Anda di halaman 1dari 10

JAMINAN HUKUM PERLINDUNGAN HAM

DALAM UUD 1945


Sebelum dan Sesudah Amandemen

Oleh:
USMAN
usmanunja@yahoo.com
I. PENDAHULUAN
Hak asasi manusia (HAM) merupakan seperangkat hak yang melakat pada khakekat
dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-
Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Demikian
Pasal 1 ke-1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM memberikan batasan tentang HAM.
Persoalan HAM sebenarnya bukan merupakan isu baru, sejarah pengakuan HAM dan
pengaturannya dalam dokumen yang bersifat universal tidak terlepas dari sejarah umat
manusia. Sekalipun belum dikenal konsep HAM, namun pemikiran HAM sudah muncul sejak
awal abad 13, sebagaimana termuat dalam dokumen Magna Charta (1215), Petition of Rights
(1628), dan Bill of Rights (1689). Pada masa itu pemmikiran HAM banyak dipenaruhi oleh buah
pikir para filsuf seperti Thomas Hobbes, John Locke, Jean Jacques Rousseau dan
sebagaimnya. Sejarah pemikiran tersebut juga diwarnai oleh pemikiran yang tumbuh di jazirah
arab, seperti Piagam Madinah, tahun 622. Baru pada tahun 1948 PBB mengesahkan Deklarasi
Univesal Hak Asasi Manusia yang merupakan tolok ukur pencapaian bersama bagi semua
rakyat dan bangsa. Tahun 1966 Majlis Umum PBB mengesahkan Konvenan Internasional
mengenai Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, serta Konvenan Internasional mengenai hak-hak
Sipil dan Politik (Arinanto, 1999).
Di Indonesia, perkembangan pemikiran HAM, juga sudah dimulai sejak lama. Imbrio
pemikiran dan perdebatan HAM telah muncul sejak awal abad ke-20, sekalipun tidak dalam
istilah hak asasi manusia, namun konsep hak telah muncul dalam pikiran Kartini, Sukarno,
Douwes Dekker, dan kalangan Serikat Islam (SI). Kemudian setelah Indonesia merdeka
mendapat tempat pengaturannya dalam konstusi. Persoalannya apakah pengaturan tersebut
telah cukup memadai bagi jaminan perlindungan HAM warga negara? Untuk melihat hal
tersebut berikut ini akan diuraikan sekilas tentang pengaturan HAM dalam UUD 45 sebelum
dan setelah amandemen.
II. PENGATURAN HAM DALAM UUD 45 SEBELUM AMANDEMEN

Dalam sejarah perumusan UUD 45, persoalan HAM merupakan salah satu substansi
yang menjadi bahan perdebatan yang intens. Dalam proses perumusan konstitusi tersebut
terjadi perbedaan pendapat antara Supomo dan Muhammad Hatta mengenai perlunya
pencantuman hak-hak kewarganegaraan secara eksplisit di dalam konstitusi. Supomo dan
Sukarno berpendapat, bahwa pencantuman hak-hak kewarganegaran secara eksplisit di dalam
konstitusi tidak perlu karena landasan filsafat negara yang dianut bukan liberalisme. Sementara
Muhammad Hatta dan M. Yamin menekankan perlunya pencantuman hak-hak
kewarganegaraan untuk mencegah agar negara tidak otoriter.
Perdebatan tersebut merefleksikan dua visi politik yang bertentangan, yakni antara visi
negara integralistik di satu sisi dan negara yang berdasarkan visi kewarganegaraan di sisi yang
lain. Konsep integralistik menegaskan bahwa negara adalah pengejawantahan kesatuan
masyarakat, oleh karena negara mengatasi individu dan golongan serta menyatukan seluruh
elemen menjadi satu kesatuan organik untuk mencapai satu tujuan. Konsekuensinya hak-hak
individu tidak perlu dicantumkan secara eksplisit dalam konstitusi, sebab menurut Supomo
dalam negara integralistik tidak ada dualisme antara negara dan individu. Sementara Hatta
berpendapat, sekalipun Indonesia tidak mengikuti filsafat liberal, namun dalam konstitusi harus
ada jaminan atas hak-hak warga negara, supaya negara tidak menjadi negara kekuasaan dan
penindas. Individu di sini bukanlah individualisme sebab dalam kolektifitas juga dibutuhkan hak.
Namun perdebatan tersebut tidak berlangsung lama, karena ada kebutuhan praktis yang harus
dikejar, yakni merdeka lebih dahulu. Perumusan lebih jauh mengenai hak asasi manusia dapat
diperdebatkan kemudian dan konstitusi dapat diperbaiki (Lubis, 1996).
Dengan latar belakang sejarah seperti itu maka dapat difahami mengapa dalam UUD
45 substansi tentang HAM diatur secara terbatas. Hal ini dapat dilihat dalam bagan berikut:

