Anda di halaman 1dari 12

PERCOBAAN D2 DIFRAKSI CAHAYA PADA CELAH TUNGGAL

Tri Adi Wijaya, Dedi Kurnianta Sembiring, Farid Chairul Darmawan, Kimiatus
Sa’adah, Ichtiarwan Dwi Ramadhanu
Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro

ABSTRAK
Percobaan difraksi cahaya pada celah tunggal memiliki tujuan untuk memahami efek
difraksi dan menetukan panjang gelombang sebuah sumber cahaya. Prinsip yang digunakan
dalam percobaan ini yaitu cahaya dapat mengalami proses interferensi serta difraksi atau
pelenturan sebagaimana sifat cahaya sebagai gelombang. Peralatan yang digunakan dalam
percobaan ini antara lain laser He-Ne, penggaris, celah tunggal, dan layar Percobaan
dilakukan dengan cara mengarahkan cahaya laser pada celah yang sempit kemudian
mengamati pola cahaya tampak pada layar pengamatan. Berdasarkan percobaan yang telah
dilakukan, diketahui bahwa cahaya yang melewati celah tunggal mengalami proses difraksi
atau pelenturan. Cahaya dapat terdifraksi diakibatkan cahaya memiliki sifat sebagai
gelombang. Sedangkan adanya pola gelap terang yang tampak pada layar pengamatan
menunjukkan adanya proses interferensi gelombang cahaya. Dalam percobaan ini diperoleh
panjang gelombang sebesar 6,189 x 10-7 m.

Kata Kunci : Difraksi celah tunggal, Interferensi gelombang, Prinsip Huygens, Panjang
gelombang

I. PENDAHULUAN
Cahaya adalah radiasi elektromagnetik, baik dengan panjang gelombang kasat
mata maupun yang tidak. Selain itu, cahaya adalah paket partikel yang
disebut foton. Kedua definisi tersebut merupakan sifat yang ditunjukkan cahaya
secara bersamaan sehingga disebut dualisme gelombang-partikel. Karena memiliki
sifat sebagai gelombang, cahaya dapat terdifraksi atau melentur. Pada percobaan
kali ini akan dipelajari salah satu fenomena difraksi, yaitu difraksi oleh celah
tunggal. Percoban dilakukan dengan bertujuan untuk memahami efek difraksi dan
menetukan panjang gelombang sebuah sumber cahaya
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Cahaya
Cahaya merupakan radiasi elektromagnetik yang memungkinkan kita untuk
dapat melihat benda benda disekitar kita yang memantulkan cahaya pada spektrum
cahaya tampak. Kecepatan cahaya pada ruang hampa yaitu sebesar 299.792.459 meter
per detik. Cahaya bergerak lurus ke semua arah dan hal ini dapat diilustrasikan seperti
titik pusat bola yang berperan sebagai sumber cahaya dan cahaya yang dipancarkan
akan bergerak ke seluruh arah ruang bola. Cahaya dapat melakukan perambatan tanpa
adanya medium perambatan dan memiliki panjang gelombang antara antara 400 nm
hingga 600 nm. Cahaya juga memiliki sifat diantaranya dapat dipantulkan (refleksi),
dibiaskan (refraksi), dilenturkan (difraksi), bergabung/dijumlahkan (interfrensi),
diuraikan (dispersi) dan diserap (polarisasi). Dan cahaya juga dapat mengalamai
polarisasi dengan berbagai cara, antara lain karena peristiwa pemantulan, pembiasan,
bias kembar, absorbsi selektif, dan hamburan (Giancoli,2009)

