Anda di halaman 1dari 16

TUGAS INDIVIDU

MATA KULIAH
DASAR-DASAR PENYULUHAN PEMBANGUNAN/PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
Dr. Sapja Anantanyu, MSi

MERUMUSKAN TUJUAN PENYULUHAN


(TAXONOMI BLOOM)

EVI SOVIYATI
T641908007

PRODI PASCASARJANA S3 PENYULUHAN


PEMBANGUNAN/PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

2019

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur ke-hadirat Allah SWT karena atas

limpahan rahmat dan ridho-Nya, akhirnya makalah tentang Merumuskan Tujuan

Penyuluan (Taxonomi Bloom) /Pemberdayaan Masyarakat dapat terselesaikan.

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata Kuliah Dasar-

dasar Penyulhan Pembangunan/Pemberdayaan Masyarakat. Oleh karena itu, kami

mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak guna

perbaikan dan penyempurnaan kualitas makalah ini.

Kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah

terlibat dalam proses penulisan makalah ini. Akhir kata, dapat dimanfaatkan

dengan sebaik-baiknya oleh rekan sejawat mahasiswa Prodi Pascasarjana s3

Penyuluhan Pembangunan, dan berbagai pihak yang terlibat.

Kuningan,15 September 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................i

DAFTAR ISI ........................................................................................... ii

1. Kedudukan Penyuluhan dalam Pembangunan.............................

11.1. pendahuluan
2. Pengertian.................................................................................... 2
2.1. Upaya / Intervensi Penyuluh Pembangunan........................ 5
2.2. Langkah-langkah perencanaan Penyuluhan pembangunan.. 8
3. Kesimpulan.................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA

MERUMUSKAN TUJUAN PENYULUHAN

(TAXONOMI BLOOM)

1. PENDAHULUAN
Kegagalan dalam merumuskan/menyusun penyuluhan bisa kita lihat dari

berbagai sektor. Bila kita melihat dari sektor pertanian kendala internal yang

dihadapi petani saat ini antara lain rendahnya produktivitas seiring dengan

perubahan agroklimat, menyempitnya lahan produktif, serta menipisnya

3
permodalan dan sulitnya mendapatkan informasi. Kondisi tersebut

memerlukan upaya serta perumusan penyuluhan pembangunan/pemberdayaan

masyarakat melalui kegiatan penyuluhan pertanian. Dalam bidang kesehatan

secara umum penyebab tertinggi angka kematian adalah Penyakit Tidak

Menular, tentunya masih banyak permasalahan lainnya pada berbagai sektor.

Melalui kegiatan penyuluhan , masyarakat dapat dikembangkan

kemampuannya, keswadayaannya dan kemandiriannya agar mereka mampu

mengelola usaha melalui pelatihan peningkatan pengetahuan dan keterampilan

sehingga mempunyai daya saing yang tinggi. Di sisi lain, standar kompetensi

Penyuluh sampai saat ini masih belum dikembangkan dengan baik. Sistem

pendidikan penjenjangan fungsional bagi Penyuluh belum berjalan dengan

baik, sehingga banyak Penyuluh yang terkendala dalam hal peningkatan

jabatan fungsionalnya.
Bertolak dari kendala, permasalahan dan tantangan tersebut, reorientasi dari

pemangku kebijakan sudah saatnya untuk dilaksanakan. Melalui reorientasi ini

permasalahan yang dihadapi dalam upaya revitalisasi penyuluhan dari berbagai

sektor dapat diminimalisasi, bahkan bila mungkin dihilangkan. Pengangkatan

Penyuluh Kontrak merupakan salah satu terobosan untuk mengisi kebutuhan ”

Satu Desa, Satu Penyuluh”. Sementara itu, standar kompetensi Penyuluh perlu

segera dimantapkan dan dikukuhkan status keprofesiannya. Selain itu,

kelembagaan yang membawahi perlu direorientasi, terutama yang berkaitan

dengan tugas pokok dan fungsinya


Tugas dan peran para penyuluh sebagai jembatan penghubung informasi.