No HAM BAB dan Pasal


1 Hak memperoleh X Segala warga negara bersamaan kedudukanya di
keadilan 27 (1) dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
2 Hak turut serta dalam menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu
pemerintahan dengan tidak ada kecualinya.
3 Hak bela negara. XII Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
30 dalam usaha pembelaan negara.
4 Hak atas pekerjaan X Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
dan penghidupan yang 27 (2) penghidupan yang layak bagi kemanusia-an.
layak
5 Hak berserikat dan X Kemerdekaan berserikat dan berkum-pul,
berkumpul 28 mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan
6 Hak Mengeluarkan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang
pendapat
7 Hak beragama dan XI Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
beribadat 29 (2) untuk memeluk agama-nya masing-masing dan
untuk beribadat menurut agama dan keper-
cayannya itu.
8 Hak mengembangkan XIII Tiap-tiap warga negara berhak mendapat
diri 31 (1) pengajaran.

Dari gambaran di atas terlihat bahwa substansi tentang HAM dalam UUD 45 diatur
secara terbatas, tidaklah selengkap Deklarasi HAM PBB. Hal ini disebabkan oleh pertama,
sebagaimana disebutkan di atas adalah karena ada kebutuhan praktis yang harus dikejar,
yakni merdeka lebih dahulu; kedua belum ada acuan universal tentang HAM, karena Deklarasi
HAM baru lahir tiga tahun setelah UUD 45 disahkan.
Apabila kita teliti hukum positif Indonesia, ternyata ada berbagai UU yang berkenaan
dengan HAM, yang seharusnya merupakan penjabaran norma HAM dalam UUD 45, akan tetapi
tidak sedikit ditemui ketentuannya justru mengurangi pelaksanaan HAM, seperti UU Pers, UU
Partai Politik dan Golkar, UU Pemilu, UU tentang Hukum Acara Pidana, dll. Namun seiring
dengan perubahan tantanan sosial politik di Indonesia telah terjadi reformasi terhadap berbagai
peraturan perundang-undangan tersebut (Sri Sumantri, 2002).
Meskipun telah ada jaminan perlindungan HAM dalam UUD 45, yang telah juga
dijabarkan dalam peraturan perundang-undangan, namun dalam kenyatannya tidak sedikit
pelanggaran HAM yang terjadi dengan segala bentuknya, sekedar contoh dapat dikemukakan
di sini catatan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Rezim Orde Baru selama Januari 1995
sampai dengan Maret 1996, sebagaiberikut:

T.1. Pelanggaran Hak-hak Sipil dan Politik

Terhadap Kebebasab Jumlah Alasan Pelarangan/Pencekalan Jumlah


Berfikir, berkeyakinan dan 36 Tidak jelas 69
beragama Sikap politik yang berbeda 29
Berpendapat/berekspresi dan 101 Perizinan 27
mengungkapkannya Menjaga ketertiban umum 18
Berserikat dan berkumpul 57 Penilaian ajaran sesat 11
Lain-lain 40
Jumlah total 194 194
Sumber : YPUSHAM, Majalah HAM Imparsial, Tahun 1, Oktober 1996
T. 2. Kegiatan yang dilarang, Korban dan Pelaku
Kegiatan yang dilarang Jml Para Korban Jml Para Pelaku Jml
Kegiatan oragniasasi 38 Tokoh plitik/publik figur 43 Polisi 71
Kegiatan ekspresi/seni 34 Kelompok 23 Kejaksaan 10
Tidak jelas 19 Individu 23 Pengadilan Negeri 2
Kegiatan pers 18 Kelompok kepercayaan 23 Gubernur/Bupati/camat 11
Kegiatan profesi 18 Mahasiswa 18 Pemda 20
Cermah 17 LSM 17 Kantor Sospol 18
Unjuk rasa 14 Pers 15 Kepala Instansi 15
Diskusi 14 Warga masyarakat 13 Bakorinda 6
Kegiatan keagamaan 11 Orsospol 6 Kodim/Koramil 15
Seminar 5 Organisasi penyiaran 3 Pangdam 3
Ikut serta dalam jabatan Departemen kabinet 6
pemerintahan 4
Pergi ke luar negeri 2 Orsospol 3
Rektor 23
Organisasi profesi 3
Jumlah total 194 Jumlah total 194 Jumlah total 206
Sumber : YPUSHAM, Majalah HAM Imparsial, Tahun 1, Oktober 1996

Selain itu, khusus untuk pelanggaran HAM berat, dapat dikemukkan bebrapa contoh
kasus di antaranya sebagai berikut:
Peristiwa Korban sipil Pejabat militer Keterangan
Penembakan Diperkirakan 10.000 Suharto sebagai presiden
misterius (Petrus) preman dibunuh mengakui sendiri dalam
selaam tahun selama operasi biografinya, jika itu atas
1983 instruksinya
Tanjung Priok 12 18 tewas, 53 luka Panglima ABRI Beni Murdani, Pemerintah membentuk Komisi
September 1984 (versi pemerintah) 50 Kasad Rudini, Pangdam Jaya penyelidikan dan pemeriksaan
tewas 61 luka versi Tri sutrisno pelanggaran HAM Tanjung Priokj yang
warga malahandalam rekomendasinya
tidakmenyebutkan adanya
pembantaian. Meskipun proses
penyelidikan masih berlangsung
muncul piagam islah antara
petinggimiliter dengan korban. Kini
dipuatuskan pemecahnnya pada
peradilan HAM adhoc.

Marsinah 1 tewas Panglima ABRI Faesal Siap pembunuh marsinah sampai kini
8 Mei 1993 Tanjung, Kasad Wismoyo A, tidak jelas.
Pangdam Brawijawa Haris Danramil Porong Kapten Kusaeri
Sudarsono diadilim mahmil dengan hukuman 9
bulankurungan,
Kasi intel Kodim Sidoiarjo Kapten
Sugeng dan Dandim Sidoarjo letkol
Max Salaki dengan hukuman dimutasi
Penembakan 5 tewas Panglima ABRI Wieanto, 6 Pama Polri diadili oleh Mahmil
Trisakti Pangdam Jawa Safri dengan hukum 2-10 bulan kurungan
12 Mei 1998 Samsudin, Kapolda Hamami
nata
Penyerbuan Data Komnas HAM: 5 Panglima ABRI Faesal
Kantor PDIP orang tewas, 23 Tanjung, Kasospol sarwan
27 Juli 1996 hilang, 143 luka. Data Hamid, Zaki Anwar makarim
Pemerintah: 4 orang (BIA) Susilo Bambang Y Staf
tewas, 26 luka-luka Kodam Jaya. Pangdam Jaya
200 ditahan Sutioso. Kapolri Dibyo
Widodo, Kapolda Hamami
nata
Sumber: HAM Kejahatan Negara dan Imperialisme modal

