Anda di halaman 1dari 11

PENYUSUNAN RANCANGAN, PRODUKSI DAN EVALUASI

PROGRAM MEDIA PEMBELAJARAN

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN


Oleh : Zulkifli Paputungan, dan Yudin Daud

1. A. PENDAHULUAN
2. 1. Latar Belakang

Secara umum, media pendidikan mempunyai kegunaan untuk mengatasi berbagai hambatan, antara lain:
hambatan komunikasi, keterbatasan ruang kelas, sikap siswa yang pasif, pengamatan siswa yang kurang
seragam, sifat objek belajar yang kurang khusus sehingga tidak memungkinkan dipelajari tanpa media,
tempat belajar yang terpencil dan sebagainya.

Media pembelajaran setiap tahun selalu mengalami perkembangan, karena masing–masing media itu
mempunyai kelemahan, berdasarkan penggunaannya perlu diadakan penemuan media baru dan pemanfaatan
media yang telah diperbaharui. Karena peserta didik cepat merasakan kebosanan, saat menerima pelajaran,
sebab dengan media yang kurang menarik akan bersifat verbalistik, maka diadakannya perbaikan media guna
menunjang proses belajar mengajar. Untuk mencapai tujuan kurikulum pembelajaran pada proses belajar
mengajar maka perlu didukung media dan bahan ajar yang baik yaitu bahan ajar yang mampu menarik minat
siswa, sesuai dengan zaman dan tidak menyimpang dari kurikulum.[1]

Kadang – kadang siswa tidak tertarik mempelajari sesuatu materi karena materi pelajaran tersebut
membosankan. Untuk menghindari gejala itu guru harus memilih dan mengorganisir materi pelajaran
tersebut sedemikian rupa, sehingga merangsang dan menantang siswa untuk mempelajarinya. Dalam hal ini
kemampuan profesional guru dituntut, disamping pengalaman. Guru harus kreaktif dalam menyajikan
pelajaran yang merangsang dan menantang dengan jalan melakukan pengembangan media pembelajaran,
agar siswa lebih termotivasi untuk belajar dan agar tujuan serta proses belajar mengajar berjalan dengan baik
dan sempurna.

1. 2. Rumusan Masalah

Dengan beberapa alasan diatas, penulis merasa perlu untuk membuat sebuah karya ilmiah yang dalam
kesempatan ini sekaligus akan di presentasikan pada mata kuliah media dan desain pembelajaran dengan
tujuan adanya pengembangan dalam media pembelajaran disekolah, khususnya pada pembelajaran bahasa
arab. Pembahasan ini juga sekaligus melahirkan sebuah topik inti yang dibahas dalam karya ilmiah ini, yaitu:

- Pengembangan Media Pembelajaran meliputi (penyusunan rancangan, penulisan naskah, produksi


media dan evaluasi program media.

1. B. PEMBAHASAN

Untuk melakukan pengembangan media pembelajaran Prosedur pengembangan adalah langkah-langkah


prosedural yang harus ditempuh oleh pengembang dalam membentuk produk, pengembang tinggal
mengikuti langkah-langkah seperti yang terlihat dalam model pengembangan. Prosedur pengembangan
berguna untuk lebih memperjelas tentang bagaimana langkah prosedural yang harus dilalui agar sampai ke
produk yang dispesifikasikan.

Prosedur pengembangan media audio visual VCD, berdasarkan model pengembangan[2], sebagai berikut :

1. 1. TAHAP PENYUSUNAN RANCANGAN


Dalam tahapan pembuatan rancangan ini, dilakukan perancangan terhadap isi atau garis besar isi program
media yang terdiri dari tiga komponen, yaitu :

1. Penetapan Topik

Topik disebut juga pokok bahasan. Pokok bahasan menjadi dasar pengajaran dan menggambarkan ruang
lingkupnya.Topik ditentukan berdasarkan kurikulum yang digunakan guru dalam mengajar.

1. Merumuskan Tujuan Instruksional

Tujuan instruksional dirumuskan setelah topik ditentukan. Dalam tujuan instruksional disebutkan
kemampuan, pengetahuan dan sikap yang diharapkan dimiliki oleh sasaran didik setelah berperan serta
dalam proses belajar dengan media.

1. Merumuskan Pokok – Pokok Instruksional

Pokok – pokok materi instruksional merupakan perincian atau penjabaran lebih lanjut dari tujuan yang telah
dirumuskan.[3]

1. Analisis Kebutuhan dan Karakteristik Siswa

Dalam proses belajar mengajar yang dimaksud dengan kebutuhan adalah kesenjangan antara kemampuan,
keterampilan, dan sikap siswa yang kita inginkan dengan kemampuan, keterampilan, dan sikap siswa yang
mereka miliki sekarang. Bila yang kita inginkan, misalnya, siswa dapat menguasai 1000 kosa kata bahasa
Inggris, sedangkan saat ini mereka hanya menguasai 200 kata, ada kesemjangan 800 kata. Dalam hal ini
terdapat kebutuhan untuk mengajar 800 kata Bahasa Inggris kepada siswa itu.

