Anda di halaman 1dari 7

NAMA : MESI MEIDA SARI

NIM : 16 01 01 083

KELAS : S1-B

TUGAS PATOFISIOLOGI

A. DEFINISI HEPARIN

Heparin adalah salah satu jenis obat golongan antikoagulan yang mencegah
pembekuan darah dengan jalan menghambat pembentukan atau menghambat fungsi
beberapa faktor pembekuan darah. Meningkatkan efek antitrombin III dan
menginaktivasi trombin (demikian juga dengan faktor koagulan IX, X, XI, XII dan
plasmin) dan mencegah konversi fibrinogen menjadi fibrin, heparin juga
menstimulasi pembebasan lipase lipoprotein.

Gambar 1. Heparin/kompleks AT-III menginaktivasi faktor koagulasi.

AT-III merupakan penghambat faktor koagulasi yang lambat tanpa heparin.


Heparin dengan pentasakarida yang berafinitas kuat mengikat AT-III dan
menginduksi perubahan bentuk dari AT-III, dengan demikian mengubah AT-III dari
penghambat faktor koagulasi yang lambat menjadi sangat cepat. AT-III berikatan
secara kovalen dengan faktor koagulasi dan heparin akan berdisasoiasi dari
kompleks tersebut, serta dapat digunakan kembali.

B. KLASIFIKASI HEPARIN

Berdasarkan struktur kimia dan berat molekulnya, heparin dikelompokkan


sebagai berikut :

1) Unfractioned Heparin (UHF)

Unfraction heparin sampai saat ini masih merupakan regimen antikoagulan


yang paling sering digunakan pada SKA. Regimen ini telah dipakai selama lebih
dari 40 tahun pada kasus infark jantung (Wienbergen dkk, 2007). Harganyanya
yang relatif murah, dapat diberikan pada penderita insufiensi ginjal, masa kerja dan
waktu paruh yang singkat serta dapat dinetralisasi dengan cepat menggunakan
protamin sulfat apabila dijumpai efek perdarahan berat merupakan beberapa
kelebihan dari UFH (Schiele, 2010).

UFH merupakan rantai polisakarida sulfat dengan berat molekul bervariasi


dari 3000 sampai 30.000 Dalton. Sekitar sepertiga dari rantai heparin mempunyai
sekuen pentasakarida, tempat berikatan dengan antitrombin. Sekuen ini
bertanggung jawab terhadap efek antikoagulan heparin (De Caterina dkk, 2007;
Hanna dkk, 2010; Hirsh dkk, 2008). Rantai UFH yang tidak mempunyai sekuen
pentasakarida hanya mempunyai efek antikoagulan yang minimal jika UFH
diberikan dengan dosis profilaksis. Dengan dosis yang lebih tinggi, heparin dengan
atau tanpa sekuen rantai pentasakarida akan mengaktivasi heparin kofaktor II.
Tidak seperti antitrombin, heparin kofaktor II hanya menghambat trombin. Heparin
mengkatalisir penghambatan trombin oleh antitrombin dengan secara simultan
berikatan dengan antitrombin (pada sekuen pentasakarida) dan dengan trombin. Sisi
arginin reaktif pada antitrombin berikatan secara kovalen dengan sisi serin aktif dari
trombin untuk membentuk komplek trombinantitrombin yang stabil. Heparin
kemudian berdisosiasi dari komplek ini untuk mengaktivasi molekul antitrombin
selanjutnya (De Caterina dkk, 2007; Hanna dkk, 2010; Hirsh dkk, 2008).
Gambar 2.1 Mekanisme kerja UFH

Hanya heparin yang memiliki lebih dari 18 unit sakarida yang dapat berikatan
dengan kompleks trombin-antitrombin. Namun, sekuen pentasakarida dengan rantai
yang lebih pendek pada heparin dapat mengkatalisir penghambatan faktor Xa oleh
antitrombin. Perbandingan inisiasi rasio penghambatan faktor Xa dengan
antitrombin pada UFH adalah 1:1 (Cannon dkk, 2001; De Caterina dkk, 2007;
Hanna dkk, 2010; Hirsh dkk, 2008).

