Anda di halaman 1dari 6

PENGARUH TOREFAKSI TERHADAP SIFAT FISIK PELLET BIOMASSA

YANG DIBUAT DARI BAHAN BAKU BAGAS TEBU

Dijan Supramono dan Pipin Aripin*

Departemen Teknik Kimia,Fakultas Teknik, Universitas Indonesia


Kampus Baru UI Depok – 16424, Indonesia, Phone No. 7863516

Email: *arifpin2609@gmail.com

Abstrak
Biomassa merupakan energi alternatif yang dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi krisis energi di Indonesia.
Torefaksi adalah proses pirolisa lambat tanpa oksigen yang memiliki rentang suhu 225-325oC. Tujuan dari penelitian ini
adalah mengetahui pengaruh torefaksi terhadap distribusi ukuran partikel biomassa, kemudahan biomassa menyerap
moisture content, dan kekerasan dari pellet biomassa yang berasal dari bagas tebu. Bagas tebu merupakan hasil
samping dari pertanian yang pemanfaatannya masih terbatas. Analisis yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik
tiap biomassa adalah daya serap moisture content dari biomassa, distribusi ukuran partikel, dan Brinell Hardness.
Semakin tinggi suhu torefaksi mengakibatkan semakin mudah biomassa di reduksi ukuran dengan persentase ukuran
partikel kurang dari 125µm sebesar 43,55% pada suhu 325°C. Torefaksi juga mengakibatkan kemampuan biomassa
menyerap moisture content semakin kecil. Pada suhu 325°C kandungan moisture content sebesar 2,92%. Seiring
kenaikan suhu torefaksi, biomassa semakin sulit menyerap moisture content. Namun torefaksi menyebabkan sifat
kekerasan (Hardness) pellet biomassa rendah. Kenaikan suhu torefaksi menyebabkan sifat kekerasan (Hardness) pellet
biomassa semakin rendah dengan nilai tertinggi pada pellet biomassa tanpa torefaksi sebesar 1,20 kg/mm2.
Kata kunci : torefaksi; bagas tebu; pellet; moisture content; hardness.

Abstract
Biomass is an alternative energy that could become one of solution to overcome energy deficit in Indonesia.
Torrefaction is the process of slow pyrolysis without oxygen has a temperature range of 225-325oC. The purpose of this
research was to determine the influence on ease of torefaction of the particle size distribution of biomass, biomass
easily absorb moisture content, and hardness of the pellet biomass derived from sugarcane bagasse. Baggase a by-
product of agriculture, which utilization is still limited. Types of analysis to characterize the biomass as a result of
torrefaction are absorptive capacity of the biomass moisture content, particle size distribution, and Brinell Hardness.
The higher temperatures result in more easily with the size reduction of biomass in the percentage of particle size less
than 125µm was 43.55% at a temperature of 325°C. Torrefaction also resulted in the ability to absorb moisture content
of biomass is getting smaller. At temperatures of 325°C the content of moisture content of 2.92%. As the temperature
rises, biomass is increasingly difficult to absorb moisture content. However torrefaction cause hardness properties
(hardness) low biomass pellets. Rising temperatures cause the hardness properties (hardness) the lower biomass pellets
with high scores on biomass pellets of 1.20 kg/mm2.
Keywords : torrefaction; baggase; pellet; moisture content; hardness

kemungkinan terburuk dampak pemakaian bahan bakar


1. Pendahuluan fosil, maka pengembangan sumber energi terbarukan
menjadi salah satu alternatif pengganti bahan bakar
Indonesia merupakan salah satu negara yang
fosil. Energi biomassa merupakan salah satu sumber
mengkonsumsi energi dalam jumlah besar di dunia.
energi alternatif yang perlu mendapat prioritas dalam
Kebutuhan energi di Indonesia kian meningkat hingga pengembangannya.
9% per tahun [1]. Pemenuhan energi ini didapatkan dari
sektor energi tak terbarukan yang berasal dari fosil, Kekayaan alam Indonesia menjadi pertimbangan
terutama minyak bumi. Untuk mengeliminasi utama konversi energi minyak dan gas ke biomassa.