Bila yang kita inginkan ialah siswa dapat menjumlahkan, mengurangi, mengalikan, dan membagi, sedangkan
pada saat ini mereka baru dapat menjumlahkan saja, kebutuhan pembelajaran itu ialah kemampuan dan
keterampilan dalam mengurangi, mengalikan dan membagi. Bila yang kita inginkan ialah siswa dapat
bersikap bersih dan menghargai kebersihan, sedangkan pada saat ini mereka masi suka membuang sampah
sembarangan, belum bersedia mandi dan gosok gigi atas kemauan sendiri, tidak merasa risih memakai baju
kotor dan sebagainya, jelas sekali masi terdapat kesenjangan antara apa yang diinginkan dengan kenyataan
dengan ada saat ini. Dari kesenjangan itu dapat diketahui apa yang diperlukan atau dibutuhkan siswa.

Jika kita membuat program media tentu saja kita berharap program yang kita buat itu akan digunakan atau
dimanfaatkan oleh siswa. Program tersebut hanya akan digunakan kalau program itu memang akan
diperlukan. Jadi, sebelum kita membuat sesuatu program media tentulah kita harus bertanya apakah program
itu diperlukan? Untuk dapat menjawab pertanyaan itu kita harus bertanya kemampuan, atau keterampilan,
sikap apakah yang ingin dimiliki siswa? Mengenai kemampuan, keterampilan atau sikap yang diinginkan itu
dapat diketahui dengan berbagai cara.

Mungkin sesuatu kemampuan atau keterampilan yang diinginkan untuk dimiliki oleh para calon sekretaris.
Apa yang diinginkan itu dapat juga merupakan tuntutan lingkungan, misalnya norma masyarakat. Seorang
pengendara mobil dituntut untuk dimiliki setiap calon pengemudi calon pengemudi mobil sebelum
memperoleh SIM maupun konfensi yang berlaku di masyarakat setempat.

Apa yang diinginkan itu dapat juga dilihat dari tuntutan kurikulum. Siswa kelas enam SD pada akhir tahun
ajaran dituntut untuk memiliki sejumlah kemampuan, dan sikap yang telah dirumuskan dalam kurikulum.
Pada awal tahun ajaran tentu terdapat kesenjangan yang sangat besar antara apa yang dituntut oleh
kurikulum itu dengan apa yang telah dimiliki siswa. Kesemjangan itulah yang merupakan kebutuhan siswa
kelas enam itu yang merupakan acuan bagi guru dalam menyusun bahan ajaran yang perlu diberikan kepada
siswa.
1. Perumusan tujuan

Tujuan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan kita. Tujuan dapat memberi arah tindakan
yang kita lakukan. Tujuan ini juga dapat dijadikan acuan ketika kita mengukur apakah tindakan kita betul
atau salah, ataukah tindakan kita berhasil atau gagal.

1. Pengembangan Materi Pembelajaran

Ibaratkan orang mau bepergian, setelah tempat yang akan dituju jelas langkah berikut yangperlu dipikirkan
ialah bagaimana caranya supaya sampai ke tempat yang akan dituju itu? Dalam proses belajar mengajar ini
hal serupa itu harus dilakukan pula. Setelah tujuan instruksional jelas, setelah kita mengetahui kemampuan
dan keterampilan apa yang diharapkan dapat dilakukan siswa, kita harus memikirkan bagaimana caranya
supaya siswa memiliki kemampuan dan keterampilan tersebut. Bahan pelajaran apa yang harus dipelajari
atau pengalaman belajar apa yang harus dilakukan siswa supaya tujuan instruksional itu tercapai?

Untuk dapat mengembangkan bahan instruksional yang dapat mendukung tercapainya tujuan itu, tujuan yang
telah dirumuskan tadi harus dianalisis lebih lanjut. Seperti halnya pada waktu kita merumuskan tujuan
khusus kita bertanya kemampuan apa yang harus dimiliki siswa sebelum ia memiliki kemampuan apa yang
dituntut oleh tujuan umum itu, demikian pulalah yang harus kita lakukan dalam kita mengembangkan bahan
yang harus dipelajari siswa. Setiap tujuan instruksional khusus harus kita analisis.

Kepada setiap tujuan itu pertanyaan yang harus kita ajukan: kemampuan apa yang harus dimiliki siswa
sebelum siswa memiliki kemampuan yang dituntut oleh tujuan khusus ini? Dengan cara ini kita akan
mendapatkan sub kemampuan dan sub keterampilan, serta sub-sub kemampuan dan sub-sub keterampilan.
Bila semua sub kemampuan dan keterampilan serta sub-sub kemampuan dan keterampilan telah kita
identifikasi kita akan memperoleh bahan instruksional terperinci yang mendukung tercapainya tujuan itu.

