahan
Dapat berupa : OBAT LUAR sesuai dengan zat
HARUS DENGAN RESEP DOKTER aktif
BAB VI
TETES MATA (GUTTAE OPHTALMICA)

A. Penjelasan Sediaan
1. Definisi
a. Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspense; digunakan untuk
mata, dengan cara meneteskan obat pada selabut lendir mata di sekitar kelopak
matadan bola mata (Farmakope Indonesa III hal 10)
b. Larutan obat mata adalah larutan steril; bebas partikel asing;merupakan sediaan yang
di buat dan dikemas sedemikian rupa sehingga sesuai digunakan pada mata .pada
pembuataan laruta obat mata membutuhkan perhatian khusus dalam hal toksisitas
bahan obat nilai isotonitas.kebutuhan akan pengawet (dan jika perlu pemilihan
pengawet sterelisasikemasaan yang tepat (Farmakope Indonesa IV hal 13 )
c. Suspensi obat mata adalah sediaan cair seteril yang mengandung partikel_partikel
yang terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaiaan pada mata. Obat dalam
suspensi harus harus dalam bentuk termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi atau
goresan pada kornea .Suspensi obat mata tidak boleh digunakan bila terjadi masa
yang mengeras atau pengumpulan (Farmakope Indonesa IV hal 14)
d. Sediaan mata merupakan produk steril, tidak mengandung partikel asing, dalam
campuran dan wadah yang cocok untuk digunakan pada mata (RPS 1581)
e. Sediaan mata adalah larutan atau suspensi dengan pembawa air pembawa atau
minyak seteril yang mengandung satu atau lebih zat aktif yang di butuhkan untuk
digunakaan pada mata (Codex hal 161-165)
f. Tetes mata adalah sediaan seteril berupa larutan atau suspensi yang digunakan
untuk mata,dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata di sekitar kelopak
mata dan bola mata (Formalium Nasional hal 316)

B. Keuntungan Dan Kekurangan


1. Keuntungan :
a. Pada mata Dapat digunakan untuk mencapai efek diagnostic dan terapetik lokal
pada mata (R.Voight hal 523)
b. Larutan mata memiliki kelebihan dalam hal kehemogenan ,biovilabilitas dan
kemudahan penanganan
c. Suspensi mata memiliki kelebihan di mana adanya partikelzat aktif dapat
memperpanjang waktu terdiolusinya oleh air mata sehinga terjadi peningkataan
biovilibitas dan evek terapinya (solida)

2. Kekurangan :
a. Volume larutan yang dapat ditampumg oleh mata terbatas (=7ul maka larutan yang
berlebih dapat masuk ke nasal cavity lalu masuk ke jalur G1 menghasilkan absorbs
istemik yang tidak digunakan misalnya B-bloker untuk perawataan glaokosoma
dapat menjadi masalah bagi pasien jantung atau asma bronkial (Codex hal 162)
b. Kornea dan rongga mata sangat kurang tervaskularisasi,selain itu pada kapiler pada
retina non pemeambel sehingga umumnya sediaan untuk mata adalah efeknya
lokal/topical.

C. Alasan Pemilihan Bentuk Sediaan


1. Sebagian besar zat aktif yang digunakan untuk sediaan mata bersifat larut air atau dipilih
bentuk garam nya yang larut air.Sifat Sifat fisikokimia yang harus di perhatikan dalam
memilih garam untuk formulasi larutan optalmik, yaitu:
a. kelarutan
b. stabilitas
c. pH stabilitas dan kapasitas dapar
d. kompatibilitas dengan bahan lain dalam formula

Sebagaina besar zat aktif untuk seiaan optalmik adalah basa lemah. Bentuk garam
yang biasa digunakan garam adalah hidroklorida, sulfat dan nitrat. Sedankan zat untuk zat
aktif yang berupa asam lemah, biasanya digunakan pada garam natrium (codex hal161).

2. Merupakan bahan obbat yang khas digunakan pada mata(optalmologika), yaitu:


a. pelebar pupil mata (midriatika), ex. Atropin ,skopolamin, fenilefrin dan epinefrin
b. penyempit pupil mata (miotika), ex. Pilokarpin, Fisostigmin, neostigmine dan paraxon
(miotisal)
c. untuk melawan proses infeksi (antibiotika), ex kloramfenikol, tirotrisin, garam perak.
d. untuk mengobati rasa nyeri (anestetika lokal), ex. Kokain, tetrakain
e. Bahan anti plogistik, ex. ZnSO1,Kortikosteroid
f. Antiglaukoma

Tetes mata harus menunjukan suatu efektifitas yang baik tergantung secara
fisiolohhis , bebas rasa nyeri tidak merangsang dan menunjukan sterilitas yought hal 523,

3. Karena zat berkhasiat (dari segi farmakologi)karena pemakaianya lebih menyenangkan


dari salep mata dan tidak menyebabkan pandangan kabur saat basisi salep meleleh dan
menyebar melalui lensa mata. Zat aktif yang dipilih adalah….(dalam bentul basa lemah
atau garam)karena sesuai dengan kelarutannya.

D. Hal-Hal Khusus Yang Harus Diperhatikan


1. Ketelitian dan kebersihan dalam proses pembuatanya
2. Sterilitas sediaan dan adanya bahan pengawet unuk mencegah adanya kontaminasi
mikroorganisme pada waktu wadah dibuka untuk digunakan
3. Jika tiak mungkin dibuat isotonis dan isohhidris maka larutan dibuat hipertonis dan ph
dicapai melalui teknik euhidri
4. adanya airmata yang dapat mempersingkat waktu kontak antara zat aktif dengan mata
(perlu penambahan zat pengental)
5. Ph optimum lebih diutamakkan untuk menjamin stabilitas sediaan
6. Dapar yang ditambahkan mempuyai kapasitas dapat yang rendah, tetapi masih efektif
menunjang stabilitas zat aktif salam sediaan
7. Kosentrasi zat aktif berpengaruh pada penetrasi zat aktif yang mengikuti mekanisme
absorpsi dengan cara difusi pasif
8. Peningkatan viskositas dimaksudkan untuk meningkatkan waktu kontak sediaan dengan
kornea mata
9. beberapa larutan mata perlu hipertonik untuk meningkatkan daya resap dan
menyediakan kadar aktif yang cukup tinggi untuk menghasilkan efek obat yang cepat dan
efektif. Apabila larutan obat seperti ini digunakan dalam jumlah ecil, pengenceran dengan
air mata cepat terjadi sehingga rasa perih akibat hipertonisita hanya sementara (F1 IV hal
13)
10. pembuatan obat mata dengan sistem dapar mendekati pH fisiologis dapat digunakan
dengan mencampurkan secara aseptic larutan obabt steril dengan arutan dapar steril.
Walaupun demikian. Perlu diperhatikan mengenai kemungkinan berkurangnya kestabilan
obat yang lebih tinggi pencapaian dan pemeliharaan sterilitas selama proses pembuatan.
Berbagai obat, bila didapar pada pH yang dapat digunakan secara terapetik, tidak akan
stabil dalam larutan untuk jangka waktu yang lama sediaan ini dibeku-keringkan dan
direkomendasikan segera sebelum digunakan (misalnya asetilkolin klorida untuk sediaan
obat mata) (F1 IV hal 13) (benny logawa hal 38 dan solida)

