by bapelkeskalteng
PENDAHULUAN
Langkah paling utama dan pertama dalam penyusunan rancang bangun suatu program diklat
adalah kegiatan Analisis Kebutuhan Diklat (AKD) atau Training Needs Assessment (TNA). Analisis
kebutuhan Diklat memiliki kaitan erat dengan perencanaan Diklat. Perencanaan yang paling baik
didahului dengan identifikasi kebutuhan. Kebutuhan pendidikan dan pelatihan dapat dilihat
dengan membandingkan antara tingkat pengetahuan dan kemampuan yang diharapkan
(sebagaimana terlihat pada misi, fungsi dan tugas) dengan pengetahuan dan kemampuan yang
senyatanya dimiliki oleh pegawai.
Diklat dianggap sebagai faktor penting dalam peningkatan kinerja pegawai, proses dan
organisasi, sudah luas diakui. Tapi masalahnya banyak diklat yang diselenggarakan oleh suatu
organisasi tidak atau kurang memenuhi kebutuhan sesungguhnya. Misalnya yang diperlukan
sesungguhnya adalah pelatihan B tetapi yang dilakukan A, akibatnya investasi yang ditanamkan
melalui diklat kurang dapat dilihat hasilnya.
Kenyataan yang sering terjadi juga pada saat pembukaan diklat, peserta diklat
tidak mencapai jumlah alokasi yang telah ditentukan bahkan sampai 3 hari setelah
pembukaan masih kurang peserta diklat. Hal ini menandakan Diklat tersebut
sudah mengalami kejenuhan atau materi diklat sudah tidak sesuai dengan
kebutuhan peserta diklat. Di lain sisi, banyak alasan pegawai menolak mengikuti
diklat, antara lain :
3. Setelah mengikuti diklat mendapat tugas yang tidak sesuai dengan hasil diklat.
1. Menambah wawasan.
Timbulnya masalah ini tentu disebabkan banyak hal. Salah satunya terletak pada
Analisis Kebutuhan Diklat (Training Needs Assessment/TNA)-nya yang tidak
pernah dilakukan dengan benar. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu
diadakan suatu analisis kebutuhan diklat khususnya di satuan kerja. Analisis
Kebutuhan Diklat adalah proses kegiatan yang bertujuan untuk menemukenali
adanya kesenjangan kompetensi (pengetahuan, sikap dan ketrampilan) yang
dapat ditingkatkan melalui diklat.
Kegiatan AKD/TNA diharapkan akan menghasilkan jenis-jenis diklat yang dibutuhkan oleh
organisasi, sehingga dapat mewujudkan diklat yang tepat sasaran, tepat isi kurikulum dan tepat
strategi untuk mencapai tujuan. Melalui kegiatan Analisis Kebutuhan Diklat, maka idealnya
setiap program yang disusun dan dijabarkan dalam bentuk kegiatan merupakan perwujudan dari
pemenuhan kebutuhan. Hasil yang diharapakan dari Analisis Kebutuhan Diklat akan memperjelas
kaitan antara pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dengan peningkatan kinerja lembaga yang
merupakan akumulasi dari kinerja para pejabat di dalam suatu organisasi, disebutkan demikian
karena setiap pejabat yang dilengkapi dengan jenis-jenis diklat yang dibutuhkan, selanjutnya
akan dapat melaksanakan setiap rincian tugas dalam jabatannya.
Kebutuhan menurut Briggs (AKD LAN, 2005 ) adalah “ketimpangan atau gap antara apa yang
seharusnya dengan apa yang senyatanya”. Gilley dan Eggland ( AKD LAN, 2005 ) menyatakan
bahwa kebutuhan adalah “kesenjangan antara seperangkat kondisi yang ada pada saat sekarang
ini dengan seperangkat kondisi yang diharapkan. Dalam dunia kerja, kebutuhan juga diartikan
sebagai masalah kinerja (Anung Haryono, 2004).
Diklat mempunyai arti penyelenggaraan proses belajar mengajar dalam rangka meningkatkan
kemampuan dalam melaksanakan tugas dan jabatan tertentu. Kebutuhan diklat adalah jenis
diklat yang dibutuhkan oleh seorang pemegang jabatan atau pelaksana pekerjaan tiap jenis
jabatan atau unit organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam
melaksanakan tugas yang efektif dan efisien (Dephutbun dan ITTO,2000). Sedangkan menurut
Lembaga Administrasi Negara kebutuhan diklat adalah kekurangan pengetahuan, ketrampilan
dan sikap seorang pegawai sehingga kurang mampu melaksanakan tugas, tanggung jawab,
wewenang dan haknya dalam suatu satuan organisasi. Dengan demikian kebutuhan diklat dapat
diartikan sebagai kesenjangan kemampuan pegawai yang terjadi karena adanya perbedaan
antara kemampuan yang diharapkan sebagai tuntutan pelaksanaan tugas dalam organisasi dan
kemampuan yang ada (Hermansyah dan Azhari, 2002).
