Anda di halaman 1dari 24

Clinical Science Session

VAGINITIS

Heniszayanti Nabiladhiya A. 1740312218

Pembimbing :
Dr. dr. H. Joserizal Serudji, SpOG-K

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RS PENDIDIKAN UNIVERSITAS ANDALAS
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT penulis ucapkan atas kehadirat-Nya

yang telah melimpahkan ilmu, akal, pikiran, dan waktu, sehingga penulis dapat

menyelesaikan referat yang berjudul “Vaginitis”. Referat ini merupakan salah satu

syarat untuk menyelesaikan tahap kepaniteraan klinik ilmu obstetrik dan

ginekologi di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Rumah Sakit Pendidikan

Universitas Andalas, Padang.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr. H. Joserizal Serudji,

SpOG-K selaku preseptor yang telah memberikan saran, bimbingan dan dukungan

dalam penyusunan referat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

rekan-rekan dokter muda dan semua pihak yang banyak membantu dalam

penyusunan referat ini.

Penulisan referat ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, dengan

kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

berbagai pihak demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat

bagi semua pihak.

Padang, Maret 2019

Penulis

1
BAB 1
PENDAHULUAN

Vaginitis merupakan peradangan pada saluran reproduksi luar yang sering

terjadi. Peradangan ini dapat disebabkan oleh infeksi, ataupun efek dari perubahan

hormonal yang terjadi di dalam tubuh yang mengganggu homeostasis genitalia.

Hal ini dapat terjadi apabila flora normal Lactobacillus sp. yang berada di genitalia

digantikan oleh flora patogen.1,2,3 Vaginitis ditandai dengan pengeluaran cairan

abnormal yang sering disertai rasa ketidaknyamanan di daerah vulvovagina. Setiap

perubahan jumlah, warna, dan bau disertai dengan rasa terbakar serta iritasi

merupakan akibat dari ketidakseimbangan flora normal vagina yang menyebabkan

vaginitis. Penyebab vaginitis yang menimbulkan gejala diantaranya adalah

bakterial vaginosis (40-45%), Candida (20-25%), dan Trichomonas (15-20%).4,5

Penegakkan diagnosis vaginitis sangat menentukan tatalaksana yang akan

di berikan, terutama untuk mencegah IMS jika vaginitis didapat dari penyakit IMS.

Pemberian tatalaksana yang tidak sesuai, akan menyebabkan vaginitis akan

menetap dan tidak terobati dengan baik, keadaan ini akan menimbulkan komplikasi

yang berbahaya bagi penderita, termasuk dapat menularkannya ke orang lain. Oleh

karena itu dalam makalah ini akan dibahas mengenai vaginitis.4,6

1.2 Batasan Masalah

Batasan penulisan makalah vaginitis ini adalah mengenai definisi,

epidemiologi, etiologi, faktor risiko, patofisiologi, diagnosis, dan tatalaksana dari

infeksi virus selama kehamilan.

2
1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan

pembaca dan penulis mengenai vaginitis.

1.4 Metode Penulisan

Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang

merujuk dari berbagai literatur.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Vagina

Vagina adalah rongga muskulomembranosa berbentuk tabung mulai dari

tepi serviks uteri di bagian kranial dorsal sampai ke vulva di bagian kaudal ventral.

Vagina berfungsi untuk mengeluarkan ekskresi uterus pada haid, untuk jalan lahir

dan untuk kopulasi (persetubuhan). Batas dalam secara klinis yaitu forniks anterior,

posterior dan lateralis di sekitar serviks uteri. Vagina menghubungkan genitalia

interna dan eksterna. Panjang ukuran anterior vagina adalah 6,5 cm dan posterior

vagina 9 cm. Sumbu vagina berjalan sejajar dengan arah pinggir bawah simfisis ke

promontorium. Secara embriologis 2/3 bagian atas vagina terbentuk dari duktus

Mulleri (asal dari entoderm), 1/3 bagian bawah berasal dari sinus urogenitalis

(lipatan-lipatan ektoderm).7

Epitel vagina terdiri dari atas epitel skuamosa, terdiri dari beberapa lapis

epitel gepeng tidak bertanduk dan tidak mengandung kelenjar, tapi dapat terjadi

transudasi. Mukosa vagina berlipat-lipat dengan bagian yang mengeras di tengah

dan bagian belakang, disebut dengan kolumna rugarum. Di bawah epitel vagina

terdapat jaringan ikat yang banyak mengandung pembuluh darah. Dibawah

jaringan ikat terdapat otot-otot yang sususnannya serupa dengan otot-otot usus.

