Anda di halaman 1dari 36

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Barotrauma adalah kerusakan jaringan yang terjadi akibat kegagalan untuk
menyamakan tekanan udara antara ruang berudara pada tubuh (seperti telinga tengah)
dan tekanan pada lingkungan sewaktu melakukan perjalanan dengan pesawat terbang
atau pada saat menyelam. Barotrauma dapat terjadi pada telinga, wajah (sinus), dan
paru, dalam hal ini bagian tubuh yang memiliki udara di dalamnya.
Barotrauma merupakan segala sesuatu yang diakibatkan oleh tekanan kuat
yang tiba-tiba dalam ruangan yang berisi udara pada tulang temporal, yang
diakibatkan oleh kegagalan tuba eustakius untuk menyamakan tekanan dari bagian
telinga tengah dan terjadi paling sering selama turun dari ketinggian atau naik dari
bawah air saat menyelam. Barotrauma telinga tengah merupakan cedera terbanyak
yang dapat terjadi pada saat menyelam.
Hukum Boyle menyatakan bahwa suatu penurunan atau peningkatan pada
tekanan lingkungan akan memperbesar atau menekan suatu volume gas dalam ruang
tertutup. Bila gas terdapat dalam struktur yang lentur, maka struktur tersebut dapat
rusak karena ekspansi atau kompresi. Barotrauma dapat terjadi bilamana ruang-ruang
berisi gas dalam tubuh (telinga tengah, paru-paru) mejadi ruang tertututup dengan
menjadi buntunya jaras-jaras ventilasi normal.

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Barotrauma?

1.3. Tujuan
Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Barotrauma.

1
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 Definisi
Barotrauma adalah kerusakan jaringan yang terjadi akibat kegagalan untuk
menyamakan tekanan udara antara ruang berudara pada tubuh (seperti telinga tengah)
dan tekanan pada lingkungan sewaktu melakukan perjalanan dengan pesawat terbang
atau pada saat menyelam. Barotrauma dapat terjadi pada telinga, wajah (sinus), dan
paru, dalam hal ini bagian tubuh yang memiliki udara di dalamnya.

2.2 Etiologi
Barotrauma paling sering terjadi pada perubahan tekanan yang besar seperti
pada penerbangan, penyelaman misalkan pada penyakit dekompresi yang dapat
menyebabkan kelainan pada telinga, paru-paru, sinus paranasalis serta emboli udara
pada arteri yang dimana diakibatkan oleh perubahan tekanan yang secara tiba-tiba,
misalkan pada telinga tengah sewaktu dipesawat yang menyebabkan tuba eustakius
gagal untuk membuka. Tuba eustakius adalah penghubung antara telinga tengah dan
bagian belakang dari hidung dan bagian atas tenggorokan. Untuk memelihara tekanan
yang sama pada kedua sisi dari gendang telinga yang intak, diperlukan fungsi tuba
yang normal. Jika tuba eustakius tersumbat, tekanan udara di dalam telinga tengah
berbeda dari tekanan di luar gendang telinga, menyebabkan barotrauma.

2.3 Patofisiologi
Bumi diselubungi oleh udara yang disebut Atmosfer Bumi.atmosfer itu
terbentang mulai dari permukaan Bumi sampaikeketinggian 3000 km. Udara tersebut
mempunyai massa, dan berat lapisan udara ini akan menimbulkan suatu tekanan yang
disebut tekanan udara. Makin tinggi lokasi semakin renggang udaranya, berarti
semakin kecil tekanan udaranya. Sehingga pinggiran Atmosfer Bumi tersebut akan
berakhir dengan suatu keadaan hampaudara. Lihat Tabel 1. Ukuran tekanan gas : mm
Hg, mm H2O , Atmosfir (Atm) ,PSI (Pound per Square Inch), Torr ,Barr dsb.
Tabel 1. Tekana Udara pada ketinggian tertentu
KETINGGIAN TEKANAN UDARA
0 km 1 atm
16 km 0,1 atm
31 km 0,01 atm
48 km 0,001 atm
64 km 0,0001 atm

2
Tabel 2. Tekanan Udara & volume gas pada kedalaman tertentu di Bawah air
Depth Pressure Gas vol. Density
0 1 atm 1 1x
33 2 atm ½ 2x
66 3 atm 1/3 3x
99 4 atm ¼ 4x

Trauma akibat perubahan tekanan, secara umum dijelaskan melalui Hukum


Boyle. Hukum boyle menyatakan bahwa volume gas berbanding terbalik dengan
tekanan atau P1xV1 = P2xV2.
Ada bagian-bagian tubuh yang berbentuk seperti rongga, misalnya : cavum
tympani, sinus paranasalis, gigi yang rusak, traktus digestivus dan traktus
respiratorius. Pada penerbangan, sesuai dengan Hukum Boyle yang mengatakan
bahwa volume gas berbanding terbalik dengan tekanannya, maka pada saat tekanan
udara di sekitar tubuh menurun/meninggi, terjadi perbedaan tekanan udara antara di
rongga tubuh dengan di luar, sehingga terjadi penekanan/penghisapan terhadap
mukosa dinding rongga dengan segala akibatnya.
Berdasarkan Hukum Boyle diatas dapat dijelaskan bahwa suatu penurunan
atau peningkatan pada tekanan lingkungan akan memperbesar atau menekan (secara
berurutan) suatu volume gas dalam ruang tertutup. Bila gas terdapat dalam struktur
yang lentur, maka struktur tersebut dapat rusak karena ekspansi ataupun kompresi.
Barotrauma dapat terjadi bilamana ruang-ruang berisi gas dalam tubuh (telinga
tengah, paru-paru) menjadi ruang tertutup dengan menjadi buntunya jaras-jaras
ventilasi normal9.
Untuk Barotrauma yang terjadi pada tubuh, 5 kondisi di bawah ini harus
ditemukan:
1. Harus ada udara
2. Tempatnya harus dipisahkan oleh dinding yang keras
3. Tempatnya harus tertutup
4. Tempatnya harus memiliki pembuluh darah
5. Terjadi perubahan tekanan dari lingkungan sekitar

2.4 Anatomi dan Fisiologi

3
2.4.1 Anatomi Telinga
Secara umum telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga
dalam. Telinga luar sendiri terbagi atas daun telinga, liang telinga dan bagian lateral
dari membran timpani.

Gambar 2. Anatomi Telinga


(dikutip dari kepustakaan 6)

Daun telinga di bentuk oleh tulang rawan dan otot serta ditutupi oleh kulit.
Ke arah liang telinga lapisan tulang rawan berbentuk corong menutupi hampir
sepertiga lateral, dua pertiga lainnya liang telinga dibentuk oleh tulang yang ditutupi
kulit yang melekat erat dan berhubungan dengan membran timpani.[6]
Telinga tengah berbentuk seperti kubah dengan enam sisi. Telinga tengah
terbagi atas tiga bagian dari atas ke bawah, yaitu epitimpanum terletak di atas dari
batas atas membran timpani, mesotimpanum disebut juga kavum timpani terletak
medial dari membran timpani dan hipotimpanum terletak kaudal dari membran
timpani. Fungsi dari telinga tengah akan meneruskan energi akustik yang berasal dari
telinga luar kedalam koklea yang berisi cairan.[6]
Telinga dalam terdiri dari organ kesimbangan dan organ pendengaran. Telinga
dalam terletak di pars petrosus os temporalis dan disebut labirin karena bentuknya
yang kompleks. Telinga dalam pada waktu lahir bentuknya sudah sempurna dan
hanya mengalami pembesaran seiring dengan pertumbuhan tulang temporal. Telinga
dalam terdiri dari dua bagian yaitu labirin tulang dan labirin membranosa. Labirin
tulang merupakan susunan ruangan yang terdapat dalam pars petrosa os temporalis
( ruang perilimfatik) dan merupakan salah satu tulang terkeras. Labirin tulang terdiri
dari vestibulum, kanalis semisirkularis dan kohlea. Vestibulum merupakan bagian
yang membesar dari labirin tulang dengan ukuran panjang 5 mm, tinggi 5 mm dan
dalam 3 mm.[6]

4
Ada tiga buah semisirkularis yaitu kanalis semisirkularis superior, posterior
dan lateral yang terletak di atas dan di belakang vestibulum. Koklea membentuk
tabung ulir yang dilindungi oleh tulang dengan panjang sekitar 35 mm dan terbagi
atas skala vestibuli, skala media dan skala timpani.[6]

Gambar 3 . Anatomi Telinga Dalam


(dikutip dari kepustakaan 6)

2.2.1. Anatomi Sinus Paranasalis


Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit
dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang
sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus
etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil
pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua
sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.[7]

5
Gambar 4. Anatomi Sinus Paranasalis (dikutip dari kepustakaan 7)
2.3.1. Anatomi Paru-Paru
Paru‐paru adalah organ berbentuk spons yang terdapat di dada. Paru-paru
kanan memiliki 3 lobus, sedangkan paru‐paru kiri memiliki 2lobus. Paru-paru
berfungsi dalam pertukaran gas antara udara luar dan darah yaitu oksigen dari udara
masuk ke darah, dan karbondioksida dari darah ke luar ke udara. Proses pertukaran
gas terjadi melalui lapisan yang terdiri dari epitel alveoli, membran basalis, cairan
antarsel endotel kapiler, plasma, membran sel darah merah, dan cairan intrasel darah
merah.
Alveoli paru-paru/ kantong udara merupakan kantong kecil dan tipis yang
melekat erat dengan lapisan pembuluh darah halus (kapiler) yang mebawa darah yang
bebas oksigen (deoxgenated) dari jantung. Molekul oksigen dapat disaring melalui
dinding pembuluh darah tersebut untuk masuk ke aliran darah. Sama halnya dengan
karbondioksida yang dilepaskan dari darah ke dalam kantong udara untuk
dikeluarkan melalui pernapasan, menentukan jumlah oksigen yang masuk ke dalam
darah dan jumlah karbondioksida yang dikeluarkan dari darah.[8]

6
Gambar 5. Struktur Paru-paru dan pertukaran gas di alveoli
(dikutip dari kepustakaan 8

7
2.5. Manifestasi Klinis
2.2.1. Kelainan pada telinga
Tuba eustakius secara normal selalu tertutup namun dapat terbuka pada
gerakan menelan, mengunyah, menguap, dan dengan manuver Valsava. Pilek,
rinitis alergika serta berbagai variasi anatomis individual, semuanya merupakan
predisposisi terhadap disfungsi tuba eustakius11.
Barotrauma, dengan ruptur membran timpani (MT), dapat terjadi setelah
suatu penerbangan pesawat atau setelah berenang atau menyelam. Mekanisme
bagaimana ini dapat terjadi, dijelaskan dibawah ini12.
Saluran telinga luar, telinga tengah, telinga dalam dapat dianggap sebagai
3 kompartemen tersendiri, ketiganya dipisahkan satu dengan yang lain oleh
membran timpani dan membran tingkap bundar dan tingkap oval Telinga tengah
merupakan suatu rongga tulang dengan hanya satu penghubung ke dunia luar,
yaitu melalui tuba Eustachii. Tuba ini biasanya selalu tertutup dan hanya akan
membuka pada waktu menelan, menguap, Valsava maneuver. Valsava maneuver
dilakukan dengan menutup mulut dan hidung, lalu meniup dengan kuat. Dengan
demikian tekanan di dalam pharynx akan meningkat sehingga muara dapat
terbuka9.
Dari skema diatas ini dapat dilihat bahwa ujung tuba di bagian telinga
tengah akan selalu terbuka, karena terdiri dari massa yang keras/tulang.
Sebaliknya ujung tuba di bagian pharynx akan selalu tertutup karena terdiri dari
jaringan lunak, yaitu mukosa pharynx yang sewaktu-waktu akan terbuka di saat
menelan. Perbedaan anatomi antara kedua ujung tuba ini mengakibatkan udara
lebih mudah mengalir keluar daripada masuk kedalam cavum tympani. Hal inilah
yang menyebabkan kejadian barotitis lebih banyak dialami pada saat menurun
dari pada saat naik tergantung pada besamya perbedaan tekanan, maka dapat
terjadi hanya rasa sakit (karena teregangnya membrana tympani) atau sampai
pecahnya membrana tympani9.

Barotrauma descent dan ascent dapat terjadi pada penyelaman. Imbalans


tekanan terjadi apabila penyelam tidak mampu menyamakan tekanan udara di
dalam rongga tubuh pada waktu tekanan air bertambah atau berkurang12.
1. Gangguan telinga pada penyelam
Barotrauma telinga adalah yang paling sering ditemukan pada penyelam.
dibagi menjadi 3 jenis yaitu barotrauma telinga luar, tengah dan dalam ,
tergantung dari bagian telinga yang terkena. Barotrauma telinga ini bisa terjadi
secara bersamaan dan juga dapat berdiri sendiri12.
Barotrauma telinga luar berhubungan dengan dunia luar, maka pada waktu
menyelam, air akan masuk ke dalam meatus akustikus eksternus. Bila meatus
akustikus eksternus tertutup, maka terdapat udara yang terjebak. Pada waktu
tekanan bertambah, mengecilnya volume udara tidak mungkin dikompensasi
dengan kolapsnya rongga (kanalis akustikus eksternus), hal ini berakibat
terjadinya decongesti, perdarahan dan tertariknya membrana timpani ke lateral.
Peristiwa ini mulai terjadi bila terdapat perbedaan tekanan air dan tekanan udara
dalam rongga kanalis akustikus eksternus sebesar ± 150 mmHg atau lebih, yaitu
sedalam 1,5 – 2 meter12.
Barotrauma telinga tengah akibat adanya penyempitan, inflamasi atau
udema pada mukosa tuba mempengaruhi kepatenannya dan merupakan penyulit
untuk menyeimbangkan tekanan telinga tengah terhadap tekanan ambient yang
terjadi padasaat ascent maupun descent, baik penyelaman maupun penerbangan.
Terjadinya barotrauma tergantung pada kecepatan penurunan atau kecepatan
peningkatan tekanan ambient yang jauh berbeda dengan kecepatan peningkatan
tekanan telinga tengah12.
Barotrauma telinga dalam biasanya adalah komplikasi dari barotrauma
telinga tengah pada waktu menyelam, disebabkan karena malakukan maneuver
valsava yang dipaksakan. Bila terjadi perubahan dalam kavum timpani akibat
barotrauma maka membran timpani akan mengalami edema dan akan menekan
stapes yang terletak pada foramen ovale dan membran pada foramen rotunda,
yang mengakibatkan peningkatan tekanan di telinga dalam yang akan merangsang
labirin vestibuler sehingga terjadi deviasi langkah pada pemeriksaan “Stepping
Test”. Dapat disimpulkan , gangguan pada telinga tengah dapat berpengaruh pada
labirin vestibuler dan menampakkan ketidakseimbangan laten pada tonus otot
melalui refleks vestibulospinal12.

