Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

BAROTRAUMA

PEMBIMBING:

Dr. Evi Handayani, Sp.THT-KL

DISUSUN OLEH:

Medhiani Nurdianty Sari, S.Ked - 1102012160

R. Agil Widjaya, S.Ked - 1102012221

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

KEPANITERAAN KLINIK ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN

RSUD DR DRADJAT PRAWIRANEGARA

AGUSTUS 2017

1
BAROTRAUMA

1. Definisi
Barotrauma adalah kerusakan jaringan akibat perubahan tekanan
barometrik yang terjadi pada saat menyelam atau saat terbang.[1] Barotrauma
merupakan segala sesuatu yang diakibatkan oleh tekanan kuat yang tiba-tiba dalam
ruangan yang berisi udara pada tulang temporal, yang diakibatkan oleh kegagalan
tuba eustachius untuk menyamakan tekanan dari bagian telinga tengah dengan
adekuat dan terjadi paling sering selama turun dari ketinggian atau naik dari bawah
air saat menyelam.[2] Hukum boyle menyatakan bahwa suatu penurunan atau
peningkatan pada tekanan lingkungan akan memperbesar atau menekan (secara
berurutan) suatu volume gas dalam ruang tertutup. Bila gas terdapat dalam struktur
yang lentur, maka struktur tersebut dapat rusak karena ekspansi atau kompresi.
Barotrauma dapat terjadi bilamana ruang-ruang berisi gas dalam tubuh (telinga
tengah, paru-paru) mejadi ruang tertututup dengan menjadi buntunya jaras-jaras
ventilasi normal.[1]

2. Etiologi dan Klasifikasi


Barotrauma dapat terjadi bilamana ruang-ruang berisi gas dalam tubuh
menjadi ruang tertutup dengan menjadi buntunya jaras-jaras ventilasi yang normal.
[2]
Kelainan ini terjadi pada keadaan-keadaan:
a. Saat menyelam
Saat seseorang menyelam, ada beberapa tekanan yang berpengaruh yaitu
tekanan atmosfer dan tekanan hidrostatik. Tekanan atmosfer yaitu tekanan yang ada
di atas air. Tekanan hidrostatik yaitu tekanan yang dihasilkan oleh air yang berada
di atas penyelam. Barotrauma dapat terjadi baik pada saat penyelam turun ataupun
naik.
Barotrauma pada saat menyelam dapat terjadi pada saat turun ke dalam air
yang disebut sebagai squeeze, sedangkan barotrauma pada saat naik ke permukaan
air secara cepat disebut reverse squeeze atau overpressure.[4]

2
Hukum Boyle
Hukum ini menyatakan hubungan antara tekanan dan volume. Hukum
Boyle berbunyi Volume suatu gas berbanding terbalik dengan tekanan yang
bekerja pada gas tersebut (jika suhu tetap konstan). Hal ini berarti, untuk jumlah
gas tertentu, jika tekanan meningkat, volume proporsionalnya menurun demikian
sebaliknya atau dapat diartikan jika tekanan naik dua kali lipat, berarti volumenya
seperdua, demikian sebaliknya.
Secara matematis dapat ditulis : V = 1/P (dimana P: tekanan, dan V:
volume). Oleh karena itu, untuk jumlah gas tertentu, volume dikalikan dengan
tekanan selalu memiliki nilai konstan (PxV bernilai konstan).
Jadi, jika suatu gas memiliki volume awal V1 dan tekanan awal P1, dan
tekanan dan volume tersebut berubah, maka hasil kali volume baru dan tekanan
baru yang dihasilkan bernilai sama dengan keadaan awal apabila dikalikan.
Pada saat menyelam, tekanan di dalam air atau laut meningkat seiring
dengan kedalaman yang ada, konsekuensinya bagi penyelam harus mengurangi
volume gas yang adab karena tubuh memiliki banyak ruang untuk udara.[3]
Masalah Penyelam saat Turun
Masalah yang biasa terjadi, misalnya udara di telinga tengah dan sinus
paranasalis akan terdesak dalam suatu volume selama penyelam turun ke di area
laut yang lebih dalam. Jika perubahan volume ini tidak dikompensasi dengan
penambahan udara yang lebih banyak (pemerataan), maka barotrauma pada
jaringan akan terjadi. Sebagai contoh, Jika tas dengan volume 6 liter udara yang ada
di permukaan laut (1 ATA) dan dibawa pada kedalaman 20 meter (3 ATA), maka
volume akan berkurang 3 kali lipat menjadi 2 liter.
P1 x V1 = P2 x V2
1 x 6 = 3 x V2
V2 = 2 liter
Dengan cara yang sama pula ketika seorang penyelam mengambil napas
maksimal di permukaan laut dan menyelam sampai kedalaman 20 meter (3 ATA),
maka volume udara di paru-parunya berkurang dari 6 liter menjadi 2 liter. Dada dan
paru-paru mengatasi dengan kompresi yang lebih baik daripada kompresi.[3]

