Anda di halaman 1dari 18

UJIAN TENGAH SEMESTER

HSE DAN CSR

1. Kegiatan migas sesuai UU no. 22 tahun 2001 tentang migas di bagi menjadi 2,
yaitu :
a. Kegiatan usaha Hulu migas mencakup :
 Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh
informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan
memperoleh perkiraan cadangan Minyak dan Gas Bumi di
Wilayah Kerja yang ditentukan.
 Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk
menghasilkan Minyak dan Gas Bumi dan Wilayah Kerja yang
ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian
sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan
pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian minyak dan gas
bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya.
b. Kegiatan usaha Hilir Migas mencakup :
 Pengolahan adalah kegiatan memurnikan, memperoleh bagian-
bagian, mempertinggi mutu, dan mempertinggi nilai tambah Minyak
Bumi dan/atau Gas Bumi, tetapi tidak termasuk pengolahan
lapangan.
 Pengangkutan adalah kegiatan pemindahan Minyak Bumi, Gas bumi,
dan/atau hasil olahannya dari Wilayah Kerja atau dari tempat
penampungan dan Pengolahan, termasuk pengangkutan Gas Bumi
melalui pipa transmisi dan distribusi.
 Penyimpanan adalah kegiatan penerimaan, pengumpulan,
penampungan, dan pengeluaran Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi.
 Niaga adalah kegiatan pembelian, penjualan, ekspor, impor Minyak
Bumi dan/atau hasil olahannya, termasuk Niaga Gas Bumi melalui
pipa.
2. UU no 1 tahun 1970
a. Pengurus² ialah orang yang mempunyai tugas pemimpin langsung sesuatu
tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri
b. ’’Ahli keselamatan kerja” ialah tenaga tehnis berkeahlian khusus dari
Luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja
untuk mengawasi ditaatinya undang-undang ini.
c. "pegawai pengawas" ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari
Departemen Tenaga Kerja;
3. Pengertian
a. kesehatan kerja adalah adanya jaminan kesehatan pada saat melakukan
pekerjaan. Menurut WHO/ILO (1995), kesehatan kerja bertujuan untuk
peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial
yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jenis pekerjaan, pencegahan
terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi
pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat
faktor yang merugikan kesehatan; dan penempatan serta pemeliharaan
pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi
fisiologi dan psikologisnya. Secara ringkas merupakan penyesuaian
pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada pekerjaan atau
jabatannya.
b. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin,
pesawat alat kerja, bahan dan proses pengelolaannya, landasan tempat
kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.
c. Lindungan Lingkungan adalah sebuah upaya yang dilakukan untuk menjaga
dan melindungi suatu lingkungan pada tempat kerja.
4. A. Undang Undang No 1 Tahun 1970 Tentang keselamatan Kerja
B. Undang Undang No 22 Tahun 2001 Tentang Migas
C. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2018
Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
D. PP No. 50 Tahun 2012, Sistem Manajemen K3.

5. Pengertian sederhana Bahaya adalah segala sesuatu yang dapat menyebabkan


kecelakaan. Namun dalam OHSAS 18001: 2007 disebutkan bahwa “Bahaya
adalah Semua sumber, situasi maupun aktivitas yang dapat mengakibatkan
kecelakaan kerja (cidera) dan atau penyakit akibat kerja“.
Bahaya pada area kerja dikelompokkan menjadi beberapa tipe bahaya,
diantaranya:
 Bahaya Fisik :Pencahayaan, Getaran, Kebisingan
 Bahaya Kimia :Gas, Asap, Uap, Bahan Kimia
 Bahaya Biologi :Micro Biologi (Virus, bakteri, jamur,dll);
Macro Biologi (Hewan, serangga, tumbuhan)
 Bahaya Ergonomi :Stress Fisik (gerakan berulang, ruang
sempit, memforsir tenaga); Stress Mental (Jenuh/bosan,overload)
 Bahaya Mekanis :Titik jepit, putaran pulley atau roller
 Bahaya Psikososial :Trauma, Intimidasi, pola promosi
jabatan nyang salah, dan lain-lain
 Bahaya Tingkah laku :Tidak patuh terhadap peraturan,
overconfident, sok tahu, tidak peduli
 Bahaya Lingkungan Sekitar :Kemiringan permukaan, cuaca yang
tidak ramah, permukaan jalan licin

Sedangkan Risiko adalah kemungkinan terjadinya kecelakaan.


Risiko timbul jika ada pekerja atau orang yang terpapar bahaya.