1. Perumusan Alat Pengukur Keberhasilan

Dalam setiap kegiatan instruksional, kita perlu mengkaji apakah tujuan instruksional dapat dicapai atau tidak
pada akhir kegiatan instruksional itu. Untuk keperluan tersebut kita perlu mempunyai alat yang digunakan
untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa.

Alat pengukur keberhasilan siswa ini perlu dirancang dengan seksama dan seyogyanya dikembangkan
sebelum naskah program media ditulis atau sebelum kegiatan belajar mengajar dilaksanakan. Alat ini berupa
tes, penugasan, ataupun daftar cek perilaku.

Alat pengukur keberhasilan harus dikembangkan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dan pokok-pokok
materi pembelajaran yang akan disajikan kepada siswa. Hal yang diukur atau yang dievaluasi ialah
kemampuan, keterampilan atau sikap siswa yang dinyatakan dalam tujuan yang diharapkan dapat dimiliki
siswa sebagai hasil kegiatan instruksional itu.

1. 2. PENULISAN NASKAH
2. Pengertian

Dalam tahapan penulisan naskah, format rancangan isi program media ini dituangkan atau dialihkan ke
dalam naskah. Ada beberapa langkah dalam pembuatan naskah.[4] langkah pembuatan naskah mencakup :

1) Menulis rasional dari produk yang dibuat.


2) Membuat synopsis.
3) Menetapkan identitas program.
4) Merumuskan Tujuan Pembelajaran Khusus dan Tujuan
5) Pembelajaran Umum.
6) Mengidentifikasi audience.
7) Mengidentifikasi garis-garis besar program pembelajaran, GBIP terdiri dari Produk Media, Mata
Pelajaran, Sasaran, Durasi, Topik,Tujuan Umum, Tujuan Khusus, Pokok-Pokok Mater dan Sumber.
8) Menetapkan treatment.
9) Membuat naskah, naskah terdiri dari spesifikasi program.

Dalam tahap ini pokok-pokok materi instruksional yang telah diuraikan pada bab terdahulu perlu diuraikan
lebih lanjut untuk kemudian disajikan kepada siswa. Penyajian ini dapat disampaikan melalui media yang
sesuai atau yang dipilih. Supaya materi instruksional tersebut dapat disampaikan melalui media itu, materi
tersebut perlu dituangkan dalam tulisan dan atau gambar yang akan kita sebut naskah program media.[5]

Naskah program media bermacam-macam. Tiap-tiap jenis mempunyai bentuk naskah yang berbeda. Tetapi
pada dasarnya, maksud dalam naskah tersebut sama yaitu sebagai penuntun ketika kita memproduksi
program media itu. Artinya, naskah tersebut menjadi penuntun kita dalam mangambil gambar dan merekam
suara. Naskah ini berisi urutan gambar dan grafis yang perlu diambil oleh kamera serta bunyi dan suara yang
harus direkam.

Pada umumnya, lembaran naskah dibagi menjadi dua kolom. Pada naskah media audio (radio dan kaset)
kolom sebelah kiri merupakan seperempat bagian halaman dan pada kolom ini dituliskan nama pelaku, dan
jenis suara yang harus direkam. Kolom sebelah kanan berisi narasi atau percakapan yang harus dibaca para
pelaku, nama lagu, dan suara-suara yang harus direkam.

Pada naskah film bingkai, film, dan video/tv lembaran naskah dibagi dua sama lebar. Kolom sebelah kiri
dicantumkan urutan gambar yang harus diambil kamera serta penjelasan tentang sudut pengambilan gambar
itu.pada kolom sebelah kiri itu akan dapat dibaca apakah gambar harus diambil dalam close up, medium
shot, long shot, dan sebagainya. Kalau gambar harus diambil dari kiri bergerak ke kanan, atau dari bawah ke
atas, atau dari jauh mendekat, dan sebaliknya, hal-hal yang seperti itu dijelaskan juga di kolom sebelah kiri.
Di kolom sebelah kanan dituliskan narasi atau percakapan yang harus dibaca para pelaku, serta musik dan
suara-suara yang harus direkam.

Dalam menuliskan naskah semua informasi yang tidak akan disuarakan (dibaca bersuara) oleh pelaku harus
ditulis dengan huruf besar sementara itu, narasi dan percakapan yang akan dibaca oleh pelaku ditulis dengan
huruf kecil. Uraian lebih lanjut tentang naskah untuk masing-masing media akan diberikan kemudian.

