Laporan Mangrove Maratua
Laporan Mangrove Maratua
Kabupaten Berau
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
mangrove itu sendiri yang dalam waktu jangka panjang dapat menurunkan sumber-
sumber pendapatan masyarakat yang hidup di sekitar kawasan hutan mangrove. Di
sisi lain keberadaan hutan mangrove yang memisahkan lautan dan daratan
mempunyai peranan yang sangat strategis dalam manahan laju erosi di wilayah
pesisir pantai, bila ekosistemnya terganggu maka diperkirakan akan mempercepat
laju erosi di sekitar pantai.
Meskipun ekosistem hutan mangrove telah memainkan peranan yang tak
ternilai harganya, namun pada umumnya ekosistem ini mulai mengalami
kehancuran dan kerusakan. Kerusakan ekosistem mangrove pada saat sekarang ini
terutama disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia, seperti pengembangan
perumahan, konversi kawasan untuk kegiatan industri, pertanian dan
pengembangan tambak. Kegiatan eksploitasi di sekitar hulu sungai juga akan
berpengaruh kepada ekosistem hutan mangrove yang pada umumnya berada di
bagian hilir sungai. Kegiatan eksploitasi di wilayah hulu semakin mempercepat
peningkatan laju sedimentasi lumpur di sekitar kawasan hutan mangrove, yang
pada akhirnya dapat mengakibatkan matinya beberapa jenis vegetasi mangrove
akibat terjadinya perubahan kondisi edaphik pada ekosistem mangrove.
Mengacu kepada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) Berau
yang disusun pada tahun 2001, telah diusulkan agar ekosistem hutan mangrove
dapat dinaikkan statusnya menjadi kawasan lindung mangrove, kawasan lindung
nipah dan kawasan lindung pulau, namun pada saat diusulkan ketingkat provinsi
usulan status tersebut pada RTRWP padu serasi 2005-2015 berubah status mejadi
Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) dan Kawasan Budidaya Non Kehutanan
(KBNK). Perubahan ini diperkirakan akan membawa perubahan besar terhadap
masa depan ekosistem mangrove. Di sisi lain pada Rencana Zonasi Wilayah Pesisir
dan Pulau-pulau Kecil (RZWP-3-K), pemerintah Kabupaten Berau telah
menempatkan ekosistem mangrove sebagai Zona Konservasi dan atau kawasan yang
mempunyai nilai konservasi tinggi.
Gambar I.1. Peta situasi umum lokasi studi yang terdiri dari kepulauan Maratua
dan kepulauan Kakaban (Citra Landsat tahun 2000).
B. Tujuan Studi
Tujuan dari kegiatan studi ini adalah dalam rangka penyusunan data base
vegetasi Mangrove di Kabupaten Berau, khususnya Kecamatan Maratua dalam
rangka memberikan informasi yang akurat dan aktual untuk mendukung kegiatan
konservasi ekosistem mangrove di Kecamatan Maratua pada khususnya dan
pembangunan Kabupaten Berau pada umumnya. Secara khusus tujuan dari
kegiatan studi ini adalah :
a. Untuk mengetahui kondisi aktual penutupan ekosistem hutan mangrove di
kawasan yang menjadi target penelitian yaitu ekosistem hutan mangrove di
bagian daratan dan pulau kakaban dan maratua yang berada di Kecamatan
Maratua, Kabupaten Berau.
b. Untuk mengetahui sebaran dan keanekaragaman jenis tumbuhan ekosistem
hutan mangrove pada lokasi-lokasi yang ditetapkan menjadi target penelitian. Di
sisi lain kegiatan ini juga bertujuan untuk mengetahui status keanekaragaman
jenis pada ekosistem mangrove yang meliputi distribusi, kerapatan, kelimpahan
jenis maupun sebaran vegetasinya. Memetakan sebaran jenis mangrove dan
sebaran formasi vegetasi mangrove pada masing-masing lokasi studi berdasarkan
hasil studi lapangan.
Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah diuraikan di atas, maka
studi ini mencakup telaahan-telaahan sebagai berikut :
a. Mengumpulkan data biofisik yang berhubungan dengan ekosistem mangrove
baik yang berupa data primer maupun sekunder serta melakukan analisis data
tersebut, hubungannya dengan kondisi kekinian pada daerah studi.
b. Membuat data base hutan mangrove hubungannya dengan kondisi biofisik yang
ada serta kondisi penutupan vegetasinya baik pada skala landskap maupun
pada plot survei.
c. Memberikan gambaran ekosistem mangrove yang berada di kecamatan Maratua
saat ini serta membuat beberapa rekomendasi arahan teknis dan manajemen
perlindungan ekosistem hutan mangrove.