Bagian luar otot terdapat fasia (jaringan ikat) yang elastis dan akan berkurang

keelastisitasannya sesuai dengan pertambahan usia. Sebelah depan vagina terdapat

uretra sepanjang 2,5-4 cm. Bagian atas vagina berbatsan dengan vesika urinaria

sampai ke forniks anterior vagina.7

4
Gambar 2.1 Anatomi Vagina

2.2 Definisi

Vaginitis adalah satu kondisi infeksi pada vulva dan vagina dengan gejala

klinis gatal, rasa panas, iritasi, berbau, serta duh vagina dengan peyebab paling

banyak adalah bakteri, trikomoniasis, dan kandidiasis.1,2,3 Hal ini dapat terjadi

apabila flora normal Lactobacillus sp. yang berada di genitalia digantikan oleh

flora patogen.1,2,3

2.3 Epidemiologi dan Etiologi

Vaginitis merupakan masalah ginekologis yang paling sering terjadi pada

90% wanita remaja di dunia, kondisi ini disebabkan oleh vaginosis bakterial (50%),

kandidiasis vulvovaginal (25%), trikomoniasis (25%). Penelitian-penelitian

sebelumnya telah melaporkan angka kejadian vaginitis di beberapa negara,

5
diantaranya Thailand 33 %, Afrika-Amerika 22,7%, London 21%, Indonesia 17%,

Jepang 14%, Swedia 14%, dan Helsinki 12%.8

Vaginosis bakterial menyerang lebih dari 30% populasi. Dari penelitian

pada wanita berusia 14-49 tahun, 29% diantaranya didiagnosis mengalami

vaginosis bakterial. Wanita dengan riwayat aktivitas seksual beresiko lebih besar

mengalami penyakit ini. Prevalensi meningkat pada wanita perokok, karena

diketahui bahwa kandungan rokok dapat menghambat produksi hidrogen peroksida

oleh Lactobacillus.5

Lactobacillus tumbuh secara normal di vagina sebagai mikroflora yang

mencegah tumbuhnya patogen secara berlebihan. Flora normal ini memiliki fungsi

diantaranya adalah menstimulasi sistem imun, berkompetisi dengan

mikroorganisme lain untuk mendapatkan nutrisi dan menempel pada epitel vagina,

mereduksi pH vagina dengan cara memproduksi asam laktat, serta menghasilkan

substans antimikroba (bakteriosin dan hidrogen peroksida).5

2.4 Vaginosis Bakterialis

Definisi

Bakterial vaginosis merupakan penyebab tersering dari vaginitis (40-45%).

Penyakit ini ditandai dengan perubahan secara kompleks baik jumlah dan fungsi

dari flora normal. Jumlah dan konsentrasi hidrogen peroksida akan menurun

sedangkan pertumbuhan dari mikroorganisme patogen (Gardnerella vaginalis,

Mobiluncus sp, Mycoplasma hominis, Atopobium vaginae, dll) meningkat.8

Vaginosis Bakterialis (BV) sebelumnya telah disebut sebagai vaginitis

nonspesifik atau vaginitis Gardnella. Ini adalah perubahan flora bakteri vagina

6
normal yang mengakibatkan hilangnya hidrogen peroksida sehingga memproduksi

Lactobacilli dan pertumbuhan berlebih dari bakteri anaerob yang dominan.8

Epidemiologi dan Etiologi

Bentuk paling umum dari vaginitis di Amerika Serikat adalah BV. Bakteri

anaerob dapat ditemukan di kurang dari 1% flora wanita normal. Pada wanita

dengan BV, konsentrasi anaerob, serta G. vaginalis dan Mycoplasma hominis, 100

sampai 1.000 kali lebih tinggi daripada wanita normal. Lactobacilli biasanya tidak