E. Syarat Sediaan Tetes Mata:


1. Steril
2. Isotonis dengan air mata bila mungkin isohidris pH air mata
Isonis =0.9%b/NaCI, rentang yang diterima = 0,7-1,4 % b/v atau 0,7-1,5%
b/v(codex hal 163)atau 0,6%-2,0% (FI IV hal13)
Ph airmata=7,4 dan pH tetesmata yang diizinlan berada dalam tange 3,5-8,5 (FI IV hal
13)
3. Larutan jernih, bebas partikel asing dan serat halus
4. Tidak iritan terhadap mata (untuk basis salep mata)

F. Cara Isolasi Zat Aktif Dari Sediaan


Tidak ditemukan di literature
G. Formulasi
1. Komposisi
R/Zat aktif
Pengisotonik NaCI,glukosa,asam borat
Pengisohidris HCI 0,1 N atau NaOH 0,1 N
Buffer Buffer borat, fosfat
Pengompleks Na-EDTA
Pengawet Benzalkonium klorida 0,01%,frnil merkurinitrat
.001% benzyl alcohol 1-2% thymesosal 0,001%
Antioksidan (Bila Perlu)
2. Formula standar
a. FI IV
Atropine Sulfat (116) Pilokarpin Nitrat (677)
Gentamisin Sulfat (4007) Silfasetamide Natrium (792)
Himatropin Hidroobromida (431) Timolol Maleat (792)
Kloramfenikol (191) Tropikanamida (808)
Pilokarpin HCI (676)
b. FI III

Tropikainamida (619)

c. Fornas 1978

Adrenalina (121) Hiosina(159)

Antazolina nafasolina(30) Homatropina(148)

Atropine(32) Kloramfenikol(65)

Basitrasina neomisina (37) Cortison (87)

Betametason Fasfat (48) Sulfasetamida(276)

Deksametasone neomisin (96) Oksitetrasiklin(223)

Dwizoline(30) Perak proteina(31)

Efinefrine (121) Pilokapina HCI (246)

Fisostigmina salisilat (243) Prednison Fosfat (252)

Fisostigmina fosfat (243) Skopolamina (159)

Hidrokortison (151) Tropikainamida (298)

d. ForMin
Atazoline (41) Diphenhydramini (44)
Argenti proteinat I (41) Fluoresceine (44)

Argenti proteinat II (42) Homatropin (44)

Atropin(42) Hyosini (45)

Cocarine I (42) Oxysostigmine (45)

Cocarine II (42) Physostigmine (45)

Cocaine compositum (43) Pilocarpine(45)

Cortisoni I (43) Pilocarpine Oleosae (46)

Cortisoni II (43) Sulfacetamide (46)

Cortisoni III (44)

e. FMS

Scopolamine HBr (83) Eserini saliculate (84)

Homatropine BHr (83) Pilocarpini nitrates (84)

Homatropine cumm manitol (83) Pantocaine (84)

Atropine sulfatis(83) Zinci sufatis (84)

Cocaine HCI (83) Argenti proteinat (84)

f. BP 2002

Adrenalina/Epinefrina (1919) Hypromellose (2231)

Alkaline (2231) Idoxuridine (2235)

Atropine (1947) Levobunolol(2270)

Betametason (1967) Light ligud paraffin (2370)

Betaxolol (lar. 1971, susp 1972) Neomycin (2338, 2220)

Carteolol (1995) Norfloxacin (2349)

Kloramfenikol (2013) Oxybuprocaine (2360)

Cycopentolate (2080) Phenilephrine (2385)

Dipiveprine (2108) Phenilephrine HCI (2390)

Fluorescein (2166) Pilocarpine nitrat (2390)

Fluoro mentholone (2168) Prednisolone sodium fosfate (2404)


Flurbiprofen (2174) Proxymetacaine (2421)

Fusidic acid (2185) Sodium Chloride (2447)

Gentamicin (2189) Sodium citrate(2449)

Hotatropine(2213) Sodium choromoglicate(2450)

Hyoscine (2230) zinc sulphahte (2521)

g. USP 27

Echothiophste (680) Hydrxyamphetamine (939)

Emedastiine(700) Hypromellose (952)

Epinephrine bitartrate (714) Idoxurdine (952)

Epinephrine (712) Levobunolol HCI (1077)

Eucatropine HCI (775) Metilselulosa (1208)

Fluorescein sodium & benoxinate HCI (814) Naphazoline HCI (1473)

Fluorometholone (819) Natamyycin (susp 1356)

Fluorometholone acetate & tobramycine (sups 1860) Phenylephrine HCI(1473)

Flurbiprofen sodium (836) Ofloxacin (1356)

Getamycine sulfate (861) Oxymetazoline HCI (1383)

Glycerine (876) Physostigmine salicylate (1486)

Homatropine HBr (912) Pilocarpine nitrate HCI (1491)

Hydrocortisone acetat (susp 927) pilocarpine nitrate (1492)

Prednisolone sodium phosphate (1543)

3. Alasan Pengambilan Bahan


a. Pengawet
Pengawet yang dipilih seharusnya mencegah dan membunuh pertumbuhan
mikroorganisme selama penggunaan, pengawet yang sesuai untuk larutan obat
tetes mata hendaknya memiliki sifat berikut :
1) Bersifat bakteriostatik dan fungistatik. Sifat ini harus memiliki terutama terhadap
pseudomonas aeruginosa.
2) Non iritan terhadap mata (jaringan okuler yaitu okuler dan konjungtiva)
3) Kompatibel terhadap bahan aktif dan zat tambahan lain yang dipakai.
4) Tidak memiliki sifat alerge dan mensensitiasi
5) Dapat mempertahankan aktivitasnya pada kondisi normal penggunaan sediaan.

b. Kombinasi Pengawet Yang Biasa Digunakan Adalah:


1) Bemzalkonium klorida+EDTA
2) Benzalkonium klorida + klorobutanol/tenileti alkohol/ femil merkurinitrst
3) Klorobutanol+EDTA / paraben
4) Tiomerassol + EDTA
5) Feniletil alcohol+ paraben

c. Pengisotonis
1) NaCI 0,9 % : sebab NaCI 0,9 memberikan tekanan osmosis yang dengan cairan
tubuh termasuk cairan mata sehingga dapat meminimalkan terjadinya iritasi pada
jaringan yang sensitive dari mata (Codex hal 167)
2) Asam bornat : kemampuan asam bonat dalam memberikan tekanan osmotic
dalam larutan sehingga membantu melarutkakn bahan aktif dan pembantu
(Codex hal 545)
3) Rentang isotonis yang masih dapat diterima oleh masa :

