BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Maraknya makanan-makanan yang sering kali kita konsumsi pada era modern ini. Adapun bahan
ataupun zat-zat berbahaya yang dapat menimbulkan kerugian bagi tubuh kita yang
mengkonsumsinya,banyak sekali orang yang mengkonsumsi makanan yang dilihat dari nilai rasanya
bukan dari kebaikannya padahal itu untuk tubuh kita sendiri .
Sering mengkonsumsi bahan atau zat kimia seperti pengawet ,pewarna ,dan hal lainya dapat
memberikan akibat secara langsung dan cepat ,namun membutuhkan waktu yang cukup lama.
Maka dari itu saya akan menjelaskan sedikit halnya dari tiap komposisi pada makanan yang kita
konsumsi.
B. Rumusan Masalah
Ø Zat-zat deterjen
C. Tujuan Penulisan
§ Untuk mengetahui kelebihan dari tiap zat yang terkandung dalam deterjen
D. Dampak detergen
· Pencemaran lingkungan
E. Pencegahan Deterjen
· Membersihkan Noda
· Menghilangkan bakteri
BAB II
PEMBAHASAN
I.1 Pengertian Sulfatasi dan Sulfonasi
Reaksi sulfatasi ialah reaksi pemasukan gugus –OSO3H ke dalam suatu senyawa, sedangkan
sulfonasi adalah reaksi pemasukan gugus -SO3H ke dalam suatu senyawa. Proses ini banyak dilakukan
atau dikenakan terhadap senyawa-senyawa organic. Jadi proses sulfatasi hampir sama dengan proses
sulfonasi hanya beda pada gugus yang dimasukkan,kedua proses tersebut dapat terjadi bersama-sama
untuk suatu kondisi tertentu,tergantung senyawa yang diproses.
Umumnya proses ini dikenakan terhadap gliserida-gliserida asam lemak jenuh atau tidak jenuh
yang mengandung gugus OH karena hasilnya lebih mahal atau bermanfaat.Penggunaan hasil-hasil proses
sulfatasi dan sulfonasi antara lain:
1. Sebagai bahan pencuci yang berfungsi sebagai pemerataan kebasaan dari serat sebelum siberi
warna.
2. Sebagai bahan setengah jadi/antara untuk bahan yang akan mengalami proses selanjutnya.
Senyawa-senyawa yang dapat dipergunakan untuk melakukan proses sulfonasi ataupun sulfatasi
antara lain:
· Asam sulfonat
· Belerang dioksida,
Dari senyawa-senyawa pensulfonasi diatas yang paling banyak digunakan adalah asam sulfat 93-98%,
karena murah dan mudah didapat, sedang yang lainnya digunakan jika ada tujuan-tujuan
tertentu,missalnya bila menggunakan asam sulfat hasilnya kurang baik dan secara ekonomi akan
mengurangi nilai jual produksinya.
Senyawa-senyawa yang dapat dikenakan proses sulfatasi atau sulfonasi antara lain hidro karbon ikatan
tidak jenuh, pulp terutama ligninnya, minyak tumbuh-tumbuhan atau hewani terutama minyak ikan.
Dari ke-4 contoh tersebut secara termodinamika dapat dituliskan sebagai berikut:
panas yang timbul dari reaksi akan menaikkan temperatur dan timbulnya H2O akan menimbulkan
pengenceran asam sulfat yang dipakai ,yang harus ditanggulangi agar reaksi tetap berjalan.Pencegahan
naiknya temperatur dilakukan pendingingan, sedang pencegahan pengenceran dilakukan penguapan
pada temperatur relative rendah.
Jika ditinjau dari segi kinetika didasarkan pada suatu persamaan yang menghubungkan antara
kecepatan reaksi ( r ) dengan besaran-besaran yang mempengaruhinya,persamaannya bias ditulis
sebagai berikut:
r =k [RH] [SO3]
dimana:
r = kecepata reaksi (mol/det)
Dari persamaan diatas dapat dikatakan bahwa dengan memperbesar konsentrasi masing-masing reaktan
akan diperoleh harga r yang besar,namun kemungkinan akan terjadinya hasil samping, maka usaha yang
dimungkinkan justru menaikkan harga k secara kinetic. Arrenius memberikan persamaan:
E= tenaga aktivitas
T= temperature (oK)
Dari persamaan Arrenius diatas ada 2 peubah yang mungkin dapat diperbaiki yaitu A dan T.
· Harga A
· Harga T
Pada umumnya proses sulfatasi adalah eksotermis sehingga justru harus didinginkan, agar panas
tidak naik mendadak , penambahan asam sulfat sedikit demi sedikit sehingga memberi kesempatan
panas terambil oleh pendingin (missal:air).
· Harga E
Tenaga aktivasi menunjukkan keadaan puncak, dimana reaktan yang ada dalam campuran mampu
bereaksi. Untuk mempercepat reaktan memcapai keadaan puncak umumnya ditambahkan katalisator,
missal: Hg yang banyak dipakai pada sulfatasi, peridium, atau toluene. Disamping sebagai pemercepat,
katalisator juga sebagai pengarah (menekan reaksi samping) untuk RH yang aktif tidak diperlukan
katalisator karena mahal, kereaktifan RH tergantung pada substituent yang terikat dalam RH, semakin
banyak semakin tidak reaktif.