3
Masalah Penyelam saat Naik
Penyelam laki-laki biasanya memiliki kapasitas volume udara paru-paru
sekitar 6 liter. Jika seorang penyelam mengambil napas penuh pada kedalaman 20
meter (3 ATA) dari set scuba dan kembali ke permukaan tanpa menghembuskan
napas, maka volume gas di paru-parunya akan meningkat dari volume paru-paru
total 6 liter menjadi kapasitas untuk 18 liter udara (6x3 liter).[3]
Paru-paru harus memperluas kapasitasnya untuk menampung volume
sebanyak 18 liter sehingga dapat menyebabkan titik yang tidak dapat ditoleransi
oleh paru-paru. Hal ini dapat menyebabkan barotrauma pada paru-paru atau
pulmonary barotrauma of ascent. [4]
Yang terpenting dari Hukum Boyle yaitu bahwa perubahan volume terbesar
dekat dengan permukaan laut. Hal ini berarti bahwa bahaya terbesar terjadinya
barotrauma berada pada daerah permukaan dan ini berlaku baik pada saat penyelam
naik ataupun turun.[3]

Gambar 6. Perubahan volume dan tekanan gas pada berbagai kedalaman.


(dikutip dari kepustakaan 3 )

b. Saat penerbangan
Seseorang dalam suatu penerbangan akan mengalami perubahan ketinggian
yang mengakibatkan terjadinya perubahan tekanan udara sekitar. Tekanan udara

4
akan menurun pada saat lepas landas ( naik / ascend ) dan meninggi saat pendaratan
( turun / descend ). Tekanan Lingkungan yang menurun, menyebabkan udara dalam
telinga tengah mengembang dan secara pasif akan keluar melalui tuba auditiva. Jika
perbedaan tekanan antara rongga telinga tengah dan lingkungan teralu besar, maka
tuba auditiva akan menciut. Untuk memenuhi regulasi tekanan yang adekuat,
terjadi perbedaan tekanan telinga tengah dengan tekanan atmosfir yang besar
selama lepas landas dan mendarat, menyebabkan ekstensi maksimal membran
tympani. Keadaan ini dapat mengakibatkan pendarahan. Pada ekstensi
submaksimal, akan timbul perasaan penuh dalam telinga dan pada ekstensi
maksimal berubah menjadi nyeri.[5]
Berdasarkan letak anatomisnya, barotrauma dapat dibagi menjadi:[4]
a. Barotrauma Telinga
Barotrauma telinga luar
Barotrauma telinga tengah
Barotrauma telinga dalam
b. Barotrauma Sinus Paranasalis
c. Barotrauma Pulmonal
d. Barotrauma Odontalgia

3. Anatomi dan Fisiologi


Anatomi Telinga
Secara umum telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga
dalam. Telinga luar sendiri terbagi atas daun telinga, liang telinga dan bagian lateral
dari membran timpani.