FI IV : 0,6-2% RPS dan RPP :0,5-1,8 %

AOC : 0,9-1,4 % Codex dan Husa : 0,7-1,5%

Tapi usahakan pada rentang 0,6-1,5%

d. Pengisohidris.
1) HCI 0,1 N untuk sediaan yang bersifat basa maka HCI akan menurunkan
Ph sampai mencapai Ph stabilitas optimum
2) NaOH 0,1 N : untuk sediaan yang bersifat asam maka NaOH akan
menaikan Ph sampai mencapai Ph stabilitas optimum
e. Buffer (Ansel hal 550)
1) Buffer bornat : Ph sedikit dibawah 5, cocok untuk garam zat aktif yang larut
dalam air seperti ; kokain, pilokarpin, prokain, tetrakakin dan Zn
2) Buffer pospat isotonic : ph berkisar 5,9-8 cocok untuk banyak obat kecuali :
Pilokarpin, enkatropin, skopolamin dan garam-garam homatropin
f. Pengkomplek
1) Na2EDTA : jangan digunakan bila terdapat zat akif logam (ZnSO 4 atau MgSO4)
g. Antioksidan (bila perlu)
Metabisulfa atau Na-bisulfit : merupakan antioksidan yang paling sering
digunakan, berkerja sebagai stabilizer dengan membentuk komplek dengan zat
yang dapat menyebabkan oksidasi (Codex hal 164)
h. Perhitungan Isotonic/tonisitas dapat dihitung dengan metode :
1) Ekivalensi NaCI
2) Rumus White Vincent
i. Perhitungan Isotonik/Tonisitas dapat dihitung dengan metode :
1) Ekivalensi NaCl
Rumus White Vincent
R/ Efedrin sulfas 0,5% (E NaCl= 0,14)
Atropin sulfas 1% (E NaCl= 0,19)
m.f.sol.isot.c.NaCl ad 10 ml
V = W.E.111,11
= {(0,5 g x 0,14) + (1 g x 0,19) x 111,11)}
= 28,886 ml
Volume yang belum isotonis :
= 100 ml – 28 ml
= 71,114 ml
Volume untuk hasil akhir 10 ml :
= 10 ml/100 ml x 71,114 ml
=7,11 ml
Maka NaCl yang ditambahkan :
= 0,9/100 x 7,11 = 64 mg
2) Penurunan titik beku (Tf)
B = 0,52 – b1.c
b2

dimana, B = bobot (g) zat yang ditambah 100 ml hasil akhir supaya isotonis

b1 = penurunan Tf air yang disebabkan oleh 1% zat berkhasiat

b2 = penurunan Tf air yang disebabkan oleh 1% zat pengisotonis

c = kadar zat berkhasiat (%)

misal,

R/ Aethyl morphin HCl 2 b1 = 0,008

NaCl qs ad isot b2 = 0,576

Aqua ad 100 ml c =2

maka, B = 0,52 – 2(0,008)

0,576

= 0,6 g

Jadi NaCl yang ditambahkan untuk membentuk 100 ml injeksu=I isotonis adalah
0,6 g.
3) Metode Krioskopi
4) Metode Diagram
5) Metode Normogram (namun ketiga metode terakhir ini jarang dipakai)

