Tri Adi Wijaya, Dedi Kurnianta Sembiring, Farid Chairul Darmawan, Kimiatus
Sa’adah, Ichtiarwan Dwi Ramadhanu
Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro
ABSTRAK
Percobaan difraksi cahaya pada celah tunggal memiliki tujuan untuk memahami efek
difraksi dan menetukan panjang gelombang sebuah sumber cahaya. Prinsip yang digunakan
dalam percobaan ini yaitu cahaya dapat mengalami proses interferensi serta difraksi atau
pelenturan sebagaimana sifat cahaya sebagai gelombang. Peralatan yang digunakan dalam
percobaan ini antara lain laser He-Ne, penggaris, celah tunggal, dan layar Percobaan
dilakukan dengan cara mengarahkan cahaya laser pada celah yang sempit kemudian
mengamati pola cahaya tampak pada layar pengamatan. Berdasarkan percobaan yang telah
dilakukan, diketahui bahwa cahaya yang melewati celah tunggal mengalami proses difraksi
atau pelenturan. Cahaya dapat terdifraksi diakibatkan cahaya memiliki sifat sebagai
gelombang. Sedangkan adanya pola gelap terang yang tampak pada layar pengamatan
menunjukkan adanya proses interferensi gelombang cahaya. Dalam percobaan ini diperoleh
panjang gelombang sebesar 6,189 x 10-7 m.
Kata Kunci : Difraksi celah tunggal, Interferensi gelombang, Prinsip Huygens, Panjang
gelombang
I. PENDAHULUAN
Cahaya adalah radiasi elektromagnetik, baik dengan panjang gelombang kasat
mata maupun yang tidak. Selain itu, cahaya adalah paket partikel yang
disebut foton. Kedua definisi tersebut merupakan sifat yang ditunjukkan cahaya
secara bersamaan sehingga disebut dualisme gelombang-partikel. Karena memiliki
sifat sebagai gelombang, cahaya dapat terdifraksi atau melentur. Pada percobaan
kali ini akan dipelajari salah satu fenomena difraksi, yaitu difraksi oleh celah
tunggal. Percoban dilakukan dengan bertujuan untuk memahami efek difraksi dan
menetukan panjang gelombang sebuah sumber cahaya
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Cahaya
Cahaya merupakan radiasi elektromagnetik yang memungkinkan kita untuk
dapat melihat benda benda disekitar kita yang memantulkan cahaya pada spektrum
cahaya tampak. Kecepatan cahaya pada ruang hampa yaitu sebesar 299.792.459 meter
per detik. Cahaya bergerak lurus ke semua arah dan hal ini dapat diilustrasikan seperti
titik pusat bola yang berperan sebagai sumber cahaya dan cahaya yang dipancarkan
akan bergerak ke seluruh arah ruang bola. Cahaya dapat melakukan perambatan tanpa
adanya medium perambatan dan memiliki panjang gelombang antara antara 400 nm
hingga 600 nm. Cahaya juga memiliki sifat diantaranya dapat dipantulkan (refleksi),
dibiaskan (refraksi), dilenturkan (difraksi), bergabung/dijumlahkan (interfrensi),
diuraikan (dispersi) dan diserap (polarisasi). Dan cahaya juga dapat mengalamai
polarisasi dengan berbagai cara, antara lain karena peristiwa pemantulan, pembiasan,
bias kembar, absorbsi selektif, dan hamburan (Giancoli,2009)
2.2.Interferensi gelombang
Salah satu dari sifat cahaya adalah interferensi. Interferensi merupakan
perpaduan dua gelombang atau lebih yang memiliki beda fase konstan dan amplitudo
yang hampir sama. Interferensi dapat bersifat membangun dan merusak. Bersifat
membangun jika beda fase kedua gelombang sama sehingga gelombang baru yang
terbentuk adalah penjumlahan dari kedua gelombang tersebut. Bersifat merusak jika
beda fasenya adalah 180 derajat, sehingga kedua gelombang saling menghilangkan.