Pengaruh torefaksi…, Pipin Aripin, FT UI, 2013


Salah satu biomassa yang dapat berpotensi adalah bagas dalam proses torefaksi sebesar ±15 gram. Setelah itu
tebu. Bagas tebu atau dikenal juga ampas tebu dilakukan torefaksi dengan heating rate sebesar
merupakan limbah pertanian yang pemanfaatannya 5°C/menit [3].
masih sangat terbatas. Jika limbah ini diolah akan dapat
2.3 Tahap Pengujian Daya Serap Moisture Content
menjadi sumber bahan bakar alternatif.
Prinsip pengujian ini yaitu menghitung kadar air yang
Biomassa perlu diolah agar dapat digunakan
diserap oleh sampel yang dibiarkan di udara terbuka
kapanpun dan dimanapun. Oleh karena itu pembuatan
dengan rentang waktu tertentu.
pellet biomassa menjadi alternatif yang cukup
menjanjikan. Namun, ada beberapa kendala-kendala 2.4 Tahap Pengujian Distribusi Ukuran Partikel
yang masih dihadapi dalam pembuatan pellet biomassa.
Biomassa yang akan di reduksi ukurannya di timbang
Salah satunya adalah kebutuhan daya atau tenaga yang
sebanyak ±10 gram dan dilakukan pereduksian
cukup besar dalam proses mereduksi ukuran biomassa.
Selain itu daya tahan biomassa juga perlu ditingkatkan menggunakan dry mill selama 1 menit. Penentuan bobot
agar biomassa dapat disimpan dalam waktu yang lebih biomassa yang akan dilakukan pengujian didasari oleh
kapasitas dry mill.
lama. Daya tahan tersebut contohnya adalah
berkurangnya kemampuan biomassa untuk menyerap
moisture content. 2.5 Tahap Pengujian Kekerasan (Hardness) Pellet

Untuk mengurangi kendala tersebut dapat digunakan Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh
metode torefaksi. Torefaksi adalah metode pirolisa yang torefaksi terhadap kekerasan (Hardness) pellet
menggunakan suhu pembakaran rendah (sekitar 225- biomassa. Pellet yang digunakan memiliki ketebalan
325oC). Pada suhu tersebut kandungan hemiselulosa ±1,5cm dan terbuat dari serbuk biomassa yang
pada biomassa akan terdepolimerisasi [2]. Penelitian ini berukuran kurang dari 125µm. Metoda pengujian sifat
dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan biomassa kekerasan (Hardness) pellet biomassa yang digunakan
untuk menyerap moisture content dan kekerasan adalah Brinell Hardness. Pemilihan metoda tersebut
(hardness) pellet biomassa yang berasal dari bahan baku disebabkan karena metoda ini dapat digunakan untuk
bagas tebu yang telah melalui proses torefaksi dan bahan yang terbuat dari softwood.
membandingkannya dengan kemampuan biomassa
untuk menyerap moisture content dan kekerasan 3. Hasil dan Pembahasan
(hardness) pellet biomassa yang berasal dari bahan baku
yang sama namun tanpa melalui proses torefaksi. 3.1 Tahap Pengujian Daya Serap Moisture Content
Diharapkan penggunaan metode torefaksi ini dapat Salah satu kelemahan bagas tebu sebagai sumber
memudahkan biomassa untuk di reduksi ukurannya bahan bakar alternatif adalah mudahnya untuk
sehingga mudah dalam pembuatan pellet biomassa. menyerap atau mengabsorpsi moisture content. Oleh
Selain itu juga diharapkan mampu meningkatkan daya karena itu bagas tebu harus diletakkan di ruangan yang
tahan biomassa dan kekuatan pellet biomassa. memiliki kelembaban rendah. Namun hal tersebut juga
tidak banyak berpengaruh, karena bagas tebu sangat
2. Metode Penelitian mudah menyerap moisture content. Hidrofobik
2.1 Tahap preparasi merupakan suatu sifat ketidaktertarikan dari sampel
untuk menyerap moisture content. Moisture content ini
Tahap preparasi sampel merupakan suatu tahapan dapat mengurangi kemudahan biomassa untuk menyala
penyiapan sampel sedemikian rupa sehingga bahan baku ketika digunakan sebagai bahan bakar. Semakin besar
tersebut siap dilakukan proses selanjutnya. Biomassa kenaikan moisture content pada biomassa artinya
yang digunakan sebagai bahan baku adalah bagas tebu. biomassa tersebut memiliki sifat hidrofobik yang
Pada tahap ini bahan baku bagas tebu dicacah/dipotong rendah. Begitu juga sebaliknya, jika semakin kecil
dengan panjang sekitar ±3 cm. Kemudian bagas tebu kenaikan moisture content pada biomassa maka semakin
dikeringkan hingga memiliki moisture content dibawah besar sifat hidrofobik dari biomassa tersebut. Pengujian
10%. daya serap moisture content dari biomassa ini dilakukan
2.2 Tahap Torefaksi dengan melihat persentase moisture content yang
diserap oleh sampel biomassa dalam jangka waktu
Tahap torefaksi merupakan tahap inti dari penelitian tertentu. Pengujian ini dilakukan terhadap sampel
ini. Reaktor yang digunakan terbuat dari bahan kaca biomassa pada setiap suhu torefaksi dan juga terhadap
pyrex dengan diameter ±5 cm dengan panjang ±35 cm. sampel biomassa yang tanpa torefaksi. Dari hasil
Pada bagian bawah ujung reaktor berbentuk kerucut pengujian, didapat data yang ditunjukkan pada Tabel 1.
sehingga dapat dihubungkan dengan selang aliran Tabel 1 merupakan persentase kenaikan moisture
nitrogen. Dengan laju nitrogen 30mL/min, proses content sampel biomassa dari beberapa variasi suhu
torefaksi dilakukan dengan variasi suhu yaitu 225, 250, torefaksi. Data tersebut diperoleh dengan
275, 300, dan 325°C. Berat sampel yang digunakan membandingkan kenaikan bobot biomassa terhadap