ada.5

Infeksi ini disebabkan oleh Gardnerella vaginalis, Mobiluncusspesies,

Mycoplasma hominis, dan Peptostreptococcus spesies. Meskipun begitu, tidak ada

penyebab infeksi tunggal tetapi lebih merupakan pergeseran komposisi flora

vagina normal. Pada literatur lain, vaginosis bakterialis terjadi akibat adanya

gardanela vaginosis dan infeksi bakteri anaerob pada vagina. Faktor risiko

vaginosis bakteria adalah pemakaian IUD. Vaginosis bakteri merupakan salah satu

faktor risiko untuk terjadinya ketuban pecah dini, kelahiran prematur, dan PID

(radang panggul).9,10

Manifestasi Klinis

1. Dapat asimptomatis.

2. Rasa tidak nyaman sekitar vulva vagina (rasa terbakar, gatal), biasanya lebih

ringan daripada yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis dan Candida

albicans.

3. Dispareunia.

7
4. Keputihan berbau amis “fishy odor” yang semakin parah setelah berhubungan

seksual dan menstruasi (vagina dalam keadaan basa). Cairan vagina yang basa

menimbulkan terlepasnya amin dari perlekatannya pada protein dan amin yang

menguap tersebut menimbulkan bau amis.

5. Keputihan tipis homogen warna putih abu-abu berbau amis.

6. Pruritus dan iritasi vulva.

Gambar 2.2 Sekret Vagina pada Bakterial Vaginosis

Diagnosis

BV didiagnosis berdasarkan temuan berikut:5,6,9

1. Bau vagina yang mencurigakan, yang terutama terlihat setelah koitus, dan

keluarnya cairan vagina.

2. Sekret vagina berwarna abu-abu dan tipis melapisi dinding vagina.

3. pH sekret lebih tinggi dari 4,5 (biasanya 4,7 sampai 5,7) .

4. Mikroskopi sekret vagina dengan NaCl 0.9% memperlihatkan banyak sel

clue, sel epitel vagina dengan kerumunan bakteri menempel pada

membran sel sehingga tepinya tidak terlihat jelas dan leukosit tidak ada.

Pada kasus lanjut BV, lebih dari 20% sel epitel adalah sel clue.

8
5. Tes Whift positif.

Penambahan KOH 10-20% ke sekret vagina menimbulkan bau amis.

6. Kultur G. vaginais tidak direkomendasikan sebagai alat diagnostik karena

kurangnya spesifisitasnya.

7. Pewarnaan gram ditemukan penurunan jumlah Lactobacillus dan

peningkatan jumlah bakteri anaerob.

Terapi

Idealnya pengobatan BV harus menghambat bakteri anaerob tapi bukan

Lactobacilli vagina. Tatalaksana berikut ini efektif:5,6,9

1. Metronidazol, antibiotik dengan aktivitas yang sangat baik melawan

anaerob namun aktivitas buruk melawan Lactobacilli, adalah obat pilihan

untuk pengobatan BV.

a. Dosis 500 mg yang diberikan secara oral 2x/hari selama 7 hari

harus digunakan.

b. Metronidazol gel 0,75% satu kali aplikasi (5 gram) intravaginal 1-

2x/hari selama 5 hari. Tingkat kesembuhan keseluruhan berkisar

antara 75-84%.

c. Metronidazol suppos, pervaginal, dua kali sehari selama 5 hari.

2. Klindamisin dalam regimen berikut juga efektif dalam mengobati BV:

a. Klindamisin krim 2%, satu aplikasi penuh (5 gram) intravaginal pada

waktu tidur selama 7 hari.

b. Klindamisin 300 mg oral 2x/hari selama 7 hari.

9
Komplikasi5,6

1. Wanita dengan BV berisiko tinggi mengalami penyakit radang panggul

(PID), postportal PID, infeksi manset pasca operasi setelah

histerektomi, dan sitologi serviks abnormal.