Konsep dasar pemikiran kebutuhan diklat adalah adanya deskrepansi kemampuan kerja. Sesuai
dengan tingkatan dalam pengungkapan kebutuhan diklat maka deskrepansi dapat terjadi pada
seseorang pejabat/pelaksana pekerjaan terhadap tugas di dalam organisasi, jabatan maupun
terhadap tugas individu. Secara umum deskrepansi kemampuan kerja diilustrasikan sebagai
berikut: Diskrepansi kemampuan kerja dinyatakan perbedaan antara kemampuan kerja
seseorang pada saat kini dengan kemampuan kerja yang diinginkan atau seharusnya yang
umumnya juga di kenal kemampuan kerja standar/baku.
Faktor yang mempengaruhi kebutuhan diklat dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal dalam organiasi yang mempengaruhi kebutuhan diklat
adalah :
1. Mutasi Jabatan
Seseorang yang dimutasi dari kedalam jabatan yang lebih tinggi dituntut memiliki kompetensi
yang sesuai dengan jabatan tersebut. Jika terdapat beberapa kompetensi yang belum dimiliki
maka diperlukan upaya untuk memenuhi kompetensi tersebut. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan adalah melalui kegiatan diklat.
Perluasan atau pembentukan organisasi baru akan memerlukan sumberdaya manusia yang akan
ditempatkan pada unit tersebut. Hal ini merupakan salah satu faktor timbulnya kebutuhan diklat
dalam sebuah organisasi.
Pegawai yang ditempatkan pada bidang tertentu yang belum pernah sama sekali dia kuasai,
dimana pengetahuan, keterampilan dan sikapnya dibawah standar yang diharapkan.
1. Peraturan perundangan.
1. Keadaan ekonomi
Adanya krisis ekonomi dan kepercayaan maka pemerintah mengurangi beberapa pelayanan
sehingga perlu adanya diklat untuk meningkatkan dan mengoptimalkan SDM yang tersedia.
1. Sikap masyarakat.
Pengharapan dari masyarakat agar instansi pemerintah memberikan pelayanan baru dan
perbaikan pada pelayanan yang sudah ada.
Tidak semua masalah kinerja dapat dipecahkan dengan diklat. Diklat dapat digunakan untuk
memecahkan masalah yang berkaitan dengan kurangnya pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Berdasarkan tingkat kebutuhannya, Kebutuhan Diklat dibedakan menjadi Kebutuhan Tingkat
Organisasi, Tingkat Jabatan dan Tingkat Individu.
Hasil TNA adalah identifikasi performance gap. Kesenjangan kinerja tersebut dapat diidentifikasi
sebagai perbedaan antara kinerja yang diharapkan dan kinerja aktual individu. Kesenjangan
kinerja dapat ditemukan dengan mengidentifikasi dan mendokumentasi standar atau
persyaratan kompetensi yang harus dipenuhi dalam melaksanakan pekerjaan dan mencocokkan
dengan kinerja aktual individu tempat kerja. Adapun fungsi dari analisis kebutuhan diklat adalah
:
Ada beberapa manfaat yang dapat diambil dari kegiatan analisis kebutuhan diklat, yaitu manfaat
langsung dan tidak langsung.
1. Model Internal. Kebutuhan diklat pada model ini dilihat dari dalam organisasi.
Aktivitas dimulai dengan analisis kesenjangan antara tingkah laku dan
keberhasilan pegawai dalam melaksanakan tugas, dibandingkan dengan
tujuan dan sasaran yang telah ditentukan.
2. Model Eksternal. Kebutuhan diklat pada model ini dilihat dari luar organisasi.
Aktivitas dimulai dengan melihat manfaat dari hasil didik bagi masyarakat
atau organisasinya.