2.2.Interferensi gelombang
Salah satu dari sifat cahaya adalah interferensi. Interferensi merupakan
perpaduan dua gelombang atau lebih yang memiliki beda fase konstan dan amplitudo
yang hampir sama. Interferensi dapat bersifat membangun dan merusak. Bersifat
membangun jika beda fase kedua gelombang sama sehingga gelombang baru yang
terbentuk adalah penjumlahan dari kedua gelombang tersebut. Bersifat merusak jika
beda fasenya adalah 180 derajat, sehingga kedua gelombang saling menghilangkan.
Prinsip Huygens menerangkan bahwa setiap wave front (muka gelombang) dapat
dianggap memproduksi wavelet atau gelombang-gelombang baru dengan panjang
gelombang yang sama dengan panjang gelombang sebelumnya. Wavelet bisa
diumpamakan gelombang yang ditimbulkan oleh batu yang dijatuhkan ke dalam air
(Haliday, 2005).
Interferensi cahaya menghasilkan suatu pola interferensi (terang-gelap). Pada
inteferensi, berlaku prinsip superposisi, yaitu “ Bila dua atau lebih gelombang tumpang
tindih, maka pergeseran resultan di sembarang titik dan pada sembarang saat, dapat
dicari dengan menambahkan pergeseran sesaat yang akan dihasilkan di titik itu oleh
gelombang-gelombang itu seandainya setiap gelombang itu hadir sendirian (Haliday,
2005).
2.3.Difraksi
Difraksi adalah penyebaran gelombang karena adanya halangan. Semakin kecil
halangan, penyebaran gelombang semakin besar. Penghalang itu dapat berupa layar
dengan celah kecil yang mengizinkan sebagian kecil muka gelombang datang untuk
lewat. Selain itu juga dapat berupa benda kecil, contohnya kawat atau cakram(Haliday,
2005).
Difraksi cahaya dapat terjadi ketika cahaya melewati suatu celah sempit (lebar
celah lebih kecil dari panjang gelombang), sehingga gelombang cahaya tampak
melebar pada tepi celah. Efek yang sama terjadi ketika gelombang cahaya berjalan
melalui medium dengan indeks bias bervariasi. Difraksi terjadi pada semua gelombang,
termasuk gelombang suara, gelombang air, dan gelombang elektromagnetik seperti
cahaya tampak, sinar-X dan gelombang radio. Sebagai objek fisik yang memiliki sifat
seperti gelombang (pada tingkat atom), difraksi juga terjadi dengan materi dan dapat
dipelajari sesuai dengan prinsip-prinsip mekanika kuantum. Hasil dari peristiwa
difraksi adalah garis-garis terang dan garis garis gelap seperti pada peristiwa
interferensi. Difraksi cahaya sulit untuk diamati karena biasanya sumber cahaya
polikromatik, sehingga pola difraksi yang ditimbulkan setiap gelombang cahaya saling
tumpang tindih dan sumber cahaya terlalu lebar sehingga pola difraksi yang ditiimbulkan
masing masing bagian akan saling tumpang tindih dan cahaya tidak selalu koheren yang
menyebabkan polanya berubah-ubah sesuai beda fasenya (Serway, 1989).

2.4.Difraksi celah tunggal


Pada difraksi celah tunggal, apabila celah lebih lebar daripada gelombang
tunggal cahaya, maka akan terjadi efek seperti interferensi pada celah. Hal ini dapat
dijelaskan dengan menganggap bahwa celah bertindak sebagai sumber dari banyak titik
yang terpisah secara merata. Difraksi mengacu pada penyimpangan (deviasi) dari
perambatan garis lurus yang terjadi ketika suatu gelombang bergerak melewati suatu
penghalang parsial. Ini biasanya sesuai dengan pembengkokan atau penyebaran
gelombang pada tepi-tepi lubang dan penghalang. Bentuk paling sederhana dari difraksi
cahaya adalah difraksi Fraunhofer atau far-field. Difraksi ini diamati pada sebuah layar
yang sangat jauh dar lubang atau penghalang yang mengganggu arus gelombang-
gelombang datar yang dating (Desmond, 1999)
2.5.Prinsip Huygens
Prinsip Huygens menerangkan bahwa tiap-tiap titik dari sebuah muka
gelombang dapat ditinjau dari sebuah muka gelobang dapat ditinjau sebagai sumber
gelombang-gelombang kecil sekunder yang menyebar keluar ke segala arah dengan laju
yang sama degnan laju perambatan gelombang itu. Muka gelombang yang baru pada
suatu waktu kemudian akan didapatkan dengan membangun sebuah permukaan yang
menyinggung gelombang kecil sekunder, atau yang dinamakan pembungkus dari
gelombang itu. Prinsip Huygens bisa dipakai untuk menerangkan terjadinya difraksi
cahaya pada celah kecil. Pada saat melewati celah kecil, muka gelombang akan
menimbulkan wavelet baru yang jumlahnya tak terhingga sehingga gelombang tidak
mengalir lurus saja, tetapi menyebar (Serway, 1989).