Untuk dapat membedakan secara jelas antara bahaya dan risiko, dapat
dilihat di ilustrasi berikut :

 Kabel listrik bertegangan kondisinya terbuka (tanpa


pembungkus) terletak di belakang rumah anda, kondisi tersebut
adalah Bahaya. Namun, jika ada anggota keluarga yang bermain
atau berada di sekitar kabel listrik yang terbuka tersebut maka
akan disebut Risiko.
 Batu menggantung di tebing jalan, kondisi tersebut adalah
Bahaya. Akan menjadi Risiko jika ada pengguna jalan yang
melewati area tersebut.
 Kondisi mesin yang berputar tidak diberi pengaman (guarding)
adalah Bahaya, jika ada pekerja mekanik yang sedang bekerja
memperbaiki unit tersebut atau dekat dengan area tersebut
akan berubah menjadi Risiko.
 Ada ikan hiu di laut, itu adalah Bahaya. Akan berubah menjadi
Risiko jika ada turis atau peselancar yang bermain di pantai atau
laut tersebut.
6. Teori Domino Heinrich dan Frank E Bird
Untuk memahami bagimana dan apa alasan seseorang mau atau tidak
mau berperilaku selamat dalam bekerja, ada beberapa pendekatan teori atau
model yang dapat menjelaskannya. Terdapat beberpa pandangan ahli mengenai
sebab-sebab individu berperilaku selamat :
a. Teori Domino Henrich
Teori ini menyatakan bahwa kecelakaan diakibatkan oleh rantai peristiwa
berurutan seperti domino jatuh dan ketika salah satu domino jatuh, memicu
kecelakaan yang berikutnya. Lima faktor kecelakaan berurutan yang
menyebabkan cedera:
 Social Environment and Ancestry
 Fault of Person
 Unsafe Act and/or Unsafe Condition
 Accident
 Injury
Dalam teri domino ini pencegahan kecelakaan berfokus pada penghilangkan
faktor utama (the central factor), yaitu tindakan tidak aman atau bahaya, yang
mendasari 98% dari semua kecelakaan. Heinrich beranggapan bahwa
kecelakaan dapat dicegah dengan menghilang kedua faktor, yaitu meniadakan
unsafe act dan unsafe condition. Atau dengan kata lain dengan cara
mengendalikan situasinya (thing problem) dan masalah manusianya (people
problem). Sayangnya teori ini terlalu melimpahkan kesalahan pada manusia dan
kecelakaan bisa terjadi hanya karena ada kesalahan manusia. Namun dibalik
kekeurangan Heinrich dalam teorinya, Heinrich melihat adanya sejumlah faktor
yang memunculkan efek domino kondisi yang menyebabkan kegiatan pekerjaan
menjadi tidak aman. Teori Domino Heinrich ini juga menjadi teori ilmiah
pertama yang menjelaskan terjadinya kecelakaan kerja karena kecelakaan tidak
lagi dianggap sebagai sekedar nasib sial atau karena peristiwa kebetulan.

b. Teori Domino Frank E. Bird


Teori yang dipaparkan oleh Frank E. Bird lahir akibat dari modifikasi teori
Heinrich, secara umum pendekatan teoi ini hampir sama dengan teori domino
sebelumnya, Fokus utama teori ini dikemukakan bahwa kecelakaan terjadi
karena adanya kesalahan pada manajemen sistem. Frank E. Bird dan Robert G.
Loftus mengembangkan model tersebut sebagai berikut:
 Lack of Control dan Management, yaitu kelemahan fungsi-fungsi
management Leadership, pengawasan, standard kerja, standard
performance, correction error.
 Basic Concepts dan Origins, yaitu pengetahuan dari pekerja, skill,
motivation, physical or capability work problems.
 Immediate Causes dan Sympton, yaitu unsafe acts dan unsafe condition.
 Accident dan Contact, yaitu kecelakaan yang terjadi.
 Injury Damage dan Loss, yaitu cidera/kecelakaan dan kehilangan
property.

Teori Domino Frank E. Bird sudah lebih kompleks menjelaskan bahwa


perilaku manusia ini sebagai subsistem kerja. Kecelakaan terjadi karena ada
‘sesuatu’ yang salah pada sistem (lack of control). Frank E.Bird dalam teorinya
juga tidak serta merta menyalahkan manusia sebagai faktor utama dalam suatu
kejadian kecelakaan karena menurut beliau pada dasarny tidak ada seorang
pekerja atau manusia yang menginginkan adaanya kecelakaan, dalam hal ini
beliau sangat memperhatikan sunsistem lain. Teori ini melihat penyebab
kecelakaan ini secara makro, sehingga dapat membantu perusahaan untuk
mengevaluasi akar masalah itu secara sistemik sehingga dapat menghasilkan
peningkatan secar berkelanjutan.

7. JSA adalah teknik manajemen keselamatan yang berfokus pada identifikasi


bahaya dan pengendalian bahaya yang berhubungan dengan rangkaian
pekerjaan atau tugas yang hendak dilakukan. JSA ini berfokus pada hubungan
antara pekerja, tugas/pekerjaan, peralatan, dan lingkungan kerja. Idealnya,
setelah Anda (supervisor) mengindentifikasi bahaya yang ada di area kerja, Anda
harus menentukan langkah-langkah pengendalian untuk meminimalkan bahkan
menghilangkan risiko tersebut.
Siapakah yang melakukan JSA?
Baik supervisor maupun pekerja, mereka harus bekerja sama untuk
menerapkan JSA. Umumnya, supervisor bertanggung jawab untuk membuat JSA,
mendokumentasikan berkas JSA, memberi pelatihan kepada seluruh pekerja
sesuai yang tercantum di JSA, dan menegakkan prosedur kerja yang aman dan
efisien. Namun, pekerja juga didorong untuk terlibat dalam pembuatan dan
penerapan JSA, karena mereka yang paling mengetahui tentang bahaya serta
bagaimana cara mengontrol dan mengendalikan bahaya yang terdapat di area
kerja mereka.
8. A. Merinci langkah-langkah pekerjaan dari awal hingga selesainya pekerjaan

Langkah-langkah ini tidak hanya dibuat secara spesifik untuk satu pekerjaan
tertentu, tetapi juga khusus untuk satu area kerja tertentu. Jika area kerja
berubah tetapi jenis pekerjaan sama, tetap saja langkah-langkah dari pekerjaan
tersebut perlu berubah juga.

B. Mengidentifikasi bahaya dan potensi kecelakaan kerja berdasarkan langkah-


langkah kerja yang sudah ditentukan

Ini menjadi bagian paling penting dalam membuat JSA. Berikut beberapa
hal yang dapat Anda pertimbangkan saat mengidentifikasi potensi bahaya:

o Penyebab kecelakaan kerja sebelumnya (jika ada)


o Pekerjaan lain yang berada di dekat area kerja
o Regulasi atau peraturan terkait pekerjaan yang hendak dilakukan
o Instruksi produsen dalam mengoperasikan peralatan kerja

c. Menentukan langkah pengendalian berdasarkan bahaya-bahaya pada


setiap langkah-langkah pekerjaan
Setiap bahaya yang telah diidentifikasi sebelumnya tentu membutuhkan
kontrol dan pengendalian. Kontrol dan pengendalian ini menjelaskan bagaimana
cara Anda akan menghilangkan bahaya di area kerja atau bagaimana cara Anda
akan mengurangi risiko cedera secara signifikan.

Setelah membuat JSA, supervisor diharuskan untuk mendiskusikannya dengan


para pekerja yang terlibat. Pasalnya, fungsi JSA sebagai pencegah kecelakaan
kerja tidak akan efektif bila para pekerja tidak mengetahui dan memahami apa
saja yang dijelaskan dalam JSA. Sebelum memulai suatu pekerjaan, pastikan
supervisor dan tim meninjau isi JSA dan pastikan juga semua pekerja
mengetahui bagaimana prosedur bekerja secara aman sesuai yang tertuang
dalam JSA.

Satu hal yang tak kalah penting dalam pembuatan JSA adalah jika kondisi area
kerja berubah atau area kerja berpindah, supervisor atau foreman
(mandor/pengawas) harus memperbarui JSA, karena potensi bahaya di area
tersebut juga mungkin berbeda.
9. A. Api Dan Ledakan
Ini adalah kecelakaan utama dalam industri pengeboran minyak. Dalam
proses pengeboran, semburan, tersandung keluar dan swabbing, gas yang
mudah terbakar dapat keluar dan bereaksi dengan udara, potensi penyebab
ledakan.
Penyebab lainnya di mana ledakan dapat terjadi meliputi: pekerjaan
memotong atau mengelas di dekat bahan yang mudah terbakar serta membuat
lubang dengan ledakan di atas tanah. Ketika berada dilokasi harus memiliki
kesadaran situasional yang diperlukan, pelatihan keselamatan untuk pencegah
kebakaran dapat berarti perbedaan antara hidup dan mati.
B. Jatuh
Jatuh terjadi di industri pengeboran minyak paling sering terjadi di
daerah rig yang tinggi. Pekerja dapat jatuh dari lantai rig ke tingkat lebih rendah
atau kelaut terbuka.
Kecelakaan ini sangat berbahaya, tetapi mereka dapat dihindari ketika
setiap bukaan memiliki struktur keamanan yang diikat dan perlindungan yang
tepat ditetapkan untuk mengamankan pekerja saat mereka beroperasi pada rig
yang tinggi.
C. Listrik
Air asin, serta beberapa bahan kimia yang digunakan dalam proses ekstraksi,
bersifat korosif. Hal yang paling sederhana, seperti kabel yang rusak atau usang
saat mengganti bola lampu dapat menyebabkan sengatan listrik di atas rig
pengeboran.
Langkah sederhana untuk menghindari listrik adalah memakai insulator listrik
sebagai perlindungan, serta melakukan pemeriksaan rutin untuk mengganti
peralatan yang rusak.
D. Terkena Imbas
Pekerja beresiko terkena imbas benda yang jatuh atau bergerak seperti
jepitan, pipa, meja putar, atau rantai berputar. Dalam beberapa kasus,
sambungan selang tekanan tinggi yang telah gagal, memungkinkan selang
mencambuk dan memukul pekerja.

