Anda di halaman 1dari 19

ISU STABILISASI SITE DAN REHABILITASI

PT BUKIT BAIDURI ENERGI (BBE), BUKIT RAYA


TENGGARONG, KUTAI KARTANEGARA,
KALIMANTAN TIMUR

Dhandi Maulana Yudhistira


NPM. 1706975463
Ervina Yustika Ningrum
NPM. 1706046722

PROGRAM SARJANA GEOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA & ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
2019
ABSTRAK

PT Bukit Baiduri Energi adalah salah satu daftar perusahaan penambang batubara di
Indonesia yang terdaftar dalam Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia. PT tersebut telah
meninggalkan lubang bekas tambang yang menyerupai danau sejak tahun 2003. Berlokasi
184 meter dari pemukiman, lubang tambang ini tidak diberi tanda peringatan maupun
larangan untuk beraktivitas di sekitar lubang tersebut yang menjadi isu lingkungan akibat
kegiatan pertambangan.
Pada akhir tahun 2018, jumlah korban meninggal akibat tragedi lubang tambang di
Kalimantan Timur telah mencapai korbannya yang ke-31. Menteri Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia dan Gubernur Kalimantan Timur mendesak
Presiden Republik Indonesia untuk mencabut izin pertambangan PT Bukit Baiduri Energi.
Selain itu, melepas Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Kalimantan
Timur yang tidak mengambil langkah serius, mengusut kasus tindak pidana lingkungan hidup
sesuai dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup pasal 97 s.d. pasal 112, menyatakan kondisi darurat lubang tambang,
memimpin segera upaya pencegahan, penegakan hukum, dan memimpin upaya pencegahan,
penegakan hukum, dan evaluasi tambang. Serta, mendesak Bupati Kutai Kartanegara untuk
tidak diam dan ikut mengambil bagian sebagai bentuk tanggung jawab atas tragedi tersebut.
Rehabilitasi lokasi tambang harus dirancang untuk memenuhi tiga tujuan utama yaitu
stabilitas jangka panjang dan keberlanjutan bentuk lahan, tanah dan hidrologi dari situs,
perbaikan sebagian atau seluruh kapasitas ekosistem untuk menyediakan habitat bagi biota
dan layanan bagi manusia (WA EPA, 2006 dalam Australian Government, 2016), dan
pencegahan pencemaran lingkungan sekitar.

Kata kunci: ​lubang tambang, pencegahan, evaluasi tambang, rehabilitasi, stabilitas, situs &
perbaikan.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
PT Bukit Baiduri Energi (BBE) adalah perusahaan tambang batubara di Kalimantan
Timur dengan luas wilayah kuasa penambangan 4.081 hektar. Jaringan Advokasi
Tambang (JATAM) Kalimantan Timur telah menyuarakan fakta bahwa PT BBE telah
melanggar dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sejak tahun
2011. Terdapat lubang tambang ilegal yang berada pada wilayah kerja PT BBE di Desa
Bukit Raya, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara. Sejak 2011
hingga akhir 2018, sudah terdapat 31 orang meninggal di lubang tambang tersebut.
Penyebab terdapat banyaknya korban dikarenakan lubang tambang yang tidak ditutup,
tidak diawasi, dan tidak ada pengamanan ekstra dari pihak yang bertanggung jawab, yaitu
PT BBE. Lubang tambang tersebut selama ini telah terpaksa digunakan warga sebagai
bendungan untuk mengairi pengairan warga sekitar. Pada lokasi lubang tambang tidak
ditemukan rambu-rambu peringatan dan larangan untuk beraktivitas di sekitar lubang
tambang (Jaringan Advokasi Tambang, 2019).
Pembiaran lubang bekas tambang merupakan bentuk pelanggaran hukum,
disebutkan dalam PP No. 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang di mana
pemegang IUP dan IUPK setelah melaksanakan operasi produksi wajib melakukan
reklamasi paling lambat terhitung 30 hari.
Dari hasil permasalahan ini, timbul ketertarikan terhadap isu stabilisasi site dan
rehabilitasi. Di mana, hal ini sesuai dengan salah satu ruang lingkup isu kegiatan
pertambangan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil penjelasan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana ruang lingkup kegiatan pertambangan yang menyangkut isu
lingkungan PT BBE? Serta, fungsi pemerintah sebagai ​stakeholder dalam
pertambangan?
2. Apa aspek lingkungan dalam AMDAL bidang pertambangan?
3. Apa pentingnya rehabilitasi dalam bidang pertambangan?
4. Bagaimana perencanaan rehabilitasi dalam bidang pertambangan?
5. Apa implementasi dari rehabilitasi dalam bidang pertambangan?
6. Bagaimana performansi pemantauan rehabilitasi dalam bidang pertambangan?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memenuhi nilai tugas mata
kuliah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Lalu, tujuan khusus dari
penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengevaluasi terhadap isu lingkungan
berupa stabilisasi ​site ​dan rehabilitasi mengenai AMDAL PT Bukit Baiduri Energi.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat dilakukan penelitian mengenai stabilisasi ​site d​ an rehabilitasi mengenai
AMDAL PT Bukit Baiduri Energi,
1. mengetahui ruang lingkup kegiatan pertambangan yang menyangkut isu
lingkungan PT BBE;
2. mengetahui aspek lingkungan dalam AMDAL;
3. mengetahui pentingnya rehabilitasi dalam bidang pertambangan;
4. mengetahui perencanaan rehabilitasi dalam bidang pertambangan;
5. mengetahui implementasi dan rehabilitasi dalam bidang pertambangan.

