Anda di halaman 1dari 11

PERCOBAAN I2 INTERFEROMETER MICHELSON

Tri Adi Wijaya, Dedi Kurnianta Sembiring, Farid Chairul Darmawan, Kimiatus
Sa’adah, Ichtiarwan Dwi Ramadhanu
Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro

ABSTRAK
Percobaan Interferometer Michelson memiliki tujuan untuk memahami prinsip kerja
Interferometer Michelson dan mengukur panjang gelombang laser He-Ne. Prinsip kerja alat
ini adalah memanfaatkan pola interferensi yang terjadi pada 2 buah gelombang cahaya yang
berasal dari sumber cahaya monokromatik. Sumber cahaya ini awalnya ditembakkan ke
interferometer dan akan mengalami pemfokusan melalui lensa cembung. Selanjutnya akan
diteruskan ke beam splitter atau pemecah cahaya sehingga cahaya akan terbagi 2 yakni
sebagian dipantulkan dan sebagian diteruskan. Dua hasil pemecahan ini kemudian
dipantulkan kembali dan menyatu pada sebuah layar sehingga terjadi pola interferensi
konstruktif (interferensi oleh 2 gelombang yang sefase) yang terjadi karena adanya perbedaan
panjang lintasan yang ditempuh dua berkas gelombang cahaya yang telah disatukan tersebut.
Pada percobaan ini diperoleh nilai 578 nm dan 580 nm. Berdasarkan teori,nilai panjang
gelombang pada sumber cahaya yakni laser He-Ne adalah 632,8 nm. Terdapat perbedaan nilai
yang dihasilkan karena adanya kesalahan berupa kurang telitinya praktikan dalam
menyesuaikan antara ketepatan mengubah frinji dan pemutaran skala mirometer serta kurang
telitinya praktikan dalam membaca skala pada micrometer sekrup.

KATA KUNCI: : Interferometer Michelson, Interferensi, Frinji, , Panjang Gelombang

I. PENDAHULUAN
Rangkaian alat yang digunakan untuk mengetahui pola-pola interferensi suatu
gelombang adalah Interferometer Michelson Percobaan Interferometer Michelson pertama kali
dilakukan pada akhir abad ke-19 oleh Michelson dan Morley untuk membuktikan keberadaan
eter yang saat itu diduga sebagai medium perambatan gelombang cahaya.Dari eksperimen yang
didasarkan pada prinsip resultan kecepatan cahaya tersebut didapati bahwa keberadaan eter
ternyata tidak ada (Soedojo, 1992).
Percobaan interferometer Michelson dilakukan dengan menggunakan 2 cermin yang
diatur posisinya tegak lurus. Dengan posisi demikian, akan terjadi perbedaan lintasan yang
diakibatkan oleh pola reflektansi dan tranmisivitas split dari cahaya yang masuk melewati
lensa. Selanjutnya, perbedaan lintasan ini akan menyebabkan adanya beda fase dan penguatan
fase atau interferensi konstruktif yang selanjutnya menyebabkan munculnya pola-pola pada
frinji.Oleh karena itu, maka dilakukanlah percobaan ini utnuk memahami prinsip
interferometer Michelson dan menghitung panjang gelombang