5
Gambar 2. Anatomi Telinga
(dikutip dari kepustakaan 6)

Daun telinga di bentuk oleh tulang rawan dan otot serta ditutupi oleh kulit.
Ke arah liang telinga lapisan tulang rawan berbentuk corong menutupi hampir
sepertiga lateral, dua pertiga lainnya liang telinga dibentuk oleh tulang yang
ditutupi kulit yang melekat erat dan berhubungan dengan membran timpani.[6]
Telinga tengah berbentuk seperti kubah dengan enam sisi. Telinga tengah
terbagi atas tiga bagian dari atas ke bawah, yaitu epitimpanum terletak di atas dari
batas atas membran timpani, mesotimpanum disebut juga kavum timpani terletak
medial dari membran timpani dan hipotimpanum terletak kaudal dari membran
timpani. Fungsi dari telinga tengah akan meneruskan energi akustik yang berasal
dari telinga luar kedalam koklea yang berisi cairan.[6]
Telinga dalam terdiri dari organ kesimbangan dan organ pendengaran.
Telinga dalam terletak di pars petrosus os temporalis dan disebut labirin karena
bentuknya yang kompleks. Telinga dalam pada waktu lahir bentuknya sudah
sempurna dan hanya mengalami pembesaran seiring dengan pertumbuhan tulang
temporal. Telinga dalam terdiri dari dua bagian yaitu labirin tulang dan labirin
membranosa. Labirin tulang merupakan susunan ruangan yang terdapat dalam pars
petrosa os temporalis (ruang perilimfatik) dan merupakan salah satu tulang terkeras.
Labirin tulang terdiri dari vestibulum, kanalis semisirkularis dan kohlea.

6
Vestibulum merupakan bagian yang membesar dari labirin tulang dengan ukuran
panjang 5 mm, tinggi 5 mm dan dalam 3 mm.[6]
Ada tiga buah semisirkularis yaitu kanalis semisirkularis superior, posterior
dan lateral yang terletak di atas dan di belakang vestibulum. Koklea membentuk
tabung ulir yang dilindungi oleh tulang dengan panjang sekitar 35 mm dan terbagi
atas skala vestibuli, skala media dan skala timpani.[6]

Gambar 3 . Anatomi Telinga Dalam


(dikutip dari kepustakaan 6)

4. Insidens
Barotrauma dapat terjadi misalkan pada telinga tengah dapat terjadi saat
menyelam ataupun saat terbang. Perubahan tekanan pada kedalaman 17 kaki
pertama di bawah air setara dengan perubahan tekanan pada ketinggian 18.000 kaki
pertama di atas bumi. Dengan demikian, perubahan tekanan lingkungan terjadi
lebih cepat pada saat menyelam dibandingkan dengan saat terbang. Hal ini dapat
menjelaskan relative tingginya insiden barotrauma pada telinga tengah saat
menyelam. Barotrauma telinga tengah dapat terjadi pada penyelaman kompresi
udara yaitu dengan menggunakan SCUBA (self Contained Underwater Breathing
Apparatus) atau penyelaman dengan menahan napas. Seringkali terjadi pada
kedalaman 10-20 kaki. Sekalipun insidens relative lebih tinggi pada saat menyelam,
masih lebih banyak orang yang bepergian dengan pesawat dibandingkan orang
menyelam. Pesawat komersial telah diberi tekanan udara namun hanya sampai 8000
kaki. Maka barotrauma masih mungkin terjadi, namun insidensnya tidak setinggi

7
yang diakibatkan menyelam. Hal ini disebabkan karena pada saat menyelam, untuk
mengatasi tekanan yang meningkat, harus dilakukan usaha untuk menyeimbangkan
tekanan misalnya melalui Manuver valsalva, sedangkan pada saat naik pesawat
komersial, tekanan yang menurun biasanya dapat diseimbangkan secara pasif.
Kasus barotrauma di Amerika Serikat dapat ditemukan pada 2,28 kasus per
10.000 penyelaman pada kasus berat. Sedangkan pada kasus ringan tidak diketahui
karena banyak penyelam tidak mencari pengobatan. Resiko Barotrauma ini
meningkat pada penyelam dengan riwayat asma, selain itu juga meningkat 2,5 kali
pada pasien dengan paten foramen ovale. Kematian akibat Barotrauma di pesawat
militer telah dilaporkan terjadi pada tingkat 0,024 per juta jam penerbangan.
Tingkat insiden dekompresi untuk rata-rata penerbangan sipil sekitar 35 per tahun.
Sedangkan pada departemen pertahan Australia dapat ditemukan 82 insiden per juta
jam waktu terbang. Sedangkan pada barotrauma akibat menyelam tidak ada
informasi yang tersedia di seluruh dunia.[3,4]

