Anda di halaman 1dari 12

MERANCANG PRODUK JASA

“Pengembangan Jasa Baru dan Service Deletion”

Disusun Oleh : Kelompok 1 Kelas 3G-D4

1. Asifatun Nafik (02)


2. Galuh Retno P (07)
3. Gita Permata F (08)
4. Reza Mubaroqi A (19)
5. Tahta Reza G.A (23)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PEMASARAN

JURUSAN ADMINISTRASI NIAGA

POLITEKNIK NEGERI MALANG

2019
Pengembangan Jasa Baru

Perluasan rentang jasa ini dilakukan dengan mengembangkan jasa baru. Situasi-situasi
yang menuntut dikembangkannya jasa baru meliputi :

 Bila jasa utama telah mencapai kedewasaan dalam siklus hidupnya dan kemungkinan
besar bakal masuk tahap penurunan, sehingga jasa baru dibutuhkan untuk
memperthankan tingkat penjualan.
 Jasa baru dikembangkan sebagai wahana untuk memanfaatkan kapasitas menganggur.
Sebagi contoh, manajemen hotel bisa saja merancang jasa baru (seperti tempat retret
dan konferensi/seminar/rapat/ lokarya) untuk mengisi kamar hotel yang kosong
selama periode sepi.
 Jasa baru bisa berguna untuk menyeimbangkan portofolio penjualan organisasi saat
ini dan pada gilirannya menekan risiko ketergantungan pada hanya sedikit jasa yang
ditawarkan dalam rentang jasa.
 Dalam rangka menjalin dan mempertahankan relasi dengan para pelanggan,
organisasi jasa harus meluncurkan jasa-jasa baru agar dapat menyediakan portofolio
jasa yang komprehensif.
 Ada peluang bagi organisasi untuk memuaskan kebutuhan yang belum terpenuhi
melalui suatu jasa baru. Peluang ini bisa muncul sebagai akibat pesaing meninggalkan
pasar tersebut atau karena adanya permintaan laten tertentu yang berpotensi besar
untuk direalisasikan.
Karakteristik intagibilitas memiliki implikasi bahwa pengembangan jasa bisa
gampang ditiru oleh pesaing. Karena umumnya pengembangan jasa tidak dapat
dipatenkan, maka peniruan/imitasi jarang dapat dicegah. Dengan demikian isitilah
“jasa baru” mengandung berbagai makna mulai dari perubahan minor atas jasa yang
sudah ada hingga inovasi besar-besaran. Paling tidak, ada lima tipe jasa baru :
 Style changes. Termasuk di dalamnya perubahan dekor dan logo jasa.
 Service improvements. Tipe ini meliputi penyempurnaan atau perubahan aktual atas
karakteristik tertentu pada jasa yang telah tersedia bagi pasar saat ini. Misalnya,
sistem komputerisasi akademik menggantikan sistem manual.
 Service line extensions. Tipe ini merupakan penambahan pada rentang produk jasa
yang ada saat ini. Misalnya selain program reguler, fakultas ekonomi juga membuka
program ekstensi dan studi jarak jauh (e- class).
 New services. Tipe ini merupakan jasa baru yang ditawarkan suatu organisasi jasa
kepada para pelanggannya saat ini, sekalipun mungkin jasa baru tersebut telah
ditawarkan para pesaing. Misalnya, pasar swalayan memberikan fasilitas kredit lunak
kepada para pelangganya.
 Major innovations. Tipe ini mencakup jasa yang sama sekali baru untuk pasar baru.
Contohnya, penyediaan multi-user “voice mail” recording services.