3. Model Gabungan. Model ini mengacu pada model sistem organisasi bahwa
sesuatu terjadi di dalam organisasi tidak dapat lepas dari apa yang terjadi di
luar organisasi (lingkungan eksternal mempengaruhi lingkungan internal)
Dalam melakukan analisis kebutuhan diklat, ada tiga teknik pendekatan yang umum digunakan
dalam menentukan kebutuhan diklat, yaitu :
Focus Group Technique (FGT) adalah suatu teknik yang dapat digunakan untuk mencari dan
menentukan fokus dari suatu kegiatan sesuai dengan kebutuhan kelompok. Teknik ini bersifat
kualitatif yang dalam proses pelaksanaannya memerlukan bantuan seorang fasilitator. Dalam
penerapan FGT kelompok bisa terdiri dari calon peserta diklat, widyaiswara, penyelenggara diklat
dan unsur kepegawaian. Hal-hal yang perlu diperhatikan, adalah :
Untuk menggali ide atau gagasan, empat pertanyaan yang diajukan adalah :
Setelah proses focus group selesai dilanjutkan dengan nominal group technique (NGT). Ada
empat kegiatan pokok dalam NGT, yaitu :
1. Para anggota kelompok menuliskan ide atau gagasan pada selembar kertas
(Listing)
2. Daftar ide atau gagasan dari para anggota kelompok tersebut dicatat pada
kertas flipchart (Recording)
3. Dilakukan klasifikasi, penyederhanaan dan kombinasi ide atau gagasan untuk
menghindari duplikasi (Collating).
4. Para anggota kelompok melakukan penilaian secara individual untuk
menentukan prioritas (Prioritizing)
1. 3. Pendekatan D I F (Difficulties, Importance, Frequency).
DIF analisis adalah analisis kebutuhan diklat yang berdasarkan pada job analisis (Analisis
Jabatan) yang diikuti dengan mencari tingkat kesulitan (difficulties/D), tingkat kepentingan
(importance/I) dan tingkat keseringan (frequency/F). Berdasarkan tingkat-tingkat tersebut dicari
analisis job manakah yang paling D, I, F. Dari hasil tersebut, maka patut dicurigai terdapat
kesenjangan ketrampilan. Mengapa patut dicurigai?, karena harus dikenali kemungkinan adanya
indikator pelatihannya dengan menggunakan pertanyaan mengapa. Disamping itu kita harus
juga melaksanakan wawancara dengan atasan yang bersangkutan (responden) untuk
mengetahui standar prestasi responden. Apakah yang bersangkutan sudah memenuhi standar
yang ditentukan.
Jika terdapat prestasi yang di bawah standar, maka dilakukan analisis lebih lanjut dalam rangka
penemuan kebutuhan diklat. Hal ini dimungkinkan, bahwa ada kemungkinan prestasi di bawah
standar tersebut bukan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan ketrampilan, namun
karena indikator lain seperti sarana dan prasarana.
DAFTAR PUSTAKA
Dephutbun dan ITTO. Modul Pelatihan : Pelatihan Desain Pelatihan. Bogor: Departemen
Kehutanan dan Perkebunan dan International Tropical Timber Organization, 2000.
Hermasjah dan Azhari. “Identifikasi Kebutuhan Diklat”, Bahan Ajar Diklat Kewidyaiswaraan
Tingkat Pertaman. Jakarta: LAN, 2002
LAN. Model-Model Diklat Analisis Kebutuhan Diklat. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pelatihan
Teknik Menejemen, 1999.
Irianto Jusuf. Prinsip-prinsip Dasar Manajemen Pelatihan (Dari Analisis Kebutuhan Sampai
Evaluasi Program Pelatihan), Insani Cendekia, Jakarta, 2001.
Mangkuprawira, Sjafri. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik, Ghalia Indonesia, Jakarta
Selatan, 2004.
Buat Apa Ikut Diklat….?!
Posted on April 5, 2007 | 17 Komentar
Apa itu Diklat ?! Pertanyaan itu mungkin timbul bagi Anda yang masih awam….Menurut Peraturan
Pemerintah nomor 101 Tahun 2000 dinyatakan bahwa Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri
Sipil yang selanjutnya disebut Diklat adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka
meningkatkan kemampuan Pegawai Negeri Sipil.Tujuan diklat diantaranya adalah meningkatkan
pengetahuan, ketrampilan dan sikap agar dapat melaksanakan tugas pekerjaan, baik yang bersifat
umum pemerintahan maupun pembangunan, yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan
pengembangan partisipasi masyarakat.
Tujuan yang bagus khan…?! Lho, tapi mengapa setelah begitu banyak diklat dilaksanakan koq
hasilnya hanya seperti itu…..masih banyak majalah, Koran, atau bahkan statemen pejabat yang
menyatakan bahwa kualitas SDM Pemerintah masih rendah. Lalu bagaimana manfaat diklat….?!