H. Cara Kerja Dan Ipc (In Process Control)


1. Siapkan kondisi ruangan produksi dikerjakan di white area /kelas IA (daerah kritis
dibawah Laminar Air Flaw), syarat (CPOB 2001 Hal 3.10a HAL 60) : Jumlah emaran
partikel/m3 ≥ 0,5 µm maksimal sebanyak 3500, cemaran partikel/m 3 ≥ µm (nihil), jumlah
cemaran mikroba/m 3 maksimal sebanyak <1, effesiensi saringan 99,997 %, pertukaran
udara 20-40 kali/jam, temperature 16-25 oC, humadity 45-55%.
2. Bila akan mengerjakan produk di ruang white area /kelas IA (daerah kritis dibawah
Laminar Air Flaw), maka harus melewati dulu buffer area daerah kritis (white area kelas
IB), syarat (CPOB 2001 hal 3.10a hal 60) : Jumlah cemaran partikel/m 3 ≥ 0,5 µm
maksimal sebanyak 3500, cemaran partikel/m 3 ≥ µm (nihil), jumlah cemaran mikroba/m 3
maksimal sebanyak <1, effesiensi saringan 99,997 %, pertukaran udara 20-40 kali/jam,
temperature 16-25 oC, humadity 45-55%.
3. Siapkan peralatan. Alat sudah dibersihkan dengan aqua, typo 0,1 %, etOH 75 % dan
terakhir aqua kembali. Beri label “telah dibersihkan”. Set peralatan sesuai dengan
master formula untuk produk yang diproduksi. Beri “siap digunakan”.
4. Alat disterilkan secara sterilisasi desinfeksi permukaan dengan menggunakan larutan
2% ammonium kuartener 1 : 1000 atau larutan 1-2 % germisida fenolik untuk
permukaan keras dan licin. Untuk alat dengan permukaan logam, tambahkan 0,2 %
Natrium nitrit dalam larutan ammonium kuartener dan 0,5 % Natrium bikarbonat ke
dalam germisida fenolik untuk mencegah timbulnya karat (Lachman hal 1287).
5. Karet seal pipet tetes mata, logam penutup ataupun plastic pipet tetes mata disterilisasi
secara sterilisasi gas menggunakan gas etilen oksida dalam ruangan dengan
kelembaban 98% selama 60 menit dan sebelumnya telah dipanaskan 55 oC (131 oF)
dan vakum awal kira-kira 27 inchi Hg. Konsentrasi etilen oksida 450 mg/L dengan
tekanan 28 psig dan waktu pemaparan minimum 6 jam (Lachman hal 1283-1284).
6. Ruangan (lantai dan dinding) secara sterilisasi desinfeksi permukaan disterilkan dengan
menggunakan larutan 2 % ammonium kuartener 1 : 1000 atau 1-2 % germisida senolik
untuk permukaan keras dan licin (Lachman hal 1287).
7. Karyawan daerah steril tidak berpenyakit menular, dan tidak sedang sakit flu, batuk
atau sakit tenggorokan. Bila sakit harus melapor ke supervisor dan sementara
ditempatkan bukan pada daerah steril sampai benar-benar sembuh. Cuci tangan
dengan menggunakan cairan antiseptik khusus, keringkan lalu mengganti pakaian
rumah dengan pakaian khusus produksi, kenakan tutup kepala, sarung tangan dan
masker. Karyawan masuk ke ruang produksi melalui airlock dengan kaki kanan,
kenakan sepatu khusus, lalu kaki kiri dan kenakan juga sepatu khusus. Hal ini untuk
mencegah perpindahan mikroba dari lantai luar ke ruang airlock. Masuk ke ruang
produksi, pimtu sebelah ujung tidak boleh dalam keadaan terbuka, untuk mencegah
aliran udara luar masuk ke ruang produksi. Inilah yang disebut sebagai airlock
(pengunci atau penahan aliran udara). Bila kedua pintu terbuka secara bersamaan,
maka alarm akan berbunyi.
8. Sebelum memasuki white area (kelas II), maka karyawan di ruang ganti pakaian grey
area, harus melepaskan pakaian grey area dan mengganti dengan pakaian dari bahan
Dacron, sarung tangan,masker dan sepatu steril khusus white area. Masuk ke ruang
white area dengan cara yang sama dengan grey area, lalu dengan cara yang sama
dengan grey area, lalu di air lock akan disemprot (sterilisasi gas) dengan menggunakan
etilenoksida. Setelah itu baru aman dan steril untuk masuk ke white area.
9. Botol tetes mata dicuci dengan Na pyrofosfat 0,5 % dengan mesin cuci otomatis. Cuci
dan bilas dengan aqua denemineralisata, keringkan dalam tunel dryer suhu 60 oC
selama 2 jam. Dinginkan pada suhu kamar selama 1 jam. Sterilisasi secara
pemanasan. Bawa ke ruang produksi melalui air lock khusus kemasan primer.
10. Botol tetes mata tahan pemanasan, disterilkan secara pemanasan kering di oven suhu
180 oC (356 oF) selama 2 jam atau suhu 260 oC (500 OF) selama 45 menit (Lachman
hal 1263).
11. Bahan baku diambil dari gudang bahan baku. Kirim ke ruang penimbangan (kelas III)
melalui air lock. Timbang sesuai master formula. Cek oleh kepala regu dan kepala unit.
Setelah OK, sterilisasi dan kirim ke ruang produksi melalui air lock khusus bahan baku.
12. Air steril untuk tetes mata dibuat dengan sistem reverse o dengan tekanan 200-400
psi. membrane filter dan ester selulosa atau poliamida ukuran 0,3 memefektif menahan
semua makromolekul hingga 85%ion. Air disimpan dan disalurkan dalam sistem pipa
khusus dengan desain yang memungkinkan tidak adanya genangan air (air terus
mengalir) dengan mempertahankan suhu air 85 oC dengan cara pipa diselubungi pipa
khusus uap panas (lachman hal 1337)
13. Bahan kemas sekunder diambil dari gudang bahan kemas sesuai master foermula
/CPB produk yang akan diproduksi. Kirim ke ruang packing sekunder (black area).
Cetak no batchnya dan tanggal ED sesuai master formula. Cek oleh kepala regu dan
kepala unit. Setelah itu baru siap untuk dipakai mengemas produk.
14. Di ruang produksi (white area) :
a. Zat aktif larut air (kg) dan water pro injection (L) di masukkan ke dalam mixing tank
50 L, aduk 100 rpm selama 30 menit, alirkan ke mixing tank 100 L.
b. NaCl/ pengisotonis (g) + pengomplek (g) + pengawet (g), yang masing-masing
sudah ditambahkan water pro injection (ml) dimasukkan ke dalam mixing tank 50
L, aduk dengan kecepatan 100 rpm selama 30 menit. Alirkan ke mixing tank 100 L.
c. Tambahkan pengisohidris (HCl atau NaOH) (ml) (telah dikalibrasi oleh bagian
R&D, tambah water pro injection ad 100 L (ad tanda pada dinding dalam mixing
tank), aduk dengan kecepatan 1500 rpm selama 1 jam.
d. Filtrasi larutan pada membrane penyaring dengan jalan pengaliran melalui pipa
pada suhu 85oC dengan ukuran membran 0,3 mikrometer dan terbuat dari bahan
ester selulosa, alirkan langsung ke strorage tank melalui vakum. Beri label
quarantine.

15. Lakukan evaluasi/pemeriksaan IPC :


a. Tingkat keasaman/ pH (FI IV hal 1039)
Menggunakan potensiometrik (pH meter) yang telah dibakukan sebagaimana
mestinya, yang mampu mengukur pH sampai 0,02 unit pH dengan menggunakan
elektroda indicator yang peka terhadap aktivitas ion hydrogen, elektroda kaca dan
elektroda pembanding yang sesuai seperti elektroda kalomel atau elektroda perak-
perak klorida. Pengukuran dilakukan pada suhu 25=2 oC kecuali dinyatakan lain
dalam monografi.
Skala pH ditetapkan dengan persamaan sbb :

pH = pHs + (E – Es)

dimana :

E dan Es adalah potensial terukur dengan sel galvanic berisi larutan uji.

pHs = larutan dapar untuk pembakuan

k = harga perubahan dalam potensial per perubahan unit dalam pH.

b. Kadar (sesuai monografi masing-masing zat aktif).


c. Uji sterilisasi
Bersihkan permukaan luar wadah dan tutup wadah menggunakan bahan
dekontaminasi yang sesuai dan ambil isi secara aseptik.
Prosedur : Ambil sejumlah tertentu produk yang telah terlebih dahulu dibuat
suspensi dalam cairan pengencer steril. Kemudian inokulasikan ke dalam
masing-masing tidak kurang dari 40 ml media tioglikolat cair dan SOYBEAN-
Calsium digest medium. Inkubasi selama tidak kurang dari 14 hari. Amati
pertumbuhan pada media secara visual sesering mungkin sekurang-kurangnya
pada hari ke-3, ke-4 atau ke-5, pada hari ke- atau ke-8 dan pada hari terakhir
dari masa uji. Jika zat uji menyebabkan media menjadi keruh sehingga ada atau
tidaknya pertumbuhan mikroba tidak segera dapat ditentukan secara visual,
pindahkan sejumlah memadai media ke dalam tabung baru berisi media yang
sama, sekurang-kurangnya 1 kali antara hari ke-3 dan ke-7 sejak pengujian
dimulai. Lanjutkan inkubasi media awal dan media baru selama total waktu tidak
kurang dari 14 hari sejak inokulasi awal.
Hasil : Suatu bahan adalah steril asalkan hasil yang diperoleh sekurang-
kurangnya setara keandalannya. Seandainya timbul perbedaan, jika tanda
adanya kontaminasi diperoleh dengan menggunakan prosedur yang ada dalam
farmakope ini, maka hasil yang diperoleh menentukan bahwa bahan tersebut
tidak memenuhi syarat.