Prinsip Huygens menerangkan bahwa setiap wave front (muka gelombang) dapat
dianggap memproduksi wavelet atau gelombang-gelombang baru dengan panjang
gelombang yang sama dengan panjang gelombang sebelumnya. Wavelet bisa
diumpamakan gelombang yang ditimbulkan oleh batu yang dijatuhkan ke dalam air
(Haliday, 2005).
Interferensi cahaya menghasilkan suatu pola interferensi (terang-gelap). Pada
inteferensi, berlaku prinsip superposisi, yaitu “ Bila dua atau lebih gelombang tumpang
tindih, maka pergeseran resultan di sembarang titik dan pada sembarang saat, dapat
dicari dengan menambahkan pergeseran sesaat yang akan dihasilkan di titik itu oleh
gelombang-gelombang itu seandainya setiap gelombang itu hadir sendirian (Haliday,
2005).
2.3.Difraksi
Difraksi adalah penyebaran gelombang karena adanya halangan. Semakin kecil
halangan, penyebaran gelombang semakin besar. Penghalang itu dapat berupa layar
dengan celah kecil yang mengizinkan sebagian kecil muka gelombang datang untuk
lewat. Selain itu juga dapat berupa benda kecil, contohnya kawat atau cakram(Haliday,
2005).
Difraksi cahaya dapat terjadi ketika cahaya melewati suatu celah sempit (lebar
celah lebih kecil dari panjang gelombang), sehingga gelombang cahaya tampak
melebar pada tepi celah. Efek yang sama terjadi ketika gelombang cahaya berjalan
melalui medium dengan indeks bias bervariasi. Difraksi terjadi pada semua gelombang,
termasuk gelombang suara, gelombang air, dan gelombang elektromagnetik seperti
cahaya tampak, sinar-X dan gelombang radio. Sebagai objek fisik yang memiliki sifat
seperti gelombang (pada tingkat atom), difraksi juga terjadi dengan materi dan dapat
dipelajari sesuai dengan prinsip-prinsip mekanika kuantum. Hasil dari peristiwa
difraksi adalah garis-garis terang dan garis garis gelap seperti pada peristiwa
interferensi. Difraksi cahaya sulit untuk diamati karena biasanya sumber cahaya
polikromatik, sehingga pola difraksi yang ditimbulkan setiap gelombang cahaya saling
tumpang tindih dan sumber cahaya terlalu lebar sehingga pola difraksi yang ditiimbulkan
masing masing bagian akan saling tumpang tindih dan cahaya tidak selalu koheren yang
menyebabkan polanya berubah-ubah sesuai beda fasenya (Serway, 1989).
2.6.Laser
Kata laser adalah singkatan dari Light Amplification by Stimulated Emission of
Radiation, yang artinya perbesaran intensitas cahaya oleh pancaran. Laser merupakan
sumber cahaya koheren yang monokromatik dan amat lurus. Cara kerjanya mencakup
optika dan elektronika. Para ilmuwan biasa menggolongkannya dalam bidang
elektronika kuantum. Laser yang memancarkan sinar tampak disebut laser - optik. Pada
tahun 1917, Albert Einstein mempostulatkan pancaran imbas pada peristiwa radiasi
agar dapat menjelaskan kesetimbangan termal suatu gas yangsedang menyerap dan
memancarkan radiasi. Terdapat 3 proses yang terlibat dalam kesetimbangan itu, yaitu
: serapan, pancarn spontan (disebut fluorensi) dan pancaran terangsang ( atau lasing
dalam bahasa Inggrisnya, artinya memancarkan laser). Proses yang terakhir biasanya
diabaikan terhadap yang lain karena pada keadaan normal serapan dan pancaran
spontan sangat dominan. Sebuah atom pada keadaan dasar dapat dieksitasi ke keadaan
tingkat energi yang lebih tinggi dengan cara menumbukinya dengan elektron atau foton.
