Anda di halaman 1dari 10

HISTOLOGI I

Oleh :
Nama : Siti Nurlatifah
NIM : B1A017066
Rombongan : B1
Kelompok :4
Asisten : Mustika Faurisa

LAPORAN PRAKTIKUM
STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN TUMBUHAN II

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN

Histologi adalah kajian mengenai jaringan. Jaringan adalah kumpulan sel-sel


yang mempunyai struktur dan fungsi yang sama serta mengadakan hubungan dan
koordinasi satu dengan yang lainya dalam mendukung pertumbuhan pada tumbuhan.
Jaringan menurut fungsinya dibedakan menjadi dua yaitu jaringan muda atau
meristem dan jaringan dewasa atau permanen. Jaringan pada tumbuhan terdiri dari
jaringan pelindung, jaringan dasar, jaringan penguat, jaringan pengangkut, dan
jaringan sekretori (Kimball,1991).
Jaringan meristem adalah kumpulan sel muda yang membelah atau bersifat
embrional. Pembentukan sel-sel baru dari permulaan diferensiasi pada tumbuhan
terjadi di jaringan meristem. Jaringan dewasa merupakan jaringan yang terbentuk
dari hasil diferensiasi sel-sel yang dihasilkan jaringan meristem, sehingga memenuhi
suatu fungsi tertentu. Sel parenkim, sel ini berdinding tipis yang mana membentuk
suatu jaringan yaitu jaringan parenkim yang merupakan jaringan dasar pembentukan
korteks dan empulur pada batang serta korteks pada akar. Jaringan dasar ini terdapat
hampir pada semua bagian jaringan tumbuhan dan juga mengisi jaringan tumbuhan
baik pada akar, batang, daun, biji dan buah (Müller et al., 2015).
Jaringan epidermis merupakan jaringan yang berfungsi menutupi permukaan
tumbuhan. Sel-sel dengan struktur khusus yang berfungsi sebagai jaringan pelindung
dengan adalah sel-sel epidermis beserta derivatnya. Jaringan pelindung berperan
untuk mencegah air, kerusakan mekanis, melindungi perubahan suhu yang ekstrim,
dan menjaga kehilangan zat-zat makan dari tumbuhan (Hidayat, 1995).

II. TUJUAN

Tujuan praktikum acara Histologi I, antara lain :


1. Mengamati derivat epidermis seperti stomata, trikoma, sel silika dan sel gabus.
2. Mengamati jaringan dasar seperti aktinenkim dan aerenkim.
III. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum acara Histologi I, diantaranya


object glass, cover glass, silet, pipet tetes, mikroskop, dan laporan sementara.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum acara Histologi I
diantaranya irisan membujur daun Rhoeo discolor (Sosongkokan), irisan
membujur daun Zea mays (Jagung), epidermis bawah daun Durio zibethinus
(Durian), irisan melintang daun Orthosiphon stamineus (Kumis kucing), irisan
membujur batang Saccharum officinarum (Tebu) dan irisan melintang tangkai
daun Canna sp. (Bunga tasbih).

B. Metode

Metode yang digunakan dalam praktikum acara Histologi I antara lain :


1. Mengamati Derivat Epidermis
a) Irisan membujur epidermis bawah daun Rhoeo discolor
(Sosongkokan) dibuat setipis mungkin dengan menggunakan silet.
Irisan diletakkan di atas object glass, ditetesi air dan ditutup dengan
cover glass, dan diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 400X.
b) Irisan membujur epidermis bawah daun Durio zibethinus (Durian)
dibuat setipis mungkin dengan menggunakan silet. Irisan diletakkan di
atas object glass, ditetesi air dan ditutup dengan cover glass, dan
diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 100X.
c) Irisan melintang daun Orthosiphon stamineus (Kumis kucing) dibuat
setipis mungkin dengan menggunakan silet. Irisan diletakkan di atas
object glass, ditetesi air dan ditutup dengan cover glass, dan diamati
dibawah mikroskop dengan perbesaran 400X.
d) Preparat awetan irisan membujur epidermis batang Saccharum
officinarum (Tebu) dan irisan membujur daun Zea mays (Jagung)
diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 400X.
2. Mengamati jaringan dasar yaitu aktinenkim dan aerenkim digunakan
preparat awetan irisan melintang tangkai daun Canna sp. (Bunga tasbih)
yang diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 400X.
3. Masing-masing preparat didokumentasikan, digambar dan diberi keterangan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Keterangan :
1. Sel Epidermis
1
2. Sel Gabus
3. Sel Silika
3

Gambar 1. Ø.B. Epidermis Batang Saccharum officinarum (Tebu)


Perbesaran 400X

Keterangan :
1. Sel Penutup bentuk
1
Halter

2 2. Sel Tetangga
3. Sel Epidermis
4. Porus
4

Tipe Stoma :
3
Graminae

Gambar 2. Ø.B. Daun Zea mays (Jagung) Perbesaran 400X


Keterangan :
1. Sel Penutup
3
2. Sel Tetangga
3. Sel Epidermis
4. Porus
1

Tipe stoma :
Amaryllidaceae
4

Gambar 3. Ø.B. Epidermis Bawah Daun Rhoeo discolor (Sosongkokan)


Perbesaran 400X

Keterangan :

5 1. Epidermis Atas
2. Jaringan Palisade
1 3. Jaringan Spons
4. Epidermis bawah
2
5. Trikoma

Tipe Trikoma :
Glanduler

Gambar 4. Ø.L. Daun Orthosiphon stamineus (Kumis kucing) Perbesaran 400X


Keterangan :
1. Trikoma bentuk
1
Sisik
2. Trikoma bentuk
Bintang

2 Tipe Trikoma : Non-


Glanduler

Gambar 5. Ø.L. Epidermis Bawah Daun Durio zibethinus (Durian) Perbesaran


100X

Keterangan :
1. Aerenkim
2. Aktinenkim
1

Gambar 6. Ø.L. Tangkai Daun Canna sp. (Bunga tasbih) Perbesaran 400X
B. Pembahasan

Jaringan epidermis yang berfungsi sebagai pelindung biasanya terdiri


atas deretan sel tunggal yang menutupi dan melindungi semua bagian
tumbuhan. Jaringan epidermis memiliki derivat epidermis yaitu stomata,
trikoma, sel silika dan sel gabus, sel kipas, lentisel, litosis, duri, dan velamen
(Proust et al., 2016). Jaringan parenkim disebut jaringan dasar karena dijumpai
hampir di setiap bagian tumbuhan. Jaringan ini melaksanakan sebagian besar
fungsi metabolik tumbuhan, yaitu menyintesis dan menyimpan berbagai produk
organik, dan memiliki kemampuan untuk membelah dan berdiferensiasi
(Spanswick, 1972).
Jaringan epidermis mampu melakukan diferensiasi membentuk derivat
epidermis. Derivat epidermis adalah suatu alat tambahan pada epidermis yang
berasal dari sel yang sama dengan epidermis tertentu namun memiliki struktur
dan fungsi yang berlainan dengan epidermis itu sendiri (Alibardi, 2016).
Derivat epidermis menurut Mulyani (2006) terdiri dari:
1. Stomata (mulut daun) berupa ruang antar sel yang dibatasi oleh dua sel
yang disebut sel penjaga yang berfungsi sebagai tempat pertukaran gas (O2,
CO2, dan H2O). Tipe stomata antara lain Amaryllidaceae, Graminae,
Mnium dan Helebrous.
2. Trikoma atau tonjolan pada epidermis dan tersusun atas beberapa sel yang
mengalami penebalan sekunder, berfungsi mengurangi penguapan,
meneruskan rangsang, melindungi tumbuhan dari gangguan hewan, dan
membantu penyebaran biji. Tipe trikoma yaitu glanduler dan non-
glanduler.
3. Lentisel berfungsi seperti stomata yaitu sebagai tempat keluar masuknya
gas-gas ke dalam tumbuhan yang terdapat pada batang.
4. Velamen merupakan lapisan sel mati di bagian dalam jaringan epidermis
pada akar gantung (akar udara) dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan
air.
5. Sel kipas tersusun dari beberapa sel berdinding tipis, akan menggulung
ketika laju penguapan tinggi sehingga daun akan menggulung untuk
mengurangi penguapan yang lebih lanjut.
6. Sel silika dan sel gabus berfungsi untuk menguatkan epidermis.
7. Litosis adalah sel yang mengandung sistolit. Litosis berupa penebalan ke
arah sentripetal yang tersusun atas tangkai selulosa dengan deposisi Ca-
karbonat (kalsium karbonat) yang membentuk bangunan seperti sarang
lebah yang disebut sistolit.
Menurut Glover (2000), parenkim berdasarkan fungsinya dapat
dibedakan :
1. Parenkim asimilasi merupakan perifer daun atau batang yang berwarna
hijau yang dalam selnya terdapat kloroplas, yang berperan dalam
fotosintesa.
2. Parenkim air terdapat pada tumbuhan xerofit, epipit, sebagai bentuk
adapatasi terhadap musim kering, tidak mengandung kloroplas, vakuola sel
besar dan mengandung sedikit plasma, berfungsi menyimpan cadangan air.
3. Parenkim penimbun terdapat dalam bagian tubuh tanaman, misal pada
empulur batang, umbi dan akar yang berfungsi untuk menyimpan cadangan
makanan.
4. Parenkim udara memiliki ruang antara selnya besar, sel berbentuk bulat
atau bintang, berfungsi untuk menyimpan udara.
Berdasarkan hasil pengamatan pada preparat epidermis batang
Saccharum officinarum memiliki bagian epidermis, sel silika dan sel gabus.
Daun Zea mays memiliki bagian epidermis, porus, sel penutup bentuk halter
atau tulang, sel tetangga serta memiliki tipe stoma Graminae. Epidermis daun
Rhoeo discolor memiliki bagian epidermis, porus, sel penutup bentuk kidney
atau ginjal, sel tetangga serta memiliki tipe stoma Amaryllidaceae. Menurut
Lehmann & Or (2015), sel penutup terdiri dari sepasang sel yang simetris dan
pada dikotil umumnya berbentuk ginjal. Daun Orthosiphon stamineus memiliki
bagian epidermis atas, epidermis bawah, jaringan palisade, jaringan spons,
trikoma serta memiliki tipe trikoma glanduler. Epidermis bawah daun Durio
zibethinus memiliki tipe trikoma non glanduler dengan trikoma bentuk bintang
dan trikoma bentuk sisik. Menurut Gembong (1978), umumnya daun tanaman
dikotil mempunyai helaian menjari atau menyirip pada monokotil umumnya
sejajar atau melengkung. Hal ini menyebabkan perkembangan distribusi
stomatanya juga mengikuti kaidah tersebut. Macam jaringan parenkim terdapat
pada tangkai daun Canna sp. yang memiliki bagian aktinenkim dan aerenkim.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:


1. Bentuk-bentuk sel epidermis dapat diamati pada epidermis batang Saccharum
officinarum yang memiliki sel silika dan sel gabus. Daun Zea mays memiliki
tipe stoma Graminae dengan sel penutup bentuk halter. Daun Rhoeo discolor
memiliki tipe stoma Amaryllidaceae dengan sel penutup bentuk ginjal. Daun
Orthosiphon stamineus memiliki trikomata, jaringan spons dan jaringan
palisade dengan tipe trikoma glanduler. Epidermis bawah daun Durio
zibethinus memiliki tipe trikoma non glanduler dengan trikoma bentuk bintang
dan trikoma bentuk sisik.
2. Macam jaringan dasar (parenkim) terdapat pada tangkai daun Canna sp. yang
memiliki aktinenkim dan aerenkim.

B. Saran

Saran untuk praktikum kali ini sebaiknya praktikan lebih cermat dalam
mengamati preparat di bawah mikroskop agar waktu yang digunakan lebih efektif.
DAFTAR PUSTAKA

Alibardi, L. 2016. The Process of Cornification Evolved From the Initial


Keratinization in the Epidermis and Epidermal Derivatives of Vertebrates: A
New Synthesis and the Case of Sauropsids. International Review of Cell and
Molecular Biology, 6(5), pp. 263–319.
Gembong T. 1978. Morfologi Tumbuhan. Jakarta : PT. Gramedia.
Glover, B. J. 2000. Differentiation in Plant Epidermal Cells. Journal of
Experimental Botany. 51(344), pp. 497-505.
Hidayat, E. B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Bandung : Penerbit ITB.
Kimball, J.W. 1991. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Lehmann, P., & Or, D. 2015. Effects of Stomata Clustering on Leaf Gas Exchange.
New Phytologist, 207(4), pp. 1015–1025.
Müller, J., Toev, T., Heisters, M., Teller, J., Moore, K. L., Hause, G., Dinesh, DC.,
Bürstenbinder, K., & Abel, S. (2015). Iron-Dependent Callose Deposition
Adjusts Root Meristem Maintenance to Phosphate Availability.
Developmental Cell, 33(2), 216–230.
Mulyani, S. 2006. Anatomi Tumbuhan. Yogyakarta: Kanisius.
Proust, H., Honkanen, S., Jones, V. A. S., Morieri, G., Prescott, H., Kelly, S.,
Ishizaki, K., Kohchi, T., & Dolan, L. 2016. RSL Class I Genes Controlled the
Development of Epidermal Structures in the Common Ancestor of Land
Plants. Current Biology, 26(1), pp. 93–99.
Spanswick, R. M. 1972. Electrical Coupling between Cells of Higher Plants: A
Direct Demonstration of Intercellular Communication. Planta, 102(3), pp.
215–227.

Anda mungkin juga menyukai