d. Uji efektivitas pengawet

Prosedur : Jika wadah sediaan dapat ditembus secara aseptik menggunakan


jarum suntik melalui sumbat karet, lakukan pengujian pada 5 wadah asli sediaan.
Jika wadah sediaan tidak dapat ditembus secara aseptik, pindahkan 20 ml
sampel ke dalam masing-masing 5 tabung bakteriologik bertutup, berukuran
sesuai dan steril. Inokulasikan masing-masing wadah atau dengan salah satu
suspensi mikroba baku, menggunakan perbandingan 0,1 ml inokula setara
dengan 20 ml sediaan, dan campur. Mikroba uji dengan jumlah yang sesuai
harus ditambahkan di dalam sediaan uji segera setelah inokulasi adalah antara
100.000 dan 1.000.000 per ml. tetapkan jumlah mikroba viabel didalam tiap
suspensi inokula dan hitung angka awal mikroba tiap ml sediaan yang diuji
dengan metoda lempeng. Inkubasi wadah atau tabung yang telah diinokulasikan
pada suhu 20oC sampai 25oC. amati wadah atau tabung pada hari ke 7, ke 14, ke
21 dan ke 28 sesudah diinokulasi.

Catat tiap perubahan yang terlihat dan tetapkan jumlah mikroba viabel pada tiap
selang waktu tersebut dengan metoda lempeng.

Penafsiran hasil : suatu pengawet dinyatakan efektivitasnya di dalam contoh


yang diuji, jika :

1) Jumlah bakteri viable pada hari ke 14 berkurang hingga tidak lebih


dari 0,1% dari jumlah awal.
2) Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah
tetap atau kurang dari jumlah awal
3) Jumlah tiap mikrobiologi uji selama hari dari 28 hari pengujian
adalah tetap atau kurang dari bilangan yang di sebutkan pada a dan
b

Penetapan bobot jenis (F1 IV hal 1030)


Penetapan bobot jenis didasarkan pada perbandingan bobot zat di udara pada
suhu 25o C atau suhu yang terhadap dalam monografi terhadap bobot air
dengan volume dan suhu sama, Prosudur gunakan piknometer bersih kering dan
telah dikalibrasi dengan menetapkan bobot air yang baru dididihkanpada suhu
250c atur hingga suhu suatu saat uji lebih kurang 200, masukan ke dalam
piknometer .atur suhu piknometer yang telah di isi hingga suhu 25 0 buang
kelebihan zat uji dan timbang. Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot
piknometer yang telah diisi.
e. Uji keseragaman bobot (FI III HAL 19)
Sediaan tetes mata harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1) Hilangkan etiket 10 wadah, cuci bagian luar wadah air dan keringkan.
2) Timbang satu persatu dalam keadaan terbuka.
3) Keluarkan isi wadah, cuci wadah dengan air kemudian dengan etanol (95%
P ) keringkan pada suhu 105 hingga bobot tetap, dinginkan , timbang satu
persatu.

Bobot isi wadah tidak boleh menyimpang lebih dari batas yang tertera, kecuali
satu wadah yang boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang tertera.

Bobot yang tertera pada etiket Batas penyimpang dalam %


Tidak lebih dari 120 mg ±10
Antara 120 mg dan 300 mg ±75
Lebih dari 300 mg atau lebih ±5

f. Penetapan viskositas dan sifat alir (TS Unand hal 112)


Alat : Viskometer Hoeppler
Prosedur :
Isi tabung yang ada pada alat dengan cairan yang akan diukur viskositasnya,
kurang lebih setengahnya.
Masukkan bola yang sesuai

Tambahkan cairan dalam tabung hingga penuh, kemudian tabung ditutup.

Hitung waktu yang diperlukan oleh bole melalui cairan dengan jarak tertentu.

Hitung pula bobot jenis cairan dengan menggunakan piknometer.

Hitung viskositas dengan menggunakan rumus :

n = B (p1 – p2) . t

B = konstanta bola

P1 = bobot jenis bola

P2 = bobot jenis cairan

t = waktu yang diperlukan oleh bola (detik)