Sekalipun selama rezim orde baru yang sangat represif diskursus HAM kurang
berkembang, namun pada tahun 90-an berbarengan dengan munculnya Komnas HAM sebagai
konsekuensi masuknya Indonesia ke dalam Komite Hak Asasi PBB, wancana tentang HAM
kembali berkembang. Meskipun perdebatan masih kurang mendalam, namun menjelang
Kongres HAM sedunia di Wina tahun 1993, gerakan HAM tidak dapat ditolak oleh pemerintah
dan menjadikan HAM sebagai bagian dari kebijakan pemerintah. Terlpas dari kelemahan yang
ada, pada tahun 1999 pemerintah telah memberlakukan UU HAM (UU No. 39 Tahun 1999).
Demikian pula pengadilan Koneksitas digelar dalam rangka mengungkap berbagai pelanggaran
HAM dan pembentukan berbagai komite untuk menyelesaiakan pelanggaran HAM. Lebih lanjut
untuk mengefektifkan kerja-kerja penegakan HAM, Kementrian HAM dibentuk dan UU
Pengadilan HAM pun dirancang (Lubis, 1996).

III. PENGATURAN HAM DALAM UUD 45 SETELAH AMANDEMEN

Ketika gerakan reformasil berhasil menumbangkan Jendral Suharto dari kursi


kekuasaan yang sudah digemgamnya selam 32 tahun, sebagian di antara kita berharap era
otoritarian segera berakhir, Masa kezaliman di mana penghargaan terhadap kemanusiaan
sangat rendah, serta kesewenang-wenangan terhadap rakyat yang menjadi model kekuasaan
saat itu segera berakhir. Sebagian dari kita juga bermimpi bahwa negeri ini segera mamsuki era
baru yang terwujud dalam bentuk suatu tatanan masyarakat yang berkeadilan, di mana HAM
terjaga dan dilindungi, rakyat tidak diperlakukan secara semena-mena serta hak-haknya
ditegakkan dan dilindungi (E. Sobirin Nadj dkk, 2001). Meskipun mimpi-mimpi tersebut tidak
dapat segera terwujud, namun era reformasi telah banyak membawa perubahan, di antaranya
terhadap pandangan yang mengsakralkan UUD 45 sebagai dokumen yang tidak dapat diubah,
menjadi karya manusia biaya yang tidak luput dari segala kekurangan dan kelemahan sehingga
diperlukan perbaikan-perbaikan.
Kembali pada sejarah perdebatan HAM ketika perumusan UUD 45 sebagaimana
disebutkan sebelumnya, ditegaskan bahwa perumusan lebih jauh mengenai hak asasi manusia
dapat diperdebatkan kemudian dan konstitusi dapat diperbaiki. Ini berarti UUD 45 saat pertama
dirumuskan memang masih bersifat sementara, disusun atas desakan kemerdekaan dan perlu
diperbaiki kembali setelah keadaannya memungkinkan. Ternyata karena perjalanan sejarah
kenegaraan yang tidak mulus dan benturanke pentingan penguasa, upaya perbaikan UUD 45
yang telah dicanangkan sejak awal perumusannya baru mendapat ruang setelah lebih dari
setengah abad. Tepatnya mulai tahun 1999 perubahan UUD 45 diagendakan dan persoalan
HAM menjadi substansi yang perlu diatur dalam UUD 45.
Setelah amandemen (ke dua), maka substansi HAM mendapat tempat khusus dalam
UUD 45. Di samping tidak mengurangi jaminan hak-hak warga negara yang telah diatur sejak
awal, di tambah satu bab khusus, yaitu bab XA tentang Hak Asasi Manusi, mulai dari Pasal 28
A sampai engan Pasal 28 J. Ketentuan tersebut secara substansial mengatur mengenai hak-
hak asasi, perlindungan dan penegakan HAM, serta kewajiban berkaitan dengan HAM. Secara
ringkas dapat digambarkan dalam matrik berikut:

Substansi HAM dalam UUD 45 Setelah Amandemen


No Substansi HAM Pasal
1 Hak hidup dan 28A Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup mempertahankan hidup dan kehidupannya
dan kehidupan
2 Hak berkeluarga dan 28B (1) Setiap orang berhak berkeluarga dan
melanjutkan keturunan melanjutkan keturunan melalui perkawinan
yang sah.
3 Hak kelangsungan hidup, 28B (2) Setiap orang berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh dan berkembang tumbuh dan berkem-bang serta perlindungan
4 Hak perlindungan dari dari keke-rasan dan diskriminasi
kekerasan dan dikriminasi
5 Hak mengembangkan diri 28C(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri
melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,
berhak mendapat pendidikan, dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi,
seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahtraan umat
manusia.
6 Hak mengembangkan diri 28C(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya
secara kolektif dalam memperjuangkan haknya secara kolektif
untuk membangun masyarakat, bangsa dan
negara
7 Hak atas pengakuan, 28D (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
jaminan, perlindungan dan perlindungan dan kepastian hukum yang adil
kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama di hadapan hukum.
dan persamaan di depan
hukum.
8 Hak atas pekerjaan yang 28D (2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta
adil dan layak mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan
layak dalam hubungan kerja
9 Hak dalam pemerintahan 28D (3) Setiap warga negara berhak memperoleh
kesempatan yang sama dalam pemerintahan
10 Hak atas status 28D (4) Setiap orang berhak atas status ke-
kewarganegaraan warganegaraan
11 Hak Kebebasan beragama 28E (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan
dan beribadat menurut beribadat menurut agamanya, memilih
agamanya pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan,
12 Hak kebebasan memilih memilih kewarganegaraan, memilih tempat
pendidikan dan pangajaran tinggal di wailayah negara dan
13 Hak kebebasan meilih meningalkannya, serta berhak kembali
pekerjaan
14 Hak kebebasana memilih
kewarganegaraan
15 Hak kebebasan memilih
tempat tinggal, di wilayah
negara dan meninggal-
kannya, serta kembali
16 Hak kebebasan meyakini 28E (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini
kepercayaan kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap
17 Hak kebabasan sesuai dengan hati nurani.
menyatakan pikiran dan
sikap sesuai dengan hati
nuraninya
18 Hak kebebasan berserikat 28E (3) Setiap orang berhak atas kebebasan
dan berkumpul berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
19 Hak kebebasan pendapat.
mengeluarkan pendapat
20 Hak berkomunikasi dan 28F Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi memperoleh informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak
untuk mencari, memperoleh dan memilki,
menuimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia.
21 Hak perlindungan diri 28G (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri
pribadi, keluarga, pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan
kehormatan, martabat dan harta benda yang dibawah kekuasaannya,
harta benda yang di bawah serta berhak atas rasa aman dan perlindungan
kekuasaannya dari ancman ketakutan untuk berbuat atau tidak
22 Hak atas rasa aman dan berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi
perlindungan dari ancaman
ketakutan untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu
yang merupakan hak asasi
23 Hak untuk bebas dari 28G (2) Setiap orang berhak untuk bebas dari
penyiksaan atau perlakuan penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan
yang merendahkan derajat derajat martabat manusia dan berhak
martabat manusia memperoleh suaka politik dari negara lain
24 Hak memperoleh suaka
poltik dari negara lain
25 Hak hidup sejahtra lahir 28H (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin,
batin bertemapat tinggal, dan mendapat lingkungan
26 Hak bertempat tinggal hidup yang baik dan sehat serta berhak
27 Hak mendapat lingkungan memperoleh pelayanan kesehatan.
hidup yang baik dan sehat
28 Hak mendapat layanan
kesehatan
29 Hak mendapat kemudan 28H (2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan
dan perlakuan khusus guna dan perlakuan khusus untuk memperoleh
mencapai persamaan dan kesempatan dan manfaat yang sma guna
keadilan mencapai persamaan dan keadilan.
30 Hak mendapat jaminan 28H (3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang
sosial memungkinkan pengembangan dirinya secara
utuh sebagai manusia yang bermartabat
31 Hak milik pribadi 28 H(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik
pribadi dan hakmilik tersebut tidak boleh
diambilalih secara sewenag-wenang oleh
siapapun.
32 Hak bebas dari perlakukan 28 I (2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang
yang bersifat diskriminatif bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan
berhak mendapatkan perlindungan serta
perlakuan yang bersifat diskriminatif itu
33 Hak masyarakat tradisional 28 I (3) Identitas budaya dan hak masyarakat
tradisional dihormati selaras dengan
perkembangan zaman dan peradaban.

Hak asasi yang tidak dapat dikurangi (Pasal 28 I ayat (1)


HAM yang tidak dapat dikurangi 1. Hak didup
dalam keadaan apapun 2. Hak untuk tidak disiksa
3. Hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani
4. Hak beragama
5. Hak untuk tidak diperbudak
6. Hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum
7. Hak untuk tidak di tuntut atas dasar hukum yang
berlaku surut

Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan HAM

Pasal 28 I (4) Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia
adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
Pasal 28 I (5) Untuk menegakan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi
manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-
undangan.

Kewajiban asasi

Pasal 28 J (1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pasal 28 J (2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
kepada pembatasan yang ditetapkan denganundang-undang dengan
maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan
atas hak dan kebabasan orang lain, nilai-nilia agma, kemanusiaan,
ketertibanumum dalam suatu masyarakat demokratis.

Dari gambaran di atas, maka setelah amandemen UUD 45 (ke dua) substansi HAM
diatur secara khusus dan meliputi hak-hak asasi yang lebih luas dan spesifik di banding
pengaturan dalam UUD 45 sebelum amandemen.

V. PENUTUP
Meskipun persoalan HAM telah mendapat pengaturan dalam konstitusi, bukan berarti
persoalan HAM kemudian menjadi selesai. Karena dalam tataran kenyataan yang dapat kita
saksikan bersama, perlindungan HAM sampai saat sekarang inipun relatif masih
memprihatinkan. Banyak terjadi kasus-kasus pelanggaran HAM yang sangat merugikan
masyarakat, namun tidak mendapat penyelesian yang memuaskan, yang disebabkan
ketidaktahuan dan lemahnya posisi mereka yang menjadi korban.
Banyak faktor yang menyumbang terjadinya realitas tersebut, di antaranya: pertama
masih kurang responsifnya negara (pemerintah) dalam melindungi HAM; kedua, prilaku elit
politik yang cenderung hanya mengedepankan kepentingan pribadi dan kelompoknya,
sehingga mengabaikan hak-hak rakyat, dan ketiga belum tersosialisasinya secara luas
gagasan HAM di kalangan masyarakat yang berakibat lemahnya penghormatan terhadap nilai-
nilai dan norma HAM. Oleh karena itu, setelah adanya pengakuan HAM dalam UUD dan
peraturan perundangan lainnya, upaya perlindungan HAM harus dimulai dari pemahaman dan
penyadaran pada nilai-nilai HAM, karena hanya dengan demikian maka kemudian timbul
penghormatan terhadap HAM orang lain. Oleh karena itulah maka pendidikan HAM bagi warga
negara itu menjadi langkah penting dalam usaha penegakan HAM .

Daftar Pustaka

Arinanto, Satya, 1999.” Sejarah Pemikiran HAM” Paper, Jakarta.

Lubis, Mulya, 1996 “ Perkembangan Pemikiran dan Perdebatan HAM”, Paper, Jakrta.

__________, 1993. Hak Asasi Manusia dalam Masyarkat Dunia : Isu dan Tindakan. Yayasan
Obor, Jakarta.

Prsetio, Eko, 2001. HAM Kejahatan Negara dan Imperialisme Modal. Insist, Yogyakarta.`

Sobirin, E dkk, 2001. Menumbuhkan Daya Kritis Rakyat. LP3IS, Jakarta.

Sumantri, Sri, 2002. “Perlindungan dan Pemajuan Hak Asasi Manusia.” Makalah disampaikan
dalampelatihan dosen mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan Perguruan Tinggi,
diselenggarakan di Yogyakarta.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia.
YPUSHAM, Majalah HAM Imparsial, Tahun 1, Oktober 1996

Anda mungkin juga menyukai