1. Treatment

Sebelum naskah ditulis, kita harus menuliskan treatmentnya dulu. Treatment adalah uraian berbentuk esai
yang menggambarkan alur penyajian program kita. Dengan membaca treatment ini kita akan dapat
mempunyai gambaran tentang urutan visual yang akan nampak pada media serta narasi atau percakapan
yang akan menyertai gambar itu. Bila musik dan efek suara akan digunakan, hal tersebut akan tergambar
juga dalam treatment ini.[6]

Sebuah treatment yang baik selain memberi gambaran tentang urutan adegan juga memberikan gambaran
suasana atau mood dari program media itu. Treatment ini biasanya digunakan oleh pemesan naskah dan
penulis naskah dalam mencari kesesuaian pendapat mengenai alur penyajian program media yang akan
diproduksi. Setelah treatment disetujui, treatment tersebut digunakan sebagai pedoman dalam pengembangan
naskah selanjutnya.

1) Penulisan Naskah Audio

Media audio adalah sebuah media yang hanya mengandalkan bunyi dan suara untuk menyampaikan
informasi dan pesan. Program audio dapat menjadi indah dan menarik karena program ini dapat
menimbulkan daya fantasi pada pendengarnya. Karena itu, sesuatu program audio akan sangat efektif bila
dengan menunggankan bunyi dan suara kita dapat merangsang pendengar untuk menggunakan daya
imajinasinya sehingga ia dapat memvisualkan pesan-pesan yang ingin kita sampaikan. Media audio ini
meliputi radio, kaset audio, dan laboratorium bahasa.

Berikut ini beberapa petunjuk yang perlu kita ikuti bila kita menulis naskah program media audio.

1. Bahasa.

Bahasa yang digunakan dalam media audio adalah bahasa percakapan, bukan bahasa tulis.

1. Musik dalam program audio.

Sesuai penjelasan sebelumnya, program audio hanya mengandalkan kepada bunyi dan suara saja. Agar
pendengar tidak bosan mendengar program kita dan program kita tidak terasa kering, kita perlu
menggunakan musik dalam program kita. Fungsi musik yang utama dalam hal ini ialah menciptakan
suasana. Karena itu, musik perlu dipilih dengan hati-hati. Bila program bersuasana gembira, misalnya,
diiringi oleh musik yang bersuasana sedih, tentu akan terasa sangat janggal.

1. Keterbatasan daya konsentrasi.

Berdasarkan penelitian yang diadakan, daya konsentrasi orang dewasa untuk mendengarkan berkisar antara
25 s/d 45 menit, sedangkan pada anak-anak hanya 15 s/d 25 menit.

1. Beberapa istilah yang sering digunakan dalam naskah.

Istilah-istilah yang biasa digunakan dalam penulisan naskah audio diuraikan di bawah ini.

2) Penulisan Naskah Film Bingkai

Berbeda dengan program audio, pada film bingkai pesan dapat disampaikan melalui dua saluran, yaitu audio
dan visual. Karena itu, menulis naskah program bingkai tidak diperlukan narasi atau percakapan yang
panjang-panjang seperti dalam program audio. Informasi yang sudah dapat diberikan oleh visual tidak perlu
diberikan lagi oleh narasinya.

3) Penulisan Naskah Film dan Video

Penulisan naskah secara teoritis merupakan komponen dari pengembangan media. Secara lebih praktis, hal
tersebut merupakan bagian dari serangkaian kegiatan produksi media melalui tahap-tahap pe-rencanaan dan
desain, pengembangan, serta evaluasi.

Seperti halnya penulisan pada umumnya, penulisan naskah film maupun video juga dimulai dengan
identifikasi topik atau gagasan. Dalam pengembangan instruksional, topik maupun gagasan dirumuskan
dalam tujuan khusus kegiatan instruksional atau pembelajaran. Konsep gagasan, topik, maupun tujuan yang
khusus kemudian dikembangkan menjadi naskah dan diproduksi menjadi program film atau video. Dalam
praktik, rangkaian kegiatan untuk mewujudkan gagasan menjadi program film atau video ini secara bertahap
dilakukan melalui pembuatan sinopsis, treatment, storyboard atau perangkat gambar cerita, skrip atau naskah
program dan skenario atau naskah produksi. Naskah merupakan persyaratan yang harus ada untuk suatu
program yang terkontrol isi dan bentuk sajiannya ( bandingkan dengan program ‘live’ yang diambil begitu
saja apa adanya meskipun dapat direka rambu-rambu pengendaliannya).

Di bawah ini kita bahas satu per satu tahap-tahap kegiatan tersebut.
1. Sinopsis.

Dalam praktik, sinopsis diperlukan untuk memberikan gambaran secara singkat dan padat tentang tema atau
pokok materi yang akan digarap. Tujuan utamanya adalah mempermudah pemesan menangkap konsepnya,
mempertimbangkan kesesuaian gagasan dengan tujuan yang ingin dicapainya, dan menentukan
persetujuannya.

