Anda di halaman 1dari 4

1.

Perbedaan konseling dengan PIO serta langkah-langkahnya (PERMENKES,


2014)
Konseling
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait
terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya.
Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas
kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan
pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan
kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker. Pemberian konseling
Obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan risiko reaksi
Obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan cost-effectiveness yang
pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan Obat bagi pasien (patient
safety).
Secara khusus konseling Obat ditujukan untuk:
 meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dan pasien;
 menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien;
 membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan Obat;
 membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan Obat
dengan penyakitnya;
 meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan;
 mencegah atau meminimalkan masalah terkait Obat;
 meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam hal terapi;
 mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan; dan
 membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan Obat sehingga dapat
mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien.
Kegiatan dan langkah-langkah dalam konseling Obat meliputi:
 membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien;
 mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui
Three Prime Questions;
 menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien
untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat;
 memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
pengunaan Obat;
 melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien; dan
 dokumentasi.
Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, rekomendasi Obat yang independen, akurat, tidak bias,
terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, Apoteker,
perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Rumah
Sakit.
PIO bertujuan untuk:
 menyediakan informasi mengenai Obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di
lingkungan Rumah Sakit dan pihak lain di luar Rumah Sakit;
 menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan
Obat/Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai,
terutama bagi Tim Farmasi dan Terapi;
 Menunjang penggunaan Obat yang rasional.
Kegiatan dan langkah-langkah PIO meliputi:
 menjawab pertanyaan;
 menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter;
 menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan dengan
penyusunan Formularium Rumah Sakit;
 bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) melakukan
kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap;
 melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga
kesehatan lainnya; dan
 melakukan penelitian.
2. Obat-obat antihipertensi yang apabila digunakan berlebih dapat
mengakibatkan hipotensi (Supadmi, 2011)
Efek samping akibat multi terapi tersebut dapat terjadi bagi pasien yang
menjalani proses hemodialisis adalah terjadinya hipotensi, reaksi anafilaksis,
retensi kalium, gangguan konduksi terutama pada pasien dengan aritmia. Efek
samping yang umum dikhawatirkan terjadi adalah hipotensi intradialitik.
Hipotensi intradialitik merupakan peristiwa yang umum terjadi pada pasien
dengan hemodialisis dan dikaitkan sebagai komplikasi hemodialisis. Bregman
etal (2001) menyebutkan bahwa hipotensi terjadi karena berbagai sebab termasuk
diantaranya adalah penggunaan antihipertensi yang mempengaruhi vasokonstriksi
serta penghambatan laju jantung sehingga penggunaan antihipertensi dapat
memperberat keadaan hipotensi yang ada akibat proses hemodialisis itu sendiri.
Penyebab efek samping hipotensi disebutkan oleh Bregman et al (2001)
diantaranya disebabkan oleh penggunaan antihipertensi. Antihipertensi dapat
menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan tubuh dalam melakukan
vasokonstriksi. Penurunan ini dapat dikaitkan dengan adanya kemungkinan
terjadinya penurunan pengisian jantung atau cardiac filling. Amlodipin adalah
antihipertensi golongan penghambat kanal kalsium yang titik tangkap aksinya
adalah pada tonus otot polos miokardium. Konsentrasi kalsium intraseluler sangat
dibutuhkan dalam kontraksi jantung sehingga dengan menghambat pemasukan
kalsium melalui pengikatan pada kanal kalsium tipe L akan memberikan efek
relaksasi atau penurunan kerja jantung. Hal tersebut menyebabkan penurunan
tekanan darah dengan menurunkan luaran jantung atau cardiac output yang
berakibat penurunan cardiac filling.

Anda mungkin juga menyukai