Pengembangan jasa baru tidak lepas dari biaya, ketidakpastian, dan risiko kegagalan.
Menurut Cooper (1993), mayoritas program pengembangan produk baru gagal
mencapai pasar sasaran dan dari produk baru yang benar-benar bisa mencapai pasar,
sekitar 35% diantaranya mengalami kegagalan.
Akan tetapi, sejumlah riset menunjukkanbahwa risiko kegagalan peluncuran produk
baru dapat ditekan melalui penerapan proses pengembangan secara sistematis. Pada
prinsipnya proses tersebut terdiri atas 6 tahap utama.
 Pemunculan Ide. Ide jasa baru bisa bersumber dari sumber internal (misalnya dari
manajemen puncak dan karyawan) maupun sumber ekternal (konsultan, pelanggan,
pemasok, distributor, publikasi, pesaing, dan lain-lain).
 Penyaringan Ide. Tahap ini meliputi aktivitas mengevaluasi ide-ide yang muncul dan
mengeliminasi gagasan-gagasan yang tidak sesuai dengan tujuan dan sumber daya
organisasi. Biasanya berbagai kriteria ditetapkan (misalnya, relevansi dan kontribusi
suatu gagasan terhadap citra organisasi) agar ide yang beraneka ragam dapat
dibandingkan. Akan tetapi setiap perusahaan beroperasi dalam lingkungannya
masing-masing, oleh sebab itu perusahaan memiliki kebijakan penyaringan ide sesuai
kebutuhan perusahaan.
 Pengembangan dan Pengujian Konsep. Ide-ide yang lolos dari tahap penyaringan
perlu diterjemahkan ke dalam konsep-konsep jasa yang kemudian diujikan pada
sekelompok pelanggan sasaran. Dalam tahap ini, setiap konsep jasa perlu dilengkapai
pula dengan positioning yang mencakup penyajian visula atas citra jasa bersangkutan
dibandingkan dengan jasa pesaing dan jasa lainnyadalam bauran jasa organisasi.

Setiap konsep jasa perlu dilengkapi pula dengan positioning yang mencakup penyajian visual
atau yang bersangkutan dibandingkan dengan jasa pesaing dan jasa lainnya dalam bauran jasa
organisasi.
 Analisis bisnis , ide yang dikemukakan tersebut selanjutnya dituangkan dalam
proposal bisnis. Kemungkinan sukses/gagalnya dianalisis. Demikian pula sumber
daya yang dibutuhkan (sumber daya manusia, sumber daya fisik ekstra, dan sumber
daya lain lain). Pada tahap ini, banyak diantara faktor faktor penentu sukses finansial
jasa baru yang tegap bersifat spekulatif. Salah satu penyebabny adalah aktivitas proses
pengembangan jasa baru pesaing yang berdampak besar atas pangsa pasar dan harga
yang bisa ditetapkan untuk harga jasa baru tersebut
 Pengembangan, tahap ini merupakan tahap penerjemah gagasan ke dalam jasa
gagasan aktual yang dapat ditawarkan kepada pelanggan. Unsur unsur tangible dan
sistem penyampain jasa yang melandasi penawaran jasa keseluruhan harus dirancang
dan diuji. Sayangnya, pengujian (testing) tidak selalu mungkin dilakukan. Uji
pemasaran umumnya sangat terbatas dalam bisnis jasa. Salah satu alternatif yang bisa
dilakukan adalah mengintroduksi jasa baru dengan promosi yang terbatas untuk
menguji apakah jasabersangkutan beroperasi sebagai mana yang diharapkan.
 Komersialisasi, dalam tahap ini, organisasi jasa harus memutuskan kapan, dimana,
kepada siapa, dan bagaimana mengintroduksi jasa baru tersebut. Untuk mendukung
kesuksesan program pengembangan jasa baru, dibutuhkan budaya organisasi yang
kondusif bagi kondisi pasar yang selalu berubah dan dapar merespon perubahan
perubahan tersebut dengan cepat.

Dilihat dari perspektif pelanggan, proses keputusan pembelian jasa baru umumnya melalui
lima tahapan proses adopsi :

1. Awireness, yaitu pelanggan mengetahui keberadaan jasa baru tertentu, namun tidak
memiliki informasi yang memadai tentang jasa tersebut.
2. Interest, yakni pelanggan mencari dan mengumpulkan informasi tentang jasa baru.
3. Evaluation, yakni pelanggan mempertimbangkan apakah perlu untuk mencoba jasa
baru
4. Trial, yaitu pelanggan mencoba jasa baru dalam skala terbatas untuk menilai
estimasinya terhadap manfaat jasa baru yang bersangkutan.
5. Adoption, yaitu pelanggan memutuskan untuk memakai jasa baru secara penuh dan
rutin.
Setiap orang berbeda beda kesiapannya dalam hal mencoba jasa baru. Ada beberapa kategori
adopter yang didasarkan pada definisi inovasi dalam suatu populasi tertentu. Sebuah produk
atau jasa merupakan inovasi apabila ada unsur “kebaruan” didalamnya. “Kebaruan” bisa
ditinjau dari 2 dimensi (1) keunikan (seberapa berbeda dengan produk atau jasa yang sudah
ada). Dan (2) usia ( seberapa lama produk atau jasa yang bersangkutan ada di pasa (Shect dan
Mital 2014). Dalam hal keunikan, aspek yang lebih penting dibanding kebaruan absolut
adalah apakah suatu pelanggan mempersepsikan suatu produk/jasa itu unik. Sedangkan dalam
hal usia, aspek yang lebih krusial dibandingkan usia kronologis produk atau jasa adalah
kapan pelanggan pertama ali melihat, mendengar, atau mengetahuinya. Dengan demikian,
produk atau jasa yang telah ada cukup lama bisa saja tetap merupakab sebuah inovai bagi
sekelompok orang padahal produk atau jada tersebut diperkenalkan kepada kelompok
tersebut baru baru ini. Contohnya jasa chilf care dan retremen villages di negara negara
berkembang.

Menurut Rogers (1995) adapter jasa baru bisa dikelompokkan menjadi 5 tipe yaitu
innovators, early adapters , early majority, Late majority, dan Laggards. Innovators berani
mengambil risiko dalam mencoba jasa baru dan relatif lebih reseptif terhadap hal hal yang
sifatbya unfamiliar bagi mereka. Umumnya, inovator memiliki sejumlah karakteristik seperti
risk takers, vareaty seejera, status sosio ekonomi kelas atas cenderung lebih individualistik
dan independen dalam pemikiran, berminat terjadap produk (product interst) dan kurang
terintegrasi dengan anggota masyarat lainnya. Early adapters adalah opinion leaders dalam
komunitasnya dan mengadopsi ide ide baru secara cepat namun penuh perhitungan (berhati
hati). Early majority mengadopsi ide baru sebelum orang kebanyakan (average people). Late
majority bersikap skeptis dan hanya mengadopsi suatu inovasi apabila mayoritas orang lain
telah mencobanya. Laggerds adalah kelompok orang yang tergolong traditional bound,
dimana mereka cenderung menolak setiap perubahan dan baru bersedia mengadopsi inovasi
manakala ide baru bersangkutan telah menjadi semacam tradisi.
Gambar : Kategori adapters berdasarkan waktu relatif adopsi inovasi

Karakteristik produk baru mempengaruhi tingakat adopsi. Sebagaian produk diadopsi


sangat cepat (contohnya, internet diadopsi 50 juta pengguna di seluruh dunia dalam 4 tahun
dan 530 juta orang dalam 20 tahun), sebagian lagi sangat lambat diterima konsumen
(misalnya, radio membutuhkan waktu 36 tahun sebelum biasa mendapatkan 50 juta
pendengar di seluruh dunia) (Kotler, et al., 2004).

Rogers (1995) mengidentifikasi lima karakteristik inovasi yang mempengaruhi tingkat


adopsinya:

1. Keunggulan relatif (relative advantage), menyangkut tingkat superioritas inovasi


dibandingkab yang sudah ada. Semakin besar persepsi pelanggan terhadap
keunggulan relatif sebuah inovasi baru, semakin cepat proses adopsi inovasi
bersangkutan.
2. Kompabilitas, mencerminkan tingkat kesesuaian antara inovasi dengan nilai-nilai da
pengalaman pelanggan potensial.
3. Komplesitas, merefleksikan tingkat kesulitan dalam memahami atau menggunakan
inovasi baru bersangkutan.
4. Disibility, mengacu pada sejauh mana inovasi bisa dicoba secara terbatas.
5. Communicability, yakni sejauh man hasil dari menggunakan inovasi baru bisa diamati
atau dideskripsikan kepada orang lain.

Selain kelima karakteristik diatas, beberapa faktor lain juga yang berperan penting
dalam mempengaruhi tingkat adopsi, di antaranya biaya (initial costs dan ongoing cots),
risiko ketidakpastian (biaya kegagalan produk/jasa dan ketidakpuasan), serta pengakuan
sosial (social approval).

SERVICE DELETION

Manajemen produk jasa membutuhkan informasi pemasaran yang akurat, relevan dan
tepat waktu mengenai keberhasilan/kegagalan setiap jasa dalam pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan. Selain mempertahankan jasa yang sukses dan berinvetasi pada jasa baru,
organisasi jasa juga harus memiliki ‘keberanian’ untuk mengeliminasi jasa-jasa yang sudah
tidak lagi memberikan kontribusi sebagaimana yang diharapkan. Hal ini menunjukkan
kebutuhan akan lima keputusan penting. Pertma, penetapan sasaran bagi setaip jasa. Kedua,
penilaian periodik terhadap kinerja setiap jasa. Ketiga, modifikasi jasa yang sudah ada, bila
mana diperlukan. Keempat, mengeliminasi jasa-jasa tertentu, bilama perlu. Dan kelima,
pengembangan jasa baru.

Dalam praktik, portofolio produk/jasa organisasi terbentuk sebagai hasil dari: (1)
respon khusus terhadap tantangan persaingan, (2) sejarah dan budaya organisasi: (3)
perintaan dari pelanggan: (4) respon terhadap peluan teknologi baru: dan (5) merger dan
akuisi. Pada umumnya, ada kecenderungan bahwa organisasi-organisasi jasa lebih suka
‘menambah’ ketimbang ‘mengurangi’ bauran jasanya. Sekalipun jasa-jasa tertentu yang
sudah ‘sekarat’ belum ‘mati’ sama sekali, namun jasa-jasa tersebut mengkonsumsi sumber
daya yang sebetulnya bisa dipergunakan secara lebih produksif dan efisien untuk keperluan
lain. Selain itu, ada pertimbangan secara bijaksana, misalnya: waktu manajmen yang
dicurahkan tidak sepadan dengan hasil yang dicapai, kerapkali proses produksi yang relatif
tidak ekonomis terpaksa harus dioperasikan; penyesuaian barang fisik); serta upaya pencarian
dan pengembangan jasa baru tertunda akibat perhatian ‘terpecah’ atau bahkan terpusat pada
jasa-jasa yang sudah ada saat ini.

Oleh sebab itu, organisasi jasa harus memiliki sistem perencanaan yang mencakup
pula kebijakan mengenai porduct/service deletion. Sangatlah naif bila menganggap bahwa
eliminasi atai deletion merupakan proses yang sederhana. Dalam kenyataannya, ada sejumlah
alasan yang menyebabkan prosedur eliminasi logis tidak mudah dilakukan:

1. Kerapkali perusahaan jasa tidak memiliki informasi yang bisa dijadikan dasar untuk
mengidentifikasi apakah prodk/jasa tertentu perlu dipertimbangkan untuk dieliminasi.
Bahkan sekalipun organisasi menyadari adanya jasa yang berpotensi untuk
dieliminasi, seringkali alasan kegagakan jasa bersangkutan tidak diketahui, dan
karenanya manajemen membiarkannya begitu saja sambil berharap bahwa masalah
tersebtu akan terselesaikan dengan sendirinya.
2. Manajemen seringkali bersikap sentimental terhadap produk/jasa tertentu dan
mengharapkan penjualan akan terangkat kembali apabila pasar membaik. Kadangkala,
unsur strategi pemasaran tertentu disalahkan dan ada semacam keyakinan bahwa
perubahan harga atau iklan bakal mampu memperbaiki situasi.
3. Didalam organisasi sendiri mungkin ada kesulitan-kesulitan politis dalam upaya
mengeliminasi jasa tertentu. Bisa saja ada individu-individu yang memiliki
kepentingan tertentu atas jasa tersebut dan bakal menentang kebijakan eliminasi. Tak
jarang pula terjadi bahwa ada staf yang menyembunyikan fakta sebenarnya mengenai
kinerja jasa demi menghindari eliminasi jasa.
4. Kadangkala ada pula kekhawatiran bahwa penjualan produksi/jasa lainnya
terpengaruh oleh produk/jasa yang akan dieliminasi. Misalnya, dealer mobil yang
menutup departemen penjualan mobil baru bisa juga kehilangan bisnis pada
departemen reparasi dan servis.
5. Tak jarang dijumpai pula kekhawatiran bahwa eliminasi jasa tertentu bisa berdampak
negatif terhadap citra organisasi secara keseluruhan dan mengundang protes dari
pelanggan setia/fanatik jasa bersangkutan. Sebagai contoh, penutupan beberapa kantor
cabang bank-bank besar di sejumlah lokasi di Australia yang menurut hasil analisa
dinilai kurang efisien bagi pihak bank ternyata mengundang kritik pedas dan protes
dari nasabah-nasabah reguler yang tinggal disekitar lokasi kantor cabang yang ditutup.

Pada kenyataannya, banyak perusahaan yang hanya akan mempertimbangkan


kemungkinan eliminasi bila jasa yang ditawarkan sudah mulai merugi atau jika terjadi krisis
yang menuntut adanya penciutan atau perampingan usaha. Pendekatan semacam ini sifatnya
sangat pasif dan seringkali kurang didasari pertimbangan strategik. Oleh sebab itu,
pendekatan yang sistematis sangat dibutuhkan. Setiap produk/jasa dinilai secara rutin dalam
hal penjualan, profitabilitas, biaya rata-rata, pangsa pasar, pangsa pesaing, harga pesaing, dan
sebagainya. Ini merupakan langkah vital pertama dalam prosedur elimnasi. Bila informasi
tersebut sudah diperoleh, organisasi bisa mengidentifikasi elemen-elemen yang lemah dalam
bauran jasa keseluruhan. Beberapa sinyal yang harus dicermati meliputi; kinerja penjualan
yang jelek; kinerja laba yang jelek, munculnya pesaing baru; bertambahnya secara drstis
waktu yang dicurahkan para eksekutif untuk satu jasa tertentu; dan lain-lain. Adanya sinyal-
sinyal semacam ini mengindikasikan kebutuhan akan pertimbangan lebih lanjut dan
kemungkinan untuk melakukan modifikasi jasa atau bahkan eliminasi total. Akan tetapi,
identifikasi jasa yang ‘lemah’ tidak secara otomatis berarti bahwa jasa tersebut langsung
harus dieliminasi.

Salah satu metode yang dapat diguanakn untuk menentukan produk yang patut
dieliminasi adalah indeks retensi produk/jasa (produk/service-retention index). Indeks ini
terdiri dari sejumlah faktor yang masing-masing di antaranya diberi bobot sesuai dengan
tingkat kepentingannya bagi perusahaaan jasa tertentu. Setaipa jasa kemudian dinilai
kinerjanya berdasarkan setaip faktor, lalu indeks retensi produk bisa diperoleh dengan
menjumlahkan semua hasil perkalian antara kinerja produk dengan bobot faktor (lihat contoh
pada Tabel 4.6). Jasa yang indeksnya paling kecil merupakan jasa yang paling potensial
untuk dieliminasi.

Tabel 4.6 Contoh Indeks Retensi Proa

BOBOT FAKTOR KINERJA


FAKTOR (BF) PRODUK/JASA

Potensi pasar masa depan bagi produk/jasa

Manfaat/keuntungan dari modifikasi jasa

Manfaat/keuntungan dari modifikosi strategi pemasaran

Manfaat berupa penghematan waktu eksekutif bila


mengeliminasi produk/jasa

Daya tarik/potensi peluang alternatif perusahaan

Kontribusi produk/jasa di luar biaya langsungnya

Kontribusi produk/jasa bagi penjualan produk/jasa lainnya

indeks retensi produk/jasa (IRP) (BF x KP


Dua di antara faktor-faktor retensi produk di atas berhubungan dengan kemungkinan
modifikasi, baik modifikasi jasa yang bersangkutan maupun modifikasi strategi
pemasaran keseluruhan. Sehubungan dengan itu, ade 12 alternatif strategi non-
deletion yang bisa diterapkan pada jasa-jasa yang kinerjanya jelek:

1. Memodifikasi produk atau jasa. Penekanan di sini adalah mengubah fitur (features)
tertentu sedemikian rupa sehingga setiap manfaat baru bisa sesuai dengan kebutuhan
dan keinginan pasar

2. Menaikkan harga. Alrernatif ini bisa cocok diterapkan bila tersedia cukup besar
pasar primer yang sifat permintaannya inelastis terhadap produk/jasa perusahaan.

3. Menurunkan harga. Alternatif ini cocok diterapkan bila kurva permintaan yang ada
bersifat elastis

4. Menambah pengeluaran promosi. Asumsinya adalah bahwa penjualan jasa cukup


responsif terhadap

peningkatan promosi yang dilakukan.

5. Menurunkan pengeluaran promosi. Bila penjualan kini terkornsentrasi pada pasar


primer yang kecil, maka penghematan promosi dapat dilakukan.

6. Merevisi bauran promosi. Ini bisa dilakukan sebagal hasil evaluasi ulang terhadap
program promosi orisinal.

7 Meningkatkan usaha wiraniaga sehingga jasa dapat lebih kompetitif

8. Menurunkan usaha wiraniaga bila penjualan terkonsentrasi pada pasar primer

9 Mengubah saluran distribusi

10. Mengubah sistem distribusi fisik (apabila elemen tangible merupakan komponen
yang signifikan dalam penawaran jasa)

11. Meningkatkan aktivitas riset pemasaran untuk mencari pasar baru atau
pemanfaatan/penggunaan baru atas produk jasa yang ada

12. Menjalin kontrak lisensi dengan perusahaan lain.


Bila salah satu di antara 12 alternatif strategi non -deletion yang dipilih, maka
perusahaan jasa harus memutuskan kapan strategi tersebut diimplementasikan dan
perubahan apa saja yang dibutuhkan pada bauran pemasaran yang bakal diterapkan.
Sebaliknya, jika eliminasi atau deletion yang dipilih, maka perusahaan harus
memutuskan cara mengimplementasikannya. Pilihan ini tidak selalu mudah
dilakukan, namun 3 alternatif pendekatan:

1. Langsung dieliminasi begitu saja.” Masalah potensial pada alternatif ini berkaitan
dengan kemungkinan masih ada pelanggan jasa tersebut. Bagaimana reaksi mereka?
Akankah mereka beralih ke pesaing? Mungkinkah mereka mengalihkan semua
bisnisnya ke pesaing?

2. Menaikkan harga dan membiarkan permintaan berangsur-angsur hilang dengan


sendirinya. Ini bisa berarti bahwa perusahaan berusaha mendapatkan segala
kemungkinan manfaat dan laba dari jasa tersebut sampai permintaan konsumen
berakhir.

3. Mengurangi promosi atau bahkan menghentkannya sama sekali. Alternatif ini juga
bisa meningkatkan profitabilitas sampai permintaan berakhir.

Apapun alternatif yang dipilih, organisasi harus benar-benar mempertimbangkan


faktor timing dari keputusan tersebut. Selain itu, perusahaan yang merencanakan
untuk menghapus atau mengeliminasi salah satu jasanya harus pula
mempertimbangkan lima aspek penting lainnya. Pertama, tingkat sediaan, terutama
bila unsur tongible merupakan komponen penting dalam penawaran jasa. Kedua,
pemberitahuan kepada pelanggan mengenai kapan suatu jasa akan dihentikan,
sehingga mereka bisa melakukan persiapan dan mencari alternatif jasa lainnya. Selain
itu, langkah ini juga bisa berdampak positif pada citra perusahaan yang
mempedulikan pelanggannya. Ketiga, manajemen harus secepat mungkin
memindahkan setiap sumber dayanya, terutama karyawan, ke jasa-jasa lain yang
sesuai. Ini bukan saja menghindari kemungkinan adanya sumber daya yang
menganggur dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), namun juga merupakan bagian
penting dari pemasaran internal yang sangat krusial bagi perusahaan jasa. Faktor
terpenting di sini adalah lamian dan komitmen perusahaan bahwa tidak akan ada
seorang pun karyawannya dari jasa yang dieliminasi yang bakal di PHK.
Bagaimanapun juga, sumber daya manusia merupakan aset organisasi yang paling
penting Keempat kemungkinan implikasi hukum dari keputusan eliminasi jasa,
misalnya kontrak yang disepakati dengan pihak lain (seperti pernasok, distributor, dan
pelanggan). Kelima, kemungkinan penolalan atau resistansi eksternal (dari pelanggan)
dan internal (dari para karyawan dan pihak manajemen).

Anda mungkin juga menyukai