16. Setelah pihak IPC meloloskan maka strorage tank diberi tanda “diterima” dan massa
dialirkan ke dalam one filling machine melalui pompa vakum. Dimana pengisian tetes
mata, penutupan (sealing ) botol tetes mata langsung pemasangan pipet, labeling dan
sterilisasi dilakukan dalam 1 jalur. Mesin diawasi 2 orang operator di ruang pengisian
(white area kelas II atau IA/aseptis), karyawan hanya bekerja pada white area (kelas II )
yang disekat dengan lembar plastic khusus pada conveyer (ban berjalan ) untuk
memindahkan botol tetes mata yang sudah diisi. IPC melakukan uji :
1) Uji keseragaman volume
Pilih 3 wadah kemudian ambil isi tiap wadah dengan alat suntik hipodermik
kering, keluarkan gelembung udara dari dalam jarum dari alat suntik dan pindahkan
isi dalam alat suntik tanpa mengosongkan bagian jarum ke dalam gelas ukur kering
volume tertentu yang telah dibakukan sehingga volume tertentu yang diukur
memenuhi sekurang-kurangnya 40% volume dari kapasitas tertera. Hasil : volume
tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji satu persatu.
2) Uji kejernihan
Larutan tetes mata harus jernih dan bebas dari kotoran sehingga harus
dilakukan uji kejernihan yang dilakukan secara visual. Prosedur wadah-wadah
kemasan akhir diperiksa satu-persatu dengan menyinari wadah dan samping dengan
latar belakang berwarna hitam dan putih. Latar belakang hitam dipakai untuk
menyelidiki kotoran berwarna gelap.
17. terilisasi akhir dilakukan secara sterilisasi UV dari lampu kabut merkuri yang
dipancarkan secara eksklusif pada panjang gelombang 2537 angstrom dengan
intensitas radiasi 20 mikrowatt tiap cm 2 dengan waktu pemaparan 1100 detik untuk
membunuh spora Bacillus subtilis dan 275 detik untuk membunuh S. hemolyticus
(Lachman hal 1271-1273).
18. pengisian dan sterilisasi, produk yang sudah disusun pad arak khusus dikarantina dan
diberi label “Quarantine” lalu lakukan IPC :
1) Uji efektivitas pengawet
Prosedur : jika wadah sediaan dapat ditembus secara aseptic menggunakan
jarum suntik melalui sumbat karet, lakukan pengujian pada 5 wadah asli sediaan. Jika
wadah sediaan tidak dapat ditembus secara aseptik, pindahkan 20 ml sampel ke dalam
masing-masing 5 tabung bakteriologik bertutup, berukuran sesuai dan steril.
Inokulasikan masing-masing wadah atau dengan salah satu suspensi mikroba baku,
menggunakan perbandingan 0,1 ml inokula setara dengan 20 ml sediaan, dan campur.
Mikroba uji dengan jumlah yang sesuai harus ditambahkan di dalam sediaan uji segera
setelah inokulasi adalah antara 100.000 dan 1.000.000 per ml. tetapkan jumlah mikroba
viabel didalam tiap suspensi inokula dan hitung angka awal mikroba tiap ml sediaan
yang diuji dengan metoda lempeng. Inkubasi wadah atau tabung yang telah
diinokulasikan pada suhu 20oC sampai 25oC. amati wadah atau tabung pada hari ke 7,
ke 14, ke 21 dan ke 28 sesudah diinokulasi.
Catat tiap perubahan yang terlihat dan tetapkan jumlah mikroba viabel pada
tiap selang waktu tersebut dengan metoda lempeng. Penafsiran hasil : suatu pengawet
dinyatakan efektivitasnya di dalam contoh yang diuji, jika :
a) Jumlah bakteri viabel pada hari ke 14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1%
dari jumlah awal.
b) Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau
kurang dari jumlah awal.
c) Jumlah tiap mikrobiologi uji selama hari dari 28 hari pengujian adalah tetap
atau kurang dari bilangan yang disebutkan pada a dan b.
2) Uji sterilitas
Bersihkan permukaan luar wadah dan tutup wadah menggunakan bahan
dekontaminasi yang sesuai dan ambil isi secara aseptic. Prosedur : ambil sejumlah
tertentu produk yang telah terlebih dahulu dibuat suspensi dalam cairan pengencer
steril. Kemudian inokulasikan ke dalam masing-masing tidak kurang dari 40 ml media
tioglikolat cair dan Soybean-Calsium digest medium. Inkubasikan selama tidak kurang
dari 14 hari. Amati pertumbuhan pada media secara visual sesering mungkin sekurang-
kurangnya pada hari ke-3, ke-4 atau ke-5, pada hari ke- atau ke-8 dan pada hari
terakhir dari masa uji. Jika zat uji menyebabkan media menjadi keruh sehingga ada
atau tidaknya pertumbuhan mikroba tidak segera dapat ditentukan secara visual,
pindahkan sejumlah memadai media ke dalam tabung baru berisi media yang sama,
sekurang-kurangnya 1 kali antara hari ke-3 dan ke-7 sejak pengujian dimulai. Lanjutkan
inkubasi media awal dan media baru selama total waktu tidak kurang dari 14 hari sejak
inokulasi awal.
Hasil : suatu bahan adalah steril asalkan hasil yang diperoleh sekurang-
kurangnya setara keandalannya. Seandainya timbul perbedaan, jika tanda adanya
kontaminasi diperoleh dengan menggunakan prosedur yang ada dalam farmakope ini,
maka hasil yang diperoleh menentukan bahwa bahan tersebut tidak memenuhi syarat.
3) Uji volume terpindahkan (FI IV hal 1089)
Pilih tidak kurang dari 30 wadah
Prosedur : tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur
kering terpisah dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari 2,5 kali volume yang diukur
yang telah dikalibrasi, secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukan gelembung
udara pada waktu penuangan dan diamkan selama tidak lebih dari 30 menit. Jika telah
bebas dari gelembung udara, ukur volume dari campuran. Volume rata-rata suspensi
yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100% dan tidak satupun volume wadah
yang kurang 95% tetapi tidak kurang dari 90% seperti volume yang dinyatakan pada
etiket.

18. Setelah dinyatakan lulus uji. botol-botol dibawa ke ruang pengemasan sekunder melalui
pass box. Pengemasan sekunder dilakukan secara manual dimana botol dan brosur
dimasukkan ke dalam dus lipat, dimasukkan ke dalam karton. IPC pengemasan akan
melakukan pemeriksaan estetika kemasan. Seksi sampling akan mengambil 3 botol
sediaan untuk retain sample (pertinggal)

19. Kirim ke gudang produk jadi. Lakukan serah terima dari bagian produksi ke bagian
logistic.

I. Pengetahuan Kefarmasian
1. Aspek Industri
Perencanaan produksi suatu sediaan di dalam industry farmasi dilakukan oleh bagian
perencanaan produksi dan pengendalian persediaan (PPIC). Bagian ini merupakan bagian
yang menjebatani antara marketing dengan produksi, melaksanakan kegiatan berdasarkan
surat perintah produksi (SPP) dan catatan produksi batch (CPB). CPB merupakan dokumen
yang berisi tentang formulasi sediaan, semua personel dan persyaratan yang harus dipenuhi
selama proses produksi selama sesuatu yang diamati dicatat pada dokumen tersebut. Setelah
selesai melakukan proses produksi didapatkan hasilproduk jadi yang disimpan digudang obat
jadi untuk selanjutnya didistribusikan ke pasaran. Pembuatan tetes mata dilakukan pada
ruang kelas I. system produksi yang digunakan adalah horizontal close system.
2. Aspek Rumah Sakit
Penggunaan dan pengelolaan obat-obatan di RS dilakukan oleh IFRS. Perencanaan
dan pengadaan obat-obatan disesuaikan dengan dana serta kebutuhan di RS. Penyimpanan
obat dan perbekalan farmasi dikelompokkan sesuai dengan jenis barangnya. Selain dalam
manajemen RS apoteker juga melakukan monitoring penggunaan obat secara rasional dan
memonitor ES dari obat. Tetes mata ini disalurkan atau dapat diperoleh pada poli THT atau
apotek pelengkap di RS.
3. Aspek Apotek
Sediaan ini dipesan dan dibeli sesuai dengan kebutuhan apotek. Sebelum
pemesanan obat, terlebih dahulu dilakukan pengecekan terhadap obat-obat yang
persediaannya menipis dengan cara pemotongan kartu stok berdasarkan reep hari
sebelumnya, sehingga diketahui langsung stok yang ada. Pemesanan obat dilakukan oleh
asisten apoteker yang ditunjuk oleh apoteker dengan cara menghubungi PBF.
Setiap pemasukan dan pengeluaran barang dicatat dikartu stok. Obat ini diserahkan
pada pasien harus disertai konsultasi atau pemberian obat ini, sehingga pasien menggunakan
obat ini secara aman dan benar.

4. Aspek Undang-undang
Obat tetes mata dikelompokkan ke dalam golongan…(tergantung Zat aktif yang
dikandungnya). Dengan logo…..
J. Etiket Dan Brosur
1. Etiket

Pada sediaan tetes mata, pada etiket harus tercantum :

TRYTA ® LOGO

Tetes mata steril

Netto 5 ml

Komposisi :

Yang terdiri dari nama zat aktif dan jumlahnya serta bahan pengawet yang digunakan

Tetes mata steril mengandung :

Zat aktif………….x %

Pengawet………..y %

Atau

Tiap ml tetes mata steril mengandung

Zat aktif x mg

Pengawet y mg

Indikasi

Aturan pakai :

Teteskan 2-3 tetes pada mata. Ulangi 3 atau 4 kali sehari bila diperlukan

P no.3
Awas! Obat Keras
Hanya untuk bagian luar badan

Jangan digunakan bila larutan telah berubah warna atau keruh.