5. Patofisiologi
Hukum Boyle menyatakan bahwa terdapat hubungan antara volume gas
dalam ruangan tertutup dengan tekanan lingkungan sekitar. Penurunan atau
peningkatan pada tekanan lingkungan akan memperbesar atau menekan (secara
berurutan) suatu volume dalam ruangan tertutup. Bila gas terdapat dalam struktur
yang lentur, maka struktur tersebut dapat rusak karena ekspansi atau kompresi.
Barotrauma dapat timbul akibat adanya perubahan tekanan yang tiba-tiba di luar
struktur tubuh yang terkait.[2] Barotrauma yang terjadi pada saat penurunan disebut
squeeze.
Syarat untuk terjadinya squeeze adalah:[4]
Adanya ruangan yang berisi udara
Ruangan tersebut memiliki dinding yang kuat
Ruangan tersebut tertutup
Ruangan tersebut memiliki membran dengan suplai darah dari arteri
maupun vena yang memasuki ruangan dari luar
Adanya perubahan tekanan pada lingkungan sekitar secara tiba - tiba

8
Barotrauma yang terjadi pada saat penyelam naik dari kedalaman secara cepat
disebut reverse squeeze atau overpressure. Terjadi usaha tubuh untuk mengeluarkan
isi dari ruangan untuk menyesuaikan tekanan.[4]

6. Diagnosis
a. Anamnesis
Pada anamnesis umumnya didapatkan adanya riwayat menyelam atau
penerbangan dimana terdapat perubahan cepat pada tekanan lingkungan. Secara
spesifik, barotrauma juga dapat ditemukan riwayat ventilasi tekanan positif yang
mengakibatkan peningkatan tekanan peru sehingga menyebabkan terjadinya
pulmonary barotrauma.[4] Pasien dengan barodontalgia biasanya memiliki satu atau
lebih keadaan sebagai berikut yaitu karies, inflamasi periapikal akut maupun
kronik, kista gigi residual, sinusitis, maupun riwayat operasi gigi dalam waktu
dekat. Riwayat infeksi telinga tengah maupun luar juga dapat menjadi penanda
barotrauma telinga tengah maupun luar. Pada sinus barotrauma biasanya pasien
memiliki riwayat rhinitis dan polip nasi.[3,4]
b. Gejala Klinis dan Mekanisme
Barotrauma yang terjadi pada saat penurunan disebut squeeze. Gejala Knilis
pada barotrauma bergantung pada daerah yang mengalami gangguan, yaitu sebagai
berikut:
1. Barotrauma Penurunan (Squeeze) Telinga Luar
Barotrauma pada telinga luar dapat terjadi bila telinga bagian luar
mengalami obstruksi, sehingga volume gas tertutup yang ada akan dikompresi atau
dikurangi selama proses turun ke dalam air. Hal ini dapat terjadi pada pemakaian
tudung yang ketat, wax pada liang telinga, pertumbuhan tulang atau eksostosis atau
menggunakan penutup telinga. Biasanya obstruksi pada saluran telinga bagian luar
ini akan menyebabkan penonjolan membran timpani disertai perdarahan, swelling
dan hematom pada kulit yang melapisi saluran telinga bagian luar. Kondisi seperti
ini dapat ditemukan pada saat menyelam dengan kedalaman sedikitnya 2 meter.[3,9]

9
Gambar 9. Barotrauma penurunan (squeeze) pada telinga luar
(dikutip dari kepustakaan 9)

2. Barotrauma Penurunan (Squeeze) Telinga Tengah


Barotrauma pada telinga tengah merupakan barotrauma yang paling umum.
Membran Timpani merupakan pembatas antara saluran telinga luar dan ruang
telinga tengah. Pada saat penyelam turun, tekanan air meningkat diluar gendang
telinga, untuk menyeimbangkan tekanan ini, maka tekanan udara harus mencapai
bagian dalam dari gendang telinga, melalui tuba eustachi. Ketika tabung eustachi
ditutupi oleh mukosa, maka telinga tengah memenuhi empat syarat terjadinya
barotrauma (adanya gas dalam rongga, dinding yang kaku, ruang tertutup, penetrasi
pembuluh darah).
Jika seorang penyelam terus turun pada kedalaman, maka akan terjadi
ketidakseimbangan tekanan. Jika terjadi peningkatan tekanan maka gendang telinga
akan terdorong ke dalam, awalnya akan terjadi penekanan gas yang berada pada
telinga tengah, sehingga pada batasan tertentu terjadi tekanan pada telinga tengah
lebih rendah dari tekanan air diluar, menciptakan vakum relative dalam ruang
telinga tengah. Tekana negatif ini menyebabkan pembuluh darah pada gendang
telinga dan lapisan pertama telinga tengah akan terjadi kebocoran dan akhirnya

10
dapat pecah. Jika terus menurun, selain pecahnya gendang telinga yang
menyebabkan udara atau air dapat masuk kedalam telinga tengah untuk
menyamakan tekanan, dapat pula terjadi pecahnya pembuluh darah dan
menyebabkan perdarahan ke dalam telinga tengah untuk menyamakan tekanan, dan
pendarahan merupakan hal sering terjadi.
Gejala yang dapat ditemukan jika terjadi tekanan pada telinga tengah yaitu
nyeri akibat terjadi peregangan pada gendang telinga. Rasa sakit sering dirasakan
sebelum pecahnya gendang telinga. Gejala tersebut dapat sedikit berkurang dengan
berhenti untuk menyelam yang lebih dalam dan segera naik beberapa meter secara
perlahan.
Jika penyelaman ke bawah terus berlanjut, meskipun ada rasa sakit, tetap
dapat terjadi pecahnya gendang telinga. Ketika pecah terjadi, nyeri akan berkurang
dengan cepat. Kecuali penyelam memakai pakaian diving dengan topi keras, rongga
telinga tengah dapat terkena air ketika pecahnya gendang telinga tersebut. Hal ini
dapat menyebabkan terjadinya infeksi telinga tengah, dan disarankan agar tidak
menyelam sampai kerusakan yang terjadi sembuh. Pada saat membran timpani
pecah, penyelam dapat tiba-tiba mengalami vertigo. Hal tersebut dapat
menyebabkan disorientasi, mual dan muntah. Vertigo ini terjadi akibat adanya
gangguan dari maleus, inkus dan stapes, atau dengan air dingin yang merangsang
mekanisme keseimbangan telinga bagian dalam. Barotrauma pada telinga tengah
terjadi tidak harus disertai dengan pecahnya membrane timpani.[3,9]

11
Gambar 10. Barotrauma Penurunan (Squeeze) pada telinga tengah
(dikutip dari kepustakaan 9)

3. Barotrauma Penurunan (Squeeze) Telinga Dalam


Terjadi bila pada saat penyelam naik ke permukaan dengan cepat sehingga
tekanan pada membran timpani diteruskan pada oval dan round window sehingga
meningkatkan tekanan telinga dalam. Ruptur oval dan round window dapat terjadi
dan mengakibatkan gangguan telingah dalam sehingga gejala yang ditemukan
adalah gangguan keseimbangan dan pendengaran seperti vertigo persisten dan
kehilangan pendengaran.[3,9]
Gejala klinis yang biasa terjadi pada barotraumas pada telinga dalam yaitu
adanya tinnitus, berkurangnya ketajaman pendengaran, adanya vertigo, disakusis,
mual dan muntah.[9]
4. Barotrauma Penurunan (Squeeze) Sinus Paranasalis
Barotrauma pada sinus terjadi bila pasase yang menghubungkan sinus dan
ruangan lainnya tertutup karena mukosa maupun jaringan. Gejala yang ditemukan
adalah adanya nyeri pada sinus yang terkena dan pendarahan dari hidung yang
berasal dari sinus yang terkena.[3,10]
5. Barotrauma Odontalgia
Barodontalgia terjadi bila terdapat udara yang dibentuk oleh pembusukan
berada pada sambungan yang kurang baik sehingga udara tersebut terperangkap.
Gejala klinis yang terjadi adalah keretakan gigi maupun lepasnya tambalan gigi.[3]
6. Barotrauma Penurunan (Squeeze) Pulmonal
Barotrauma pada paru terjadi saat tidak adanya udara yang dapat masuk ke
dalam paru untuk menyesuaikan tekanan dengan lingkungan, seperti pada
penyelaman dengan menahan napas. Darah dan cairan tubuh akan mengalir ke paru
untuk meningkatkan tekanan sehingga membentuk pembengkakan. Gejala klinis
yang terjadi biasanya fatal dan berupa kompresi dinding dada.[3,11]
7. Barotrauma Penurunan (Squeeze) Wajah dan Tubuh
Terjadi saat penggunaan masker wajah SCUBA, masker wajah lain yang
menyebabkan pengeluaran udara melalui hidung, maupun pada exposure suit yang

12
mengakibatkan udara terperangkap. Pada barotrauma wajah, daerah yang
mengalami gangguan terberat adalah mata dan kantong mata. Pada barotrauma
tubuh, udara yang terperangkap pada pakaian akan menyebabkan rasa tidak nyaman
dan pendarahan pada daerah tersebut.[3,12]

Gambar 12. Barotrauma pada Wajah


(diambil dari kepustakaan 12)
.
Barotrauma yang terjadi pada saat penyelam naik dari kedalaman secara
cepat disebut reverse squeeze atau overpressure. Terjadi usaha tubuh untuk
mengeluarkan isi dari ruangan untuk menyesuaikan tekanan. Overpressure
memiliki beberapa gejala yang berbeda dengan squeeze yaitu:
1. Barotrauma saat naik (Overpressure) Telinga Tengah
Pada overpressure telinga tengah, peregangan dan ruptur membran timpani
dapat terjadi dan mengakibatkan nyeri yang sama dengan squeeze. Sebagai
tambahan, dapat terjadi facial baroparesis dimana peningkatan tekanan
mengakibatkan kurangnya suplai darah pada nervus facialis karena tekanan pada
telinga tengah diteruskan ke os temporalis. Dibutuhkan overpressure selama 10
sampai 30 menit untuk gejala dapat terjadi, dan fungsi nervus facialis kembali ke
normal setelah 5 - 10 menit setelah penurunan overpressure.[3,9]

2. Barotrauma saat naik (Overpressure) Sinus Paranasalis


Gejala pada overpressure sinus sama dengan squeeze pada sinus.[3]

13
3. Overpressure Pulmonal(1,4)
Disebabkan karena ekspansi dari gas yang masuk ke paru - paru saat
menyelam. Ekspansi ini bila melebihi kapasitas pengembangan paru akan
dipaksakan untuk masuk ke dalam jaringan sekitar dan pembuluh darah sehingga
menimbulkan emboli. Gejala yang ditimbulkan bergantung pada daerah emboli.
Gas pada jaringan sekitar paru akan menimbulkan emfisema mediastinum dan
subkutis, bahkan pneumothoraks.[3,11]

Gambar 13. Barotrauma pulmonal ascendens


(dikutip dari kepustakaan 11)

c. Pemeriksaan Fisis
Pada peneriksaan fisik ditemukan pembengkakan dan perdarahan pada
daerah yang mengalami squeeze maupun overpressure, adanya krepitasi pada
emfisema subkutis, dan defisit neurologis pada pasien dengan emboli gas.

14
d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita barotrauma adalah pemeriksaan lab
berupa:
Analisa Gas Darah
Untuk mengevaluasi gradien alveolus-arteri untuk mengetahui terjadinya emboli
gas.
Darah Lengkap
Pasien yang memiliki hematokrit lebih dari 48% memiliki sekuele neurologis
yang persisten selama 1 bulan setelah perlukaan.
Kadar Serum Creatin Phosphokinase
Peningkatan kadar serum kreatin fosfokinase menandakan peningkatan
kerusakan jaringan karena mikroemboli.

