Anda di halaman 1dari 12

BIOGRAFI BILAL BIN RABAH

AQIL HARDIKANASRI
195060600111029
DAFTAR ISI

A. KEHIDUPAN AWAL ..................................................................................................3

B. AWAL MASUK ISLAMNYA BILAL BIN RABAH .................................................3

C. PERNIKAHAN BILAL BIN RABAH ........................................................................5

D. ADZAN PERTAMA BILAL BIN RABAH ................................................................ 6

E. ADZAN TERAKHIR BILAL BIN RABAH ............................................................... 8

F. KONTRIBUSI BILAL BIN RABAH DALAM PERANG BADAR........................... 9

G. PERAN BILAL BIN RABAH DALAM PERADABAN ISLAM.................................12


Bilal bin Rabah atau Bilal bin Riyah atau Ibnu Rabah merupakan seorang budak berkulit
hitam dari Habsyah (sekarang Ethiopia) yang dikenal oleh seluruh umat Islam di dunia
sebagai muadzin pertama yang mengumandangkan adzan di dunia. Ia dipilih oleh Rasulullah
SAW karena suaranya yang lantang dan merdu. Bilal sudah masuk islam ketika masih
menjadi budak dengan majikannya yang merupakan orang kafir. Saat mengetahui Bilal
masuk Islam, majikannya lantas menyiksa Bilal dan memaksanya untuk kembali kepada
kekafiran, namun Bilal tetap bersikeras untuk tetap menjaga keislamannya dengan
mengucapkan “Ahadun Ahad” terus menerus. Setelah mengalami penyiksaan terus menerus
oleh majikannya, Bilal akhirnya dimerdekakan oleh salah satu sahabat Rasulullah SAW yaitu
Abu Bakar RA. Dalam sebuah hadist diceritakan bahwa Rasulullah SAW pernah mendengar
suara terompah dari Bilal bin Rabbah di surga. Kisah perjuangan dari Bilal bin Rabbah telah
mengajarkan umat manusia tentang toleransi dan kesetaraan antar manusia.

A. Kehidupan Awal
Bilal bin Rabah RA lahir di daerah as-Sarah sekitar 43 tahun sebelum Hijrah (578 Masehi).
Ayahnya bernama Rabah, sedangkan ibunya bernama Hamamah, seorang budak wanita
berkulit hitam yang tinggal di Mekah. Karena ibunya itu, sebagian orang memanggil Bilal
dengan sebutan ibnus-Sauda’ (putra wanita hitam). Bilal bin Rabah RA dibesarkan di kota
Ummul Qura (Mekah) sebagai seorang budak milik keluarga bani Abduddar.
Orang tua Bilal termasuk tawanan yang dibawa dari Etiopia ke Arabia. Bilal beserta
Bapaknya adalah tawanan perang yang kemudian diperjual belikan sebagain budak.
Demikianlah Bilal sebagai budak beliau diperjual belikan dan berpindah-pindah tuan sampai
akhirnya menjadi budak Umayyah bin Khalaf. Bilal mulanya berkhidmat melayani Umayyah
biasanya berdagang dan membawa serta Bilal ikut bersamanya dalam perjalanan-
perjalanannya. Ia juga menjadikannya sebagai penjaga tempat hartanya. Bilal juga dikenal
dengan kemerduan suaranya di antara para budak di Makkah. Bilal adalah seorang yang
teguh pendiriannya, tenang dalam penampilannya, berwibawa, cerdas dan kuat daya ingatnya.
Sejak kecil dia menghabiskan masa remaja dengan menjadi pembantu majikannya. Beliau
adalah orang yang bagus akhlaknya, tunggal tiada duanya, istimewa bila dibandingkan
dengan kebanyakan sahabatnya dengan sifat-sifat yang sudah dikenal pada dirinya. Itu
menjadikan dia menempati kedudukan yang terpecaya di antara mereka. Salah satu terpenting
adalah perkataan yang jujur dalam seluruh perkataannya, bahkan juga pada seluruh
perbuatannya, baik saat beraktifitas maupun ketika diam tenang.
Kejujuran yang ada pada diri Bilal merupakan kejujuran mutlak. Kejujuran membuat
seseorang terkenal hingga kepercayaan kepada orang tersebut mencapai tingkat yang tidak
diragukan lagi dan tidak ada kebohongan padanya seperti yang ada dalam diri Rasulullah
SAW. Rasulullah SAW dan Abu Bakar melihat kunci kepribadian tersebut pada Bilal.