E. Sistematika Penulisan
Laporan ini tersusun atas empat bab ​i.e. ​Pendahuluan, Metode Penelitian, Hasil
Penelitian, dan Kesimpulan. Di mana, dalam mengumpulkan informasi yang ada,
penulis mencari sumber-sumber yang kredibel dan dapat dibenarkan informasinya.
BAB II
METODE PENELITIAN

Dalam menyusun laporan penelitian yang berjudul Isu Stabilisasi Site dan Rehabilitasi
PT Bukit Baiduri Energi (BBE) yang berlokasi di Bukit Raya Tenggarong, Kutai
Kartanegara, Kalimantan Timur, digunakan metode kualitatif. Dimana, metode ini
menggunakan sumber literatur yang ada ​e.g. ​buku, jurnal, dan ​report​. Sehingga, dengan
adanya sumber literatur tersebut dapat berkontribusi dalam keabsahan laporan penelitian ini.
BAB III
HASIL PENELITIAN

A. Aspek Lingkungan dalam AMDAL Bidang Pertambangan


Pada prinsipnya, kawasan atau sumber daya alam yang dipengaruhi oleh
kegiatan pertambangan harus dikembalikan kepada kondisi yang aman dan produktif
melalui rehabilitasi. Kondisi akhir rehabilitasi adalah dapat diarahkan untuk mencapai
kondisi seperti sebelum ditambang atau kondisi lain yang telah disepakati. Namun,
uraian tersebut tidak menyarankan agar kegiatan rehabilitasi dilakukan setelah
tambang selesai. Melainkan, reklamasi seharusnya merupakan kegiatan yang terus
menerus dan berlanjut sepanjang umur pertambangan.
Tujuan jangka pendek rehabilitasi adalah membentuk bentang alam yang
stabil terhadap erosi. Selain itu, rehabilitasi juga bertujuan untuk mengembalikan
lokasi tambang ke kondisi yang memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan
produktif. Bentuk lahan produktif yang akan dicapai menyesuaikan dengan tata guna
lahan pascatambang. Penentuan tata guna lahan pascatambang bergantung kepada
berbagai faktor, antara lain potensi ekologis lokasi tambang dan keinginan masyarakat
serta pemerintah. Bekas lokasi tambang yang telah direhabilitasi harus dipertahankan
agar tetap terintegrasi dengan ekosistem bentang alam sekitarnya (Pusat
Pengembangan dan Penerapan AMDAL BAPEDAL, 2001).
Teknik rehabilitasi meliputi regarding,​ ​reconturing,​ dan penanaman kembali
permukaan tanah yang terdegradasi, penampungan dan pengelolaan racun dan air
asam tambang dengan menggunakan penghalang fisik maupun tumbuhan untuk
mencegah erosi atau terbentuknya AAT.
Isu-isu yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan rencana reklamasi
meliputi,
1. Stabilitas jangka panjang, penampungan tailing, kestabilan lereng dan
permukaan timbunan;
2. Keamanan tambang terbuka, longsoran, pengelolaan B3 dan bahaya radiasi;
3. Karakteristik fisik kandungan bahan nutrien dan sifat beracun tailing atau
limbah batuan yang dapat berpengaruh terhadap kegiatan revegetasi;
4. Potensi terjadinya AAT dari bukaan tambang yang terlantar, pengelolaan
tailing dan timbunan limbah batuan (sebagai akibat oksidasi sulfida yang
terdapat dalam bijih atau limbah batuan);
5. Potensi timbulnya gas metan dan emisinya dari tambang batubara;
6. Biaya untuk rehabilitasi selama kegiatan pertambangan dan pascatambang.

