Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI

PENETAPAN KADAR TANIN DAN

PENETAPAN INDEKS PENGEMBANGAN

Kelas D3 2FA1

Kelompok 1 Gelombang 2:

Nabila Husnaila 191FF01026


Dina Setiani 191FF01027
Fanny Elsa Ferisa 191FF01028
Suci Adiastuti 191FF01029
Linda Eka Haryanti 191FF01030
Anjelin Laila Rohila 191FF01031

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG

FAKULTAS FARMASI

2020
PENETAPAN KADAR TANIN DAN PENETAPAN INDEKS PENGEMBANGAN

Tanggal: 10 Desember 2020

I. TUJUAN (Linda Eka Haryanti)


A. Penetapan Kadar Tanin
1. Memahami cara penentuan kadar tannin dalam simplisia.
2. Mengetahui manfaat dari penentuan kadar tannin dalam simplisia.

B. Penetapan Indeks Pengembangan


1. Memahami cara penetapan indeks pengembangan dalam simplisia.
2. Mengetahui manfaat dari penetapan indeks pengembangan dalam simplisia.

II. PRINSIP (Linda Eka Haryanti)


A. Penetapan Kadar Tanin
 Penentuan didasarkan pada sifat tannin yang bereaksi dengan kulit
membentuk hasil reaksi yang tidak larut dengan cara gravimetri.

B. Penetapan Indeks Pengembangan


 Adanya pengembangan bahan dari simplisia setelah dikocok dan dibiarkan
selama 1 jam.

III. DASAR TEORI (Nabila Husnaila)


A. Penetapan Kadar Tanin
Tanin merupakan suatu substansi yang banyak dan tersebar, sehingga sering
ditemukan dalam tanaman. Tanin diketahui mempunyai beberapa khasiat, yaitu
sebagai astringen, anti diare, anti bakteri, dan antiOksidan. Istilah tannin sendiri
berasal dari bahasa perancis, yaiatu “ Tanning “. Pada mulanya senyawa tannin
lebih dikenal sebagai “ tanning substance “ dalam prosses penyamakan kulit
hewan untuk dibuat sebagai kerajinan tangan.
Pada umumnya tannin merupakan senyawa polifenol yang memiliki berat
molekul yang cukup tinggi ( lebih dari 1000 ) dan dapat membentuk kompleks
dengan protein. Berdasarkan strukturnya, tannin diklasifikasikan menjadi dua
kelas yaitu tannin terhidrolisis dan tannin terkondensasi.
1. Tannin Terhidrolisis
Tannin terhidrolisis biasanya berikatan dengan karbohidrat yang dapat
membentuk jembatan Oksigen, sehingga dapat dihidrolisis dengan
menggunakan Asam Sulfat atau Asam klorida. Gallotanin merupakan salah
satu contoh tannin terhidrolisis, dimana gallotanin ini merupakan senyawa
gabungan dari karbohidrat dan asam galat. Selain itu, contoh lainnya yaitu
Ellagitannin ( tersusun dalam heksahidroksidifenil ).

2. Tannin Terkondensasi

Tannin terkondensasi biasanya tidak bisa di hidrolisis, melainkan


terkondensasi dimana dimana menghasilkan asam klorida. Tannin
terkondensasi kebanyakan terdiri dari polimer flavonoid. Tannin ini dikenal
dengan jenis nama Proanthocyanidin yang merupakan polimer dari
flavonoidyang dihubungkan dengan melalui C8 dan C4, contohnya shorgum
procyanidinyang tersusun dari catechin dan epiccatechin.

Tannin terdistribusi atau tersebar hampir pada seluruh bagian


tumbuhan, seperti pada daun, kulit, batang kayu, dan buah. Distribusi tannin ini
hampir di seluruh spesies tanaman dan biasanya ditemukan pada
gymnospermae dan angiospermae. Tannin terletak di vakuola atau bagian
permukaan tanaman. Bagian yang bertindak sebagai penyimpanan tetap tannin,
akan aktif terhadap organisme pemangsa. Selain itu, penyimpanan tannin yang
sifatnya sementara. Dapat mempengaruhi metabolisme jaringan tanaman hidup,
namun hanya ketika setelah sel mengalami kerusakan atau kematian sehingga
tannin akan aktif untuk memberikan efek metabolic.