D. Keluaran Studi
Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai serta ruang lingkup studi yang
akan dilakukan, maka dalam penyusunan data base ekosistem mangrove ini akan
dihasilkan beberapa luaran yang meliputi:
Luaran 1. Tersedianya peta sebaran distribusi hutan mangrove baik yang berada di
wilayah daratan maupun di wilayah kepulauan yang di dalamnya
menggambarkan informasi kondisi penutupan lahan yang ada.
Luaran 2. Kondisi aktual tutupan lahan dan keanekaragaman hayati vegetasi hutan
mangrove yang di dalamnya terdapat informasi sebaran formasi vegetasi
mangrove pada wilayah studi
BAB II
METODOLOGI
Gambar II.1. Pengambilan data dan observasi lapangan vegetasi mangrove di pulau
Maratua. Untuk plot sampling vegetasi kepulauan maratua berada di kode
plot MRT 1, MRT 2, MRT 5 dan MRT 8 sedangkan MRT 3 dan MRT 6
merupakan plot untuk kategori pulau-pulau lainnya.
Gambar II.2. Pengambilan data dan observasi lapangan vegetasi mangrove di pulau
Kakaban.
MRT 6
MRT 3
Areal studi berjarak kurang lebih 380 km dari ibu kota propinsi Samarinda ke arah
timur laut dan dan 120 km dari ibu kota kabupaten Berau (Tanjung Redeb) ke arah Timur.
Pencapaian lokasi dari ibu kota kabupaten dapat dilakukan melalui jalan darat dan air
Pencapaian melalui air, memerlukan waktu sekitar 2 jam, namun tidak ada pelayaran
reguler. Pencapaian melalui jalan darat bisa dilakukan sampai kota kecamatan Pulau
Derawan dengan waktu tempuh sekitar 1 jam, yaitu Tanjung Batu kemudian dilanjutkan
dengan menggunakan kendaraan air sekitar 1 jam.
Tahapan kegiatan meliputi pengumpulan data sekunder, verifikasi dan analisis data
sekunder, pengumpulan data lapangan dan pembuatan laporan. Secara detail tahapan
kegiatan penelitian ini dapat dilihat padaTabel II.1.
Tabel II.2. Tahapan kegiatan penyusunan data base ekosistem mangrove di Kecamatan
Maratua, Kabupaten Berau.
Bulan I Bulan II Bulan III
Kegiatan I II III IV I II III IV I II III IV
Pekerjaaan Persiapan
Draft pelaporan
Desiminasi laporan
Laporan akhir
Dalam melakukan pengumpulan data dan informasi untuk mendukung kegiatan studi
ini pada dasarnya dapat diklasifikasikan ke dalam dua kegiatan; petama pengumpulan data
sekunder baik yang ada di pemerintahan maupun lembaga non pemerintah dan yang kedua
pengumpulan data primer melalui kajian peta penutupan lahan dan survei lapangan baik
melalui kegiatan observasi, inventarisasi maupun kegiatan identifikasi. Data sekunder yang
dikumpulkan meliputi data fisik, dan kondisi sosial, ekonomi masyarakat di sekitar
kawasan studi. Dalam pelaksanaan kegiatan ground survey di lapangan juga dilakukan
wawancara dengan masyarakat yang berbeda di sekitar kawasan mangrove maupun
dengan petugas yang mengatur kegiatan konservasi di beberapa kepulauan yang menjadi
daerah studi misalnya, dengan petugas yang berada di pulau Kakaban maupun pulau
Maratua. Rincian sumber data dan informasi sekunder disajikan pada tabel II.2.
Tabel II.3. Rincian sumber data dan peta yang diperlukan untuk kegiatan penyusunan
data base Mangrove.
No. Map Type Source
Untuk mendukung data citra diperlukan juga data-data lainnya seperti data biofisik.
Secara rinci proses jalannya analisis dapat dilihat pada Gambar II.3.
Gambar II.4. Skema proses analisis kondisi aktual ekosistem mangrove di Kecamatan
Maratua.
Dalam proses inventarisasi dan identifikasi vegetasi pada plot vegetasi dilakukan
pengumpulan data dan informasi yang meliputi; nama jenis pohon pada tingkat pohon.