7. Penatalaksanaan
Walaupun kasus-kasus ringan dapat diobati dengan menghirup 100% O2
pada tekanan permukaan, pengobatan terpenting adalah rekompresi. Tiba di
RUBT maka rekompresi dengan 100% O2 dengan tekanan paling sedikit kedalaman
18 meter (2,8 ATA) adalah pilihan utama pada banyak kasus PD. Bila sesudah 10
menit penderita belum sembuh sempurna, maka terapi diperpanjang sampai 100
menit dengan diselingi tiap 20 menit bernapas 5 menit udara biasa. Setelah ini
dilakukan dekompresi dari 18 meter ke 9 meter selama 30 menit dan mengobservasi
penderita kemungkinan terjadinya deteriorasi. Selanjutnya penderita dinaikkan
kepermukaan selama 30 menit. Seluruh waktu pengobatan dapat berlangsung
kurang dari 5 jam. Rekompresi mengurangi diameter gelembung sesuai Hukum
Boyle dan ini akan menghilangkan rasa sakit dan mengurangi kerusakan jaringan.
Selanjutnya gelembung larut kembali dalam plasma sesuai Hukum Henry. O2 yang
digunakan dalam terapi mempercepat sampai 10 kali pelarutan gelembung dan
membantu oksigenasi jaringan yang rusak dan iskemik.
Dalam kasus darurat yang jauh dari fasilitas RUBT dapat dilakukan
rekompresi dalam air untuk mengobati PD langsung ditempat. Rekompresi
dilakukan pada kedalaman maksimum 9 meter selama 30-60 menit. Kecepatan

15
naik adalah 1 meter tiap 12 menit, dan bila gejalanya kambuh, tetaplah berada di
kedalaman tersebut selama 30 menit sebelum meneruskan naik kepermukaan.
Setiba dipermukaan, penderita diberi O2 selama 1 jam, kemudian bernafas dengan
udara selama 1 jam, demikian seterusnya hingga 12 jam. Walaupun dapat dan telah
dilakukan, mengenakan kembali alat selam dan menurunkan penyelam didalam air
untuk rekompresi, namun cara ini tidak dapat dibenarkan. Kesukaran yang dihadapi
adalah penderita tidak dapat menolong dirinya sendiri, tidak dapat dilakukan
intervensi medis bila ia memburuk dan terbatasnya suplai gas. Oleh karena ini usaha
untuk mengatasi PD sering kali tidak berhasil dan malahan beberapa pebderita lebih
memburuk keadaannya.
Untuk mengurangi nyeri telinga atau rasa tidak enak pada telinga, pertama-
tama yang perlu dilakukan adalah berusaha untuk membuka tuba eustakius dan
mengurangi tekanan dengan mengunyah permen karet, atau menguap, atau
menghirup udara, kemudian menghembuskan secara perlahan-lahan sambil
menutup lubang hidung dengan tangan dan menutup mulut. Bila tidak ada tanda
kegawatan, pengobatan biasanya cukup dengan cara konservatif saja, yaitu dengan
memberikan dekongestan, menghindari menyelam atau terbang sampai pasien
dapat menyeimbangkan kembali fungsi telinga tengah, atau dengan melakukan
perasat Valsalva selama tidak terdapat infeksi di jalan napas atas. Apabila cairan
yang bercampur darah menetap di telinga tengah sampai beberapa minggu, maka
dianjurkan untuk tindakan miringotomi dan bila perlu memasang pipa ventilasi
(Grommet). Antibiotik tidak diindikasikan kecuali bila terjadi pula perforasi di
dalam air yang kotor. Pasien dilarang untuk menyelam sampai telinga tengah
sembuh dan pasien dapat dengan mudah menyesuaikan tekanan pada telinga
tengah. Jika terjadi perforasi, pasien harus menunggu hingga perforasi sembuh dan
membran timpani utuh kembali. Dokter umum dapat mendiagnosa dan mengobati
gangguan ini dengan dekongestan semisal phenylephrine dan manuver valsalva.
Kasus berulang memerlukan konsultasi dari ahli THT, dengan opsi bedah
miringotomi, meskipun kebanyakan kasus membaik secara spontan
Obat-obatan yang dapat diberikan selama rekompresi adalah infuse cairan
(dekstran, plasma) bila ada dehidrasi atau syok, steroid (deksamethason) bila ada

16
edema otak, obat anti pembekuan darah (heparin), digitalis bila terjadi gagal
jantung, anti oksidan (vitamin E, C, beta karoten) untuk mengantisipasi pembekuan
oksidan (radikal bebas) yang merusak sel tubuh pada terapi oksigen hiperbarik.[3,4]