I. TINJAUAN PUSTAKA
Interferensi merupakan penggabungan secara superposisi dua gelombang atau lebih
yang bertemu dalam satu titik di ruang. Interferensi gelombang dari dua sumber tidak
teramati kecuali sumbernya koheren, atau perbedaan fase di antara gelombang konstan
terhadap waktu. Karena berkas cahaya pada umumnya adalah hasil dari jutaan atom yang
memancar secara bebas, dua sumber cahaya biasanya tidak koheren. Koherensi dalam
optika sering dicapai dengan membagi cahaya dari sumber tunggal menjadi dua berkas atau
lebih, yang kemudian dapat digabungkan untuk menghasilkan pola interferensi. Pembagian
ini dapat dicapai dengan memantulkan cahaya dari dua permukaan yang terpisah (Tipler,
1991).
Saat dua gelombang yang berfrekuensi dan memiliki panjang gelombang sama tapi
berbeda fase bergabung, maka gelombang yang dihasilkan merupakan gelombang yang
amplitudonya tergantung pada perbedaan fasenya. Jika perbedaan fasenya 0 atau bilangan
bulat kelipatan 360°, maka gelombang akan sefase dan berinterferensi secara saling
menguatkan (interferensi konstruktif). Sedangkan amplitudonya sama dengan penjumlahan
amplitudo masing-masing gelombang. Jika perbedaan fasenya 180° atau bilangan ganjil
kali 180°, maka gelombang yang dihasilkan akan berbeda fase dan berinterferensi secara
saling melemahkan (interferensi destruktif). Amplitudo yang dihasilkan merupakan
perbedaan amplitudo masing-masing gelombang(Tipler, 1991).
Alat yang dirancang untuk menghasilkan pola interferensi dari perbedaan panjang
lintasan disebut interferometer optik. Interferometer dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu
interferometer pembagi muka gelombang dan interferometer pembagi amplitudo. Pada
pembagi muka gelombang, muka gelombang pada berkas cahaya pertama di bagi menjadi
dua, sehingga menghasilkan dua buah berkas sinar baru yang koheren, dan ketika jatuh di
layar akan membentuk pola interferensi yang berwujud garis gelap terang berselang-seling.
Di tempat garis terang, gelombang-gelombang dari kedua celah sefase sewaktu tiba di
tempat tersebut. Sebaliknya di tempat garis gelap, gelombang-gelombang dari kedua celah
berlawanan fase sewaktu tiba di tempat tersebut( Soedojo,1992)
Interferometer Michelson adalah seperangkat peralatan yang memanfaatkan gejala
interferensi. Prinsip interferensi adalah kenyataan bahwa beda lintasan optik (d) akan
membentuk suatu frinji (Resnick, 1993). Pada tahun 1887,Albert A. Michelson (1852-
1931) dan Edward W. Morley (1838-1932) mencoba mengukur aliran eter dengan
menggunakan interferometer optis yang sangat peka yang dikenal dengan interferometer
Michelson (Dadan Rosana,dkk.2003). jika benar bahwa ada eter, maka seharusnya seorang
pengamat di bumi yang bergerak bersama eter akan merasakan adanya “angin eter”. Suatu
alat yang cukup sensitif untuk mendeteksi adanya pergerkan eter telah dikembangkan oleh
Michelson pada tahun 1881, dan disempurnakan kembali oleh Michelson-Morley pada
tahun 1887. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa “tidak ada gerakan eter yang
menuju eter yang terdeteksi. Dengan kata lain, “eter itu tidak ada”(Daud Malago, 2005)

II. METODE PERCOBAAN

Alat dan Bahan :


1. Laser He-Ne
2. Landasan dasar interferometer
3. Pembagi sinar, digunakan untuk membagi sinar laser
4. Cermin datar
5. Lensa f : 50 mm
6. Tombol penyetel
7. Kaki magnet tempel

Cara Kerja:
-Menghidupkan laser dan mengatur laser agar tepat melewati lensa
-Menutup cermin 2 dan mengatur posisi cermin 1 sehingga berkas pantul dapat
dilihat layer.
-Menghitung jumlah frinzi sebagai titik acuan perhitungan jumlah frinzi
-Memutar setrup cermin 1 berlawanan arah jarum jam sehingga pola interaksi dapat
dilihat
-Menghitung jumlah finzi sebanyak 25 kali
-Mengulangi semua langkah dengan variasi cahaya
IV. ANALISIS DATA
4.1. DATA PERCOBAAN
Tabel 4.1. Data Percobaan Interferometer Michelson
Z ∆ λ masukan(m) ∆ λ keluaran (m)
5 0,00003 0,00007
10 0,00006 0,00009
15 0,00008 0,00011
20 0,0001 0,00013
25 0,00011 0,00015

4.2. PENURUNAN RUMUS


4.2.1. Persamaan k
z .λHe−Ne
k= 2n . ∆L

4.2.2. Persamaan λ
2n . ∆L .k
λ = z

4.2.3. Ralat Rambat


∂λ 2n . ∆L
=
∂∆L z

∂λ
∆λ = √(∂∆L ∆(∆L))2

4.2.4. Ralat Bobot


λ1 λ2 λ3 λn
∆λ1 2 ∆λ2 2 ∆λ3 2 ∆λn 2
λ = 1 + 1 + 1 +⋯ + 1
∆λ1 2 ∆λ2 2 ∆λ3 2 ∆λn 2

1 1 1 1
∆λ = √ 1 + 1 + 1 +⋯ + 1
∆λ1 2 ∆λ2 2 ∆λ3 2 ∆λn 2
4.3. PERHITUNGAN
4.3.1. Perhitungan k masuk
z = 5, ∆L = 3 x 10−5 m, n = 1, λ = 6,328 x 10−7
z .λHe−Ne 5 .6,328 x 10−7
k= = = 5,933 x 10−2
2n . ∆L 2 .1 . 3 x 10−5