Untuk kategori pohon selain identifikasi jenis juga dilakukan pengukuran diameter
pohon, jumlah pohon dan kerapatan pohon pada masing-masing jenis per satuan
luasnya. Untuk kategori pohon, inventarisasi dan identifikasi jenis dilakukan pada plot
berukuran 20 m x 20 m. Plot akan ditentukan dan dibangun melalui sistem pemilihan
lokasi plot secara langsung di lapangan. Jarak antar plot dibuat berdasarkan perbedaan
formasi vegetasi mangrovenya. Sementara itu jalur survei (transek) akan dimulai dari
lautan atau wilayah pantai ke wilayah daratan. Gambaran umum transek dan plot
survei dapat di lihat pada Gambar II.4.
Nilai kerapatan dan keragaman vegetasi sangat penting untuk memberikan gambaran
tentang struktur dan komposisi vegetasi pada lokasi-lokasi yang telah ditetapkan
sebagai lokasi penelitian. Selain data dan informasi yang berhubungan dengan kondisi
vegetasi, dalam kegiatan penelitian ini juga akan dilakukan analisis terhadap kondisi
ekologi secara umum, yang meliputi keragaman habitat, sebaran formasi mangrove
serta kondisi vegetasi penutup kawasan.
Gambar II.5.
Desain pembuatan transek survei
dan penempatan plot vegetasi pada
masing-masing transek survei. Luas
plot untuk inventarisasi pohon 20 m
x 20 m.
Data yang telah diperoleh dari kegiatan pengukuran di 3 (tiga) lokasi tersebut (MRT,
KKB dan PL) kemudian diolah dengan menggunakan formulasi untuk menghitung
besarnya kerapatan (individu/ha), dari masing-masing jenis dengan menggunakan
formula yang dikembangkan oleh Curtis and Otman, (1964):
Kerapatan (K)
individu
Luas petak contoh
D.4. Pelaporan
BAB III
KEADAAN UMUM LOKASI STUDI
2. Hidrologi
Tabel III.3. Daftar nama Sistem Lahan dan Klasifikasinya Beserta Luasannya.
LUAS
SISTEM LAHAN KLASIFIKASI TANAH (USDA 1983)
Ha %
Danau Tidak Ada Data 492 13
GBJ Rendolls, Eutropepts 2,907 79
KJP Hydraquents, Tropofluvents 174 5
KPR Endolls, Eutropepts 60 2
PTG Tropopsamments, Tropaquents 60 2
Grand Total 3,693 100
Sumber : Regional Physical Planning Programme for Transmigration Project (RePProT,
1983), serta hasil pengolahan tim.
Gambar III.1. Penyebaran Jenis Tanah pada Sistem Lahan (RePPProT, 1983)
4. Topografi
Terdapat berdasarkan peta sebaran topografinya 3 (tiga) kelas
kemiringan lahan (lereng) di areal studi yaitu datar, berobak dan curam
sampai dengan sangat curam. Berdasarkan Gambar III.2 terlihat bahwa pada
umumnya di kecamatan Maratua dan Kakaban banyak di dominasi oleh tipe
topografi berombak (1,129 ha) dan Curam-Sangat Curam (1,783 ha). Yang
penyebarannya relatif merata di kedua pulau tersebut. Secara rinci kelas
kemiringan tersebut dapat dilihat pada Gambar III.2. dan Tabel III.4 di bawah
ini.
5. Tutupan Lahan
Pada tahap awal analisis penutupan lahan dilakukan bersumber dari
citra Spot dan landsat tahun 2009, dengan memanfaatkan fasilitas sistem
informasi geografis (SIG). Pada areal studi saat ini terbagi menjadi 6 kelas
tutupan lahan. Kelas Tata Guna Lahan tersebut adalah Hutan diatas batu
kapur (Forest over lime stones), Bakau (Mangrove), Lahan terbuka (open land),
Pemukiman (settlement), Semak Belukar (bush) dan Danau, Secara rinci dapat
dilihat pada gambar III.3. berikut ini.
Mengacu kepada hasil citra landsat tahun 2009, bahwa luas wilayah
hutan di atas batu kapur merupakan tutupan lahan yang dominan
dibandingkan dengan wilayah perairan, setidaknya 48% Kecamatan Maratua
adalah wilayah hutan di atas batu kapur. Pada wilayah menempati posisi yang
paling luas yaitu sebesar 1.783 ha diikuti oleh wilayah Non Hutan kategori
semak belukar menenpati posisi kedua yaitu sebesar 1.048 ha atau sekitar 28%
dari total luas kecamatan Maratua. Sementara itu kawasan ekosistem
mangrove yang manjadi target utama di lakukan studi ini juga relatif cukup
luas yaitu sebesar 229 ha atau sekitar 6% dari total luasan areal studi. Deskripsi
penutupan lahan yang berisikan informasi luas kawasan dan persentasinya
dapat di lihat pada tabel III.5 berikut ini.
Gambar III.3. Peta Tutupan dan Tata Guna Lahan di Kecamatan Maratua
(RePPProT, 1983).
3. Kesehatan
Fasilitas kesehatan seperti prasarana penunjang kesehatan yang ada di
lokasi berupa 1 buah Puskesmas Induk, 3 buah Puskesmas Pembantu. Pada
umunya apabila warga sakit akan mengunjungi puskesmas yang ada, dan
apabila puskesmas tidak mampu menangani, biasanya akan di rujuk ke rumah
sakit terdekat yang terdapat di Tanjung Redeb.
Lampiran Tabel IV.1 Penyebaran Jenis Vegetasi Mangrove pada Wilayah Studi
Kecamatan Maratua
Lokasi
No Jenis Famili
Kakaban Maratua Lainnya
1 Acronychia pedunculata Rutaceae + +
2 Aegiceras floridum Mytsinaceae + +
3 Aglaia cucullata Meliaceae + + +
4 Aglaia odorata Meliaceae + +
5 Aglaia sp. Meliaceae +
6 Artocarpus sp. Moraceae +
7 Asplenium macrophyllum Aspleniaceae + + +
8 Atalantia monophylla Rutaceae + + +
9 Baccaure biancteata Euphorbiaceae +
10 Baccaure macrocarpa Euphorbiaceae + +
11 Barringtonia racemosa L. Lecythidaceae + +
12 Bruguiera gymnorrhiza Rhizophoraceae + + +
13 Cassine viburnifolia Celastratcaceae + +
14 Cathormion umbellatum Fabaceae +
15 Ceriops decandra Rhizophoraceae +
16 Ceriops tagal Rhizophoraceae +
17 Cordia subcordata Boragiraceae + +
18 Dacryodes sp. Burseraceae +
19 Diospyros maritima Ebenaceae +
20 Diospyros sp. Ebenaceae +
21 Dyxoxylum sp. Meliaceae +
22 Dolichandrone spathacea Bignoniaceae + + +
23 Erythrina orientalis Fabaceae
24 Exceocaria agallocha Euphorbiaceae + +
25 Ficus albifilla Raoraceae
26 Ficus microcarpa Moraceae + + +
27 Ficus sp. (1) Moraceae + +
28 Ficus sp. (2) Moraceae + +
29 Flanconela obovata Sapotaceae +
30 Garcinia mangostana Clusiaceae +
31 Garcinia sp. Clusiaceae +
32 Gardenia tubifera Rubiaceae + +
33 Glochidion littorale Euphorbiaceae + + +
34 Glochidion sp. Phyllanthaceae +
35 Guettarda speciosa Rubiaceae + + +
36 Ilex casemosa Aquifoliaceae + +
37 Ilex cymosa blume Aquifoliaceae + +
38 Intsia bijuga Fabaceae +
BAB V
KONDISI EKOSISTEM MANGROVE
PADA SETIAP WILAYAH STUDI
A. Gambaran Umum
Hutan Mangrove
sekitar 93 hektar atau 41.17% dari seluruh mangrove yang ada pada
pulau maratua yang bercampur dengan semak belukar yaitu sebesar 958
LUAS
KONDISI Keterangan
Ha
Hutan Mangrove 93 - Vegetasi lain adalah
Vegetasi lain 958 vegetasi ekosistem hutan
Total 1051 batu karang.
LUAS
KONDISI Keterangan
Ha
Hutan Mangrove 82 - Vegetasi lain adalah
Vegetasi lain 37 vegetasi ekosistem
Total 119 hutan batu karang.
octodonta banyak tersebar di bagian luar Pulau Kakaban. Hal ini cukup
oleh burung yang kemudian tersebar dan tumbuh secara merata di pulau
Kakaban.
LUAS
KONDISI Keterangan
Ha
Hutan Mangrove 54 - Vegetasi lain adalah
Vegetasi lainnya 53 vegetasi ekosistem hutan
Total 107 batu karang.
a.
b. c.
Gambar V.7. a. Salah satu pulau yang menjadi tujuan wisatawan domestik
maupun mancanegara; b. Jenis Rhizophora stylosa yang tumbuh di
sepanjang garis pantai; c. Jenis Sonneratia alba