17
KESIMPULAN

Barotrauma merupakan segala sesuatu yang diakibatkan oleh tekanan kuat


yang tiba-tiba dalam ruangan yang berisi udara pada tulang temporal, yang
diakibatkan oleh kegagalan tuba eustachius untuk menyamakan tekanan dari bagian
telinga tengah dengan adekuat dan terjadi paling sering selama turun dari ketinggian
atau naik dari bawah air saat menyelam. Barotrauma dapat terjadi saat menyelam
dan saat penerbangan. Hukum Boyle menyatakan hubungan antara tekanan dan
volume. Hukum Boyle berbunyi Volume suatu gas berbanding terbalik dengan
tekanan yang bekerja pada gas tersebut (jika suhu tetap konstan). Hal ini berarti,
untuk jumlah gas tertentu, jika tekanan meningkat, volume proporsionalnya
menurun demikian sebaliknya atau dapat diartikan jika tekanan naik dua kali lipat,
berarti volumenya seperdua, demikian sebaliknya. Pada anamnesis umumnya
didapatkan adanya riwayat menyelam atau penerbangan dimana terdapat perubahan
cepat pada tekanan lingkungan. Barotrauma dapat terjadi pada telinga, barotrauma
telinga luar, barotrauma telinga tengah, barotrauma telinga dalam, barotrauma sinus
paranasalis, barotrauma pulmonal, dan barotrauma odontalgia. Pemeriksaan yang
dapat dilakukan yaitu analisis gas darah, darah lengkap, dan kadar serum creatin
phosphokinase. Untuk pemeriksaan autopsi dapat dilakukan pada post morte
dengan pemeriksaan yang teliti dan sistematis.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Adams, George L, MD, et al. Barotrauma dalam BOEIS Buku Ajar penyakit
THT Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006; 91-2.
2. Aly, Rusly, dr. Barotrauma. Banda Aceh: Fakultas Kedokteran Universitas
Syiah Kuala. 2010;35-8.
3. Edmonds, Carl MD, et al. Physics Diving Chapter 2 dalam Diving Medicine
for SCUBA Divers 5th Edition. Australia: National Library of Australia.
2013; 11-28.
4. Direction of Commander, Naval Sea Systems of Command. Mixed Gas
Surface Supplied Diving Operations in US Navy Diving Manual Revision
6. 2011; 180-199.
5. Ajeng, Darmafindi dan Indriawati Ratna. Pengaruh Frekuensi Penggunaan
Pesawat Terbang dengan Kejadian Barotrauma. Yogyakarta: Bagian
Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
2011.;1-6.
6. Dosen Bagian Ilmu Penyakit THT. Anatomi Telinga. Medan: Bagian Ilmu
Penyakit THT Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2012;1-22.
7. Dosen Bagian Ilmu Penyakit THT. Anatomi Sinus Paranasalis. Medan:
Bagian Ilmu Penyakit THT Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara. 2012;1-13.
8. Hernawati. Anatomi dan Fisiologi Paru-Paru dalam Sistem Pernapasan
Manusia pada Kondisi Latihan dan Perbedaan Ketinggian. Bandung:
Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas MIPA Universitas Pendidikan
Indonesia. 2012;1-25.
9. Edmonds, Carl MD, et al. Ear Barotrauma Chapter 9 dalam Diving
Medicine for SCUBA Divers 5th Edition. Australia: National Library of
Australia. 2013; 90-107.
10. Edmonds, Carl MD, et al. Sinus Barotrauma Chapter 10 dalam Diving
Medicine for SCUBA Divers 5th Edition. Australia: National Library of
Australia. 2013; 108-112.

19
11. Edmonds, Carl MD, et al. Pulmonary Barotrauma Chapter 11 dalam Diving
Medicine for SCUBA Divers 5th Edition. Australia: National Library of
Australia. 2013; 113-129.
12. Edmonds, Carl MD, et al. Other Barotrauma Chapter 11 dalam Diving
Medicine for SCUBA Divers 5th Edition. Australia: National Library of
Australia. 2013; 130-134.
13. Lawrence, Chris Dr. Autopsy and Investigation of Scuba Diving Fatalities.
Australia: The Royal College of Pathologist of Australia. 2012;1-16.

20

Anda mungkin juga menyukai