Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PERBANDINGAN STRUKTUR SINTAKSIS ANTARBAHASA


(TIPOLOGI SINTAKSIS)

Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Teori Bahasa yang diampu oleh Dr. Teguh
Setiawan, M.Hum.

Oleh:
Fivin Novidha
19715152017

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2019

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………..3
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………...5
A. Pengertian Tipologi Sintaksis…………………………………………………………5
B. Klasifikasi Tipologi Sintaksis Menurut Para Ahli…………………………………….5
C. Tipologi Sintaksis Berdasarkan Kelas Kata…………………………………………...9
D. Tipologi Sintaksis Berdasarkan Gramatikal………………………………………….10
BAB III PENUTUP…………………………...……………………………………………...13
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………...14

2
BAB I
PENDAHULUAN

Perbandingan antara dua bahasa atau lebih, dapat dikatakan sama usianya dengan
dengan timbulnya ilmu bahasa. Hal ini tidak dapat dihindari sebab perkenalan dengan suatu
bahasa atau lebih selalu menarik perhatian orang untuk mengetahui sejauh mana terdapat
kesamaan antara bermacam-macam aspek dari bahasa-bahasa tersebut. Orang ingin
mengetahui apakah ada kata-kata tertentu dari bahasa A sama dengan kata-kata dan makna
yang sama dengan bahasa B.
Perbandingan bahasa-bahasa tersebut tidak hanya berkaitan dengan persamaan-
persamaan bahasa, namun juga berkaitan dengan mencari kekurangan pola bahasa suatu
bahasa apabila dibandingkan dengan bahasa yang lain. Mencari persamaan dan kekurangan
bahasa merupakan landasan bagi perkembangan cabang ilmu bahasa yaitu linguistik
komparatif atau linguistik bandingan.
Linguistik komparatif atau linguistik bandingan merupakan suatu cabang dari ilmu
bahasa (linguistik) yang berusaha untuk meletakkan dasar-dasar pengertian tentang
perkembangan dan kekerabatan antara bahasa-bahasa di dunia dan mencoba menemukan
unsur-unsur pengaruh timbal balik antara bahasa-bahasa yang pernah mengadakan kontak
sejarah.
Mula-mula dalam tahap perkembangannya yang pertama, cabang ilmu bahasa ini
(linguistik bandingan) hanya diartikan sebagai bidang yang mempelajari aspek-aspek historis
bahasa, khususnya yang bersangkutan dengan hubungan genealogis bahasa. Sehingga istilah
linguistik pada waktu itu identic dengan istilah linguistik bandingan historis. Namun berkat
perkembangan yang dialami oleh cabang ilmu bahasa ini, linguistik bandingan akhirnya di bagi
menjadi tiga sub-cabang yaitu linguistik bandingan tipologis, linguistik bandingan historis, dan
linguistik bandingan areal (Keraf, 1990: 2).
Dengan memperhatikan luas lingkup linguistik bandingan di atas, maka dapat
dikatakan bahwa tujuan dan manfaat linguistik bandingan diantaranya adalah mempersoalkan
hubungan antara bahasa-bahasa serumpun dengan mengadakan perbandingan mengenai unsur-
unsur yang menunjukkan hubungan dan tingkat kekerabatan anatar bahasa-bahasa tersebut.
Adapun bidang-bidang yang dipergunakan untuk melaksanakan perbandingan itu adalah
bidang fonologi, morfologi, dan sintaksis.

3
Lingusitik bandingan dikenal dengan metode atau teknik perbandingan yang
didasarkan pada sejarah pertumbuhan bahasa-bahasa. Teknik-teknik yang dikembangkan oleh
linguistik bandingan menghasilkan klasifikasi bahasa. Beberapa klasifikasi bahasa tersebut
yaitu klasifikasi genetis/genealogis (berdasarkan garis keturunan), klasifikasi tipologis
(berdasarkan struktur katanya atau struktural), dan klasifikasi areal (berdasarkan letak
geografis). Ketiga macam klasifikasi inilah yang menjadi tulang punggung dari ketiga macam
cabang linguistik bandingan yang telah dikemukakan di atas.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tipologi Sintaksis


Tipologi sintaksis berasal dari kata tipologi dan sintaksis. Tipologi yaitu
pengelompokan bahasa berdasarkan ciri khas tata kata dan tata kalimatnya (Mallinson dan
Blake, 1981:1-3). Istilah sintaksis langsung diambil dari bahasa Belanda yaitu syntaxis. Dalam
bahasa Inggris digunakan istilah syntax. Sintaksis ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa
yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frasa ( Ramlan, 2001:18).
Mallinson mengemukakan bahwa bahasa-bahasa dapat dikelompokan berdasarkan
batasan-batasan ciri khas strukturalnya. Kajian tipologi bahasa berusaha menetapkan
pengelompokan secara luas berdasarkan sejumlah fitur gramatikal yang saling berhubungan.
Tipologi bahasa, sebagai cabang dari linguistik bandingan bahasa, mengembangkan metode-
metode khusus yang menghasilkan klasifikasi bahasa berdasarkan tipe-tipenya (Mallinson dan
Blake, 1981:1-3).
Klasifikasi bahasa berdasarkan tipologinya didasarkan pada kriteria leksikal dan
kriteria struktural. Kriteria leksikal yang merupakan dasar dari tipologi geneologis, menyorot
persamaan-persamaan bunyi (korespondensi fonologis) yang terdapat pada sebuah kata yang
mempunyai makna yang sama dengan kata dalam berbagai bahasa lain. Kriteria lain yang
menjadi dasar dalam tipologi bahasa adalah kriteria struktural dan sistematis. Kriteria ini
menyoroti fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik berbagai bahasa. Kriteria struktural dan
sistemis ini mempunyai tiga ciri, yakni arbitrer, tuntas, dan unik. Perkembangan tipologi
bahasa yang mutakhir menggunakan kriteria struktural dan sistemis sebagai dasar klasifikasi
bahasa ( Keraf, 1990: 102).

B. Tipologi Sintaksis Menurut Beberapa Ahli


1. Klasifikasi Tipologi Sintaksis Menurut Wilhelm Schmidt dan Lepsius
Schmidt dalam bukunya yang berjudul Die Sprachfamilien und Sprachenkreise der
Erde (Keraf, 1990:103) berpendapat bahwa:
a. Preposisi berjalan seiring dengan urutan nominatif – genitif, sedangkan
Postposisi menggunakan urutan genitif – nominatif.

5
b. Urutan nominatif – genitif cenderung muncul sebagai kata kerja – objek nominal,
sedangkan urutan genitif – normatif cenderung muncul sebagai objek nominal –
kata kerja.
c. Urutan nominatif – generatif sama halnya dengan urutan kata benda – adjektif,
sedangkan urutan genetif – nominatif akan muncul dengan urutan adjektif – kata
benda
Dengan mempergunakan hasil temuan Schmidt diatas, dapat disusun sebuah skema sebagai
berikut:
a. Bahasa yang memiliki preposisi berkolerasi dengan
NfG VO NA
b. Bahasa yang memiliki Postposisi berkorelasi dengan,
GNf OV AN
Ketetangan :
Nf : Nominatif
G : Genitif
V : Verba transitif
O : Objek
N : Nomina
A : Adjektif
Pendapat Schmidt dan Lepsius menyimpulkan bahwa bahasa di dunia dibagi menjadi tiga
kriteria yaitu:
a. Bahasa-bahasa yang memiliki ciri: Adjektif sebelum kata benda (AN), objek sebelum
kata kerja (OV), genetik sebelum kata benda penguasa (GN), dan adverbium sebelum
adjektif yang di terangkan (AdA).
Contoh: Bahasa Turki. Tipe-tipe bahasa ini adalah: AN, OV, GN, AdA, Po
(postposisi)
b. Bahasa-bahasa yang memiliki ciri: Adjektif sesudah kata benda (NA). objek sesudah
kata kerja (VO), genetif sesudah kata benda penguasa (NG), dan adverbium sesudah
adjektif yang diterangkan (AAd). Bahasa ini memiliki preposisi.
Contoh: Bahasa Thailand. Tipe-tipe bahasa ini adalah: NA, VO, NG, AAd, Pr
(Preposisi).
c. Bahasa-bahasa yang memiliki kriteria campuran dari kedua kelompok di atas. Misalnya
Bahasa Inggris. Ada preposisi (Tipe b) memiliki kriteria objek kata benda sesudah kata
kerja. Tipe a adjektiva mendahului kata benda. Sementara konstruksi genetif dalam
6
bahasa Inggris bisa mengikuti ciri kedua tipe bahasa. Genetif mendahului kata benda
penguasa atau mengikuti kata benda penguasa, misalnya: Father’s house dan The house
of father.