2. Wanita hamil dengan BV berisiko mengalami ketuban ruptur dini,

persalinan prematur, korioamnionitis, dan endometritis.

3. Pada wanita dengan BV yang menjalani histerektomi, pengobatan

perioperatif dengan metronidazol menghilangkan peningkatan risiko

ini.

2.5 Trikomoniasis

Definisi, Epidemiologi dan Etiologi

Infeksi yang disebabkan oleh protozoa Trichomonas vaginalis

yangditularkan secara seksual. Trikomonas merupakan penyebab 25% infeksi

vagina. Trikomonas adalah organisme yang tahan dan mampu hidup dalam handuk

basah atau permukaan lain. Masa inkubasi berkisar 4 sampai 28 hari.8

Tingkat transmisi tinggi, terjadi 25% pada semua kasus vaginitis infeksi.

70% pria mengidap penyakit ini setelah terpapar dengan wanita yang terinfeksi,

yang menunjukkan bahwa tingkat transmisi antar laki-laki bahkan lebih tinggi.5,6

Trikomoniasis sering ditemukan pada usia remaja dan dewasa yang aktif

secara seksual. Pada remaja perempuan, trikomoniasis lebih sering ditemukan

dibandingkan dengan gonore.11 Trikomoniasis simptomatik lebih sering terjadi

pada wanita diabandingkan pria. Namun, wanita juga dapat menjadi pembawa

trikomoniasis asimptomatik. Menurut penelitian NHANES 2001-2004 yang

10
dilakukan pada perempuan usia 14-49 tahun menemukan bahwa 85% wanita yang

mengalami trikomoniasis melaporkan tidak memimiliki gejala.12

Manifestasi Klinis

Keluhan dan gejala bisa sangat bervariasi. Gatal-gatal atau rasa panas pada

vagina, rasa sakit dan perdarahan sewaktu berhubungan seksual. Jika terjadi

urethritis maka gejala yang timbul adalah disuria dan frekuensi berkemih

meningkat.9

Cairan vagina biasanya berbuih, tipis, berbau tidak enak, dan banyak.

Warnanya bisa abu-abu, putih, atau kuning kehijauan. Kadang terdapat eritema

atau udem pada vulva dan vagina dan dapat mengenai serviks sehinggan tampak

eritem dan rapuh.9

Pada pemeriksaan dengan menggunakan spekulum dapat ditemukan:9

1. Colpitis macularis atau strawberry cervix, yaitu merupakan lesi

berupa bintik makula eritematosa yang difus pada serviks. Namun, lesi ini

hanya terlihat pada 1-2% kasus tanpa menggunakan kolposkopi. Dengan

menggunakan kolposkopi lesi ini terdeteksi sampai dengan 45% kasus.

2. Discharge purulen berwarna kuning kehijauan berbuih, berbau busuk

berjumlah banyak. Colpitis macularis dan keputihan yang berbusa

bersama-sama memiliki spesifisitas 99% dan secara sendiri-sendiri

memiliki nilai prediksi positif (positive predictive value) 90% dan 62%.

3. Erithema pada vagina, dan serviks. Serviks terkadang rapuh.

11
Gambar 2.3 Colpitis macularis atau strawberry cervix.

Diagnosis

Faktor imun lokal dan ukuran inokulum mempengaruhi munculnya gejala.

Gejala dan tanda mungkin jauh lebih ringan pada pasien dengan inokulum kecil

trikomonad, dan vaginitis trikomonas sering asimtomatik.5 Gejala yang sering

muncul adalah:5,6

1. Cairan vagina yang banyak, purulen, berbuih, dan berbau busuk yang

mungkin disertai dengan pruritus vulva.

2. Cairan berwarna abu-abu, putih, atau kuning kehijauan.

3. Sekret dapat memancar dari vagina.

4. Pada pasien dengan konsentrasi organisme tinggi, eritema vagina dan

colpitis macularis (“strawberry” cervix).

5. pH sekret vagina biasanya lebih tinggi dari 5,0 (5,0-7,0).