Tannin ditemukan di daun, tunas, biji, akar, batang dan jaringan,


misalnya pada jaringan xylem dan floem dan pada lapisan korteks dengan
epidermis. Tanin yang ada dapat membantu dalam pertumbuhan jaringan
tersebut.

Kadar tannin dapat ditetapkan dengan menggunakan berbagai macam


metode, Metode yang biasanya digunakan untuk menentukan kadar tannin
total adalah sebagai berikut :

1. Metode Gravimetri
Analisis dengan menggunakan metode gravimetric adalah cara analisis
kualitatif berdasarkan berat tetap ( berat konstanta-nya ). Reagen atau
pereaksi yang ditambahkan adalah berlebih untuk menekan kelarutan
endapan.

2. Metode Permanganometri/Volument

Berdasarkan reaksi kimianya, metode volumetri dikelompokan menjadi 4


jenis reaksi yaitu, reaksi asam basa, reaksi redoks, reaksi pengendapan,
dan reaksi pembentukan kompleks.

3. Reaksi Kolorimetri

Contoh metode penetapan kadar tannin dari sebuah paper misalnya


dengan menggunakan metode kolometri dalam menentukan jumlah tannin
total pada daun jati belanda menggunakan pereaksi biru prusia. Prinsipnya
yaitu reaksi reduksi senyawa reaksi reduksi senyawa besi (III) menjadi
senyawa besi (II) oleh tannin membentuk warna biru-hitam selanjutnya
dengan penambahan pereaksi biru prusia, akan membentuk suatu
kompleks brwarna biru tinta yang dapat diukur menggunakan
spectrometer pada daerah sinar tampak.

B. Penetapan Indeks Pengembangan

Indeks pengembangan didefinisikan sebagai volume dalam mL yang


diambil dari pengembangan 1 gram bahan dalam kondisi tertentu. Pemelitian
didasarkan pada penambahan air terhadap simplisia (rajangan atau serbuk).
Dengan menggunakan gelas ukur berskala bahan dikocok berulang selama satu
jam dan biarkan selama waktu tertentu. Volume campuran dalam mL kemudian
dibaca.

Banyak simplisia tumbuhan memiliki aktifitas karena kemampuan nya


untuk mengembang, terutama tumbuhan yang mengandung gom, mucilago,
pektin dan hemiselulosa. Indeks pengembangan adalah pelume dalam ml yang di
ambil dalam pengembngan suatu gram bahan pada kondisi tertentu.

Agar-agar, agar atau agarosa adalah zat yang biasanya berupa gel yang


diolah dari rumput laut atau alga. Di (Jepang) dikenal dengan nama kanten dan
oleh orang Sunda disebut lengkong. Jenis rumput laut yang biasa diolah untuk
keperluan ini adalah Eucheuma spinosum (Rhodophycophyta). Beberapa jenis
rumput laut dari golongan Phaeophycophyta (Gracilaria dan Gelidium) juga dapat
dipakai sebagai sumber agar-agar.

Agar-agar sebenarnya adalah karbohidrat dengan berat molekul tinggi


yang mengisi dinding sel rumput laut. Ia tergolong kelompok pektin dan
merupakan suatu polimer yang tersusun dari monomer galaktosa. Agar-agar dapat
dibentuk sebagai bubuk dan diperjualbelikan.

Gel terbentuk karena pada saat dipanaskan di air, molekul agar-agar dan
air bergerak bebas. Ketika didinginkan, molekul-molekul agar-agar mulai saling
merapat, memadat dan membentuk kisi-kisi yang mengurung molekul-molekul
air, sehingga terbentuk sistem koloid padat—cair. Kisi-kisi ini dimanfaatkan
dalam elektroforesis gel agarosa untuk menghambat pergerakan molekul obyek
akibat perbedaan tegangan antara dua kutub. Kepadatan gel agar-agar juga cukup
kuat untuk menyangga tumbuhan kecil sehingga sangat sering dipakai sebagai
media dalam kultur jaringan.

Histeresis adalah gejala yang dimiliki oleh agar-agar dan sejumlah bahan
gel lainnya, yang berhubungan dengan suhu transisi fase padat-cair. Agar-agar
mulai mencair pada suhu 85 °C dan mulai memadat pada suhu 32-40 °C. Jadi
tidak seperti air yang memadat dan mencair pada titik suhu yang sama.

Apabila dilarutkan dalam air panas dan didinginkan, agar-agar bersifat


seperti gelatin: padatan lunak dengan banyak pori-pori di dalamnya sehingga
bertekstur 'kenyal'. Sifat ini menarik secara inderawi sehingga banyak olahan
makanan melibatkan agar-agar: pengental sup, puding (jelly), campuran es
krim, anmitsu (di Jepang). Agar-agar dikenal luas di daerah Asia Tropika sebagai
makanan sehat karena mengandung serat (fiber) lunak yang tinggi dan kalori
yang rendah. Kandungan serat lunak yang tinggi membantu melancarkan
pembuangan sisa-sisa makanan di usus (laksatif).

Selain digunakan sebagai makanan, agar-agar juga digunakan secara luas


di laboratorium sebagai pemadat kemikalia dalam percobaan, media tumbuh
untuk kultur jaringan tumbuhan dan biakan mikroba, dan juga sebagai fase diam
dalam elektroforesis gel. Di laboratorium, agar-agar (biasanya dikemas dalam
bentuk bubuk) dikenal sebagai agar atau agarosa saja.

IV. ALAT DAN BAHAN


A. Penetapan Kadar Tanin
a. Alat :
 Erlenmeyer 250 mL
 Gelas Ukur 500 mL
 Labu takar 250 mL
 Corong saring
 Gelas ukur 100 mL
 Pemanas
 Oven 150o C
b. Bahan :
 Simplisia
 Aquadest
 Kertas saring

B. Penetapan Indeks Pengembangan


a. Alat :
 Gelas ukur tertutup
b. Bahan :
 Simplisia
 Agar – agar
 Aquadest
V. PROSEDUR (Anjelin Laila Rohila)
- PROSEDUR PENETAPAN KADAR TANIN
A. Ekstraksi Simplisia

Tambahkan air
Masukan 2 gram Pindahkan kedalam
panas dan didikan
simplisia kedalam labu ukur 250 ml, ad
30 menit, lalu
beaker glass aquadest
dinginkan

Biarkan padatan
Buang 50 ml filtrat
mengendap, lalu
pertama, lalu saring
saring dengan kertas
kembali
saring

B. Pengujian
1. Pengujian 1 Tentukan bahan terektrasi → mencari T1

Keringkan diatas
Timbang cawan Tambahkan 50 ml hotplate sampai
kosong ekstrak kering (Suhu 105°),
lalu keringkan

Timbang, panaskan,
dinginkan hingga
Sebagai T1
bobot konstan
(pengulangan 3x)
2. Pengujian 2 → mencari T2

Tambahkan 6 gram
Kocok selama 60
Ambil 80 ml ekstrak serbuk kerupuk kulit
menit, lalu saring
(kikil)

Lakukan hal sama


Uapkan 50 ml filtrat
seperti T1 hingga
Sebagai T2 hingga kering (Suhu
didapat bobot
12

105°C)
konstan

3. Pengujian 3 tentukan kelarutan kerupuk kulit → mencari T0

Masukan 6 gram
serbuk kerupuk kulit Tambahkan 80 ml Kocok selama 60
(kikil) kedalam aquadest menit lalu saring
cawan

Lakukan hal sama


Uapkan 50 ml filtrat
seperti T1 hingga
Sebagai T0 hingga kering (suhu
didapat bobot
12

105°C)
konstan
- PROSEDUR PENETAPAN INDEKS PENGEMBANGAN

Tambahkan 1 gram
Lakukan pengujian simplisia kedalam Tambahkan 25 ml
triplo gelas ukur bertutup aquadest
25 ml

