Anda di halaman 1dari 20

1

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM


MIKROTEKNIK

“PREPARASI SEDIAAN UTUH (WHOLE MOUNT) HEWAN”

Disusun oleh :
Nama : Qonita Luthfiyyah
NIM : K4318047
Kelas :B
Kelompok :4

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEBELAS MARET
SURAKARTA
2018
2

LAPORAN RESMI MIKROTEKNIK

I. JUDUL : Preparasi Sediaan Utuh (Whole Mount) Hewan

II. TUJUAN : Membuat sediaan organisme atau bagian dari organ


hewan
secara utuh.

III. ALAT & BAHAN:


1. Alat : 2. Bahan :
a. Gelas bekker a. Semut
b. Gelas obyek b. Cacing Sutra
c. Deg glass c. Kutu Daun
d. Pipet tetes
e. Pinset
f. Inkubator
g. gunting

IV. SKEMA LANGKAH KERJA

 Semut

→ Hari kedua, memfiksasi dengan


Hari pertama, melakukan
→ alcohol 70%, 50%, 20%
fiksasi dengan FAA selama
kemudian dengan aquades
1x24 jam
Hari ketiga, mendehidrasi Masih pada hari kedua,
aquades selama 2x25 menit merendam dalam fastgreen 1%
kemudian dengan gliserin 10% dalam aquades selama seharian.
selama 24 jam Setelah itu mengganti dengan larutan
Pada hari terakhir, mengganti alcohol : xilol  9:1 hingga alcohol :
larutan dengan alcohol 95% xilol  1:9 dengan jangka waktu
selama 2x30 menit kemudian masing-masing 10 menit, kemudian
 Cacing
dengan alcoholSutra
absolut 2x30 menggantinya dengan larutan xilol
menit. murni 2x10 menit.
→ Hari kedua, memfiksasi dengan
Hari pertama, melakukan
→ alcohol 70%, 50%, 20%
fiksasi dengan FAA selama
kemudian dengan aquades
1x24 jam
Hari ketiga, mendehidrasi Masih pada hari kedua,
aquades selama 2x25 menit merendam dalam fastgreen 1%
kemudian dengan gliserin 10% dalam aquades selama seharian.
selama 24 jam
3

Setelah itu mengganti dengan larutan


Pada hari terakhir, mengganti alcohol : xilol  9:1 hingga alcohol :
larutan dengan alcohol 95% xilol  1:9 dengan jangka waktu
selama 2x30 menit kemudian masing-masing 10 menit, kemudian

dengan alcohol absolut 2x30 menggantinya dengan larutan xilol
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
menit. murni 2x10 menit.

A. DATA PENGAMATAN

Hasil Pengamatan Analisi Pengamatan


Wholemount Semut Deskripsi
( Woodsia ilvensis ) Berdasarkan gambar hasil pengamatan dari wholemount
yang telah dilakukan, pewarnaan pada preparat Woodsia
 Perbesaran
ilvensis ini belum baik karena menghasilkan warna yang
terlalu gelap sehingga tidak jelas terlihat bagian-bagian
lumutnya secara mendetail, walaupun telah
2 menggunakan pembesaran hingga 300 juta kali. Hanya
daun, thallus, dan rhizoidnya saja yang terlihat.
Sporanya pun tidak dapat diamati.
3
Kekurangan Preparat
 Mempunyai warna yang gelap sehingga sulit
untuk diamati bagian-bagian lumutnya.
 Preparat tidak berhasil karena masih terdapat
Keterangan:
1. Kepala tanah sedikit pada rhizoidnya.
2. Antena
3. Kaki depan Kendala :
4. Badan  Rhizoid susah dibersihkan dari tanahnya.
 Pewarnaan yang tidak merata ketika lumut
 Perbesaran
direndam dalam larutan di flakon.

Keterangan:
4

Wholemount Kutu Pohon Deskripsi


( Physcomitrella patens ) Berdasarkan gambar hasil pengamatan dari wholemount
yang telah dilakukan, pewarnaan pada preparat
 Perbesaran
Physcomitrella patens ini sudah baik. Daun pada paku
3 dapat terlihat secara jelas bagian-bagiannya, mulai dari
1
stomata, tulang daun, hingga trikomanya.

Kekurangan Preparat
Preparat tidak mencakup satu tumbuhan utuh, melainkan
hanya bagian daun saja. Dikarenakan tumbuhan
Physcomitrella patens yang cukup besar sehingga tidak
memungkinkan untuk menggunakan satu tumbuhan utuh
sebagai preparat wholemount.
Keterangan:
1. Kepala 2
2. Kaki Depan
3. Kaki
4. Badan

 Perbesaran
1

Keterangan:
2 3
5

Wholemount Cacing Sutra


( Physcomitrella patens )

 Perbesaran
3
1

Keterangan:
5. Stomata 2
6. Tulang Daun
7. Trikoma

B. PEMBAHASAN
1. Teknik Handling Bahan
Whole mount adalah menempatkan organisme atau spesimen utuh pada
preparat untuk pemeriksaan mikroskop (Harijati, dkk0 2017).
Bahan yang digunakan merupakan lumut Woodsia ilvensis dan paku
Physcomitrella patens. Preparat whole mount merupakan preparat dari suatu
objek yang disajikan secara utuh atau bagian-bagian tertentu dari objek tanpa
melakukan pengirisan menjadi irisan tipis, seperti preparat cacing hati,
preparat protozoa, preparat alga, dan lainnya. (Devi, Wisanti, & Faizah, 2015).
Pada metode ini, diawali dengan melakukan fiksasi menggunakan FAA
kemudian difiksasi kembali dengan alcohol bertingkat 70%, 50%, dan 20%.
Setelah itu, diberi ke larutan aquades. Kemudian diwarnai dengan larutan
fastgreen 1%. Setelah pewarnaan dilakukan dehidrasi dengan aquades
kemudian larutan diganti dengan gliserin 10%. Selanjutnya larutan
6

dialkoholisasi dengan alkohol 95% kemudian alkohol absolut, setelah itu


alcohol : xylol dan terakhir dengan xylol murni.
Kemudian mengambil spesimen dan meletakkannnya pada gelas objek,
memberikan entellan pada spesimen, kemudian menutupnya dengan de glass
lalu mengeringkannya dan mengamatinya di mikroskop.

2. Pelaksanaan Penggunaan Teknik


Beberapa hal penting yang dilakukan pada pembuatan sediaan utuh adalah
fiksasi, dehidrasi, dan penjernihan. Fiksasi bertujuan untuk mencegah
kerusakan jaringan, menghentikan proses metabolisme dengan cepat,
mengawetkan komponen sitologis dan histologis, dan mengawetkan jaringan
(Hariono, 2009). Bahan yang digunakan untuk sediaan utuh semut, kutu, dan
cacing adalah etanol 70%. Alasan penggunaan alkohol 70% karena merupakan
bahan pengencer yang meiliki sifat mampu menyebar ke dalam sel. Pada
sediaan kutu dan semut, fiksasi dilakukan selama 2x24 jam. Sedangkan pada
cacing sutra, fiksasi dilakukan dua kali, yaitu saat cacing dijepit diantara gelas
objek (selama 24 jam), kemudian dipindahkan dalam botol flakon dan difiksasi
kembali selama beberapa jam. Dalam pelaksanaannya, fiksasi kedua dilakukan
selama 16 jam, yaitu mulai pukul 16.00 (Rabu) hingga pukul 08.00 (Kamis).
Pada sediaan cacing sutra, setelah dilakukan fiksasi, selanjutnya sediaan
akan dicuci (tahap washing) menggunakan etanol 50% kemudian dibilas
dengan aquades. Setelah dicuci, dilakukan tahap pewarnaan menggunakan
eosin 1% dalam aquades selama 15 menit. Kemudian dicuci menggunakan air.
Selanjutnya dilakukan dehidrasi. Dehidrasi bertujuan untuk menarik air
dari sel, jaringan ataupun organ tergantung dari obyeknya. Hal ini dilakukan
untuk mendapatkan preparat yang bagus. Dehidrasi dilakukan dengan
menggunakan alkohol bertingkat (Sudiana, 2005). Pada sediaan semut dan
kutu, dehidrasi dilakukan dengan etanol bertingkat 80%, 95%, dan 100%
masing-masing 10 menit. Sedangkan pada sediaan cacing sutra, dehidrasi
dilakukan menggunakan etanol bertingkat 30%, 50%, 70%, 95%, dan 100%
masing-masing 5 menit.
Cleaning dilakukan untuk memperjelas bagian-bagian yang akan diamati.
Senyawa yang digunakan sebagai bahan cleaning adalah Xylol dan Laktofenol.
Selain sebagai pelarut, bahan tersebut berfungsi sebagai mediator antara larutan
dehidrasi yang digunakan dengan larutan embedding yang akan digunakan
(Sudiana, 2005).
Bahan penjernih yang digunakan pada sediaan semut, kutu, dan cacing
sutra berupa minyak cengkeh dan xilol. Tujuan dari penjernihan adalah
menjadikan struktur tubuh spesimen terlihat jelas pada saat pengamatan
menggunakan mikroskop (Effendi, 1997). Pada sediaan semut dan kutu,
penjernihan dengan minyak cengkeh dilakukan selama 5 menit, kemudian
7