1. Treatment.

Agak berbeda dengan sinopsis, treatment mencoba memberikan uraian ringkas secara deskriptif (bukan
tematis) tentang bagaimana suatu episode cerita atau rangkaian peristiwa instruksional (instructional events)
nantinya akan dianggap sebagai ilustrasi perbandingan, di bawah ini akan dapat Anda ikuti beda antara suatu
sinopsis dan treatment yang dikembangkan dari tema yang sama, yaitu “terdampar di pulau karang”.

sinopsis

“Episode menggambarkan suatu kecelakaan kapal ‘Impian’. Dua orang, seorang kakek dan cucu gadisnya
berhasil menyelamatkan diri kepantai pulau karang”.

treatment

“ Cerita diawali dengan fajar menyingsing di ufuk timur sebuah pulau karang yang sepi dan gersang. Di
kejauhan masi tampak samar-samar bingkai kapal “Impian” yang terdampar. Dua sosok tubuh kelihatan
bergelantungan pada sebilah papan yan terapung-apung tidak jauh dari tempat kejadian. Dengan susah paya
mereka mulai nerenang-renag menempuh gelombang dan berjalan tersuruk-suruk menuju pantai pulau
karang yang gersang diiringi gemericiknya riak gelombang air laut yang kini telah mulai redah, dan
seterusnya”.

1. Storyboard.

Rangkaian kejadian seperti dilukiskan dalam treatment tersebut kemudian divisualkan dalam perangkat
gambar atau sketsa sederhana pada waktu berukuran lebih kurang 8 x 12 cm. Tujuan pembuatan storyboard
antara lain adalah untuk melihat apakah tata urutan peristiwa yang akan divisualkan telah sesuai dengan garis
cerita (plot) maupun sekuens belajarnya. Di samping itu juga untuk melihat kesinambungan (kontinuitas)
arus ceritanya sudah lancar. Storyboard juga dapat dipergunakan sebagai momen-momen pengambilan
(shots) menggantikan apa yang lazim disebut “shooting Breakdown”.

1. Skrip atau naskah program

Keterangan-keterangan yang didapat dari hasil eksperimen coba-coba dengan storyboard tersebut kemudian
dituangkan dalam bentuk skirp atau naskah program menurut tata urutan yang dianggap sudah benar. Dalam
perbuatan program film maupun video, skrip atau naskah program merupakan daftar rangkaian peristiwa
yang akan dipaparkan gambar demi gambar dan penuturan demi penuturan menuju tujuan perilaku belajar
yang ingin dicapai. Format penulisan skrip untuk program film dan program video pada prinsipnya sama,
yaitu dalam bentuk skontro atau halaman berkolom dua; sebelah kira untuk menampilkan bentuk
visualisasinya dan sebelah kanan untuk segala sesuatu yang berhubungan dengan suara termasuk dialog,
narasi, maupun efek suara. Tujuan utama suatu skrip atau naskah program adalah sebagai peta atau bahan
pedoman bagi sutradara dalan mengendalikan penggarapansubstansi ke dalam suatu program. Karena itu
skirsp yang baik akan dilengkapi dengan tujuan, sasaran, sinopsis, treatment, dan bila berperang yang terlibat
di dalamnya.

1. Skenario
Bila di atas disebutkan bahwa skrip terutama ditujukan untuk bahan pegangan sutradara, skenariolebih
merupakan petunjuk operasional dalam pelaksanaan produksi atau pembuatan programnya. Skenario sangat
bermanfaat bagi teknisi dan kerabat produksi yang akan melaksanakannya dengan tanggung jawab teknis
operasional. Dalam skenario inilah beda antara film dan video akan tanpak karena video mempunyai efek
visual tertentu yang tidak dimiliki oleh media film, misalnya dissolve, wipe, superimpose, split image, dan
sebagainya. Pengaruh lain yang juga tercermin dalam penulisan skenario adalah beda dalam pendekatannya.
Bila dalam pendekatan filmis perpindahan umumnya bersifat ‘cut-to-cut’ dan pengambilannya boleh
meloncat-loncat dengan pengelompokkan menurut keadaan waktu, cuaca, lokasi maupun sifatnya (di dalam
atau di luar gedung/studio), perpindahan dalam pendekatan video transisional dan bersifat sekuensial.
Dengan singkat, skenario untuk program video mempergunakan lebih banyak istilah-istilah atau “bahasa”
produksi dan petunjuk-petunjuk teknis operasional bagi kerabat dan teknisi produksi.[7]

1. 3. PRODUKSI MEDIA

a) Pengertian

Sebelumnya sudah disinggung bahwa naskah itu berguna untuk dijadikan penuntun dalam produksi. Naskah
adalah rancangan produksi. Dengan naskah itu dipandu harus mengambil gambar, merekam suara,
memadukan gambar dan suara, memasukkan musik dan FX, serta menyunting gambar dan suar itu supaya
alur penyajiannya sesuai dengan naskah, menarik dan mudah diterima oleh sasaran. Semua kegiatan itu
disebut kegiatan produksi.

Kegiatan produksi ini memiliki tiga kelompok personil yang terlibat, yaitu sutradara atau pemimpin
produksi, kerabat kerja, dan pemain. Ketiga kelompok personil itu mempunyai tugas dan tanggung jawab
yang berbeda namun semuanya menuju satu tujuan yaitu menghasilkan program media yang mempunyai
mutu teknis yang baik.

Program produksi memiliki tingkat kerumitan yang berbeda antara media yang satu dengan media yang
lainnya. Produksi audio dapat dilakukan oleh seorang sutradara dengan dibantu dua orang teknisi dan
beberapa orang pemain. Dalam produksi film bingkai jumlah kerabat kerja yang diperlukan sudah lebih
banyak, kecuali lerabat kerja untuk merekan audionya sutradara perlu dibantu pula oleh juru kamera, dan
grafik artis. Pada produksi TV/Video dan film jumlah kerabat kerja tersebut sudah menjadi lebih kompleks.
Selain itu, juru audio dan grafik artis diperlukan juga juru kamera lebih dari seorang, juru lampu, juru rias,
pengatur setting, juru perlengkapan dan juru catat. Karena kompleksnya pekerjaan, sutradara perlu dibantu
oleh pembantu sutradara.

b) Produksi Audio

(1) Studio Produksi

Program audio direkam di dalam suatu studio produksi atau sering juga disebut studio rekaman. Studio ini
terdiri dari dua ruangan, yaitu ruang kontrol dan studionya, yang ke duanya dibatasi oleh dinding berjendela
kaca sehingga orang yang ada dalam dua ruangan itu dapat saling melihat.[8]

Ruang kontrol dilengkapi alat rekaman. Ruangan ini biasanya terdiri dari alat rekaman audio, alat pemutar
audio, alat pemadu suara, dan tombol pengatur suara. Di samping itu, ruangan tersebut memiliki alat untuk
penyunting suara.

Ruang studio adalah sebuah ruangan yang kedap suara. Ruang ini dilengkapi dengan berbagai mikropon,
tempat untuk duduk pemain, alat musik, misalnya piano, perlengkapan untuk membuat FX, dan pengeras
suara. Kedua ruangan tersebut dihubungkan dengan interkom, yang memudahkan orang di ruang kontrol
berkomunikasi dengan orang-orang di dalam studio.
c) Produksi film bingkai

(1) Jenisnya

Produksi program film bingkai memiliki dua jenis kegiatan produksi yang dapat dilakukan secara berurutan.

1. 1. Produksi visual

Pada bagian ini produksi visual yang meliputi gambar-gambar grafis dan caption serta gambar-gambar yang
dapat diambil dari benda sesungguhnya atau modelnya diproduksi semuanya.

1. 2. Produksi audio.

Produksi audio yaitu narasi dan musik serta sound effect.cara memproduksinya sama dengan memproduksi
program audio yang telah diuraikan di bagian terdahulu. Bahkan biasanya lebih sederhana. Hal yang perlu
diperhatikan ialah narasi dan musik serta FX-nya harus sesuai dengan visualisasinya.

1. 3. Alat yang Diperlukan, antara lain:

 Kamera
 Film yang digunakan
 Tiang penyagga untuk mengkopi
 Alat perekam audio.

1. 4. EVALUASI PROGRAM MEDIA

Menurut Sujana[9], evaluasi pada dasarnya adalah memberikan pertimbangan atau harga atau nilai
berdasarkan kriteria tertentu. Sedangkan menurut Joesmani (1998:19) [10]mengemukan evaluasi adalah
suatu proses menentukan sampai seberapa jauh kemampuan yang dapat dicapai oleh siswa dalam proses
pembelajaran.

Media apa pun yang dibuat, seperti kaset audio film bingkai, film rangkai, transparansi OPH, film, video
ataupun gambar, dan permainan/simulasi perlu dinilai terlebih dahulu sebelum dipakai secara luas. Penilaian
(evaluasi) ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah media yang dibuat tersebut dapat mencapai tujuan-
tujuan yang telah ditetapkan atau tidak. Hal ini penting untuk diingat dan dilakukan karena banyak orang
beranggapan bahwa sekali membuat media, pesti seratus persen ditanggung baik. Anggapan iti sendiri
tidaklah keliru. Hal itu karena sebagai pengembang media secara tidak langsung, telah diturunkan hipotesis
bahwa media yang dibuat tersebut dapat memberikan hasil belajar yang lebih baik. Hipotesis tersebut perlu
dibuktikan dengan mengujicobakannya ke sasaran yang dimaksud.

a) Macam Evaluasi

Ada dua macam bentuk pengujicobaan media yang dikenal, yaitu evaluasi formatis dan evaluasi sumatif.
Berikut ini dua bentuk pengujicobaan tersebut.

Evaluasi formatif adalah proses yang dimaksudkan untuk mengumpulkan data tentang evektifitas dan
evisiensi bahan-bahan pembelajaran (termasuk ke dalamnya media). Tujuannya untuk mencapai ujuan yang
telah ditetapkan. Data-data tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki dan menyempurnakan media yang
bersangkutan agar lebih efektif dan efisien.

Dalam bentuk finalnya, setelah diperbaiki dan disempurnakan, perlu dikumpulkan data. Hal itu untuk
menentukan apakah media yang dibuat patut digunakan dalam situasi-situasi tertentu. Di samping itu, untuk
menentukan apakah media tersebut benar-benar efektif seperti, yang dilaporkan. Jenis evaluasi ini disebut
evaluasi sumatif.

Kegiatan evaluasi dalam program pengembangan medis pendidikan akan dititikberatkan pada kegiatan
evaluasi formatif. Adanya komponen evaluasi formatif dalam proses pengembangan media pendidikan,
membedakan prosedur empiris ini dari pendekatan-pendekatan filosofis dan teoritis. Efektifitas dan efisiensi
media yang dikembangkan tidak hanya bersifat teoritis, tetapi benar-benar telah dibuktikan dilapangan.[11]

b) Tahap Evaluasi

Ada tiga tahapan evaluasi formatif, yaitu efaluasi lawan setu (one to one), evaluasi kelompok kecil (small
group evaluation), dan evaluasi lapangan (field evaluation).

(1) Evaluasi satu lawan satu

Pada tahap ini pilihan dua siswa atau lebih yang dapat mewakili populasi target dari mereka yang dibuat.
Sajikan media tersebut kepada mereka secara individual. Kalau media itu didisain untuk belajar mandiri,
biarkan siswa mempelajarinya, sementara Anda mengamatinya. Kedua orang siswa yang telah dipilih
tersebut, hendaknya satu orang dari populasi target yang kemampuan umumnya sedikit dibawah rata-rata dan
satu orang lagi diatas rata-rata.

Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut.

1. Jelaskan kepada siswa bahwa Anda sedang merancang suatu media baru dan ingin mengetahui
bagaimana reaksi siswa terhadap media yang sedang dibuat.
2. Katakan kepada siswa bahwa apabila nanti siswa berbuat salah, hal itu bukanlah karena kekurangan
dari siswa, tetapi karena kekurangsempurnaan nedia tersebut, sehingga perlu diperbaiki.
3. Usahakan agar siswa bersikap rileks dan bebas mengemukakan pendapatnya tentang media tersebut.
4. Berikan tes awal untuk mengetahui sejauh mana kemampuan dan pengetahuan siswa terhadap topik
yang dimediakan.
5. Sajikan media dan catat berapa lama waktu yang Anda butuhkan, termasuk siswa untuk
menyajikan/mempelajari media tersebut. Catat pula bagaimana reaksi siswa dan bagian-bagian yang
sulit dipahami; apakah contoh-contohnya, penjelasannya, petunjuk-petunjuknya, ataukah yang lain.
6. Berikan teks untuk mengukur keberhasilan media tersebut (post test).
7. Analisis informasi yang terkumpul.

Berapa informasi yang dapat diperoleh melalui kegiatan ini antara lain kesalahan pemilihan kata atau uraian-
uraian yang tak jelas, kesalahan dalam memilih lambang-lambang visual, kurangnya contoh, terlalu banyak
atau sedikitnya materi, urutan penyajian yang keliru, pertanyaan atau petunjuk kurang jelas, tujuan tak sesuai
dengan materi, dan sebagainya.

Jumlah dua orang untuk kegiatan ini adalah jumlah minimal. Setelah selesai, dapat diujicobakan kepada
beberapa orang siswa yang lain dengan prosedur yang sama. Selain itu, dapat juga diujicobakan kepada ahli
bidang studi (content expert). Mereka sering kali memberikan umpan balik yang bermanfaat. Atas dasar data
atau informasi dari kegiatan-kegiatan tersebut akhirnya revisi dilakukan sebelum media dicobakan ke
kelompok kecil.

1. Evaluasi Kelompok Kecil

Pada tahap ini, media perlu dicobakan kepada 10-20 orang siswa yang dapat mewakili populasi target. Kalau
media tersebut dibuat untuk siswa kelas 1 SMP, pilihan 10-20 orang siswa dari kelas 1 SMP. Mengapa harus
dalam jumlah tersebut? Hal itu disebabkan kalau kurang dari 10 data yang diperoleh kurang dapat
menggambarkan populasi target. Sebaliknya, jika lebih dari dua puluh data atau informasi yang diperoleh
melebihi yang diperlukan. Akibatnya kurang bermanfaat untuk dianalisis dalam evaluasi kelompok kecil.

Siswa yang dipilih dalam kegiatan ini hendaknya mencerminkan karakteristik populasi. Usahakan sampel
etrsebut terdiri dari siswa-siswa yang kurang pandai, sedang, dan pandai, laki-laki dan perempuan; berbagai
usia dan latar belakang.

Prosedur yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut.

1. Jelaskan bahwa media tersebut berada pada tahap formatif dan memerlukan umpan balik untuk
menyempurnakannya.
2. Berikan tes awal (pretest) untuk mengukur kemampuan dan pengetahuan siswa tentang topik yang
dimediakan.
3. Sajikan media atau minta kepada siswa untuk mempelajari media tersebut.
4. Catat waktu yang diperlukan dan semua bentuk umpan balik (langsung ataupun tak langsung)
selama penyajian media.
5. Berikan tes untuk mengetahui sejauh mana tujuan dapat tercapai (post test).
6. Bagikan kuesioner dan minta siswa untuk mengisinya. Apabila mungkin, adakan diskusi yang
mendalam dengan beberapa siswa. Beberapa pertanyaan yang perlu didiskusikan antara lain: a).
menarik tidaknya media tersebut, apa sebabnya b). mengerti tidaknya siswa akan pesan yang
disampaikan c). konsistensi tujuan dan materi program; cukup tidaknya atau jelas tidaknya latihan
dan contoh yang diberikan. Apabila pertanyaan-pertanyaan tersebut telah ditanyakan lewat
kuesioner, informasi yang lebih detail dan jauh dapat dicari lewat diskusi ini.
7. Analisis data yang terkumpul.

1. Evaluasi Lapangan

Evaluasi lapangan atau field evaluetion adalah tahap akhir dari evaluasi formatif yang perlu dilakukan.
Usahakan memperoleh situasi yang semirip mungkin dengan situasi sebenarnya. Setelah melalui dua tahap
evaluasi di atas tentulah media yang dibuat sudah mendekati kesempurnaan. Namun dengan itu masi harus
dibuktikan. Melalui evaluasi lapangan inilah, kebolehan media yang kita buat itu diuji. Pilih sekitar tiga
puluh orang siswa dengan berbagai karakteristik (tingkat kepandaian, kelas, latar belakang, jenis kelamin,
usia, kemajuan belajar, dan sebagainya) sesuai dengan karakteristik populasi sasaran.

Satu hal yang perlu dihindari baik untuk dua tahap evaluasi terdahulu maupun lebih-lebih lagi untuk tahap
evaluasi lapangan adalah apa yang disebut efek halo (hallo effect). Situasi seperti ini muncul apabila media
dicobakan pada kelompok responden yang salah. Maksudnya, kita dapat membuat program film bingkai lalu
mencobakannya kepada siswa-siswa yang belum pernah melihat program film bingkai atau transportasi OHP
dan film, kepada siswa-siswa yang belum pernah memperoleh sajian dengan transparansi atau melihat film.
Pada situasi seperti ini, informasi yang diperoleh banyak dipengaruhi oleh sifat kebaruan tersebut sehingga
kurang dapat dipercaya.

DAFTAR PUSTAKA

Joesmani. Pengukuran dan Evaluasi dalam Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud. 1988.

Ftaman blog di : http://ftaman.wordpress.com/2010/01/11/pengembangan-desain- pembelajaran/,


diakses pada tanggal 25-April-2010.

Hamalik, Umar, Media Pendidikan. Bandung : Citra Aditya Bakti, 1994.


Haryono. Pengembangan Model Pembelajaran. Semarang : UNNES Press, 1987.

Sadiman, Arief, et al., eds. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, Dan


Pemanfaatan. Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2008.

Sudjana, Dasar – Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sumber Baru Al Gen Sindo. 2000

[1] Umar Hamalik, Media Pendidikan. (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2009), h. 32.

[2] Haryono. Pengembangan Model Pembelajaran. (Semarang : UNNES Press, 1987). h.5.

[3] Ibid., h.9.

[4] Ibid., hal.14

[5] Arief S. Sadiman, et al., eds., Media Pendidikan: (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008),
h.116.

[6] Ibid., h.117.

[7] Ibid., h.159

[8] Ibid., h.166

[9] Sudjana, Dasar – Dasar Proses Belajar Mengajar. (Bandung : Sumber Baru Al Gen Sindo, 2000),
h.111.

[10] Joesmani, Pengukuran dan Evaluasi dalam Pembelajaran. (Jakarta: Depdikbud, 1988), h.19.

[11] Ibid., h.182.

Sumber: http://kiflipaputungan.wordpress.com/2010/06/27/pengembangan-media-
pembelajaran

Anda mungkin juga menyukai