Pengaruh torefaksi…, Pipin Aripin, FT UI, 2013


bobot awal biomassa. Pengujian ini dilakukan di tempat dengan senyawa air membentuk ikatan hidrogen.
yang memiliki kelembaban sekitar 60-70% sehingga Xylosa merupakan salah satu monosakarida penyusun
memungkinkan sampel biomassa untuk menyerap hemiselulosa. Gugus –OH pada senyawa xylosa
moisture content yang ada di sekitarnya. Dari tabel menyebabkan mudah mengikat air.
tersebut dibuat grafik yang menghubungkan antara
kenaikan moisture content dengan lamanya waktu
pengujian yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Tabel 1 Kenaikan moisture content Biomassa Hasil Torefaksi
Lama Laju kenaikan moisture content terhadap bobot awal sampel (%)
Pengujian Tanpa
(menit) 225°C 250°C 275°C 300°C 325°C
Torefaksi
0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
30 2,78 2,79 2,38 1,85 2,01 5,65
60 3,57 3,31 2,98 2,67 2,38 6,05
90 4,08 3,74 3,39 3,00 2,53 6,43
120 4,51 4,06 3,66 3,25 2,68 6,74
Gambar 2 Molekul Xylosa Berikatan dengan Molekul Air [6].
150 4,83 4,23 3,79 3,38 2,76 6,98
180 5,17 4,26 3,96 3,54 2,84 7,16 Setelah sampel biomassa mengalami torefaksi, daya
210 5,31 4,30 4,02 3,58 2,88 7,25 absorpsi biomassa semakin rendah. Seperti pada saat
240 5,57 4,34 4,02 3,63 2,92 7,35 suhu torefaksi 225°C, pada menit ke-30 bobot biomassa
mengalami kenaikan 2,78% hingga pada menit ke-240
Pada Gambar 1 terlihat bagas tebu tanpa torefaksi menjadi 5,57%. Dari grafik pada Gambar 1 terlihat
mengalami kenaikan moisture content yang paling bahwa seiring dengan kenaikan suhu torefaksi, daya
besar. Sedangkan bagas tebu yang mengalami proses absorpsi biomassa semakin rendah. Hal itu berarti sifat
torefaksi mengalami kenaikan moisture content yang hidrofobik biomassa semakin besar. Hasil tersebut
lebih rendah. serupa dengan penelitian sebelumnya yang
menggunakan sampel biomassa dari wheat straw [7].
8.00  
Penurunan daya absorpsi sampel terhadap air
7.00  
Moisture  Content  (%)  