6. Mikroskopik sekret vagina memperlihatkan protozoa fusiformis

uniseluler yang sedikit lebih besar di banding sel darah putih. Ia

12
mempunyai flagella dan dalam specimen dapat dilihat gerakannya

(trichomonad motil). Peningkatan jumlah leukosit.

7. Sel induk mungkin ada karena adanya hubungan dengan BV.

8. Pasien yang terinfeksi tapi tidak ada keluhan dapat di diagnosa dengan

pap smear.

Terapi

Pengobatan vaginitis trikomonas dapat diringkas sebagai berikut:5

1. Metronidazol adalah obat pilihan untuk pengobatan trikomoniasis

vagina.

a. Regimen dosis tunggal (2 g oral), memiliki tingkat kesembuhan

sekitar 95%.

b. Wanita yang tidak respon dengan terapi awal harus diobati lagi

dengan metronidazol, 500 mg, dua kali sehari selama 7 hari. Jika

pengobatan berulang tidak efektif, pasien harus diobati dengan dosis

metronidazol 2-g satu kali sehari selama 5 hari atau tinidazol, 2 g, dalam

dosis tunggal selama 5 hari.

c. Metronidazol gel, meski sangat efektif untuk pengobatan BV,

sebaiknya tidak digunakan untuk pengobatan trikomoniasis vagina

2. Rujuk jika pasien:

a. Tidak respon pengobatan ulang dengan metronidazol atau tinidazol

b. Kemungkinan reinfeksi

13
3. Dalam kasus refraktori yang tidak umum ini, bagian penting dari

manajemen adalah untuk mendapatkan kultur parasit untuk menentukan

kerentanannya terhadap metronidazol dan tinidazol.

4. Pasangan seksual juga harus diobati.

Komplikasi

Morbiditas yang terkait dengan vaginitis trikomonas mungkin terkait

dengan BV. Pasien dengan trichomonas vaginitis berisiko tinggi mengalami

selulitis pasca operasi setelah histerektomi. Wanita hamil dengan vaginitis

trikomonas berisiko tinggi mengalami ketuban pecah dini dan persalinan prematur.

Karena sifat trichomonas vaginitis yang ditransmisikan secara seksual, wanita

dengan infeksi ini harus diuji untuk penyakit menular seksual lainnya (PMS),

terutama Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis. Uji serologis untuk

infeksi sifilis dan infeksi human immunodeficiency virus (HIV) juga harus

dipertimbangkan.5

2.6 Kandidosis Vulvovaginalis

Definisi

Kandidosis vulvovaginalis atau KVV adalah infeksi mukosa vagina dan

vulva yang disebabkan oleh spesies Candida. KVV merupakan infeksi jamur

oportunistik yang dapat terjadi secara primer atau sekunder dan dapat bersifat akut,

subakut maupun kronis episodik. Infeksi kronis bila berlangsung lebih dari 3

tahun.9

14
Kandidosis Vulvovaginalis Rekuren (KVVR) didefinisikan sebagai infeksi

yang mengalami kekambuhan 4 kali atau lebih dalam setahun. Pada umumnya

infeksi disebabkan adanya kolonisasi yang berlebihan dari spesies Candida yang

sebelumnya bersifat saprofit pada vulva dan vagina, dan jarang disebabkan karena

mendapat sumber infeksi dari luar (sumber infeksi dari tanaman, lingkungan, udara

dan tanah).4

Epidemiologi dan Etiologi

Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia. Pada beberapa negara kandidosis

vulvovaginalis tetap merupakan penyebab terbanyak di antara infeksi vagina

terutama di daerah iklim subtropis dan iklim tropis.6

Kandidosis vulvovaginalis umumnya lebih banyak pada perempuan dengan

status sosial ekonomi rendah dan masa kehamilan. Kandidiasis vulvovaginalis

terjadi pada banyak perempuan selama hidupnya, dengan persentase sekitar 70-

75% wanita mendapatkan setidaknya sekali infeksi KVV selama masa hidupnya,

sekitar 40-50% cenderung berulang mengalami kekambuhan atau serangan infeksi

kedua.6

Penyebab terbanyak (80-90%) adalah Candida albicans, sedangkan

penyebab terbanyak kedua dan ketiga adalah Candida glabrata

(Torulopsisglabrata) dan Candida tropicalis. Penyakit ini bukan merupakan

penyakit IMS, karena kandida merupakan flora normal yang terdapat dalam

vagina.