2. Gangguan telinga pada penerbangan


Barotrauma telinga tengah merupakan masalah medis yang paling sering
kita jumpai dalam dunia penerbangan. Barotrauma telinga tengah atau aerotitis
media atau ear block didefinisikan sebagai proses inflamasi akut di telinga tengah
sebagai akibat perubahan tekanan atmosfer. Berdasarkan patologinya, barotrauma
dibagi dua, yaitu barotitis media dan baromiringitis. Barotitis media adalah
keadaan patologis yang ditandai peradangan pada mukosa telinga tengah,
perdarahan dan cairan transudat di telinga tengah. Baromiringitis adalah
kerusakan struktur membran timpani2.
Barotrauma telinga tengah terjadi akibat kegagalan tuba Eustachius untuk
menyamakan tekanan antara telinga tengah dan lingkungan saat terjadi perubahan
tekanan. Kecepatan dan besarnya perubahan tekanan berpengaruh terhadap
terjadinya barotrauma. Makin cepat perubahan tekanan yang terjadi dan makin
besar perbedaan tekanan yang ada, maka makin mudah barotrauma terjadi.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan gangguan fungsi tuba adalah adanya
proses infeksi saluran napas atas seperti rinitis, sinusitis, faringitis, hipertrofi
adenoid dan infeksi telinga tengah, adanya riwayat alergi, sumbatan jalan napas
seperti septum deviasi dan massa tumor pada daerah telinga, hidung dan
tenggorok dan hal lain yang juga penting adalah perasat Toynbee dan Valsava
yang dilakukan kurang optimal2.
Barotrauma yang terjadi pada penerbang dapat mempengaruhi
keselamatan penerbangan. Peraturan kesehatan standar penerbangan melarang
para penerbang yang mengalami barotrauma untuk bertugas, hal ini membawa
dampak terhadap perusahaan penerbangan secara ekonomi. Hal ini yang
mendasari pentingnya suatu pemeriksaan yang dapat mendeteksi kemungkinan
terjadinya barotrauma pada penerbang, sehingga barotrauma dapat dihindari.
Diagnosis barotrauma ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, penilaian
membran timpani berdasarkan klasifikasi Wallace Teed, dan ditunjang dengan
penilaian tekanan telinga tengah dan fungsi tuba Eustachius dengan
timpanometri2.
Keluhan yang paling sering dirasakan adalah telinga terasa penuh, telinga
sakit, tinitus, gangguan pendengaran dan keseimbangan. Wallace Teed
menggambarkan klasifikasi untuk derajat barotrauma, yaitu:
a. Derajat 0: tidak ada keluhan dengan membran timpani normal;
b. Derajat 1: membran timpani kemerahan yang difus dan retraksi;
c. Derajat 2: derajat 1 ditambah dengan perdarahan ringan membran timpani;
d. Derajat 3: derajat 1 ditambah dengan perdarahan sedang membran
timpani;
e. Derajat 4: membran timpani tampak bulging, terdapat efusi cairan;
f. Derajat 5: perforasi membran timpani2.
Pemeriksaan membran timpani dengan otoskop adalah salah satu metode
pemeriksaan fungsi tuba Eustachius yang tertua. Adanya tekanan negatif di telinga
tengah atau otitis media efusi, dapat dinilai dengan otoskop pneumatik yang
mengindikasikan adanya gangguan fungsi tuba Eustachius, tetapi metode ini tidak
dapat digunakan untuk menentukan tipe gangguan, apakah karena masalah
fungsional atau akibat obstruksi. Yang harus digaris-bawahi adalah penampakan
membran timpani yang normal belum tentu memiliki fungsi tuba yang normal,
seperti pada tuba semipatulous atau patulous2.
Seperti yang dijelaskan di atas, tekanan yang meningkat perlu diatasi
untuk menyeimbangkan tekanan, sedangkan tekanan yang menurun biasanya
dapat diseimbangkan secara pasif. Dengan menurunnya tekanan lingkungan,
udara dalam telinga tengah akan mengembang dan secara pasif akan keluar
melalui tuba eustakius. Dengan meningkatnya tekanan lingkungan, udara dalam
telinga tengah dan dalam tuba eustakius menjadi tertekan. Hal ini cenderung
menyebabkan penciutan tuba eustakius. Jika perbedaan tekanan antara rongga
telinga tengah dan lingkungan sekitar menjadi terlalu besar (sekitar 90 sampai
100mmhg), maka bagian kartilaginosa diri tuba eustakius akan semakin menciut.
Jika tidak ditambahkan udara melalui tuba eustakius untuk memulihkan volume
telinga tengah, maka struktur-struktur dalam telinga tengah dan jaringan
didekatnya akan rusak dengan makin bertambahnya perbedaan. Terjadi rangkaian
kerusakan yang dapat dipekirakan dengan berlanjutnya keaadan vakum relatif
dalam rongga telinga tengah. Mula-mula membrana timpani tertarik kedalam.
Retraksi menyebabkan membrana dan pecahnya pembuluh-pembuluh darah kecil
sehingga tampak gambaran injeksi dan bula hemoragik pada gambaran injeksi dan
bula hemoragik pada gendang telinga tengah juga mukosa telinga tengah juga
akan berdilatasi dan pecah, menimbulkan hemotapimum. Kadang-kadang tekanan
dapat menyebabkan ruptur membrana timpani3,4,8.
Gejala-gejala klinik barotrauma telinga10:
a. Gejala descent barotrauma:
1) Nyeri (bervariasi) pada telinga yang terpapar.
2) Kadang ada bercak darah dihidung atau nasofaring.
3) Rasa tersumbat dalam telinga/tuli konduktif.
b. Gejala ascent barotrauma:
1) Rasa tertekan atau nyeri dalam telinga.
2) Vertigo.
3) Tinnitus/tuli ringan.
4) Barotrauma telinga dalam sebagai komplikasi.

Grading klinis kerusakan membrane timpani akibat barotrauma adalah


a. Grade 0 : bergejala tanpa tanda-tanda kelainan.
b. Grade 1 : injeksi membran timpani.
c. Grade 2 : injeksi, perdarahan ringan pada membran timpani.
d. Grade 3 : perdarahan berat membran timpani.
e. Grade 4: perdarahan pada telinga tengah (membrane timpani menonjol dan
agak kebiruan.
f. Grade 5 : perdarahan pada meatus eksternus + rupture membran timpani.
Kompikasi yang dapat terjadi pada barotrauma telinga yaitu ruptur atau
perforasi gendang telinga, infeksi telinga akut, kehilangan pendengaran yang
menetap, tinnitus yang menetap, dan vertigo.

2.5.2. Kelainan pada paru-paru


Barotrauma pada paru-paru dapat diakibatkan oleh menyelam, ketika
penyelam hendak naik dari permukaan bawah laut ke atas maka dapat terjadi
barotrauma. Barotrauma paru waktu naik (burst lung) dibagi menjadi empat
kelompok yaitu13:
1. Kerusakan jaringan paru-paru. Penyebabnya adalah penyelam pada waktu
naik terlalu cepat, penyelam pada waktu naik tidak menghembuskan udara.
Gejalanya sesak sanaf, batuk disertai dahak yang berdarah, kepala terasa
pusing, sakit dada dan cyanosis.
2. Surgical empiesema adalah penyakit akibat dari pecahnya kantung-
kantung udara dalam paru-paru yang sangat kecil, sehingga gas akan
masuk ke dalam jaringan-jaringan disekitar paru-paru. Penyebabnya
adalah penyelam pada waktu naik terlalu cepat, penyelam pada waktu naik
tidak menghembuskan udara, pengembangan paru-paru yang berlebihan
sehingga udara bocor menembus paru-paru dan pembuluh bronchial masuk
ke jaringan disekitarnya. Gejala-gejala perubahan suara tenggorokan terasa
penuh, nafas pendek dan sukar menelan, rasa sakit dibelakang tulang dada
(sternum), denyut nadi cepat dan tekanan darah rendah.
3. Pneumothorak (udara dalam rongga dada) adalah penyakit akibat dari
pecahnya paru-paru dekat permukaan paru-paru itu sendiri, sehingga udara
dalam tempat ini dilepaskan ke dalam rongga dada dan dapat
menyebabkan kolaps paru-paru. Penyebabnya adalah penyelam pada
waktu naik tidak menghembuskan udara.
4. Emboli udara: (pengembangan paru-paru) adalah keadaan paling
berbahaya dari pecahnya paru-paru dan dapat menyebabkan kerusakan
otak yang berat. Penyebabnya adalah penyelam pada waktu naik terlalu
cepat (ketentuan 60 feet/menit), penyelam pada waktu naik tidak
menghembuskan udara / menahan nafas waktu naik.

2.5.3. Kelainan pada sinus paranasal


Rongga tubuh yang lain yang sering mendapat gangguan akibat adanya
perbedaan tekanan antara di dalam rongga dan sekitar tubuh adalah sinus
paranasalis. Dinding sinus ini dilapisi mukosa dan muaranya pada cavum nasi.
Ada 4 buah sinus pada tubuh kita, tapi yang sering terganggu adalah 2 buah, yaitu
sinus maxilaris dan sinus frontalis, sedang yang 2 buah lagi, yaitu sinus
ethmoidalis dan sinus sphenoidalis jarang terganggu. Kelainan di sinus-sinus ini
disebut : Barosinusitis. Prosentase kejadiannya kira-kira 1,17 — 1,5%9.
Sinus adalah kantung udara di tulang atau sekeliling hidung. Sinus
barotrauma terjadi ketika terjadi perbedaan tekanan antara udara di dalam sinus
dengan tekanan di luar. Penderita dapat merasakan nyeri di sekitar tulang pipi atau
di bagian atas mata, kadang juga dapat terjadi infeksi sinus, perdarahan dari
hidung, dan sakit kepala14.

2.6 Diagnosis
Anamnesis yang teliti sangat membantu penegakan diagnosis. Jika dari
anamnesis ada riwayat nyeri telinga atau pusing, yang terjadi setelah penerbangan
atau suatu penyelaman, adanya barotrauma seharusnya dicurigai. Diagnosis dapat
dikonfirmasi melalui pemeriksaan telinga, dan juga tes pendengaran dan
keseimbangan3. .
Diagnosis dipastikan dengan otoskop. Gendang telinga tampak sedikit
menonjol keluar atau mengalami retraksi. Pada kondisi yang berat, bisa terdapat
darah di belakang gendang telinga. Kadang-kadang membran timpani akan
mengalami perforasi. Dapat disertai gangguan perdengaran konduktif ringan4,5,6.
Perlu ditekankan bahwa tinnitus yang menetap, vertigo dan tuli
sensorineural adalah gejala-gejala kerusakan telinga dalam. Barotrauma telinga
tengah tidak jarang menimbulkan kerusakan telinga dalam. Kerusakan telinga
dalam Merupakan masalah yang serius dan mungkin memerlukan pembedaham
untuk mencegah kehilangan pendengaran yang menetap. Semua orang yang
mengeluh kehilangan pendengaran dengan barotrauma harus menjalani uji
pendengaran dengan rangkaian penala untuk memastikan bahwa gangguan
pendengaran bersifat konduktif dan bukannya sesorineural4,8. Menegakkan
diagnosis pada kelainan sinus paranasal dapat dikonfirmasi dengan x-ray, ct-scan
atau MRI di sinus15.

2.7 Penatalaksanaan
Untuk mengurangi nyeri telinga atau rasa tidak enak pada telinga,
pertama-tama yang perlu dilakukan adalah berusaha untuk membuka tuba
eustakius dan mengurangi tekanan dengan mengunyah permen karet, atau
menguap, atau menghirup udara, kemudian menghembuskan secara perlahan-
lahan sambil menutup lubang hidung dengan tangan dan menutup mulut11.
Selama pasien tidak menderita infeksi traktus respiratorius atas, membrane
nasalis dapat mengkerut dengan semprotan nosinefrin dan dapat diusahakan
menginflasi tuba eustakius dengan perasat Politzer, khususnya dilakukan pada
anak-anak berusia 3-4 tahun. Kemudian diberikan dekongestan, antihistamin atau
kombinasi keduanya selama 1-2 minggu atau sampai gejala hilang, antibiotic tidak
diindikasikan kecuali bila terjadi perforasi di dalam air yang kotor. Perasat
Politzer terdiri dari tindakan menelan air dengan bibir tertutup sementara
ditiupkan udara ke dalam salah satu nares dengan kantong Politzer atau apparatus
senturi; nares yang lain ditutup. Kemudian anak dikejutkan dengan meletuskan
balon ditelinganya, bila tuba eustakius berhasil diinflasi, sejumlah cairan akan
terevakuasi dari telinga tengah dan sering terdapat gelembung-gelembung udara
pada cairan5,11.
Untuk barotrauma telinga dalam, penanganannya dengan perawatan di
rumah sakit dan istirahat dengan elevasi kepala 30-400. Kerusakan telinga dalam
merupakan masalah yang serius yang memungkinkan adanya pembedahan untuk
mencegah kehilangan pendengaran yang menetap. Suatu insisi dibuat didalam
gendang telinga untu menyamakan tekanan dan untuk mengeluarkan
caioran(myringitomy) dan bila perlu memasang pipa ventilasi. Walaupan demikian
pembedahan biasanya jarang dilakukan. Kadang-kadang, suatu pipa ditempatkan
di dalam gendang telinga, jika seringkali perubahan tekanan tidak dapat dihindari,
atau jika seseorang rentan terhap barotrauma3,4,5,16.
Biasanya barotrauma sinus sembuh tanpa pengobatan, perdarahan yang
signifikan pada sinus dapat dilakukan drainase secara cepat, jika nasal topikal dan
dekongestan oral dapat digunakan15.
Pengobatan yang terjadi barotrauma paru-paru dapat diobati dengan
menghirup 100% O2 pada tekanan permukaan, pengobatan terpenting adalah
rekompresi. Tiba di RUBT maka rekompresi dengan 100% O2 dengan tekanan
paling sedikit kedalaman 18 meter (2,8 ATA) adalah pilihan utama pada banyak
kasus PD. Bila sesudah 10 menit penderita belum sembuh sempurna, maka terapi
diperpanjang sampai 100 menit dengan diselingi tiap 20 menit bernapas 5 menit
udara biasa. Setelah ini dilakukan dekompresi dari 18 meter ke 9 meter selama 30
menit dan mengobservasi penderita kemungkinan terjadinya deteriorasi.
Selanjutnya penderita dinaikan kepermukaan selama 30 menit. Seluruh waktu
pengobatan dapat berlangsung kurang dari 5 jam. Rekompresi mengurangi
diameter gelembung sesuai Hukum Boyle dan ini akan menghilangkan rasa sakit
dan mengurangi kerusakan jaringan. Selanjutnya gelembung larut kembali dalam
plasma sesuai Hukum Henry. O2 yang digunakan dalam terapi mempercepat
sampai 10 kali pelarutan gelembung dan membantu oksigenasi jaringan yang
rusak dan iskemik.
Dalam kasus darurat yang jauh dari fasilitas RUBT dapat dilakukan
rekompresi dalam air untuk mengobati PD langsung ditempat. Rekompresi
dilakukan pada kedalaman maksimum 9 meter selama 30-60 menit. Kecepatan
naik adalah 1 meter tiap 12 menit, dan bila gejalanya kambuh, tetaplah berada
dikedalaman tersebut selama 30 menit sebelum meneruskan naik kepermukaan.
Setiba dipermukaan, penderita diberi O2 selama 1 jam, kemudian bernafas dengan
udara selama 1 jam, demikian seterusnya hingga 12 jam. Walaupun dapat dan
telah dilakukan, mengenakan kembali alat selam dan menurunkan penyelam
didalam air untuk rekompresi, namun cara ini tidak dapat dibenarkan. Kesukaran
yang dihadapi adalah penderita tidak dapat menolong dirinya sendiri, tidak dapat
dilakukan intervensi medic bila ia memburuk dan terbatasnya suplai gas. Oleh
karena ini usaha untuk mengatasi PD sering kali tidak berhasil dan malahan
beberapa pebderita lebih memburuk keadaannya.
Obat-obatan yang dapat diberikan selama rekompresi adalah infuse cairan
(dekstran, plasma) bila ada dehidrasi atau syok, steroid (deksamethason) bila ada
edema otak, obat anti pembekuan darah (heparin), digitalis bila terjadi gagal
jantung, anti oksidan (vitamin E, C, beta karoten) untuk mengantisipasi
pembekuan oksidan (radikal bebas) yang merusak sel tubuh pada terapi oksigen
hiperbarik.

2.8 Pencegahan
Barotrauma dapat dicegah dengan menghindari terbang ataupun menyelam
pada waktu pilek dan menggunakan teknik pembersihan yang tepat. Jika terasa
nyeri, agaknya tuba eustakius telah menciut. Yang harus dikerjakan jika ini terjadi
pada saat menyelam adalah hentikan menyelam atau naiklah beberapa kaki dan
mencoba menyeimbangkan tekanan kembali. Hal ini tidak dapat dilakukan jika
sedang terbang dalam pesawat komersial, maka perlu untuk mencegah penciutan
tuba eustakius. 2,12,21,24
Metode terbaik adalah dengan mulai melakukan manuver-manuver
pembersihan dengan hati-hati beberapa menit sebelum pesawat mendarat. Jika
pasien harus terbang dalam keadaan pilek, maka sebaiknya menggunakan
dekongestan semprot hidung atau oral.. Tindakan preventif terdiri atas nasal spray
vasokonstriktor 12 jam sebelum penerbangan, dekongestan oral dan mengunyah
permen karet ketika mendarat.2,12,21,24
Selain itu, usaha preventif terhadap barotrauma dapat dilakukan dengan
selalu mengunyah permen karet atau melakukan perasat Valsava, terutama
sewaktu pesawat terbang mulai turun untuk mendarat.1
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Pasien mengeluh nyeri pada telinga kanan sejak 1 minggu yang lalu. Nyeri
terjadi pada saat turun dari pesawat. Saat turun dari pesawat, telinga pasien terasa
sakit, berdengung, terasa buntu, dan pendengaran berkurang. Pasien sedang
mengalami pilek pada saat naik pesawat.
Hal tersebut menjelaskan bahwa kemungkinan keluhan yang dialami oleh
penderita disebabkan oleh barotrauma pada telinga tengah dimana hal ini
disebabkan pada penderita ispa seringkali tuba eustachius mengalami edem
sehingga tidak bisa membuka secara sempurna dan fungsi fisiologisnya terganggu
yang menyebabkan perbedaan tekanan di telinga tengah dan telinga luar yang
berakibat rasa nyeri pada pasien.
1 hari setelah kejadian, keluhan tidak berkurang. Kemudian Pasien merasa
ada air keluar dari telinga kanan. Nyeri dirasakan berkurang tetapi pendengaran
dan rasa buntu ditelinga tidak berkurang
Hal ini menjelaskan bahwa pada pasien sudah terjadi perforasi pada
membran timpani yang menyebabkan nyeri berkurang tetapi pendengaran masih
belum terasa membaik.
Untuk penatalaksanaan diberikan obat-obatan dekongestan, antibiotik,
analgetik, steroid diberikan karena keluhan sudah terjadi selama 1 minggu dan
keluhan belum berkurang sama sekali

PENGKAJIAN
3.1. Identitas Penderita
Nama : Nn. O
Umur : 24 Tahun
Status Poliklinik : 12 November 2015
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat :

3.2. Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri telinga kanan.
Keluhan Tambahan : penurunan pendengaran, telinga terasa
buntu.
Riwayat Perjalanan Penyakit : Pasien mengeluh nyeri pada telinga
kanan sejak 1 minggu yang lalu. Nyeri
terjadi pada saat os turun dari pesawat.
Os merasa sesaat turun dari pesawat
telinga terasa sakit, berdengung, terasa
buntu, dan pendengaran berkurang. Os
sedang mengalami pilek pada saat naik
pesawat.
1 hari setelah kejadian keluhan tidak
berkurang. Kemudian os merasa ada air
keluar dari telinga kanan. Nyeri
dirasakan berkurang tetapi pendengaran
dan rasa buntu ditelinga tidak berkurang
Penyakit yang pernah diderita : Pasien baru pertama mengalami keluhan
seperti ini.
Riwayat Penyakit Keluarga : Dalam keluarga tidak ada yang
mengalami penyakit serupa.

3.3 Pemeriksaan
3.3.1. Status Generalis
Kesadaran Umum : Compos Mentis
Kesadaran : E4, V5, M6
Gizi : Cukup
Berat Badan : 41 Kg
Tekanan Darah : 125 mmHg
Nadi : 105 kali/menit
Pernapasan : 24 kali/menit
Suhu : 36,8ºC
Jantung : SI-SII normal, murmur (-), gallop (-)
Paru-Paru : Vesikuler normal (+), wheezing (-), rhonki (-)
Abdomen : Datar, lemas, nyeri epigastrium (-), BU (+)
normal, pembesaran hepar dan lien (-)
Ekstremitas : Hangat, edema (-), sianosis (-)

3.3.2. Status Lokalis


1. Telinga
I. Telinga Luar Kanan Kiri
Regio Retroaurikula
- Abses - -
- Sikatrik - -
- Pembengkakan - -
- Fistula - -
- Jaringan Granulasi - -
Regio Zigomatikus
- Kista Brankial Klep - -
- Fistula - -
- Lobulus Aksesorius - -
Aurikula
- Mikrotia - -
- Efusi Perikondrium - -
- Keloid - -
- Nyeri tarik aurikula - -
- Nyeri tekan tragus - -

Lapang Lapang
- -
- -
Meatus Akustikus Eksternus - -
- Lapang/sempit - -
- Odeme - -
- Hiperemis - -
- Pembengkakan + -
- Erosi - -
- Krusta - -
- sekret Ada minimal Ada minimal
(serous/seromukous/mukopus/pus) - -
- Perdarahan - -
- Bekuan darah - -
- Cerumen plug - -
- Epithelial plug - -
- Jaringan Granulasi - -
- Debris
- Benda asing
- Sagging
- Exostosis
II. Membran timpani
- Warna Hiperemis T.A.K
(putih/suram/hiperemis/hematoma)
- Bentuk (oval/bulat) Bulat Bulat
- Reflek cahaya - +
- Retraksi - -
- Bulging - -
- Bulla - -
- Rupture - -
- Perforasi perifer -
(sentral/perifer/marginal/attic)
- Pulsasi - -
- Sekret - -
(serous/seromukous/mukopus/pus) - -
(kecil/besar/subtotal/total)
- Tulang pendengaran T.A.K T.A.K
- Kolesteatoma - -
- Polip - -
- Jaringan granulasi - -
Gambar Membran Timpani
Kanan Kiri

III. Tes khusus Kanan Kiri


1. Tes garpu tala - -
Tes Rinne - -
Tes Weber - -
Tes Scwabach - -
2. Tes Audiometri - -

3. Tes Fungsi Tuba Kanan Kiri


- Tes Valsava - -
- Tes Toynbee - -

4. Tes Kalori Kanan Kiri


- Tes Kobrak - -

2. Hidung
I. Tes Fungsi Hidung Kanan Kiri
- Tes aliran udara + +
- Tes penciuman
Teh - -
Kopi - -
Tembakau - -
II. Hidung luar Kanan Kiri
- Dosum nasi T.A.K T.A.K
- Akar hidung T.A.K T.A.K
- Puncak hidung T.A.K T.A.K
- Sisi hidung T.A.K T.A.K
- Ala nasi T.A.K T.A.K
- Deformitas T.A.K T.A.K
- Hematoma T.A.K T.A.K
- Pembengkakan T.A.K T.A.K
- Krepitasi T.A.K T.A.K
- Hiperemis T.A.K T.A.K
- Erosi kulit T.A.K T.A.K
- Vulnus T.A.K T.A.K
- Ulkus T.A.K T.A.K
- Tumor T.A.K T.A.K
- Duktus nasolakrimalis T.A.K T.A.K
(Tersumat/tidak tersumbat) T.A.K T.A.K
III. Hidung Dalam Kanan Kiri
1. Rinoskopi Anterior
a. Vestibulum nasi
- Sikatrik - -
- Stenosis - -
- Atresia - -
- Furunkel - -
- Krustas - -
- Sekret - -
(serous/seromukus/mukopus/pus)
b. Kolumela
- Utuh/tidak utuh T.A.K T.A.K
- Sikatrik T.A.K T.A.K
- Ulkus T.A.K T.A.K
c. Cavum nasi
- Luasnya (lapang/cukup/sempit) Lapang Cukup
- Sekret - -
(serous/seromukus/mukopus/
Pus)
- Krusta - -
- Bekuan darah - -
- Perdarahan - -
- Benda asing - -
- Rinolit - -
- Polip - -
- Tumor - -
d. Konka Inferior
- Mukosa Eutropi Eutropi
(erutropi/hipertrofi/atropi)
(basah/kering)
( licin/tak licin)
- Warna (merah Merah Muda Merah Muda
muda/hiperemis/pucat/livide)
- Tumor - -
i. Septum nasi
- Mukosa Eutropi Eutropi
(erutropi/hipertropi/atropi)
( basah/kering)
(licin/tak licin)
- Warna (merah Merah Muda Merah Muda
muda/hiperemis/pucat/livide)
- Tumor - -
- Deviasi ( ringan/sedang/berat) - -
(kanan/kiri)
(Superior/inferior)
(Anterior/Posterior)
(bentuk C/bentuk S)
- Krista - -
- Spina - -
- Abses - -
- Hematoma - -
- Perforasi - -
- Erosi Septum Anterior - -

Gambar Dinding Lateral Hidung Dalam

Gambar Hidung Dalam Potongan Frontal

2. Rinoskopi Posterior Kanan Kiri


- Postnasal drip - -
- Mukosa (licin/tak licin) - -
(merah muda/hiperemis)
- Adenoid - -
- Tumor - -
- Koana (sempit/lapang) - -
- Fossa Russenmullery - -
(tumor/tidak)
- Torus tobarius (licin/tak licin) - -
- Muara tuba (tertutup/terbuka) - -
(secret/tuba)

Gambaran Hidung Bagian Posterior

IV. Pemeriksaan Sinus Paranasal Kanan Kiri


- Nyeri tekan/ketok
- Infraorbitalis - -
- Frontalis - -
- Kantus medialis - -
- Pembengkakan - -
- Transluminasi
- Region infraorbitalis - -
- Region palatum durum - -

3. Tenggorok
I. Rongga Mulut Kanan Kiri
- Lidah T.A.K T.A.K
(hiperemis/edema/ulkus/fissure)
( mikroglosia/makroglosia)
( leukoplakia/gumma)
( papiloma/kista/ulkus)
- Gusi (hiperemis/edema/ulkus) T.A.K T.A.K
- Bukal (hiperemis/edema) T.A.K T.A.K
(vesikel/ulkus/mukolel)
- Palatum durum T.A.K T.A.K
(utuh/terbelah/pistel)
(hiperemis/ulkus)
(pembengkakan/abses/tumor)
(rata/tonus palatinus)
- Kelenjar ludah T.A.K T.A.K
(pembengkakan/litiasisi)
(striktur/ranula)
- Gigi –geligi T.A.K T.A.K
(mikrodontia/makrodontia)
(anadontia/supernumeri)
(kalkulus/karies)

II. Faring Kanan Kiri


- Pallatum molle T.A.K T.A.K
(hiperemis/edema/asimetris/ulkus)
- Uvula (edema/asimetris/bifida/elongating) Simetris Simetris
- Pilar anterior ( hiperemis/edema/perlengketan) T.A.K T.A.K
( pembengkakan/ulkus)
- Pilar posterior(hiperemis/edema/perlengketan) T.A.K T.A.K
(pembengkakan/ulkus)
- Dinding belakang faring ( hiperemis/edema) T.A.K T.A.K
( granuler/ulkus)
( secret/membrane)
- Lateral band ( menebal/tidak) T.A.K T.A.K
- Tonsil palatina ( derajat pembesaran) T1 T1
( permukaan rata/tidak) Tidak rata Tidak rata
( konsistensi kenyal/tidak) Kenyal Kenyal
( lekat/tidak) Tidak Tidak
( kripta lebar/tidak) Tidak Tidak
melebar melebar
( detritus/membrane) + +
( hiperemis/edema) + +
( ulkus/tumor) - -

Gambar Rongga Mulut dan Faring


Rumus Gigi-Geligi

III. Laring Kanan Kiri


1. Laringoskopi tidak langsung - -
(indirect
- Dasar lidah (tumor/kista)
- Tonsila Lingualis (eutropi /
hipertropi)
- Valekula (benda asing/tumor)
- Fosa piriformis(benda asing
/tumor)
- Epiglotis (hiperemis/ udem/
ulkus/ membran)
- Aritenoid
(hiperemis/udem/ulkus/memb
ran)
- Pita Suara
(hiperemis/udem/menebal),
(nodus/polip/tumor), (gerak
simetris/asimetris)
- Pita suara palsu
(hiperemis/udem)
- Rima glotis (lapang/sempit)
- Trakea
2. laringoskopi langsung (direct) - -
Gambaran laringoskopi tidak langsung

3.4. Pemeriksaan laboratorium


Belum diperiksa
3.5. Diagnosis kerja
Barotrauma telinga tengah

3.6. Pengobatan
I Istirahat (Bed Rest)
II Medikamentosa
a. Non Medikamentosa
- Hindari penerbangan pada saat terkena ISPA

b. Medikamentosa
 Dekongestan seperti efedrin
 Analgetik seperti as.mefenamat
 Steroid seperti dexamethason
 Antibiotik biasanya menggunakan amoksisilin, penisilin,
eritromisin

III Pemeriksaan Anjuran


Darah rutin dan OAE untuk melihat kondisi telinga dalam
IV Prognosis
Quo ad vitam: Bonam
Quo ad functionam: Dubia et bonam
ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
.
1. DS: Barotrauma Nyeri Akut
a. P : Barotrauma
b. Q: Seperti dihimpit
c. R: Telinga Kanan
d. S: 5
e. T: Setiap saat, semenjak
turun dari pesawat
buntu.

DO:
a. Pasien tampak meringis dan
gelisah
b. Tekanan Darah : 125
mmHg
c. Nadi : 105 x/menit
d. Pernapasan:24 x/menit
2. DS: Pasien mengatakan Gangguan Gangguan
mengalami penurunan pendengaran Persepsi Sensori
pendengaran, telinga terasa
buntu
DO: Membran timpani pada
telinga kanan mengalmi
hiperemesi

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut b.d barotrauma


2. Gangguan Persepsi sensori b.d gangguan pendengaran
INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi


1 Nyeri akut b.d barotrauma Setelah dilakukan asuhan NIC
keperawatan selama 3 x 24 jam Analgesic Administration
diharapkan nyeri berkurang dengan 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
kriteria hasil : nyeri sebelum pemberian obat
NOC: 2. Ajarkan teknik relaksasi
Pain Level 3. Cek riwayat alergi terhadap obat
1. Melaporkan gejala nyeri 4. Kolaborasi dengan dokter dalam menentukan
berkurang (Skala 2) analgesik yang tepat atau kombinasi dari analgesik
2. Melaporkan lama nyeri lebih dari satu jika diperlukan
berkurang 5. Kolaborasi dengan dokter dalam menentukan
3. Tidak tampak ekspresi analgesik yang diberikan (narkotik, non-narkotik,
wajah kesakitan atau NSAID) berdasarkan tipe dan keparahan nyeri
4. Tidak gelisah 6. Tentukan rute pemberian analgesik dan dosis untuk
5. TTV dalam batas normal mendapat hasil yang maksimal
(TD=120 mmHg, N=60- 7. Pilih rute IV dibandingkan rute IM untuk pemberian
100 x/menit, RR=16-24 analgesik secara teratur melalui injeksi jika
kali/menit) diperlukan
8. Evaluasi efektivitas pemberian analgesik setelah
dilakukan injeksi. Selain itu observasi efek samping
pemberian analgesik seperti depresi pernapasan,
mual muntah, mulut kering dan konstipasi.
9. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
2 Gangguan Persepsi sensori Setelah dilakukan asuhan NIC
b.d gangguan pendengaran keperawatan selama 3 x 24 jam Communication Enhancement : Hearing Deficit
diharapkan Persepsi sensori 1. Bersihkan serumen dengan irigasi, suntion, spoeling
membaik dengan kriteria hasil : atau instrumentasi
NOC 2. Pantau gejala kerusakan pendengaran
Kompensasi Tingkah Laku 3. Kurangi kegaduhan lingkungan.
Pendengaran 4. Ajari klien untuk menggunakan tanda non verbal dan
Kriteria hasil : bentuk komunikasi lainnya.
1. Pendengaran pasien membaik 5. Kolaborasi dalam pemberian terapi obat
2. Telinga tidak terasa buntu 6. Beritahu pasien bahwa suara akan terdengar berbeda
3. Telinga bersih dengan memakai alat bantu
4. Posisi tubuh untuk 7. Jaga kebersihan alat bantu
menguntungkan pendengaran 8. Mendengar dengan penuh perhatian
5. Memperoleh alat bantu 9. Menahan diri dari berteriak pada pasien yang
pendengaran mengalami gangguan komunikasi
10. Dapatkan perhatian pasien melalui sentuhan
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
1. 12 November 2015
No. Diagnosa Pukul Implementasi Evaluasi
Keperawatan
1. Nyeri akut b.d 09.00 1. Mentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat S:
barotrauma nyeri sebelum pemberian obat Pasien mengatakan telinganya
09.15 2. Mengajarkan Tehnik relaksasi nyeri dengan Skala 4
09.30 3. Mengecek riwayat alergi terhadap obat
09.40 4. Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam O:
menentukan analgesik yang tepat atau kombinasi 1. Tampak ekspresi wajah
dari analgesik lebih dari satu jika diperlukan kesakitan
09.50 5. Melakukan Kolaborasi dengan dokter dalam 2. Tampak gelisah
menentukan analgesik yang diberikan (narkotik, 3. TTV (TD: 125 mmHg,
non-narkotik, atau NSAID) berdasarkan tipe dan N= 104 x/menit, RR= 24
keparahan nyeri x/menit)
09.55 6. Menentukan rute pemberian analgesik dan dosis
untuk mendapat hasil yang maksimal A: Masalah teratasi sebagian
10.00 7. Memilih rute IV dibandingkan rute IM untuk
pemberian analgesik secara teratur melalui injeksi P: Lanjutkan Intervensi no. 1 s.d
jika diperlukan 9
10.05 8. Melakukan evaluasi efektivitas pemberian
10.25 analgesik setelah dilakukan injeksi. Selain itu
observasi efek samping pemberian analgesik
seperti depresi pernapasan, mual muntah, mulut
kering dan konstipasi.
9. Memonitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
2. Gangguan Persepsi 10.40 1. Membersihkan serumen dengan irigasi, suntion, S:
sensori b.d gangguan spoeling atau instrumentasi Pasien mengatakan bahwa
pendengaran 11.00 2. Memantau gejala kerusakan pendengaran pendengaran pasien belum
11.10 3. Mengurangi kegaduhan lingkungan. membaik, tetapi rasa buntuk pada
11.15 4. Mengajari klien untuk menggunakan tanda non telinga sudah berkurang
verbal dan bentuk komunikasi lainnya.
11.25 5. Melakukan kolaborasi dalam pemberian terapi O:
obat Telinga pasien tampak lebih
11.40 6. Memberitahu pasien bahwa suara akan terdengar bersih dibandingkan saat
berbeda dengan memakai alat bantu pengkajian
11.50 7. Menjaga kebersihan alat bantu
12.00 8. Mendengarkan dengan penuh perhatian A:
12.05 9. Menahan diri dari berteriak pada pasien yang Masalah teratasi sebagian
mengalami gangguan komunikasi
12.10 10. Mendapatkan perhatian pasien melalui sentuhan P:
Lanjutkan intervensi no. 1 s.d 10

2. 13 November 2015
No. Diagnosa Pukul Implementasi Evaluasi
Keperawatan
1. Nyeri akut b.d 09.00 1. Mentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat S:
barotrauma nyeri sebelum pemberian obat Pasien mengatakan telinganya
2. Mengajarkan Tehnik relaksasi nyeri dengan Skala 3 dan durasi
09.15 3. Mengecek riwayat alergi terhadap obat nyerinya berkurang
09.30 4. Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam
menentukan analgesik yang tepat atau kombinasi O:
09.40 dari analgesik lebih dari satu jika diperlukan 1. Tidak tampak ekspresi
5. Melakukan Kolaborasi dengan dokter dalam wajah kesakitan
menentukan analgesik yang diberikan (narkotik, 2. Pasien tidak Tampak
non-narkotik, atau NSAID) berdasarkan tipe dan gelisah
09.50 keparahan nyeri 3. TTV (TD: 122 mmHg, N=
6. Menentukan rute pemberian analgesik dan dosis 103 x/menit, RR= 22
untuk mendapat hasil yang maksimal x/menit)
7. Memilih rute IV dibandingkan rute IM untuk
pemberian analgesik secara teratur melalui injeksi A: Masalah teratasi sebagian
09.55 jika diperlukan
8. Melakukan evaluasi efektivitas pemberian P: Lanjutkan Intervensi no. 1 s.d
analgesik setelah dilakukan injeksi. Selain itu 9
10.00 observasi efek samping pemberian analgesik
seperti depresi pernapasan, mual muntah, mulut 1. Melaporkan gejala
kering dan konstipasi. nyeri berkurang
9. Memonitor vital sign sebelum dan sesudah (Skala 3)
10.05 pemberian analgesik pertama kali 2. Melaporkan lama
nyeri berkurang
3. Tidak tampak
ekspresi wajah
kesakitan
4. Tidak gelisah
TTV dalam batas normal
10.25 (TD=120 mmHg, N=60-100
x/menit, RR=16-24 kali/menit)
2. Gangguan Persepsi 10.40 11. Membersihkan serumen dengan irigasi, suntion, S:
sensori b.d gangguan spoeling atau instrumentasi Pasien mengatakan bahwa
pendengaran 11.00 12. Memantau gejala kerusakan pendengaran pendengaran pasien sudah
11.10 13. Mengurangi kegaduhan lingkungan. membaik, tetapi rasa buntuk pada
11.15 14. Mengajari klien untuk menggunakan tanda non telinga sudah berkurang
verbal dan bentuk komunikasi lainnya.
11.25 15. Melakukan kolaborasi dalam pemberian terapi O:
obat 1. Telinga pasien tampak lebih
11.40 16. Memberitahu pasien bahwa suara akan terdengar bersih dibandingkan saat
berbeda dengan memakai alat bantu pengkajian
11.50 17. Menjaga kebersihan alat bantu 2. Posisi tubuh untuk
12.00 18. Mendengarkan dengan penuh perhatian menguntungkan
12.05 19. Menahan diri dari berteriak pada pasien yang pendengaran
mengalami gangguan komunikasi 3. Memperoleh alat bantu
12.10 20. Mendapatkan perhatian pasien melalui sentuhan pendengaran

A: Masalah teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi no. 1 s.d


10
1. Pendengaran pasien
membaik
2. Telinga tidak terasa buntu
3. Telinga bersih
4. Posisi tubuh untuk
menguntungkan
pendengaran
5. Memperoleh alat bantu
pendengaran

3. 14 November 2015
No. Diagnosa Pukul Implementasi Evaluasi
Keperawatan
1. Nyeri akut b.d 09.00 1. Mentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat S:
barotrauma nyeri sebelum pemberian obat Pasien mengatakan telinganya
09.15 2. Mengajarkan Tehnik relaksasi nyeri dengan Skala 2 dan durasi
09.30 3. Mengecek riwayat alergi terhadap obat nyerinya berkurang
09.40 4. Melakukan kolaborasi dengan dokter dalam
menentukan analgesik yang tepat atau kombinasi O:
dari analgesik lebih dari satu jika diperlukan 4. Tidak tampak ekspresi
09.50 5. Melakukan Kolaborasi dengan dokter dalam wajah kesakitan
menentukan analgesik yang diberikan (narkotik, 5. Pasien tidak Tampak
non-narkotik, atau NSAID) berdasarkan tipe dan gelisah
keparahan nyeri 6. TTV (TD: 120 mmHg, N=
09.55 6. Menentukan rute pemberian analgesik dan dosis 93 x/menit, RR= 20
untuk mendapat hasil yang maksimal x/menit)
10.00 7. Memilih rute IV dibandingkan rute IM untuk
pemberian analgesik secara teratur melalui injeksi A: Masalah teratasi
jika diperlukan
10.05 8. Melakukan evaluasi efektivitas pemberian P: Hentikan Intervensi
analgesik setelah dilakukan injeksi. Selain itu
observasi efek samping pemberian analgesik
seperti depresi pernapasan, mual muntah, mulut
kering dan konstipasi.
10.25 9. Memonitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
2. Gangguan Persepsi 10.40 1. Membersihkan serumen dengan irigasi, suntion, S:
sensori b.d gangguan spoeling atau instrumentasi Pasien mengatakan bahwa
pendengaran 11.00 2. Memantau gejala kerusakan pendengaran pendengaran pasien sudah
11.10 3. Mengurangi kegaduhan lingkungan. membaik dan tidak terasa buntu
11.15 4. Mengajari klien untuk menggunakan tanda non
verbal dan bentuk komunikasi lainnya. O:
11.25 5. Melakukan kolaborasi dalam pemberian terapi 1. Telinga pasien tampak
obat bersih dibandingkan saat
11.40 6. Memberitahu pasien bahwa suara akan terdengar pengkajian
berbeda dengan memakai alat bantu 2. Posisi tubuh untuk
11.50 7. Menjaga kebersihan alat bantu menguntungkan
12.00 8. Mendengarkan dengan penuh perhatian pendengaran
12.05 9. Menahan diri dari berteriak pada pasien yang 3. Memperoleh alat bantu
mengalami gangguan komunikasi pendengaran
12.10 10. Mendapatkan perhatian pasien melalui sentuhan
A:
Masalah teratasi

P: Hentikan intervensi
BAB 4
PENUTUP

1.4. Kesimpulan
Barotrauma merupakan segala sesuatu yang diakibatkan oleh tekanan kuat yang tiba-
tiba dalam ruangan yang berisi udara pada tulang temporal, yang diakibatkan oleh kegagalan
tuba eustachius untuk menyamakan tekanan dari bagian telinga tengah dengan adekuat dan
terjadi paling sering selama turun dari ketinggian atau naik dari bawah air saat menyelam.
Barotrauma dapat terjadi saat menyelam dan saat penerbangan. Hukum Boyle menyatakan
hubungan antara tekanan dan volume. Hukum Boyle berbunyi “Volume suatu gas berbanding
terbalik dengan tekanan yang bekerja pada gas tersebut (jika suhu tetap konstan)”. Hal ini
berarti, untuk jumlah gas tertentu, jika tekanan meningkat, volume proporsionalnya menurun
demikian sebaliknya atau dapat diartikan jika tekanan naik dua kali lipat, berarti volumenya
seperdua, demikian sebaliknya. Pada anamnesis umumnya didapatkan adanya riwayat
menyelam atau penerbangan dimana terdapat perubahan cepat pada tekanan lingkungan.
Barotrauma dapat terjadi pada telinga, barotrauma telinga luar, barotrauma telinga tengah,
barotrauma telinga dalam, barotrauma sinus paranasalis, barotrauma pulmonal, dan
barotrauma odontalgia. Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu analisis gas darah, darah
lengkap, dan kadar serum creatin phosphokinase. Untuk pemeriksaan autopsi dapat dilakukan
pada post morte dengan pemeriksaan yang teliti dan sistematis.

1.5. Saran
Tenaga kesehatan seharusanya melakukan soasialisasi terlebih dahulu tentang
pencegahan barotrauma bagi para penyelam dan para penumpang pesawat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Adams G, Boies L, Higler P. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC. 1997. Hal.
90-2.
2. Dosen Bagian Ilmu Penyakit THT. Anatomi Telinga. Medan: Bagian Ilmu Penyakit
THT Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2012;1-22.
3. Dosen Bagian Ilmu Penyakit THT. Anatomi Sinus Paranasalis. Medan: Bagian Ilmu
Penyakit THT Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2012;1-13.
4. Hernawati. Anatomi dan Fisiologi Paru-Paru dalam Sistem Pernapasan Manusia pada
Kondisi Latihan dan Perbedaan Ketinggian. Bandung: Jurusan Pendidikan Biologi
Fakultas MIPA Universitas Pendidikan Indonesia. 2012;1-25.
5. https://www.scribd.com/document/289889122/Laporan-kasus-Barotrauma
6. Kaplan J. Barotrauma. http://www.emedicine.medscape.com/article/768618.htm
(diakses tanggal 29 Juli 2015).
7. Safer, D. Barotrauma. Spain: EBSCO Publishing. 2011.
8. Soepardi E, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala &
Leher. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2007. Hal. 10-13, 65

Anda mungkin juga menyukai