disebabkan terdegradasinya hemiselulosa yang terjadi


6.00  
selama proses torefaksi.
5.00  
4.00   Jika dihubungkan dengan grafik yang terdapat pada
3.00   Gambar 3, pada suhu 225°C, kandungan hemiselulosa
2.00   pada biomassa mulai mengalami devolatilisasi dan
1.00   karbonisasi. Namun pada suhu ini devolatilisasi dan
0.00   karbonisasi hemiselulosa masih terbatas atau belum
0   30   60   90   120   150   180   210   240   maksimal terjadi pada biomassa. Hal tersebut
Waktu  (menit)   menyebabkan masih tingginya kenaikan bobot biomassa
225  °C   250  °C   pada suhu ini.
275  °C   300  °C  
325  °C   Tanpa  Torefaksi  

Gambar 1 Kenaikan moisture content Biomassa Hasil Torefaksi

Pada Tabel 1 terlihat bahwa bagas tebu yang tidak


melalui torefaksi pada menit ke-30 mengalami kenaikan
moisture content yang sangat signifikan yaitu sebesar
5,65% dan terus meningkat hingga menjadi 7,35% pada
menit ke-240. Hal itu disebabkan oleh sifat dari bagas
tebu yang memang mudah menyerap moisture content.
Kandungan nira pada bagas tebu yang membuatnya
mampu mengikat air lebih banyak [4]. Mudahnya bagas
tebu mengikat air dikarenakan bagas tebu banyak
mengadung polisakarida-polisakarida dalam bentuk Gambar 3 Penurunan Massa Selulosa, Hemiselulosa, dan Lignin Saat
Torefaksi [2].
selulosa, hemiselulosa dan lignin. Gugus –OH pada
polisakarida ini membuat bagas tebu bersifat polar Gambar 3 menunjukkan bahwa penurunan massa
sehingga mudah untuk mengikat air. Karena gugus –OH akibat degradasi hemiselulosa yang mulai terjadi pada
cenderung membentuk ikatan hidrogen dengan molekul suhu 200°C. Semakin tinggi suhu, menyebabkan
air (H2O) seperti terlihat pada Gambar 2 [5]. Gambar terdegadasinya senyawa-senyawa penyusun
2 mengilustrasikan senyawa xylosa yang berikatan hemiselulosa menjadi senyawa-senyawa volatil.

Pengaruh torefaksi…, Pipin Aripin, FT UI, 2013


Senyawa volatil yang terbentuk terbawa keluar oleh gas menunjukan pengaruh torefaksi terhadap persentase
nitrogen, sedangkan senyawa karbon tetap berada di distribusi ukuran partikel sampel biomassa.
dalam reaktor. Hal tersebut dapat menyebabkan sifat
hidrofobik biomassa semakin tinggi pada suhu lebih

Distribusi  Ukuran  Par4kel  (%)  