​ an ​Restoration)
B. Terminologi R4 ​(Remediation, Reclamation, Rehabilitation, d

Diagram Alir Penentuan R4 berdasarkan Target dan Titik Akhir


(Limaa, Mitchella, O’Connella, Verhoevenb, & Cappellena, 2016)

1. Remediasi ​(Target → Tanah)


Tindakan fisika, kimia, atau biologi untuk menghilangkan kontaminan dengan
tujuan mengurangi dan mengelola risiko bagi manusia yang ditimbulkan oleh
situs yang terkontaminasi (Beames et al​., 2014 dalam Limaa, Mitchella,
O’Connella, Verhoevenb, & Cappellena, 2016). Remediasi mencakup
tindakan rehabilitasi yang ditujukan khusus untuk mengobati atau
menghilangkan polusi atau kontaminasi (Limaa, Mitchella, O’Connella,
Verhoevenb, & Cappellena, 2016)
2. Reklamasi ​(Target → ​Land d​ an Site)
Stabilisasi geoteknik tanah melalui serangkaian operasi terpadu (Saperstein,
1990; Adriano ​et al.,​ 2004 dalam Limaa, Mitchella, O’Connella, Verhoevenb,
& Cappellena, 2016), berimplikasi sebagai langkah terakhir di mana
repopulasi terjadi dengan spesies asli atau yang terkait lainnya (Wali, 1996
dalam Limaa, Mitchella, O’Connella, Verhoevenb, & Cappellena, 2016).
3. Rehabilitasi ​(Target → ​Land ​dan Site)
Istilah luas manajerial yang mengukur biaya dan manfaat dari
mempertahankan kualitas lingkungan dan mengoptimalkan kapasitas
pengelolaan lahan lokal (Haigh, 2007 dalam Limaa, Mitchella, O’Connella,
Verhoevenb, & Cappellena, 2016). Namun, bagian rehabilitasi adalah restorasi
yang berfokus pada ekosistem historis atau ekosistem yang sudah ada
sebelumnya sebagai model atau referensi (Kelompok Kerja Ilmu Pengetahuan
dan Kebijakan Internasional Restorasi Ekologi, 2004 dalam Limaa, Mitchella,
O’Connella, Verhoevenb, & Cappellena, 2016).
4. Restorasi ​(Target → Ekologi atau Ekosistem)
Bertujuan untuk menggambarkan tindakan membantu pemulihan suatu
ekosistem ke titik di mana arus barang alami dan penyediaan nilai-nilai
budaya dipulihkan (Box, 1974; Clewell dan Aronson, 2008 dalam Limaa,
Mitchella, O’Connella, Verhoevenb, & Cappellena, 2016). Hal ini
didefinisikan secara longgar untuk mencakup berbagai macam praktik
(Kelompok Kerja Ilmu Pengetahuan dan Kebijakan Internasional Restorasi
Ekologi, 2004 dalam Limaa, Mitchella, O’Connella, Verhoevenb, &
Cappellena, 2016).

C. Pentingnya Rehabilitasi Pertambangan


Rehabilitation comprises the design and construction of landforms as well as the
establishment of sustainable ecosystems or alternative vegetation, depending upon
desired post-operational land use (​ Australian Government, 2016)​.
Rehabilitasi lokasi tambang harus dirancang untuk memenuhi tiga tujuan
utama,
1. stabilitas jangka panjang dan keberlanjutan bentuklahan, tanah dan hidrologi
dari situs;
2. perbaikan sebagian atau seluruh kapasitas ekosistem untuk menyediakan
habitat bagi biota dan layanan bagi manusia (WA EPA, 2006 dalam Australian
Government, 2016);
3. pencegahan pencemaran lingkungan sekitar.
Dalam kasus bisnis, rehabilitasi memiliki beberapa faktor untuk lokasi
tambangnya. Untuk mendapatkan izin, perusahaan dituntut untuk menunjukkan
komitmen mereka terhadap pengelolaan penggunaan lahan. Rehabilitasi selalu
menjadi indikator kinerja utama. Kecenderungan regulasi sedemikian rupa sehingga
mencapai rehabilitasi praktik kerja unggulan akan, dalam jangka pendek hingga
menengah, menjadi keunggulan kompetitif dalam jangka panjang. Hal-hal ini akan
menjadi kualifikasi minimum untuk mendapatkan izin. Kegagalan untuk menunjukkan
komitmen yang kuat untuk pengelolaan penggunaan lahan, khususnya rehabilitasi
yang berhasil, dapat menyebabkan keterlambatan persetujuan dan, dalam kasus
terburuk, kehilangan total peluang pembangunan (Australian Government, 2016).

Rehabilitasi Progresif dalam Kasus Bisnis (Australian Government, 2016)

D. Suksesi Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah proses yang mahal, dan peluang untuk mengulangi pekerjaan
rehabilitasi yang gagal seringkali terbatas. Oleh karena itu, penting bahwa pekerjaan
secara konsisten mencapai hasil yang dapat diterima.
Tahapan-Tahapan Perencanaan Rehabilitasi dan Implementasi
(Australian Government, 2016)
Dalam rehabilitasi lokasi tambang, kriteria keberhasilan didefinisikan sebagai
standar kinerja kualitatif atau kuantitatif yang digunakan untuk mengukur
keberhasilan atau tindakan rehabilitasi yang diperlukan untuk penutupan lokasi dan
pelepasan sewa pertambangan (WA EPA, 2006 dalam Australian Government, 2016)

Hubungan antara Seting Tujuan Rehabilitasi, Kriteria Sukses, dan Indikator


Performansi (Australian Government, 2016)
Keterlibatan yang efektif dan tepat waktu dengan para pemangku kepentingan
merupakan aspek penting dari manajemen rehabilitasi praktik kerja unggulan. Dalam
konteks ini, para pemangku kepentingan adalah mereka yang memiliki kepentingan
atau kepedulian yang dapat dibenarkan tentang proyek dan dampaknya (positif atau
negatif) pada penggunaan lahan pasca-penambangan. Mereka bukan kelompok yang
homogen. Dalam beberapa situasi, jumlah dan ragam pemangku kepentingan yang
mungkin perlu dikonsultasikan oleh operasi mengenai rehabilitasi tampaknya
menakutkan. Kedekatan geografis mereka dengan operasi belum tentu merupakan
indikator yang baik tentang pentingnya mereka, sehingga langkah pertama dalam
keterlibatan adalah memetakan para pemangku kepentingan yang berpotensi relevan
(Australian Government, 2016).
Keterlibatan pemangku kepentingan dalam tujuan rehabilitasi adalah aspek
penting dari penetapan tujuan. Sangat penting untuk menyelaraskan harapan mereka
dengan realitas rehabilitasi sebaik mungkin. Banyak contoh baru-baru ini tentang
proyek penambangan yang menimbulkan biaya dan keterlambatan dalam rehabilitasi
dan pelepasan dapat ditelusuri pada keterlibatan pemangku kepentingan yang buruk
sebagai hasil dari manajemen risiko perusahaan (Australian Government, 2016).

E. Perencanaan Rehabilitasi dalam Bidang Pertambangan ​(Australian Government,


2016)
1. Garis Dasar Rehabilitasi dan Lingkungan
Penilaian rona awal yang memadai dan akurat tentang lingkungan setempat
merupakan titik awal yang penting untuk program rehabilitasi lokasi ranjau
praktik kerja unggulan, sehingga penting untuk mulai menilai rona rehabilitasi
dan rona lingkungan sedini mungkin dalam pengembangan proyek.
Data dasar kritis harus mencakup,
a. untuk iklim, curah hujan harian rata-rata jangka panjang, intensitas
curah hujan, suhu dan penguapan;
b. untuk tanah, pH, salinitas, kation yang dapat ditukar, kedalaman tanah,
kapasitas tanaman penahanan air yang tersedia, nutrisi tanah, profil
karbon organik, keseimbangan air tahunan dan erodibilitas;
c. untuk vegetasi dan ekosistem, spesies, kelompok fungsional, kanopi
dan tutup kontak, dan kedalaman rooting;
d. keberadaan dan populasi fauna.
2. Karakterisasi material
Sifat-sifat bahan yang digali dan ditempatkan dalam bentuk lahan limbah
sangat penting dan secara dramatis dapat memengaruhi biaya dan keberhasilan
rehabilitasi. Karakterisasi lapisan tanah atas dan tanah penutup harus dimulai
pada tahap eksplorasi dan berlanjut melalui tahap pra-kelayakan dan
kelayakan sebagai dasar untuk perencanaan tambang. Informasi semacam itu
bahkan dapat menentukan apakah penggalian dilakukan secara terbuka atau di
bawah tanah. Karakterisasi awal bahan dapat memungkinkan perencanaan
untuk menghindari risiko yang signifikan dan memanfaatkan sebaik mungkin
bahan yang mungkin diinginkan untuk infrastruktur dan rehabilitasi lokasi.
3. Desain Bentuk Lahan
a. Pengaturan waktu
Untuk meminimalkan biaya pembentukan bentuk lahan final (dan
kemungkinan penanganan berganda), sangat penting untuk
menyiapkan desain bentuk lahan sedini mungkin dalam kehidupan
proyek. Oleh karena itu, sama pentingnya bahwa tujuan rehabilitasi
untuk penggunaan lahan akhir, stabilitas dan pengelolaan jangka
panjang dibahas dan disepakati dengan para regulator dan pemangku
kepentingan utama masyarakat sedini mungkin dalam kehidupan
tambang. Desain bentuk lahan yang terperinci dan konstruksinya tidak
dapat dilakukan (dan penghematan yang signifikan tercapai) sampai
tujuan tersebut ditetapkan. Semakin besar keterlambatan dalam
perencanaan seperti itu, semakin sedikit penghematan yang dapat
dicapai.
b. Strategi desain
Secara umum, tujuan rehabilitasi tambang adalah untuk akhirnya
mencapai penutupan, penandatanganan, dan pelepasan tanggung jawab
penambang untuk area yang ditambang. Untuk beberapa penggunaan
lahan pasca-penambangan, seperti penggembalaan, pengelolaan lokasi
berkelanjutan mungkin diperlukan, tetapi penggunaan lainnya mungkin
tidak memerlukannya. Oleh karena itu, desain praktik kerja unggulan
sering berupaya untuk menghindari ketergantungan jangka panjang
pada struktur yang direkayasa sebanyak mungkin.
c. Risiko
Terlepas dari saran bahwa bentuk lahan ranjau yang direkonstruksi
harus, sedapat mungkin, meniru bentuk lahan alami di dalam wilayah
operasi, harus dipahami bahwa sebagian besar bentuk lahan limbah
pada dasarnya adalah gundukan besar bahan yang tidak dikonsolidasi
yang mungkin — dalam sifatnya — memiliki sedikit, jika ada,
hubungan ke batu dan bahan lapuk yang membentuk bentang alam
alami di dekatnya. Juga, tidak seperti pada lereng alami, adakah
potensi untuk setiap sayatan yang terjadi dibatasi oleh batuan dasar.
Akibatnya, meniru bentang alam alami tanpa pertimbangan sifat
material memiliki probabilitas kegagalan yang sangat tinggi, terutama
di mana risiko erosi tinggi. Untuk bentuklahan limbah, risiko
kegagalan dapat sangat bervariasi, dan yang harus memengaruhi proses
desain dan upaya yang diterapkan.
d. Penempatan bentang alam
Bentuk lahan yang dibangun perlu ditempatkan agar tidak mengganggu
fitur lanskap penting dan potensi cadangan bijih di masa mendatang.
Pertimbangan harus diberikan pada jalur aliran darat yang ada di lokasi
untuk memastikan bahwa bentuk lahan tidak mengalihkan atau
menghalangi aliran air yang berharga. Dampak pada pergerakan fauna
dan akses ke titik-titik air juga harus dihindari.
e. Minimalisasi jejak
Area tanah yang terganggu oleh konstruksi bentuk lahan (jejak) harus
diminimalisir jika memungkinkan.

F. Implementasi dan Rehabilitasi dalam Bidang Pertambangan ​(Australian


Government, 2016)
1. Konstruksi bentuk lahan
Konstruksi bentukan lahan rehabilitasi sangat bervariasi, seringkali sebagian
besar ditentukan oleh metode penggalian. Sebagai contoh, tumpukan tiang
tarik ​dragline menawarkan sedikit pilihan untuk penempatan selektif,
sedangkan operasi truk atau sekop memungkinkan penempatan selektif untuk
merangkum bahan-bahan bermasalah atau untuk memastikan bahwa material
yang lebih stabil ditempatkan di bagian luar bentang alam.
2. Pemilihan spesies
Pemilihan spesies tanaman yang akan digunakan di daerah rehabilitasi
dipengaruhi oleh tujuan rehabilitasi, kriteria keberhasilan dan penggunaan
lahan yang dimaksud. Dalam beberapa kasus, bentuk dan spesies vegetasi
tertentu mungkin diperlukan untuk mencapai fungsi ekosistem tertentu, seperti
tingkat kritis tutupan kontak permukaan, siklus nutrisi atau fiksasi, dan
dampak pada infiltrasi dan drainase yang dalam. Spesies yang berbeda
mungkin diperlukan untuk domain yang berbeda di situs. Aspek fisik, kimia
dan biologi dari media pertumbuhan juga harus dipertimbangkan, terutama
ketika telah ada modifikasi signifikan terhadap kondisi media karena
penggunaan lahan sebelumnya, untuk penimbunan atau pengaruh
penambangan atau pengolahan.
3. Pembentukan media pertumbuhan tanaman
Media pertumbuhan yang ditempatkan di area yang akan direhabilitasi harus
mampu mendukung tutupan vegetatif yang berkelanjutan, yaitu:
a. memiliki kapasitas infiltrasi yang memadai;
b. memiliki kapasitas air yang memadai;
c. memiliki aerasi yang memadai;
d. memberikan kedalaman rooting yang memadai, tidak dibatasi oleh
impedansi mekanik atau oleh kondisi lapisan tanah yang tidak
bersahabat;
e. mampu memasok nutrisi tanaman yang memadai;
f. bebas dari salinitas, keasaman, dan alkalinitas yang berlebihan;
g. menyediakan asosiasi mikroba yang diperlukan untuk pertumbuhan
tanaman.
4. Perbaikan fisik
Daerah yang direhabilitasi harus robek untuk menghilangkan pemadatan dari
alat berat, mendorong infiltrasi air (kecuali dalam kasus di mana ada alasan
khusus untuk mencegah infiltrasi, seperti disebutkan di atas) dan mencegah
erosi
5. Perbaikan kimia
Kekhawatiran umum dengan sifat kimia dari tanah penutup dan tanah penutup
meliputi pH, sodisitas, salinitas dan kesuburan yang rendah.
6. Perbaikan biologis
Bentuk perbaikan biologis yang paling signifikan di area pertambangan yang
direhabilitasi adalah pembentukan vegetasi. Vegetasi harus disesuaikan
dengan tujuan rehabilitasi dan penggunaan lahan yang dimaksudkan.
7. Rekolonisasi fauna
Hewan biasanya akan menjajah daerah yang direhabilitasi jika komposisi dan
struktur vegetasi yang direhabilitasi mirip dengan daerah sekitarnya.
Pengalaman menunjukkan bahwa beberapa komponen kunci dari persyaratan
habitat spesies fauna mungkin tidak ada di daerah rehabilitasi selama beberapa
dekade.
8. Manajemen rehabilitasi
Tujuan dari manajemen rehabilitasi adalah agar daerah yang direhabilitasi
dapat mandiri dan tangguh dan tidak memerlukan upaya pengelolaan lebih
banyak daripada daerah sekitarnya yang tidak terganggu. Masalah manajemen
rehabilitasi utama adalah kebakaran, gulma, binatang liar, erosi, penyakit
tanaman dan siklus hara. Kriteria keberhasilan mensyaratkan bahwa masalah
ini telah diatasi sebelum pelepasan sewa dapat dipertimbangkan.

G. Performansi Pemantauan Rehabilitasi dalam Bidang Pertambangan ​(Australian


Government, 2016)
1. Pemantauan
Pemantauan adalah pengumpulan, analisis, dan interpretasi informasi untuk
penilaian kemajuan dan penyelesaian rehabilitasi. Pemantauan yang biasa
digunakan dalam konteks rehabilitasi meliputi pemantauan kadar dan kualitas
air; stabilitas dan erosi permukaan tanah; hidrologi timbunan batuan sisa dan
kolam tailing; kualitas udara dan emisi gas; pengembangan vegetasi;
kolonisasi oleh fauna; dan sejauh mana tujuan rehabilitasi dan penggunaan
lahan terpenuhi
2. Apa yang membuat program pemantauan yang baik
Pemantauan yang efektif membutuhkan komitmen untuk membuat
pengukuran yang sistematis dan andal yang memadai, komprehensif dan
cukup tepat untuk mendeteksi perubahan kondisi akibat upaya rehabilitasi,
berbeda dari yang disebabkan oleh variasi lingkungan alami, diikuti dengan
tindakan manajemen yang tepat jika perlu. Ini hanya dapat dicapai jika
program pemantauan dirancang dengan cermat dan dirancang dengan ketat.
3. Peran situs referensi atau analog
Penambangan sering menyebabkan perubahan besar pada hidrologi (air
permukaan dan air tanah), topografi, dan geologi suatu daerah. Selain itu,
variabilitas dalam penanganan tanah lapisan atas, operasi penyemaian, tingkat
pengelolaan awal dan kondisi lokasi lainnya membuatnya sulit untuk
memprediksi bagaimana rehabilitasi akan maju, terutama di tahun-tahun awal.
Oleh karena itu, situs referensi harus digunakan untuk panduan awal dan
bukan sebagai target awal.
4. Indikator kinerja
Pengujian hasil rehabilitasi terhadap target tertentu atau kriteria keberhasilan
biasanya diperlukan untuk memantau dan melaporkan proyek rehabilitasi
tambang. Kriteria digunakan untuk menunjukkan kemajuan dan akhirnya
keberhasilan proses manajemen biofisik. Jumlah indikator pemantauan yang
mungkin sangat besar, tetapi setiap pemilihan harus sesuai dengan lokasi dan
relevan dengan tujuan rehabilitasi yang ditentang. Setiap indikator harus
dibenarkan karena relevansinya dengan pedoman, praktik kerja unggulan
industri, persyaratan persetujuan proyek, teori ekologi dan sumber informasi
serupa lainnya. Secara umum, indikator yang dipilih haruslah indikator yang
diketahui atau diharapkan paling membatasi stabilitas bentuk lahan,
pembentukan vegetasi, pengembangan, dan keberlanjutan yang berhasil.
5. Teknik pemantauan
Sejumlah besar metodologi dan alat pemantauan tersedia untuk personel
lingkungan di lokasi tambang dan kontraktor mereka. Praktisi perlu
menentukan bagaimana pemantauan akan menginformasikan kemajuan
rehabilitasi, teknik apa yang paling hemat biaya yang cocok dengan kondisi
lokasi spesifik mereka dan di mana kekurangan dalam teknik pemantauan ada.
Tanpa bukti kuat menggunakan data kuantitatif, sulit bagi regulator untuk
menyetujui penutupan tambang dan pelepasan sewa.
6. Pelaporan
Pelaporan hasil pemantauan kepada regulator dan pemangku kepentingan
lainnya secara tahunan atau reguler lainnya dapat menjadi bagian dari
persyaratan kepatuhan, tergantung pada persetujuan awal tambang. Pelaporan
rehabilitasi harus bersifat progresif sepanjang umur tambang untuk
memungkinkan umpan balik teratur, daripada terjadi ketika pendekatan
tanda-tanda terakhir mendekati. Pelaporan berkala membangun kepercayaan
pada pendekatan dan teknik yang diterapkan untuk perusahaan, regulator dan
pemangku kepentingan eksternal. Ini juga dapat mengidentifikasi kesenjangan
dalam informasi, menyoroti masalah yang memerlukan perbaikan dan
mengurangi kemungkinan gagal memenuhi kriteria penutupan.
7. Uji coba penelitian dan rehabilitasi
Ilmu rehabilitasi dan restorasi masih mengembangkan bidang, dan ada
beberapa akun penelitian ekologi jangka panjang (20+ tahun) dan pengelolaan
lanskap yang direhabilitasi, terkecuali situs penambangan bauksit di Australia
Barat dan Wilayah Utara. Penting bahwa industri dan pemerintah terus
membina dan mendorong universitas, badan penelitian lain dan praktisi
rehabilitasi untuk memasukkan penelitian lebih lanjut ke dalam praktik
rehabilitasi terkemuka yang aktif dan adaptif
BAB IV
KESIMPULAN

PT Bukit Baiduri Energi adalah salah satu daftar perusahaan penambang batubara di
Indonesia yang terdaftar dalam Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia. PT tersebut telah
meninggalkan lubang bekas tambang yang menyerupai danau sejak tahun 2003. Berlokasi
184 meter dari pemukiman, lubang tambang ini tidak diberi tanda peringatan maupun
larangan untuk beraktivitas di sekitar lubang tersebut yang menjadi isu lingkungan akibat
kegiatan pertambangan.
Pada prinsipnya, kawasan atau sumber daya alam yang dipengaruhi oleh kegiatan
pertambangan harus dikembalikan kepada kondisi yang aman dan produktif melalui
rehabilitasi. Kondisi akhir rehabilitasi adalah dapat diarahkan untuk mencapai kondisi seperti
sebelum ditambang atau kondisi lain yang telah disepakati.Tujuan jangka pendek rehabilitasi
adalah membentuk bentang alam yang stabil terhadap erosi. Selain itu, rehabilitasi juga
bertujuan untuk mengembalikan lokasi tambang ke kondisi yang memungkinkan untuk
digunakan sebagai lahan produktif.
Pentingnya rehabilitasi adalah desain dan konstruksi bentukan lahan serta
pembentukan ekosistem berkelanjutan atau vegetasi alternatif, tergantung pada penggunaan
lahan pasca-operasi yang diinginkan. Di mana, Rehabilitasi merupakan proses yang mahal,
dan peluang untuk mengulangi pekerjaan rehabilitasi yang gagal seringkali terbatas. Oleh
karena itu, penting bahwa pekerjaan secara konsisten mencapai hasil yang dapat diterima
(Australian Government, 2016).
Hal ini merupakan gabungan daripada suksesi rehabilitasi, perencanaan rehabilitasi,
implementasi rehabilitasi, dan pemantauan performansi rehabilitasi
DAFTAR PUSTAKA

Australian Government. (2016). ​Mine Rehabilitation: Leading Practice Sustainable


Development Program for the Mining Industry.​ New South Wales.
Jaringan Advokasi Tambang. (2019, February 26). ​Presiden Bertindaklah, Cegah Korban
Berguguran, Cabut Izin BBE dan Evaluasi Tambang Se-Kaltim​. Diambil dari Jatam:
https://www.jatam.org/2016/03/24/presiden-bertindaklah-cegah-korban-berguguran-c
abut-izin-bbe-dan-evaluasi-tambang-se-kaltim/
Pusat Pengembangan dan Penerapan AMDAL BAPEDAL. (2001). ​Aspek Lingkungan dalam
AMDAL Bidang Pertambangan.​ Jakarta: BAPEDAL.
Sapos. (2018, November 8). ​DPRD MInta PT BBE Jangan Berkelit.​ Retrieved from Pro
Samarinda:
https://samarinda.prokal.co/read/news/14775-dprd-minta-pt-bbe-jangan-berkelit.html
Suliastini, R. (2016). ​Polisi Panggil Manajemen PT BBE Terkait Insiden Kolam Tambang​.
Retrieved from tirto.id:
https://tirto.id/polisi-panggil-manajemen-pt-bbe-terkait-insiden-kolam-tambang-uBN
Um. (2018, November 21). ​Kenapa Ini? Gubernur Panggil Direktur BBE.​ Retrieved from
Metro Samarinda:
https://bontang.prokal.co/read/news/22782-gubernur-panggil-direktur-bbe.html
Limaa, A. T., Mitchella, K., O’Connella, D. W., Verhoeven, J., & Cappellena, P. V. (2016).
The Legacy of Surface Mining: Remediation, Restoration, Reclamation and
Rehabilitation. ​Environmental Science & Policy,​ 227-233.

Anda mungkin juga menyukai