UFH juga berikatan pada sel endotel, makrofag dan beberapa protein plasma.
Ikatan UFH dengan protein plasma ini akan menetralisir aktivitas antikoagulan
seperti platelet factor 4 dan vitronectin serta menyebabkan faktor Von Willebrand
menjadi tidak berfungsi. Hal ini menerangkan mengapa dosis UFH harus diberikan
secara individual untuk mendapatkan efek anti trombotik. Ikatan UFH pada sel
endotel dan beberapa protein plasma menyebabkan bioavailabilitasnya berkurang
pada konsentrasi yang rendah dan menghasilkan respon yang bervariasi walaupun
diberikan pada dosis yang sama pada individu yang berbeda. Respon antikoagulan
meningkat secara disproporsional ketika dosis dan durasi pemberian UFH
ditingkatkan (De Caterina dkk, 2007; Hanna dkk, 2010; Hirsh dkk, 2008).

Efek farmakokinetik UFH yang bervariasi ini harus dipantau secara ketat.
Activated partial tromboplastin time (APTT) adalah tes yang paling sering
digunakan karena tes ini sensitif terhadap efek inhibisi heparin terhadap trombin,
faktor X dan faktor IX.

Dosis UFH yang digunakan pada kasus IMA STE dengan dan tanpa fibrinolitik
adalah 60 UI/kgBB dengan dosis maksimum 4000 UI secara bolus intravena, yang
kemudian diikuti dengan infus intravena 12 UI/kgBB dengan dosis maksimum
1000 UI/jam selama 1-2 hari. Target APTT adalah 50-70 detik, dengan interval
waktu pemeriksaan 3, 5, 12 dan 24 jam pemberian (Van de Werf dkk, 2008).
Beberapa efek samping pemberian heparin dapat dijumpai, seperti perdarahan,
trombositopenia yang dapat mengarah ke heparin induced thrombocytopenia (HIT),
osteoporosis, alopecia, nekrosis kulit, urtikaria serta peningkatan serum
transaminase hati (De Caterina dkk, 2007; Hanna dkk, 2010; Hirsh dkk, 2008).

2) Low Molekul Weight Heparin (LMWH)

LMWH merupakan derivat dari UHF. LMWH termasuk glikosaminoglikan


polisulfat yang mempunyai berat sekitar satu sepertiga berat molekul UFH. Berat
molekul LMWH rata-rata4.000 sampai 5.000d (sekitar 15 unit per molekul
monosakarida) dengan kisaran 2.000 sampai 9.000d.

a. Enoxaparin

Enoxaparin merupakan LMWH yang paling sering digunakan. LMWH adalah


derivat heparin yang diperoleh dari depolimerisasi enzimatik heparin. Enoxaparin
merupakan derivat heparin, hasil dari bensilasi dan depolimerisasi alkalis heparin
(De Caterina dkk, 2007; Hanna dkk, 2010; Hirsh dkk, 2001; Hirsh dkk, 2008).
Seperti LMWH lainnya, enoxaparin hanya mempunyai berat molekul sepertiga dari
heparin (4200 dalton). LMWH menghasilkan efek antikoagulan melalui interaksi
secara simultan dengan komplek trombin-antitrombin. Rantai sakarida yang relatif
pendek, menyebabkan kemampuannya untuk mengkatalisir penghambatan trombin
lebih rendah dibandingkan dengan heparin. Namun, rantai ini tetap dapat
menginisiasi penghambatan faktor Xa oleh antitrombin. Perbandingan inisiasi rasio
penghambatan faktor Xa dengan antitrombin pada enoxaparin adalah 3,8 : 1 sampai
4:1 (Bauer, 2006; De Caterina dkk, 2007; Hanna dkk, 2010; Hirsh dkk, 2008;
Rubolli dkk, 2007).

Depolimerisasi dari rantai heparin pada LMWH menyebabkan ikatan terhadap


sel endotel, makrofag, trombosit serta protein plasma juga berkurang.
Berkurangnya afinitas LMWH terhadap protein plasma menyebabkan efek
antikoagulan, farmakokinetik dan biologisnya berbeda dengan heparin.
Berkurangnya afinitas LMWH dengan sel endotel dan makrofag menyebabkan
waktu paruh LMWH menjadi lebih panjang, sedangkan kurangnya afinitas terhadap
trombosit dan platelet factor 4 menyebabkan insidensi HIT lebih rendah
dibandingkan dengan heparin. Penurunan afinitas LMWH terhadap osteoblast
menyebabkan aktivasi osteoklas berkurang sehingga osteoporosis lebih jarang
dijumpai (De Caterina dkk, 2007; Hirsh dkk, 2008).