80.00  
dari 300°C. Karena degradasi hemiselulosa
mengakibatkan biomassa bersifat lebih non-polar. Hal 70.00  
itu ditandai dengan hilangnya gugus –OH melalui 60.00  
dehidrasi, sehingga menghalangi pembentukan ikatan 50.00  
hidrogen [2]. Perbedaan kepolaran menyebabkan bagas 40.00  
tebu tidak bisa mengikat air yang bersifat polar [5]. 30.00  
3.2 Tahap Pengujian Distribusi Ukuran Partikel 20.00  
10.00  
Biomassa yang akan di reduksi ukurannya di timbang
sebanyak ±10 gram dan dilakukan pereduksian 0.00  
Tanpa   225   250   275   300   325  
menggunakan dry mill selama 1 menit. Penentuan bobot Torefaksi  
biomassa yang akan dilakukan pengujian didasari oleh Suhu  (°C)      
kapasitas dry mill. Jika sampel biomassa yang akan di
>  297  µm   177-­‐297  µm   125-­‐177  µm   <  125  µm  
reduksi ukuran terlalu banyak dapat menyebabkan alat
tidak dapat berputar atau macet sehingga proses reduksi Gambar 4 Distribusi Ukuran Partikel Biomassa dari Beberapa Suhu
ukuran menjadi sulit. Sebaliknya, jika bobot sampel Torefaksi
biomassa terlalu sedikit menyebabkan proses reduksi
ukuran tidak maksimal dikarenakan sampel biomassa Biomassa yang tanpa melalui torefaksi cenderung
berterbangan sehingga yang tidak mengenai pisau sulit untuk di reduksi ukurannya. Sedangkan pada
penghancur dry mill. Sedangkan penentuan waktu yang biomassa yang mengalami torefaksi, cenderung lebih
digunakan untuk proses reduksi ukuran didasari oleh mudah untuk di reduksi ukurannya. Pada suhu torefaksi
kemampuan alat yang digunakan. Jika proses reduksi 225°C hingga 300°C, persentase distribusi partikel
ukuran dilakukan lebih dari 1 menit, dapat dengan ukuran yang lebih kecil meningkat. Hal itu
menyebabkan suhu pada alat dry mill naik. Hal tersebut menunjukkan bahwa sampel biomassa lebih mudah
dikhawatirkan menyebabkan kerusakan pada alat. untuk tereduksi menjadi ukuran yang lebih kecil.
Semakin mudahnya sampel biomassa tereduksi
Tabel 2 Distribusi Ukuran Partikel Biomassa dari Beberapa Suhu ukurannya disebabkan karena pada suhu 200–300°C
Torefaksi
hemiselulosa terdegradasi menjadi senyawa yang lebih
Distribusi Ukuran Partikel (%) sederhana. Hemiselulosa berfungsi sebagai perekat antar
Ukuran
partikel Tanpa mikrofibril selulosa [8]. Sehingga ketika hemiselulosa
225oC 250oC 275oC 300oC 325oC
Torefaksi
> 297 terdegradasi menyebabkan struktur biomassa lebih
71,17 54,21 46,53 25,69 24,76 12,86
µm lunak.
177-297
17,09 23,21 20,94 42,10 16,01 21,57
µm Namun bukan hanya degradasi hemiselulosa yang
125-177
µm
11,19 20,20 20,25 18,21 27,50 22,01 menyebabkan sampel biomassa menjadi lebih lunak.
< 125
0,55 2,38 12,29 14,00 31,73 43,55
Jika dilihat kembali grafik pada Gambar 3, pada suhu
µm diatas 300°C, kandungan selulosa pada biomassa mulai
% error 3,05 2,55 2,62 1,93 2,63 3,08 terdegradasi. Sehingga pada sampel biomassa hasil
torefaksi dengan suhu 325°C, ukuran partikel 125 µm
Tabel 2 merupakan persentase distribusi ukuran
paling tinggi diantara suhu yang lainnya. Dari gambar
partikel sampel biomassa dari beberapa variasi suhu
tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi suhu
torefaksi. Data tersebut diperoleh dengan
torefaksi menyebabkan semakin mudahnya biomassa
membandingkan massa biomassa dengan ukuran
tereduksi menjadi ukuran partikel yang lebih kecil.
tertentu terhadap massa keseluruhan biomassa yang
Semakin mudah biomassa tereduksi ukurannya
digunakan dalam pengujian ini. Pengujian ini dilakukan
menyebabkan semakin kecil daya atau tenaga yang
dengan menggunakan alat sederhana yaitu berupa
digunakan untuk mereduksi ukuran [9][10].
blender yang dilengkapi dry mill sehingga
memungkinkan terjadinya kesalahan dalam pengujian. 3.3 Tahap Pengujian Kekerasan (Hardness) Pellet
Nilai %error pada Tabel 2 tersebut menunjukan
persentase selisih antara massa biomassa yang Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh
ditimbang sebelum pengujian dengan jumlah massa torefaksi terhadap kekerasan (Hardness) pellet
biomassa. Pellet dapat di buat dengan berbagai ukuran
biomassa setelah pengujian dilakukan. Kemudian data
partikel. Namun dalam proses pembuatan pellet ini,
dari Tabel 2 dikonversi menjadi grafik yang
digunakan biomassa yang telah di reduksi ukurannya
ditunjukkan oleh Gambar 4. Gambar tersebut
hingga berukuran kurang dari 125 µm. Hal tersebut

Pengaruh torefaksi…, Pipin Aripin, FT UI, 2013


disebabkan pellet yang dihasilkan lebih keras. Selain itu yang mengalami torefaksi pada suhu 225   dan   250°C
ukuran tersebut lebih mudah diperoleh. Untuk memiliki BHN sebesar 1,00 dan 0,97 kg/mm2.
memperoleh biomassa dengan ukuran partikel kurang Kemudian pada suhu 275°C terus mengalami penurunan
dari 125 µm dapat dilakukan proses reduksi ukuran dengan BHN sebesar 0,68 kg/mm2. Penurunan nilai
partikel biomassa dari yang ukurannya lebih besar dari kekerasan ini menunjukkan bahwa biomassa bersifat
125 µm. Saat proses pembuatan pellet, biomassa di lebih lunak. Penurunan ini serupa dengan penelitian
tekan dengan tekanan sebesar 5 ton selama 10 menit. yang telah dilakukan sebelumnya menggunakan bahan
Metoda pengujian sifat kekerasan (Hardness) pellet baku wheat straw [7]. Hal tersebut disebabkan oleh
biomassa yang digunakan adalah Brinell Hardness. terdegradasinya hemiselulosa saat proses torefaksi.
Pemilihan metoda tersebut disebabkan karena metoda Degradasi ini menyebabkan biomassa kehilangan
ini dapat digunakan untuk bahan yang terbuat dari gugus-gugus hidroksil (-OH) dan karbonil (-C=O).
softwood. Hasil dari pengujian ini dapat dilihat pada Hilangnya gugus-gugus tersebut menyebabkan
Gambar 5. Gambar tersebut menunjukkan grafik hasil kemampuan polimer penyusun biomassa untuk
pengujian Brinell Hardness dari pellet yang dibuat berikatan hidrogen antar molekul menjadi lebih rendah.
dengan biomassa yang melalui torefaksi pada suhu 225, Sehingga nilai kekerasan biomassa lebih rendah dan
250, 275°C dan biomassa tanpa torefaksi. Pellet yang biomassa menjadi bersifat lebih lunak [11].
dibuat dari biomassa hasil torefaksi pada suhu 300 dan
325°C tidak tampak pada grafik. Hal itu dikarenakan Selain itu perubahan secara fisik pada biomassa juga
pellet tersebut rusak atau hancur sebelum terbentuk menyebabkan penurunan nilai kekerasan. Hemiselulosa
menjadi pellet. merupakan pengikat selulosa dan lignin pada dinding
sel suatu biomassa. Pada saat torefaksi, panas yang
1.60   diberikan menyebabkan ikatan antar penyusun biomassa
Brinell  Hardness  Number  (kg/

menjadi terputus seiring dengan degradasi hemiselulosa


1.20   1.20   [11]. Dampak yang terjadi dapat diilustrasikan pada
1.00   0.97  
Gambar 6.
mm2)  

0.80  
0.68  
0.40  

0.00  
Tanpa   225   250   275  
Torefaksi  
Suhu  (°C)  
Gambar 5 Brinell Hardness Pellet Biomassa dari Beberapa Variasi
Suhu Torefaksi

Pada Gambar 5 tampak bahwa pellet yang tanpa


torefaksi memiliki Brinell Hardness Number (BHN)
Gambar 6 Pengaruh Torefaksi Terhadap Struktur Selulosa,
paling tinggi. Sedangkan pellet yang dibuat dari Hemiselulosa, dan Lignin (Sumber: Mosier, dkk., 2005)
biomassa hasil torefaksi mengalami penurunan seiring
dengan semakin tinggi suhu torefaksi. Dari data tersebut Pada Gambar 6 terjadi perubahan yang diakibatkan
dapat disimpulkan bahwa torefaksi mengurangi torefaksi. Bagas tebu memiliki komponen penyusun
kekerasan dari pellet biomassa. berupa selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Hemiselulosa
berfungsi sebagai perekat antar mikrofibril selulosa.
Dari grafik pada Gambar 5 menunjukkan pellet Pada saat torefaksi berlangsung, hemiselulosa
biomassa tanpa torefaksi memiliki BHN paling besar merupakan polimer penyusun biomassa yang pertama
yaitu 1,20 kg/mm2. Hal tersebut terjadi karena sampel kali terdegradasi. Akibat degradasi tersebut, ikatan
biomassa belum mengalami perubahan secara kimiawi antara selulosa, hemiselulosa dan lignin menjadi
berupa degradasi polisakarida (baik berupa degradasi terputus sehingga biomassa bersifat lebih lunak.
hemiselulosa, selulosa, ataupun lignin) sehingga sifat Perubahan secara fisik tersebut menyebabkan kekerasan
biomassa tersebut masih keras. Ketika terjadi proses dari pellet biomassa menjadi berkurang akibat tidak
densifikasi atau pengempaan pada proses pembuatan adanya hemiselulosa yang berfungsi sebagai pengikat
pellet biomassa, jarak antar molekul penyusun biomassa [11].
tersebut menjadi lebih dekat. Sehingga menyebabkan
terjadinya ikatan hidrogen antar molekul penyusun 4. Kesimpulan
biomassa tersebut. Ikatan ini menjadikan pellet
biomassa memiliki kekerasan yang lebih besar. Dari penelitian yang dilakukan, kesimpulan yang bisa
diambil adalah:
Pada Gambar 5 dapat dilihat juga bahwa kekerasan
(hardness) pellet biomassa hasil torefaksi lebih rendah
dibandingkan dengan tanpa torefaksi. Pellet biomassa

Pengaruh torefaksi…, Pipin Aripin, FT UI, 2013


1. Semakin tinggi suhu torefaksi, semakin berkurang [4] Hidayati, N. (2010). Pengaruh penambahan abu
kemampuan biomassa untuk menyerap moisture ampas tebu terhadap sifat fisis dan mekanis
content. batako. Medan: Universitas Sumatera Utara.
2. Daya serap biomassa terhadap moisture content [5] Fessenden, R. J., & Fessenden, J. S. (1989).
paling rendah yaitu sebesar 2,92% yang terjadi pada Organic Chemistry. Erlangga.
biomassa hasil torefaksi dengan suhu 325°C.
[6] Braeken, L., Ramaekers, R., Zhang, Y., Maes,
3. Kenaikan suhu torefaksi menyebabkan biomassa G., Van Der Bruggen, B., & Vandecasteele, C.
semakin mudah untuk direduksi ukurannya. (2005). Influence of hydrophobicity on retention
ini nanofiltration of aqueous solutions containing
4. Distribusi ukuran partikel kurang dari 125µm paling organic compounds. Membrane Science , 195-
besar yaitu sebesar 43,55% terjadi pada biomassa 203.
hasil torefaksi dengan suhu 325°C.
[7] Stelte, W., Nielsen, N. P., Hansen, H. O., Dahl,
5. Semakin tinggi suhu torefaksi, sifat kekerasan pellet J., Shang, L., & Sanadi, A. R. (2013). Pelletizing
biomassa menjadi berkurang. properties of torrefied wheat straw. Biomass And
6. Nilai kekerasan pellet biomassa paling besar yaitu Bioenergy , 214-221.
sebesar 1,20 kg/mm2 yang terdapat pada pellet [8] Putri, R. P. (2012). Description of Enzym
biomassa tanpa torefaksi. Hemicellulose. Malang: Universitas Brawijaya.
Daftar Acuan [9] Arias, B., Pevida, C., Fermoso, J., Plaza, M. G.,
Rubiera, F., & Pis, J. J. (2008). Influence of
[1] Directorate of Electricity and Energy Utilization. torrefaction on the grindability and reactivity of
(1997). Master plan of new and renewable woody biomass. Fuel Processing Technology ,
energy Report. Jakarta: Ministry of Energy and 169-175.
Mineral Resources of Indonesia. [10] Phanphanich, M., & Mani, S. (2011). Impact of
[2] Basu, P. (2010). Biomass Gasification and Torrefaction on The Grindability and Fuel
Pyrolysis. UK: Elsevier. Characteristics of Forest Biomass. Bioresource
Technology , 102 (2011), 1246-1253.
[3] Rousset, P., Davrieux, F., Macedo, L., & Perre,
P. (2011). Characterisation of the torrefaction af [11] Stevens, M. P. (1989). Polimer Chemistry.
beech wood using NIRS: Combined effects of Oxford University Press.
temperature and duration. Science Direct , 1219-
1226.

Pengaruh torefaksi…, Pipin Aripin, FT UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai