Anda di halaman 1dari 35

Pada tahun 2020 menghasilkan ahli madya keperawatan

yang berkar unggul dalam penguasaan teknologi


keperawatan neurosains

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN SUHU

PROGRAM STUDI :: Program D III Keperawatan


MATA KULIAH :: Keperawatan Dasar
BEBAN STUDI :: 5 SKS
KELAS : 1 Reguler A
ANGGOTA KELOMPOK 4 : 1. Aas Uswatun Hasanah
P3.73.20.1.18.001
2. Annisa Ayunuraini
P3.73.20.1.18.005
3. Hana Afifa
P3.73.20.1.18.00
4. Khairunnisa
P3.73.20.1.18.021
5. Mia Andini Febrianti
P3.73.20.1.18.023
6. Siti Rahmah Zainurida
P3.73.20.1.18.036

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III


JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
bimbingan-Nya kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah Keperawatan Dasar yang
berjudul “Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Suhu”.

Makalah ini disusun untuk menjelaskan tentang konsep dasar suhu dan asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan suhu, diajukan demi
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Dasar.

Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca untuk menambah wawasan
dan pengetahuan mengenai konsep dasar suhu dan asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan pemenuhan kebutuhan suhu.

Bekasi, 8 April 2019

Tim penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan yang dibutuhkan oleh semua
manusia dan kebutuhan tersebut essensial agar seseorang dapat bertahan hidup. Dalam
memenuhi kebutuhan dasarnya, manusia dapat memenuhi secara mandiri ataupun
dengan bantuan orang lain. Terpenuhi atau tidak terpenuhinya kebutuhan dasar
seseorang menentukan tingkat kesehatan seseorang dan posisinya dalam rentang sehat-
sakit.
Kebutuhan dasar manusia menurut teori hirarki Abraham Maslow terdiri atas
kebutuhan fisiologis, keselamatan dan rasa aman, rasa cinta, harga diri, dan aktualisasi
diri. Teori hirarki merupakan teori yang dapat digunakan perawat untuk memahami
kebutuhan dasar manusia ketika mengaplikasikan asuhan keperawatan. Berdasarkan
pada tingkatan pada teori hirarki maslow, pemenuhan kebutuhan dasar manusia diawali
dengan pemenuhan kebutuhan fisiologis yang meliputi kebutuhan oksigen dan
pertukaran gas, kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan makan, kebutuhan eliminasi
urine, kebutuhan istirahat dan tidur, kebutuhan aktivitas, kebutuhan kesehatan
temperatur tubuh, dan kebutuhan seksual.
Suhu merupakan kebutuhan dasar manusia yang penting setelah kebutuhan
aktivitas. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara suhu yang ada di dalam tubuh dan
suhu di lingkungan, hal ini akan mengganggu sistem yang berkaitan dengan kebutuhan
suhu tersebut.
Perawat memiliki peran penting dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia
salah satunya adalah memenuhi kebutuhan temperatur tubuh atau suhu bagi klien.
Perawat yang paling dekat dan paling lama berada di sekitar klien sehingga perawat
lebih mengetahui mengenai kondisi klien. Dalam hal ini, perawat diwajibkan
membantu klien dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Hal ini diperlukan untuk
mengantisipasi faktor risiko yang menyebabkan ketidakseimbangan suhu.
Oleh karena itu, kebutuhan dasar suhu harus diperhatikan dan terpenuhi selama
dilakukan perawatan. Hal ini menarik minat penulis untuk membahas dan menyusun
makalah mengenai pemenuhan kebutuhan suhu bagi klien.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, diperoleh rumusan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimana proses fisiologi pengaturan suhu dalam tubuh?


2. Bagaimana proses pengeluaran produksi panas?
3. Bagaimana cara untuk mempertahankan keseimbangan suhu?

C. Tujuan
a) Tujuan Umum
Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan suhu pada individu yang normal.
b) Tujuan Khusus
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan yang ingin dicapai sebagai
berikut.
1. Mahasiswa menguasai pemenuhan konsep kebutuhan dasar suhu.
2. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan masalah
pemenuhan kebutuhan suhu.
BAB II

KONSEP DASAR SUHU

2.1 Pengertian Suhu


Suhu tubuh adalah kesimbangan antara panas yang diproduksi dan panas yang keluar
dari tubuh. Tubuh menghasilkan panas saat membakar makanan dan kehilangan panas
melalui kulit dan paru.

2.2 Faktor yang memengaruhi produksi panas


Beberapa faktor yang memengaruhi peningkatan atau penurunan produksi panas tubuh,
antara lain:
a. Basal Metabolime rate (BMR)
BMR merupakan energi di dalam tubuh guna memelihara aktivitas pokok seperti
bernapas. Besarnya BMR bervariasi sesuai dengan umur dan jenis kelamin. Banyak
faktor yang menyebabkan BMR meningkat diantaranya karena cedera, demam, dan
infeksi. Meningkatnya BMR ini menunjukkan tingginya metabolisme yang dialami
klien. Peningkatan metabolisme akan menghasilkan peningkatan produksi panas
dalam tubuh, sehingga suhu tubuh klien menjadi naik.
b. Aktivitas otot
Aktivitas otot, termasuk menggigil, dapat memproduksi panas tubuh sebanyak lima
kali (Guyton: 1982;554).
c. Peningkatan produksi tiroksin
Hipotalamus merespons terhadap dingin dengan melepas faktor releasing. Faktor
ini merangsang ropin pada adenohipofise untuk merangsang pengeluaran tiroksin
oleh kelenjar tiroid. Efek tiroksin meningkatkan nilai metabolisme sel di seluruh
tubuh dan memproduksi panas.
d. Termogenesis kimia
Termogenesis kimia adalah perangsangan produksi panas melalui sirkulasi
norepineprin dan epineprin atau melalui perangsangan saraf simpatis. Hormon-
hormon ini segera meningkatkan nilai metabolisme sel di jaringan tubuh. Secara
langsung, norepineprin dan epineprin memengaruhi hati dan sel-sel otot sehingga
meningkatkaan aktivittas otot. Selain itu, produksi sejumlah panas juga dapat
diperoleh melalui rangsangan saraf simpatis terhadap emak coklat.
e. Demam
Demam meningkatkan metabolisme sel. Reaksi-reaksi kimia meningkat rata-rata
120% untuk peningkatan suhu 10℃. Hal tersebut berarti setiap peningkatan 1℃
suhu tubuh menyebabkan 12% reaksi kimia akan terjadi.