dilanjutkan dengan penjernihan menggunakan xilol selama 2x5 menit. Pada


sediaan cacing sutra, penjernihan menggunakan minyak cengkeh selama 30
menit dan xilol selama 2x10 menit.
Setelah dijernihkan, preparat harus diletakkan pada obyek glass agar dapat
diamati dibawah mikroskop. Langkah ini disebut dengan mounting, dilakukan
supaya preparat dapat melekat sempurna pada objek glass. Mounting adalah
proses perekatan suatu sediaan ayng sudah jadi dengan gelas penutup yang
diberikan canada balsam atau entellan. Beri label setelah selesai dibagian tepi
gelas objek.
3. Alasan Penggunaan Teknik
Hasil preparat whole mount dengan cara metode cepat menunjukkan hasil
yang lebih bagus (terlihat lebih jelas) daripada metode klasik. Secara teknis, hal
ini mungkin disebabkan karena proses pembuatan preparat dengan metode
klasik membutuhkan waktu yang lama dan mengharuskan sampel kutu untuk
berpindah-pindah larutan (baca metode kerja), namun posisi anatominya
terlihat lebih bagus pada metode klasik (pada metode cepat tungkai terlipat)
(Mubarok & Susanto, 2017).

4. Alasan Penggunaan Kemikalia


a. Alkohol 70%
Alkohol digunakan karena memiliki efek denaturasi yang paling
umum karena merupakan suatu dehidran. Alkohol merupakan cairan
fiksatif, pedenaturassi, dan sebagai larutan penetrasi yang baik. Alkohol
adalah fiksatif koagulan yang mendenaturasi protein. Alkohol
menggantikan ikatan air pada jaringan sehingga mengganggu ikatan
hidropobik dan hidrogen kemudian mengekspos bagian hidropobik
internal protein dan mengganggu struktur tersier dan solubilitas di air
(Musyarifah & Agus, 2018).

b. Alkohol:Xylol
Alkohol digunakan karena memiliki efek denaturasi yang paling
umum karena merupakan suatu dehidran. Alkohol merupakan cairan
fiksatif, pedenaturassi, dan sebagai larutan penetrasi yang baik. Alkohol
adalah fiksatif koagulan yang mendenaturasi protein. Alkohol
menggantikan ikatan air pada jaringan sehingga mengganggu ikatan
hidropobik dan hidrogen kemudian mengekspos bagian hidropobik
internal protein dan mengganggu struktur tersier dan solubilitas di air
(Musyarifah & Agus, 2018).
Xilol merupakan larutan dengan indeks refraksi tinggi sehingga
cepat menarik alkohol. Xilol digunakan sebagai larutan penjernih (Iswara
& Wahyuni, 2017).
c. Fastgreen 1%
8

Pada pembuatan preparat awetan diperlukan zat pewarna.