B. Awal Masuk Islamnya Bilal bin Rabah.


Bilal hidup di pinggiran kota Mekah melayani tuannya, Umayyah. Sebagai seorang budak,
beliau dihatuskan untuk Memenuhi kebutuhan majikannya seperti membersihkan rumah,
mengembala hewan ternak tanpa bayaran dan penghargaan.
Bilal sering mendengar nama Muhammad disebut oleh majikannya, Umayyah bin Khalaf saat
majikannya sedang berbincang-bincang dengan orang-orang terdekatnya. Mereka
membicarakan Rasulullah dengan penuh kebencian dan kemurkaan. Tetapi, mereka tetap
menyanjung sifat muliayang dimiliki Rasulullah SAW yaitu kejujurannya sifat amanahnya.
Pada suatu masa, Bilal mendengar seruan penuh sanjungan yang seorang budak tidak pernah
dapat. Setelah mendengar panggilan tersebut, Bilal segera membukakan pintu. Segera setelah
membukakan pintu, Bilal mendapati bahwa Abu Bakar yang memanggil namanya. Bilal pun
bertanya ada maksud apa Abu Bakar menemuinya.
Kemudian Abu Bakar menjelaskan tujuannya datang menemui Bilal, dengan berkata: “dengar,
Bilal. Masih ingatkah kamu ketika kita bersamasama dalam misi dagang quraisy ke syiria?”
Bilal menjawab: “iya, saya ingat tuan!” Abu Bakar bertanya kembali : “dan masih ingatkah
engkau akan seorang pendeta, yang menceritakan nubuwah yang pernah di lihatnya?
Bukankah pendeta tersebut berkata, akan tiba saatnya muncul seorang rasul dari tengah gurun
arab?” dan dijelaskan bahwa apa yang dikatakan pendeta tersebut telah terjadi yakni
datangnya Rasul Terakhir yakni Nabi Muhammad SAW. Tetapi Bilal masih menanyakan
kebenarannya sehingga Abu Bakar menjelaskan bahwa dia mendengar desas-desus di
Makkah, bahwa Muhammad dengan diam-diam mengajak umat manusia agar berserah diri
hanya kepada Allah, yang Maha Esa. Dan aku tahu bahwa apa yang disampaikannya adalah
kebenaran. Aku kemudian pergi menemuinya dan bertanya tentang apa yang kudengar. Ia
pun menerangkan dengan santunnya kepadaku, wahai Bilal.
Abu Bakar menjelaskan kepada Bilal bahwa Rasulullah mengajarkan bahwa semua manusia
sederajat bagaikan gigi dari sisir yang sama, juga mengajarkan bahwa manusia bebas tidak
lebih baik dari budak, atau sebaliknya, kecuali pada keluhuran, keimanan dan ketaqwaannya
kepada Allah. Mendengar pernyataan tersebut Bilal lantas makin percaya kepada ajaran yang
dibawakan Rasullulah SAW. Abu Bakar kemudian memandu Bilal untuk mengucapkan
kalimat Syahadat.
Mendengar itu tidak ada perasaan lain di hati Bilal kecuali keharuan. Perlahan air matanya
menitik dari pelupuk mata, dan perlahan ia menempelkan wajahnya di hamparan pasir. Ia
bersujud. Dengan terbata-bata kemudian terdengar Bilal melafalkan kalimat persaksian (dua
syahadat). Sejak saat itu Bilal telah masuk kedalam jajaran umat Islam. Wajah Abu Bakar
menampakkan kecerahan, dan ujarnya “Bilal, besok kita akan pergi ke rumah Muhammad
dan aku akan menunggumu pada saat seperti ini di rumahku. Ingat, jangan terlambat datang,
sahabatku!” “akan selalu ku ingat ajakanmu, Abu Bakar!”, tutur bilal. Sekali lagi Abu Bakar
menggenggam erat tangan Bilal, dan keduanya kemudian pulang kerumahnya masing-masing.
Sejak saat itu Bilal bin Rabah mengikuti ajaran Rasulullah dengan penuh keimanan.
Bilal termasuk kedalam jajaran orang pertama yang memeluk Islam. Saat Bilal masuk Islam,
di bumi ini hanya ada beberapa orang yang telah mendahuluinya memeluk agama baru itu,
seperti Ummul Mu’minin Khadijah binti Khuwailid, Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abu
Thalib, ‘Ammar bin Yasir bersama ibunya, Sumayyah, Shuhaib ar-Rumi, dan al-Miqdad bin
al-Aswad.
Sebagai seorang budak sekaligus seorang muslim ditengah kejamnya kaum musyrik, Bilal
merasakan penyiksaan yang paling dahsyat daripada siapapun pada zaman tersebut. Kaum
muslimin selain Bilal pada saat itu seperti Abu Bakar dan Ali bin Abi Thalib masih memiliki
keluarga dan suku yang membela mereka. Akan tetapi, kaum tertindas seperti budak dan
hamba sahaya seperti Bilal tidak memiliki siapapun dan apapun yang dapat digunakan untuk
membela dirinya. Hal ini membuat kaum musyrikin menyiksa mereka tanpa belas kasih. Hal
ini sekaligus memberikan pelajaran kepada siapapun yang ingin memeluk ajaran Islam yang
dibawakan oleh Rasulullah SAW.
Teman seperjuangan Bilal, yaitu Sumayyah harus merasakan penderitaan yang sama seperti
Bilal. Tragisnya, Sumayyah terus menerus disiksa oleh Abu Jahal dengan kejam tanpa
mengenal kasih sayang. Abu Jahal terus mengina dan mencaci maki Sumayyah dan kemudian
menghujamkan tombaknya pada perut Sumayyah sehingga menembus punggung, sehingga
gugurlah syuhada pertama dalam sejarah Islam.
Sepulang dari rumah Rasulullah SAW, Bilal langsung mengakui keislamannya pada
majikannya, Umayya. Umayya yang kesal akan keIslaman Bilal kemudian memanggil teman-
temannya yaitu Abu Jahal dan Abu Lahab untuk menyiksa Bilal. Bilal kemudian disiksa
secara tragis. Selama Bilal disiksa, dia tetap meyebutkan kata “ahad” yang meneguhkan
hatinya sekaligus membuat Umayya dan teman temannya semakin membencinya. Setelah
Umayya lelah menyiksa Bilal, Ia kemudian membawa bilal keliling kota untuk disiksa oleh
warga mekkah. Siapapun boeh menyiksa Bilal tanpa membayar denda. Tidak hanya itu,
setelah Bilal disiksa oleh warga Mekkah, Umayya kemudian memerintahkan budak yang
lainnya untuk menyiksa Bilal di padang pasir.
Cerita tentang penyiksaan Bilal terdengar oleh Abu Bakar, sehingga Abu Bakar datang
langsung ke Umayya dan memerdekakan Bilal dengan 1 uqiyah. Setelah Bilal dimerdekakan
oleh Abu bakar, Bilal kemudian diberikan kesempatan untuk mempelajari Islam secara
mendalam dan Abu Bakar senantiasa terus melindungi dan menjamin kehidupan Bilal.