Jangan digunakan lebih dari 1 bulan semenjak segel dibuka.

Simpan di tempat sejuk dan kering dan terlindung dari cahaya

No. batch :

No. registrasi :

Exp.date :
Diproduksi oleh :

RADYA-FARMA

Padang-Indonesia

2. Brosur

Memuat segala sesuatu untuk menerangkan sediaan, antara lain :

TRYTA ® LOGO

Tetes mata steril

Komposisi :

Tetes mata mengandung :

Zat aktif………….x %

Pengawet………..y %

Farmakologi :

Indikasi :

Kontraindikasi :

Efek samping :

Aturan pakai :

Peringatan dan perhatian

Jika terjadi iritasi, hentikan pemakaian dan segera hubungi dokter

P no.3
Awas! Obat Keras
Hanya untuk bagian luar badan

(tergantung zat aktifnya)

Jangan digunakan bila larutan telah berubah warna atau keruh.

Jangan digunakan lebih dari 1 bulan semenjak segel dibuka.

Simpan di tempat sejuk dan kering dan terlindung dari cahaya

Kemasan : 1 botol @ 5 ml

No. Reg DTL (DKL) 0613902927 AI


Keterangan tambahan

Dapat berupa : OBAT LUAR Sesuai


HARUS DENGAN RESEP DOKTER dengan zat aktif

K. Contoh Sediaan Yang Sering Di Ujiankan


1. Deksametason + Neomisin Garam Zn + Asam borat
2. Sulfasetamid + Zn SO4 Acidum boricum + Efedrin
3. Polimiksin + Deksametason Garam Zn + Ankazolinum
4. Nafazolin + Antazolin Gentamisin + Betametason
Contoh sediaan yang beredar :
a. Sulfasetamid Na : Albuvid® (ISO vol 41 hal 448)
Bleph® (ISO vol 41 hal 448)
Cendocetamid® (ISO vol 41 hal 449)
Dansemid® (ISO vol 41 hal 450)
b. Deksametason Na-fosfat Alletrol® (ISO vol 41 hal 448)
1) (-Neomisin. Polimiksin B SO4) Alletrol compositum® (ISO vol 41 hal 448)
Dexaton® (ISO vol 41 hal 450)
2) Betametason dihidrogen PO4 : Betagentam® (ISO vol 41 hal 448)
3) Gentamisin SO4 : Cendogentamycin® (ISO vol 41 hal 449)
(Dexametason Na PO4) Cendogentason® (ISO vol 41 hal 449)
Danigen® (ISO vol 41 hal 450)
4) Neomisin, Polimiksin : Cendostatrol® (ISO vol 41 hal 449)
BAB VII
PENCUCI MATA (COLLIRYA)

A. Penjelasan tentang sediaan


1. Definisi
Pencuci mata = pembilas mata, adalah larutan dalam air, yang ditentukan untuk
pencucian berulang kali atau pembasuh mata. Penggunaannya untuk mengobati tukak
dan kebakaran (pertolongan pertama), tetapi juga sebagai larutan pencuci desinfektan
(misal : larutan asam borat). Pencuci mata dibuat berdasarkan prinsip tetes mata dan
harus menunjukkan sifat microbial yang sama. (R. Voight : 532). Pencuci mata dilindungi
dari cahaya disimpan dalam wadah tertutup kedapkuman dan dingin. Periode
pemakaiannya sebaiknya tidak melampaui 10 hari setelah awal penggunaan ( R. Voight :
532)
Menurut Fornas : 310, Collyria adalah sediaan berupa larutan steril, jernih, bebas
zarah asing, isotonus, digunakan untuk membersihkan mata. Dapat ditambah zat dapar
dan zat pengawet. Kolirium dibuat dengan melarutkan obat dalam air, saring hingga
jernih, masukkan dalam wadah, tutup dan sterilkan dengan Cara sterilisasi A, B atau C,
pindahkan ke dalam wadah steril secara aseptik. Alat dan wadah yang diunakan dalam
pembuatan kolirium harus bersih dan steril. (Fornas : 310)
Dalam ringkasan kak Imam / Desain Formula, pengertian dari obat cuci mata
adaalah larutan steril yang digunakan untuk mencuci atau membilas mata, larutan
umumnya isotonic atau sedikit hipertonik yang ditujukan agar kotoran pada mata dapat
keluar akibat daya osmosis dari larutan hipertonik (tapi maaf ya temen2, referensinya
setelah dikonfirmasi ternyata berbeda redaksinya dengan referensi yang ditulis oleh
beliau, jadi diharapkan untuk kita mencari redaksi ini diambil dari literature yang mana).

a. Alasan Pemilihan Bentuk Sediaan


1) Kolirium memiliki kelebihan dalam hal kehomogenan, bioavaibilitas dan
kemudahan dalam penanganan.
2) Kolirium lebih menyenangkan digunakan karena zat aktif dalam bentuk
terlarut.

b. Keuntungan Dan Kelemahan


1) Keuntungan :
Larutan mata memiliki kelebihan dalam hal kehomogenan, bioavaibilitas dan
kemudahan dalam penanganan.
2) Kelemahan :
Volume larutan yang dapat ditampung oleh mata sangat terbatas (1.k 7 µl)
maka larutan yang berlebih dapat masuk ke nasal cavity lalu masuk GI
menghasilkan absorpsi sistemik yang tidak diinginkan.

c. Hal-hal yang harus diperhatikan : (Fornas : 310)


1) Larutan harus jernih
2) Bebas zat asing, serat dan benang
3) Kejernihan dan sterilitas harus memenuhi syarat yang tertera pada injeksi (FI).
4) Penyimpanan dalam wadah kaca atau plastik tertutup kedap
5) Pada etiket harus tertera :
a) Masa penggunaan setelah botol dibuka tutupnya
b) “obat cuci mata”
6) Kolirium yang tidak mengandung zat pengawet hanya boleh digunakan paling
lama 24 jam setelah botol dibuka tutupnya.
7) Kolirium yang mengandung zat pengawet dapat digunakan paling lama 7 hari
setelah botol dibuka tutupnya.

