Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

UJI DIFUSI

Dosen Pembimbing : Hanifa Rahma, M.Si., Apt

Disusun oleh Kelompok 1 :

1. Muhammad Ghalib P. P17335116002


2. Sadat Rizki Sultan M. P17335116004
3. Widya Shopihatul Ghaida P17335116006
4. Rizqia Anggianawati P17335116012
5. Stefany Nadya Maharanie P17335116014
6. Fitriyanti Dwi Rahayu P17335116016
7. Ana Kania P17335116018
8. Desti Retno Palupi P17335116020
9. Atim Inayah P17335116022
10. Syalfana Fitria N. P17335116024

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG

PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA III

PROGRAM STUDI FARMASI

2017
I. TUJUAN

a. Menjelaskan pengertian difusi dan menentukan kecepatan difusi suatu zat melalui
suatu penghalang (membran).

b. Menggunakan sel difusi sederhana untuk melakukan uji difusi.

II. DASAR TEORI

Difusi bebas atau transpor pasif suatu zat melalui cairan zat padat atau melalui
membran adalah suatu proses yang sangat penting dalam ilmu farmasi. Difusi
didefinisikan sebagai suatu proses perpindahan massa molekul suatu zat yang dibawa oleh
gerakan molekuler secara acak dan berhubungan dengan adanya perbedaan konsentrasi
aliran molekul melalui suatu batas.(Martin,2006)

Difusi masa – tunak

Hukum fick pertama. Sejumlah M benda yang mengalir melalui satu satuan
penampang melintang, S, dari suatu pembatas dalam satu satuan waktu t dikenal sebagai
aliran dengan simbol, J.

𝑑𝑀
𝐽=
𝑠. 𝑑𝑡

Sebaliknya aliran berbanding lurus dengan perbedaan konsentrasi,/𝑑𝑥 :

𝑑𝐶
−𝐽 = −𝐷
𝑑𝑥

Tanda negatif pada persamaan menggambarkan bahwa proses difusi terjadi dalam
arah yang berlawanan dengan kenaikan konsentrasi, yang mana D diketahui sebagai
koefisien difusi (satuan = cm2/det). Koefisien difusi adalah ukuran laju permeabilitas dari
molekul melintasi suatu area. Jadi, difusi terjadi dalam arah penurunan konsentrasi
difusan. Difusi akan berhenti jika tidak terdapat lagi gradien konsentrasi. (Martin, 2006)

Hukum fick kedua. Seseorang sering ingin menguji kecepatan perubahan konsentrasi
difusan pada suatu titik dalam suatu sistem dengan hukum kedua :

𝑑𝐶 𝑑2𝐶
=𝐷
𝑑𝑡 𝑑𝑥 2
Dimana D adalah koefisien difusi dari penetran (disebut juga difusan) dalam
cm2/detik. C adalah konsentrasinya dalam gram/cm3, dan x jarak dalam cm dari
pergerakan tegak lurus terhadap permukaan batas tersebut. Konstanta difusi D atau sering
disebut difusivitas, tidak selamanya konstan, karena konstanta tersebut bisa berubah
harganya pada konsentrasi yang lebih tinggi. Harga D juga dipengaruhi oleh temperatur,
tekanan, sifat pelarut, dan sifat kimia dari difusan. Oleh karena itu, D lebih tepat dikatakan
sebagai suatu koefisien difusi daripada sebagai suatu konstanta.

Keadaan yang penting dalam difusi adalah keadaan masa-tunak (steady state). Hukum
fick pertama memberikan aliran (laju difusi melalui satuan luas) dalam aliran pada
keadaan tunak. Difusivitas bergantung pada tahanan/hambatan terhadap jalannya molekul
yang berdifusi. Molekul gas berdifusi dengan cepat melalui udara dan melalui gas lainnya.
Difusivitas dalam cairan lebih kecil dan dalam padatan lebih kecil lagi. Keseimbangan
kelarutan dari obat sebagai zat terlarut dibutuhkan dalam mempelajari difusi.(Martin,2006)

Spektrofotometri merupakan salah satu cabang analisis instrumental yang


mempelajari interaksi antara atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Interaksi
antara atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik dapat berupa hamburan
(scattering), absorpsi (absorption), dan emisi (emission). Interaksi antara radiasi
elektromagnetik dengan atom atau molekul yang berupa absorbs melahirkan
spektrofotometri absorpsi antara lain spektofotometri ultraviolet (UV), spektrofotometri
sinar tampak (VIS), dan spektrofotometri infra merah (IR).