2. Klasifikasi Tipologi Sintaksis Menurut Greenberg


Tipologi sintaksis Greenberg sebenarnya bukanlah sebuah tipologi yang baru.
Ia sekadar mengembangkan apa yang telah dikemukakan oleh Lepsius dan Schmidt dan
ahli-ahli lain yang menerima pendapat kedua ahli tadi. Greenberg mencoba
mengembangkan suatu sistemik baru dengan memperhitungkan tiga unsur (tipe dan
sistem) secara bersama-sama, yang disebutnya dengan istilah urutan dasar (basic order)
yang menyangkut: urutan relatif antara subjek, verb, dan objek, adposisi, dan posisi
adjektif atributif terhadap nomina) (Keraf, 1990: 105) Dalam tulisannya yang berjudul
“some universals of grammar with particular reference to the order of meaningful
elements” Greenberg mengusulkan suatu tipologi yang disebutnya sebagai tipologi
urutan dasar (basic order) (Keraf, 1990: 105). Tipologi urutan dasar ini ditentukan oleh
tiga kriteria, yaitu:
a. Urutan relatif antara subjek-verba-objek dalam sebuah kalimat berita, yang
dilambangkan dengan S (subject), V (verb), O (object)
b. Adanya adposisi, yaitu preposisi lawan postposisi dalam suatu bahasa, yang
dilambangkan dengan pr/po (preposition/postposition)
c. Posisi adjektif atributif terhadap nomina. Bila adjektif mendahului nomina maka
urutan ini dilambangkan dengan A, dan bila nomina mendahului adjektif maka
urutan ini dilambangkan dengan N.
Berdasarkan hasil penalaran atas kriteria yang pertama, maka secara potensial dapat
diperoleh enam pola kalimat, yaitu:

Subjek di awal Verba di awal Objek di awal


SOV VSO OVS
SVO VOS OSV

Bahasa Latin dan bahasa Rusia misalnya dapat menggunakan keenam pola
tersebut. Bahasa-bahasa lain lebih terbatas pola urutannya, ada yang hanya memiliki satu
pola dominan, ada yang memiliki dua pola dominan, dan sebagainya.

7
Bahasa Indonesia hanya memiliki satu pola dominan yaitu SVO, bahasa Inggris dan
bahasa Jerman memiliki dua pola dominan pula yaitu: SVO dan VSO, masing-masing untuk
kalimat informatif dan kalimat Tanya dan bahasa latin mempergunakan enam pola tersebut.
Contoh kalimat:
1. Bahasa Indonesia: Rina pergi ke sekolah (SVO)
2. Bahasa Inggris: Riana go to the fish market (SVO)
3. Bahasa Jerman: Ich spreche Deutsch (SVO)
Contoh pola kalimat dalam bahasa Latin dapat dilihat pada kalimat Ayah mencintai
puteranya yang dapat diterjemahkan menjadi:
SVO: Pater diligit filium suum
SOV: Pater filium suum diligit
VSO: Diligit pater filium suum
VOS: Diligit filium suum pater
OSV: Filium suum pater diligit
OVS: Filium suum diligit pater
Dalam bahasa Indonesia kata ayah menduduki fungsi subjek karena posisi atau
tempatnya mendahului predikat. sebaliknya, puteranya menjadi objek kalimat karena letak
tempatnya setelah predikat. Bila tempat ayah dan puteranya ditukar, maka fungsi-fungsi kedua
kata itu juga berubah. Dalam bahasa latin fungsi subjek dan predikat tidak ditentukan oleh
posisi atau tempatnya dalam kalimat, melainkan ditentukan oleh subjek yang mengambil kasus
nominatif, dan konkordansi antara subjek dan predikat berupa bentuk persona (I,II,III tunggal
atau jamak) sesuai dengan subjeknya.
Dengan demikian, sebuah kata dengan kasus tertentu akan tetap menduduki fungsi
tertentu, walaupun ia ditempatkan dimana saja. Kata pater yang mengandung kasus nominatif
menduduki fungsi subjek sementara filium (dari filius) yang berkasus akusatif menduduki
fungsi objek, walaupun tempatnya digeser ke mana saja.
Dari keenam peluang pola urutan dasar seperti yang dikemukakan di atas, ada tiga
pola urutan dasar yang dominan, yaitu SVO, SOV, dan VSO. Agar lebih mudah diingat,
Greenberg menyebutkan pola itu berturut-turut menurut posisi unsur V yaitu:
Tipe I : VSO ( V menduduki posisi di awal kalimat)
Tipe II : SVO ( V menduduki posisi kedua)
Tipe III: SOV ( V menduduki posisi ketiga)

8
3. Tipologi Sintaksis Menurut Lehman dan Vennemann
Dalam tulisannya yang berjudul “A Structural Principle Of Languange and Its
Implications” Lehman dan Vennemann (Keraf, 1990: 108) berpendapat bahwa tipologi
linguistik dibagi menjadi dua yaitu:
1. Urutan subjek tidak relevan dengan tipologi umum
2. Unsur V (Verba) dan O (Objek) adalah dua unsur yang selalu beriringan
Vennemann mengajukkan suatu pendapat mengenai hubungan semua pendapat
Greenberg. Ia berhasil mengemukakkan korelasi antara operator (keterangan) dan
operand (inti). Skema operator – operand adalah sebagi berikut,
Operator Operand
Objek Verba
Adjektif Nomina
Genetif Nomina
Klausa relatif Nomina
Frasa nominal Adposisi
Standard perbandingan Adjektif komparatif
Skema yang dikemukakan di atas dipakai untuk menyebutkan kelas bahasa sebagai
bahasa operator-operand (VO) dan operand-operator (OV).

C. Tipologi Berdasarkan Kelas Kata


Kata merupakan unit terkecil dari kalimat, seperti kelas kata kerja, kata benda, kata
sifat, kata ganti, dan kata bilangan. Dalam hal tertentu bahasa antar negara memiliki sedikit
perbedaan contohnya bahasa Barat dan Semit memiliki artikula ( the dalam bahasa Inggris,
het, de, die, dalam bahasa Belanda, der, das, die dalam bahasa Jerman, le, la, les dalam bahasa
Perancis, dan al, el dalam bahasa Semit).
Pada kenyataan sebenarnya ada bahasa yang menggunakan lebih banyak partikel-
partikel untuk merangkaikan kata-kata penuh (kata kerja, kata benda, dan kata sifat).
Pembagian kelas kata yang dalam sebuah teks yang ekuivalen dalam pembagian bahasa.
Misalnya, dapat diadakan perhitungan mengenai kata benda, kata kerja, dan kata sifat tiap
bahasa, rasio kalimat aktif dan pasif, rasio klausa nominal dan klausa verbal dan sebagainya.
Contoh kalimat:
Indonesia : Roni memberi sebuah buku kepada Joni.
Roni memberi Joni sebuah buku

9
Inggris : Paul gives a book to Peter
Paul gives Peter a book
Latin : Paul librum Petro dat

Pada contoh-contoh di atas, kalimat pertama bahasa Indonesia dan bahasa Inggris memerlukan
sebuah partikel, sementara kalimat yang kedua tidak menggunakan partikel. Hal tersebut sama
seperti pola bahasa Latin, yaitu konstruksi kalimat tanpa menggunakan partikel.

D.Tipologi Berdasarkan Gramatikal (Numeri, Gender, Konkordansi)


Kategori gramatikal seperti numeri, gender, dan konkordansi baru muncul dalam
bidang sintaksis. Namun, ketiga kategori tersebut dimasukan dalam tipologi sintaksis, bukan
dalam tipologi morfologis (Keraf, 1990: 112)
Numeri (numerus) merupakan kategori gramatikal yang digunakan untuk menyatakan
jumlah dalam perubahan bentuk kata. Tidak semua bahasa memiliki perubahan bentuk kata
dalam bentuk jumlah. Contoh dalam bahasa Inggris, kata yang bermakna tunggal berarti
singular, dan kata yang bermakna jamak berarti plural.
Bahasa di dunia dikelompokkan menjadi empat yaitu:
1. Bahasa yang tidak mengenal numeri,
2. Bahasa yang mengenal dua numeri diantaranya singular (tunggal) dan plural (jamak),
3. Bahasa yang mengenal tiga numeri diantaranya singular, plural dan dualis (bermakna
dua),
4. Bahasa yang mengenal empat numeri diantaranya singular, plural, dualis dan trialis.
Ada juga bahasa yang mengenal empat kategori jumlah tetapi yang berbentuk tunggal,
dualis, sedikit (paucal), dan jamak (multipler) seperti bahasa Fiji.
Contoh dalam bahasa Fiji:
Ko  engkau  seorang
Kodrau  engkau  berdua
Kodou  engkau  sedikit, beberapa
Koni  engkau  banyak
Suatu bahasa memiliki bentuk tunggal dan jamak untuk kata benda seperti bentuk-
bentuk gramatikal yang digunakan untuk menyatakan barang yang berjumlah banyak (dua atau
lebih): book – books, cat – cats; Baum – Baume; puer – pueri (anak laki-laki), puella - piellae
(anak wanita) dan sebagainya.

10
Ada bahasa yang memiliki tiga numeri: tunggal, jamak dan dualis berarti yang
memiliki bentuk tunggal dan jamak. Bahasa itu memiliki bentuk gramatikal yang khusus untuk
dua barang atau hal. Sebagai contoh, Bahasa Arab memiliki kata muslimun (seorang muslim),
muslimaani (dua orang muslim), muslimuuna (banyak orang muslim).
Gender (genus) dapat diartikan sebagai sebuah subkategori gramatikal dalam sebuah
bahasa, yang sebagian bersifat arbitrer dan nonarbitrer. Jumlah gender dalam sebuah bahasa
berbeda-beda. Ada bahasa yang memiliki dua gender yaitu, maskulin dan feminin. Seperti
bahasa Perancis, Arab dan Ibrani. Ada juga bahasa yang memiliki tiga gender yaitu, maskulin,
feminin dan neutrum, seperti bahasa Latin, Sansekerta, Yunani dan Jerman. Bila suatu bahasa
memiliki numeri pasti akan memiliki gender, dengan demikian kedua kategori ini berhubungan
erat.
contoh bahasa yang memiliki tiga gender adalah bahasa Jerman:
der Wein; susser Wein (maskulin) yang berarti anggur; anggur manis.
die Milch; frische Milch (feminin) yang berarti susu; susu segar.
das Bier; kaltes Bier (neutrum) yang berarti bir; bir dingin.