4.3.2. Perhitungan k keluar


z = 5, ∆L = 7 x 10−5 m, n = 1, λ = 6,328 x 10−7
z .λHe−Ne 5 .6,328 x 10−7
k= = = 4,315 x 10−2
2n . ∆L 2 .1 . 7 x 10−5

4.3.3. Perhitungan λ masuk


 Saat z = 5, ∆L = 3 x 10−5 m, n = 1, k = 5,933 x 10−2
2n . ∆L .k 2 .1 . 3 x 10−5 . 5,933 x 10−2
λ = = = 7,119 x 10−7
z 5
∂λ 2n . ∆L 2 .1 . 5,933 x 10−2
= = = 2,373 x 10−2
∂∆L z 5

∂λ
∆λ = √(∂∆L ∆(∆L))2 = √(2,373 x 10−2 . 5 x 10−6 )2 = 1,187 x 10−7

λ = (λ ± ∆λ) = (7,119 ± 1,187) x 10−7 m

 Saat z = 10, ∆L = 6 x 10−5 m, n = 1, k = 5,933 x 10−2


2n . ∆L .k 2 .1 . 6 x 10−5 . 5,933 x 10−2
λ = = = 7,119 x 10−7
z 10
∂λ 2n . ∆L 2 .1 . 5,933 x 10−2
= = = 1,187 x 10−2
∂∆L z 10

∂λ
∆λ = √(∂∆L ∆(∆L))2 = √(1,187 x 10−2 . 5 x 10−6 )2 = 0,593 x 10−7

λ = (λ ± ∆λ) = (7,119 ± 0,593) x 10−7 m

 Saat z = 15, ∆L = 8 x 10−5 m, n = 1, k = 5,933 x 10−2


2n . ∆L .k 2 .1 . 8 x 10−5 . 5,933 x 10−2
λ = = = 6,328 x 10−7
z 15
∂λ 2n . ∆L 2 .1 . 5,933 x 10−2
= = = 7,91 x 10−3
∂∆L z 15

∂λ
∆λ = √(∂∆L ∆(∆L))2 = √(7,91 x 10−3 . 5 x 10−6 )2 = 0,396 x 10−7

λ = (λ ± ∆λ) = (6,328 ± 0,396) x 10−7 m


 Saat z = 20, ∆L = 1 x 10−4 m, n = 1, k = 5,933 x 10−2
2n . ∆L .k 2 .1 . 1 x 10−4 . 5,933 x 10−2
λ = = = 5,933 x 10−7
z 20
∂λ 2n . ∆L 2 .1 . 5,933 x 10−2
= = = 5,933 x 10−3
∂∆L z 20

∂λ
∆λ = √(∂∆L ∆(∆L))2 = √(5,933 x 10−3 . 5 x 10−6 )2 = 0,297 x 10−7

λ = (λ ± ∆λ) = (5,933 ± 0,297) x 10−7 m

 Saat z = 25, ∆L = 1,1 x 10−4 m, n = 1, k = 5,933 x 10−2


2n . ∆L .k 2 .1 . 1,1 x 10−4 . 5,933 x 10−2
λ = = = 5,221 x 10−7
z 25
∂λ 2n . ∆L 2 .1 . 5,933 x 10−2
= = = 4,746 x 10−3
∂∆L z 25

∂λ
∆λ = √(∂∆L ∆(∆L))2 = √(4,746 x 10−3 . 5 x 10−6 )2 = 0,237 x 10−7

λ = (λ ± ∆λ) = (5,221 ± 0,237) x 10−7 m

4.3.4.Perhitungan λ keluar

 Saat z = 5, ∆L = 7 x 10−5 m, n = 1, k = 4,315 x 10−2


2n . ∆L .k 2 .1 . 7 x 10−5 . 4,315 x 10−2
λ = = = 12,081 x 10−7
z 5
∂λ 2n . ∆L 2 .1 . 4,315 x 10−2
= = = 1,726 x 10−2
∂∆L z 5

∂λ
∆λ = √(∂∆L ∆(∆L))2 = √(1,726 x 10−2 . 5 x 10−6 )2 = 0,863 x 10−7

λ = (λ ± ∆λ) = (12,081 ± 0,863) x 10−7 m

 Saat z = 10, ∆L = 9 x 10−5 m, n = 1, k = 4,315 x 10−2


2n . ∆L .k 2 .1 . 9 x 10−5 . 4,315 x 10−2
λ = = = 7,766 x 10−7
z 10
∂λ 2n . ∆L 2 .1 . 4,315 x 10−2
= = = 8,629 x 10−3
∂∆L z 10

∂λ
∆λ = √(∂∆L ∆(∆L))2 = √(8,629 x 10−3 . 5 x 10−6 )2 = 0,431 x 10−7

λ = (λ ± ∆λ) = ( 7,766 ± 0,431) x 10−7 m


 Saat z = 15, ∆L = 1,1 x 10−4 m, n = 1, k = 4,315 x 10−2
2n . ∆L .k 2 .1 . 1,1 x 10−4 . 4,315 x 10−2
λ = = = 6,328 x 10−7
z 15
∂λ 2n . ∆L 2 .1 . 4,315 x 10−2
= = = 5,753 x 10−3
∂∆L z 15

∂λ
∆λ = √(∂∆L ∆(∆L))2 = √(5,753 x 10−3 . 5 x 10−6 )2 = 0,288 x 10−7

λ = (λ ± ∆λ) = (6,328 ± 0,288) x 10−7 m

 Saat z = 20, ∆L = 1,3 x 10−4 m, n = 1, k = 4,315 x 10−2


2n . ∆L .k 2 .1 . 1,3 x 10−4 . 4,315 x 10−2
λ = = = 5,609 x 10−7
z 20
∂λ 2n . ∆L 2 .1 . 4,315 x 10−2
= = = 4,315 x 10−3
∂∆L z 20

∂λ
∆λ = √(∂∆L ∆(∆L))2 = √(4,315 x 10−3 . 5 x 10−6 )2 = 0,216 x 10−7

λ = (λ ± ∆λ) = (5,609 ± 0,216) x 10−7 m

 Saat z = 25, ∆L = 1,5 x 10−4 m, n = 1, k = 4,315 x 10−2


2n . ∆L .k 2 .1 . 3 x 10−5 . 4,315 x 10−2
λ = = = 5,117 x 10−7
z 5
∂λ 2n . k 2 .1 . 4,315 x 10−2
= = = 3,452 x 10−3
∂∆L z 5

∂λ
∆λ = √(∂∆L ∆(∆L))2 = √(3,452 x 10−3 . 5 x 10−6 )2 = 0,173 x 10−7

λ = (λ ± ∆λ) = (5,117 ± 0,173) x 10−7 m

4.3.5.Ralat Bobot masuk


λ1 λ2 λ3 λn
∆λ1 2 ∆λ2 2 ∆λ3 2 ∆λn 2
λ = 1 + 1 + 1 +⋯ + 1
∆λ1 2 ∆λ2 2 ∆λ3 2
2
(1,187 x 10−7 )

7,119 x 10−7 7,119 x 10−7 6,328 x 10−7 5,933 x 10−7 5,221 x 10−7
2 2 2 2 2
(1,187 x 10−7 ) (0,593 x 10−7 ) (0,396 x 10−7 ) (0,297 x 10−7 ) (0,237 x 10−7 )
= 1 + 1 + 1 + 1 + 1
2 2 2 2 2
(1,187 x 10−7 ) (0,593 x 10−7 ) (0,396 x 10−7 ) (0,297 x 10−7 ) (0,237 x 10−7 )

= 5,781 x 10−7 m
1 1 1 1
∆λ = √ 1 + 1 + 1 +⋯ + 1
2 2 2 2
∆λ1 ∆λ2 ∆λ3 ∆λn

1 1 1 1 1
= √ 1 + 1 + 1 + 1 + 1
2 2 2 2 2
(1,187 x 10−7 ) (0,593 x 10−7 ) (0,396 x 10−7 ) (0,297 x 10−7 ) (0,237 x 10−7 )

= 0,16 x 10−7
λ = (λ ± ∆λ) = (5,781 ± 0,16) x 10−7 m

4.3.6. Ralat Bobot keluar


λ1 λ2 λ3 λn
∆λ1 2 ∆λ2 2 ∆λ3 2 ∆λn 2
λ = 1 + 1 + 1 +⋯ + 1
∆λ1 2 ∆λ2 2 ∆λ3 2
2
(1,187 x 10−7 )