Setelah diberikan secara subkutan, bioavailabilitas enoxaparin mencapai lebih


dari 90%. Tidak diperlukan pemantauan rutin pada pemberian LMWH, kecuali
pada penderita insufiensi renal, obesitas atau pada kehamilan. Jika diperlukan
pemantauan, maka tes yang relevan adalah level anti Xa (Bauer, 2006; De Caterina
dkk, 2007; Hanna dkk, 2010; Hirsh dkk, 2008).

Seperti antikoagulan lainnya, efek perdarahan dapat terjadi pada LMWH.


Namun, efek HIT dan osteoporosis lebih jarang terjadi dibandingkan dengan UFH.
Hal ini dihubungkan dengan kurangnya afinitas LMWH terhadap protein plasma
dan trombosit (De Caterina dkk, 2007; Hirsh dkk, 2008).

Dosis enoxaparin pada IMA STE dengan atau tanpa reperfusi dini bergantung
pada usia dan kadar kreatinin. Penderita IMA STE yang berusia kurang dari 75
tahun dengan kreatinin kurang dari 2,5 mg/dl pada laki-laki atau kurang dari 2
mg/dl pada perempuan, menggunakan dosis enoxaparin bolus intravena 30 mg yang
kemudian diikuti 15 menit kemudian dengan dosis 1 mg/kgBB per 12 jam, dengan
maksimum pemberian selama 8 hari. Jika penderita berusia lebih dari 75 tahun,
tidak diberikan bolus intravena. Dosis pertama diberikan secara subkutan sebanyak
0,75 mg/kgBB, dengan dosis maksimum 75 mg untuk dua dosis subkutan yang
pertama. Penderita dengan creatinine clearance kurang dari 30 ml/menit, hanya
diberikan dosis subkutan per 24 jam (Van de Werf dkk, 2008).

b. Fondaparinux

Fondaparinux merupakan derivat heparin yang hanya memiliki sekuen


pentasakarida, dengan berat molekul berkisar 1728 Dalton (De Caterina dkk, 2007;
Hanna dkk, 2010; Hirsh dkk, 2008). Aktivitasnya spesifik hanya mengkatalisir
penghambatan faktor Xa. Fondaparinux berikatan dengan antitrombin dan
menghasilkan perubahan formasi pada sisi reaktif dari antitrombin yang akan
mengaktivasi penghambatan faktor Xa. Fondaparinux kemudian dilepaskan dari
antitrombin, untuk mengaktivasi antitrombin selanjutnya (De Caterina dkk, 2007;
Hanna dkk, 2010; Hirsh dkk, 2008).

Setelah diberikan secara subkutan, fondaparinux cepat diabsorbsi, dengan


waktu paruh berkisar 17 jam pada dewasa muda dan 21 jam pada orang tua
sehingga dosis pemberian hanya sekali sehari. Fondaparinux berikatan secara non
spesifik dan minimal dengan protein plasma sehingga tidak diperlukan pemantauan
khusus secara rutin (GG Turpie, 2006; GG Turpie, 2008; Rupprecht dkk, 2010;
Samama dkk, 2010).

Dosis fondaparinux pada IMA STE dengan atau tanpa fibrinolitik adalah 2,5
mg bolus intravena, yang kemudian diikuti dengan 2,5 mg subkutan perhari selama
8 hari. Fondaparinux hanya diberikan pada penderita dengan kadar kreatinin kurang
atau sama dengan 3 mg/dl (Van de Werf dkk, 2008). Selain perdarahan, efek
samping lain pemberian fondaparinux belum diketahui secara luas (De Caterina dkk,
2007; Hanna dkk, 2010; Hirsh dkk, 2008).

Berikut ini adalah mekanisme kerja dari UFH, enoxaparin dan fondaparinux :

Gambar 2.2 Mekanisme kerja, eliminasi, waktu paruh, efek terhdap ginjal pada
berbagai jenis antikoagulan.
Gambar 2.3 Mekansime kerja UFH, LMWH, serta Fondaparinux.

Anda mungkin juga menyukai