2.6.Laser
Kata laser adalah singkatan dari Light Amplification by Stimulated Emission of
Radiation, yang artinya perbesaran intensitas cahaya oleh pancaran. Laser merupakan
sumber cahaya koheren yang monokromatik dan amat lurus. Cara kerjanya mencakup
optika dan elektronika. Para ilmuwan biasa menggolongkannya dalam bidang
elektronika kuantum. Laser yang memancarkan sinar tampak disebut laser - optik. Pada
tahun 1917, Albert Einstein mempostulatkan pancaran imbas pada peristiwa radiasi
agar dapat menjelaskan kesetimbangan termal suatu gas yangsedang menyerap dan
memancarkan radiasi. Terdapat 3 proses yang terlibat dalam kesetimbangan itu, yaitu
: serapan, pancarn spontan (disebut fluorensi) dan pancaran terangsang ( atau lasing
dalam bahasa Inggrisnya, artinya memancarkan laser). Proses yang terakhir biasanya
diabaikan terhadap yang lain karena pada keadaan normal serapan dan pancaran
spontan sangat dominan. Sebuah atom pada keadaan dasar dapat dieksitasi ke keadaan
tingkat energi yang lebih tinggi dengan cara menumbukinya dengan elektron atau foton.
Setelah beberapa saat berada di tingkat tereksitasi ia secara acak akan segera kembali
ke tingkat energi yang lebih rendah, tidak harus ke keadaan dasar semula. Proses acak
ini dikenalsebagai fluoresensi terjadi dalam selang waktu rerata yang disebut umur
rerata, lamanya tergantung pada keadaan dan jenis atom tersebut ( David, 2002).
III. METODE PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan :


1. Laser He-Ne
2. Celah
3. Layar
4. Penggaris

3.2. Cara Kerja:


- Lewatkan berkas laser pada celah yang lebarnya dapat dibaca pada skala
mikrometer. - Variasi lebar tersebut dengan memutar mikrometer dan amati pola-
pola difraksinya. Polapola tersebut akan nampak jelas bila lebar kurang dari 1 mm.
Pilihlah lebar celah yang sesuai sedemikian hingga pengamatan mudah dilakukan.
- Variasikan jarak layar dan mengukur perubahan jarak gelap pertama (atau kedua)
terhadap pusat difraksi. Buat grafik y sebagai fungsi L. - Bahaslah hasil eksperimen
tersebut termasuk sumber-sumber ralat yang mungkin timbul dari percobaan serta
jelaskan bagaimana menentukan panjang gelombang laser He-Ne seteliti mungkin.

IV. ANALISIS DATA


4.1. DATA PERCOBAAN
Tabel 4.1. Data Percobaan Difraksi Celah Tunggal
l (m) y (m)
1 7 x 10-3
0,9 6,5 x 10-3
0,8 5,5 x 10-3
0,7 4,5 x 10-3
0,6 4 x 10-3
0,5 3,5 x 10-3
0,4 2,5 x 10-3
4.2. PENURUNAN RUMUS
√𝑦 2 + 𝑙 2
𝑦

Hukum Trigonometri
y
Sin θ =
√y 2 + l2
Persamaan Pola Gelap
d . Sin θ = n . λ
y
d. =n. λ
√y 2 + l2
Persamaan d
n . λ . √y 2 + l2
d=
y
Persamaan λ
d. y
λ =
n√y2 +l2

Ralat Rambat
∂λ d. y
= − 3
∂l n√y2 +l2

∂λ d 1 y2
= (y 2 + l2 )−2 (1 − 2 )
∂y n y + l2
∂λ ∂λ
∆λ = √( ∂l ∆l)2 + (∂y ∆y)2

4.3. PEHITUNGAN
4.3.1. Perhitungan d
n = 5, l = 1 m, y = 7 x 10−3 m, λ = 6,3 x 10−7 m
n . λ . √y2 +l2 5 . 6,3 x 10−7 . √(7 x 10−3 )2 +12
d= = = 4,64 x 10−4 m
y 7 x 10−3

4.3.2. Perhitungan λ
 Saat n = 5, l = 1 m, y = 7 x 10−3 m, d = 4,64 x 10−4 m
d. y 4,64 x 10−4 . 7 x 10−3
λ = = = 6,5 x 10−7 m
n√y 2 + l2 5√(7 x 10−3 )2 + 12
∂λ d. y 4,64 x 10−4 . 7 x 10−3
=− 3 = − 3 = −6,5 x 10−7
∂l n√y2 +l2 5√(7 x 10−3 )2 +12

1 1 2
∂λ d y2 4,64 x 10−4 (7 x 10−3 )
= n (y 2
+ l2 )−2 (1 − y2 +l2 ) = −3 2
((7 x 10 ) + 12 )−2 (1 − (7 x 10−3 )2 +12 ) =
∂y 5

9,29 x 10−5
∂λ ∂λ
∆λ = √( ∂l ∆l)2 + (∂y ∆y)2 = √(−6,5 x 10−7 . 5 x 10−4 )2 + (9,29 x 10−5 . 5 x 10−4 )2 =

0,46 x 10−7
λ = (λ ± ∆λ) = (6,5 ± 0,46) x 10−7 m

 Saat n = 5, l = 0,9 m, y = 6,5 x 10−3 m, d = 4,64 x 10−4 m


d. y 4,64 x 10−4 . 6,5 x 10−3
λ = = = 6,7 x 10−7 m
n√y 2 + l2 5√(6,5 x 10−3 )2 + 0,92
∂λ d. y 4,64 x 10−4 . 6,5 x 10−3
=− 3 = − 3 = −8,3 x 10−7
∂l n√y2 +l2 5√(6,5 x 10−3 )2 +0,92

1 1 2
∂λ d y2 4,64 x 10−4 (6,5 x 10−3 )
= n (y 2 + l2 )−2 (1 − y2 +l2 ) = ((6,5 x 10−3 )2 + 0,92 )−2 (1 − (6,5 x 10−3 )2 +0,92 ) =
∂y 5

8,4 x 10−5
∂λ ∂λ
∆λ = √( ∆l)2 + ( ∆y)2 = √(−8,3 x 10−7 . 5 x 10−4 )2 + (8,4 x 10−5 . 5 x 10−4 )2 =
∂l ∂y

0,42 x 10−7
λ = (λ ± ∆λ) = (6,7 ± 0,42) x 10−7 m

 Saat n = 5, l = 0,8 m, y = 5,5 x 10−3 m, d = 4,64 x 10−4 m


d. y 4,64 x 10−4 . 5,5 x 10−3
λ = = = 6,4 x 10−7 m
n√y 2 + l2 5√(5,5 x 10−3 )2 + 0,82
∂λ d. y 4,64 x 10−4 . 5,5 x 10−3
=− 3 = − 3 = −9,97 x 10−6
∂l n√y2 +l2 5√(5,5 x 10−3 )2 +0,82

1 1 2
∂λ d y2 4,64 x 10−4 (5,5 x 10−3 )
= n (y 2 + l2 )−2 (1 − y2 +l2 ) = ((5,5 x 10−3 )2 + 0,82 )−2 (1 − (5,5 x 10−3 )2 +0,82 ) =
∂y 5

7,4 x 10−5
∂λ ∂λ
∆λ = √( ∂l ∆l)2 + (∂y ∆y)2 = √(−9,97 x 10−6 . 5 x 10−4 )2 + (7,4 x 10−5 . 5 x 10−4 )2 =

0,37 x 10−7
λ = (λ ± ∆λ) = (6,4 ± 0,37) x 10−7 m
 Saat n = 5, l = 0,7 m, y = 4,5 x 10−3 m, d = 4,64 x 10−4 m
d. y 4,64 x 10−4 . 4,5 x 10−3
λ = = = 5,97 x 10−7 m
n√y 2 + l2 5√(4,5 x 10−3 )2 + 0,72
∂λ d. y 4,64 x 10−4 . 4,5 x 10−3
=− 3 = − 3 = −1,2 x 10−6
∂l n√y2 +l2 5√(4,5 x 10−3 )2 +0,72

1 1 2
∂λ d y2 4,64 x 10−4 (4,5 x 10−3 )
= n (y 2
+ l2 )−2 (1 − y2 +l2 ) = −3 2
((4,5 x 10 ) + 0,72 )−2 (1 − (4,5 x 10−3 )2 +0,72 ) =
∂y 5