contoh bahasa yang memiliki dua gender adalah bahasa Perancis:


profesor = maskulin ditulis le professeur, untuk feminin ditulis la personne.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan mempergunakan gender sebagai dasar
klasifikasi, bahasa-bahasa dapat dibagi menjadi:
1. Bahasa yang tidak mengenal gender yaitu bahasa Indonesia, bahasa Jawa, dan bahasa
Batak
2. Bahasa yang mengenal dua gender: maskulin dan feminine. Misalnya: bahasa Perancis,
Arab, dan Ibrani
3. Bahasa yang mengenal tiga gender: maskulin, feminine, dan neutrum. Misalnya bahasa
Latin, Jerman, dan Sansekerta.
Suatu bahasa apabila memiliki numeri pasti akan memiliki kategori gender. Dengan demikian,
hubungan antara kedua kategori ini dapat diterima sebagai sebuah kesemestaan bahasa. Jumlah
kategori gender dalam pluralis, dualis, atau trialis tidak akan lebih banyak dari jumlah gender
yang ada pada bentuk singularisnya.
Konkordansi adalah suatu kategori gramatikal berupa persesuaian antara kata benda
dan kata sifat, atau subjek dan predikat (Keraf, 1990: 116). Sebagai contoh yaitu kata benda
dan adjektif dapat bertalian dengan gendernya, dapat juga bertalian dengan numerinya.
11
Konkordansi antara subjek dan predikat mengikuti kaidah berikut: bila subjek kalimat
singularis, maka kata kerjanya juga singularis. Jika subjek kalimat pluralis, maka kata kerjanya
juga pluralis.
Konkordansi yang berlangsung antara subjek kalimat dengan predikat kalimat
menyangkut persona dan semua bentuk kata kerjanya. Dari definisi konkordansi dan elemen-
elemennya tersebut dapat ditarik beberapa intisari konkordansi yaitu: (a) adanya kesesuaian,
(b) adanya hubungan sintaksis, (c) adanya elemen-elemen sistem konkordansi yaitu: tataran,
pengontrol, target, feature, dan value, dan (d) adanya kategori gramatikal tertentu pada
kesesuaian tersebut yaitu gender, jumlah, ketakrifan, persona, dan kasus.

12
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Tipologi sintaksis adalah hubungan antarkata dalam sebuah konstruksi di atas kata,
masalah kelas kata, masalah gender, dan rasio antarkelas kata dalam sebuah teks. Kata
merupakan unit terkecil dari kalimat, seperti kelas kata kerja, kata benda, kata sifat, kata ganti,
dan kata bilangan. Kemudian pada pembagaian kelas kata yang dalam sebuah teks yang
ekuivalen dalam pembagian bahasa. Misalnya, dapat diadakan perhitungan mengenai kata
benda, kata kerja, dan kata sifat tiap bahasa, rasio kalimat aktif dan pasif, rasio klausa nominal
dan klausa verbal dan sebagainya.
Pada kategori gramatikal ada tiga yaitu numeri,gender, dan konkordansi.Numeri adalah
kategori gramatikal yang digunakan untuk menyatakan jumlah dalam perubahan bentuk kata
gender dan konkordansi. Gender dapat diartikan sebagai sebuah subkategori gramatikal dalam
sebuah bahasa, yang sebagaian bersifat arbitrer dan nonarbitrer. Konkordansi, merupakan suatu
kategori gramatikal yang berupa persesuaian antara kata benda dan kata sifat, atau subjek dan
predikat.

13
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2014. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.


Keraf, Gorys. 1990. Linguistik Bandingan Tipologis. Jakarta: Gramedia.
M. Ramlan. 2001. Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta: Karyono
Shopen, Thimothy. 2007. Language Typologi and Syntactic Description Second Edition
Volume I Clause Structure. New York: Cambridge University
Shopen, Thimothy. 2007. Language Typologi and Syntactic Description Second Edition
Volume II Complex Construction. New York: Cambridge University
Verhaar, J.W.M. 1996. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

14
15
16

Anda mungkin juga menyukai