C. Pernikahan Bilal bin Rabah


Pada suatu hari, Bilal meminang dua wanita untuk dirinya dan saudaranya. Bilal memiliki
saudara dalam Islam, yang memiliki julukan Abu Ruwaihah. Dia ingin meminang seorang
perempuan dari kalangan warga Yaman, lantas dia mengajak Bilal untuk menemaninya,
berharap mereka mau menerimanya sebagai suami dari anak perempuan mereka. Bilal
bercerita tentang dirinya dan saudaranya kepada ayah dari wanita tersebut. Menjawab
permintaan Bilal, ayah dari wanita tersebut menyetujuinya dan berkata bahwa siapa saja yang
menjadi saudara Bilal, maka ia pasti setuju menikahinya.
Setelah selesai membantu mengurus lamaran saudaranya, Bilal kemudian meminang seorang
wanita bernama Hind. Ayah dari wanita tersebut kemudian meminta Bilal untuk menunggu
sejenak karena dia akan bermusyawarah dengan Rasulullah SAW. Mendengar kabar tersebut,
Bilal kemudian pulang kembali ke Madinah. Hari berlalu, ternyata utusan dari keluarga Hind
datang untuk bertemu Rasulullah. Pimpinan rombongan berkata kepada Rasulullah bahwa
mereka datang dari Yaman, dan telah mendengar lamaran Bilal terhadap saudara perempuan
kami, Hind. Jawaban kepada Bilal bahwa kami akan bertanya lebih dahulu kepada Rasulullah
dan kami memintanya bersabar untuk menunggu. Oleh sebab itu mereka meminta pendapat
rasulullah. Rasulullah diam sejenak dan kemudian tersenyum, beliau berkata bahwa
barangsiapa yang bertanya tentang Bilal maka jawabnya dia adalah manusia surga. Keluarga
Hind terkesima mendengar jawaban Rasulullah yang menggambarkan kecintaannya kepada
Bilal sehingga mereka tidak keberatan untuk menikahkan Bilal dengan saudara
perempuannya Hind. Bilal sangat berbahagia dengan keputusan ini, karena dengan itu ia telah
berhasil menyempurnakan agamanya.
suatu malam ketika Bilal pulang dari masjid, ia duduk di sebelah istrinya dan menceritakan
apa yang di dengarnya dari Rasulullah SAW, tetapi sang istri kurang dapat menerimanya dan
menolak untuk mempercayainya. Bilal sangat marah mendengar ketidakpercayaan istrinya
terhadap dirinya, ia kemudian pergi menemui Rasulullah SAW dan menceritakan apa yang
dialaminya. Rasulullah SAW kemudian menjelaskan kepada istri Bilal bahwa apa yang
dikatakan oleh Bilal adalah benar. Para sahabat Rasulullah SAW juga tidak meragukan satu
kata pun yang diucapkan Bilal walaupun terdengar aneh. Mereka juga tak ragu terhadap
berita yang disampaikan Bilal kepada mereka walaupun cukup banyak hal yang
mengingkarinya atau setidaknya meragukannya. Setelah memberikan nasihat, Rasulullah
SAW dan Bilal pun kembali ke rumahnya dan kehidupan Bilal bersama istrinya tetap
berlanjut dengan bahagia.