Ukur volume Biarkan selama 3 Kocok setiap


dalam ml yang jam pada suhu interval 10 menit
mengembang kamar selama 1 jam

Hitung rata-rata
dari
setiappenentuan
sebanding dengan
1 gram simplisia

VI. HASIL PENGAMATAN / TUGAS (Suci Adiastuti)


A. Penetapan Kadar Tanin
Diketahui :
 Hasil penimbangan bahan terekstraksi yaitu 32,33 gram, dengan bobot
cawan kosong 31,28 gram
 Hasil penimbangan dari campuran ekstrak dan kerupuk kulit yaitu
35,66 gram, dengan bobot cawan kosong 34,81 gram
 Hasil penimbangan dari kelarutan kerupuk kulit yaitu 33,42 gram,
dengan bobot cawan kosong 33,34 gram
 Berat daun jambu biji yang digunakan adalah 2,03 gram
Diketahui :
 Berapakah kadar tanin dari daun jambu biji tersebut ?
Jawab :
Perhitungan % tanin
a. Dik : T1 = 32,33 g – 31,28 g = 1,05 gram
T2 = 35,66 g – 34,81 g = 0,85 gram
T0 = 33,42 g – 33,34 g = 0,08 gram
W = 2,03 gram

b. Dit : % tanin ?
c. Jawab :

{ T 1−(T 2−T 0) } × 500


Kadar tanin 100% ¿
W

{ 1,05−(0,85−0,08) } ×500
=
2,03

{ 1,05−(0,77) } × 500
=
2,03

{ 0,28 } × 500
=
2,03

= 68,96 %

B. Penetapan Indeks Pengembangan


Volume yang ditempati simplisia daun cincau (mL)

Menit Ke 0 10 20 30 40 50 60 180
Tabung 1 2 2,1 2,1 2,3 2,5 2,8 3 3,3
Tabung 2 2 2,1 2,3 2,5 2,7 2,9 2,9 3,2
Tabung 3 2,1 2,1 2,2 2,3 2,5 2,8 3 3,1
Rata-rata 2,03 2,1 2,2 2,36 2,56 2,83 2,96 3,2
volume

Rata rata volume = 2.03+2.1+2.2+2.36+2.56+2.83+2.96+3.2


8
= 2.53 ml

VII. PEMBAHASAN (Fanny Elsa F. dan Dina Setiani)


A. Penetapan Kadar Tanin
Pada Praktikum ini dilakukan percobaan mengenai penentuan kadar
tannin dengan menggunakan metode gravimetri. Analisis dengan menggunakan
metode gravimetri adalah cara analisis kualitatif berdasarkan berat tetap atau
berat konstan nya.
Sampel yang digunakan yaitu daun jambu biji yang terlebih dahulu dibuat
ekstraknya. Ambil 80 ml ekstrak lalu tambahkan 6 gram serbuk kerupuk kulit
kemudian kocok selama 60 menit lalu disaring setelah itu uapkan 50 ml filtrat
hingga kering dalam suhu 105o C. Untuk pengujian dilakukan beberapa tahap
pengeringan ekstrak untuk mengetahui bobot konstan dari ekstrak yang dibuat.
Untuk penetapan kadar tanin ada tiga bobot yang dihitung yang pertama
bobot T1 diperoleh dari bobot ekstrak daun jambu biji yang sudah dikeringkan,
bobot ekstrak daun jambu biji kering yang diperoleh adalah 1,05 gram. lalu bobot
T2 diperoleh dari bobot ekstrak daun jambu biji yang ditambah dengan kerupuk
kulit yang sudah dikeringkan, tujuan dari penggunaan kerupuk kulit yaitu untuk
melihat efek tanin terhadap sel hidup karena kerupuk kulit dapat menyamak
protein dengan baik, tanin dapat menyamak kulit dengan cara mengikat protein
agar tahan terhadap enzim proteolitik dan bobot T 2 yang diperoleh adalah 0,85
gram. Selanjutnya bobot T0 diperoleh dari bobot kelarutan kerupuk kulit di dalam
air, bobot T0 yang diperoleh yaitu 0,08 gram. Kadar tanin yang diperoleh dari
hasil percobaan yaitu 68,96%.