Setelah beberapa saat berada di tingkat tereksitasi ia secara acak akan segera kembali
ke tingkat energi yang lebih rendah, tidak harus ke keadaan dasar semula. Proses acak
ini dikenalsebagai fluoresensi terjadi dalam selang waktu rerata yang disebut umur
rerata, lamanya tergantung pada keadaan dan jenis atom tersebut ( David, 2002).
III. METODE PERCOBAAN
Hukum Trigonometri
y
Sin θ =
√y 2 + l2
Persamaan Pola Gelap
d . Sin θ = n . λ
y
d. =n. λ
√y 2 + l2
Persamaan d
n . λ . √y 2 + l2
d=
y
Persamaan λ
d. y
λ =
n√y2 +l2
Ralat Rambat
∂λ d. y
= − 3
∂l n√y2 +l2
∂λ d 1 y2
= (y 2 + l2 )−2 (1 − 2 )
∂y n y + l2
∂λ ∂λ
∆λ = √( ∂l ∆l)2 + (∂y ∆y)2
4.3. PEHITUNGAN
4.3.1. Perhitungan d
n = 5, l = 1 m, y = 7 x 10−3 m, λ = 6,3 x 10−7 m
n . λ . √y2 +l2 5 . 6,3 x 10−7 . √(7 x 10−3 )2 +12
d= = = 4,64 x 10−4 m
y 7 x 10−3
4.3.2. Perhitungan λ
Saat n = 5, l = 1 m, y = 7 x 10−3 m, d = 4,64 x 10−4 m
d. y 4,64 x 10−4 . 7 x 10−3
λ = = = 6,5 x 10−7 m
n√y 2 + l2 5√(7 x 10−3 )2 + 12
∂λ d. y 4,64 x 10−4 . 7 x 10−3
=− 3 = − 3 = −6,5 x 10−7
∂l n√y2 +l2 5√(7 x 10−3 )2 +12
1 1 2
∂λ d y2 4,64 x 10−4 (7 x 10−3 )
= n (y 2
+ l2 )−2 (1 − y2 +l2 ) = −3 2
((7 x 10 ) + 12 )−2 (1 − (7 x 10−3 )2 +12 ) =
∂y 5
9,29 x 10−5
∂λ ∂λ
∆λ = √( ∂l ∆l)2 + (∂y ∆y)2 = √(−6,5 x 10−7 . 5 x 10−4 )2 + (9,29 x 10−5 . 5 x 10−4 )2 =
0,46 x 10−7
λ = (λ ± ∆λ) = (6,5 ± 0,46) x 10−7 m
1 1 2
∂λ d y2 4,64 x 10−4 (6,5 x 10−3 )
= n (y 2 + l2 )−2 (1 − y2 +l2 ) = ((6,5 x 10−3 )2 + 0,92 )−2 (1 − (6,5 x 10−3 )2 +0,92 ) =
∂y 5
8,4 x 10−5
∂λ ∂λ
∆λ = √( ∆l)2 + ( ∆y)2 = √(−8,3 x 10−7 . 5 x 10−4 )2 + (8,4 x 10−5 . 5 x 10−4 )2 =
∂l ∂y
0,42 x 10−7
λ = (λ ± ∆λ) = (6,7 ± 0,42) x 10−7 m
1 1 2
∂λ d y2 4,64 x 10−4 (5,5 x 10−3 )
= n (y 2 + l2 )−2 (1 − y2 +l2 ) = ((5,5 x 10−3 )2 + 0,82 )−2 (1 − (5,5 x 10−3 )2 +0,82 ) =
∂y 5
7,4 x 10−5
∂λ ∂λ
∆λ = √( ∂l ∆l)2 + (∂y ∆y)2 = √(−9,97 x 10−6 . 5 x 10−4 )2 + (7,4 x 10−5 . 5 x 10−4 )2 =
0,37 x 10−7
λ = (λ ± ∆λ) = (6,4 ± 0,37) x 10−7 m