2.3 Pengaturan Suhu Tubuh


Hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu di otak, mengendalikan suhu
tubuh dengan mengendalikan suhu darah.

Panas adalah produk metabolisme. Aktivitas otot dan kelenjar menghasilkan


sebagian besar panas tubuh. Ketika tubuh dingin, mengolahragakan otot akan
menghangatkan tubuh. Jika seseorang marah atau senang, kelenjar adrenal menjadi
sangat aktif dan orang tersebut menjadi merasa hangat. Proses pencernaan
meningkatkan suhu tubuh. Dingin, syok, dan obat-obatan tertentu menekan sistem saraf
dan menurunkan produksi panas. Hipotalamus merasakan perubahan ini dan melakukan
penyesuaian yang tepat.

Tabel. 2.1 Gambaran Rute, Kisaran Suhu, Dan Waktu.

TABEL.2.1 Kisaran Suhu Normal


RUTE KISARAN SUHU WAKTU
Oral (Mulut) 35,5ºC-37,5ºC (95,9ºF-99,5ºF) 0,5-1,5 mnt
Rektal (Anus) 36,6ºC-38ºC (97,9ºF-100,4ºF) 0,5-1,5 mnt
Aksila (Ketiak) 34,7ºC-37,3ºC (94,5ºF-99,1ºF) 1-3 mnt
Timpanik(Saluran auditorius) 35,8ºC-38ºC (96,4ºF-100,4ºF) 1-2 dtk
Arteri temporalis* 35,8ºC-38ºC (96,4ºF-100,4ºF) 1-2 dtk
Gambar 2.1 Pengaturan Suhu (sumber: …., thn)

2.4 Suhu Tubuh Normal


Variasi suhu normal cukup kecil. Perbedaan satu derajat atau lebih (Fahrenheit)
dianggap berada dalam batas normal jika klien tidak menunjukkan gejala demam atau
hipotermia. Faktor yang signifikan adalah suhu “normal” untuk individu tersebut.
Sebagian besar klien dapat memberi tahu kapan mereka mengalami demam atau merasa
tidak sehat kuncinya adalah mengikuti variasi suhu untuk individu tersebut dan pastikan
bahwa nilai ini tidak menyimpang jauh dari nilai dasar individu. Suhu tubuh normal
sering kali paling rendah di pagi hari dan paling tinggi di penghujung sore atau malam
hari. Suhu normal untuk bayi baru lahir lebih tinggi dibandingkan suhu normal orang
dewasa. Suhu tubuh turun secara bertahap ke suhu normal orang dewasa saat anak telah
matang.

Pengaruh lain pada suhu tubuh normal mencakup ovulasi, melahirkan dan
metabolisme individual. Tabel 2.1 berisi kisaran suhu normal untuk orang dewasa (yang
disebut sebagai afebris atau tanpa demam). Lama waktu sensor suhu untuk memperoleh
hasil pemeriksaan yang akurat pada area tubuh yang berbeda juga disebutkan.
Berikut rata - rata ukuran suhu tubuh normal berdasarkan kelompok usia:

Kelompok Usia Suhu Normal


Bayi 36,1°C-37,7°C
Anak 36,3°C-37,7°C
Dewasa 36,5°C-37,5°C

2.5 Faktor yang memengaruhi suhu tubuh


Beberapa faktor yang dapat memengaruhi peningkatan atau penurunan suhu tubuh,
antara lain:
a. Umur
Pada bayi baru lahir, mekanisme pengaturan suhu tubuhnya belum sempurna. Oleh
karenanya, suhu tubuh bayi sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan harus
dilindungi dari perubahan-perubahan suhu yang ekstrem.
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin dapat memengaruhi suhu tubuh. Misalnya, terdapat peningkatan suhu
tubuh sebesar 0,3—0,5℃ pada wanita yang sedang mengalami ovulasi. Hal tersebut
karena selama ovulasi terjadi peningkatan hormon progesteron. Hormon estrogen
dan progesteron meningkatkan basal metabolisme rate.
c. Emosi
Keadaaan emosi dan perilaku yang berlebihan dapat memengaruhi suhu tubuh.
Pada orang yang apatis, depresi dapat menurunkan produksi panas, sehingga suhu
tubuhnya pun dapat menurun.
d. Aktivitas fisik
Suhu tubuh dapat meningkat sebagai hasil dari aktivitas fisik, seperti olahraga.
Olahraga dapat meningkatkan metabolisme sel, sehingga produksi panas pun
meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan suhu tubuh.
e. Lingkungan
Lingkungan juga dapat memengaruhi suhu tubuh seseorang. Lingkungan yang
suhunya panas dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh.

2.6 Kehilangan Suhu Tubuh


Panas hilang dari tubuh dengan empat cara yaitu radiasi, konveksi, dan evaporasi.
Berikut ini akan dijelaskan secara ringkas mengenai empat cara kehilangan panas tubuh
tersebut.
a. Radiasi
Radiasi adalah cara untuk mentransfer panas dari permukaan suatu objek ke
permukaaan objek lain tanpa kontak di antara keduanya. Satu objek lebih panas dari
objek yang lain, maka ia akan kehilangan panasnya melalui radiasi. Misalnya
seseorang yang berdiri di depan kulkas yang terbuka, maka akan kehilangan panas
tubuhnya melalui radiasi.
b. Konduksi
Konduksi adalah pemindahan panas dari satu molekul ke molekul yang lain. Panas
dipindahkan ke molekul lainnya yang suhunya lebih rendah. Pemindahan melalui
cara konduksi ini tidak dapat terjadi tanpa adanya kontak di antara kedua molekul
tersebut. Misalnya, seseorang akan kehilangan panas tubuh bila direndam air es
selama waktu tertentu.
c. Konveksi
Kehilangan panas tubuh melalui konveksi terjadi karena adanya pergerakan udara.
Udara yang dekat dengan tubuh menjadi lebih hangat yang kemudian bergerak
untuk diganti dengan udara dingin. Misalnya, udara akan terasa dingin dengan
membuka pintu rumah.
d. Evaporasi
Kehilangan panas melalui evaporasi ini terus menerus terjadi sepanjang hidup.
Kehilangan panas secara evaporasi terjadi melalui pernapasan dan perspirasi kulit.

2.7 Peningkatan Suhu Tubuh


Suhu meningkat ketika produksi panas tubuh meningkat atau kehilangan panas
menurun; keduanya dapat terjadi secara bersamaan. Jika suhu meningkat, terjadi
demam (pireksia) individu dikatakan febris. Demam adalah tanda beberapa gangguan
di dalam tubuh. Demam sering kali menyertai penyakit dan menandai bahwa tubuh
sedang melawan infeksi. Dalam beberapa kasus, suhu yang sedikit di atas normal
berguna untuk melawan mikroorganisme.
Tanda klinis demam yaitu denyut jantung meningkat, frekuensi dan kedalaman
pernapasan meningkat, menggigil, pucat, kulit dingin (selama fase menggigil), kulit
kemerahan dan hangat, mengeluh merasa dingin (selama fase menggigil), bulu roma
berdiri pada kulit (selama fase menggigil).

Demam dibagi menjadi beberapa jenis yaitu sebagai berikut.

 Demam intermiten adalah suhu yang berganti-ganti antara demam dan normal atau
kurang dari normal.

 Demam remiten adalah suhu yang meningkat beberapa derajat di atas normal dan
kembali ke normal atau yang mendekati normal.

 Demam konstan adalah suhu yang tetap tinggi.

 Krisis adalah penurunan mendadak dari demam ke suhu normal.

 Lisis adalah peningkatan suhu kembali secara bertahap ke normal.

 Demam kambuhan/relaps adalah suhu yang kembali ke normal minimal selama


sehari, dan kemudian terjadi kembali.

2.8 Penurunan Suhu Tubuh


Suhu tubuh yang jauh di bawah normal disebut hipotermia. Dalam beberapa
keadaan, suhu tubuh sedikit di bawah normal mengindikasikan sesuatu yang
diinginkan. Penurunan suhu tubuh memperlambat metabolisme dan dengan demikian
menurunkan kebutuhan tubuh akan oksigen.
Tanda klinis hipotermia yaitu menggigil hebat (awalnya) merasa dingin dan
kedinginan, pucat, dingin, kulit seperti lilin, hipotensi, haluaran urine menurun,
koordinasi otot berkurang, disorientasi, dan mengantuk yang mengarah ke koma.

2.9 Perlengkapan Untuk Mengukur Suhu Tubuh

1. Termometer Elektronik

Termometer Elektronik digital digunakan dengan bantuan baterai dan


menunjukkan suhu tubuh klien di layar LED. Biasanya layar dapat diatur untuk
menunjukan hasil pemeriksaan dalam satuan C atau F (lebih banyak dengan satuan
C) bersihkan dan sterilisasi termometer sebelum dan sesudah digunakan.

2. Termometer Sekali Pakai


Termometer sekali pakai yang terbuat dari kertas tersedia untuk digunakan
dalam sekali pakai. Termometer ini biasa digunakan di unit isolasi. Termometer
sekali pakai lebih nyaman, praktis dan lebih murah harganya. Biasanya lebih sering
digunakan di area dahi.

2.10 Pengukuran Suhu Tubuh


Beberapa lokasi yang digunakan untuk mengukur suhu tubuh, yaitu sebagai berikut:

1. Oral (mulut)
Pengukuran suhu oral mengukur suhu di arteri lingualis atau di bawah lidah.
Pengukuran ini lebih akurat dibandingkan dengan pengukuran aksila dan
pengukuran rektal. Jika seorang klien baru saja meminum air dingin atau panas
atau baru saja merokok tunggu samapai 15 menit sebelum pemeriksaan suhu oral.
Mengunyah permen karet dan tembakau tanpa asap juga dapat mempengaruhi suhu
oral. Jangan gunakan metode pengukuran suhu peroral pada pasien yang tidak
sadar, konfusi (bingung), tidak kooperatif atau tidak bertanggung jawab atas
tindakan mereka, yang mengalami kejang aktif, dan pada bayi atau anak-anak.
Rasional: semua klien ini dapat secara tidak sengaja menggigit termometer
tersebut.
Metode oral juga dikontraindikasikan pada klien yang sering mencoba bunuh
diri. Mereka yang baru menjalani pembedahan oral atau yang mengalami cedera
pada hidung atau mulut mereka yang mengalami kondisi yang mengharuskan
bernafas melalui mulut agar mendapatkan oksigen.
Rasional: Individu harus mampu mempertahankan area sublingual tetap tertutup
saat suhu diukur.

Gambar. 2. Pengukuran suhu oral mengukur suhu di arteri lingualis atau di bawah
lidah (Sumber:google.com)
2. Rektal (anus)
Suhu rektal dapat digunakan untuk klien yang tidak sadar atau setelah klien
menjalani bedah mulut. Namun, pengukuran arteri timpanik atau temporalis lebih
sering digunakan. Suhu rektal dikontraindikasikan setelah prosedur bedah rektal
(dan sering kali setelah bedah vagina) dan dalam kondisi seperti diare, kolitis, atau
kanker rektum.

Gambar.2. Pengukuran suhu di rektal


(Sumber:google.com)

3. Aksila (ketiak)
Suhu aksila meliputi suhu yang paling bawah keakuratannya karena
permukaan kulit di area aksila mungkin tidak membentuk sekat yang ketat. Metode
aksila sering kali digunakan untuk menyelamatkan bayi yang baru lahir, untuk
klien lain, ukur suhu aksila hanya jika kondisi tidak memungkinkan atau tidak
menginginkan pengukuran suhu tubuh dilakukan dengan metode lain.

Gambar.2. Pengukuran suhu aksila


(Sumber: google.com)
4. Timpanik (membran timpani/saluran telinga)
Termometer dipasang dengan tepat ke saluran telinga luar klien. Termometer
ini mengukur radiasi suhu yang dipancarkan oleh membran timpanik (TM:
gendang telinga) dan saluran telinga. Karena suhu suplai darah membran timpani
serupa dengan suhu darah yang mengelilingi talamus (pusat pengaturan suhu
tubuh), ini merupakan tempat ideal untuk mengukur suhu tubuh. Termometer
timpanik mengukur suhu dalam 1 sampai 2 detik. Banyak unit perawatan pediatrik
dan intensif menggunakan jenis termometer ini karena termometer ini mencatat
suhu dengan sangat cepat.

Gambar. 2. Pengukuran Suhu Timpanik


(Sumber:google.com)
5. Arteri temporalis (dahi)
Metode ini adalah metode paling cepat dan paling tidak invasif yang tersedia
karena alat tidak dimasukkan ke dalam tubuh dengan cara apa pun. Metode
pengukuran suhu arteri temporalis dapat digunakan dalam banyak situasi, seperti
pada anak yang sedang tidur, individu yang tidak sadar, atau individu yang
terhubung dengan alat bantu dengar atau mengalami infeksi telinga. Alat ini sangat
bermanfaat ketika merawat klien yang memiliki kebutuhan khusus atau mereka
yang melawan atau melawan saat disentuh (tidak ingin disentuh). Metode TA lebih
banyak digunakan di rumah sakit dan diterima lebih akurat dibandingkan metode
timpanik dan minimal sama akuratnya dengan metode rektal. Metode ini lebih
dapat ditoleransi dari metode lain.
Gambar.2. Pengukuran Suhu Arteri Temporal
(Sumber:google.com)

Peraturan yang berlaku untuk penggunaan semua jenis termometer adalah


sebagai berikut:
1. Setiap lembaga pelayanan kesehatan memiliki ketetapan untuk mengukur suhu
tubuh klien secara rutin. Ikuti pedoman dengan tepat.
2. Cuci tangan setiap berganti pasien
3. Letakan prob atau ujung termometer sehingga jaringan tubuh dapat meliputinya,
kecuali untuk arteri temporalis.
4. Ketika menggunakan termometer timpanik, kelilingi prob dengan kulit telinga luar,
bukan di membran mukosa. Untuk meminimalisir risiko penyebaran infeksi.
5. Tutupi prob termometer rektal yang dipakai berulang kali selama digunakan untuk
mengukur suhu. Tutup termometer dengan kencang, ukur suhu, dan kemudian
lepaskan dan buang tutup sesuai dengan prosedur fasilitas.
6. Catat suhu klien.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN SUHU

3.1 Pengkajian
Merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan data-data. Tahap pengkajian terdiri atas : pengumpulan
data, analisa data, merumuskan masalah, analisa masalah.
a) Identitas Pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, agama, suku/bangsa,
status perkawinan, tanggal masuk, diagnose medis.
b) Keluhan Utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien untuk datang ke rumah sakit adalah
demam dan kulit bercak-bercak merah.
c) Riwayat kesehatan sekarang
Didapatkan adanya keluhan klien merasa demam dan mengatakan sudah demam
selama 3 hari dan kulit bercak-bercak merah ,klien merasa haus dan lemas.
d) Riwayat penyakit dahulu
Klien mengatakan belum pernah mengalami penyakit seperti ini.
e) Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarganya yang mengalami
penyakit seperti ini.
f) Riwayat alergi
Pasien mengatakan tidak memiliki alergi, baik obat – obatan maupun makanan.
g) Pola kebiasaan
1. Nutrisi dan metabolisme frekuensi jenis, pantangan, nafsu makan berkurang,
dan nafsu makan menurun.
2. Eliminasi alvi (buang air besar). Kadang–kadang klien mengalami diare /
konstipasi.
3. Eliminasi urine (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering kencing sedikit /
banyak, sakit / tidak.
4. Tidur dan istirahat. Klien sering mengalami kurang tidur karena tidak nyaman
dengan badan yang terasa panas dan kualitas tidur maupun istirahatnya
berkurang.
5. Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung kurang.
6. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sedikit sakit serta upaya untuk
menjaga kesehatan.
f) Pemeriksaan fisik head to toe meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi
dari ujung rambut sampai ujung kaki.
1. Keadaan Umum
Penampilan: Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda Vital: TD = 110/70 mmHg
RR = 24 x/menit
N = 94 x/menit
S = 38 ̊ C
2. Kepala
Bentuk kepala simetris, tidak ada ketombe, tidak ada kotoran pada kulit
kepala, pertumbuhan rambut merata, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan.
3. Wajah
Warna kulit wajah: kemerah-merahan.
4. Kulit
Turgor kulit menurun, teraba hangat, tidak ada lesi, tidak terjadi edema, tidak
terjadi perdangan.
5. Penglihatan / Bola Mata
Bola mata simetris, pergerakan bola mata normal, reflex pupil terhadap
cahaya normal, kornea bening, konjungtiva anemis ada, selera ada ikterik,
ketajaman penglihatan normal.
6. Penciuman / Hidung
Bentuk simetris fungsi penciuman baik, tidak ada peradangan, tidak polip.
7. Pendengaran / Telinga
Bentuk daun telinga simetris, letaknya simetris, tidak ada peradangan fungsi
pendengaran baik. tidak ada serumen, tidak ada cairan.
8. Mulut
Bibir berwarna pucat, mukosa bibir kering, gigi bersih, gusi tidak berdarah,
tonsil tidak radang, lidah tidak kotor, fungsi pengecapan baik, Mucosa mulut
merah jambu, tidak ada stomatitis.
9. Leher
Benjol/ masa tidak, tidak nyeri tekan, pergerakan leher (ROM): bisa bergerak
fleksi, rotak tidak, later fleksi tidak, hiper ekstension tidak,tenggorokan: ovula
simetris, kedudukan trachea normal, gangguan bicara tidak ada.
10. Pernafasan/ Dada
Bentuk dada simestris, pergerakan dinding dada simestris, tidak ada irama
pernapasan seperti : tidak teratur, tidak ada wheezing, tidak ada ronchi, tidak
ada nyeri tekan pada dada.
11. Abdomen
Bentuk simetris, datar, nyeri tekan pada epigastrik tidak, peningkatan
peristaltic usus tidak, nyeri tekan pada daerah suprapubik tidak, ada oedem
dibagian perut kanan atas.
12. Sistem Reproduksi
Radang pada genitalia eksterna tidak, lesi tidak ada, pengeluran cairan tidak
ada.
13. Ekstremitas Atas/Bawah
Tidak ada pembatas gerak, tidak, ada oedem, verises tidak ada, tromboplebitis
tidak ada, nyeri kemerahan tidak ada, tanda – tanda infeksi tidak ada.

Pengelompokkan Data

Data subjektif Data objektif


a. Pasien mengeluh panas a. Suhu tubuh tidak normal
b. Pasien merasa demam, klien b. Takikardia
merasa lemas dan haus c. Takipnea
c. Pasien mengatakan badannya d. Mukosa bibir kering
terasa lemas/ lemah e. Kulit teraba panas
f. Kulit merah
Analisis data

Data fokus Problem Etiologi

DS: Pasien mengeluh panas, Hipertermi Peningkatan suhu tubuh


pasien merasa demam, klien
merasa lemas dan haus

DO:

 Kulit pasien merah


 Mukosa bibir kering
 Kulit teraba panas
 Suhu tubuh: 38 ºC

3.2 Diagnosis
Diagnosa Keperawatan menurut NANDA (2017) yang berkaitan dengan
Termoregulasi yaitu:
1. Risiko perubahan suhu tubuh yang berhubungan dengan:
 Pakaian tidak sesuai
 Cedera sistem saraf pusat
 Paparan terhadap lingkungan (panas/ dingin)
 Kerusakan sistem termoregulasi
2. Termoregulasi tidak efektif yang berhubungan dengan:
 Imaturitas
 Perubahan fisiologis penuaan
 Cedera sistem saraf pusat
 Suhu lingkungan
3. Hipertermia yang berhubungan dengan :
 Peningkatan laju metabolik
 Pakaian tidak sesuai
 Paparan terhadap lingkungan yang panas
 Tidak dapat berkeringat
 Medikasi
 Aktivitas banyak dan berat
 Proses infeksi (disebabkan oleh bakteri/ virus).

Problem Tanggal Tanggal


ditemukan tertasi
Hipertermi d/d ketidakefektifan
termoregulasi suhu

3.3 Perencanaan / intervensi


Rencana perawatan bagi pasien dengan perubahan suhu yang aktual berfokus
pada pemulihan normotermia, meminimalkan komplikasi dan meningkatkan
kenyamanan (Potter &Perry, 2005).
Berdasarkan NANDA (2018—2020), diagnosis keperawatan yang berkaitan
dengan termoregulasi meliputi enam diagnosis. Namun, dalam pembahasan kali ini
akan diuraikan diagnosis umum yang sering terjadi dimasyarakat , yakni
hipertemia.

Diagnosa Keperawatan / Rencana Keperawatan


masalah Kalaborasi Tujuan Kriteria Intervensi
Hasil
Hipertermia NOC NIC
Definisi: suhu tubuh meningkat
diatas rentang normal tubuh.
Berhubungan dengan : Thermoregulasi 1. Monitor suhu
1. Dehidrasi sesering mungkin
2. Terpapar lingkungan 2. Monitor warna dan
panas suhu kulit
3. Proses penyakit (mis. 3. Monitor tekanan
Infeksi, kanker) darah, nadi dan RR
4. Ketidaksesuaian pakaian 4. Monitor penurunan
dengan suhu lingkungan tingkat kesadaran
5. Peningkatan laju 5. Monitor WBC, Hb,
metabolisme dan Hct
6. Respon trauma 6. Monitor intake dan
7. Aktivitas berlebih output
8. Penggunaan inkubator 7. Berikan anti
piretik:
8. Kelola
antibiotik:……..
9. Selimuti pasien
10. Berikan cairan
intravena
11. Kompres pasien
pada lipat paha dan
aksila
12. tingkatkan
sirkulasi udara
13. tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
14. monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
15. catat adanya
fluktuasi TD
16. monitor hidrasi
seperti tugor kulit,
kelembaban
merman mukosa
Data Objektif/ Data subjektif : Setelah dilakukan
1. Kenaikan suhu tubuh tindakan keperawatan
diatas rentang normal selama…. Pasien
2. Serangan atau konfulasi menunjukan:
(kejang) Suhu tubuh dalam
3. Kulit kemerahan batas normal
4. Pertambahan RR dengan kriteria
5. Takkikardia hasil :
6. Kulit teraba panas/hangat
 Suhu 36 –
37C
 Nadi dan
RR dalam
rentang
normal
 Tidak ada
perubahan
warna
kulit
 Tidak
pusing
 Merasa
nyaman