12,081 x 10−7 7,766 x 10−7 6,328 x 10−7 5,609 x 10−7 5,177 x 10−7
2 2 2 2 2
(0,863 x 10−7 ) (0,431 x 10−7 ) (0,288 x 10−7 ) (0,216 x 10−7 ) (0,173 x 10−7 )
= 1 + 1 + 1 + 1 + 1
2 2 2 2 2
(0,863 x 10−7 ) (0,431 x 10−7 ) (0,288 x 10−7 ) (0,216 x 10−7 ) (0,173 x 10−7 )

= 5,805 x 10−7 m

1 1 1 1
∆λ = √ 1 + 1 + 1 +⋯ + 1
∆λ1 2 ∆λ2 2 ∆λ3 2 ∆λn 2

1 1 1 1 1
= √ 1 + 1 + 1 + 1 + 1
2 2 2 2 2
(0,863 x 10−7 ) (0,431 x 10−7 ) (0,288 x 10−7 ) (0,216 x 10−7 ) (0,173 x 10−7 )

= 0,116 x 10−7
λ = (λ ± ∆λ) = (5,805 ± 0,116) x 10−7 m
V. PEMBAHASAN
Pada percobaan yang berjudul Interferometer Michelson dengan kode I2 memiliki
tujuan menentukan panjang gelombang cahaya laser Helium-Neon. Pada mulanya,
ketika alat disambungkan dengan sumber tegangan, terjadi beda potensial. Karena
adanya beda potensial, maka ada arus yang mengalir. Arus yang mengalir tersebut ialah
perpindahan elektron dalam suatu waktu tertentu. Elektron yang mengalir tersebut
saling bertumbukan.lalu, elektron tersebut mengalami eksitasi yaitu perpundahan
elektron dari kulit yang memiliki energi rendah ke kulit yang memiliki energi tinggi
disertai dengan penyerapan foton. Proses ini dinamakan absorbsi. Kemudian, karena
elektron tidak berada dalam tempat yang seharusnya maka elektron tersebut kembali
mengalami deeksitasi yaitu perpindahan elektron dari kulit yang memiliki energi tinggi
ke kulit yang memiliki energi yang rendah disertai pemancaran foton. Proses ini
dinamakan emisi spontan. Lalu, foton tersebut menstimulasi elektron-elektron yang ada
disekitarnya untuk melakukan hal yang sama. Proses ini dinamakan emisi terstimulasi.
Di dalam resonator, elektron bertumbukan dengan gas Helium-Neon. Setelah foton
mencapai intensitas yang cukup, maka foton akan keluar dari resonator menuju beam
spliter. Foton yang melewati beam spliter sebagian akan diteruskan dan dipantulkan
pada cermin. Cahaya tersebut membentuk pola interferensi konstruktif karena 2
gelombang yang berinterferensi tersebut sefase. Kemudian, pada layer akan nampak
pola gelap terang atau frinzi.
Pada percobaan ini didapatkan nilai λmasukan = (λ ± ∆λ) = (5,781 ±
0,16) x 10−7 m dan λkeluaran = (λ ± ∆λ) = (5,805 ± 0,116) x 10−7 m .
Pada percobaan kali ini terdapat kesalahan yaitu ketidaktelitian saat mengamati
skala pada micrometer sekrup dan ketidaktelitian praktikan dalam menyesuaikan pola
frinzi dengan skala micrometer sekrup.
VI. PENUTUP

6.1. Kesimpulan
Pada percobaan ini diperoleh λmasukan = (λ ± ∆λ) = (5,781 ±
0,16) x 10−7 m dan λkeluaran = (λ ± ∆λ) = (5,805 ± 0,116) x 10−7 m
6.2. Saran
-Sebaiknya praktikan lebih teliti dalam membaca skala pada alat
-Sebaiknya praktikan menggunakan alat sesuai prosedur
-Sebaiknya praktikan lebih teliti dalam menyesuaikan perubahan pola frinji dengan
skala mikrometer
DAFTAR PUSTAKA

Tipler, P. A. 1991. Fisika Untuk Sains dan Teknik Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Soedojo, P. 1992. Azas-azas Ilmu Fisika Jilid 3 Optika. Yogyakarta: Gajah MadaUniversity
Press.

Daud Malago,Jasruddin.2005.Pengantar Fisika Modern. Makassar: Badan Penerbit UNM


Makassar.

Anda mungkin juga menyukai