D. Adzan Pertama Bilal bin Rabah


Diceritakan, semenjak Bilal masuk Islam dan dibebaskan Abu Bakar, beliau selalu ada di sisi
Rasulullah SAW. Bilal menjadi pembantu setia Rasulullah SAW. Cintanya kepada
Rasulullah SAW adalah inti kehidupan baginya. Beliau adalah jiwa dunia akhirat di kejujuran
hati sanubarinya. Dia hidup dan mati sedang dia tidak mengharapkan pada dunianya dan
tidak pula sesudah kematiannya, kecuali bahwa dia pulang kepada perlindungan Allah dan
menikmati keridhaan-Nya.
Ketika Rasul SAW Memerintahkan para sahabatnya untuk berhijrah ke Madinah, Bilal ada di
antara mereka. Ia keluar dari Makkah di tengah malam hari yang gelap , bersama-sama
dengan sahabat Saad Abi Waqqas dan Ammar Ibnu Yassir ketika rombongan muhajirin ini
sampai di Madinah mereka disambut hangat bagaikan saudara sekandung kaum Anshar
terhadap Muhajirin, sehingga seandainya kaum Muhajirin ini sangat miskin maka kaum
Anshar dengan ringan tangan akan membagikan hartanya bagi mereka. Bilal tinggal di
Madinah dalam suasana hati yang tidak tenang. Ia selalu teringat wajah orang yang sangat
dikasihinya, Rasulullah SAW. Setiap hariia pergi ke batas kota Madinah untuk menengok
kalau-kalau Rasulullah datang menyusul pada hari itu apalagi saat itu ia sudah mendengar
bahwa Rasulullah datang ditemani oleh Abu Bakar telah meninggalkan kota Makkah dan
dalam perjalanan menuju Madinah.
Hingga Rasulullah SAW tiba, Bilal menunjukkan rasa senangnya. Bersama Rasulullah SAW,
Bilal mengerjakan tugas mulia yaitu membangun masjid pertama di Quba. Saat itu, kiblat
sudah berubah dari arah Yerussalem menjadi ke Ka’bah.
Suatu hari saat masjid telah selesai dibangun, Rasulullah SAW sedang bersama para sahabat
untuk berdiskusi bagaimana cara memanggil umat untuk mengerjakan shalat berjamah.
Banyak usulan yang disampaikan para sahabat.
Ada sahabat yang mengusulkan untuk mengibarkan bendera ketika sudah tiba waktu shalat
agar umat muslim segera menghentikan kegiatannya setelah melihat bendera penanda waktu
shalat. Ada sahabat yang mengusulkan untuk menggunakan nyala api untuk menandakan
waktu shalat, namun sahabat lain menyanggah bahwa cara tersebut mirip dengan apa yang
dilakukan kaum Majusi. Ada juga yang mengusulkan agar meniup suara terompet seperti
pemeluk agama Yahudi ketika waktu shalat tiba, ada pula yang mengusulkan dengan
menggunakan bunyi lonceng seperti kaum Nasrani. Semuausulan yang diajukan tersebut
ditolak oleh Rasulullah SAW.
Lalu, ada usul dari Umar bin Khattab agar ditunjuk seseorang yang bertindak sebagai
pemanggil kaum Muslimin untuk Shalat ketika waktu shalat telah tiba. Saran tersebut
diterima oleh semua sahabat dan Rasulullah SAW juga menyetujuinya.
Dalam hadits Bukhori Ibnu Umar berkata, “Orang-orang Muslim ketika telah datang ke
Madinah, mereka berkumpul lalu mengira-ngira waktu sholat, namun tidak ada panggilan
untuk itu. Maka mereka membicarakan hal tersebut pada suatu hari. Sebagian dari mereka
berkata, ‘Jadikanlah lonceng sebagai tanda seperti lonceng orang-orang nasrani.’ Sebagian
yang lain berkata, ‘Bagaimana jika terompet seperti terompet orang-orang yahudi? ‘Umar
berkata, ‘Kenapa kalian tidak mengutus seseorang untuk menyeru Sholat?’ Maka Rasulullah
bersabda, ‘Wahai Bilal, berdirilah dan berserulah dengan seruan sholat’.”
Ibnu ishaq berkata: pada saat kaum Muslimin berada dalam keadaan seperti di atas, tiba-tiba
Abdullah bin zaid bin tsa’labah bin Abdu Rabbihi Saudara bani Al-Harits bin Al-Khazraj
bermimpi melihat seruan shalat. Ia menghadap Rasulullah SAW dan berkata: “wahai
Rasulullah, tadi malam aku bermimpi melihat seseorang memakai pakaian hijau berjalan
melewatiku dengan membawwa lonceng, aku bertanya kepadanya, “Hai hamba Allah,
bolehkah loncengmu itu ku beli?” orang tersebut menjawab: “apa yang kau inginkan darinya?”
aku menjawab: “Aku akan gunakan untuk memanggil orang untuk sholat. Orang tersebut
berkata: “Maukah engkau aku tunjukkan yang lebih baik dari pada lonceng ini?” Aku
berkata: “Apa itu?” Orang tersebut berkata: “Hendaknya engkau berkata:”

Allaahu Akbar, Allaahu Akbar (2x)


Asyhadu allaa illaaha illallaah. (2x)
Asyhadu anna Muhammadar rasuulullah. (2x)
Hayya 'alashshalaah (2x)
Hayya 'alalfalaah. (2x)
Allaahu Akbar, Allaahu Akbar (1x)
Laa ilaaha illallaah (1x)
Artinya:
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar
Aku menyaksikan bahwa tiada Tuhan selain Allah
Aku menyaksikan bahwa nabi Muhammad itu adalah utusan Allah
Marilah Sholat
Marilah menuju kepada kejayaan
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar
Tiada Tuhan selain Allah
Ketika esoknya aku bangun, aku menemui Nabi Muhammad.SAW, dan menceritakan perihal
mimpi itu kepadanya, kemudian Nabi Muhammad. SAW, berkata, "Itu mimpi yang
sebetulnya nyata. Berdirilah disamping Bilal dan ajarilah dia bagaimana mengucapkan
kalimat itu. Dia harus mengumandangkan adzan seperti itu dan dia memiliki suara yang amat
lantang." Lalu akupun melakukan hal itu bersama Bilal." Rupanya, mimpi serupa dialami
pula oleh Umar ia juga menceritakannya kepada Nabi Muhammad SAW dan menyatakan,
“wahai utusan Allah, sesungguhnya aku baru saja bermimpi tepat sama dengan yang dialami
oleh Abdullah” Rasulullah pun menjawab “Wahai sahabatku, demi Allah Dzat Yang Maha
Terpuji, apa yang dialami Abdullah dan Umar telah membuktikan kebenaran Adzan.
Sejak saat itu, Bilal selalu menjadi muadzin pada setiap waktu shalat. Apabila telah datang
waktu shalat, Bilal akan selalu naik ke menara untuk mengumandangkan adzan. Keindahan
dan kelantangan suara Bilal sudah dikenal oleh kaum muhajirin bahkan sejak ia masih
menjadi budak dari Umayyah.
Apabila lengkingan Adzan Bilal sudah memenuhi udara
Madinah, umat islam segera bangkit dari tilamnya, dan beramai-ramai
menuju masjid Rasulullah untuk melaksanakan sholat subuh, Bilal

Ash-shalaatu khairum minan-nauum


(bahwa sesungguhnya shalat itu lebih baik daripada tidur).

E. Adzan Terakhir Bilal bin Rabbah


Pada hari ketika Rasulullah SAW wafat, tiba waktu shalat. Pada waktu yang penuh dengan
kesedihan itu, Bilal pun berdiri untuk adzan, sedangkan Rasulullah SAW telah diselimuti
dengan kain tetapi belum dimakamkan. Pada saat Bilal sampai pada lantunan “Asyhadu anna
Muhammadar Rasulullah”, suaranya tertahan dan tangisnya tak dapat terbendung lagi. Bilal
tak mampu lagi untuk menyelesaikan adzannya. Begitu pula dengan kaum muslimin yang
meneteskan air mata dan tenggelam dalam tangisan.
Setelah wafatnya Rasulullah SAW, Bilal masih mengumandangkan adzan selama tiga hari,
tetapi selalu berhenti ketika sampai pada lafadz ‘Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullah”.
Beliau selalu menangis dan tidak kuat untuk melanjutkan adzan. Begitu pula kaum Muslimin
yang lain. Setelah Rasulullah SAW wafat, Abu Bakar menggantikan Rasulullah SAW dan
diangkat menjadi Khalifah. Bilal yang masih berduka atas kepergian Rasulullah SAW
kemudian meminta kepada Abu Bakar untuk diberhentikan dari tugasnya menjadi muadzin
karena tidak mampu lagi mengumandangkannya setelah kepergian Rasulullah SAW. Bilal
juga meminta kepada Abu Bakar untuk ikut berjihad dengan berjaga di perbatasan di negri
Syam. Beliau berkata kepada Abu bakar, “jika anda membeli dan memerdekakan saya dahulu
untuk diri anda sendiri,maka tahanlah saya,namun jika anda membeli dan memerdekakan
saya karena Allah maka lepaskanlah saya untuk berkhidmat kepada zat yang karena-Nya
anda telah memerdekakanku.” Mendengar permintaan Bilal, Abu Bakar pun menyanggupi
kemauan Bilal walaupun dengan berat hati.
Bilal pun meninggalkan kota Madinah bersama pasukan pertama yang dikirim dan menetap
di Darayya, sebuah tempat di dekat Damaskus. Selama disana ia terus menahan diri untuk
tidak adzan hingga suatu saat Umar bin Khattab datang ke negeri Syam dan bertemu dengan
Bilal setelah sekian lama berpisah. Ketika itu Umar meminta dengan sangat agar Bilal mau
adzan sekali saja dihadapan Al-faruq. Bilal tidak dapat menolak permintaan Khalifah pada
saat itu, dikerjakannya ditengah-tengah masjid. Maka baru saja Bilal mengeraskan suaranya
untuk adzan, Umar pun menangis, begitu juga dengan sahabat yang ada disitu hingga
jenggotjenggot mereka basah oleh air mata, karena beliau telah mengingatkan mereka kepada
Rasulullah. Itulah adzan terakhir beliau di Damaskus.
Suatu ketika ia bermimpi berjumpa dengan Rasulullah SAW beliau bersabda, “ Wahai Bilal,
betapa dzalimnya kamu, sehingga kamu tak menziarahiku.” Begitu bangun dari mimpinya, ia
segera pergi ke madinah. Setibanya disana, hasan dan husain ra memintanya
mengumandangkan adzan. Ia tidak dapat menolak permintaan orangorang yang sangat
dicintainya itu.
Ketika mulai adzan, terdengarlah suara adzan seperti pada masa hidup Rasulullah SAW.
Suara itu sangat menyentuh hati orang-orang yang mendengarnya sehingga para wanita
keluar dari rumah-rumah mereka dengan meneteskan air mata. Ia tinggal beberapa hari di
madinah, lalu kembali ke damsyik. Itulah adzan terakhir Bilal bin Rabah untuk selamanya.

F. Kontribusi Bilal bin Rabbah Pada Perang Badar.


Sesungguhnya asas dan dasar abadi bagi hubungan antara kaum muslimim dan kalangan non
muslim dalam islam adalah perdamaian. Dengan demikian, peperangan dalam islam adalah
satu situasi dan kondisi yang bersifat temporer bagi hubungan antara keduanya dan keluar
dari kaidah dasar pergaulan yang digariskan Islam. Oleh karena itu, peperangan dalam Islam
tidak akan dilakukan kecuali untuk menghilangkan tindak kezhaliman dan kedurjanaan.
Dengan dasar yang demikian, maka Islam tersebar dengan cara damai. Sebab ia merupakan
agama perdamaian, mengusung keharmonisan hidup dan ketentraman, bukan agama perang
atau agama permusuhan. Peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan kaum
muslimin, secara umum dapat dikatakan sebagai perang untuk mempertahankan diri.
Rasulullah dan para sahabat tidak pernah melakukan penyerangan terlebih dahulu kecuali
untuk menjamin terwujudnya ketentraman bagi kaum muslimin, agar kaum muslimin
terhindar dari kezaliman, untuk menolak setiap usaha yang akan melemahkan kaum muslimin
serta demi menjaga kebebasan memilih akidah bagi umat manusia.
Sahabat Rasulullah Bilal bin Rabah ikut serta dalam berjihad bersama Rasulullah Bilal ikut
serta bersama dalam Perang berikut penulis memaparkan kejadian yang tercatat dalam
sejarah ketika ia ikut berjihad di jalan Allah SWT pada perang Badar.
Perang Badar merupakan pertempuran besar pertama antara kaum Muslimin dengan
musuhnya. Perang ini terjadi pada Jumat pagi tepatnya pada 17 Ramadhan 2 H (13 Maret
624). Pada perang tersebut pasukan Muslimin hanya berjumlah 313 orang sedangkan kaum
kafir Quraisy berjumlah 1000 orang. Bilal turut berperan dalam perang ini dengan semangat
yang membara. Peperangan terjadi di sebuah daerah yang dikenal dengan nama Badar.
Sebuah daerah terdapat sumber air dan seringkali dijadikan sebagai tempat transaksi dagang.
Jarak tersebut dari kota Madinah sekitar seratus enam puluh (160) kilo meter. Salah satu
taktik dan strategi Rasulullah SAW dalam menghadapi kaum musyrikin Quraisy adalah
mengadakan penyempitan ruang gerak perdagangan mereka.dalam perang ini, kaum
muslimin mendapatkan kemenangan yang menjadi pukulan yang sangat keras bagi pasukan
Quraisy.
Umayyah yang jahat dibunuh Bilal dalam perang Badar. Walaupun awalnya Umayyah tidak
mau terlibat dalam perang tersebut. Dia sudah mengira, kehadiran dalam perangan Badar
akan menyebabkannya bertemu dengan Bilal. Tidak mau terlibat dalam perang badar,
memperlihatkan kekecutan Umayyah yang dilihat berani dihadapan hamba-hamba yang
lemah. Uqbah bin Abi Mu’it mencemooh Umayyah dengan menggambarkan Umayyah
seperti perempuan. Diambilnya setanggi wangian, diperasapkan dihadapan Umayyah seraya
berkata, ”Wangian setanggi akan melekat kepada tubuh kamu wahai Umayyah. Ini
menandakan, kamu sebenarnya tidak jantan, tetapi adalah wanita,” lalu Abu Mu’it tertawa
terbahak-bahak. Bagai ditempeleng ke muka dengan penghinaan yang dilakukan oleh Abu
Mu’it, menyebabkan Umayyah memutuskan ikut serta dalam perang Badar. Perang yang
merupakan perang terakhir baginya. Karena setelah itu, Umayyah berjumpa dengan Allah
yang maha memberi keadilan. Umayyah terbunuh dalam perang Badar dengan sabetan
pedang yang dilakukan oleh Bilal. Sebelum sabetan terkena lehernya, kelihatan raut takut di
wajahnya. Tidak seperti Bilal yang disiksanya dahulu.
Seorang sahabat mulia, Abdurrahman bin Auf, menceritakan bagaimana Allah memberi
kesempatan kepada Bilal untuk membalas orang kafir itu: “Umayyah bin Khallaf adalah salah
seorang temanku. Aku masih bernama Abdu Amr saat bersamanya, sebelum diganti menjadi
Abdurrahman setelah memeluk Islam. Sewaktu perang Badar berkecamuk aku melewatinya.
Terlihat dia sedang berdiri sambil memegang erat tangan anaknya, Ali. Aku sedang
membawa baju perang rampasan, dia melihatku berseru: ‘Abdu Amr!’ Aku tidak sudi
menjawab seruan itu, maka Umayyah memanggil: ‘Abdullah ’‘Ya,’ jawabku. Dia pun
bertanya: ‘tidakkah kamu menginginkanku? Aku lebih baik daripada baju perang di
tanganmu.’ Aku menyahut: ‘Kamu benar, demi Allah.’
Aku segera membuang baju perang tersebut, lantas menggandeng Umayyah dan anaknya.
Umayyah mengatakan: ‘Tidak pernah aku mengalami hal seburuk ini. Apakah kamu
menginginkan susu?’ tanpa berkata apa-apa aku terus berjalan mendampingi mereka.’”
Abdurrahman melanjutkan dalam riwayat yang lain disebutkan Umayyah bin Khalaf bertanya,
yakni ketika aku berada di antara dia dan anaknya serta memegang tangan mereka: ‘Hamba
Allah, siapakah laki-laki yang pada dadanya ada bulu burung unta itu?’ ‘Hamzah bin Abdul
Muthalib,’ jawabku. Umayyah menyebutkan: ‘Sepak terjangnya menyusahkan kami.’
Demi Allah, aku menuntunnya dengan hati-hati, namun tibatiba Bilal muncul dan melihat
kami. Umayyah pernah menyiksa Bilal di Makkah, guna memaksanya meninggalkan Islam;
untuk itulah dia menjemurnya dibawah terik matahari, lantas menindihkan batu besar di dada
budaknya itu seraya mengancam: ‘Kamu akan terus seperti ini sampai mau meninggalkan
ajaran Muhammad!’ Namun Bilal tetap berucap lirih, ‘ Ahad...Ahad..’
Spontan Bilal mengatakan: ‘Ini salah seorang pemimpin kaum Musyrikin, Umayyah bin
Khalaf! Aku tidak akan selamat jika dia selamat.’ Aku mengingatkannya: ‘Bilal, apa kamu
hendak merampas tawananku?’ ‘Aku tidak akan selamat bila dia selamat!’ tegasnya. Aku
membalas: ‘Apa kamu tidak mendengarku, Ibnu Sauda?’ Dia kembali menegaskan: ‘Aku
tidak akan selamat jika dia selamat!’.
Selanjutnya Bilal berteriak: ‘Wahai para pembela Allah Ada pemimpin orang-prang kafir di
sini, Umayyah bin Khalaf! Sungguh, aku tidak akan selamat jika dia selamat!’ Serta-merta
mereka mengepung kami, melingkari kami seperti gelang pada tangan, sedangkan aku
berusaha melindungi dua orang kafir ini. Sejurus kemudian seorang laki-laki menghunuskan
pedang ke arah kaki Ali sehingga membuatnya jatuh terjerembab, dan Umayyah berteriak
histeris karenanya. Saat itulah aku menyadari kelemahan diri, maka aku berkata:
‘Selamatkanlah dirimu, tidak ada yang sanggup menyelamatkanmu dari mereka! Demi Allah,
aku tak bisa menolongmu.’
Mereka pun memenggal kepala Umayyah dan anaknya. Pedang-pedang berkelebat hebat
sampai keduanya tewas. Semoga Allah merahmati Bilal; baju perang rampasanku raib sudah,
dan dia membuatku bersedih dengan terbunuhnya dua tawananku.”
Di dalam Zadul-Ma’ad disebutkan bahwa Abdurrahman bin Auf berkata kepada Umayyah,
“Telentangkan badanmu!” Maka Umayyah pun menelentangkan badannya, lalu
Abdurrahman menelentangkan badan diatas Umayyah. namun mereka tetap menusuk-
nusukkan pedang ke badan Umayyah yang di tindih Abdurrahman. Akibatnya ada diantara
pedang mereka yang juga mengenai badan Abdurrahman
Tetapi rencana Allah pasti terjadi. Sehingga membiarkan Umayyah pergi karena ada utang
lama antara ia dan salah seorang budak Allah. Inilah waktu untuk menyelesaikannya. Maka,
sebagaimana kau memperlakukan orang, demikianlah kamu akan diperlakukan orang.
Sudah dijelaskan bahwa Bilal bin Rabah sangat mencintai Rasulullah dan setia
mendampinginya, dan juga mengikuti semua perang dengan tujuan berjihad di jalan-Nya.
Tetapi tidak dijelaskan didalamnya secara detail Bilal bin Rabah ikut serta dalam perang apa
saja, namun dalam perang badar inilah Bilal bin Rabah diceritakan kisahnya sebab dalam
perang tersebut Bilal dan orang-orang muslim telah membunuh Umayyah bin Khalaf pemuka
Quraisy yang sangat kejam. Penulis hanya bisa memberikan penjelasan tentang salah satu
perang yang diikuti Bilal yang diabadikan ceritanya.
F. Wafatnya Bilal bin Rabbah
Ibnu Katsir mengungkapkan: “ setelah Rasulullah wafat, Bilal turut dalam pasukan yang
pergi ke Syam untuk berperang. Ada juga yang berpendapat bahwa Bilal tetap menjadi
muadzin pada masa-masa awal kepemimpinan Abu Bakar. Riwayat yang pertama lebih
shahih dan populer.” Bilal menetap di Syam sebagai muslim yang tekun beribadah dan zuhud
terhadap dunia. Dia sabar menunggu waktu bertemu lagi dengan kekasihnya, Rasulullah
Muhammad dan para Sahabat yang mendahuluinya. Selang beberapa tahun, Muadzin pertama
dan terbesar pada masa ini pun terbaring kaku di pembaringan terakhirnya. Bilal menderita
Aziz bertutur: “Pada akhir hayatnya Bilal mengatakan: ‘Aku akan bertemu orang-orang
tercinta, Muhammad dan golongannya.’ Istrinya menyahut: ‘Celakalah aku!’ dan Bilal
menanggapi: “berbahagialah aku”.
Bilal pun menghembuskan nafas terakhir, sementara Allah berkehendak mengabadikan
namanya bagi penghuni alam semesta. Adapun derajatnya di akhirat adalah surga yang penuh
kenikmatan. Bilal meninggal dunia pada tahun 20 Hijriyah, usianya sekitar enam puluh tahun.
Pada zaman kekhalifahan Umar bin Khathab.Namun, namanya masih harum hingga kini.
Bahkan, di sejumlah masjid di Indonesia, mungkin juga di negara lainnya, nama muazin
selalu tercantum dengan tulisan Bilal. Ini menunjukkan sebagai penghormatan kepada sang
muazin Rasulullah, pengumandang azan pertama di dunia. Semoga Allah memberikan tempat
yang mulia di sisi-Nya. Semoga Allah senantiasa merahmatinya dan mempertemukan kita
bersama di Surga bersama Nabi Muhammad dan para sahabatnya, serta bisa mendengar Bilal
bin Rabah melantunkan adzannya di Surga.

G. Peran Bilal bin Rabah Bagi Peradaban Islam.


Seperti yang kita tahu dari cerita diatas, banyak hal-hal yang dapat diteladani dari Bilal bin
Rabah. Beliau mengajarkan kita tentang kekuatan iman yang harus kita miliki meskipun
cobaan yang kita lalui sangatlah berat. Bilal juga menjadi initiator dan contoh nyata bagi
peradaban Islam tentang kesamaan antar umat manusia. Beliau mengajarkan dan memberikan
contoh bahwa kita semua sebagai umat manusia terlahir sama, mempunyai darah yang sama,
dan akan mati dikubur pada tanah yang sama. Semua orang berhak untuk merdeka.
Pada suatu masa juga Rasulullah SAW pernah berbicara kepada Bilal bahwa Beliau
mendengar suara terompah Bilal di surga. Beliau lantas bertanya kepada Bilal apa yang ia
telah lakukan, dan Bilal menjawab bahwa ia menjalankan dua rakaat shalat setelah ia
berwudhu. Rasulullah SAW tidak menyalahkan hal tersebut sehingga ibadah sunnah wudhu
menjadi suatu ibadah yang sunnah dilakukan bagi umatnya.

Anda mungkin juga menyukai