3.4 Implementasi
3.4.1 PENGUKURAN SUHU
A. Mengukur Suhu Tubuh Mealui Oral
Mengukur suhu tubuh menggunakan termometer yang dimasukkan ke mulut.
Tujuan
Mengkaji suhu tubuh klien untuk menentukan tindakan keperawatan dan
membantu menegakkan diagnosis.
Persiapan Alat
Nampan berisi:
1. Termometer raksa atau termometer digital siap pakai.
2. Bengkok.
3. Larutan sabun, disenfektan, air bersih.
4. Kertas tisu.
5. Sarung tangan.
6. Buku catatan dan alat tulis.

Prosedur pelaksanaan
1. Dekatkan peralatan ke tempat tidur klien
2. Beritahu klien tentang prosedur yang akan dilakuakn dan tujuannya.
Mengurangi ansietas klien.
3. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan
Mencegah transmisi mikroogranisme.
4. Minta klien untuk membuku mulut.
5. Letakkan termometer dibawah lidah klien dalam kantung sublingual lateral ke
tengah rahang bawah (gambar 3.1).
Panas dari pembuluh darah superfisial dibawah lidah menghasilkan pembacaan
suhu.
6. Minta klien untuk menahan termometer dengan mengatupkan bibir, dan hindari
menggigit termometer. Jika klien tidak dapat menahan termometer. Jika klien tidak
dapat menahan termometer dalam mulut, pegang termometer.
Mempertahankan posisi termometer yang tepat. Termometer yang pecah dapat
mencederai mukosa mulut dan menyebabkan keracunan merkuri.
7. Biarkan termometer didalam mulut selama 2—3 menit untuk termometer raksa
atau hingga termometer terdengar alarm dan angka terbaca pada termometer
digital.
8. Keluarkan termometer dengan hati-hati.
Tindakan yang hati-hati mencegah klien mengalami ketidakyamanan.
9. Bersihkan termometer menggunakan tisu dengan gerakan memutar dari pangkal
ke ujung, kemudian buang tisu.
Mencegah kontak antara mikroorganisme dengan tangan pemeriksa. Begian
pangkal termometer adalah area paling sedikit terkontaminasi dan bagian ujung
adalah area yang paling terkontaminasi.
10. Baca hasil pemeriksaan dengan melihat angka yang ditampilkan pada
termometer digital atau kolom raksa pada termometer raksa.
11. Bersihkan termometer.
Gambar 3.1 meletakkan termometer oral disamping frenulum di bawah lidah
(Kozier, B. 2000. Fundamental of nursing).
12. Kembalikkan ketinggian raksa ke titik terendah untuk termometer raksa atau
termometer digital agar kembali ke kondisi awal kemudian simpan pada
tempatnya.
13. Cuci tangan.
14. Dokumentasikan dalam catatan perawatan.

Perhatian:
1. Jika klien baru saja mengkonsumsi makanan atau minuman yang
panas atau dingin, merokok, atau melakukan kegiatan yang
melelahkan, tunggu selama 20—30 menit selbelum melakukan
pengukuran.
2. Untuk mencegah bahaya yang mungkin terjadi, pengukuran suhu
tubuh melalui oral tidak boleh dilakukan ada bayi, anak-anak, klien
yang tidak sadarkan diri, atau klien yang gelisah.
3. Pastikan termometer raksa dalam keadaan kering ketika
mengembalikannya ke skala awal dan hindari menyentuh bemda
keras agar tidak pecah.
4. Pembacaan skala harus dilakukan dalam posisi termometer sejajar
dengan mata. Putar termometer ke arah Anda hingga kolom raksa
terlihat jelas untuk menghindari hasil pembacaan yang salah.

B. Mengukur Suhu Tubuh Melalui Rektal


Mengukur suhu tubuh menggunakan termometer yang dimasukkan ke rektum.
Tujuan
Mengkaji suhu tubuh klien untuk menentukan tindakan keperawatan dan
membantu menegakkan diiagnois.
Persiapan Alat
Nampan berisi:
1. Termometer raksa atau termometer digital siap pakai.
2. Bengkok.
3. Vaselin atau pelumas larut air.
4. Larutan sabun, disenfektan, air ersih.
5. Kertas tisu.
6. Sarung tangan.
7. Buku catatan dan alat tulis.

Prosedur Pelaksanaan

1. Dekatkan peralatan ke tempat tidur pasien.


2. Beritahu klien tentang prosedur yang akan dilakuakan dan tujuannya.
Mengurangi ansietas klien.
3. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan
Mencegah transmisi mikroogranisme.
4. Pasang tirai atau pintu ruangan.
Menjaga privasi klien dan meminimalkan rasa malu.
5. Buka pakaian yang menutupi bokomg klien.
6. Atur posisi klien.
a. Dewasa: sims atau miring dan kaki sebelah atas ditekuk ke arah perut.
b. Bayi atau anak: telungkup atau telentang.
7. Beri pelumas ujung termometer dengan vaselin sekitar 2,5—3,5 cm untuk
orang dewasa dan 1,,5—2,5 cm untuk bayi atau anak-anak.
Pelumas akan meminimalkan trauma terhadap mukosa rektal ketika
termometer dimasukkan.
8. Buka anus dengan mengangkat bokong atas menggunakan tangan kiri (untuk
orang dewasa). Jika bayi telungkup ditempat tidur, buka kedua bokong dengan
jari.
peregangan total bokong akan memanjakan anus.
9. Minta klien menarik napas dalam dan masukkan termometer secara perlahan
ke dalam anus sekitar 3,5 cm pada orang dewasa dan 1,2—2,5 cm pada bayi.
Napas dalam membantu relaksasi sfingter anal. Pemasukkan secara perlahan
mencegah trauma pada mukosa rektal atau patahnya termometer. Pemasukan
yang tepat menjamin pemajanan yang adekuat terhadap pembuluh darah di
dingding rektal.
10. Pertahankan posisi termometer selama 2-3 menit (orang dewasa) dan 5 menit
(anak-anak)
Menghindari cedera pada klien dengan memastikan posisi termometer tidak
goyah. Durasi pengukuran yang optimal adalah 2-3 menit.
11. Keluarkan termometer dengan hati-hati.
Tindakan yang hati-hati mencegah klien mengalami ketidakyamanan.
12. Bersihkan termometer menggunakan tisu dengan gerakan memutar dari
pangkal ke ujung, kemudian buang tisu.
Mencegah kontak antara mikroorganisme dengan tangan pemeriksa. Begian
pangkal termometer adalah area paling sedikit terkontaminasi dan bagian
ujung adalah area yang paling terkontaminasi.
13. Baca hasil pemeriksaan dengan melihat angka yang ditampilkan pada
termometer digital atau kolom raksa pada termometer raksa.
14. Bersihkan area anus dari pelumas atau feses dan bantu klien merapikan
pakaiannya.
Memberi kenyamanan pada klien.
15. Bersihkan termometer.
16. Kembalikan ketinggian raksa ke titik terendah untuk termometer raksa atau
atur termometer digital agar kembali ke kondisi awal, kemudian simpan pada
tempatnya.
17. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.
Mencegah penyebaran mikroorganisme.

18. Dokumentasikan dalam catatan perawatan.

C. Mengukur Suhu Tubuh Melalui Aksila

Mengukur suhu tubuh menggunakan termometer yang diletakkan di aksila.

Tujuan

Mengkaji suhu tubuh klien untuk menentukan tindakan keperawatan dan


membantu menegakkan diagnosis.

Persiapan Alat

Nampan berisi:

1. Termometer raksa atau termometer digital siap pakai.


2. Bengkok
3. Larutan sabun, disinfektan, air bersih
4. Kertas tisu
5. Sarung tangan
6. Buku catatan dan alat tulis.

Prosedur Pelaksanaan

1. Dekatkan peralatan ke tempat tidur klien.


2. Beri tahu klien tentang prosedur yang akan dilakukan dan tujuannya.
Mengurangi ansietas klien.
3. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan.
Mencegah penyebaran mikroorganisme.
4. Pasang tirai atau tutup ruangan.
Menjaga privasi klien dan meminimalkan rasa malu.
5. Bantu klien untuk duduk atau berbaring dalam posisi telentang. Buka lengan
pakaian klien.
Memanjakan ketiak secara optimal.
6. Letakkan termometer ke tengah ketiak, kemudian turunkan lengan melintasi
tubuh hingga lengan bawah menyentuh lengan lainnya.
Mempertahankan posisi termometer yang tepat, yaitu di atas pembuluh darah
aksila.
7. Pertahankan posisi termometer raksa selama 5-10 menit dan termometer
digital selama 5-10 menit. Ambil Termometer dan bersihkan menggunakan
tisu dengan gerakan memutar dari pangkal ke ujung termometer, kemudian
buang tisu.
Mencegah kontak antara mikroorganisme dengan tangan pemeriksaan.
Bagian pengkal termometer adalah area yang paling sedikit terkontaminasi,
sedangkan bagian ujung adalah area yang paling terkontaminasi.
8. Baca hasil pemeriksaan dengan melihat angka yang ditampilkan pada
termometer digital atau kolom raksa pada termometer raksa.
9. Bantu klien merapikan pakaiannya.
10. Bersihkan termometer.
11. Kembalikan ketinggian raksa ke titik terendah untuk termometer raksa atau
termometer digital agar kembali ke kondisi awal, kemudian simpan pada
tempatnya.
12. Cuci tangan.
Mencegah penyebaran mikroorganisme.
13. Dokumentasikan dalam catatan perawatan.

D. Cara Membersihkan Termometer Raksa

Tujuan

Mencegah penyebaran mikroorganisme.

Persiapan Alat
1. Larutan sabun.
2. Larutan disinfektan 5%
3. Air bersih
4. Kertas tisu
5. Termometer bekas pakai
6. Bengkok

Prosedur Pelaksanaan

1. Sambil memegang termometer dengan tangan kiri, ambil tisu dan basahi
dengan larutan sabun.
2. Bersihkan termometer menggunakan tisu tersebut dengan gerakan memutar
dari pangkal ke ujung.
3. Buang tisu bekas pakai ke dalam bengkok.
4. Rendam termometer di dalam larutan disinfektan 5% selama 3 menit.
5. Keringkan termometer menggunakan tisu dari pangkal ke ujung. Buang tisu
bekas pakai.
6. Masukkan termometer ke dalam air bersih.
7. Keringkan termometer menggunakan tisu dengan gerakan memutar dari ujung
ke pangkal. Buang tisu bekas pakai.
8. Kembalikan ketinggian raksa ke titik terendah untuk termometer raksa atau
atur termometer digital agar kembali ke kondisi awal, kemudian simpan pada
tempatnya.
9. Cuci tangan.

2.4.2 PEMBERIAN KOMPRES HANGAT


1) Pengertian
Kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan menggunakan
cairan atau alat yang dapat menimbulkan hangat atau dingin pada bagian tubuh
yang memerlukan.
2) Tujuan
a) Memperlancar sirkulasi darah.
b) Mengurangi / menghilangi rasa sakit.
c) Memperlancar pengeluaran cairan / exudata.
d) Merangsang peristaltic.
e) Member ketenangan dan kesenangan klien.
f) Mengurangi nyeri.
g) Meningkatkan aliran darah.
h) Mengurangi kejang otot.
i) Menurunkan kekakuan tulang sendi .
j) Menurunkan suhu tubuh saat demam.
3) Prosedur pelaksanaan

a) Periksa dan yakinkan tentang program pengobatan

b) Atur posisi pasien

c) Cuci tangan di air mengalir dengan sabun dan dikeringkan dengan handuk

d) Siapkan lingkungan juga privasi pasien

e) Jelaskan prosedur pada pasie

f) Beri kesempatan pada pasien atau keluarganya untuk bertanya jika ada yang
kurang jelas.

g) Siapkan alat dan dekatkan dengan pasien.

 Kom berisi air hangat 32°C


 waslap /handuk kecil (3-5 buah sesuai kebutuhan)
 pengalas (handuk+perlak) 2 buah sesuai kebutuhan
 termometer air untuk mengukur suhu air
 termometer aksila (sesuai perasat pengukur suhu)
 selimut extra
 catatan keperawatan
h) Pasang sarung tangan.
i) Siapkan air hangat dalam kom.
j) Basahi kain pengompres dengan air, peras kain sehingga tidak terlalu basah.
k) Letakkan kain pada daerah yang akan dikompres ( dahi, ketiak, perut, leher
belakang).
l) Apabila kain telah kering atau suhu kain relative menjadi dingin, masukkan
kembali kain kompres ke dalam cairan kompres dan letakkan kembali di
daerah kompres, lakukan berulang-ulang hingga efek yang diinginkan
dicapai.
m) Evaluasi hasil dengan mengukur suhu tubuh klien setelah 20 menit.
n) Setelah selesai, keringkan daerah kompres atau bagian tubuh yang basah dan
rapikan alat.
o) Lepaskan sarung tangan.
p) Cuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir.
q) Dokumentasi.

2.4.3 Tepid Water Sponge


1. Pengertian
Kompres seka menggunakan air hangat
2. Tujuan
1) Menurunkan suhu tubuh
2) Memberi kenyamanan
3) Mencegah terjadinya kejang demam
3. Persiapan alat
1) Termometer
2) Sarung tangan
3) Perlak
4) Satu set pakaian bersih
5) Wadah pakaian kotor
6) Selimut mandi
7) Waslap
8) Baskom berisi air
9) Handuk
10) Termos berisi air panas
11) Termometer air
4. Prosedur pelaksanaan
1) Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
2) Dekatkan peralatan ke tempat tidur klien
3) Tutup jendela atau gorden untuk menjaga privasi
4) Cuci tangan
5) Kenakan sarung tangan
6) Ukur suhu tubuh klien
7) Tuang air panas ke dalam baskom berisi air hingga suhu air mencapai 40-46°C
(diukur menggunakan termometer air)
8) Pasang perlak dibawa tubuh klien
9) Pasang selimut mandi
10) Lepaskan pakaian klien
11) Celupkan waslap ke baskom dan usapkan ke seluruh tubuh. Ulangi prosedur
tersebut beberapa kali setelah kulit klien kering
12) Kaji perubahan suhu tubuh setiap 15 sampai 20 menit
13) Hentikan prosedur jika suhu tubuh mendekati normal
14) Keringkan tubuh klien dengan handuk
15) Rapikan peralatan
16) Lepaskan sarung tangan
17) Bantu klien merapikan pakaian dan tempat tidurnya
18) Kaji kenyamanan klien
19) Cuci tangan
20) Dokumentasi kan tindakan yang dilakukan

3.5 Evaluasi
Semua evaluasi keperawatan dievaluasi dengan membandingkan respons
aktual pasien terhadap hasil yang diharapkan dari rencana keperawatan. Setelah
semua intervensi, perawat mengukur suhu pasien untuk mengevaluasi perubahan.
Selain itu, perawat menggunakan tindakan evaluatif lain seperti palpasi kulit dan
pengkajian nadi dan respirasi. Jika terapi efektif, suhu tubuh akan kembali ke batas
normal, tanda-tanda vital yang lain akan stabil dan pasien akan menyatakan rasa
nyaman.

Tujuan Tindakan Evaluasi Hasil Yang Diharapkan


− Suhu tubuh − Pantau suhu tubuh − Suhu tubuh turun paling
pasien akan setelah intervensi sedikit 10C setelah terapi.
kembali ke (misalnya, medikasi − Suhu tubuh tetap berada
batas normal antipiretik) antara 360 dan 380 selama
paling sedikit 24 jam
− Keseimbangan − Pantau suhu tubuh − Kadar elektrolit tetap
cairan setiap 4 jam dalam batas normal.
elektrolit akan − Ukur kadar masukan − Masukan seimbangan
dipertahankan dan haluaran dengan haluaran
Tabel 2.3. Evaluasi Intervensi terhadap Hipertermia
BAB IV
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.
Jakarta: Salemba Medika.

Kozier, dkk. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta: EGC.

Kusyati, Eni, dkk. 2016. Keterampilan & Prosedural Laboratorium Keperawatan Dasar, Ed.
2. Jakarta: EGC.

Mubarak, Wahit Iqbal. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC.

Rosdahl, Caroline Bunker. 2014. Keperawatan Dasar. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai