Anda di halaman 1dari 13

Maria Magdalena Sebagai Model

Orang Beriman
Disusun Sebagai Bahan Ujian Akhir Semester Mata Kuliah
Injil Yohanes

Disusun Oleh:

Bernardus Aris Ferdinan (3503)


F.X. Dhanny Setiawan (3512)
Agustinus Djeramu (3513)
Alexander Simbong (3544)

FAKULTAS TEOLOGI WEDABHAKTI


FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
A. Pengantar

Maria Magdalena tampaknya, menjadi salah satu tokoh yang dikenal dalam Gereja

Katolik. Tokoh yang oleh kebanyakan orang Katolik dipandang memiliki kedekatan khusus

dengan Yesus. Tidak sedikit orang yang juga mengaitkan tokoh ini dengan wanita pendosa yang

ingin dilempari batu oleh orang-orang Yahudi. Pandangan seperti ini tentu saja tidak dapat

dilepaskan dari sumber-sumber yang mengisahkan tokoh Maria Magdalena. Salah satu sumber

yang mencatat tentang tokoh ini adalah injil sinoptik dan injil Yohanes.

Catatan yang diberikan oleh para pengarang injil mengenai tokoh Maria Magdalena

memang tidak terlalu lengkap, tetapi bukan berarti tokoh ini tidak memiliki peranan yang penting

dalam tugas perutusan Yesus. Peran dari Maria Magdalena ini secara khusus akan dibahas dalam

paper ini berdasarkan kisah yang terdapat dalam Injil Yohanes.

Seperti yang telah diketahui, bahwa tokoh-tokoh dalam Injil Yohanes memainkan suatu

peranan tertentu akan tanda dan maksud tersembunyi, begitu pula halnya dengan penokohan

Maria Magdalena. Tentu tokoh ini memainkan suatu peranan tertentu akan tugas perutusan

Yesus dalam Injil Yohanes. Sebenarnya, apa dan bagaimana peranan Maria Magdalena dalam

tugas perutusan Yesus dalam Injil Yohanes? Pertanyaan inilah yang akan menjadi titik tolak

untuk dapat memahami tokoh Maria Magdalena dalam Injil Yohanes.

B. Siapakah Maria Magdalena?

Kisah hidup mengenai Maria Magdalena tampaknya hanya dapat diketahui melalui kisah

yang ada dalam keempat injil. Luk 8:2 mengisahkan bahwa Maria Magdalena merupakan wanita

yang telah disembuhkan oleh Yesus dari kuasa roh jahat dan akhirnya melayani Yesus. Maria

Magdalena juga dikisahkan hadir pada saat kematian Yesus di salib dalam Mat 27:56.61, Mrk

15:40.47, dan Yoh 19:25. Selain itu, Mat 28:1, Mrk 16:1, dan Luk 24:1-10 mengisahkan bahwa

[1]
Maria Magdalena dan bersama Maria yang lain pergi ke makam Yesus untuk mengurapi

jenazah-Nya. Namun, hanya dalam Injil Yohanes dikisahkan bahwa Maria Magdalena yang

benar-benar melihat Yesus yang bangkit (Yoh 20:11-18).

Maria Magdalena berasal dari suatu kota yang memiliki corak Yunani yang kuat, yaitu

Magdala, di mana kota ini memiliki fasilitas berlibur yang menarik seperti pacuan kuda. Kota

Magdala (atau Tarikhea) berada di sebelah pantai barat Danau Galilea, di Utara Tiberias dan

Hamat, dan di Selatan Kapernaum1. Nama kota ini berasal dari Bahasa Ibrani migdal, yang

berarti menara. Latar belakang sosial-politik-budaya-ekonomi yang begitu kuat akan unsur

Yunani, tentu saja akan dengan mudah mempengaruhi para penduduknya. Maria Magdalena

yang berasal dari kota ini, tentu akan ikut terpengaruh dengan budaya Yunani.

Gambaran tentang Maria Magdalena sebagaimana dalam contoh klasik merupakan

seorang pendosa yang bertobat yang diidentifikasikan kepadanya sebagai wanita pendosa dalam

Luk 7:36-50; tetapi wanita tersebut tidak memiliki nama, dan hal itu tidak dapat menjadi dasar

untuk mengidentifikasikan Maria Magdalena kecuali dalam pengurapan, yang mungkin variant

Lukas menyamakannya dengan pengurapan di Bethani2. Para pengarang injil memang tidak

secara lengkap memberikan gambaran mengenai sosok Maria Magdalena. Mereka hanya

memberikan gambaran-gambaran singkat mengenai sosok ini sehingga membuat para pembaca

tidak dapat begitu saja mengklaim memahami siapakah sebenarnya tokoh ini. Injil Lukas

memang memberikan keterangan bahwa Yesus pernah mengusir tujuh setan dari Maria

Magdalena, tetapi keterangan seperti ini tidak disebutkan sama sekali dalam Injil Yohanes.

Sehingga membuat gambaran Maria Magdalena dalam Injil Yohanes menjadi lebih baik, karena

tidak ada identifikasi mengenai kedosaan.

1
J.D. Douglas(penyuting). Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II M-Z. Yayasan Komunikasi Bina Kasih. Jakarta.
1995. 1.
2
John L. McKenzie. Dictionary of the Bible. The Bruce Publishing Company. Milwaukee. 1965. 552.

[2]
Sosok Maria Magdalena dalam Injil Yohanes hanya dikisahkan hadir pada waktu Yesus

disalibkan Yoh 19:25, pergi ke kubur Yesus Yoh 20:1-10, dan ketika berjumpa dengan Yesus

yang telah bangkit Yoh 20:11-18. Keterangan-keterangan yang ada dalam Injil Yohanes ini

paling tidak menggambarkan bahwa Maria Magdalena merupakan salah satu orang yang setia

dalam mengikuti Yesus. Terlepas dari benar atau tidaknya gambaran Maria Magdalena sebagai

wanita pendosa dalam Injil Sinoptik, paling tidak Injil Yohanes tidak memiliki gambaran yang

demikian tentang Maria Magdalena. Keberanian untuk terus mengikuti Yesus merupakan

gambaran yang ingin dibangun tentang Maria Magdalena dalam Injil Yohanes.

C. Peran Maria Magdalena dalam Injil Yohanes

Kisah-kisah yang terdapat dalam injil tentu saja ditulis berdasarkan tujuan atau maksud

tertentu dari para pengarangnya. Latar belakang jemaat yang berbeda-beda menjadi salah satu

alasan mengapa para pengarang menulis kisah injil dengan berbagai macam kekhasan. Dewasa

ini, semakin banyak penulis lebih memilih pandangan bahwa Injil ditulis dan ditujukan untuk

orang-orang Kristen yang berasal dari kalangan Yahudi untuk meneguhkan iman mereka di

tengah-tengah krisis yang mereka hadapi3. Tantangan yang dihadapi oleh orang Kristen Yahudi

ini berkaitan dengan iman mereka kepada Yesus. Mereka akan diancam untuk dikeluarkan dari

lingkungan sinagoga karena iman mereka. Tantangan seperti inilah yang mungkin membuat

jemaat Kristen Yahudi menjadi takut untuk menyatakan iman mereka secara langsung kepada

orang-orang Yahudi.

Iman bagi pengarang Injil Yohanes harus dapat ditunjukan dalam situasi apapun, karena

di tengah situasi yang paling tidak nyaman itulah justru iman akan teruji kemurniannya.

Berhadapan dengan hal seperti inilah yang membuat pengarang Injil Yohanes menuliskan kisah

3
St. Eko Riyadi. Yohanes, Firman Menjadi Manusia. Kanisius. Yogyakarta. 2011. 2.

[3]
yang memberikan semangat bagi jemaat Yohanes. Tokoh yang terdapat dalam kisah Injil

Yohanes setidaknya memberikan gambaran mengenai bagaimana seseorang harus beriman. Yoh

16:2, setidaknya memberikan gambaran bahwa kelak mereka akan mati karena iman akan Yesus,

yang mungkin dikarenakan konflik dengan orang Yahudi. Tentu kita tahu bahwa di abad pertama

orang Kristiani dibunuh oleh orang Yahudi: Stefanus (Kis 7:58-60), Yakobus anak Zebedeus

(Kis 12:2-3), dan Yakobus saudara Tuhan (Josephus, Antiquities XX ix 1;#200)4.

Salah satu tokoh yang ditampilkan dalam Injil Yohanes adalah Maria Magdalena.

Seorang tokoh wanita yang mendapatkan penampakan dari Yesus yang telah bangkit (Yoh

20:14). Hal ini tentu akan menimbulkan pertanyaan, ‘mengapa dikisahkan dalam Injil Yohanes

bahwa Maria Magdalena yang mendapat penampakan Yesus yang telah bangkit?’ Raymond E.

Brown mengajukan ide menarik bahwa peranan perempuan yang sangat penting di dalam

kemuridan dan kerasulan merupakan bukti kepemimpinan perempuan dalam komunitas Yohanes

(the Johannine community)5. Injil Yohanes dengan sangat menarik menggambarkan pelayanan

Yesus yang selalu diawali dan diakhiri dengan tokoh perempuan, yaitu Maria ibu Yesus dan

Maria Magdalena. Kisah kemuridan perempuan pun dipasangakan dengan kisah kemuridan laki-

laki. Iman Nikodemus dipasangkan dengan pemahaman perempuan Samaria; pengakuan

Kristologis Petrus disejajarkan dengan pengakuan Marta6.

“Pada saat mencari bukti-bukti di dalam Injil Yohanes, kita tetap dikejutkan untuk
menyaksikan sampai sejauh mana dalam komunitas Yohanes, perempuan dan laki-laki
sudah berada pada tingkatan yang sejajar di dalam Gembala yang baik. Tampaknya
komunitas ini merupakan komunitas yang mewujudkan arti mengikuti Kristus di mana
tidak ada lagi perbedaan antara laki-laki dan perempuan, impian Paulus (Gal 3:28) yang
tidak terwujud secara lengkap di dalam komunitas-komunitas Paulus (the Pauline
communities)”7

4
Raymond E. Brown. The Community of the Beloved Disciple, The life, Loves, and Hates of an Individual Church
in New Testament Times. Paulist Press. New York. 1979. 42.
5
Susan Brooks Thistlethwaite. “Kekerasan Terhadap Perempuan dan Penafsiran Feminis”. Dalam_Letty M.
Russell(ed).Perempuan dan Tafsir Kitab Suci. Kanisius. Yogyakarta.1998. 108.
6
Susan Brooks Thistlethwaite. “Kekerasan Terhadap Perempuan dan Penafsiran Feminis”. 108.
7
Susan Brooks Thistlethwaite. “Kekerasan Terhadap Perempuan dan Penafsiran Feminis”. 109.

[4]
Pengarang Injil Yohanes tampaknya memiliki sudut pandanganya sendiri sehingga ia

memasukan tokoh-tokoh wanita yang dalam Injil Sinoptik tidak terlalu diperlihatkan peranannya.

Hal yang menarik berkaitan dengan hal ini adalah ketika dikaitkan dengan ‘rasul’. Apakah Maria

Magdalena dapat dikatakan juga sebagai rasul dalam Injil Yohanes, karena dalam Injil Yohanes

menaruh tempat yang istimewa pada peran wanita? Sudah terpatri dalam kesadaran dan bahkan

dalam alam bawah sadar kita sebagai orang Kristen bahwa isitlah ‘rasul’ hanya terbatas pada

kedua belas laki=laki yang Yesus panggil untuk menjadi mitra tetap-Nya selama kehidupan-Nya

di atas bumi ini, dan yang juga Ia utus untuk mewartakan kabar gembira (Mrk 3:13-15)8.

Pandangan seperti itu tampaknya tidak sesuai dengan pandangan Gereja perdana, St.

Paulus sendiri terkesan menentang pandangan sempit mengenai ‘rasul’ tersebut. Menurut

pemahamannya, siapa saja yang telah melihat Tuhan yang bangkit, dan telah menerima

perutusan untuk mewartakan Injil adalah seorang rasul (1Kor 9:1-2)9. St. Paulus pun dengan

berani menyebut dirinya sebagai seorang rasul, walaupun ia sendiri terkadang merasa tidak

pantas karena sebelumnya telah mengenaiaya Gereja (1Kor 15:9). Walaupun demikian,

tampaknya Gereja selama berabad-abad belum memberikan gelar ‘rasul’ kepada Maria

Magdalena. Tradisi telah mengangkat Petrus sebagai yang pertama di antara para rasul yang

bersaksi tentang kebangkitan, sedangkan Maria Magdalena yang menurut laporan-laporan Injil

merupakan saksi utama kebangkita itu “tinggal dalam kenangan orang-orang Kristen sebagai

pendosa yang bertobat dan pelacur”10.

Perkembangan ilmu eksegese akhirnya membantu untuk dapat memahami secara lebih

baik bagaimana peran dari Maria Magdalena dalam tugas perutusan Yesus. Injil Yohanes

8
Judette A. Gallares. Model-Model Keberanian Perempuan dalam Perjanjian Baru. LPBAJ. Maumere. 2002. 225.
9
Judette A. Gallares. Model-Model Keberanian Perempuan dalam Perjanjian Baru. 225.
10
Judette A. Gallares. Model-Model Keberanian Perempuan dalam Perjanjian Baru. 225.

[5]
pertama kali menyebut nama Maria Magdalena pada Yoh 19:25, saat Yesus di salibkan. Nama

Maria Magdalena kembali disebutkan pada Yoh 20:1-2; 11-18, di mana ia mendapatkan

penampakan dari Yesus dan mendapatkan tugas untuk mewartakan kebangkitan-Nya. Hal ini

akan memberikan gagasan mengenai arti menjadi seorang murid dalam jemaat Yohanes.

Tampaknya Yohanes ingin memberikan gambaran bahwa menjadi murid Yesus bukan saja hak

bagi kaum laki-laki. Tidak seperti Injil-injil Sinoptik, Injil keempat ini mengarahkan lebih

banyak perhatian kepada hakikat kemuridan itu daripada menyangkut primat keduabelas sebagai

rasul-rasul terpilih, guna mendukung gagasan bahwa kaum perempuan pun mampu menjadi

murid-murid Yesus yang paling akrab11.

Yoh 19:25, tampaknya memberikan gambaran yang menarik akan relasi antara Maria

Magdalena dan Yesus. Yohanes terasa sangat memberikan posisi yang baik bagi Maria

Magdalena karena kepadanya gambaran seorang murid didapatkan. Luk 8:2-3 menyebutkan

bahwa Maria Magdalena merupakan seorang yang disembuhkan Yesus dari kuasa tujuh setan.

Hal ini dapat memberikan gambaran, bahwa sebelum disembuhkan oleh Yesus, Maria

Magdalena merupakan orang yang sangat menderita. Angka ‘tujuh’ dalam tradisi Kitab Suci

menyatakan kesempurnaan atau kepenuhan, sedangkan ‘roh jahat’ memberikan gambaran akan

kuasa jahat yang akan selalu menjadi lawan dari kuasa Allah. Maria Magdalena yang dikuasi

oleh tujuh setan mau menyatakan bahwa ia menjadi pribadi yang sangat dikuasai ‘roh jahat’. Di

dalam injil, kuasa jahat selalu diidentikan dengan berbagai macam penyakit fisik (Mat 17:15.18;

Luk 13:11; Mrk 1:23). Tampaknya Maria Magdalena mengalami hal di mana ia juga turut dihina

dan disingkirkan dari kalangan Yahudi karena penderitaannya. Oleh karena keadaannya, maka ia

11
Judette A. Gallares. Model-Model Keberanian Perempuan dalam Perjanjian Baru. 228.

[6]
tahu apa artinya menderita pra sangka, penolakan, penghakiman serta tindak kekerasan

psikologis, kalau bukan fisik12.

Penderitaan yang dialami oleh Maria Magdalena memampukannya dapat merasakan

penderitaan yang dirasakan oleh Yesus yang tersalib. Ia sadar bahwa untuk mengasihi Yesus ia

harus setia mengikuti tanpa rasa takut dalam perjalanan menuju salib. Inilah yang memberinya

hak istimewa dalam Injil Yohanes untuk berdiri di kaki salib bersama dengan orang-orang yang

telah mengasihi Yesus – ibu-Nya, sanak kerabat-Nya yang terdekat dan murid yang dikasihi-

Nya13. Menurut Joseph Grassi dalam kajiannya yang menggugah tentang injil-injil sebagai narasi

dramatis, Maria Magdalena menyediakan keterkaitan yang mutlak diperlukan dalam pemahaman

tentang kematian Yesus bagi murid-murid yang lain, khususnya Petrus, karena Maria Magdalena

adalah satu-satunya orang yang melihat Yesus yang bangkit setelah ia sendiri hadir di kaki salib,

dan juga satu-datunya orang yang membawa amanat tentang kenaikan-Nya ke surga kelak

kepada murid-murid yang lain14.

Ketika membandingkan antara Mat 28:1; Mrk 16:1.9; Luk 24:10 dan Yoh 20:1 akan

terasa perbedaannya, di mana dalam Injil Yohanes dikatakan bahwa Maria Magdalena pergi ke

kubur Yesus seorang diri. Hal ini tampaknya memberikan gambaran dari sudut pandang

pengarang bahwa Maria Magdalena memang merupakan model beriman yang sejati. Pada kisah

Maria Magdalena berkunjung ke makam Yesus, dikatakan bahwa hari masih gelap (20:11b).

‘Gelap’ memang tampaknya mau menggambarkan bahwa ‘iman yang penuh belum dilahirkan15’.

Kubur yang kosong semakin menggelapkan dirinya, walaupun para murid yang ada bersamanya

mulai percaya akan Ia yang bangkit. Baginya ‘itu masih gelap’ (20:1); ratapannya sama dengan

ratapan tanpa harapan saat kematian Lazarus (11:31.33) yang disebabkan kekecewaan Yesus

12
Judette A. Gallares. Model-Model Keberanian Perempuan dalam Perjanjian Baru. 232.
13
Judette A. Gallares. Model-Model Keberanian Perempuan dalam Perjanjian Baru. 233.
14
Judette A. Gallares. Model-Model Keberanian Perempuan dalam Perjanjian Baru. 234.
15
Anthony J. Kelly. Experiencing God in the Gospel of John. Paulist Press. New York. 2003. 373.

[7]
(11:35) dalam menghadapi ketidakpercayaan, yang tidak mampu menyadarai bahwa Ia

merupakan kebangkitan dan kehidupan (11:25), atau ketajaman kemuliaan Tuhan yang

diungkapkan (11:4.40)16.

Kisah Yoh 20: 1-10.11-18 memberikan gambaran secara khusus kepada tokoh Maria

Magdalena. Ia yang dikatakan tetap tinggal di makam dan sambil menangis, mungkin

memberikan gambaran akan keinginannya yang lebih mendalam untuk melongok ke dalam

misteri kematian Tuhannya (20:11-12). Ia digambarkan benar-benar merasa kehilangan dalam

ayat 20:13c, suatu rasa kehilangan yang sangat mendalam terhadap orang yang paling dikasihi.

Disebutkan dalam kisah tersebut bahwa Maria Magdalena ‘menangis sebanyak empat

kali’ (ayat 11a,11b, 13, 15). Tampaknya pengarang ingin mengajak para pembacanya untuk ikut

merenungkan kata ‘menangis’. Injil juga mencatat kisah tangisan janda dari Nain, tangisan Maria

dari Betania, di mana Yesus pun turut menangis ketika melihat Maria yang menangis. Selain kata

‘menangis’, pertanyaan dari Yesus kepada Maria pun menarik untuk dipahami, ‘Siapakah yang

engkau cari?’ Yesus tampaknya mengajak Maria untuk memusatkan perhatian kepada seseorang

yang hidup dan bukannya benda (jenazah). Namun, sayang Maria belum memahami maksud

Yesus tersebut, karena ia masih mencari ‘apa’ dan bukan ‘siapa’. Meskipun ia telah melihat

bagaimana Ia mati, menemukan makam yang kosong, melihat para malaikat, dan kemudian

melihat Tuhan sendiri yang bangkit, pengalaman-pengalaman tersebut belum mencerahkannya17.

Maria masih membutuhkan suatu proses untuk dapat memahaminya. Walaupun Maria tidak

menemukan Yesus, tetapi Yesus menemukan Maria, dan memanggil dia dengan namanya18. Hal

ini secara tidak langsung mengingatkan pembaca bahwa Yesus merupakan sosok Gembala yang

baik itu (10:4), Gembala yang suaranya dikenal oleh domba-domba-Nya, karena Maria

16
Anthony J. Kelly. Experiencing God in the Gospel of John. 376.
17
R. Alan Culpepper. Anatomny of the Fourth Gospel. Fortress Press. Philadelphia. 1983. 144.
18
Judette A. Gallares. Model-Model Keberanian Perempuan dalam Perjanjian Baru. 241.

[8]
Magdalena juga ‘kepunyaan-Nya’ (13:1). Hal ini menjadi jelas bahwa Yohanes tidak ragu-ragu

menempatkan seorang wanita dalam kategori yang sama dalam hubungan kepada Yesus seperti

keduabelasan yang termasuk ‘kepunyan-Nya’ dalam 13:119.

Maria Magdalena memang tidak memiliki peran yang besar dalam Injil Sinoptik, tetapi

dalam Injil Yohanes, ia memiliki andil yang besar. Sebagi satu-satunya perempuan lain yang

berdiri di samping ibu Yesus dan saudari ibu-Nya (19:25), ia adalah saksi langsung atas

penyaliban, dan juga merupakan orang pertama – bahkan mendahului Petrus – yang melihat

Tuhan yang bangkit (20:14)20. Maria Magdalena mendapatkan tugas untuk menyampaikan kabar

bahwa Yesus harus pergi kepada Bapa-Nya (20:16-17). Pada kisah para malaikat di dalam

makam yang kosong, para wanita yang telah diberikan pesan untuk para murid; tetapi dalam

Yohanes (dan Matius) Maria Magdalena yang telah melihat Yesus yang bangkit dan apa yang ia

proklamasikan adalah standar pewartaan rasul tentang kebangkitan: “aku telah melihat Tuhan”21.

Gambaran tentang hal ini tampaknya sejalan dengan sejarah dalam tradisi Gereja Barat.

Dan di dalam tradisi Gereja Barat ia menerima penghormatan yang menjadi satu-satunya wanita

(disamping Ibu Tuhan) yang pestanya dibacakan Credo karena ia telah dianggap menjadi seorang

rasul – “rasul bagi para rasul” (apostola apostolorum)22. Relasi yang mendalam dengan Maria

Magdalena pun dinyatakan dalam perkataan Yesus Yoh 20:17. Mereka tidak lagi murid-murid,

begitu pula teman-teman (15:15), tetapi saudara dan saudari-Nya di dalam persekutuan hidup

ilahi23. Maria Magdalena telah berani untuk menjadi pewarta, bahwa ia telah melihat Tuhan

19
Raymond E. Brown. The Community of the Beloved Disciple, The life, Loves, and Hates of an Individual Church
in New Testament Times. 192.
20
Judette A. Gallares. Model-Model Keberanian Perempuan dalam Perjanjian Baru. 242.
21
Raymond E. Brown. The Community of the Beloved Disciple, The life, Loves, and Hates of an Individual Church
in New Testament Times. 189.
22
Raymond E. Brown. The Community of the Beloved Disciple, The life, Loves, and Hates of an Individual Church
in New Testament Times. 190.
23
Anthony J. Kelly. Experiencing God in the Gospel of John. 378.

[9]
(20:18a). kesaksiannya merupakan hal baru yang merangkul misteri kehidupan dan cinta yang ia

wartakan kepada murid-murid tentang apa yang telah ia dengarkan dari Tuhan (20:18b).

D. Kesimpulan

Jemaat Yohanes tampaknya telah memberikan peran yang sama seperti pada laki-laki

sehingga para wanita dapat juga menjadi pemimpin/saksi iman. Hal ini dapat terlihat pula dalam

kisah Maria Magdalena dalam Injil Yohanes. Tokoh yang memang tidak banyak dikisahkan

selama perjalanan Yesus, tetapi selalu hadir pada saat-saat penting dalam tugas perutusan Yesus.

Kehadirannya dalam saat-saat penting tersebut memberikan gambaran bagaimana seseorang

harus setia pada imannya akan Yesus. Laki-laki atau perempuan memiliki kewajiban yang sama,

yaitu memberikan kesaksian tentang Yesus yang telah bangkit.

Panggilan untuk menjadi saksi merupakan panggilan untuk semua orang, laki-laki atau

perempuan. Kesaksian merupakan salah satu cara untuk menunjukan iman akan Yesus. Maria

Magdalena pun mengalami proses beriman yang panjang, walaupun ia selalu ada pada saat

penting Yesus. Imanya hidup ketika Yesus ‘menyapanya’, sapaan Yesus inilah yang

membuatnya sadar bahwa Yesus sendirilah yang menyapanya (10:4). Sapaan yang akan

menguatkan, sehingga konflik dengan orang-orang Yahudi bukanlah alasan untuk tidak berani

beriman, karena jemaat Yohanes adalah kepunyaan-Nya, maka Ia pun akan melindungi mereka

dari segala permasalahan (13:1). Jadi, peran Maria Magdalena menjadi contoh dari teologi

Yohanes yang memberi lebih banyak penekanan kepada jemaat kaum beriman, relasi mereka

dengan Yesus serta kesaksian mereka di depan jemaat24. Yohanes sangat berharap, bahwa

melalui tokoh Maria Magdalena, mereka dapat semakin menjadi seorang murid yang sejati.

Murid yang adalah saksi iman.

24
Judette A. Gallares. Model-Model Keberanian Perempuan dalam Perjanjian Baru. 242.

[10]
Daftar Pustaka

Sumber Buku:

A.Carson, D.,

1991 The Gospel According to John. Eerdmans. Michigan.

A.Gallares, Judette.,

2002 Model-Model Keberanian Perempuan Dalam Perjanjian Baru. LPBAJ.

Maumere.

Alan Culpepper, R.,

1983 Anatomy of the Fourth Gospel. Fortress Press. Philadelphia.

Dominic Crossan, John.,

1994 Jesus, A Revolutionary Biography. Harper Collins. USA.

E. Brown, Raymond.,

1979 The Community of the Beloved Disciple, The Live, Loves, dan Hates of an

Individual Church in New Testament Times. Paulist Press. New York.

Eko Riyadi, St.,

2011 Yohanes, “Firman Menjadi Manusia”. Kanisius. Yogyakarta.

J. Kelly, Anthony dan Francis J. Moloney

2003 Experiencing God in the Gospel of John. Pulist Press. New York.

K. Barrett, C.,

1978 The Gospel According to St. John. The Westminster Press. Philadelphia.

[11]
Sumber Artikel

Brooks Thistlethwaite, Susan.,

1998 “Kekerasan Terhadap Perempuan dan Penafsiran Feminis”. Dalam_M. Russell,

Letty (ed). Perempuan dan Tafsir Kitab Suci. Kanisius. Yogyakarta.

Sumber Ensiklopedi

E.Douglas, J.,

1995 Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II M-Z, Yayasan Komunikasi Bina Kasi.

Jakarta.

L. McKenzie, John.,

1965 Dictionary of The Bible. The Bruce Publishing Company. Milwaukee.

[12]

Anda mungkin juga menyukai