E. Tersangkut

Pakaian dan ekstremitas berisiko tinggi untuk tersangkut. Bahaya ini


dapat mencakup kerah dan jepitan, rantai pemintalan, pipa, dan meja putar.

Penting untuk diperhatikan: setiap area di mana jarak kontak jauh dengan cepat
menggeser atau membatasi pekerja ke ruang yang sempit, itu bisa berakibat
fatal bagi orang yang terlibat.

F. Rig Runtuh

Rig sering runtuh ketika rig membawa beban lebih dari yang dirancang
untuk dibawa. Penyebab lain dari Rig Collapse adalah ketika Penilaian Rig tidak
cukup rinci atau dilakukan dalam praktek yang diperlukan. Masalah mekanis dari
kelalaian biasa akan dengan cepat meningkatkan kemungkinan terjadinya
kecelakaan yang sering terjadi.

G. Terpapar Bahan Kimia Yang Berbahaya


Bahan kimia seperti hidrogen sulfida tidak berwarna dan cukup sulit
dideteksi. Efek jangka panjang bisa menyebabkan kelumpuhan pernafasan,
kolaps tiba-tiba, detak jantung tidak teratur, dan kematian. Pekerja dapat
terkena bahan kimia ini selama pengukuran dan pengeboran. Pencegahan
dimulai dengan memakai masker gas yang tepat dengan filter udara yang diganti
secara teratur.

10. A. Sertifikat BOSIET


Basic Safety Safety Induction and Emergency Training (BOSIET) adalah
salah satu jenis sertifikasi yang menjadi persyaratan bagi mayoritas perusahaan
bagi para pekerja yang akan ditugaskan pada rig offshore. Sertifikat ini bahkan
menjadi persyaratan mutlak bagi perusahaan-perusahaan besar luar negeri.

BOSIET melatih para pekerja mengenai bahaya yang umum terjadi di rig lepas
pantai, terutama yang berkaitan dengan kelangsungan hidup di laut, persiapan
penanggualangan darurat, pertolongan pertama dan teknik penanggulangan
kebakaran. Pelatihan ini juga mencakup potensi dampak lingkungan dari
kegiatan pengeboran lepas pantai, serta peraturan keselamatan yang dirancang
untuk tujuan melindungi area dari potensi yang dapat ditimbulkan dari kegiatan
pengeboran.
B. Sertifikat HUET
Helicopter Underwater Escape Training (HUET) merupakan pelatihan
yang menekankan mengenai keterampilan yang dibutuhkan untuk
menyelamatkan diri ketika helikopter berada di dalam air. Pelatihan ini penting
bagi siapa saja yang menggunakan transportasi helikopter. Untuk karyawan rig
lepas pantai, sertifikasi ini dibutuhkan karena transportasi ke lokasi rig
umumnya menggunakan helikopter terutama rig yang berada jauh dari daratan.

Pelatihan ini dilakukan di kolam renang khusus dan biasanya hanya


memerlukan waktu sehari dan bersifat umum tanpa perlu kualifikasi yang rumit.
Dalam prakteknya, kita akan dilatih cara menggunakan pelampung dan
peralatan pernapasan darurat. Setelah itu kita akan masuk ke dalam simulator
helikopter yang disebut "dunker", nantinya dunker ini akan ditenggelamkan ke
dalam air dengan kemiringan serta kedalaman yang berbeda-beda sehingga kita
harus melakukan berbagai metode penyelamatan diri sesuai dengan yang telah
diajarkan sebelumnya.

C. Sertifikat Basic Sea Survival


Pelatihan Basic Sea Survival atau teori dasar ketahanan di laut meliputi
pengenalan perangkat keamanan dan keselamatan di laut, fungsinya, cara
penggunaannya dan tentunya praktek lapangan. Pelatihan ini merupakan salah
satu yang harus dilalui oleh pekerja rig offshore. Umumnya training ini hanya
berlangsung 1 hari, dimana teori dilaksanakan di dalam ruangan dan praktek
dilaksanakan di kolam renang atau juga pantai.
Nah, itulah tiga jenis sertifikat yang perlu kita miliki bila ingin bekerja di
Offshore Rig. Namun perlu diingat bahwa ketiga sertifikasi tersebut bukan
merupakan syarat mutlak untuk dapat bekerja di rig minyak lepas pantai,
masing-masing perusahaan memiliki kualifikasi yang berbeda-beda.

11. Adapun yang akan dibahas pada HSE mengenai kegiatan pemboran
diantaranya:
a. Tahap Pemboran:
 Persiapan Pemboran
1. Pelaksanaan Pemboran
 Penyelesaian dan reklamasi sumur
b. Simulasi Pemboran
c. Drilling Waste Management
d. Kesimpulan dan Saran Pemboran.