6,5 x 10−5
∂λ ∂λ
∆λ = √( ∂l ∆l)2 + (∂y ∆y)2 = √(−1,2 x 10−6 . 5 x 10−4 )2 + (6,5 x 10−5 . 5 x 10−4 )2 =

0,33 x 10−7
λ = (λ ± ∆λ) = (5,97 ± 0,33) x 10−7 m

 Saat n = 5, l = 0,6 m, y = 4 x 10−3 m, d = 4,64 x 10−4 m


d. y 4,64 x 10−4 . 4 x 10−3
λ = = = 6,2 x 10−7 m
n√y 2 + l2 5√(4 x 10−3 )2 + 0,62
∂λ d. y 4,64 x 10−4 . 4 x 10−3
=− 3 = − 3 = −1,7 x 10−6
∂l n√y2 +l2 5√(4 x 10−3 )2 +0,62

1 1 2
∂λ d y2 4,64 x 10−4 (4 x 10−3 )
= n (y 2 + l2 )−2 (1 − y2 +l2 ) = ((4 x 10−3 )2 + 0,62 )−2 (1 − (4 x 10−3 )2 +0,62) =
∂y 5

5,57 x 10−5
∂λ ∂λ
∆λ = √( ∂l ∆l)2 + (∂y ∆y)2 = √(−1,7 x 10−6 . 5 x 10−4 )2 + (5,57 x 10−5 . 5 x 10−4 )2 =

0,28 x 10−7
λ = (λ ± ∆λ) = (6,2 ± 0,28) x 10−7 m

 Saat n = 5, l = 0,5 m, y = 3,5 x 10−3 m, d = 4,64 x 10−4 m


d. y 4,64 x 10−4 . 3,5 x 10−3
λ = = = 6,5 x 10−7 m
n√y 2 + l2 5√(3,5 x 10−3 )2 + 0,52
∂λ d. y 4,64 x 10−4 . 3,5 x 10−3
=− 3 = − 3 = −2,6 x 10−6
∂l n√y2 +l2 5√(3,5 x 10−3 )2 +0,52

1 1 2
∂λ d y2 4,64 x 10−4 (3,5 x 10−3 )
= n (y 2 + l2 )−2 (1 − y2 +l2 ) = ((3,5 x 10−3 )2 + 0,52 )−2 (1 − (3,5 x 10−3 )2 +0,52 ) =
∂y 5

4,6 x 10−5
∂λ ∂λ
∆λ = √( ∂l ∆l)2 + (∂y ∆y)2 = √(−2,6 x 10−6 . 5 x 10−4 )2 + (4,6 x 10−5 . 5 x 10−4 )2 =

0,23 x 10−7
λ = (λ ± ∆λ) = (6,5 ± 0,23) x 10−7 m

 Saat n = 5, l = 0,4 m, y = 2,5 x 10−3 m, d = 4,64 x 10−4 m


d. y 4,64 x 10−4 . 2,5 x 10−3
λ = = = 5,8 x 10−7 m
n√y 2 + l2 5√(2,5 x 10−3 )2 + 0,42
∂λ d. y 4,64 x 10−4 . 2,5 x 10−3
=− 3 = − 3 = −3,6 x 10−6
∂l n√y2 +l2 5√(2,5 x 10−3 )2 +0,42

1 1 2
∂λ d y2 4,64 x 10−4 (2,5 x 10−3 )
= n (y 2
+ l2 )−2 (1 − y2 +l2 ) = −3 2
((2,5 x 10 ) + 0,42 )−2 (1 − (2,5 x 10−3 )2 +0,42 ) =
∂y 5

3,7 x 10−5
∂λ ∂λ
∆λ = √( ∂l ∆l)2 + (∂y ∆y)2 = √(−2,6 x 10−6 . 5 x 10−4 )2 + (4,6 x 10−5 . 5 x 10−4 )2 =

0,19 x 10−7
λ = (λ ± ∆λ) = (5,8 ± 0,19) x 10−7 m

4.3.3. Perhitungan Grafik Slope


y2 − y1 4,5 x 10−3 − 2,5 x 10−3
mbest = = = 6,7 x 10−3
x1 − x2 0,7 − 0,4

y2 − y1 5,5 x 10−3 − 4,5 x 10−3


mmax = = = 1 x 10−3
x1 − x2 0,8 − 0,7

y2 − y1 4,5 x 10−3 − 4 x 10−3


mmin = = = 5 x 10−3
x1 − x2 0,7 − 0,6

mmax − mmin 1 x 10−3 − 5 x 10−3


∆m = | |= | | = 2,5 x 10−3
2 2

m2 . d3 (6,7 x 10−3 )2 . (4,64 x 10−4 )3


λ =√ = √ = 6,189 x 10−7 m
m . n2 + n2 6,7 x 10−3 . 52 + 52
V. PEMBAHASAN
Pada percobaan yang berjudul Difraksi cahaya pada celah tunggal memiliki tujuan
untuk memahami efek difraksi dan menentukan Panjang gelombang sebuah sumber
cahaya. Pada mulanya, sumber cahaya disambungkan dengan beda potensial sehingga
arus mengalir dari potensial tinggi ke rendah. Hal ini berarti elektron berpindah dari
satu tempat ke tempat lain seraya bertumbukan. Elektron kemudian mengalami
eksitasiyaitu perpindahan elektron dari kulit yang memiliki energi rendah ke tinggi
disertai penyerapan foton atau proses ini biasa disebut absorbs. Kemudian, elektron
megalami ketidakseimbangan karena berada pada kulit yang tidak seharusnya sehingga
elektron mengalami deeksitasi yaitu perpindahan elektron dari kulit yang memiliki
energi tinggi ke rendah disertai pemancaran foton, atau proses ini bisa disebut emisi
spontan. Kemudian, foton akan menstimulasi elektron-elektron yang ada di sekitaranya
untuk melakukan hal yang sama. Lalu, foton masuk ke dalam resonator dan
bertumbukan dengan gas Helium Neon serta foton akan dipantulkan berulang kali
hingga foton dapat keluar dari resonator karena intensitasnya mencukupi. Foton keluar
dari resonator berupa seberkas sinar. Sinar tersebut kemudian akan dilewatkan pada
celah sempit yang akan menjadikan sinar tersebut mengalami difraksi yaitu pelenturan
cahaya karena melewati celah yang sempit. Dinding-dinding pada celah sempit tersebut
akan membentuk gelombang baru yang memiliki Panjang gelombang yang sama
dengan gelombang sebelumnya. Gelombang-gelombang tersebut akan saling
berinterferensi menuju layar. Pola interferensi tersebut dapat diamati dengan melihat
pola ge lap terang yang ada di layar.
Pada percobaan ini diperoleh nilai penjang gelombang sebesar 6,189 x10-7 m.
Menurut teori Panjang gelombang sinar Helium Neon adalah 6,300 x10-7 m sehingga
percobaan ini mendekati nilai yang sebenarnya. Adapun sedikit perbedaan yang terjadi
karena adanya ketidaktelitian dalam membaca skala pada alat, kurang telitinya
praktikan saat memperhatikan ketepatan saat menggeser celah serta ketidaktelitian
dalam mengamati pola frinji
VI. PENUTUP
6.1. Kesimpulan
6.1.1. Efek Difraksi adalah efek yang ditimbulkan berupa pelenturan
cahaya jika cahaya melalui celah yang sempit.
6.1.2. Pada percobaan diperoleh nilai panjang gelombang sebesar 6,189
x10-7 m
6.2. Saran
6.2.1. Sebaiknya praktikan lebih teliti dalam membaca skala pada alat
6.2.2. Sebaiknya praktikan lebih memperhatikan ketepatan saat menggeser
celah
6.2.3. Sebaiknya praktikan lebih teliti dalam mengamati pola frinji
DAFTAR PUSTAKA

 Giancoli, D.C. 2009.Physics for Scientists & Engineers, Third Edition, Prentice
Hall, NJ, 2000. Microsoft Encarta Premium
 Halliday, Resnick, Walker; Fundamentals of Physics, 7th Edition, Extended
Edition, John Wiley & Sons, Inc., NJ, 2005.
 Serway. A.R and Faugh, J.S., 1989,”College Physics:Second Edition”, Amerika
Serikat.
 Desmond. Phillip. K. 1999. Study on Light and Optics. Florida: Humprey Press
 David Cassidy, Gerald Holton, James Rutherford (2002). Understanding Physics.
Birkhäuser

Anda mungkin juga menyukai