Hasil proses sulfatasi/sulfonasi tidak langsung dapat dimanfaatkan untuk proses lain atau dipasarkan,
agar memenuhi standar kebutuhan maka harus dilakukan pengolahan seperti pemisahan dan pemurnian
dengan operasi sebagai berikut:
Tujuannya agar terjadi penggaraman sehingga diperoleh ikatan –SO3Na atau –OSO3Na. Senyawa ini lebih
stabil, sehingga dapat dipisahkan terhadap hasil lain maupun sisa reaktan. Umumnya pemisahan terjadi
karena perbedaan densitas hasil diatas dan air, asam sulfat dibawah.
Proses ini dilakukan bersama- sama, untuk kapasitas besar dengan filter pres dan untuk kapasitas kecil
dengan menggunakan air dan sisa asam lewat saluran bawah. Adapun tujuan pencucian untuk
melarutkan sisa-sisa asam, proses ini menggunakan air bersih.
3. Pengepakan/ pengemasan
Karena hasilnya cairan kental maksud pengepakan adalah memasukkan dalam drum, tangki/botol-botol
yang siap dijual.
Salah satu pemanfaatan proses sulfonasi di dalam industri dapat ditemui dalam industri
pembuatan deterjen.
Tetapi pada saat ini, kebanyakan deterjen adalah garam dari asam sulfonat.
Deterjen dalam kerjanya dipengaruhi beberapa hal, yang terpenting adalah jenis kotoran yang
akan dihilangkan dan air yang digunakan. Deterjen, khususnya surfaktannya, memiliki kemampuan yang
unik untuk mengangkat kotoran, baik yang larut dalam air maupun yang tak larut dalam air. Salah satu
ujung dari molekul surfaktan bersifat lebih suka minyak atau tidak suka air (hidrofobik), akibatnya bagian
ini mempenetrasi kotoran yang berminyak. Ujung molekul surfaktan satunya lebih suka air (hidrofilik),
bagian inilah yang berperan mengendorkan kotoran dari kain dan mendispersikan kotoran, sehingga
tidak kembali menempel ke kain. Akibatnya warna kain akan dapat dipertahankan.
3. Substansi untuk mengubah pH yang mempengaruhi penampilan ataupun stabilitas dari komponen
lain
1. Deterjen Cair
2. Deterjen Krim
3. Deterjen Bubuk
1. Cationic detergents
Deterjen yang memiliki kutub positif disebut sebagai cationic detergents. Sebagai tambahan selain
adalah bahan pencuci yang bersih, mereka juga mengandung sifat antikuman yang membuat mereka
banyak digunakan di rumah sakit. Kebanyakan deterjen jenis ini adalah turunan dari ammonia.
2. Anionic detergents
Deterjen jenis ini adalah merupakan deterjen yang memiliki gugus ion negatif.
Bahan aktif merupakan bahan inti dari deterjen sehingga bahan ini harus ada dalam proses
pembuatan deterjen. Secara kimia bahan ini dapat berupa sodium lauryl sulfonate (SLS). Beberapa nama
dagang dari bahan aktif ini diantaranya Luthensol, Emal, dan Neopelex (NP). Di pasar beredar beberapa
jenis Emal dan NP, yaitu Emal-10, Emal-20, Emal-30, NP-10, NP-20, dan NP-30. Secara fungsional bahan
aktif ini mempunyai andil dalam meningkatkan daya bersih. Ciri dari bahan aktif adalah busanya sangat
banyak.
Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku. Pemberian bahan ini
berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran
bahan baku deterjen semat-mata ditinjau dari aspek ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi
deterjen digunakan sodium sulfat. Bahan lain yang sering digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra
sodium pyrophosphate dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan
mudah larut dalam air.
Salah satu contoh bahan penunjang adalah soda ash atau sering disebut soda abu yang berbentuk
bubuk putih. Bahan penunjang ini berfungsi meningkatkan daya bersih. Keberadaan bahan ini dalam
campuran tidak boleh terlalu banyak karena menimbulkan efek samping, yaitu dapat mengakibatkan
rasa panas di tangan pada saat mencuci pakaian. Bahan penunjang lain adalah STTP (sodium tripoly
phosphate) yang mempunyai efek samping yang positif, yaitu dapat menyuburkan tanaman. Dalam
kenyataannya, ada beberapa konsumen yanhg menyiramkan air bekas cucian produk deterjen tertentu
ke tanaman dan hasilnya lebih subur. Hal ini disebabkan oleh kandungan fosfat yang merupakan salah
satu unsur dalam jenis pupuk tertentu.
Bahan aditif sebenarnya tidak harus ada dalam proses pembuatan deterjen bubuk. Namun demikian,
beberapa produsen justru selalu mencari hal-hal baru akan bahan ini karena justru bahan ini dapat
memberi kekhususan dan nilai lebih pada produk deterjen tersebut. Dengan demikian, keberadaan
bahan aditif dapat mengangkat nilai jual produk deterjen bubuk tersebut.
Salah satu contoh dari bahan aditif adalah carboxyl methyl cellulose (CMC). Bahan ini berbentuk serbuk
putih dan berfungsi untuk mencegah kembalinya kotoran ke pakaian sehingga disebut “antiredeposisi”.
Selain CMC, masih banyak macam dari bahan aditif ini, tetapi pada umumnya merupakan rahasia dari
tiap-tiap perusahaan. Ini sebenarnya merupakan tantangan bagi pelaku wirausaha untuk selalu mencari
bahan aditif ini sehingga produk deterjen bubuk mempunyai nilai lebih dan berdaya saing tinggi.
Parfum termasuk dalam bahan tambahan. Keberadaan parfum memegang peranan besar dalam hal
keterkaitan konsumen akan produk deterjen bubuk. Artinya, walaupun secara kualitas deterjen bubuk
yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi parfum akan berakibat fatal dalam penjualannya.
Parfum untuk deterjen berbentuk cairan berwarna kekuning-kuningan dengan berat jenis 0,9. Dalam
perhitungan, berat parfum dalam gram (g) dapat dikonversikan ke mililiter (ml). Sebagai patokan 1 g
parfum = 1,1 ml.
Pada dasarnya, jenis parfum untuk deterjen dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu parfum umum
dan parfum eksklusif. Parfum umum mempunyai aroma yang sudah dikenal umum di masyarakat, seperti
aroma mawar dan aroma kenanga. Pada umumnya, produsen deterjen bubuk menggunakan jenis
parfum yang eksklusif. Artinya, aroma dari parfum tersebut sangat khas dan tidak ada produsen lain yang
menggunakannya. Kekhasan parfum eksklusif ini diimbangi dengan harganya yang lebih mahal dari jenis
parfum umum.
Beberapa nama parfum yang digunakan dalam pembuatan deterjen bubuk diantaranya bouquet, deep
water, alpine,dan spring flower.
Antifoam
Cairan antifoam digunakan khusus untuk pembuatan deterjen bubuk untuk mesin cuci. Bahan tersebut
berfungsi untuk meredam timbulnya busa. Persentase keberadaan senyawa ini dalam formula sangat
sedikit, yaitu berkisar antara 0,04-0,06%.
BAB III
KESIMPULAN
Reaksi sulfatasi ialah reaksi pemasukan gugus –OSO3H ke dalam suatu senyawa, sedangkan sulfonasi
adalah reaksi pemasukan gugus -SO3H ke dalam suatu senyawa. Salah satu contoh penerapan proses
sulfonasi pada industri dapat ditemui dalam industri deterjen. Proses pembuatan deterjen yang
berbahan baku dodekil benzena adalah sebagi berikut dimana dodekil benzena dimasukkan ke dalam
reaktor kaca dicampur dengan asam 22% oleum, pada suhu antara 32-46°C. Kemudian dicampurkan
pada suhu 46°C selama kurang lebih 2 jam sampai reaksi selesai. Tahapan berikutnya netralisasi dengan
NaOH yang memberikan 60% alkil aril sulfonat dan 40% diluet (natrium sulfat).
Salah satu pabrik deterjen di Indonesia adalah Rinso dari Unilever. Produk yang dihasilkan antara
lain adalah Rinso Matic Top Load dan Rinso Matic Front Load, Rinso Cair dan Rinso Molto Ultra Cair,
Rinso Molto Ultra dan Rinso Color and Care, dan Rinso Anti Noda. Produksi deterjen di Indonesia
meningkat setiap tahunnya dan berdasarkan hasil peramalan produksi deterjen di Indonesia pada tahun
2023 dan 2033 adalah 1164310,71 ton dan 1461060,71 ton.
DAFTAR PUSTAKA
http://ocw.usu.ac.id/course/download/4140000062-teknologi-oleokimia/tkk-322_handout_deterjen.pdf
(5 Mei 2013)
Komentar
assalamualaikum wr,wb
mencukupi kebutuhan
0852-1837-9259 dijamin
BALAS
Posting Komentar
Gambar
BACA SELENGKAPNYA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karuniaNya kami
dapat menyelesaikan makalah tentang minyak bumi ini. Penulisan makalah tentang minyak bumi ini
betujuan tidak lain adalah untuk memenuhi tugas kimia kelas X IPS. Kesulitan yang kami hadapi dalam
membuat makalah ini adalah kurangnya sumber informasi mengingat minyak bumi merupakan suatu hal
yang rumit, dan rasa malas menjadi penghambat kami dalam menyelesaikan makalah ini. Kesalahan
adanya memang di manusia dan kesempurnaan adanya di tangan Tuhan. Bandung, 17 Januari 2016
BACA SELENGKAPNYA
CONTOH MAKALAH
KUNJUNGI PROFIL
Arsip
Laporkan Penyalahgunaan