Prinsip dari spektrofotometri adalah elektron-elektron pada ikatan di dalam molekul


menjadi tereksitasi sehingga menempati keadaan kuantum yang lebih tinggi dan dalam
proses menyerap sejumlah energi yang melewati larutan tersebut. Semakin longgar
elektron tersebut ditahan di dalam ikatan molekul, semakin panjang panjang gelombang
(energi lebih rendah) radiasi yang diserap. (Watson, 2009)

Spektrofotometri UV-Vis mengacu pada hukum Lambert-Beer. Apabila cahaya


monokromatik melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya tersebut akan diserap,
sebagian dipantulkan dan sebagian lagi akan dipancarkan. (Watson, 2009)

Penerapan Spektrofotometri UV-Vis dalam analisis farmasi adalah sebagai berikut:

- Metode yang kuat dan terandalkan untuk kuantifikasi obat-obat dalam formulasi yang
tidak ada interferensi dari eksipien.
- Penentuan nilai pKa beberapa obat.
- Penentuan koefisien partisi dalam kelarutan obat.
- Digunakan untuk menentukan pelepasan obat dari formulasi seiring waktu, misalnya
dalam uji disolusi.
- Dapat digunakan untuk memantau kinetika reaksi penguarain obat.
- Spektrum UV suatu obat sering digunakan sebagai salah satu dari sejumlah
pemeriksaan identitas pada farmakope.

Kelebihan dari Spektofotometri UV-Vis adalah sebagai berikut:

- Metode yang mudah digunakan, murah, dan terandalkan memberikan presisi yang
baik untuk melakukan pengukuran kuantitatif obat-obat dalam formulasi.
- Metode rutin untuk menentukan beberapa sifat fisikokimia obat, yang harus diketahui
untuk tujuan formulasi.
- Beberapa masalah pada metode dasar dapat dipecahkan dengan penggunaan spectrum
derivative.

Kekurangan dari Spektofotometri UV-Vis adalah sebagai berikut:

- Selektifitasnya sedang, tergantung pada klomofor masing-masing obat, misalnya


suatu obat yang diwarnai dengan klomofor yang diperpanjang lebih khas daripada
obat dengan kromofor cincin benzen sederhana.
- Tidak mudah diterapkan pada analisis campuran.

Kurva kalibrasi pada Spektrofotometri UV-Vis digunakan untuk:

- Untuk mengurangi atau menghilangkan kesalahan akibat dari galat-alat.


- Digunakan senyawa murni pada beberapa konsentrasi.
- Rentang konsentrasi melingkupi konsentrasi sampel.
- Berdasar pada persamaan regresi linier.

III. ALAT DAN BAHAN


Alat Bahan :
- Mortar dan stamper - Asam salisilat
- Labu ukur 10 ml dan 100 ml - Vaselin album
- Pot salep plastik ukuran besar - Aquadest
- Beaker glass - Etanol 96%
- Termometer - Natrium hidroksida (NaOH).
- Spektrofotometer UV-Vi,
- Pipet volume 5 ml, ball pipet
- Spatel logam
- Timbangan analitik
- Pemanas elektrik beserta magnetic stirrer
- Vial 10 ml
- Stopwatch,
- Klem, buret dan standar buret.

IV. PROSEDUR KERJA


1. Pembuatan salep asam salisilat
Asam salisilat ditimbang sebanyak 0,8 gram dan dimasukkan ke dalam mortar,
tambahkan 6 tetes etanol 96% kemudian gerus homogen sampai semua etanol
menguap. Vaselin sebanyak 19,2 gram ditambahkan sedikit demi sedikit sambil
digerus homogen.
2. Penentuan panjang gelombang maksimum asam salisilat dalam larutan NaOH 0,01 N
Asam salisilat ditimbang 10 mg, dilarutkan dengan 100 ml larutan NaOH 0,01 N di
dalam labu ukur, volume dicukupkan sampai batas ukur. Konsentrasi larutan induk
adalah 0,1 mg/ml. Larutan ini dipipet sebanyak 3 ml dan larutan NaOH 0,01 N
ditambahkan dalam labu ukur 10 ml sampai volume batas ukur, konsentrasi
didapatkan 30 µg/ ml. Panjang gelombang maksimum ditentukan menggunakan
spektrofotometer UV pada 200-400 nm.
3. Pembuatan kurva kalibrasi asam salisilat dalam larutan NaOH 0,01 N
Kurva kalibrasi dan persamaan regresi dibuat dari data sserapan larutan dengan
konsentrasi yang berbeda-beda pada panjang gelombang maksimum yang didapat
pada prosedur nomor 2. Larutan induk asam salisilat dengan konsentrasi 0,1 mg/ml
dipipet sebanyak 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 dan larutan NaOH 0,01 N ditambahkan dalam
labu ukur 10 ml sampai volume batas ukur, konsentrasi diperoleh 10, 20, 30, 40, 50,
60 dan 70 µg/ml, kemudian serapan zat diukur pada panjang gelombang
maksimumnya. Kurva dibuat dengan menghubungkan konsentrasi dengan serapan
asam salisilat dan persamaan regresi ditentukan.
4. Penyiapan sel difusi
Sel difusi terdiri dari pot salep dan membran sellulosa Whatman® sebagai membran
semi permiabel. Pada permukaan membran sellulosa Whatman® diletakkan salep
seberat 20 gram. Membran sellulosa Whatman® kemudian diikatkan dengan kuat dan
hati-hati pada pot salep untuk mencegah terbentuknya kerutan pada permukaan dan
timbulnya gelembung udara pada waktu dicelupkan ke dalam beaker glass yang berisi
larutan NaOH 0,01 N sebanyak 200 ml.
5. Uji difusi
Dengan menggunakan klem dan standar, sel difusi yang telah dipersiapkan,
dicelupkan dengan permukaan pot salep menghadap ke bawah, ke dalam beaker glass
yang berisi larutan NaOH 0,01 N sebanyak 200 ml. Jika sel difusi telah siap pada
posisinya, pengaduk magnetik dihidupkan dengan kecepatan rendah pada skala
tertentu dan suhu diatur 37˚±1˚C, kemudian pada waktu tertentu yaitu 5, 10, 15, 20,
30 dan 45 menit diambil larutan penerima sebanyak 5 ml. Setiap 5 ml larutan
penerima diambil, kemudian diganti dengan larutan NaOH 0,01 N 5 ml. Selanjutnya
serapan larutan diukur dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang
maksimum. Kadar asam salisilat terlarut ditentukan dengan menggunakan persamaan
regresi yang diperoleh dari kurva kalibrasi lalu dibuat kurva profil difusi asam salisilat
terhadap waktu.

V. HASIL PENGAMATAN DIFUSI


 STANDAR
PPM Absorbansi
10 0,364
15 0,591
20 0,741
25 0,934
30 1,150
35 1,457

Maka : a = -0,0702
b = 0,0419
y = bx + a = 0,0419x – 0,0702
Kurva Kalibrasi
1.6
1.4
1.2
1
Absorbansi

0.8
0.6
0.4
0.2
0
10 15 20 25 30 35
PPM (µg/ml)

 Asam salisilat dalam 15 gram salep :