Saat n = 5, l = 0,7 m, y = 4,5 x 10−3 m, d = 4,64 x 10−4 m
d. y 4,64 x 10−4 . 4,5 x 10−3
λ = = = 5,97 x 10−7 m
n√y 2 + l2 5√(4,5 x 10−3 )2 + 0,72
∂λ d. y 4,64 x 10−4 . 4,5 x 10−3
=− 3 = − 3 = −1,2 x 10−6
∂l n√y2 +l2 5√(4,5 x 10−3 )2 +0,72
1 1 2
∂λ d y2 4,64 x 10−4 (4,5 x 10−3 )
= n (y 2
+ l2 )−2 (1 − y2 +l2 ) = −3 2
((4,5 x 10 ) + 0,72 )−2 (1 − (4,5 x 10−3 )2 +0,72 ) =
∂y 5
6,5 x 10−5
∂λ ∂λ
∆λ = √( ∂l ∆l)2 + (∂y ∆y)2 = √(−1,2 x 10−6 . 5 x 10−4 )2 + (6,5 x 10−5 . 5 x 10−4 )2 =
0,33 x 10−7
λ = (λ ± ∆λ) = (5,97 ± 0,33) x 10−7 m
1 1 2
∂λ d y2 4,64 x 10−4 (4 x 10−3 )
= n (y 2 + l2 )−2 (1 − y2 +l2 ) = ((4 x 10−3 )2 + 0,62 )−2 (1 − (4 x 10−3 )2 +0,62) =
∂y 5
5,57 x 10−5
∂λ ∂λ
∆λ = √( ∂l ∆l)2 + (∂y ∆y)2 = √(−1,7 x 10−6 . 5 x 10−4 )2 + (5,57 x 10−5 . 5 x 10−4 )2 =
0,28 x 10−7
λ = (λ ± ∆λ) = (6,2 ± 0,28) x 10−7 m
1 1 2
∂λ d y2 4,64 x 10−4 (3,5 x 10−3 )
= n (y 2 + l2 )−2 (1 − y2 +l2 ) = ((3,5 x 10−3 )2 + 0,52 )−2 (1 − (3,5 x 10−3 )2 +0,52 ) =
∂y 5
4,6 x 10−5
∂λ ∂λ
∆λ = √( ∂l ∆l)2 + (∂y ∆y)2 = √(−2,6 x 10−6 . 5 x 10−4 )2 + (4,6 x 10−5 . 5 x 10−4 )2 =
0,23 x 10−7
λ = (λ ± ∆λ) = (6,5 ± 0,23) x 10−7 m
1 1 2
∂λ d y2 4,64 x 10−4 (2,5 x 10−3 )
= n (y 2
+ l2 )−2 (1 − y2 +l2 ) = −3 2
((2,5 x 10 ) + 0,42 )−2 (1 − (2,5 x 10−3 )2 +0,42 ) =
∂y 5
3,7 x 10−5
∂λ ∂λ
∆λ = √( ∂l ∆l)2 + (∂y ∆y)2 = √(−2,6 x 10−6 . 5 x 10−4 )2 + (4,6 x 10−5 . 5 x 10−4 )2 =
0,19 x 10−7
λ = (λ ± ∆λ) = (5,8 ± 0,19) x 10−7 m
Giancoli, D.C. 2009.Physics for Scientists & Engineers, Third Edition, Prentice
Hall, NJ, 2000. Microsoft Encarta Premium
Halliday, Resnick, Walker; Fundamentals of Physics, 7th Edition, Extended
Edition, John Wiley & Sons, Inc., NJ, 2005.
Serway. A.R and Faugh, J.S., 1989,”College Physics:Second Edition”, Amerika
Serikat.
Desmond. Phillip. K. 1999. Study on Light and Optics. Florida: Humprey Press
David Cassidy, Gerald Holton, James Rutherford (2002). Understanding Physics.
Birkhäuser