Ya….tujuan diklat itu hanya dapat tercapai jika tiga pilar kediklatan, yaitu penyelenggara,
widyaiswara dan peserta diklat dalam kondisi ideal. Kalau masalah penyelenggara dan widyaiswara
sudah banyak indikator yang diungkap guna meningkakan kualitas diklat. Tetapi bagaimana dengan
peserta diklat…?! Ya…harusnya peserta bermotivasi tinggi dalam mengikuti diklat….Itu betul…. Tapi
motivasi peserta itu susah dikontrol…..
Idealnya setiap peserta merasa perlu mengikuti diklat….menganggap diklat dapat dipakai untuk
meningkatkan kompetensi mereka. Susahnya jarang peserta diklat yang saya temui bermotivasi
seperti itu. Dalam setiap mengikuti suatu diklat, termasuk dari pengalaman sendiri, juga saat
bertemu peserta diklat (maklum kantorku khan Badan Diklat), atau saat mengajar…saya selalu
berusaha mengorek-ngorek alasan sejati mereka ikut diklat….. Dan hasilnya kadang mengejutkan
saya…diantara jawaban mereka adalah sebagai berikut
5. Nambah Kenalan
Kalau ini ndak dapat terlalu disalahkan…Karena dengan berkenalan dan berinteraksi dengan orang
berbeda….kita dapat saling sharing about pengalaman masing-masing….sehingga dapat saling
ekspor-impor alias kulakan bahan-bahan baru…. Bagus khan…?! Kita bisa tambah pengetahuan
baru, pengalaman baru….otak jadi lebih fresh…..dan ini merangsang kratifitas juga….
6. Buat Prasarat
Ini sering dijadikan motivasi bagi peserta diklat prajabatan kalau mau ingin jadi PNS penuh. Atau
juga peserta Diklat Kepemimpinan lain kalau mereka ingin langgeng jadi pejabat….Trus bagaimana
motivasi mereka….?! yah…namanya juga prasyarat…..
7. Ngo Ganep-Ganep…
Ini yang paling sial dan ironis. Sedihnya saya seringkali mengalami peristiwa itu….nggo ganep-ganep
daripada organisasi (Badan Diklat) harus mengembalikan anggaran karena pesertanya kurang……
Herannya banyak orang yang iri sama saya karena sudah punya banyak diklat…….
Na…kalau sudah begini susah khan….?! Bagaimana bisa berhasil kalau motivasi pesertanya tidak
’nggenah’ seperti itu…?! Eh…tapi mantan atasan dan guru saya pernah mensikapi kondisi ini dengan
ngomong begini ”Kerja di Diklat itu enak….Anggaran lancar….sementara indikator keberhasilannya
mudah…yakni kelulusan siswa…!! Kalau masalah dampak diklat…..susah ngukurnya to…..wong
abstrak begitu….Coba kalau kita kerja di Dinas Perkebunan…..proyek penanaman 1000
kelapa…..keberhasilan khan diukur dari jumlah pohon kelapa yang hidup…ya..kalau hidup
semua…kalau tidak…?!”
Program diklat yang diselenggarakan harus sesuai dengan standar kompetensi untuk memenuhi
kebutuhan pasar kerja (customer). Oleh karena itu untuk memberikan pelayanan yang berkualitas
dan menitikberatkan pada unsure kepuasan kepada masyarakat umum maupun industri maka
setiap peyelenggaraan program diklat perlu melakukan analisis kebutuhan diklat yang dibutuhkan
pelanggan. Mengingat bahwa program diklat pada dasarnya diselenggarakan sebagai sarana untuk
menghilangkan atau setidaknya mengurangi gap (kesenjangan) antara kompetensi yang ada saat
ini dengan kompetensi standard atau yang diharapkan untuk dilakukan oleh seseorang, maka
dalam hal ini analisis kebutuhan diklat merupakan alat untuk mengidentifikasi gap-gap yang ada
tersebut dan melakukan analisis apakah gap-gap tersebut dapat dikurangi atau dihilangkan
melalui suatu program diklat. Selain itu dengan analisis kebutuhan diklat maka lembaga
penyelenggara diklat (HRD atau Divisi Training) dapat memperkirakan manfaat-manfaat apa saja
yang bisa didapatkan dari suatu pelatihan, baik bagi partisipan sebagai individu (masyarakat
Menurut Johanes Popu(2002) tanpa analisis kebutuhan yang sungguh-sungguh maka dapat
dipastikan bahwa program pelatihan yang dirancang hanya akan berlangsung sukses di ruang
kelas atau tempat pelaksanaan pelatihan semata. Artinya pelaksanaan pelatihan mungkin berjalan
dengan sangat baik, tetapi pada saat partisipan (peserta pelatihan) kembali ke tempat kerja
masing-masing mereka menjadi tidak tahu atau bingung bagaimana menerapkan apa yang telah
mereka pelajari dari pelatihan. Kondisi seperti ini tidak jarang memberikan citra yang negatif bagi
pihak penyelenggara pelatihan (HRD Internal atau pun HR Consultant, lembaga diklat dari luar
perusahaan) karena dinilai tidak dapat memberikan kontribusi yang signifikan kepada partisipan.