Para penyuluh mempunyai peran strategis dalam pencapaian kesuksesan

pembangunan pada segala sektor. ‘’Informasi yang benar menjadi salah satu

4
faktor kunci dalam pencapaian keberhasilan program pembangunan tak dapat

dipungkiri. Keberhasilan program penyuluhan dapat tercapai apabila didukung

oleh aparat Penyuluh yang profesional, kreatif, inovatif, kredibel dan

berwawasan global dalam bidang penyuluhan dan agribisnis.

2. PENGERTIAN

2.1. Penyuluh

Seperti yang telah disampaikan pada materi sebelumnya Salah satu

definisi penyuluhan yang mengatakan bahwa “penyuluh pertanian adalah

sistem pendidikan luar sekolah (pendidikan non formal) untuk petani dan

keluarganya dengan tujuan agar mereka mampu dan sanggup berswadaya

memperbaiki/meningkatkan kesejahteraannya sendiri dan masyarakatnya”;

walaupun tidak dapat dikatakan salah, namun menjadi usang, menjadi

konvensional atau diangap tidak mampu mewakili pengertian yang harus

tercakup.Penyuluh pertanian berkedudukan sebagai pelaksana teknis

fungsional penyuluhan pertanian pada instansi pemerintah baik di tingkat pusat

maupun daerah. Penyuluh pertanian dimaksud hanya dapat diduduki oleh

seorang yang telah berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Kedudukan penyuluh pembangunan Timmer (1983) menyebutnya

sebagai perantara jembatan penghubung/mediasi, sebagai

penghubung.Pelatihan/penyuluh mediator harus bisa menyampaikan apa yang

harus disampaikan persis seperti yang diingikan.Proses seperti ini dapat

dikatakan sebagai “proses komunikasi” dimana penyuluh sebagai sumber

5
informasi (source) dan pada saat bersamaan kelompok/individu tersebut

berperan sebagai penerima (receiver) (Notoatmodjo,2010;142)

2.2 Merumuskan Tujuan Penyuluhan Pembangunan


Tujuan Penyuluhan Pembangunan mencakup tujuan jangka pendek dan

tujuan jangka panjang. Tujuan penyuluhan jangka pendek yaitu menumbuhkan

perubahan-perubahan dalam diri masyarakat yang mencakup tingkat

pengetahuan, kecakapan, kemampuan, sikap, dan motivasi petani terhadap

kegiatan usaha tani yang dilakukan.


Prinsip yang digunakan dalam merumuskan tujuan yaitu SMART.
a. Specific (khusus)
Kegiatan penyuluhan harus dilakukan untuk memenui kebutuhan khusus

atau yang dibutuhkan masyarakat sesuai dengan keinginannya dengan

mengedepankan prioritas masalah


b. Measurable (dapat diukur)
Bahwa kegiatan penyuluhan harus mempunyai tujuan akhir yang dapat

diukur.
c. Actionary (dapat dikerjakan/dilakukan)
Yaitu tujuan kegiatan penyuluhan itu harus mampu untuk dicapai oleh para

peserta .
d. Realistic (realistis)
Bahwa tujuan yang ingin dicapai harus masuk akal, dan tidak berlebihan,

sehingga sesuai dengan kemampuan yang dimiliki peserta.


e. Time frame (memiliki batasan waktu untuk mencapai tujuan)
Ini berarti bahwa dalam waktu yang telah ditetapkan, maka tujuan yang

ingin dicapai dari penyelenggaraan penyuluhan ini harus dapat dipenuhi

oleh setiap peserta.


Hal-hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan tujuan adalah dengan

"ABCD" yaitu:
Audience (Mengandung sasaran/partisipan/subjek yang diberdayakan;

Behaviour (Perubahan perilaku yang dikehendaki atau yang ingin diubah);


Condition (kondisi yang akan dicapai); dan
Degree (derajat kondisi yang akan dicapai dalam penyuluhan).

6
2.3. Taxonomi Bloom

Taksonomi pertama kali diperkenalkan oleh Benjamin Samuel Bloom pada

tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi

beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali

ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hierarkinya,

Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:

1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang

menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan

keterampilan berpikir.

2. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang

menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi,

dan cara penyesuaian diri.

3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang

menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan,

mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.

Apabila mendalami enam tahap perubahan tingkah laku kognitif (level of

competence) yang dikemukakan Bloom, ketiga domain di atas tidak

terpisahkan, ke enam tingkatan tersebut adalah :

1. Knowledge

Knowledge (pengetahuan) ditempatkan diurutan pertama, berarti perubahan

tingkah laku yang pertama harus yang termasuk ke dalam pengetahauan. Tidak

ada kompetensi (perubahan tingkah laku) lain sebelum pengetahuannya

dimiliki. Pengetahuan yang asal katanya tahu memiliki tiga indikator utama,

7
yaitu orang tahu itu harus dapat menyebutkan, orang tahu itu bisa menuliskan,

dan orang tahu itu bisa menunjukkan. Ditambah dengan ciri lain sebagai

ikutannya, yaitu orang tahu dapat membedakan yang diketahuinya berdasarkan

yang disebutkannya, dituliskannya, dan yang ditunjukkannya. Dari

pengetahuan dikelompokan ke dalam tiga golongan pengetahuan, yaitu :

a. Pengetahuan-pengetahuan spesifik/khusus, yang terdiri dari pengetahuan

peristilahan dan pengetahuan yang berkaitan dengan fakta-fakta

spesifik/khusus.

b. Pengetahuan tentang cara-cara berpikir yang spesifik/khusus, yang terdiri dari

pengetahuan conventions, pengetahuan tentang hal-hal yang sedang popular,

pengetahuan tentang klasifikasi, pengetahuan tentang kriteria dan pengetahuan

tentang metodologi.

c. Pengetahuan-pengetahuan sesuatu yang berlaku umum, yang meliputi

pengetahuan tentang prinsip dan struktur.

2. Comprehension.

Komprehensif (pemahaman) di tingkat kedua, berarti kemampuan memahami

pengetahuan yang sudah ditanamkan pada tingkah laku awal. Kompetensi yang

harus dirumuskan setelah memiliki pengetahuan adalah memahami

pengetahuan tersebut, yang berarti tidak ada yang dapat dipahami sebelum

memiliki pengetahuan. Komprehensif ini terdiri dari tiga kemampuan, yaitu ;

a. Translation, yang bisa berarti menterjemahkan, memberi arti, menjelaskan,

medefinisikan, dan mendeskripsikan. Translation ini tidak berdiri sendiri, harus

berkaitan dengan tingkah laku mengetahui yang dibentuk sebelumnya. Kata

8
kerja yang sering dipakai untuk translation ini adalah menjelaskan, yang

dijelaskan semua yang disebutkan, dituliskan, ditunjukkan pada pengetahuan.

Apabila yang diketahuinya itu ciri-ciri, yang harus dijelaskankan satu persatu

dari ciri tersebut, demikian juga kalau bagian-bagian atau yang lainnya.

b. Interpretation yang berarti penapsiran, tingkah laku yang kemampuannya

dibangun oleh pengalaman. Harus dirumuskan sebuah penggalian pengalaman

sehingga orang paham terhadap apa yang sedang terjadi. Menapsirkan

membutuhkan kemampuan intuisi yang cenderung ada di ranah affektif. Untuk

memunculkan affeksi harus dilakukan pengulangan (prekuensi dalam

pembentukan memori).

c. Extrapolation adalah kemampuan meramalkan. Kemampuan-kemampuan

sebelumnya, dapat digunakan sebagai dasar seseorang meramalkan apa yang

akan terjadi. Meramalkan pekerjaan seorang ilmuwan, tidak seperti yang

selama ini diketahui kebanyakan orang. Seperti pada penapsiran, meramalkan

butuh affeksi yang kemampuannya akan muncul setelah menggunakan

prekuensi sesuai dengan kebutuhan.

3. Application

Aplication (penerapan) di tingkat ke tiga, sebagai tingkah laku penerapan dari

apa yang sudah dimilikinya. Tingkah laku yang diharapakan dari tingkat ini

adalah kemampuan proses. Dua ranah akan terlibat dalam pembentukan

kemampuan aplikasi ini, yaitu affeksi dan psikomotor. Aplikasi ini akan

berbuah tingkah laku keterampilan (psikomotor). Penerapan dalam

pembelajaran cenderung pada melakukan praktekum, berarti aplikasi di sini

9
sifatnya mencoba apa yang dikemukakan teori sehingga apabila hasilnya belum

sesuai dengan yang dikemukakan teori harus diulang hingga sesuai dengan

teori. Peserta bisa diarahkan melakukan praktikum dengan benar setelah diberi

pengetahuan dan pemahamaan tentang konsep yang akan dipraktikumkannya.

Akan berakibat buruk apabila melakukan praktikum sebelum diberi

pengetahuan dan pemahaman tentang hal yang dipraktikumkan.

4. Analysis

Analysis (menguraikan) ditingkat ke empat, merupakan kemampuan yang bisa

dibentuk pada orang yang memiliki pengetahuan yang dipahami dan sudah

melakukan aplikasinya. Analisis ini dibedakan pada tiga kemampuan, yaitu;

analisis ke dalam komponen penyusunnya (kemudian disebut juga analisis

konsep), analisis berdasarkan hubungan saling ketergantungan fungsi dari

setiap komponen, dan analisis berdasarkan organisasi penyusunnya atau ke

dalam sub organisasinya (kemudian juga disebut analisis sistem). Pada

tingkatan ini dibutuhkan domain affektif dan psikomotor, sehingga hasilnya

tidak sekedar kemampuan intelektual tapi juga sikap dan keterampilan.

5. Synthesis

Sythesis (membuat/Produksi) ditingkat ke lima, sebagai kemampuan yang

dibangun oleh pengetahuan yang dipahami dan sudah diaplikasikan. Hanya

orang yang punya kemampuan analisis dari pengetahuan yang dipahami dan

sudah diaplikasikan akan mampu diarahkaan jadi seorang produsen. Seperti

kemampuan sebelumnya, produsen melibatkan domain affektif dan

psikomotor. Kemampuan produksi ini memiliki tiga kemampuan, yaitu;

10
kemampuan menciptakan hubungan yang khas, kemampuan merumuskan

sebuah perencaan atau proposal sebuah kegiatan besar, dan dapat menciptakan

duplikat sebuah hubungan yang rumit dipahami orang lain (sebagai contoh;

mampu mebuat duplikat sebuah produksi mobil).

6. Evaluation

Evaluation (penilaian seluruh program) di tingkat ke enam, sebagai

kemampuan menilai seluruh program dari persiapan, proses, dan hasil.

Kemampuan ini dibentuk karena sudah mempunyai kemampuan semua tingkat

dari 1 sampai dengan 5 di atas. Kemampuan ini harus didukung kemamapauan

dari domain affektif dan psikomotor, walaupun pada kenyataannya hanya akan

menghasilkan kemampuan affektif (menilai). Kemampuan ini menyangkut

kemampuan menentukan nilai yang harus diberikan terhadap sebuah

kemampuan yang diperlihatkan seseorang, dan kriteria apa yang digunakan

oleh orang tersebut.

Penggunaan taksonomi juga dapat membantu seseorang mendapatkan

perspektif tentang penekanan yang diberikan pada perilaku tertentu oleh

seperangkat rencana pendidikan tertentu. Berkaitan dengan rumusan

penyuluhan, seorang penyuluh dalam mengklasifikasikan tujuan dari unit

pengajaran, dapat menemukan bahwa mereka semua termasuk dalam kategori

taksonomi mengingat atau mengingat pengetahuan.Dengan demikiandapat

memasukkan beberapa tujuan berurusan dengan penerapan pengetahuan ini dan

dengan analisis situasi di mana pengetahuan digunakan

11
Hubungan psikologis yang digunakan oleh skema klasifikasi menunjukkan

adanya penyelidikan psikologis yang bisa memajukan pemahaman kita tentang

pendidikan memproses dan memberikan wawasan tentang cara yang digunakan

penyuluh berubah dalam arah yang ditentukan.Dalam membahas prinsip-

prinsip dimana taksonomi mungkin dikembangkan, disepakati bahwa

taksonomi harus menjadi sistem klasifikasi pendidikan-logis-psikologis.

Istilah-istilah dalam urutan ini menyatakan penekanan pada prinsip-prinsip

taksonomi dapat dikembangkan. Dengan demikian, kepentingan pertama harus

diberikan kepada pertimbangan pendidikan. Sejauh mungkin, batas-batasnya

antara kategori harus terkait erat dengan perbedaan. Ada kemungkinan bahwa

seorang penyuluh membuat ion yang berbeda yang tidak akan dibuat oleh

psikolog dalam mengklasifikasikan atau mempelajari perilaku manusia.

Namun, jika salah satunya nilai-nilai taksonomi adalah dalam peningkatan

komunikasi di antara para pendidik, maka perbedaan ion pendidikan harus

diberikan pertimbangan utama. Kedua, taksonomi seharusnya menjadi

klasifikasi logis bahwa setiap upaya harus dilakukan dibuat untuk

mendefinisikan istilah setepat mungkin dan untuk digunakan mereka secara

konsisten. Akhirnya, taksonomi harus konsisten dengan prinsip-prinsip

psikologis yang relevan dan diterima dan teori.

2.3.1 Tiga domain - kognitif, afektif, dan psikomotor

Rencana awal kami meminta taksonomi lengkap di Indonesia tiga bagian

utama - kognitif, afektif, dan domain psikomotor. Domain kognitif, yang

merupakan pengetahuan dan pengembangan kemampuan dan keterampilan

12
intelektual. Ini adalah domain yang paling sentral untuk pekerjaan banyak saat

ini pengembangan tes. Ini adalah domain tempat sebagian besarpekerjaan

dalam pengembangan pengetahuan telah terjadi dan di mana definisi tujuan

yang paling jelas dapat ditemukan dalam ungkapan sebagai deskripsi perilaku

peserta.

Bagian kedua dari taksonomi adalah domain afektif.Ini termasuk tujuan

yang menggambarkan perubahan minat, sikap, dan nilai-nilai, dan

pengembangan apresiasi dan penyesuaian yang memadai. Sebagian besar

waktu pertemuan kami telah dikhususkan untuk upaya mengklasifikasikan

tujuan dalam domain ini. Sudah tugas yang sulit yang masih jauh dari selesai.

Beberapa masalah membuatnya sangat sulit. Tujuan dalam domain ini tidak

dinyatakan dengan tepat; dan, pada kenyataannya, para guru tampaknya tidak

terlalu jelas pengalaman belajar yang sesuai untuk ini.

2.3.2.Taksonomi sebagai perangkat klasifikasi

Tujuan utama dalam membangun taksonomi tujuan pendidikan adalah

untuk memfasilitasi komunikasi. Di kami pertimbangan asli dari proyek yang

kami anggap sebagai sebuah metode untuk meningkatkan perubahan ide dan

materi di antara pekerja tes, serta orang lain yang terkait dengan penelitian

pendidikan dan pengembangan.Misalnya, penggunaan taksonomi sebagai

bantuan dalam mengembangkan definisi dan klasifikasi yang tepat secara

samar-samar istilah yang didefinisikan sebagai "berpikir" dan "pemecahan

masalah" akan memungkinkan sekelompok sekolah untuk membedakan

kesamaan dan perbedaan antara tujuan instruksional yang berbeda program.

Mereka dapat membandingkan dan bertukar tes dan perangkat evaluatif lain

13
yang dimaksudkan untuk menentukan efektivitas program-program ini. Karena

itu, mereka dapat memulai untuk memahami lebih lengkap hubungan antara

pengalaman belajar yang disediakan oleh berbagai program inidan perubahan

yang terjadi pada siswa mereka. Ditetapkan pada level ini, tugas menghasilkan

taksonomi, itu adalah, klasifikasi hasil pendidikan, cukup analog dengan

pengembangan rencana untuk mengklasifikasikan buku dalam Perpustakaan.

Atau, lebih tepatnya, ini seperti membuat tablishing simbol untuk menentukan

kelas objek di mana anggota kelas memiliki kesamaan.

Sulit untuk menggambarkan perilaku yang sesuai dengan tujuan ini karena

perasaan dan emosi internal atau rahasia sama pentingnya untuk domain ini

seperti halnya manifestasi perilaku nyata. Kemudian, juga prosedur pengujian

kami untuk domain afektif masih banyak tahap primitif. Kami berharap untuk

menyelesaikan tugas tetapi tidak dapat memprediksi tanggal publikasi.

2.3.3. Mengembangkan Taksonomi

Dengan mengingat prinsip-prinsip tersebut di atas, kami mulai bekerja

dengan mengumpulkan sejumlah besar tujuan pendidikan dari tujuan yang

menyatakan perilaku yang dimaksudkan dan yang menyatakan konten atau

objek perilaku. Kita kemudian berusaha menemukan perpecahan atau

kelompok di mana perilaku dapat ditempatkan. Dan ini yang membatasi diri

tujuan-tujuan itu biasa disebut sebagai pengetahuan, kemampuan intelektual,

dan keterampilan intelektual. (domain kognitif, dapat juga disebut sebagai

termasuk perilaku: mengingat; pemikiran; masalah pemecahan; pembentukan

konsep; dan, sampai batas tertentu, pemikiran kreatif.) Kami melanjutkan

untuk membagi tujuan kognitif menjadi subdivisi dari perilaku paling

14
sederhana kepaling kompleks. Kami kemudian berusaha menemukan cara

mendefinisikan subdivisi ini sedemikian rupa sehingga kita semua bekerja

denganmateri dapat berkomunikasi satu sama lain tentangtujuan spesifik serta

prosedur pengujian

3.Kesimpulan
Standar kompetensi Penyuluh sampai saat ini masih belum

dikembangkan dengan baik. Sistem pendidikan penjenjangan fungsional bagi

Penyuluh belum berjalan dengan baik, sehingga banyak Penyuluh yang

terkendala dalam hal peningkatan jabatan fungsionalnya.


Bertolak dari kendala, permasalahan dan tantangan tersebut, reorientasi

dari pemangku kebijakan sudah saatnya untuk dilaksanakan. Melalui

reorientasi ini permasalahan yang dihadapi dalam upaya revitalisasi

penyuluhan dari berbagai sektor dapat diminimalisasi, bahkan bila mungkin

dihilangkan.
Dalam merumuskan tujuan penyuluhan maka perlu pendidikan serta

pengetahuan yang mumpuni, Apabila seorang penyuluh pembangunan

mendalami enam tahap perubahan tingkah laku kognitif (level of competence)

yang dikemukakan Bloom maka tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka

panjang akan tercapai.

SUMBER PUSTAKA

15
Benjamin S. Bloom –(1956) “Taxonomy of Educational Objectives”,

Handbook 1_ Cognitive Domain-Addison Wesley Publishing

Company

Douglas Max et all,(2004) “Setting Performance Goals That Work”,

Donnald , (1989), Foundations and changing practices “Participation and

community action”, Univercity of Gueleph,NY

Notoatmodjo, 2010,Promosi kesehatan teori dan aplokasi, Rineka

Cipta.Jakarta

Setiadi, M (2016) “ Prinsip-prinsip merumuskan tujuan penyuluhan”.


diunduh tanggal 22 September 2019 pukul 11.30
wibhttps://mariosteady.blogspot.com/2016/01/prinsip-merumuskan-
tujuan-penyuluhan.html

16

Anda mungkin juga menyukai