Tahap Pemboran
a. Persiapan Pemboran
Adapun beberapa persiapan pemboran yang meliputi pekerjaan
sebagai berikut:
 Pembuatan AMDAL.
 Mengadakan sosialisasi rencana kegiatan pemboran kepada
masyarakat sekitar lokasi pemboran.
 Persiapan data bawah tanah (G & G).
 Pembuatan program pemboran, yang menjelaskan susunan
dan kedalaman casing, besar tekanan formasi yang akan
dihadapi, jenis lumpur, tipe komplesi, potensi hazard,
prosedur emergency, serta jumlah budget atau AFE.
 Penyiapan material dan jasa pemboran.
 Mobilisasi rig meliputi: rig move, rig up.
 Melaksanakan safety check list pada peralatan pemboran
(sertifikasi alat, safety pin, safety chain pada saluran
bertekanan)
 Personil yang berkerja di lapangan MIGAS harus sudah
tersertifikasi, sesuai dengan kompetensinya.
 Melaporkan ke Dirjen MIGAS mengenai pemboran sumur
yang diniatkan.
 Meminta izin ke SKK MIGAS untuk memulai pengeboran.

b. Pelaksaan Tahap Pemboran


Setelah pekerjaan persiapan pemboran selesai, tahap selanjutnya
adalah melaksanakan pemboran sesuai dengan program pemboran
yang ditentukan. Implementasi HSE dalam aktivitas pemboran
menjadi suatu yang sangat mutlak harus dilaksanakan antara lain:
 Menyiapkan platform pemboran.
 Memasang rambu-rambu peringatan keselamatan di
wilayah pemboran disekitar lokasi.
 Menempatkan aparat dengan jumlah cukup disekitar lokasi
pemboran
 Memberikan safety introduction kepada pengunjung yang
memasuki lokasi pemboran.
 Melakukan safety meeting setiap kali akan melakukan
kegiatan pemboran yang berbahaya.
 Melakukan kick drill dan pit drill secara berkala.
 Menyiapkan tenaga medis di lokasi pemboran.
 Melaksanakan safety talk setiap penggantian shift.
 Pekerja di lapangan harus memakai pakaian kerja yang
standar (coverall).
 Pekerja harus memakai alat pelindung diri untuk
mengurangi cidera akibat kecelakaan (safety shoes, safety
helm, safety glove, safety goggle, ear plug, safety mask,
safety belt).
 Mempunyai Standart Operating Prosedure (SOP) sebagai
acuan melaksanakan pekerjaan dan pengoprasian alat.
 Menyediakan alat detektor gas untuk gas beracun (H2S,
CO2) dan esplosife gas.
 Menyediakan fire boat dan sprayer di sekitar rig.

c. Penyelesaian dan Reklamasi sumur


Setelah pemboran dinyatakan selesai, maka langkah selanjutnya
yang akan dilakukan adalah :
 Sumur yang telah dinyatakan siap untuk di produksi, harus
disiapkan pipa untuk menyalurkan gas ke pipa existing
terdekat.
 Menyiapkan fasilitas kompresor, untuk meningkatkan
tekanan gas yang akan dikirimkan ke existing pipe.
 Diproduksikan, back pressure safety valve.
 Sumur dinyatakan tidak ekonomis / dry hole, sumur harus
ditutup mengikuti prosedur yang berlaku sesuai SOP (plug
and abandone).

Reklemasi pemboran, adalah pengembalian kondisi lokasi


pemboran seperti semula sebelum melakukan pemboran. Limbah
pemboran harus diolah sesuai dengan baku mutu limbah yang
diizikan, sebelum dibuang atau disimpan.

Dari kegiatan persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaian sumur di


atas kegiatan harus mengacu terhadap peraturan pertambangan
yang berlaku, dan perarturan lingkungan hidup. SKK MIGAS
sebagai badan pelaksanaan kegiatan Hulu Migas, membuat
ketentuan, sebelum operasi pemboran dimulai, terdapat persyaratan
yang harus dilakukan, yaitu :
 POD (Plan of Development)
 AMDAL (Aspek Lingkungan)
 WP & B (Work program and Budget)
 Drilling program
 Izin Gangguan (Aspek Lingkungan)
 Izin lokasi
 Sosialisasi kepada masyarakat sekitar (Aspek Lingkungan)
 Sertifakasi personil yang bekerja dilingkungan pengeboran
(Aspek Health & safety)
 Inspeksi K3 terhadap seluruh fasilitas pemboran ( aspek
health & safety )
 Melaksanakan Pre-PUD (Planned Unit Development)
meeting.

Simulasi HSE Pemboran


Contoh - contoh kasus pemboran yang mengabaikan aspek HSE sehingga
mengakibatkan terjadi kecelakaan kerja:
a. Terjadinya kebakaran sumur pada pekerjaan kerja ulang sumur.
Hal ini bisa terjadi pada saat mengganti pipa produksi, sebelum
pipa dicabut sumur dimatikan terlebih dahulu menggunakan
completion fluid dan aliran kembali dari sumur, yang mengandung
gas, melewati gas separator untuk memisahkan completion fluid
dan gas.

b. Terjadinya Crater pada sumur.


Penentuan casing depth yang kurang dalam dan tidak sesuai
dengan perhitungan tekanan yang akan ditahan, ketika terjadi well
control saat kick, shoe di bawah casing tidak kuat menahan tekanan
dan terjadi crater disekitar lokasi pemboran. Evaluasi dari simulasi
ini, kesalahan prosedur dalam menangani kick (SOP).

c. Terjadinya pencemaran pada pemboran eksplorasi.


Sistem pengolahan limbah dilokasi pemboran sudah memenuhi
standard, tetapi terjadi pencemaran akibat ground pit penuh dan
meluap mencemari perairan sekitar..

Drilling waste management


a. Drilling Cutting
Treatment : menggunakan cutting pit, merupakan tempat
penampungan berupa kolam dari cutting hasil pemboran yang
bersama-sama lumpur naik kepermukaan. Dimana cutting tank
diberikan pembatas karena cutting beserta lumpur memiliki suhu
yang tinggi.

b. Drilling Mud Waste


Treatment : lumpur yang keluar ditampung dalam mud tank
untuk menampung mud waste.

c. Domestic Waste (Solid)


Treatment : menggunakan TPS-TPA terdekat. Diletakan di
lokasi yang aman dan kemudian limbah tersebut dipisahkan antara
organik-anorganik yang kemudian diolah atau dibakar terlebih
dahulu dengan sebelumnya di treatment dahulu.

d. Domestic Waste (Liquid)


Treatment: menggunakan septic tank dan drainage dimana limbah
diolah terlebih dahulu.

Kesimpulan dan saran HSE Kegiatan pemboran


Dalam operasi pengeboran, aspek HSE mempunyai peran yang penting,
mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan, dan pasca pemboran,
a. SKK MIGAS sebagai badan pelaksana, membuat ketentuan dalam
aspek HSE yang harus dilaksanakan oleh KKKS jika akan
melakukan pengeboran.
b. Contoh dari simulasi dijelaskan menunjukkan mengabaikan aspek
HSE pada pemboran dapat mengakibatkan kecelakaan kerja,
kerusakan lingkungan, korban jiwa dan pemborosan biaya.
c. Penerapan HSE tergantung pada personil lapangan dan
bertanggung jawab pada pada operasi pemboran.

12. Adapun yang dibahas pada HSE produksi ini diantaranya:


a. Tinjauan Lapangan
b. Latar Belakang
c. Tahap produksi
i. Perencanaan
ii. Konstruksi
iii. Comissioning
d. Production waste management
e. Kesimpulan dan saran
Tahapan Produksi

Adapun pada tahapan-tahapan yang dimaksud adalah sebagai berikut :


a. Perencanaan
Perencanaan tahap produksi harus mempersiapkan hal-hal sebagai
berikut:
i. Membuat surface facilities conceptual engineering study;
ii. Membuat emergency response plan untuk fasilitas
produksi;
iii. Membuat standart operating procedure baik pada saat
konstruksi maupun operasi.
iv. Menyediakan sumber daya manusia yang handal.
v. Memberikan pelatihan public training dalam
meningkatkann
vi. kemampuan dan pengetahuan para pekerja
vii. Menyusun dokumen AMDAL
viii. Melakukan sosialisasi terhadap kegiatan yang dilakukan;
ix. Merencanakan pengolahan limbah

b. Konstruksi
Setelah tahap perencanaan selesai dilakukan, tahap selanjutnya
adalah tahap konstruksi yang juga harus memenuhi aspek sebagai
berikut:
x. Pekerja pada tahap konstruksi harus sesuai dengan rencana
engineering disign dan dokumen AMDAL;
xi. Melakukan pekerjaan sesuai dengan SOP yang ditentukan;
xii. Menempatkan SDM tepat sasaran;
xiii. Pemilihan kualitas meterial yang baik sesuai dengan
standar yang telah ditentukan;
xiv. Melakukan kontrol terhadap fasilitas produksi;
xv. Melakuakan evaluasi HSE;
xvi. Inspeksi dan audit HSE.

c. Commissioning
Commissioning merupakan pekerjaan yang dilakukan sebelum
operasi produksi dimulai. Hal ini untuk memastikan peralatan
bekerja dengan baik sehingga kecelakaan akibat kegagalan
peralatan dapat dihindari. Adapun yang dilakukan diantaranya:
xvii. Membuat pedoman keselamatan pengoperasian dan
pemeliharaan fasilitas produksi;
xviii. Malakukan preventive maintenance;
xix. Melakukan sertifikasi peralatan sesuai aturan migas;
xx. Penanggulangan kemungkinan terjadinya pencemaran
lingkungan;
xxi. Area fasilitas produksi harus di isolasi agar masyarakat
awam tidak terpapar dengan bahaya-bahaya yang ada.
Jika seluruh tahapan perencanaan tidak baik, perawatan tidak dapat
dilaksanakan secara periodik dan penanganan limbah tidak dikelolah
dengan baik maka akan akan berdampak pada kerusakan yang dapat
mengakibatkan kecelakaan kerja, serta kerusakan lingkungan yang pada
akhirnya menimbulkan kerugian bagi perusahaan.

Production Waste Management


Adapun beberapa production Waste Management yang dilakukan
diantaranya:
xxii. Domestic Waste (solid)
xxiii. Treatment : Menggunakan TPS-TPA terdekat
xxiv. Domestic Waste (liquid)
xxv. Treatment : menggunakan septic tank dan drainage
xxvi. Lubricant Waste
xxvii. Treatment : format egency

Kesimpulan Dan Saran HSE Kegiatan Produksi


a. Health, Safety and Environment merupakan syarat mutlak perlu
diperhatikan dalam kegiatan operasi produksi dimana HSE mulai
diterapkan sejak awal baik tahapan perencanaan, konstruksi,
commissioning dan operasi produksi itu sendiri.
b. Begitu banyak peraturan perundang-udangan yang telah dibuat
dengan tujuan menjamin keselamatan para pekerja, alat yang
dipakai, masyarakat hingga lingkungan.
13. CSR (Corporate Social Responsibility) adalah suatu konsep atau tindakan
yang dilakukan oleh perusahaan sebagai rasa tanggung jawab perusahaan
terhadap social maupun lingkungan sekitar dimana perusahaan itu
berada, seperti melakukan suatu kegiatan yang dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sekitar dan menjaga lingkungan, memberikan
beasiswa untuk anak tidak mampu di daerah tersebut, dana untuk
pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk membangun
desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk
masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar
perusahaan tersebut berada.

Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan sebuah fenomena dan


strategi yang digunakan perusahaan untuk mengakomodasi kebutuhan
dan kepentingan stakeholder-nya. CSR dimulai sejak era dimana
kesadaran akan sustainability perusahaan jangka panjang adalah lebih
penting daripada sekedar profitability perusahaan.

14. Community Development atau pennembangan komunitas& khususnya


komunitas lokal&merupakan suatu konsep yang menjelaskan kepada
tumbuhnya kepercayaan masyarakat oleh dan dari masyarakat itu sendiri
kemunculan konsep community development ini umumnyaterkait atau
dikaitkan oleh suatu keadaan misalnya Proyek Pembangunan yang ada di
daerah Dengan kemikian& kemunculan community development lebih
disemangati oleh paradigma pembangunan yang bersifat partisipatoris
Pembangunan yang melibatkan peran warga masyarakat setempat
keterlibatan masyarakat dalam konteks pembangunan & didasarkan atas
dua pengertian Pertama& hakekat pembangunan pada dasarnya bertujuan
memperbaiki kualitas kehidupan Ini artinya& pembangunan itu sendiri
adalah untuk kepentintanmasyarakat
15. Beda CSR lebih menguntungkan kepada infrastruktur dan sumber daya lainnya
sedangkan community development lebih melibatkan masyarakat dengan apa
yang sedang di lakukan

16. Teori ini menyatakan bahwa kecelakaan diakibatkan oleh rantai peristiwa
berurutan seperti domino jatuh dan ketika salah satu domino jatuh, memicu
kecelakaan yang berikutnya. Dalam teri domino ini pencegahan kecelakaan
berfokus pada penghilangkan faktor utama (the central factor), yaitu tindakan
tidak aman atau bahaya, yang mendasari 98% dari semua kecelakaan. Heinrich
beranggapan bahwa kecelakaan dapat dicegah dengan menghilang kedua
faktor, yaitu meniadakan unsafe act dan unsafe condition. Atau dengan kata lain
dengan cara mengendalikan situasinya (thing problem) dan masalah manusianya
(people problem). Sayangnya teori ini terlalu melimpahkan kesalahan pada
manusia dan kecelakaan bisa terjadi hanya karena ada kesalahan manusia.
Namun dibalik kekeurangan Heinrich dalam teorinya, Heinrich melihat adanya
sejumlah faktor yang memunculkan efek domino kondisi yang menyebabkan
kegiatan pekerjaan menjadi tidak aman. Teori Domino Heinrich ini juga menjadi
teori ilmiah pertama yang menjelaskan terjadinya kecelakaan kerja karena
kecelakaan tidak lagi dianggap sebagai sekedar nasib sial atau karena peristiwa
kebetulan.

APD yang digunakan :

- Coverall
- Respirator
- Sarung tangan pengelasan

Prosedur untuk pengelasan :

1. Memastikan kondisi dan keamanan di area kerja ruang terbatas sebelum


pekerjaan dimulai.

2. Melakukan penilaian risiko (risk assessment). Ini harus dilakukan untuk


mengidentifikasi bahaya, menilai risikonya, dan menentukan tindakan
pengendalian yang harus dilakukan, sehingga segala risiko saat proses
pengelasan di ruang terbatas dapat diminimalkan. Semua hasil penilaian risiko
harus didokumentasikan dengan baik.

3. Membuat izin kerja untuk memasuki dan melakukan pengelasan di ruang


terbatas. Izin kerja ini sangat penting untuk memastikan pekerja yang terlibat
memang kompeten dan memahami serta mengikuti prosedur keselamatan
bekerja di ruang terbatas.

4. Melakukan pengujian udara atau mengecek kandungan gas. Pengujian


atmosfer di dalam ruang terbatas dilakukan oleh orang yang kompeten untuk
memastikan atmosfer bebas dari uap atau gas beracun dan mudah terbakar dan
konsentrasi oksigen di dalam ruangan memadai.

5. Memasang sistem ventilasi yang diperlukan. Ruang terbatas harus diberi


ventilasi terus menerus menggunakan ventilasi alami, local exhaust ventilation
(LEV), kipas angin (fan) atau blower bila diperlukan untuk memastikan pasokan
udara segar di ruang terbatas sudah cukup. Pemantauan ventilasi harus tetap
dilakukan selama pekerjaan berlangsung.

Apabila ruang terbatas tidak memiliki bagian-bagian yang terbuka di atas


dan di bawah, maka bagian yang terbuka harus ditentukan dan kipas angin
harus dipasang untuk mengalirkan udara ke dalam ruangan. Pastikan
kandungan oksigen berada di antara 19,5%-23,5% sebelum memasuki
ruang terbatas diizinkan dan peralatan pengaliran udara (ventilasi) mampu
mempertahankan kondisi yang masih diperbolehkan untuk melakukan
kegiatan.

6. Mengisolasi energi berbahaya. Setiap pekerja yang akan melakukan


pengelasan di ruang terbatas harus mematikan segala macam jenis energi
untuk mencegah kecelakaan akibat paparan langsung dari energi
berbahaya dan menghilangkan kemungkinan ketidaksengajaan
mengaktifkan energi berbahaya.Penguncian dan pelabelan juga diperlukan
untuk mengisolasi sumber tenaga listrik, bagian-bagian mesin berputar/
bergerak, dan material berbahaya yang mengalir melalui perangkat katup
atau pipa/ saluran. Isolasi mencakup penutupan pipa atau saluran,
menyelipkan bahan penyekat yang sesuai di bagian pipa proses yang
diisolasi, dan menggunakan dua lapis katup isolasi.

7. Melakukan pembersihan dan pembuangan gas dan cairan di ruang


terbatas. Tekanan dalam ruang terbatas harus diturunkan dan sisa cairan
harus dibuang melalui saluran pembuangan. Lakukan pembersihan gas
hingga mencapai titik di bawah sifat mudah terbakar, lalu udara boleh
dihembuskan menggunakan sistem ventilasi.

8. Silinder gas dan mesin pengelasan harus ditempatkan di luar ruang


terbatas. Sebelum pengelasan dimulai, pastikan pembatas atau penghalang
peralatan pengelasan tersedia untuk melindungi pekerja utama dari bahaya
luar.

9. Menyediakan APD dan peralatan pendukung yang diperlukan. Selain


pengendalian teknik dan tata kerja, pekerja las juga harus menggunakan
alat pelindung jatuh, sarung tangan khusus pengelasan, coverall/ apron,
respirator dan APD lainnya yang diperlukan. Semua peralatan yang
digunakan harus mempertimbangkan kemungkinan atmosfer yang mudah
terbakar, emisi dari asap/ gas, risiko listrik, dan bahaya teknik
(terperangkap, terjatuh, dll.).
10. Memastikan sistem komunikasi yang diperlukan sudah memadai.
Sistem komunikasi mencakup berbicara, isyarat tangan, telepon, radio,
atau sistem lainnya. Intinya, pastikan komunikasi antara pekerja yang ada
di dalam dengan pekerja yang ada di luar ruang terbatas terjalin dengan
mudah, cepat, dan jelas.

11. Menyediakan penerangan tambahan. Peralatan untuk penerangan


tambahan diperlukan agar pekerja dapat melihat dengan jelas saat proses
pengelasan dan untuk keluar secepatnya dari ruangan, dalam keadaan
darurat.

12. Perencanaan penyelamatan dan keadaan darurat harus dipersiapkan


dari awal. Petugas penyelamatan yang terlatih harus ditempatkan di luar
ruangan. Petugas madya/ pendamping (attendant) harus tetap siaga dan
menjaga komunikasi (secara visual dan verbal) dengan petugas utama
(entrant) atau pekerja las setiap saat. Pastikan akses penyelamatan,
prosedur tanggap darurat dan peralatan yang digunakan sudah aman dan
terencana dengan baik.

Implementasi JSAnnya dengan cara memberipelatihan mengnai step


bystep yang akan dilakukan dan juga memberi safety training mengnai hal
ini

Anda mungkin juga menyukai