B. Penetapan Indeks Pengembangan


Pada percobaan kali ini kami melakukan praktikum tentang Penetapan
Indeks Pengembangan. Dimana praktikum kali ini bertujuan untuk memahami
cara dan mengetahui manfaat dari penetapan indeks pengembangan dari
simplisia. Praktikum ini didasarkan pada penambahan air pada simplisia dengan
gelas ukur berskala, bahan dikocok berulang sampai satu jam, kemudian
dibiarkan selama 3 jam pada suhu kamar.
Simplisia yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu simplisia daun
cincau (Premna oblongifolia Merr). Tanaman ini merupakan sejenis tanaman
yang berbentuk perdu atau liana yang berbatang tegak. Daunnya berbentuk oval
lonjong dan panjang dengan tulang daun yang agak besar dan memiliki
kandungan karbohidrat, lemak, protein.
Indeks pengembangan merupakan volume dalam ml yang diambil dari
pengembangan 1 gram bahan dalam kondisi tertentu. Pengembangan ini terjadi
karena simplisia uji mengandung gom, mucilago, pectin, dan hemiselulosa yang
merupakan komponen mayoritas dinding sel primer dari simplisia uji.
Percobaan dilakukan berdasarkan pada penambahan air terhadap simplisia
baik dalam bentuk rajangan atau serbuk. Volume campuran dalam mL kemudian
dibaca. Hasil yang didapat dari rata rata ketiga tabung percobaan diperoleh indeks
pengembangan simplisia daun cincau 2,53 mL setelah didiamkan selama 3 jam.
Dari hasil pengamatan yang didapat bahwa daun cincau mengandung
senyawa yang bersifat hidrofilik yang dapat menyerap air dan terjadi
pengembangan. Air yang sebelumnya ada di luar simplisia, sudah tidak ada lagi
sehingga keadaan larutan lebih menetap dan terjadi peningkatan viskositas.
Pengembangan daun cincau hampir sama dengan pengembangan mucilago.
Semakin tinggi zat pengembang yang dipunya simplisia maka akan sangat bagus
digunakan untuk sediaan farmasi.
Pada bidang farmasi mucilago dipakai untuk berbagai keperluan, salah
satunya adalah sebagai emulgator. Emulgator merupakan senyawa yang memiliki
kemampuan untuk menstabilkan system disperse dari dua jenis cairan yang tidak
bercampur.

VIII. KESIMPULAN (Linda Eka Haryanti)


A. Penetapan Kadar Tanin
 Tannin merupakan senyawa polifenol yang memiliki berat molekul yang
cukup tinggi ( lebih dari 1000 ) dan dapat membentuk kompleks dengan
protein.
 Penentuan kadar tannin dengan menggunakan metode gravimetri yaitu
dengan cara analisis kualitatif berdasarkan berat tetap atau berat konstannya.
 Kadar tanin yang diperoleh dari hasil percobaan yaitu 68,96%.
 Penetapan Kadar Tanin bermanfaat untuk mengetahui kadar Tanin sebagai
adstringensia yang berkhasiat untuk pengobatan cepat diare, disentri,
perdarahan, dan mereduksi ukuran tumor.

B. Penetapan Indeks Pengembangan


 Indeks pengembangan didefinisikan sebagai volume dalam mL yang diambil
dari pengembangan 1 gram bahan dalam kondisi tertentu.
 Hasil yang didapat dari rata rata ketiga tabung percobaan diperoleh indeks
pengembangan simplisia daun cincau 2,53 mL setelah didiamkan selama 3
jam.
 Penetapan Indeks Pengembangan bermanfaat untuk menetapkan zat yang
memiliki indeks pengembangan yang tinggi dimiliki simplisia yang baik
digunakan untuk sediaan farmasi seperti mucilago.

IX. DAFTAR PUSTAKA (Linda Eka Haryanti)


Puspitasari, Deagita. 2014. Indeks Pengembangan. Tasikmalaya
Nenden, 2007. Penentuan Kepedasan, Indeks Pengembangan dan Kadar Tanin
dalam Simplisia. Bandung
Gandjar, I. G. dan Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
2010. http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin.jurnal.pdf diakses pada tanggal 12 Desember
2020

Anda mungkin juga menyukai