Anda di halaman 1dari 66

Sulistyowati

Meneladani Keimanan
BILAL BIN RABAH
Meneladani Keimanan

BILAL BIN RABAH

Oleh:
Sulistyowati

Desain Sampul
Jaka Agung Prasetya Utama

Tata Letak
Ary Setianton

Penerbit
CV. Aneka Ilmu
Jl. Raya Semarang-Demak KM. 8,5 Semarang

ISBN 978 - 979 - 048 - 962 - 2

Cetakan Tahun
2015

Hak Cipta Dilindungi oleh Undang-undang

ii
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr. Wb.

Puji syukur hanya bagi Allah yang telah menganugerahkan nikmat-


Nya kepada manusia. Salawat dan salam semoga terlimpahkan kepada
Nabi Muhammad saw. yang telah membawa ilmu Allah dan telah memberi
contoh dan teladan budi pekerti kepada umatnya.
Dengan membaca dan Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
semoga kita menjadi orang-orang yang dicintai Rasulullah. Bilal bin
Rabah adalah seorang budak yang kemudian merdeka dan dia berjuang
mempertahankan aqidahnya serta menjadi salah satu sahabat Rasulullah
yang telah dijamin masuk surga.
Bilal bin Rabah merupakan orang pertama yang mengumandangkan
azan karena ia memiliki suara yang indah dan keras sehingga bisa
menjangkau jarak yang jauh.
Keteladanan, ketakwaan, kejujuran, dan sifat pemaaf Bilal bin Rabah
perlu kita contoh dan menjadikan keteladanan dalam kehidupan sehari-
hari.
Penulis menyadari bahwa buku ini jauh dari kesempurnaan, karena
kesempurnaan hanyalah milik Allah. Untuk itu penulis berharap kritik dan
saran dari berbagai pihak demi kesempurnaan buku ini.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Penulis

iii
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................... iii


DAFTAR ISI ................................................................................... iv

BAB 1 BILAL BIN RABAH ........................................................ 1


A. Kisah Tentang Muadzin Sejati Rasulullah
Shalallahu’alaihi Wasallam ............................................. 1
B. Penderitaan dan Keteguhan Bilal bin Rabah ................. 2

BAB 2 BILAL BAGAIKAN BAYANGAN RASULULLAH SAW 13


A. Hijrahnya Bilal ke Madinah............................................ 13
B. Kebersamaan Bilal bin Rabah dengan Rasulullah saw ........ 14
C. Bilal Mengalahkan Umayyah bin Khalaf ......................... 16
D. Pemberian Maaf yang membuahkan Persahabatan ....... 16

BAB 3 MENJADI MU’ADZIN PERTAMA ................................. 20


A. Pengertian Mu’adzin ..................................................... 20
B. Awal Mula Adzan Dikumandangkan ............................. 23
C. Salat Berjama’ah ........................................................... 24
D. Bilal Mu’adzin Ar Rasul (Sang Pengumandang
Seruan Langit) .............................................................. 32
E. Bilal Salah Satu Sahabat yang Dijamin Masuk Surga ...... 34

BAB 4 WAFATNYA RASULULLAH


SHALALLAHU’ALAIHI WASALLAM ........................... 37

BAB 5 WAFATNYA “SANG PENGUMANDANG


SERUAN LANGIT” ....................................................... 42
A. Adzan Terakhir Mu’adzn Ar Rasul ................................. 42
B. Wafatnya Mu’adzin Ar Rasul ......................................... 44
C. Kisah Orang-orang yang Masuk Islam
Karena Kumandang Adzan ............................................ 45

DAFTAR PUSTAKA....................................................................... 60

iv
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
BAB 1
BILAL BIN RABAH

A. Kisah Tentang Mu’adzin Sejati Rasulullah


Shalallahu’alaihi Wasallam
Siapakah gerangan lelaki yang ketika didera siksa dahsyat
Kafir Quraisy, hanya kata-kata “ Ahadun-Ahad “ yang keluar
dari mulutnya. Siapakah pula lelaki yang pada hari-hari akhirnya
mengulang-ulang kata-kata, “Besok kita akan bertemu dengan
para kekasih (Muhammad dan para sahabatnya)?”
Dialah Bilal bin Rabah Al-Habasyi, Muazin Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi Wasallam memiliki kisah menarik tentang
sebuah perjuangan mempertahankan aqidah. Sebuah kisah
yang tidak akan pernah membosankan, walaupun terus diulang-
ulang sepanjang zaman. Kekuatan alurnya akan membuat
setiap orang tetap penasaran untuk mendengarnya.
Bilal lahir di daerah as-Sarah sekitar 43 tahun sebelum
hijrah. Ayahnya bernama Rabah, sedangkan ibunya bernama
Hamamah, seorang budak wanita berkulit hitam yang tinggal
di Mekah. Karena ibunya itu, sebagian orang memanggil Bilal
dengan sebutan Ibnus-Sauda’ (putra wanita hitam).

1
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
Bilal dibesarkan di kota Ummul Qura (Mekah) sebagai
seorang budak milik keluarga bani Abduddar. Saat Abduddar
meninggal, Bilal diwariskan kepada Umayyah bin Khalaf,
seorang tokoh penting kaum kafir.
Sebagai keturunan Afrika mewarisi warna kulit hitam,
rambut keriting, dan postur tubuh yang tinggi. Ciri khas orang
Habasyah (Ethiopia sekarang). Karena keislamannya diketahui
tuannya, Bilal disiksa dengan amat keras, hingga mengundang
reaksi dari Abu Bakar yang kemudian membebaskannya
dengan sejumlah tebusan. Karena tebusan ini, Bilal mendapat
sebutan Maula Abu Bakar, atau orang yang dibeli untuk bebas
oleh Abu Bakar, bukan untuk dijadikan budak kembali.

B. Penderitaan dan Keteguhan Bilal bin


Rabah
Ketika Mekah diterangi cahaya agama baru dan Rasul yang
agung Shalallahu ‘alaihi Wasallam mulai mengumandangkan
seruan kalimat tauhid, Bilal adalah termasuk orang-orang
pertama yang memeluk Islam. Saat Bilal masuk Islam, di bumi
ini hanya ada beberapa orang yang telah mendahuluinya
memeluk agama baru itu, mereka adalah Ummul Mu’minin
Khadijah binti Khuwailid, Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abu
Thalib, ‘Ammar bin Yasir bersama ibunya, Sumayyah, Shuhaib
ar-Rumi, dan al-Miqdad bin al-Aswad. Bilal termasuk golongan
pertama yang masuk Islam atau tepatnya orang ketujuh yang
masuk Islam pertama kali.
Persentuhan Bilal dengan Islam dimulai ketika ia masih
menjadi budak Umayyah. Perbincangan Umayyah dengan

2
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
tamunya soal kehadiran agama baru yang dibawa Muhammad
secara tak sengaja terdengar oleh Bilal.
Meski belum mengenali Muhammad secara pribadi, namun
Bilal telah sering mendengar sosoknya. Lelaki bersahaja dan
juga jujur dari Bani Hasyim itu sangat dihormati oleh bangsa
Quraisy. Seketika ketertarikan Bilal terhadap Islam dan ajaran
yang dibawa Muhammad membuncah. Bilal pun segera
menemui Abu Bakar yang sudah terlebih dahulu masuk Islam.
Bilal meminta Abu Bakar untuk mengantarnya menemui
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam. Tak perlu waktu lama
bagi Bilal untuk menyatakan keislamannya.
Keimanan Bilal langsung diuji setelah bersyahadat. Jika
Abu Bakar dan bangsa Quraisy lainnya aman dari perlakuan
kejam sesama bangsa Quraisy yang benci terhadap Islam, lain
halnya dengan Bilal. Sebagai budak dari anggota suku Quraisy
terkejam, Bilal dipaksa untuk keluar dari Islam dan kembali
kepada agama nenek moyangnya yang menyembah berhala.
Penderitaan Bilal berawal ketika datang seorang tamu ke
rumah Umayyah bin Khalaf, ketika dia sedang berada di luar
rumahnya menghirup udara segar pagi yang nyaman.
“Belum sampai kabar kepadamu wahai Umayyah?” tanya
tamu itu.
“Kabar apakah itu?” jawab Umayyah dengan heran.
“Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, bahwa
budakmu yang bernama Bilal, sering sekali datang ke rumah
si Muhammad di waktu malam dengan sembunyi-sembunyi.
Kadang-kadang di waktu siang hari, kiranya engkau lengah tak
mengetahuinya. Melihat gerak-gerik dan air mukanya, rupanya

3
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
dia masuk ke agama baru yang dibawa Muhammad itu dan
meninggalkan agama kita. Berarti dia telah mengenyahkan
Tuhan Lata dan Uzza (berhala).”
“Apakah benar kabarmu ini?” tanya Umayyah dengan
cepat.
“Cukupkah bukti-buktinya?” tanyanya pula.
“Tentu, ini bukan kabar bohong, justru itulah sebabnya
saya datang, untuk memberitahumu bilamana engkau belum
tahu, agar engkau bertindak segera terhadap budakmu itu,
jangan mencemarkan nama kita yang menjadi tuan-tuan yang
berbudak belian, sehingga nama kita akan rusak karenanya,”
jawab tamunya itu meyakinkan Umayyah.
Dengan hati yang kesal dan marah, Umayyah kembali ke
rumahnya seakan-akan tidak tahu apa yang harus dilakukannya,
karena sangat marahnya.
Tidak lama kemudian, Bilal pun datang, lalu berdiri di
hadapan Umayyah dengan agak takut-takut. Dengan marah
besar, Umayyah lalu berkata kepada Bilal: “Kabar buruk sudah
sampai kepadaku, tentang dirimu. Jangan engkau bersembunyi
diri kepadaku. Sekarang mengakulah terus terang, benar
tidaknya kabar itu. Engkau sering pergi ke rumah Muhammad
di waktu malam. Engkau sudah terperosok memasuki agama
baru yang dibawa Muhammad, serta meninggalkan Tuhanmu
Lata dan Uzza!”
Bilal menjawab dengan tenang: “Bila tuan sudah mendengar
kabar itu dan telah mengetahui akan keadaanku ini, maka aku
pun tidak akan menyembunyikan hal itu lagi. Memang aku
sering ke rumah Muhammad, aku percaya bahwa dia adalah

4
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
Rasul Allah, aku beriman dengan agama yang dibawanya, yaitu
Agama Islam yang suci murni.”
“Tidakkah engkau tahu,” kata Umayyah kepada Bilal,
“Bahwa engkau adalah budak belianku? Sejak engkau kubeli,
engkau adalah barang kepunyaanku. Aku berkuasa atas seluruh
tubuh dan jasadmu. Engkau tidak berhak dan berkuasa apa-
apa untuk melanggar keinginan dan kemauanku atas dirimu,
walau dengan cara bagaimana sekalipun!”
Bilal menjawab “Memang aku adalah budak dan
tawananmu. Ini tidaklah kubantah. Kalau aku kau perintahkan
mengarungi lautan pasir yang luas didalam keadaan gelap-
gulita sekalipun, akan kujalankan. Bila aku diperintah untuk
mengangkat batu besar yang seberat-beratnya, akan kuangkat
juga. Tetapi akal dan pikiranku, keimanan dan kepercayaanku,
bukan menjadi hak dan milikmu, bukan termasuk barang yang
engkau beli dariku. Itu tidak akan dapat kau beli dan kuasai.
Bahaya apakah terhadap dirimu, sekalipun aku beriman
dengan imanku, aku berislam dengan Islamku? Biarkanlah aku
beriman dan berislam, sebab hal itu tidak akan mengurangi
akan kerja dan tugasku terhadap dirimu.
Dengan marah yang semakin memuncak bernyala-nyala,
Umayyah berkata dengan suara yang keras: “Dari ujung
rambutmu yang paling atas sampai ke tapak kakimu yang paling
bawah, adalah kepunyaanku. Jasad dan tubuhmu, akal dan
pikiranmu, darah dan dagingmu, itu semuanya kepunyaanku
dan harus tunduk kepada apa yang kuingini. Kalau engkau
tidak segera kembali ke agamaku, sekarang juga engkau akan
aku siksa sehebat-hebat dan sesakit-sakitnya!” Seperti seekor
harimau akan menerkam mangsanya, Umayyah melompat

5
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
mencekik leher Bilal, kedua tangan dan kakinya lalu diikat
erat-erat.
Majikannya Bilal, Umayyah memaksa Bilal keluar dari
Islam dengan segala cara. Pada siang yang terik, Bilal dipaksa
memakai baju besi kemudian dikubur dalam pasir yang sangat
panas hingga hanya kepalanya saja yang nampak.
Ia pun sering dipaksa Umayyah untuk berbaring telentang
di atas pasir yang sangat panas. Kemudian tubuh Bilal ditindih
oleh batu yang sangat besar dan berat. Di lain waktu, Bilal
diikat lehernya dan diseret ke kota Mekkah. Meski demikian,
Bilal tetap bertahan seraya berucap “Ahad, Ahad.”
Suatu kali, akibat penyiksaan yang luar biasa kejam ini,
Bilal pingsan. Ketika ia sadar kembali, ia menghadapi teriakan
Umayyah yang memaksanya untuk keluar dari Islam. Dengan
kejam Umayyah mengancam akan membunuhnya dengan
menyiksanya kecuali ia tidak mengakui Muhammad Shalallahu
‘alaihi Wasallam sebagai utusan Tuhan. Namun Bilal tetap
kukuh dan bertahan dengan keyakinannya.
Siangnya, Umayyah kembali menyiksanya lagi. Tampak
ketetapan hati dan iman yang ada dalam dada Bilal, sekalipun
sudah mengalami azab dan siksa yang terlalu kejam, sehingga
seluruh tubuhnya bengkak dan luka-luka. Sungguh siksa yang
bagaimana juga ngeri dan pedihnya terhadap seorang yang
sudah demikian kukuh dan kuat iman dan keislamannya,
tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap keimanan dan
keislamannya itu. Allah yang selalu tampak oleh hati dan
kalbu yang penuh iman itu, telah dapat menahan kepedihan
siksa yang demikian ngerinya, seakan-akan tidak terasa sama
sekali.

6
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
Bilal benar-benar telah merasakan luar biasa lezat dan
enaknya keimanannya pada Islam, sehingga keenakan dan
kelezatan itu dapat menahan segala cobaan walaupun
bagaimana juga hebat dan dahsyatnya.
“Sekarang kamu pilih, akan tetap diazab dan disiksa atau
segera kembali menyembah Lata dan Uzza, meninggalkan
agama Muhammad!” kata Umayyah kepada Bilal.
Dengan pandangan mata yang bersinar tajam, menandakan
kesediaannya untuk menerima siksaan yang bagaimana juga,
walau sampai mati sekalipun, ia menantang mata Umayyah
dengan pandangan ejekannya, kata-kata Umayyah itu
dijawabnya: “Sekalipun anak panah beracun engkau tusukkan
ke dadaku, pedang yang tajam engkau sembelihkan ke leherku,
engkau tidak akan dapat menguasai dan memerintah akal
dan pikiranku, tidak akan dapat mengubah iman dan Islamku
yang sudah terpatri; kekuasaanmu yang bagaimana kuatnya,
hanya akan mengenai badan dan tubuhku, pantang akan dapat
mengubah ketetapan hati dan agamaku.”
Dia terhenti sejenak. Kemudian dari mulutnya keluar
beberapa patah kata-kata: “Ahad...! Ahad... !” menegaskan,
bahwa dia tetap dengan Tuhan yang Maha Esa, tidak akan
menyembah Tuhan selain Allah.
Besoknya, matahari memancar dengan garangnya,
sinarnya terpancar seperti panah-panah yang tajam, seakan-
akan membakar padang pasir yang sudah kering dan terik
panasnya. Umayyah datang, lalu Bilal dibawa ke tengah-tengah
padang pasir yang panas terik, dimana dia dibaringkan tanpa
pakaian ditelentangkan, sedang batu besar dihimpitkan pula di
atas dadanya.

7
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
Demikianlah siksa yang ditimpakan kepadanya di hari itu.
Berbaring di atas pasir Gurun Sahara di bawah panas terik
matahari di musim panas, dihimpit batu besar, sehingga
tidak dapat bergerak sedikitpun untuk meringankan nasib
penanggungannya. Sungguhpun begitu, seguris kecil sekalipun,
iman dan Islamnya tidak bergoyang. dan mulutnya tak pernah
keluar keluhan dan jeritan, selain kata-kata:
“Ahad, Ahad, Ahad. Dialah Tuhanku, Dialah yang aku
sembah, kepada-Nya aku menghadap, ke arah-Nya aku
menuju, kepada-Nya aku bergantung dan azab yang begini
tidak akan dapat mengubah tujuanku.
“Ahad, Ahad, Ahad, Dialah Allah Tuhanku, Maha Esa,
kepada-Nya aku berlindung didalam menempuh sengsara
siksa yang maha besar.
“Ahad, Ahad, Ahad, Dialah Tuhanku yang telah mengutus
Muhammad menjadi utusan-Nya memberi petunjuk dan
kepercayaan, aku senang menjadi salah seorang pengikutnya,
pencintanya dan muridnya. Akan aku ikuti dia sekalipun
bagaimana juga azab yang akan kutanggungkan.”
Dari hari ke hari, semakin hebat juga azab siksa yang
ditanggung oleh Bilal. Tetapi dia makin tebal imannya, sedang
Umayyah pun bertambah pula marah dan kejamnya.
Bilal merasakan penganiayaan orang-orang musyrik yang
lebih berat dari siapa pun. Berbagai macam kekerasan, siksaan,
dan kekejaman mendera tubuhnya. Namun ia, sebagaimana
kaum muslimin yang lemah lainnya, tetap sabar menghadapi
ujian di jalan Allah itu dengan kesabaran yang jarang sanggup
ditunjukkan oleh siapa pun.

8
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
Zurr bin Hubaisy berkisah, yang pertama menampakkan
keislaman adalah Rasulullah, kemudian Abu Bakar, Ammar
dan ibunya, Shuhaib, Bilal dan Miqdad. Rasulullah dilindungi
pamannya, Abu Bakar dibela sukunya, Adapun yang lain
orang-orang musyrik menyiksa mereka dengan memakai
baju besi dibawah terik matahari. Dari semua itu yang paling
terhinakan adalah Bilal karena paling lemah posisinya di tengah
masyarakat.
Orang-orang Islam seperti Abu Bakar dan Ali bin Abu Thalib
masih memiliki keluarga dan suku yang membela mereka.
Akan tetapi, orang-orang yang tertindas (mustadh’afun) dari
kalangan hamba sahaya dan budak itu, tidak memiliki siapa
pun, sehingga orang-orang Quraisy menyiksanya tanpa belas
kasihan. Quraisy ingin menjadikan penyiksaan atas mereka
sebagai contoh dan pelajaran bagi setiap orang yang ingin
mengikuti ajaran Muhammad.
Kaum yang tertindas itu disiksa oleh orang-orang kafir
Quraisy yang berhati sangat kejam dan tak mengenal kasih
sayang, seperti Abu Jahal yang telah menodai dirinya dengan
membunuh Sumayyah. Ia sempat menghina dan mencaci maki,
kemudian menghunjamkan tombaknya pada perut Sumayyah
hingga menembus punggung, dan gugurlah syuhada pertama
dalam sejarah Islam.
Sementara itu, saudara-saudara seperjuangan Sumayyah,
terutama Bilal bin Rabah, terus disiksa oleh Quraisy tanpa
henti. Biasanya, apabila matahari tepat di atas ubun-ubun dan
padang pasir Mekkah berubah menjadi perapian yang begitu
menyengat, orang-orang Quraisy itu mulai membuka pakaian
orang-orang Islam yang tertindas itu, lalu memakaikan baju

9
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
besi pada mereka dan membiarkan mereka terbakar oleh
sengatan matahari yang terasa semakin terik. Tidak cukup
sampai di sana, orang-orang Quraisy itu mencambuk tubuh
mereka sambil memaksa mereka mencaci maki Muhammad.
Adakalanya, saat siksaan terasa begitu berat dan kekuatan
tubuh orang-orang Islam yang tertindas itu semakin lemah
untuk menahannya, mereka mengikuti kemauan orang-
orang Quraisy yang menyiksa mereka secara lahir, sementara
hatinya tetap pasrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kecuali Bilal,
semoga Allah meridhainya. Baginya, penderitaan itu masih
terasa terlalu ringan jika dibandingkan dengan kecintaannya
kepada Allah dan perjuangan di jalan-Nya.
Orang Quraisy yang paling banyak menyiksa Bilal adalah
Umayyah bin Khalaf bersama para algojonya. Mereka
menghantam punggung telanjang Bilal dengan cambuk, namun
Bilal hanya berkata, “Ahad, Ahad … (Allah Maha Esa).” Mereka
menindih dada telanjang Bilal dengan batu besar yang panas,
Bilal pun hanya berkata, “Ahad, Ahad ….“ Mereka semakin
meningkatkan penyiksaannya, namun Bilal tetap mengatakan,
“Ahad, Ahad….”
Mereka memaksa Bilal agar memuji Latta dan ‘Uzza, tapi
Bilal justru memuji nama Allah dan Rasul-Nya. Mereka terus
memaksanya, “Ikutilah yang kami katakan!” Bilal menjawab,
“Lidahku tidak bisa mengatakannya.” Jawaban ini membuat
siksaan mereka semakin hebat dan keras.
Apabila merasa lelah dan bosan menyiksa, sang tiran,
Umayyah bin Khalaf, mengikat leher Bilal dengan tali yang
kasar lalu menyerahkannya kepada sejumlah orang tak berbudi
dan anak-anak agar menariknya di jalanan dan menyeretnya

10
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
di sepanjang Abthah Mekah. Sementara itu, Bilal menikmati
siksaan yang diterimanya karena membela ajaran Allah dan
Rasul-Nya. Ia terus mengumandangkan pernyataan agungnya,
“Ahad…, Ahad…, Ahad…, Ahad….” Ia terus mengulang-
ulangnya tanpa merasa bosan dan lelah.
Suatu ketika, Abu Bakar Rodhiallahu‘anhu mengajukan
penawaran kepada Umayyah bin Khalaf untuk membeli Bilal
darinya. Umayyah menaikkan harga berlipat ganda. Ia mengira
Abu Bakar tidak akan mau membayarnya. Tapi ternyata, Abu
Bakar setuju, walaupun harus mengeluarkan sembilan uqiyah
emas. Pada waktu itu, Abu Bakar lewat di tempat Bilal disiksa
dan ia melihat siksaan itu; Umayyah sendiri pun berdiri di
hadapan Bilal yang sedang disiksanya dengan angkuh dan
sombong, marah dan geram hatinya. Rasa iba dan kasihan,
memaksa Abu Bakar berkata kepada Umayyah:
“Tidakkah engkau menaruh perasaan belas dan kasihan
melihat budak itu tersiksa begitu hebat, dengan siksaan yang
tak tertanggungkan lagi? Tidakkah tergerak hatimu mendengar
bunyi nafasnya yang demikian sesak dan darahnya yang
mengalir itu? Kesalahan apakah gerangan yang telah dibuatnya,
dosa apakah yang sudah dikerjakannya?”
Dengan sombong dan angkuhnya Umayyah menjawab:
“Ini budakku, punyaku dan milikku sendiri. Aku siksa kalau
aku kehendaki, aku lepaskan kalau aku mau!” Adapun salah
dan dosanya tidak perlu kau tanyakan. Kalau engkau belas
dan kasihan, engkau boleh beli dia dan lalu engkau lepaskan
sesukamu. Selama ini menjadi hak milikku, aku akan tetap
menyiksa dia dengan siksaan yang lebih kejam, sebelum dia
kembali menyembah Lata dan Uzza.”

11
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
Kesempatan itu dipergunakan Abu Bakar sebaik-baiknya.
Bilal dibelinya dan kepada Umayyah dia berkata: “Mulai saat
ini, engkau tidak berhak lagi atas dirinya. Aku merdeka untuk
melepaskannya dari siksaan ini. Adapun engkau, ya Bilal,
sekarang juga kumerdekakan. Aku berbuat ini semata-mata
karena Allah, Tuhan kita.”
Seusai transaksi, Umayyah berkata kepada Abu Bakar,
“Sebenarnya, kalau engkau menawar sampai satu uqiyah-pun,
maka aku tidak akan ragu untuk menjualnya.”
Abu Bakar membalas, “Seandainya engkau memberi
tawaran sampai seratus uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu
untuk membelinya.”
Ketika Abu Bakar memberi tahu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
Wasallam bahwa ia telah membeli sekaligus menyelamatkan
Bilal dari cengkeraman para penyiksanya, Rasulullah Shalallahu
‘alaihi Wasallam berkata kepada Abu Bakar, “Kalau begitu,
biarkan aku bersekutu denganmu untuk membayarnya, wahai
Abu Bakar.”
Ash-Shiddiq Rodhiallahu ‘anhu menjawab, “Aku telah
memerdekakannya, wahai Rasulullah.”

12
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
BAB 2
BILAL BAGAIKAN BAYANGAN
RASULULLAH SAW

A. Hijrahnya Bilal ke Madinah


Setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam mengizinkan
sahabat-sahabatnya untuk hijrah ke Madinah, mereka segera
berhijrah, termasuk Bilal Rodhiallahu‘anhu. Setibanya di
Madinah, Bilal tinggal satu rumah dengan Abu Bakar dan ‘Amir
bin Fihr. Malangnya, mereka terkena penyakit demam. Apabila
demamnya agak reda, Bilal melantunkan gurindam kerinduan
dengan suaranya yang jernih,

Duhai malangnya aku, akankah suatu malam nanti.

Aku bermalam di Fakh dikelilingi pohon idzkhir dan jalil.

Akankah suatu hari nanti aku minum air Mijannah.

Akankah aku melihat lagi pegunungan Syamah dan Thafil.

13
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
Tidak perlu heran, mengapa Bilal begitu mendambakan
Mekah dan perkampungannya; merindukan lembah dan
pegunungannya, karena di sanalah ia merasakan nikmatnya
iman. Di sanalah ia menikmati segala bentuk siksaan untuk
mendapatkan keridhaan Allah. Di sanalah ia berhasil melawan
nafsu dan godaan setan.

B. Kebersamaan Bilal bin Rabah dengan


Rasulullah saw
Bilal tinggal di Madinah dengan tenang dan jauh dari
jangkauan orang-orang Quraisy yang kerap menyiksanya.
Kini, ia mencurahkan segenap perhatiannya untuk menyertai
Nabi sekaligus kekasihnya, Muhammad Shalallahu ‘alaihi
Wasallam. Bilal selalu mengikuti Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
Wasallam ke mana pun beliau pergi. Selalu bersamanya saat
salat maupun ketika pergi untuk berjihad. Kebersamaannya
dengan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam ibarat bayangan
yang tidak pernah lepas dari pemiliknya.
Suatu ketika, Najasyi, Raja Habasyah, menghadiahkan
tiga tombak pendek yang termasuk barang-barang paling
istimewa miliknya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
Wasallam. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam mengambil
satu tombak, sementara sisanya diberikan kepada Ali bin Abu
Thalib dan Umar ibnul Khaththab, tapi tidak lama kemudian,
beliau memberikan tombak itu kepada Bilal. Sejak saat itu,
selama Nabi hidup, Bilal selalu membawa tombak pendek
itu ke mana-mana. Ia membawanya dalam kesempatan dua
salat ‘id (Idul Fitri dan Idul Adha), dan salat istisqa’ (mohon

14
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
turun hujan), dan menancapkannya di hadapan beliau saat
melakukan salat di luar masjid.
Bilal menyertai Nabi Shalallahu ‘alaihi Wasallam dalam
Perang Badar. Ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri
bagaimana Allah memenuhi janji-Nya dan menolong tentara-
Nya. Ia juga melihat langsung tewasnya para pembesar Quraisy
yang pernah menyiksanya dengan hebat. Ia melihat Abu Jahal
dan Umayyah bin Khalaf tersungkur berkalang tanah ditembus
pedang kaum muslimin dan darahnya mengalir deras karena
tusukan tombak orang-orang yang mereka siksa dahulu.
Pemimpin kekafiran mati tertusuk oleh pedang-pedang
Islam sebagai balasan buat Bilal yang berteriak, “Ahad,
Ahad.” Hari-hari berlalu, Mekah ditaklukkan, dan Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi Wasallam masuk Mekah dengan ditemani
Bilal. Kebenaran telah datang, dan kebatilan telah sirna. Bilal
mengikuti semua peperangan bersama Rasul Shalallahu ‘alaihi
Wasallam dan mengumandangkan adzan untuk salat. Ia terus
menjaga syiar agama yang agung ini.
Bilal juga meriwayatkan 44 hadis dari Nabi. Diantaranya’
“Rasulullah bersabda, “Hendaklah kalian menunaikan salat
malam (tahajjud), karena salat malam adalah tradisi (kebiasaan)
orang-orang shaleh sebelum kalian, dan sesungguhnya salat
malam adalah amalan yang dapat mendekatkan diri kepada
Allah, dapat mencegah dari perbuatan dosa, mengampuni dosa-
dosa kecil, dan menghilangkan penyakit dari badan.” (H.R. at-
Tirmidzi)

15
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
C. Bilal Mengalahkan Umayyah bin Khalaf
Bilal bin Rabah tidak pernah absen mengikuti semua
peperangan bersama Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam.
Dalam perang Badar, Bilal melihat Umayyah bin Khalaf
(orang yang dahulu pernah menyiksanya sewaktu di Mekah.
Saat melihat Umayyah, ia berujar “ Aku tidak akan selamat
jika Umayyah selamat.” Kemudian ia meminta beberapa
orang pasukan kaum muslimin untuk membunuh Umayyah.
Ketika itu Umayyah sedang meminta perlindungan kepada
Abdurrahman bin Auf, karena di antara mereka terikat sebuah
perjanjian lama. Bilal akhirnya berhasil membunuh Umayyah
berkat pertolongan beberapa orang pasukan kaum muslim
dan Abdurrahman juga mengalami luka-luka.
Tentang Bilal, Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam
mengatakan: “Bilal adalah seorang penunggang kuda yang
hebat dari kalangan Habasyah.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dan
Ibnu Asakir)

D. Pemberian Maaf yang Membuahkan


Persahabatan
Kelihatannya diskusi para shahabat yang tidak dihadiri
oleh Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam sangat serius.
Mereka membicarakan tentang satu masalah. Nampak dalam
jalsah (rapat) ada Khalid bin Walid, begitu pula Abdurahman
bin Auf ikut serta duduk dalam rapat tadi. Bilal bin Rabah
tidak ketinggalan kelihatan bersila di pojok majlis. Abu Dhar
turut hadir pula dan kebetulan pada saat itu sedang berbicara
dengan penuh semangat. Abu Dhar mengeluarkan pendapat
apa yang harus dilakukan jika musuh datang menyerang. “Aku

16
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
berpendapat jika musuh datang menyerang, tetara muslimin
jangan tinggal diam” jelasnya. Ia mengutarakan pendapatnya
panjang lebar apa yang seharusnya dilakukan tentara muslimin
pada saat krisis.
Setelah Abu Dhar selesai mengutarakan pendapatnya, lalu
datang giliran Bilal. Apapun pendapat Bilal berlawanan sekali
dengan Abu Dhar. Ia menguraikan bahwa pendapat Abu Dhar
tidak tepat untuk diterapkan pada suasana perang saat itu.
Mendengar uraian Bilal, Abu Dhar marah besar. Ia berasa
pendapatnya diremehkan. Lalu iapun melontarkan kata-kata
yang membikin Bilal sakit hati. “Beraninya kau menyalahkan
pendapatku, hai anak orang hitam!” kata Abu Dhar dengan
sengit. Bilalpun diam tidak melawannya, lalu bangun dari
tempat duduknya dan berkata “Demi Allah aku akan adukan
hal ini kepada Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam”.
Dengan rasa kesal, berangkatlah Bilal ke rumah Rasulullah
Shalallahu’alaihi Wasallam. Setibanya disana ia mencurahkan
isi hatinya kepada beliau. Ia menceritakan apa yang terjadi
terhadap dirinya atas penghinaan yang dilontarkan Abu Dhar.
Berubahlah wajah Rasulullah mendengar aduan Bilal. Lalu
beliau berdiri dan segera pergi menuju ke tempat dimana Abu
Dhar berada. Tapi beliau tidak masuk, beliau hanya lewat dan
langsung pergi ke masjid.
Melihat Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam lewat menuju
masjid, Abu Dhar pun langsung menghampirinya. Ia tahu persis
bahwa beliau marah kepadanya. Setelah Abu Dhar memberi
salam, Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam berkata kepadanya
“Wahai Abu Dhar, kamu telah menghina Bilal dan menghina
asal usulnya, ketahuilah wahai Abu Dhar sesungguhnya kamu

17
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
asal usulnya adalah orang Jahiliyyah sebelum Islam”. Abu Dhar
merasa terpukul dan menyesal sekali. Ia menangis di hadapan
Rasulullah minta maaf atas kesalahanya. “Wahai Rasulullah,
maafkan kesalahanku dan mintalah kepada Allah ampunan
atas doaku”, ujarnya. Lalu iapun keluar sambil menangis dan
segera menemui Bilal di luar. Ia merangkulnya meminta maaf.
Namun Abu Dhar tidak hanya minta maaf, Ia lalu menempelkan
sebelah pipinya di atas tanah di muka kaki Bilal seraya berkata
“Demi Allah Wahai Bilal aku tidak akan angkat pipiku dari atas
tanah sehingga kamu injak pipiku yang sebelah lagi dengan
kakimu. Demi Allah sesungguhnya kamu orang terhormat dan
aku yang terhina”.
Shubhanallah. Shubhanallah. Apakah Bilal rela menginjak
pipi temannya Abu Dhar dengan kakinya? Mustahil!!. Mustahil,
ia rela menginjaknya. Kalau begitu apa yang dilakukan Bilal
pada saat itu? Ia dekatkan mukanya ke pipi Abu Dhar lalu
menciumya berkali kali. kemudian diangkatnya dari tanah.
Mereka berdua berpelukan dengan penuh kasih sayang dan
tangisan.
Kisah di atas bisa kita ambil sebagai bahan renungan bahwa
memaafkan itu bukanlah perbuatan yang mudah dilakukan.
Ketika seseorang telah dihina maka yang tersimpan biasanya
perasaan dendam dan ingin membalas bahkan bisa sampai
kepada permusuhan dan memutuskan hubungan silaturahim.
Sifat memaafkan hanya terdapat pada diri orang yang luar biasa
seperti yang terdapat pada diri Bilal yang memiliki keluhuran
akhlak, ia tidak hanya memaafkan Abu Dhar, melainkan
sekaligus membalasnya dengan kebaikan yang tak pernah
terpikirkan oleh Abu Dhar.

18
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
Sama halnya sifat meminta maaf atas kesalahan yang telah
dilakukan kepada diri seseorang yang telah dihina bukanlah
sifat yang mudah. Meminta maaf memerlukan kesadaran hati
dan perasaan berdosa. Apa yang dilakukan Abu Dhar terhadap
Bilal justru semakin mempererat hubungan silaturahim dan
membuat mereka berdua adalah sahabat yang sangat setia.
“Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik, maka
tiba-tiba permusuhan antaramu dan dia akan berubah menjadi
persahabatan yang sangat setia”, Fushsshilat.

19
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
BAB 3
MENJADI MU’ADZIN
PERTAMA

A. Pengertian Mu’adzin
Mu’adzin adalah orang yang mengumandangkan adzan.
dan Adzan adalah panggilan Salat. Adzan dikumandangkan
ketika waktu salat 5 waktu telah tiba dan dilakukan sebelum
salat. Adzan hukumnya sunnah muakkad, kumandang suara
adzan harus kita dengarkan dan kita jawab dengan khidmat.
Perintah melakukan adzan sesuai dengan hadis Rasulullah
Shalallahu’alaihi Wasallam.
Dari Malik bin Huwarits, ia berkata: Telah bersabda Nabi
Shalallahu’alaihi Wasallam kepada kami: “Apabila hadir (waktu)
salat, hendaklah seorang dari kamu azan buat kamu.”
Suara mu’adzin sebaiknya nyaring dan merdu agar orang
yang mendengar merasa tertarik dan tergerak hatinya.
Mu’adzin yang mengumandangkan adzan melakukannya
dengan berdiri dan menghadap kiblat.

20
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
Adapun lafal azan secara lengkap adalah sebagai berikut.
“Allahu akbar.. 2x
“Allahu akbar.. 2x
“Asyhaduallaa ilaaha illallaah.. (2x)
“Asyhadu Anna muhammadarrasulullaah.. (2x)
“Hayya ‘alash shalaah.. (2x)
“Hayya ‘alal falaah.. (2x)
“Allahu akbar, Allaahu akbar, Laa ilaaha illallah..”
Artinya:
Allah Maha Besar (2x)
Allah Maha Besar (2x)
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah (2x)
Aku bersaksi bahwa Muhammad itu utusan Allah (2x)
Marilah segera Salat (2x)
Marilah mencari kemenangan (2x)
Allah maha besar, Allah maha besar, Tiada Tuhan Selain
Allah.
Perlu kita ketahui bahwa.
1. Dalam adzan menjelang salat subuh, antara kalimat “Hayya
‘alal falah dan “Allahu Akbar, Allahu Akbar,” yakni antara
kalimat ke-5 dan ke-6 ditambah bacaan : Ash Shalaatu
Khoirum minan naum (Salat itu lebih baik dari pada tidur)
2. Waktu menyeru kalimat “Hayya alash Shalah”, disunnahkan
berpaling ke kanan, dan ketika menyerukan kalimat
“Hayya ‘alal falaah” berpaling ke kiri. dan jawablah pelan-
pelan, “La haula walaa quwwata illaa billaahi.”

21
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
3. “Hayya alash Shalah”, artinya: Marilah Salat dan “Hayya
‘alal falaah” artinya: “Marilah menuju kemenangan
(keuntungan atau kebahagiaan)”
Ketika imam telah datang dan siap memimpin salat
berjamaah, seorang muadzin akan membaca iqamah sebagai
tanda salat dimulai.
Iqamah adalah pemberitahuan kepada orang-orang yang
telah hadir di mushala atau masjid atau tempat salat lainnya
supaya segera berdiri untuk melaksanakan salat. Baik itu salat
berjamaah ataupun salat sendirian (munfarid) disunahkan
untuk membaca iqamah. Lafal iqamah itu sama dengan lafal
adzan. Hanya saja pada lafal adzan diucapkan masing-masing
dua kali, sedangkan pada lafal iqamah dilafalkan sekali saja.
dan di antara kalimat ke-5 dan ke-6 ditambah kalimat “Qad
qaamatish shalaah (2x) yang artinya: Salat segera dimulai (2x).
Bacaan iqamah sunah diucapkan agak cepat dan dilakukan
dengan suara agak rendah daripada suara azan.
Berikut adalah lafal iqomah.
“Allahu akbar.. “Allahu akbar .. (1x)
“Asyhadu allaa ilaaha illallaah.. (2x)
“Asyhadu Anna muhammadar rasuulullaah.. (1x)
“Hayya ‘alash shalah.. (1x)
“Hayya ‘alal falaah.. (1x)
“Qad qaamatish shalah (2x)
“Allahu akbar, Allahu akbar, Laa ilaaha illallah..”

Artinya:
Allah Maha Besar (2x)

22
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah (1x)
Aku bersaksi bahwa Muhammad itu utusan Allah (1x)
Marilah segera Salat (1x)
Marilah mencari kemenangan (1x)
Salat segera didirikan (2x)
Allah maha besar, Allah maha besar, Tiada Tuhan Selain
Allah.

B. Awal Mula Adzan Dikumandangkan


Adzan merupakan seruan tanda waktu salat telah tiba.
Pada awalnya, untuk mengetahui jam salat, umat Islam
menjalankannya dengan terlebih dahulu menentukan waktu
kemudian berkumpul untuk salat. Namun karena menyulitkan,
akhirnya Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam berpikir untuk
memanggil umat menggunakan terompet. Namun Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi Wasallam sendiri tidak menyukai ide ini
karena orang Yahudi juga menggunakan cara yang sama.
Akhirnya disepakati panggilan adzan ketika memasuki jam
salat dilakukan dengan tepukan tangan.
Tak berapa lama kemudian, salah seorang sahabat,
Abdullah bin Zaid datang menemui Rasulullah. Ia berkata
bahwa ia bermimpi bertemu seorang pria yang menggunakan
dua helai kain berwarna hijau seraya membawa bel.
Dalam mimpi itu, Abdullah lalu menawarkan diri untuk
membeli bel tersebut. Ketika pria itu bertanya untuk tujuan
apa ia gunakan bel tersebut, Abdullah menyatakan bahwa
bel itu akan ia gunakan untuk memanggil orang-orang untuk
salat. Namun pria itu menawarkan panggilan salat yang lebih

23
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
baik yaitu menyebutkan empat kali seruan “Allahu akbar” lalu
dua kali seruan “asyhaduallaa ilaaha illallah”, kemudian dua
kali seruan “asyhadu Anna muhammadarrasulullah”, lalu dua
kali seruan “hayya ‘alash sholah”, dua kali seruan “hayya ‘alal
falah” lalu “Allahu Akbar, Allahu Akbar, laa ilaaha illallah”.
Dengan gembira, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam
menyatakan bahwa itu adalah sebuah penglihatan baik.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam segera meminta Abdullah
pergi menemui Bilal dan mengajarkan adzan tersebut padanya.
Bilal dipilih sebagai muadzin karena ia memiliki suara indah
dan keras, sehingga bisa menjangkau jarak yang jauh.
Sejak saat itulah pertama kali adzan diperdengarkan di
kota Madinah dan Bilal menjadi muadzinnya.

C. Salat Berjama’ah
Salat berjama’ah adalah salat yang dilakukan bersama-
sama oleh sekurang-kurangnya dua orang, yaitu imam dan
ma’mum. Imam berada di depan sebagai pemimpin dan
makmum di belakang sebagai yang dipimpin (pengikut).
Imam dalam salat berjama’ah hanya satu orang, sedangkan
makmum boleh lebih dari satu, bahkan semakin banyak orang
yang menjadi makmum dalam salat berjama’ah maka semakin
lebih baik, lebih sempurna dan lebih banyak pahalaya di sisi
Allah Subhanahuwata’ala. Adapun hukum salat berjama’ah
adalah sunah muakad. Yaitu sunah yang dikuatkan atau sunah
yang sangat penting dan sangat dianjurkan untuk dikerjakan.
Disamping itu bagi orang yang mengerjakan salat berjama’ah,
maka dilipat gandakan pahalanya sampai 27 kali di banding

24
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
dengan salat sendirian. Seperti sabda Rasulullah Shalallahu’alaihi
Wasallam.
“Dari Ibnu Umar, Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam
“Kabaikan salat berjama’ah itu melebihi salat sendirian sebanyak
27 derajat.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Hal yang perlu kita perhatikan dan ketahui dalam salat
berjama’ah adalah sebagai berikut.
1. Syarat menjadi imam
Imam hendaknya memiliki kemampuan khusus serta
memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut.
a. Orang laki-laki menjadi imam, makmumnya boleh laki-laki
dan wanita
b. Orang perempuan menjadi imam, makmumnya hanya
perempuan (laki-laki tidak boleh menjadi makmum)
c. Orang banci (hunsa) menjadi imam, makmumnya hanya
perempuan.
d. Orang yang fasih membaca Al Qur’an menjadi imam,
makmumnya orang yang sama-sama fasih dan yang tidak
fasih membaca Al Qur’an.
e. Orang yang lebih tua usianya di antara para jama’ah.
f. Orang yang paling banyak hafal surat atau ayat Al Qur’an.
g. Orang yang lebih alim, artinya yang lebih menguasai bidang
agama Islam terutama ilmu fiqih.
h. Orang yang paling banyak amal salihnya dan paling sedikit
berbuat maksiatnya.
i. Imam tidak mengikuti yang lain (tidak sedang menjadi
makmum).

25
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
Menjadi imam merupakan suatu anugerah dan keutamaan,
baik imam dalam salat berjama’ah ataupun dalam ilmu. Adapun
keutamaan menjadi imam dalam salat dan ilmu antara lain.
- Mengimami salat adalah sebuah kekuasaan syar’I yang me-
miliki keutamaan berdasarkan sabda Nabi Shalallahu’alaihi
Wasallam.
“Yang (paling berhak) mengimami suatu kaum adalah yang
paling pandai membaca Kitabullah…”
Dalam hal ini orang yang paling pandai membaca Al-Qur’an
adalah yang paling berhak menjadi imam, ini menunjukkan
keutamaan keimaman itu sendiri.
- Imam dalam salat menjadi panutan atau teladan dalam
kebaikan. Allah memberikan karuniaNya kepada orang-
orang yang mendapatkan taufik menjadi imam dalam
urusan agama. Firman Allah Subhanahuwata’ala.

“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin


yang memberi petunjuk dengan perintah Kami selama
mereka sabar. Mereka meyakini ayat-ayat kami..” (Q.S. as-
Sajdah/32: 24)
- Do’a Nabi Shalallahu’alaihi Wasallam untuk para imam agar
mereka mendapatkan petunjuk (bimbingan). Dari Abu
Hurairah Radliallahu’anhu diriwayatkan bahwa Rasulullah
bersabda:

26
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
“Seorang imam (salat) itu memiliki tanggungjawab. Seorang
muadzin itu adalah penjaga amanah. Ya Allah, berikanlah
bimbingan kepada para imam tersebut, dan ampunilah dosa-
dosa para muadzin itu.” (HR. Abu Hurairah)
Menjadi seorang imam harus berhati-hati, karena disamping
besarnya kedudukan sebagai imam ada bahayanya bagi
seseorang yang meremehkan kedudukan itu. Berdasarkan
hadis Abu Hurairah Radliallahu’anhu, bahwa Rasulullah
Shalallahu’alaihi Wasallam bersabda.
“Para imam itu salat demi kepentingan kalian. Kalau mereka
benar, kalian (dan juga mereka) mendapatkan pahala. Tetapi kalau
mereka salah, kalian mendapatkan pahala sementara mereka
mendapat dosa.”
Artinya: “Mereka itu (para imam) salat untukmu (demi
kepentinganmu). Kalau mereka benar (dalam rukun dan
syarat salat), dalam hal-hal yang wajib dan disunnahkan
dalam salat, maka kalian mendapatkan pahala (salat kalian)
dan mereka juga mendapatkan pahala (salat mereka). Kalau
mereka keliru (yakni melakukan perbuatan dosa dalam
salat mereka, seperti salat tanpa bersuci), maka kalian
tetap mendapatkan pahala dan mereka mendapatkan
ancaman siksa.” Dari Uqbah bin Amir Radliallahu’anhu,
diriwayatkan bahwa ia berkata aku pernah mendengar
Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam bersabda.
“Barangsiapa yang mengimami orang banyak dan
melaksanakan salat secara tepat waktu, maka ia dan
para makmumnya mendapatkan pahala. Tetapi kalau ia
mengurangi sedikit saja, ia mendapatkan dosa, sementara
para makmumnya tidak.”

27
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
Dari Sahal bin Saad Radliallahu’anhu diriwayatkan bahwa
ia menceritakan: Aku pernah mendengar Rasulullah
Shalallahu’alaihi Wasallam bersabda.“Imam itu memiliki
tanggungjawab. Kalua ia melakukan salat secara baik, maka
ia dan para makmumnya mendapatkan pahala. dan apabila
ia melakukannya dengan salah, maka ia berdosa, sementara
makmumnya tidak.”
2. Syarat menjadi makmum
Adapun syarat-syarat menjadi makmum adalah sebagai
berikut.
a. Makmum berniat mengikuti imam.
b. Makmum mengetahui segala gerak gerik yang dilakukan
oleh imam.
c. Tempat makmum tidak boleh lebih depan dengan daripada
imam.
d. Makmum harus mengikuti gerakan imam.
e. Makmum tidak boleh mendahului imam dalam melakukan
rukun-rukun salat (mulai takbiratul ihram sampai salam).
f. Makmum tidak boleh melambatkan diri dari imam, lebih
dari dua rukun fi’li.
g. Salat makmum harus sama dengan salat imam (seperti:
sama-sama salat Zuhur atau asar, qasar atau jamak).
h. Makmum dan imam harus berada di satu tempat, tidak
boleh ada dinding yang menghalangi makmum dengan
imam, sehingga makmum tidak mendengar yang diucapkan
imam atau tidak mengetahui gerakan imam atau saf yang
di belakang imam.

28
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
i. Jika imamnya batal, maka makmum hendaknya mufaraqah
(berpisah dengan salat imam) atau salah satu makmum
maju ke depan menggantikan imam.
j. Jika imam melakukan kesalahan atau lupa, maka makmum
hendaknya memberitahukan dengan mengucapkan “sub-
hanallah” bagi makmum laki-laki, dan menepukan tangan
bagi makmum perempuan.
k. Jika imam salah dalam bacaan ayat Al-Qur’an, makmum
hendaknya membetulkan dengan cara membaca ayat
tersebut atau membaca ayat selanjutnya dengan suara
yang keras (sehingga imam mendengar).
3. Makmum masbuk
Yang dimaksud dengan makmum masbuk adalah makmum
yang terlambat datang (ketinggalan dengan imam), sementara
imam sudah melakukan sebagian rukun salat. Jika makmum
yang demikian, maka ia langsung takbiratul ihram disertai
niat, kemudian mengikuti imam, apabila imam belum rukuk
hendaknya ia membaca al-Fatihah sampai ayat terakhir yang
mungkin dibaca. Apabila imam rukuk sebelum membaca al-
Fatihah selesai, langsung saja mengikuti rukuk bersama imam.
Apabila ia mendapati imam sedang rukuk, maka sesudah
takbiratul ihram langsung mengikuti rukuk bersama imam
tanpa membaca al-Fatihah. Makmum yang demikian itu tetap
mendapat satu rakaat bersama imam, selanjutnya ia tinggal
melanjutkan kekurangan rakaatnya sesudah imam salam,
apabila belum cukup rakaatnya. Hal ini Rasulullah bersabda.

29
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
“Apabila seseorang kamu datang untuk melaksanakan salat
sewaktu kami sujud, maka hendaklah kamu sujud dan janganlah
kamu hitung itu satu rakaat, dan barang siapa yang mendapati
rukuk beserta imam, maka ia telah mendapatkan satu rakaat.”
(H.R. Abu Daud)
4. Fungsi salat berjama’ah
Kita umat muslim dianjurkan untuk berjama’ah dalam
melaksanakan salat lima waktu sehari semalam dimanapun
kita berada, lebih-lebih kita dapat melaksanakan di masjid
atau di mushala. Karena dalam salat berjama’ah banyak nilai
lebih dibandingkan salat sendirian. Selain itu salat berjama’ah
mempunyai fungsi dalam kehidupan kita sehari-hari yaitu
sebagai berikut.
a. Dengan melaksanakan salat berjama’ah, maka pahala akan
dilipatgandakan sampai 27 kali lipat.
b. Salat lima waktu dengan berjama’ah mendapat jaminan
akan diterima salatnya dan diampuni segala dosanya.
c. Dengan melaksanakan salat berjama’ah, akan menambah
kekhusyukan dalam ibadahnya sehingga hidupnya merasa
tenang dan bahagia.
5. Hikmah salat berjama’ah
Selain fungsi salat lima waktu sehari semalam dengan
berjama’ah tersebut di atas, dibalik itu pasti ada banyak
hikmah yang terkandung di dalam pelaksanaan salat jama’ah
itu sendiri, baik terhadap keluarga maupun masyarakat, di
antaranya adalah sebagai berikut.

30
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
a. Salat berjama’ah, apabila dilaksanakan di rumah dengan
keluarga, akan nampak dalam peningkatan ketaatan kepada
Allah Subhanallahuwata’ala dan mendidik kedisplinan
seluruh anggota keluarga.
b. Dapat menciptakan suasana keagamaan dalam keluarga,
sehingga akan timbul rasa akrab antaranggota keluarga.
c. Dapat menumbuhkan gairah untuk mengerjakan salat
lima waktu tepat pada waktunya, sekaligus memberi
contoh langsung bagaimana cara salat yang baik dan benar
Seluruh anggota keluarga dapat tercapai keluarga sakinah
mawadah warahmah, sehingga akan terbawa dalam
jiwanya, apabila berada di lingkungan masyarakat.
d. Salat berjama’ah, apabila dilaksanakan di masjid atau
mushala yang berada di lingkungan masyarakat, maka
dapat mempererat tali persaudaraan, karena satu sama
lainnya saling bersilaturrahim.
e. Dapat memperkukuh persatuan dan kesatuan umat
Islam, karena masing-masing menyadari kesamaan derajat
sebagai hamba Allah Subhanallahuwata’ala.
f. Dapat saling menolong dan saling memberi informasi satu
sama lainnya, apabila ada masalah atau sesuatu yang perlu
dibicarakan bersama untuk dipecahkan.
g. Menambah siar Islam, di masyarakat itu dan meningkatkan
kedisiplinan dalam masyarakat untuk menghargai waktu.

31
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
D. Bilal Mu’adzin Ar Rasul (Sang
Pengumandang Seruan Langit)
Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam selesai
membangun Masjid Nabawi di Madinah dan menetapkan
adzan, maka Bilal ditunjuk sebagai orang pertama yang
mengumandangkan adzan (muazin) dalam sejarah Islam.
Biasanya, setelah mengumandangkan adzan, Bilal berdiri
di depan pintu rumah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam
dan berkata, “Hayya ‘alashsholaati hayya ‘alashsholaati…(Mari
melaksanakan salat, mari meraih keuntungan….)” Lalu, ketika
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam keluar dari rumah dan
Bilal melihat beliau, Bilal segera melantunkan iqamat. Bilal
sangat menikmati perannya sebagai muadzin Rasulullah sampai
kemudian Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam meninggal
dunia.
Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam menaklukkan
kota Mekah. Beliau berjalan di depan pasukan hijaunya bersama
’sang pengumandang panggilan langit’, Bilal bin Rabah. Saat
masuk ke Ka’bah, beliau hanya ditemani oleh tiga orang, yaitu
Utsman bin Thalhah, pembawa kunci Ka’bah, Usamah bin
Zaid, yang dikenal sebagai kekasih Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
Wasallam dan putra dari kekasihnya, dan Bilal bin Rabah,
Muazin Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam.
Salat Zhuhur tiba. Ribuan orang berkumpul di sekitar
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam, termasuk orang-orang
Quraisy yang baru masuk Islam saat itu, baik dengan suka hati
maupun terpaksa. Semuanya menyaksikan pemandangan yang
agung itu. Pada saat-saat yang sangat bersejarah itu, Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi Wasallam memanggil Bilal bin Rabah agar

32
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
naik ke atap Ka’bah untuk mengumandangkan kalimat tauhid
dari sana. Bilal melaksanakan perintah Rasul Shalallahu ‘alaihi
Wasallam dengan senang hati, lalu mengumandangkan adzan
dengan suaranya yang bersih dan jelas.
Ribuan pasang mata memandang ke arahnya dan ribuan
lidah mengikuti kalimat adzan yang dikumandangkannya. Tetapi
di sisi lain, orang-orang yang tidak beriman dengan sepenuh
hatinya, tak kuasa memendam hasrad di dalam dada. Mereka
merasa kedengkian telah merobek-robek hati mereka.
Saat adzan yang dikumandangkan Bilal sampai pada
kalimat, “Asyhadu anna muhammadar rosuulullaah (Aku
bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”. Juwairiyah
binti Abu Jahal bergumam, “Sungguh, Allah telah mengangkat
kedudukanmu. Memang, kami tetap akan salat, tapi demi
Allah, kami tidak menyukai orang yang telah membunuh
orang-orang yang kami sayangi.” Maksudnya, adalah ayahnya
yang tewas dalam Perang Badar.
Khalid bin Usaid berkata, “Aku bersyukur kepada Allah
yang telah memuliakan ayahku dengan tidak menyaksikan
peristiwa hari ini.” Kebetulan ayahnya meninggal sehari
sebelum Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam masuk ke kota
Mekkah.
Sementara al-Harits bin Hisyam berkata, “Sungguh malang
nasibku, mengapa aku tidak mati saja sebelum melihat Bilal
naik ke atas Ka’bah.”
AI-Hakam bin Abu al-’Ash berkata, “Demi Allah, ini
musibah yang sangat besar. Seorang budak bani Jumah
bersuara di atas bangunan ini (Ka’bah).”

33
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
Sementara Abu Sufyan yang berada dekat mereka hanya
berkata, “Aku tidak mengatakan apa pun, karena kalau aku
membuat pernyataan, walau hanya satu kalimat, maka pasti
akan sampai kepada Muhammad bin Abdullah.”

E. Bilal Salah Satu Sahabat yang Dijamin


Masuk Surga
Seperti penampilan orang Afrika pada umumnya, hitam,
tinggi dan besar, warna kulitnya coklat, pelipisnya tipis dan
rambutnya tebal, begitulah Bilal. Meski Bilal adalah lelaki
dengan kulit hitam pekat, namun hatinya, bak kapas yang tak
bernoda. Itulah sebabnya, ia sangat mudah menerima hidayah
saat Rasulullah berdakwah.
Meski ia sangat mudah menerima hidayah, ternyata ia
menjadi salah seorang dari sekian banyak sahabat Rasulullah
yang berjuang mempertahankan hidayahnya. Antara hidup
dan mati.
Bilal menjadi muazin tetap selama Rasulullah Shalallahu
‘alaihi Wasallam hidup. Selama itu pula, Rasulullah Shalallahu
‘alaihi Wasallam sangat menyukai suara Bilal yang saat disiksa
dengan siksaan yang begitu berat di masa lalu, ia melantunkan
kata, “Ahad…, Ahad… (Allah Maha Esa).” Bilal bin Rabah
Al-Habasyi, biasa dipanggil Abdillah dan digelari Muazdin Ar-
Rasul. Ia pun pernah menjabat sebagai bendahara Rasulullah
di Bait Al-Mal.
Suatu ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam da-
tang kepada Bilal yang disisinya ada seonggok kurma.
Rasulullah: “Untuk apa ini, Bilal?” Bilal: “Ya, Rasulullah aku
mengumpulkannya sedikit demi sedikit untukmu dan untuk

34
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
tamu-tamu yang datang kepadamu.” Rasulullah: “Apakah
kamu tak mengira itu mengandung asap neraka?” Infakkanlah,
jangan takut tidak mendapat jatah dari Pemilik Arsy.”
Teramat banyak keteladanan yang diberikan Bilal bin
Rabah kepada kita. Ketika berbicara tentang ‘bersegera
dalam kebaikan’, maka Bilal termasuk di dalamnya. Saat
berbincang tentang keistiqamahan dalam kebenaran, Bilal
tak bisa dilepaskan. Ketika bertutur seputar ketegaran dalam
keimanan, Bilallah orangnya.
Bilal bin Rabah, meski dalam strata sosial posisinya sangat
lemah, tapi tidak di mata Allah. Ada satu riwayat dari Buraidah
yang membuktikan betapa Allah memberikan kedudukan yang
mulai di sisi-Nya. Bilal merupakan salah satu sahabat Rasulullah
yang telah dijamin masuk surga.
Suatu hari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam memanggil
Bilal untuk menghadap. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam
ingin mengetahui langsung, amal kebajikan apa yang menja-
dikan Bilal mendahului berjalan masuk surga ketimbang
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam.
“Wahai Bilal, aku mendengar gemerisik langkahmu di
depanku di dalam surga. Setiap malam aku mendengar geme-
risikmu.” Dengan wajah tersipu tapi tak bisa menyembunyikan
raut bahagianya, Bilal menjawab pertanyaan Rasulullah. “Ya
Rasulullah, setiap kali aku berhadas, aku langsung berwudhu
dan salat sunnah dua rakaat.”
“Ya, dengan itu kamu mendahului aku,” kata Rasulullah
membenarkan. Subhanallah, demikian tinggi derajat Bilal bin
Rabah di sisi Allah.

35
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
Meski demikian, hal itu tak menjadikan Bilal tinggi hati
dan merasa lebih suci ketimbang yang lain. Dalam lubuk hati
kecilnya, Bilal masih menganggap, bahwa ia adalah budak
belian dari Habasya, Ethiopia. Tak kurang dan tak lebih.
Bilal tak hanya seorang muadzin yang selama ini kita pahami.
Betapa sempit wawasan kita kalau semata meneladani Bilal
dari sisi bahwa ia seorang muadzin. Bahkan, ‘profes muadzin
Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam yang selama ini kita
lekatkan pada Bilal, hanya terjadi ketika Nabi Shalallahu’alaihi
Wasallam masih hidup. Setelah itu, tidak. Bilal menjadi mujahid
yang menghabiskan usianya di medan perang. Bilal bukan
semata muadzin. Ia ikon dalam ketegaran. keistiqamahan,
kesabaran, pejuang sejati, dan termasuk sahabat terbaik
Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam yang mendahuluinya ke
surga. Meski siksa begitu rupa mendera, Bilal tetap tabah
menahan derita. Meski dalam kondisi demikian sebagaimana
dilakukan Ammar bin Yasir seseorang ‘boleh’ menyembunyikan
keimanannya dalam hati, tapi tidak dengan Bilal. Ia setegar
karang menampakkan ketauhidannya.
Bilal adalah guru yang mengajarkan banyak sisi kehidupan
ini.

36
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
BAB 4
WAFATNYA RASULULLAH
SHALALLAHU’ALAIHI
WASALLAM

Sesaat setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam


menghembuskan napas terakhir, waktu salat tiba. Bilal berdiri
untuk mengumandangkan adzan seperti biasa. Sementara
jasad Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam masih terbungkus
kain kafan dan belum dikebumikan.
Langit Madinah kala itu mendung. Bukan mendung biasa,
tetapi mendung yang kental dengan kesuraman dan kesedihan.
Seluruh manusia bersedih, burung-burung enggan berkicau,
daun dan mayang kurma enggan melambai, angin enggan
berhembus, bahkan matahari enggan nampak. Seakan-akan
seluruh alam menangis, kehilangan sosok manusia yang diutus
sebagai rahmat sekalian alam. Di salah satu sudut Masjid
Nabawi, sesosok pria yang legam kulitnya menangis tanpa
bisa menahan tangisnya. Namun ia tetap beranjak untuk
menunaikan tugasnya seperti biasa, mengumandangkan azan.

37
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
Allahu akbar, Allahu akbar…!
Suara beningnya yang indah nan lantang terdengar di
seantero Madinah. Penduduk Madinah beranjak menuju
masjid. Masih dalam kesedihan, sadar bahwa pria yang selama
ini mengimami mereka tak akan pernah muncul lagi dari
biliknya di sisi masjid.
Asyhadu anla ilaha illallah, Asyhadu anla ilaha ilallah...
Suara bening itu kini bergetar. Penduduk Madinah bertanya-
tanya, ada apa gerangan. Jamaah yang sudah berkumpul di
masjid melihat tangan pria legam itu bergetar tak beraturan.
Asy...hadu.. an..na.. M..Mu..mu..hammmad...
Suara bening itu tak lagi terdengar jelas. Kini tak hanya
tangan Bilal yang bergetar hebat, seluruh tubuhnya gemetar
tak beraturan, seakan-akan ia tak sanggup berdiri dan bisa
roboh kapanpun juga. Wajahnya sembab. Air matanya
mengalir deras, tidak terkontrol. Air matanya membasahi
seluruh kelopak, pipi, dagu, hingga jenggot. Tanah tempat ia
berdiri kini dipenuhi oleh bercak-bercak bekas air matanya
yang jatuh ke bumi.
Ia mencoba mengulang kalimat adzannya yang terputus.
Salah satu kalimat dari dua kalimat syahadat. Kalimat
persaksian bahwa Muhammad bin Abdullah adalah Rasul
ALLAH Subhanahuwata’ala.
Asy...ha..du. .annna...
Kali ini ia tak bisa meneruskan lebih jauh. Tubuhnya mulai
limbung. Sahabat yang tanggap menghampirinya, memeluknya
dan meneruskan adzan yang terpotong.

38
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
Saat itu tak hanya Bilal yang menangis, tapi seluruh jamaah
yang berkumpul di Masjid Nabawi, bahkan yang tidak berada
di masjid ikut menangis. Mereka semua merasakan kepedihan
ditinggal Kekasih ALLAH Subhanahuwata’ala untuk selama-
lamanya. Semua menangis, tapi tidak seperti Bilal.
Tangis Bilal lebih deras dari semua penduduk Madinah.
Tak ada yang tahu persis kenapa Bilal seperti itu, tapi Abu
Bakar ash-Shiddiq ra. tahu. Ia pun membebastugaskan Bilal
dari tugas mengumandangkan adzan.
Saat mengumandangkan adzan, tiba-tiba kenangannya
bersama Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam berkelabat tanpa
ia bisa membendungnya. Ia teringat bagaimana Rasulullah
Shalallahu’alaihi Wasallam memuliakannya di saat ia selalu
terhina, hanya karena ia budak dari Afrika. Ia teringat bagaimana
Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam menjodohkannya. Saat
itu Rasulullah meyakinkan keluarga mempelai wanita dengan
berkata, ”Bilal adalah pasangan dari surga, nikahkanlah
saudari perempuanmu dengannya.” Pria legam itu terenyuh
mendengar sanjungan Sang Nabi akan dirinya, seorang pria
berkulit hitam, tidak tampan, dan mantan budak.
Kenangan-kenangan akan sikap Rasul yang begitu lembut
pada dirinya berkejar-kejaran saat ia mengumandangkan
adzan. Ingatan akan sabda Rasul, ”Bilal, istirahatkanlah kami
dengan salat.” Lalu ia pun beranjak mengumandangkan adzan,
muncul begitu saja tanpa ia bisa dibendung. Kini tak ada lagi
suara lembut yang meminta istirahat dengan salat.
Bilal pun teringat bahwa ia biasanya pergi menuju bilik Nabi
yang berdampingan dengan Masjid Nabawi setiap mendekati
waktu salat. Di depan pintu bilik Rasul, Bilal berkata, ”Saatnya

39
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
untuk salat, saatnya untuk meraih kemenangan. Wahai
Rasulullah, saatnya untuk salat.” Kini tak ada lagi pria mulia di
balik bilik itu yang akan keluar dengan wajah yang ramah dan
penuh rasa terima kasih karena sudah diingatkan akan waktu
salat.
Bilal teringat, saat salat ’Ied dan salat Istisqa’ ia selalu berjalan
di depan Rasulullah dengan tombak di tangan menuju tempat
diselenggarakan salat. Salah satu dari tiga tombak pemberian
Raja Habasyah kepada Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam.
Salah satu diberikan untuk dirinya. Kini hanya tombak itu saja
yang masih ada, tanpa diiringi pria mulia yang memberikannya
tombak tersebut. Hati Bilal makin perih.
Seluruh kenangan itu bertumpuk-tumpuk, membuncah
bercampur dengan rasa rindu dan cinta yang sangat pada diri
Bilal.
Sejak kepergian Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam, Bilal
hanya sanggup mengumandangkan adzan selama tiga hari.
Setiap sampai kepada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan
rasuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan
Allah)”, ia langsung menangis tersedu-sedu. Begitu pula kaum
muslimin yang mendengarnya, larut dalam tangisan pilu.
Bagi Bilal, setiap sudut kota Madinah akan selalu
membangkitkan kenangan akan Rasul, dan itu akan semakin
membuat dirinya merana karena rindu. Bilal sudah tidak tahan
lagi. Ia tidak sanggup lagi untuk mengumandangkan adzan.
oleh karena itu, Bilal memohon kepada Abu Bakar, yang
menggantikan posisi Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam
sebagai pemimpin, agar diperkenankan tidak mengumandang-
kan azan lagi, karena tidak sanggup melakukannya. Selain

40
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
itu, Bilal juga meminta izin kepadanya untuk keluar dari
kota Madinah dengan alasan berjihad di jalan Allah dan ikut
berperang ke wilayah Syam. Ia memutuskan meninggalkan
kota itu dan pergi ke Damaskus bergabung dengan mujahidin
di sana.
Awalnya, ash-Shiddiq merasa ragu untuk mengabulkan
permohonan Bilal sekaligus mengizinkannya keluar dari kota
Madinah, namun Bilal mendesaknya seraya berkata, “Jika
dulu engkau membeliku untuk kepentingan dirimu sendiri,
maka engkau berhak menahanku, tapi jika engkau telah
memerdekakanku karena Allah, maka biarkanlah aku bebas
menuju kepada-Nya.”
Abu Bakar menjawab, “Demi Allah, aku benar-benar
membelimu untuk Allah, dan aku memerdekakanmu juga
karena Allah.”
Bilal menyahut, “Kalau begitu, aku tidak akan pernah
mengumandangkan adzan untuk siapa pun setelah Rasulullah
Shalallahu’alaihi Wasallam wafat.”
Abu Bakar menjawab, “Baiklah, aku mengabulkannya.”
Bilal pergi meninggalkan Madinah bersama pasukan pertama
yang dikirim oleh Abu Bakar. Ia tinggal di daerah Darayya yang
terletak tidak jauh dari kota Damaskus. Madinah semakin
berduka. Setelah ditinggal al-Musthafa, kini mereka ditinggal
pria legam mantan budak tetapi memiliki hati secemerlang
cermin.

41
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
BAB 5
WAFATNYA “SANG
PENGUMANDANG SERUAN
LANGIT”

A. Adzan Terakhir Mu’adzn Ar Rasul


Bilal benar-benar tidak mau mengumandangkan azan
hingga kedatangan Umar ibnul Khatthab ke wilayah Syam,
yang kembali bertemu dengan Bilal Rodhiallahu‘anhu setelah
terpisah cukup lama.
Umar sangat merindukan pertemuan dengan Bilal dan
menaruh rasa hormat begitu besar kepadanya, sehingga jika
ada yang menyebut-nyebut nama Abu Bakar ash-Shiddiq di
depannya, maka Umar segera menimpali (yang artinya), “Abu
Bakar adalah tuan kita dan telah memerdekakan tuan kita
(maksudnya Bilal).
”Dalam kesempatan pertemuan tersebut, sejumlah
sahabat mendesak Bilal agar mau mengumandangkan adzan
di hadapan al-Faruq Umar ibnul Khattab.
Setelah dua tahun yang melelahkan; berperang melawan
pembangkang zakat, berperang dengan mereka yang
mengaku Nabi, dan berupaya menjaga keutuhan umat; Umar

42
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
berupaya menyatukan umat dan menyemangati mereka yang
mulai lelah akan pertikaian. Umar berupaya mengumpulkan
semua muslim ke masjid untuk bersama-sama merengkuh
kekuatan dari yang Maha Kuat. Sekaligus kembali menguatkan
cinta mereka kepada Rasul-Nya. Umar membujuk Bilal untuk
kembali mengumandangkan adzan.
Bilal menolak, tetapi bukan Umar namanya jika khalifah
kedua tersebut mudah menyerah. Ia kembali membujuk dan
membujuk. “Hanya sekali”, bujuk Umar. “Ini semua untuk
umat. Umat yang dicintai Muhammad, umat yang dipanggil
Muhammad saat sakaratul mautnya. Begitu besar cintamu
kepada Muhammad, maka tidakkah engkau cinta pada umat
yang dicintai Muhammad?”
Bilal tersentuh. Ia menyetujui untuk kembali mengu-
mandangkan azan. Hanya sekali, saat waktu Subuh… Hari
saat Bilal akan mengumandangkan adzan pun tiba. Berita
tersebut sudah tersiar seantero negeri. Ratusan hingga ribuan
kaum muslimin memadati masjid demi mendengar kembali
suara bening yang legendaris itu.
Sampai di sini Bilal berhasil menguatkan dirinya. Kuman-
dang adzan kali itu beresonansi dengan kerinduan Bilal
akan Sang Rasul, menghasilkan senandung yang indah lebih
indah dari karya maestro komposer ternama masa modern
mana pun jua. Kumandang adzan itu begitu menyentuh hati,
merasuk ke dalam jiwa, dan membetot urat kerinduan akan
Sang Rasul. Seluruh yang hadir dan mendengarnya menangis
secara spontan.
Kini getaran resonansinya semakin kuat. Menghanyutkan
Bilal dan para jamaah di kolam rindu yang tak berujung. Tangis

43
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
rindu semakin menjadi-jadi. Bumi Arab kala itu kembali basah
akan air mata.
Tak ada yang mendengar seruan itu kecuali ia berangkat
menuju masjid.
Seruan akan kebangkitan dan harapan berkumandang.
Optimisme dan harapan kaum muslimin meningkat dan
membuncah.
Allah yang Maha Besar, Maha Perkasa dan Maha Berke-
hendak. Masihkah kau takut kepada selain-Nya? Masihkah kau
berani menentang perintah-Nya?

Laa ilaaha illallaah


Tiada tuhan selain Allah. Jika engkau menuhankan
Muhammad, ketahuilah bahwa ia telah wafat. Allah Maha
Hidup dan tak akan pernah mati. Ketika suara Bilal yang nyaring
itu kembali terdengar mengumandangkan adzan, Umar tidak
sanggup menahan tangisnya, maka iapun menangis tersedu-
sedu, yang kemudian diikuti oleh seluruh sahabat yang hadir
hingga janggut mereka basah dengan air mata. Suara Bilal
membangkitkan segenap kerinduan mereka kepada masa-
masa kehidupan yang dilewati di Madinah bersama Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi Wasallam dan azan tersebut adalah adzan
terakhir yang Bilal kumandangkan.

B. Wafatnya Mu’adzin Ar Rasul


Tahun 20 Hijriah. Bilal terbaring lemah di tempat tidurnya.
Usianya saat itu 60 tahun. Sang istri di sampingnya tak bisa
menahan kesedihannya. Ia menangis, menangis dan menangis.

44
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
Sadar bahwa sang suami tercinta akan segera menemui
Rabbnya.
”Jangan menangis,” katanya kepada istri. ”Sebentar lagi
aku akan menemui Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam dan
sahabat-sahabatku yang lain. Jika Allah mengizinkan, aku akan
bertemu kembali dengan mereka esok hari.”
Esoknya ia benar-benar sudah dipanggil ke hadapan
Rabbnya. Pria yang suara langkah terompahnya terdengar
sampai surga saat ia masih hidup, berada dalam kebahagiaan
yang sangat. Ia bisa kembali bertemu dengan sosok yang
selama ini ia rindukan. Ia bisa kembali menemani Rasulullah,
seperti sebelumnya saat masih di dunia.
BiIal, “pengumandang seruan langit itu”, tetap tinggal di
Damaskus hingga wafat pada tahun 20 H dalam usia 60 tahun.
Bilal berpulang ke rahmatullah setelah pada hari-hari akhirnya
mengulang-ulang kata-kata, “Besok kita akan bertemu dengan
para kekasih (Muhammad dan para sahabatnya)”. Semoga
Allah meridhai dan memberinya pahala yang baik atas segala
yang dia persembahkan kepada Islam dan kaum muslimin.
Begitu besar dan mulianya sahabat Rasul ini, hingga saat ini
namanya dijadikan sebagai sebutan kaum muslimin yang
mengumandangkan adzan (Bilal). Subhanallah.

C. Kisah Orang-orang yang Masuk Islam


Karena Kumandang Adzan
Bilal bin Rabah adalah seorang hamba yang telah
dimulyakan Allah Subhanahuwata’ala. Strata sosialnya yang
sangat lemah dan tertindas tidak mengurangi keimanannya
akan aqidah yang dibawa Muhammad Rasulullah Shalallahu

45
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
‘alaihi Wasallam ataupun menyurutkannya untuk berjuang
menegakkan ajaran-ajaran Islam. Namanya diabadikan dan
dikenang oleh kaum muslim yaitu menyebut orang yang
mengumandangkan adzan dengan sebutan Bilal. Bahkan
sampai sekarang gaung perjuangannya masih bisa dirasakan
dan menyentuh hati orang-orang yang telah diberi hidayah.
Banyak kisah yang menceritakan orang-orang yang masuk
Islam karena mendengar seruan azdan, seruan langit.

Kisah 1
Seorang astronot bernama Neil Armstrong telah
menemukannya di bulan. Simaklah kisahnya dari awal sampai
akhir.
Neil Armstrong adalah orang pertama yang mendarat di
bulan. Neil pergi ke bulan menggunakan pesawat ruang angkasa
USA bernama Apollo, bersama rekannya Buzz Aldrin. Pergi
ke bulan merupakan hal yang amat menakjubkan bagi Neil.
Saat-saat masa keberhasilannya itu, tak pernah ia lupakan.
Sampai akhrinya 30 Tahun berlalu,
Saat itu Neil memutuskan untuk mengambil cuti kepada
pihak NASA. Ia menghabiskan liburannya dengan berwisata
ke Mesir. Ini kali pertama ia mengunjungi Kairo,atau pertama
kalinya ia mengunjungi sebuah negeri Islam dalam rangka
berwisata mencari hiburan dan mengembalikan kesegaran
setelah penat menghadapi rutinitas pekerjaan.
Beralih ke Mesir, akhirnya Neil bersama wisatawan lain
sampailah ke sebuah hotel yang terletak di tengah kota Kairo.
Setelah beres mengurus registrasi, dengan tertatih dia pergi

46
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
menuju kamarnya untuk beristirahat setelah letih menempuh
perjalanan yang cukup jauh dari Amerika menuju Kairo.
dan ketika dia berbaring di ranjang, tiba-tiba terdengarlah
kumandang azan.
Allahu akbar. Allahu akbar!
Ketika mendengar seruan itu, ia berpikir bahwa ini bukan
pertama kali ia mendengar seruan seperti ini. Neil berpikir
keras dimana dia pernah mendengarnya sebelumnya? Neil
terus berusaha mengingat, tetapi dia tetap tidak mampu
menemukan jawabannya.
Kemudian ia duduk, berdiri dan berjalan menuju kamar
kecil, kemudian pergi mengambil makanan fast food sebelum
turun untuk makan malam di lantai dasar.
Di ruang makan ketika dia sedang mengunyah sisa
makanannya sambil ngobrol bersama dua orang temannya,
kembali terdengar kumandang adzan dari salah satu menara
masjid yang banyak tersebar di Kairo, ia pun lantas terdiam,
mencoba menyimak & menghayati lantunan kalimat-kalimat
adzan yang didengarnya.
Kemudian dia berseru memanggil salah seorang pelayan
yang ada disana & bertanya dengan bahasa inggris, “apakah
kamu bisa berbahasa Inggris?”
Si pelayan menjawab, “bisa sedikit tuan.”
Neil tersenyum & berkata, seruan apa yang barusan tadi
terdengar?
Pelayan tadi menjawab, maaf saya tidak mengerti maksud
tuan.

47
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
Neil berisyarat mengumandangkan adzan dengan terbata-
bata, Allaahu akbar, Allaahu akbar.
Pelayan kemudian berkata, itu panggilan untuk salat,
panggilan kepada seluruh kaum muslimin untuk pergi ke masjid
untuk melaksanakan salat yang dilakukan lima kali sehari.
Neil pun mengucapkan terima kasih atas penjelasannya.
Kemudian dia melanjutkan makan malamnya dengan duduk
diam tanpa berkata apapun. Tiba-tiba ia bangkit dan mening-
galkan teman-temannya lalu naik menuju kamarnya sambil
berpikir, pasti aku mendengarnya di salah satu film yang pernah
aku tonton. Sejenak dia berhenti berpikir, ataupun mungkin di
tempat lain?
Ah tidak, bukan di film, aku mendengarnya dengan
telingaku sendiri menggema di udara, tetapi dimana? Sampai
dia beranjak tidur pernyataan ini masih berputar di kepalanya.
Ketika fajar menyingsing, Neil terbangun oleh suara adzan
yang kembali berkumandang membelah angkasa.
Allaahu akbar. Allaahu akbar.
Dia pun segera bangkit, duduk di tepi ranjang seraya
mengerahkan segenap perhatiannya untuk mendengarkan
suara itu, bersamaan dengan berakhirnya kumandang adzan,
Neil teringat kembali bayangan tiga puluh tahun silam yang
masa itu merupakan masa gemilang dalam hidupnya. Ketika
itu dia mengendarai pesawat luar angkasa milik USA , Apollo,
yang merupakan pesawat pertama dalam sejarah yang mampu
mendarat di bulan. Tiba-tiba ia sadar bahwa Ya, di sanalah aku
mendengar seruan ini untuk pertama kalinya dalam hidupku.
Ungkapnya.

48
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
Kemudian dia berseru dalam bahasa inggris tanpa sadar,
Wahai Tuhan yang Maha Suci, Ya Tuhan, benar aku ingat
bahwa disanalah, dipermukaan bulan itu aku dengar seruan
itu untuk pertama kalinya dalam hidupku, dan disini, di Kairo,
aku mendengarnya di bumi.
Kemudian dia membaca sesuatu dan berusaha untuk
kembali tidur, tetapi dia tidak bisa, diambilnya sebuah buku
dari dalam tasnya dan mulai membacanya untuk merintang
waktu hingga pagi menjelang, dia membaca tetapi pikirannya
melayang entah kemana dan dia sama sekali tidak mengerti isi
buku yang dibacannya.
Dalam hati dia berharap untuk mendengar lagi seruan itu.
Hingga pagi dia membaca seperti itu dengan harapan akan
kembali mendengar suara adzan, tetapi seruan yang ditunggu
tidak kunjung terdengar.
Akirnya dia bangkit dan pergi ke kamar kecil dan mencuci
mukanya, dengan cepat ia turun ke ruang makan untuk sarapan.
Setelah itu dia pergi bersama sekelompok wisatawan untuk
berkeliling, sementara itu seluruh panca inderanya dia pasang
untuk menantikan saat dimana dia akan kembali mendengar
lantunan seruan yang menggugahnya itu. Dia ingin meyakinkan
dirinya sebelum memberitahukan wisatawan yang lain akan
hal penting ini.
Kemudian rombongannya memasuki sebuah Museum
Fir’aun dan di saat itu ia kembali mendengar kumandang adzan
yang mengalun merdu dengan irama yang indah dari sebuah
pengeras suara di museum. Neil meninggalkan rombongannya
dan berdiri disamping pengeras suara itu sambil memerhatikan

49
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
dengan seksama, di pertengahan adzan dia berseru memanggil
temannya, “Hei, kesini, dengarkan seruan ini.
Teman-temannya datang menghampiri dengan heran.
Ketika salah seorang kelihatan akan berbicara, Neil memberi
isyarat kepadanya agar diam dan mendengarkan seruan itu.
Barulah setelah adzan selesai, Neil bertanya kepada mereka,
apakah kalian mendengarnya?
“Ya.” jawab mereka.
Tahukah kalian dimana aku pernah mendengarnya sebe-
lum ini? Aku mendengarnya di permukaan bulan pada tahun
1969.
Berserulah teman dekatnya, Mr. Armstrong, mari kita
kesana untuk bicara sebentar. Kemudian mereka berdua
pergi ke salah satu sudut & mulai bercakap-cakap tentang
perasaannya yang aneh.
Tak lama kemudian Neil meninggalkan rombongannya
dan memanggil taxi untuk menuju ke hotel, diwajahnya
terlihat kemarahan dan emosi yang berkecamuk. Bagaimana
mungkin dia berkata bahwa aku mengada-ada dan aku telah
gila? pikirnya.
Neil berdiri di kamarnya selama dua jam sambil berbaring
di atas ranjang sambil menunggu-nunggu suara adzan kembali,
dan saat itu terdengarlah adzan Ashar.
Allaahu akbar. Allaahu akbar.
Neil bangkit dari posisinya, berdiri lalu membuka jendela
dan untuk kesekian kalinya memerhatikan seruan itu,
kemudian dia berseru, tidak, aku belum gila, aku tidak gila,

50
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
aku bersumpah demi Tuhan bahwa inilah yang aku dengar di
permukaan bulan.
Neil turun ke ruang makan agak terlambat agar tidak
bertemu dengan temannya.
Sampailah ketika hari liburnya berakhir, Neil beserta
wisatawan lain akan pulang ke Amerika. Neil sengaja
menghindari semua teman-teman seperjalannya, hingga
mereka kembali ke Amerika.
Di Amerika Neil berusaha mendalami agama Islam,
disaat itu ia mulai tertarik dengan Islam. Akhirnya, beberapa
bulan kemudian, ia mengumumkan keislamannya, dan
mengungkapkannya dalam suatu wawancara bahwa ia
menyatakan masuk islam karena dia telah mendengar
kumandang adzan dengan telinganya sendiri di permukaan
bulan.
Asyhadu allaa ilaaha illallaah..
Asyhadu anna Muhammadar rasulullaah.
Tetapi tak lama kemudian datanglah sepucuk surat
dari NASA, berisi keputusan tentang pemecatannya dari
pekerjaannya. Pendeknya NASA berlepas diri dan tidak mau
membantu astronot yang pertama mendarat di bulan itu,
karena dia menyatakan diri masuk Islam, dan menyangkal
tentang terdengarnya adzan di permukaan bulan.
Neil Armstrong berseru dalam sebuah majalah memper-
tanyakan pertanggungjawaban mereka perihal keputusan
pemecatannya. Memang aku kehilangan pekerjaanku, tetapi
aku menemukan Allah.

51
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
Kisah 2
Nama penyanyi cilik yang mencuat di tahun 70-an lewat
lagu “Helly” nama seekor anjing kecil, pasti semua orang
sudah dapat menebaknya. Ya. siapa lagi kalau bukan Chicha
Koeswoyo yang sekarang lebih dikenal sebagai wanita karier.
Chicha sekarang memang Direktur PT Chicha Citrakarya
yang bergerak di bidang Interior Design, Enterprise, Grafic
Design, dan Landscape. yang jelas perbedaan antara Chicah
cilik dan Chicha sekarang bukan pada penyanyi atau wanita
karier, tetapi pada keyakinan imannya. Chicha hari ini adalah
Chicha yang muslimah, yang hatinya telah terbimbing cahaya
kebenaran Dinullah (Islam).
Perihal keislaman saya, beberapa majalah ibukota pernah
mengangkatnya. Itu terjadi tahun 1985. Singkatnya, saya tergugah
mendengar suara azan dari TVRI studio pusat Jakarta.
Sebetulnya saya hampir tiap hari mendengar suara azan.
Terutama pada saat saya melakukan olah raga jogging (lari
pagi). Saat itu, saya tidak merasakan getaran apapun pada
batin saya. Saya memerhatikannya sepintas lalu saja. Tetapi,
ketika saya sedang mempunyai masalah dengan papa saya,
saya melakukan aksi protes dengan jalan mengurung diri di
dalam kamar selama beberapa hari. Saya tidak mau sekolah.
Saya tidak mau berbicara kepada siapapun. Saya tidak mau
menemui siapapun. Pokoknya saya ngambek.
Pada saat saya mengurung diri itulah, saya menjadi
lebih menghabiskan waktu menonton televisi. Kurang lebih
pulul 18.00 WIB. siara televisi dihentikan sejenak untuk
mengumandangkan azan magrib.

52
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
Biasanya setiap kali disiarkan azan magrib, pesawat
televisi langsung saya matikan. Tetapi pada saat itu saya betul-
betul sedang malas, dan membiarkan saja siaran azan magrib
berkumandang sampai selesai. Begitulah sampai berlangsung
dua hari.
Pada hari ketiga, saya mulai menikmati alunan azan
tersebut. Apalagi ketika saya membaca teks terjemahannya
di layar televisi. Sungguh, selama ini saya telah lalai, tidak
perhatikan betapa dalam arti dari panggilan azan tersebut.
Saya yang sedang bermasalah seperti diingatkan, bahwa
ada satu cara untuk meraih kesuksesan hidup di dunia dan di
akhirat kelak, yaitu dengan salat. Di sisi lain, suara azan yang
mengalun syahdu, sanggup menggetarkan relung hati saya yang
paling dalam. Hati saya yang resah, seperti disirami kesejukan.
Batin terasa damai dan tenteram.
Kebetulan meskipun beragama kristen, tetapi saya sekolah
di SMA Yayasan Perguruan Islam Al-Azhar Kebayoran Baru.
Sejak peristiwa itulah saya menjadi sering merenung dan
memerhatikan teman-teman yang melaksanakan salat di Masjid
Agung Al-Azhar yang memang satu kompleks dengan sekolah
saya. Saya pun mulai sering berdiskusi dengan teman-teman
sekelas, terutama dengan guru agama saya Bp Drs. Ajmain
Kombeng. Beliau orang yang paling berjasa mengarahkan hidup
dan keyakinan saya, sehingga akhirnya saya membulatkan
tekat untuk memeluk agama Islam. Apalagi menurut silsilah,
keluarga kami masih termasuk generasi kedelapan keturunan
(trah) Sunan Muria.
Alhamdulillah, rupanya masuk Islamnya saya membawa
berkah bagi keluarga saya dan keluarga besar Koeswoyo.

53
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
Tahun 1986, saudara sepupu saya, Sari Yok Koeswoyo,
mengikuti jejak saya ke jalan Allah. Bahkan di awal 1989, adik
kandung saya, Hellen, telah berikrar mengucapkan dua kalimat
syahadat. Alhamdulillah, tidak ada masalah yang berarti dengan
keluarga kami.
Dengan Islamnya Hellen, saya merasa mempunyai teman
untuk berkompetisi mendalami ajaran Islam. Pada setiap kamis
sore, ba’da salat ashar, kami berdua tekun mendalami Islam
kepada seorang guru mengaji yang datang kerumah. Sekarang
ini saya sedang tekun mempelajari Al-Qur’an. Meskipun saya
akui masih sedikit susah untuk mempelajarinya.
Dari hasil pengkajian saya terhadap Islam dan Al-Qur’an,
saya berpendapat bahwa semua permasalah yang ada di dunia
ini, jawabannya ada di dalam Al-Qur’an. Sebagai orang yang
baru merintis usaha, saya tentu pernah mengalami benturan-
benturan bisnis. Jika kegagalan dikembalikan kepada takdir
Allah, maka insya Allah akan ada hikmahnya. Menurut saya,
manusia boleh saja merencanakan seribu satu rencana, tetapi
yang menentukan tetap yang di atas Allah swt. (Sumber utama
dari - Tabloid Jum’at “Mengapa Aku pilih Islam”)

Kisah 3
Friday, 09 January 2009
Jerry D. Gray. Mualaf, Mantan Serdadu Amerika
Sejak kecil sampai sebelum pergi ke Arab, saya tidak
pernah bertemu muslim, mendengar suara adzan atau pun
melihat masjid. Meskipun demikian saya berkeyakinan bahwa
Yesus bukan anak Tuhan. Pada usia 12 tahun saya sudah berpikir
tentang Tuhan. Umur 14, sudah mulai malas ke gereja.

54
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
Saya malas pergi ke sana karena tempat itu tidak dapat
menghilangkan dahaga saya tentang Tuhan. Saya bosan setiap
kali datang selalu disuguhi dengan banyak ucapan haleluya.
Padahal yang saya butuhkan adalah pencerahan siapa itu Tuhan
dan kejelasan misi hidup saya di dunia ini untuk apa.
Saya percaya adanya Tuhan dan mau masuk surganya Tuhan.
Tapi dari agama ini saya mencium something wrong karena saya
harus meyakini Yesus sebagai anak Tuhan. Untung saja nenek
di rumah sering banyak cerita tentang Tuhan, sehingga saya
lebih suka mendengarkan nenek. Selama saya belajar agama
kepadanya, ia tidak pernah bilang bahwa Yesus adalah anak
Tuhan. Namun sebaliknya, di gereja saya selalu disalahkan,
karena tidak mau mengakui Yesus sebagai anak Tuhan.
Kalau Yesus menjadi anak Tuhan, mengapa Musa, Ibrahim
dan Adam tidak menjadi anak Tuhan? Padahal, kalau mau, justru
Adamlah yang paling berhak menjadi anak Tuhan karena dia
tidak punya ibu dan bapak. Keyakinan saya bertambah setelah
membaca kisah Musa yang memaksa ingin melihat Tuhan.
Musa akhirnya dibolehkan melihat sedikit cahaya Tuhan
dari gunung granit yang sangat gelap. Baru saja merefleksikan
sedikit cahaya Tuhan, langsung gunung itu goyang-goyang dan
sangat menyilaukan, Musa pun pingsan. Berdasarkan kisah itu,
kalau benar Yesus anak Tuhan, pasti orang yang melihat Yesus
bakal mati atau pingsan. Ini kan tidak, berarti Yesus bukanlah
anak Tuhan!
Saya selalu berdoa agar saya diberi petunjuk yang benar
tentang Tuhan. Usai mengikuti wajib militer di angkatan udara,
saya ditawari menjadi maintenance pesawat pribadi Raja Fadh

55
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
di Jeddah, Arab Saudi. Saya tolak karena saya takut dibunuh
orang Islam. Lebih baik saya menganggur.
Saya tinggal di dalam mobil di ujung satu dermaga di
Hawaii. Setiap hari mancing. Bila dapat ikan, saya makan, bila
tidak saya kelaparan. Paling hanya minum dari kran air putih
yang ada di situ.
Enam bulan begitu terus. Pernah tiga hari berturut-turut
saya tidak makan sama sekali, hanya minum saja karena tidak
dapat ikan. Tapi saya tidak mau bunuh diri. Saya menangis,
memohon, agar Tuhan memberikan jalan keluar.
Namun tawaran tersebut datang lagi. Saya mengira Tuhan
telah marah kepada saya. Karena saya tidak mendapatkan
pekerjaan lain, malah disuruh ke Arab. Akhirnya teman
memberikan saran kepada saya untuk menerima tawaran itu.
Saya pun berangkat ke sana.
Di Jeddah saya melihat kejadian-kejadian yang sangat luar
biasa, yang sangat berbeda dengan bayangan saya sebelumnya.
Ternyata orang Islam begitu taat kepada Tuhannya dan baik
kepada saya. Ketika mendengar adzan mereka langsung
meninggalkan aktivitasnya untuk segera salat.
Begitu juga ketika saya ke toko emas. Saya dengar adzan.
Pintu toko emas terbuka. Padahal di toko tersebut tidak ada
orang. Siapa pun yang berniat mencuri emas, akan sangat
mudah mengambilnya. Tapi kok ini dibiarkan? Saya berdiri saja
di depan toko itu menunggu penjual emas muncul.
Setelah adzan, jalanan mendadak sepi dari lalu lalang
manusia. Penjaga keamanan tidak ada. Paling sekali-kali saya
melihat polisi menegur beberapa orang yang sedang lewat
untuk segera salat.

56
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
Tak lama kemudian, pemilik toko itu datang dan berkata
“Mengapa tidak masuk?” Saya jawab, “Tidak mau”. “Kenapa
tidak mau?” tanyanya. “Saya takut disangka maling, nanti tangan
saya dipotong,” jawab saya karena setahu saya orang yang
mencuri tangannya akan dipotong. Biasanya orang bule yang
datang ke Jeddah diundang untuk menyaksikan pemotongan
tangan bagi pencuri setiap Jum’at siang.
“Masuk saja, karena semua ini adalah Allah yang punya,
bukan punya saya,” kata pemilik toko itu. “Apa pun, kamu
perlu, ambil! Mungkin kamu lebih membutuhkan itu daripada
saya?” lanjutnya. Ia mengatakan bahwa semua itu milik Allah
dan akan kembali kepada Allah.
Saya terharu dan mau menangis mendengar ucapan yang
tulus itu. Saya sangat ingin punya iman seperti itu. Dengar
adzan dia salat. Orang mau mengambil atau tidak mengambil
hartanya, dia tidak ada masalah. yang penting ketika Allah
menyuruh salat dia berangkat salat dan semua hartanya itu dia
pasrahkan kepada Allah.
Peristiwa itu membuat saya jadi tertarik untuk mengetahui
agama Islam lebih lanjut. Saya jadi banyak diskusi tentang Islam.
Termasuk dengan Ahmad, salah seorang anggota Angkatan
Udara Arab Saudi. Saya diberinya Al-Qur’an dengan terjemah
bahasa Inggris.
Ia tunjukkan ayat yang menyatakan Isa anak Maryam adalah
hamba dan utusan Allah, bukan anak Allah. Ahmad menyebut
Isa itu adalah nama lain dari Yesus, sedangkan Maryam sebutan
lain dari Bunda Maria.
Kurang lebih tiga ayat saya baca. Saya tidak kuat lagi
meneruskan membacanya, karena saya mau menangis. Saya

57
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
tidak mau menangis di depan orang. Saya sangat yakin, inilah
jawaban dari Tuhan. Rupanya saya disuruh ke Jeddah itu bukan
karena Tuhan marah, tapi karena Tuhan mengabulkan doa
saya.
Kemudian temannya Ahmad, yang bernama Rosyid datang
ke rumah. Dia memberi tahu bahwa di salah satu masjid di
Jeddah malam itu dimulai lagi sekolah Islam yang menggunakan
bahasa Inggris.
“Kalau kamu ingin tahu lebih banyak tentang Islam
datanglah ke masjid tersebut, nanti saya antar,” kata Rosyid. Di
sekolah itu terjadilah diskusi. Hati saya berdecak kagum. Luar
biasa, pintar sekali guru ini. Semua yang dia katakan masuk
akal. Argumennya begitu spiritually and lightening.
Dia mengatakan bahwa Tuhan itu satu bukan tiga, semua
adalah ciptaan Tuhan dan bergantung kepada Tuhan. Tuhan
tidak beranak tidak pula punya orangtua. Tidak ada yang dapat
menyerupai Tuhan. Serta manusia hidup di dunia ini untuk
mengabdi kepada Tuhan saja. Belum satu jam pun diskusi,
sebenarnya hati saya sudah menerima Islam. Hanya saja saya
belum mau menyatakan pada guru.
Malam itu saya tidak bisa tidur. Terus merenungkan ucapan
guru. Akhirnya di hari ketiga saya putuskan masuk Islam.
Saya ucapkan dua kalimat syahadat. Setelah itu guru berdiri
dan cium pipi kanan kiri saya. Guru mengajak semua orang
yang ada di situ antre untuk cipika-cipiki saya. Saya kaget
mendapat perlakuan itu. Kemudian saya mengerti bahwa itu
adalah ungkapan senang luar biasa dari sesama Muslim.(Joko
Prasetyo)

58
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
GLOSARIUM

Akidah : keyakinan pokok; kepercayaan dasar.


Azan : seruan untuk mengajak orang melakukan salat.
Bilal : orang yang bertugas menyerukan azan.
Ikamah : panggilan atau seruan segera berdiri untuk salat
(berjamaah).
Kafir : orang yang tidak percaya kepada Allah dan rasul-Nya.
Imam : pemimpin salat pada salat berjamaah, seperti pada
salat Jumat.
Iman : kepercayan (yang berkenaan dengan agama);
kepercayaan dan keyakinan kepada Allah, nabi,
kitab, dan sebagainya.
Makmum : orang yang salat bersama imam dalam salat
berjamaah.
Mualaf : orang yang baru masuk Islam.
Muazin : orang yang mengumandangkan azan.
Mujahidin : orang-orang yang berjuang (jihad) di jalan Allah,
baik dengan ilmu, tenaga, ataupun hartanya.

59
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah
DAFTAR PUSTAKA

Doktor ‘Abdurrahman Ra’fat Basya, Shuwar min Hayaatis


Shahabah Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam
Indonesia Young Muslims Indonesia, 1 September 2005
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Islam
Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992)
Thabaqat Ibn Sa’d, 3/ 168, Rijal Haula ar-Rasul a, 62-70 Tabloid
MQ EDISI 12/TH.I/APRIL 2001 Mediaumat.com
Tim Qatrunnada, Kurikulum 2004 Pendidikan Agama Islam
untuk SMP, (Semarang: Aneka Ilmu 2004)
Tim Bina Karya Guru, Pendidikan Agama Islam untuk SD,
(Jakarta: Erlangga, 2004)
Dr. Said bin Ali bin Wahf Al-Qahthani, Imam dalam Salat
menurut Al Qur’an dan As Sunnah, (Jakarta: Pustaka An-
Najiyah, 2003)

60
Meneladani Keimanan Bilal bin Rabah

Anda mungkin juga menyukai