B. Cara isolasi zat aktif dari sediaan


Analisa zat aktif dalam sediaan

Collyrium

Noda Noda

Kerok Kerok

Analisa kualitatif & kuantitatif Analisa kualitatif &


kuantitatif

Untuk analisa kualitatif & kuantitatif, bisa merujuk ke FI III ATAU FI IV

C. Formulasi
1. Komposisi
Formulanya sama persis dengan tetes mata, hanya volumenya lebih besar, juga
bisa ditambah pengompleks (bisa juga tidak).
R/ Zat aktif
Pengisotonik NaCl, glukosa, asam borat
Pengisohidris HCl 0,1 N atau NaOH 0,1 N
Buffer Buffer borat, fosfat
Pengompleks Na EDTA
Pengawet
Pengawet
a. Benzalkonium klorida 0,01% (HoPE 2003 hal. 45)
b. Klorobutanol (HoPE 2003 hal. 141)
c. Fenil etil alkohol (HoPE 2003 hal. 431)
d. Fenil merkuri nitrat 0,001% (HoPE 2003 hal. 438)
Antioksidan (bila perlu)
a. Natrium metabisulfit (HoPE 2003 hal. 571)
b. Natrium bisulfit (HoPE 2003 hal. 572)
c. Natrium sulfit (HoPE 2003 hal. 572)
2. Formulasi standar
a. Kolirium Asam borat seng (Fornas:11)
b. Kolirium Efedrin (Fornas : 118)
c. Kolirium seng sulfat 0,1 % (Fornas : 305)
d. Collyrium Zinci Luteum (Martindale 26 :272)
e. Collyrium Zinci Sulfirici Compositum (Martindale 26 :272)
f. Collyrium Zinci Luteum (Martindale 26 :1494)
3. Alasan pengambilan bahan
Sama seperti pada tetes mata
4. Perhitungan
Pada prinsipnya sama dengan tetes mata

D. Cara Kerja dan IPC (evaluasi)


Pada prinsipnya sama dengan tetes mata

E. Aspek PKL
Pada prinsipnya sama dengan tetes mata. Tapi ada juga yang akan saya tambahkan
1. Aspek industry Perencanaan produksi suatu sediaan di dalam industry farmasi dilakukan
oleh bagian PPIC (Production Planning Inventory Control) yang juga menjembati antara
marketing dengan bagian produksi sehingga tetap dapat mengontrol dan memenuhi
kebutuhan pasar akan sediaan. PPIC akan mengeluarkan surat perintah kerja pada bagian
produksi dan pengemasan untuk memproduksi suatu sediaan. Akan diproduksi oleh bagian
prodduksi steril setelah bagian ini menerima SPK (Surat Peerintah Kerja) dan master
formula darri PPIC.
Produksi juga dilakukan berdasarkan prosedur yang telah dittetapkan oleh PPIC.
PPIC akan membuat suatu perrencanaan jika semua bahan baku dan bahan pengemasan
tersedia di gudang dan berdasarkan laporan dari bagian pemasaran. Setelah SPK diterima
oleh bagian produksi dan pengemasan, bagian ini segera mempersiapkan alat, bahan,
tenaga yang diperlukan untuk mempoduksi…..setelah produksi…. Selesai, maka dikirim ke
gudang distribusi untuk selanjutnya dipasarkan oleh bagian pemasaran.
1. Aspek Apotek
Obat ini termasuk golongan obat…..dan dibeli dengan…..resep dokter. Dan
penyerahannya biasanya dilengkapi dengan kotak dan brosur. Untuk obat bebas
terbatas, biasanya disusun dietalase depan apotek sehingga mudah terlihat oleh
pembeli. Setiap pemesanan obat di apotek harus sepengetahuan Apoteker.
2. Aspek Rumah Sakit
Pengelolaan dan pengadaan obat-obatan di RS dilakukan oleh Instalasi Farmasi
RS. Obat dipesan ke PBF setelah diketahui oleh kepala instalasi dan ketua panitia
pengadaan obat. Obat dipesan dalam bentuk amprahan setelah menerima amprahan
dari masing-masing bangsal. Pengadaan obat di RS dilakukan berdasarkan pola
konsumsi dan pola epidemiologi yang mengacu pada penggunaan tahun sebelumnya
dan pola penyakit.
Obat yang telah dipesan akan diterima oleh panitia penerimaan di gudang
dengan menandatangani kuitansi barang yang diterima. Ketika barang datang, harus
diperiksa apakah barang sesuai ddengan yang dipesan, baik jumlah, jenis, merk,
organoleptis, bentuk kemasan dan lainnya. Hal ini disaksikan oleh ketua panitia
penerimaan barang yaitu kepada gudang di IFRS, dari wakil PBF dan beberapa anggota
panitia penerimaan barang.
Bangsal-bangsal akan mengamprah barag ke gudang IFRS sesuai kebutuhan 2 x
sebulan setelah amprahan ditandatangani oleh apoteker yang bertanggung jawab di
bangsal tersebut. Barang yang telah diamprah selanjutnya akan dipersiapkan oleh
asisten apoteker di gudang instalasi atas persetujuan kepala administrasi baik jumlah
maupun jenisnya. Kemudian barang dikirim ke bangsal melalui pekarya.

3. Aspek Undang-Undang
Menurut…..termasuk ke ddalam daftar obat…… Dengan logo bulatan hitan
dengan……, dimana disertai dengan tanda……
F. Etiket dan Brosur
1. Etiket
………Collyrium
Komposisi :
Tiap 100 ml cuci mata mengandung :
……………. Mg
……………. Mg
Indikasi :
Konjuctivitas, kelelahan dan radang mata
Aturan pakai :
2-3 kali sehari bilas pada mata yang sakit dengan menggunakan gelas mata
Penyimpanan :
Simpan di tempat yang sejuk (tidak dilemari es) dan terlindungi dari cahaya
Kemasan :
Botol 100 ml
Peringatan :
Tidak untuk luka pada mata
Masa penggunaan setelah botol dibuka tutupnya
Jika obat
Jangan gunakan setelah 7 hari segel dibuka
tergolong bebas
terbatas
Obat cuci mata
P No.3
Awas! Obat Keras
Hanya untuk bagian luar badan

No. Reg : D….L…………….24 AI


No. Batch : …………
Expire Date : ………..
Diproduksi Oleh :
…………….
Padang - Indonesia
Logo Pabrik
2. Brosur
………Collyrium
Komposisi :
Tiap 100 ml cuci mata mengandung :
……………. Mg
……………. Mg
Farmakologi :
Tergantung zat aktif (Referensi : FT. Dipiro)
Indikasi :
Konjuctivitas, kelelahan dan radang mata
Kontra indikasi :
Tidak boleh diberikan pada mata yang luka, pasien yang hipersensitif
terhadap golongan obat ini
Efek samping :
(Tergantung zat aktif juga)
Kemasan :
Botol 100 ml
Peringatan :
Tidak untuk luka pada mata
Masa penggunaan setelah botol dibuka tutupnya
Jika obat
Jangan gunakan setelah 7 hari segel dibuka
tergolong bebas
terbatas
Obat cuci mata
P No.3
Awas! Obat Keras
Hanya untuk bagian luar badan

No. Reg : D….L…………….24 AI (15 digit)

Diproduksi Oleh :
…………….
Padang - Indonesia
Logo Pabrik

Anda mungkin juga menyukai