Oleh karena itu, lembaga diklat yang sungguh-sungguh peduli terhadap hasil pelatihan pasti akan
sangat berhati-hati dalam menyusun program diklat. Inilah salah satu penyebab mengapa banyak
perusahaan konsultan SDM tidak memiliki program pelatihan yang bersifat generic (berlaku
umum). Meskipun harus diakui bahwa kegagalan partisipan untuk dapat menerapkan apa yang
telah dipelajarinya selama pelatihan ke dalam pekerjaan sehari-hari dipengaruhi oleh berbagai
faktor, namun tak bisa dipungkiri bahwa salah satu penyebab kegagalan tersebut adalah karena
tidak adanya sinkronisasi antara pelatihan dengan kebutuhan atau masalah yang dihadapi. Dengan
kata lain keputusan untuk melaksanakan pelatihan tidak didukung oleh data atau informasi yang
memadai dan akurat. Data atau informasi tersebut misalnya mengapa perusahaan perlu
mengadakan pelatihan, apa jenis pelatihan dan metode yang cocok, siapa peserta yang harus ikut,
hal-hal apa yang harus diajarkan, dan sebagainya. Data dan informasi seperti inilah yang harus
Menurut Dale Yorder yang dikutip oleh Moh. Asad (1987) ,agar program pelatihan dan
pengembangan dapat berhasil baik maka harus diperhatikan delapan faktor sebagai
berikut :
1. Individual differences
Sebuah program diklat akan berhasil jika kita memperhatikan individual diference para
peserta diklat. Perbedaan individu meliputi faktor fisik maupun psikis. Oleh karena itu
dalam perencanaan program diklat harus memperhatikan faktor fisik seperti bentuk dan
komposisi tubuh, dan fisik, kemampuan panca indera maupun faktor psikis seperti
intelegensi, bakat, minat , kepribadian, motivasi , pendidikan para peserta diklat.
Keberhasilan program diklat sangat ditentukan oleh pemahaman karakteristik peserta
diklat terkait dengan individual difference.
3. Motivation
Motivasi adalah suatu usaha menimbulkan dorongan untuk melakukan tugas. Sehubungan
dengan itu ,program diklat sebaiknya dibuat sedemikian rupa gara dapat menimbulkan
motivasi bagi peserta. Penumbuhan motivasi itu sangat pentng sehingga mampu
mendoromng peserta untuk mengikuti program diklat dengan baik dan mampu
memberikan harapan lebih baik dibidang pekerjaan setelah berhasil menyelesaikan
program diklat .
4. Active participation
Didalam pelaksanaan program diklat harus diupayakan keaktifan peserta didalam setiap
materi yang diajarkan. Pemilihan Materi dan strategi pembelajaran yang tepat oleh para
trainer sangat menentukan keberhasilan. Pemberian umpan balik kepada peserta pada
setiap komunikasi maupun evaluasi akan semakin mengembangkan motivasi dan
pengetahuan yang diperoleh. Penyusunan materi(kurikulum) yang berbasis kompetensi
maupun berbasis luas dengan pengembangan aspek kecakapan hidup peserta menjadi
kekuatan untuk menarik perhatian dan minat peserta diklat.
5. Selection of trainess
Program diklat sebaiknya ditujukan kepada mereka yang berminat dan menunjukkan
bakat untuk dpat mengikuti program diklat. Oleh karena ini sangan pentingan dilakukan
proses seleksi untuk pelaksanaan program dilakukan. Berbagai macam tes seleksi dapat
dilakukan misalnya test potensi akademik. Disampin itu adanya seleksi juga merupakan
faktor perangsang untuk meningkatkan image peserta maupun penyelenggara diklat.
6. Selection of trainer
7. Trainer training
Kompetensi trainer juga perlu ditingkatakan. Untuk itu mengingat trainer menjadi ujung
btombak dalam keberhasilan program diklat maka sebelum mengemban tanggung jawab
untuk memberkan pelatihan maka para trainer harus diberikan pendidikan sebagai
pelatih.
8. Training methods
Metode yang digunakan dalam program diklat harus sesuai dengan jenis diklat yang
diberikan. Strategi pembelajaran menadi senjata utama dalam keberhasilan program
diklat.