0,8 𝑔𝑟𝑎𝑚 × 𝑔𝑟𝑎𝑚
=
20 𝑔𝑟𝑎𝑚 15 𝑔𝑟𝑎𝑚
0,8 × 15 𝑔𝑟𝑎𝑚
× gram =
20 𝑔𝑟𝑎𝑚

× gram = 0,6 gram = 600 mg

1. t = 5 menit ; absorbansi = 0,216 2. t = 10 menit ; absorbansi = 0,248


Y = 0,0419x – 0,0702 Y = 0,0419x – 0,0702
0,216 = 0,0419x – 0,0702 0,248 = 0,0419x – 0,0702
× = 6,8305 µg/ml × = 7,5942 µg/ml
C0 = 6,8305 µg/ml × 200 ml C0 = 7,5942 µg/ml × 200 ml
= 1366,1 µg = 1518,84 µg
= 1,3661 mg (dalam 200 ml) = 1,51884 mg (dalam 200 ml)
1,3661 mg 1,51884 mg
%C0 = × 100% %C0 = × 100%
600 𝑚𝑔 600 𝑚𝑔

= 0,23 % = 0,25 %
5 𝑚𝑙
FK = × 1,3661 mg Ct = 1518,84 µg + 34,1525 µg
200 𝑚𝑙
= 34,1525 × 10-3 mg = 1552,9 µg = 1,5529 mg
5 𝑚𝑙
FK = × 1,5529 mg
200 𝑚𝑙
= 38,3225 × 10-3 mg

3. t = 15 menit ; absorbansi = 0,288 4. t = 20 menit ; absorbansi = 0,304


Y = 0,0419x – 0,0702 Y = 0,0419x – 0,0702
0,288 = 0,0419x – 0,0702 0,304 = 0,0419x – 0,0702
× = 8,5489 µg/ml × = 8,9307 µg/ml
C0 = 8,5489 µg/ml × 200 ml C0 = 8,9307 µg/ml × 200 ml
= 1709,78 µg = 1786,14 µg
= 1,70978 mg (dalam 200 ml) = 1,78614 mg (dalam 200 ml)
1,70978 mg 1,78614 mg
%C0 = × 100% %C0 = × 100%
600 𝑚𝑔 600 𝑚𝑔

= 0,28 % = 0,30 %
Ct = 1709,78 µg + 38,3225 µg Ct = 1786,14 µg + 43,715 µg
= 1748,6 µg = 1829,8 µg
= 1,7486 mg = 1,8298
5 𝑚𝑙 5 𝑚𝑙
FK = × 1,7486 mg FK = × 1,8298 mg
200 𝑚𝑙 200 𝑚𝑙
= 43,715× 10-3 mg = 45,7443× 10-3 mg

Waktu Absorbansi Kadar C0 dalam 200 Faktor Koreksi Ct (µg) % Kadar


(menit) (µg/ml) ml (mg) (mg)
terdifusi
5 0,216 6,8305 1,3661 34,1525 × 10-3 - 0,23 %
10 0,248 7,5942 1,51884 38,3225 × 10-3 1552,9 0,25 %
15 0,288 8,5489 1,70978 43,715× 10-3 1748,6 0,28 %
30 0,304 8,9307 1,78614 45,7443× 10-3 1829,855 0,30 %

VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, praktikan melakukan uji difusi suatu zat yang melewati
sebuah penghalang (membran). Difusi didefinisikan sebagai proses transfer massa molekul
tunggal suatu senyawa yang terjadi karena gerakan molekul acak dikaitkan dengan gaya
dorong seperti gradient frekuensi. Difusi bebas bahan melalui cairan, padatan dan
membran merupakan suatu proses yang sangat penting dalam ilmu farmasetika. Zat
terlarut atau pelarut memiliki beberapa cara untuk dapat melewati membran fisik atau
membran biologis (Martin, 2006).
Uji difusi suatu obat dengan menggunakan klem dan standar yang merupakan
percobaan pada uji difusi terhadap suatu zat tertentu dimana dibuat suatu mekanisme kerja
layaknya difusi didalam membran sel tubuh manusia. Kemudian dihitung konsentrasi obat
yang terabsorbsi pada membran, dimana obat yang terabsorbsi seolah-olah menembus
membran sel yang ada didalam tubuh. Pada pengujian suhu diatur 370C. Hal tersebut
dilakukan agar uji sesuai dengan suhu tubuh normal manusia. Selain itu, digunakan NaOH
sebagai pelarut yang bertujuan untuk mengkondisikan cairan seperti pH tubuh normal,
yaitu sekitar 7,35 – 7,45. Pengkondisian pH dan suhu yang disesuaikan dengan pH dan
suhu tubuh manusia bertujuan untuk menghasilkan nilai pengukuran yang mendekati atau
sama dengan bila pengujian dilakukan langsung terhadap manusia. (Shargel,1988)
Dalam praktikum ini metode analisis yang digunakan adalah spektrofotometer UV-
Vis sehingga didapat nilai absorbansi dari setiap cairan yang kemudian barulah dapat
dihitung konsentrasi obat yang terlarut dalam cairan tersebut. Setiap sampel cairan pada
interval waktu tertentu yang diambil dari kompartemen reseptor harus selalu digantikan
dengan cairan yang sama sejumlah volume yang terambil. Pergantian cairan tersebut
dimaksudkan agar larutan NaOH sebagai kompartemen reseptor tetap dalam sink
condition. Dimana konsentrasi kompartemen reseptor lebih rendah daripada konsentrasi
pada kompartemen donor atau nilai konsentrasi kompartemen reseptor mendekati nol.
Membran dalam kajian formulasi dan biofarmasi merupakan suatu fase padat,
setengah padat atau cair dengan ukuran tertentu, tidak larut atau tidak tercampurkan
dengan lingkungan sekitarnya dan dipisahkan satu dengan lainnya, umumnya oleh fase
cair. Dalam biofarmasi, membran padat digunakan sebagai model pendekatan membran
biologis. Membran padat juga digunakan sebagai model untuk mempelajari kompleks atau
interaksi antara zat aktif dan bahan tambahan serta proses pelepasan dan pelarutan.
Membran difusi tiruan ini berfungsi sebagai sawar yang memisahkan sediaan dengan
cairan disekitarnya. (Aiache,1993)
Berdasarkan data percobaan, konsentrasi yang dapat menembus membran berbanding
lurus dengan waktu, dimana semakin lamanya waktu maka semakin besar jumlah ataupun
konsentrasi yang dapat menembus membran, sehingga mencapai puncak dimana
konsentrasi obat yang terabsorbsi mengalami kenaikan yang sebanding dengan konsentrasi
asam salisilat yang ada jika digambarkan dalam grafik.

VII. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan, dapat diperoleh kesimpulan :
- Pergantian cairan saat pengambilan sampel dimaksudkan kompartemen reseptor
tetap dalam sink condition.
- Semakin tinggi konsentrasi zat terlarut, absorbansinya semakin tinggi.
- Konsentrasi zat yang terabsorpsi berbanding lurus dengan waktu.
- Semakin besar perbedaan konsentrasi antara kompartemen donor dan
kompartemen reseptor, maka semakin cepat pula laju difusinya.
- Semakin tinggi suhu, semakin cepat pula laju difusinya
- Kecepatan difusi dipengaruhi oleh tingkat gradien konsentrasi dan suhu.

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Aiache, J.M. 1993. Farmasetika 2-Biofarmasi. Edisi Kedua. Paris : Lavoiser.
Shargel, Andrew. 1988. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Edisi ke-2.
Surabaya: Universitas Airlangga Press.
Sinko, Patrick J. 2006. Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika Martin. Edisi ke-5.

Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Watson, David G. 2009. Analisi Farmasi. Edisi ke-2. Jakarta : EGC.

IX. LAMPIRAN

Proses pengenceran sampel Panjang gelombang blanko


Hasil pengambilan
sampel pada menit ke-5
sampai menit ke-25
Nilai absorbansi Nilai absorbansi sampel Nilai absorbansi sampel
sampel menit 10 menit 15 menit 20

Anda mungkin juga menyukai