FAstgreen merupakan pewarna untuk aweetan. Fastgreen merupakan zat
warna sintetik (Apriani, 2016).

d. Larutan FAA
Larutan ini merupakan larutan fiksatif. Larutan ini biasa digunkan
untuk memfiksasi dalam pembuatan preparat awetan (Meriko & Dahlan,
& Mansyurdin, 2016).
e. Aquades
Aquades ini digunakan sebagai pembersihan dari zat pewarna yang
berlebihan atau kelebihan dari zat larutan lainnya. Aquades juga
digunakan untuk menjaga bahan agar tidak mengering saat diletakkan di
object glass, dan untuk mencuci dan membersihkan sisa alkohol.
f. Gliserin 10%
Gliserin merupakan larutan yang dipergunakan sebagai pelarut dan
pengawet. Gliserin digunakan untuk menarik pewarna yang berlebihan
pada tumbuhan (Tasmin, Fitri, & Drajat, 2015).

5. Kendala selama kegiatan praktikum


a) Pada saat ingin menuangkan larutan, melakukannya harus bergantian
sehingga memakan waktu yang lebih lama.
b) Seringnya muncul gelembung udara pada specimen, yang telah ditetesi
entellan, saat akan menutupnya dengan cover glass sehingga harus
mengulangi proses tsb berkali-kali sampai tidak terdapat gelembung udara
pada objek atau spesimen.
c) Proses whole mount itu sendiri, yang lama dan memakan waktu berhari-
hari.

VI. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan, dapat disimpulkan bahwa :


Preparat whole mount dibuat dengan memanfaatkan keseluruhan bagian
tanaman(utuh) untuk dibuat sediaan/preparat. Bagian tanaman yang utuh ini
mempermudah dalam mengamati lebih jelas lagi morfologi yang dimiliki, terutama pada
tanaman yang berukuran sangat kecil.
Pada praktikum kali ini, dilakukan pembuatan preparat wholemount berupa :
1. Wholemount Woodsia ilvensis
2. Wholemount Physcomitrella patens
9

VII. DAFTAR PUSTAKA

Apriani, I. (2016). Pengembangan Media Belajar : Angkak Beras Merah dan


Teh(Camellia sinensis) sebagai Pewarna Alternatif Preparat Basah Jaringan
Tumbuhan. Bioilmi : Jurnal Pendidikan. Vol.2(1), 59-65.
Devi, E.R., Wisanti, & Faizah, U. (2015). Pengembangan LKS Materi Alga dengan
Memanfaatkan Media Preparat Whole Mount Mikroalga. BioEdu Berkala
Ilmiah Pendidikan Biologi. Vol.4(3), 949-956.
Harjiati, Nunung, dkk. (2017). Mikroteknik Dasar. Malang : UB Press.
Iswara, A., Wahyuni, T. (2017). Pengaruh variasi waktu Clearing Terhadap Kualitas
Sediaan Awetan Permanen Ctenocephalides felis. Jurnal Labora Medika.
Vol.1(1), 12-15.
Meriko, L., & Dahlan, S. (2016). Perkembangan Androecium Nepenthes Gracilis
Korth. Jurnal BioConcetta, 2(1), 60-68.
Mubarok, H., & Susanto, E. (2017). Identifikasi Morfologi dan Molekular (Pcr-Sscp)
Kutu pada Merpati (Columba livia domestica). CELEBES
BIODIVERSITAS, 1(1).
Musyarifah, Z., & Agus, S. (2018). Proses Fiksasi pada Pemeriksaan Histopatologik.
Jurnal Kesehatan Andalas. Vo.7(3), 443-453.
Tasmin, T., Fitri, D.R., & Drajat, A. L. (2015). Evaluasi Sediaan dan Stabilitas Sirup
Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia mahagoni L. Jacq). Jurnal Teknologi.
Vol.5(1), 83-90.

VIII. LAMPIRAN

a. Foto ACC Logbook


b. Tangkapan layar Abstract Jurnal (SS)
c. Dokumentasi Praktikum

IX. LEMBAR PENGESAHAN


10

Surakarta, 16 Oktober 2019

Asisten Praktikum Praktikan

Qonita Luthfiyyah

K4318047

 ACC Data Pengamatan Praktikum


11

 Dokumentasi Kegiatan Praktikum


12

 Abstrak Jurnal
13
14
15
16
17
18
19
20

Anda mungkin juga menyukai