Faktor risiko terjadinya vaginitis vagina adalah imunodefisiensi atau

imunosupresi, diabetes mellitus, perubahan hormonal (seperti dalam kehamilan),

15
terapi antibiotika spektrum luas jangka panjang dan obesitas. KVV juga erat

hubungannya dengan lingkungan yang hangat dan lembab, pakaian rapat dan ketat,

pemakaian kontrasepsi, kortikosteroid, pemakaian pembersih vagina, menderita

Diabetes mellitus, penyakit infeksi, stress, reaksi alergi dan keganasan.6

Patogenesis

Candida terdapat dalam 2 bentuk yaitu bentuk sel (spora) dan bentuk

miselia (hifa). Koloni jamur tumbuh secara aktif menjadi miselia dan umumnya

ditemukan dalam keadaan patogenik. Jika kondisi memungkinkan, proses penyakti

diduga dimulai dari perlekatan sel Candida pada epitel vagina dan selanjutnya

menjadi bentuk miselia. Hifa Candida kemudian tumbuh dan berkolonisasi pada

permukaan vagina. Percobaan in vitro menunjukkan proses perlekatan ini, hifa

yang tumbuh dan berkolonisasi lebih tinggi oleh adanya perubahan estrogen.

Penemuan ini dapat memberi penjelasan bahwa kandidosis vulvovaginalis

simptomatis lebih sering terjadi pada perempuan yang berada pada periode antara

menarche dan menopause.6,13

Selain itu Candida albicans dapat memproduksi enzim protease yang

bekerja optimal pada pH normal vagina. Hal ini dapat mendukung pertumbuhan

jamur yang dapat menghasilkan beberapa faktor yang dapat merusak epitel vagina

sehingga menyebabkan vaginitis. Mekanisme lainnya termasuk reaksi alergi

terhadap jamur.6,13

Sejumlah kecil dari kelompok penderita kandidosis vulvovaginalis ini

mengalami episode kronis atau rekuren. Hal ini disebabkan oleh infeksi berulang

16
pada vagina, fase interseluler yang menetap dari organisme Candida, serta faktor

imunitas dari penderita.6,13

Manifestasi Klinis

Keluhan subjektif penderita dapat bervariasi dari ringan hingga berat.

Gejala yang ringan didapatkan pada infeksi karena Candida albicans, sedangkan

Candida nonalbicans, terutama Candida glabrata memberikan gejala yang lebih

berat, relatif lebih resisten terhadap pengobatan dan sering terjadi rekurensi

(KWR).9,10,14

Gejala klinis yang sering mucul pada vaginitis kandida adalah:6,9,10,14

1. Pruritus akut dan keputihan (fluor albus) merupakan keluhan awal,

gejala yang lebih sering adalah pruritus vulva. Keputihan tidak selalu ada

dan seringkali hanya sedikit.

2. Iritasi vagina.

Mukosa vagina kemerahan dan pembengkakan labia dan vulva sering

disertai pustulopapular di sekeliling lesi. Rasa sakit di daerah vagina, iritasi,

rasa panas.

3. Vaginal trush yaitu bercak putih terdiri atas gumpalan jamur, jaringan

nekrosis sel epitel yang menempel pada dinding vagina.

4. Dispareuni

5. Disuria.

6. Cairan vagina berwarna putih seperti susu, kental dan tidak berbau

dapat juga cair seperti air atau tebal homogen.

17
Diagnosis

1. Sesuai gejala klinis.

2. Pada pemeriksaan tampak mukosa vagina kemerahan dan

pembengkakan labia dan vulva sering disertai pustulopapular di sekeliling

lesi. Kadang-kadang dijumpai gambaran khas berupa vaginal trush yaitu

bercak putih terdiri atas gumpalan jamur, jaringan nekrosis sel epitel yang

menempel pada dinding vagina. Rasa sakit di daerah vagina, iritasi, rasa

panas, dispareuni dan sakit bila buang air kecil adalah gejala sering yang

biasa ditemukan. Sekret berwarna putih seperti krim susu/keju atau kuning

tebal, tetapi dapat juga cair seperti air atau tebal homogen, bau minimal dan

tidak mengganggu, ekskoriasi atau ulkus, serviks biasanya normal, dapat

sedikit eritema disertai sekret putih yang menempel pada dindingnya.6

3. Pemeriksaan laboratorium

a. Mikroskopis : Deteksi sel-sel ragi atau hifa dengan pewarnaan gram

dari hapusan vagina dan hapusan serviks papaniculau juga sensitif untuk

mendeteksi adanya infeksi pada vagina. Hapusan vagina yang diambil

diberi larutan KOH 10-20% dan dipulas dengan pewarnaan Gram. Dengan

pemeriksaan langsung terlihat sel budding yang khas, pseudohifa dan

kadang-kadang hifa sejati.6,13

b. Pembiakan dapat dilakukan dengan media kultur Sabouraud Dextrose

Agar (SDA) tanpa sikloheksimid, dengan antibiotika kloramphenikol

ditambahkan pada media. Kolonisasi jamur akan tumbuh dalam 24-48 jam

pada suhu 20-35oC. Koloni yang tumbuh berbentuk bulat, tepi seperti lensa

bikonveks, basah dan berwarna krem. Dengan media Cornmeal-Tween 80

18
atau Nickerson Polysacharide Trypan Blue pada suhu 25oC, biakan akan

tumbuh dalam 3 hari.6,13

Terapi

Berikut ini adalah yang penting dilakukan dalam pengobatan kandidosis

vulvovaginitis.15

1. Eliminasi faktor predisposisi sebagai penyebab.

2. Pemilihan regimen antijamur yang tepat hingga keluhan menghilang

dan pemeriksaan mikroskopis dan kultur negatif.

3. Untuk infeksi rekuren sebaiknya selalu dilakukan kultur dan uji

sensitivitas antijamur.

Obat antijamur yang digunakan untuk terapi kandidosis vulvovaginitis

adalah sebagai berikut:15

Nama obat Formulasi Dosis

Ketokonazole 200mg oral tablet 2 x 1 tab, selama 5-7 hari

Flukonazole 150 mg oral tablet Dosis tunggal

50 mg oral tablet 1 x 1 tab, selama 7 hari

Itrakonazole 100 mg oral kapsul 2 x 1 cap, selama 2 hari

2 x 2 cap, 1 hariselang 8 jam

Klotrimazole 1%krim intravagina 5 g, selama 7-14 hari

2% krim intravagina 5 g, selama 3 hari

100 mg tab vag 1 tab vag, selama 7 hari

2 tab vag/hari, selama 3 hari

200 mg tab vag 1 tab vag, selama 3 hari

19
500 mg tab vag 1 tab vag, 1 hari

Mikonazole 2% krim 5 g, selama 1-7 hari

100 mg vag supp 1 tab vag, selama 7 hari

200 mg vag supp 1 tab vag, selama 1-7 hari

1200 mg vag supp 1 tab vag, selama 1 hari

Nystatin 100.000 u tab vag 1 x 1 tab, selama 12 hari

Amphoterisin B 50 mg tab vag 1 x 1 tab, selama 7-12 hari

100 mg cap

20
BAB 3
KESIMPULAN

Vaginitis adalah satu kondisi infeksi pada vulva dan vagina. Hal ini dapat

terjadi apabila flora normal Lactobacillus sp. yang berada di genitalia digantikan

oleh flora patogen. Pasien biasanya akan datang dengan gejala klinis berupa gatal,

rasa panas, iritasi, berbau, serta duh vagina dengan peyebab paling banyak adalah

bakteri, trikomoniasis, dan kandidiasis.

Penegakkan diagnosa dari vaginitis cukup rumit karena terapi yang

diberikan harus sesuai dengan patogen penyebab. Maka dari itu, selain anamnesis

yang cermat, pemeriksaan fisik, serta jenis duh yang ada, pemeriksaan penunjang

laboratorium seperti pemeriksaan mikroskopis, pemberian KOH, pewarnaan gram

serta kultur dapat sangat membantu untuk menentukan jenis patogen penyebab

vaginitis.

Terapi dapat diberikan obat sesuai dengan jenis kuman, seperti antibiotik

apabila penyebab adalah bakteri dan T.vaginalis, serta antijamur apabila kuman

penyebab adalah Candida sp.. Selain itu, pasangan dari pasien juga harus diobati.

Edukasi yang baik dan tepat juga penting diberikan agar penyakit tidak kambuh

lagi.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Hainer B, Gibson M. Vaginitis: Diagnosis and Treatment. American Family

Physician. 2011;83(7):807 - 815.

2. Mustafa M, Yanggau B, Lasimbang H. Pathogenesis, Diagnosis and Treatment

of Vaginitis and Cervicitis in Clinical Practice. IOSR Journal of Pharmacy

(IOSRPHR). 2014;4(8):07-13. 3.

3. Centers for Disease Control and Prevention. Vaginitis Module. STD

Curriculum for Clinical Educators. 2013. Di Akses pada 31 Maret 2019.

4. Srinivasan S dan Fredricks DN. 2008. The Human Vaginal Bacterial Biota

And Bacterial Vaginosis. Interdiscip. Perspect. Infect. Dis: 750.

5. Berek, Jonathan S. Berek & Novak's Gynecology, 14th Edition. 2007.

Lippincott Williams & Wilkins.

6. Hakimi M. 2011. Radang dan Beberapa Penyakit Lain Pada Alat Genital

dalam Ilmu Kandungan Edisi 3. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Hal 218-237.

7. Gunardi ER, Wiknjosastro H. Anatomi Panggul dan Anatomi Isi Rongga

Panggul dalam Ilmu Kandungan Edisi 3. 2011. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. Hal 1-32.

8. Lamont RF, Akins JD, Hassan SS, Chaiworapongsat, dan Romero. 2011. The

Vaginal Microbiome: New Information About Genital Tract Flora Using

Molecular Based Technique. BJOG. Vol. 118: 533-549.

9. Wiknjosastro H, Saifuddin B, Rachimhadi, dan Trijatmo. 2011.Radang Dan

Beberapa Penyakit Lain Pada Alat Genital Wanita dalam Ilmu Kandungan.

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo: Jakarta.


22
10. Hakim L. 2009. Epidemiologi Infeksi Menular Seksual. In: Daili, S.F., et
th
al.,Infeksi Menular Seksual. 4 ed. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI, 3-16.

11. Huppert JS. 2009. Trichomoniasis In Teens: An Update. Curr Opin Obstet

Gynecol. Vol.21(5):371-8.

12. Sutton M, Sternberg M, Koumans EH, McQuillan G, Berman S, dan

Markowitz L. 2007. The Prevalence Of Trichomonas Vaginalis Infection Among

Reproductive-Age Women In The United States, 2001-2004. Clin Infect Dis. Vol.

45(10):1319-26.

13. Wahyuni Y. 2002.Kejadian Infeksi Klamidia Trachomatis Pada Servisitis

Dengan Skor Vaginosis Bakterialis Lebih Dari 7 (Modifikasi Criteria Nugent).

Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Tesis.

14. Anderson DJ. 2008. Genitourinary Immune Defense. Dalam: Holmes KK,

Sparling PF, StammWE,Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen MS, Watts DH,

editor: Sexually Transmitted Diseases, 4rded. New York; McGraw-Hill.Hal: 271-

286.

15. Lacey C, Woodhall S, Wikstrom A, dan Ross J. 2011. European Guideline

For The Management Of Anogenital Warts. IUSTI GW Guidelines. Hal: 2-11.

23

Anda mungkin juga menyukai