Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIKA TERAPAN

ACARA 1
(PENGUKURAN PANJANG)

Kelompok 7 Rombongan 2
Oleh:
Lila Fitriana Warastuti
A1F018034

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fisika sebagai induk mekanika-mekanika fluida-hidrolitik-alat berat

memerlukan pengukuran-pengukuran yang sanagt teliti agar gejala yang dipelajari

dapat dijelaskan (dan bisa diramalkan) dengan akurat. Sebenarnya pengukuran tidak

hanya mutlak bagi fisika, tetapi juga bagi bidang-bidang ilmu yang lain termasuk

aplikasi dari ilmu tersebut. Dengan kata lain, tidak ada teori, prinsip, maupun hukum

dalam ilmu pengetahuan alam yang dapat diterima kecuali jika disertai dengan hasil-

hasil pengukuran yang akurat.

Pengukuran adalah suatu bagian penting dalam ilmu fisika. Dalam melakukan

penelitian, pengukuran merupakan salah satu syarat yang tidak boleh ditinggalkan.

Tidak hanya dalam ilmu fisika, pengukuran juga sangat penting dalam kehidupan

sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari banyak kegiatan yang disadari atau tidak

termasuk dalam pengukuran. Aktivitas mengukur menjadi sesuatu yang sangat

penting untuk selalu dilakukan dalam mempelajari berbagai fenomena yang sedang

dipelajari. Mengukur adalah membandingkan suatu besaran dengan besaran lain yang

telah disepakati.

Pengukuran juga merupakan faktor penting dalam industri pengolahan pangan

yang harus mampu menerapkan proses pemantauan dan pengukuran. Pemantauan dan

1
pengukuran untuk menunjukkan bahwa produk sesuai dengan persyaratan yang telah

ditentukan, memastikan bahwa sistem manejemen produk yang diterapkan cukup

efektif, dan sebagai data untuk memperbaiki sistem manajemen mutu produk secara

terus menerus.

B. Tujuan

Praktikum ini bertujun untuk membandingkan tingkat ketelitian beberapa alat

ukur panjang.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

Pengukuran dalam ilmu fisika merupakan aspek penting mengingat suatu

“hukum” dapat diberlakukan kalau telah terbukti secara eksperimental, dan

eksperimental tidak dapat dipisahkan dari pengukuran. Ketepatan pengukuran juga

merupakan bagian penting dari fisika. Tidak pengukuran yang presisi secara mutlak,

tedapat ketidakpastian sehubungan dengann setiap pengukuran (Tim Asisten Fisika

Dasar, 2011).

Pengukuran dalam arti luas adalah membandingkan suatu besaran dengan

besaran standar. Besaran standar tersebut harus memenuhi syarat-syarat seperti dapat

didefinisikan secara fisik, jelas dan tidak berubah dengan waktu, dan dapat digunakan

sebagai pembanding di mana saja di dunia ini.

Dalam mengukur setiap besaran fisik dalam satuannya masing-masing,

menggunakan perbandingan terhadap suatu standar. Satuan adalah nama unik yang

ditetapkan untuk mengukur besaran tersebut, misalnya meter (m) untuk besaran

panjang (Halliday et al., 2010).

Dimensi dari satuan besaran fisis adalah cara menyatakan suatu besaran dasar

(besaran pokok). Besaran dasar adalah besaran yang dimensinya ditentukan secara

definisi seperti berikut: panjang, massa, waktu, arus listrik, suhu, jumlah zat,

intensitas cahaya (Tim Penyusun Fisika Dasar ,2010).

3
Dalam mengukur panjang suatu benda, selain memperhatikan ketelitian alat

ukurnya, juga memperhatikan jenis dan macam benda yang akan diukur. Contohnya

untuk mengukur meja, mengukur suatu ruangan, dan mengukur bahan tekstil. Untuk

mengukur panjang suatu benda tersebut, dapat menggunakan berbagai macam alat

ukur panjang, diantaranya mistar, rolmeter, jangka sorong, dan mikrometer skrup.

Masing-masing alat ukur panjang tersebut memiliki ketelitian yang berbeda. Semakin

teliti suatu alat maka pengukuran tersebut akan mendekati ukuran yang sebenarnya

(Rochim, 2010).

Mistar atau penggaris adalah alat ukur panjang yang sering digunakan. Alat

ukur ini memiliki skala terkecil 1 mm atau 0,1 cm. Mistar memiliki ketelitian

pengukuran setengah dari skala terkecilnya yaitu 0,5 mm. Penggaris atau mistar

berbagai macam jenisnya, seperti penggaris yang berbentuk lurus, berbentuk segitiga

yang terbuat dari plastik atau logam, mistar tukang kayu, dan penggaris berbentuk

pita (meteran pita). Mistar baja adalah alat ukur dasar pada bengkel kerja mesin yang

dapat digunakan untuk melakukan pengukuran minimal 0,5 mm. Mistar siku adalah

penggaris berbentuk seperti huruf “L“ yang terdiri dari dua bagian, yaitu blok atau

pegangan dan daun pengukur. Kegunaan penggaris siku adalah untuk menarik garis

dan membuat garis sejajar, memeriksa/mengukur sudut, dan memeriksa kerataan

suatu permukaan benda kerja (Pattiasina et al., 2017).

Jangka sorong merupakan alat ukur yang lebih teliti dari mistar ukur. Alat

ukur ini mempunyai banyak sebutan misalnya jangka sorong, jangka geser, mistar

4
sorong, mistar geser, schuifmaat atau vernier caliper. Pada batang ukurnya terdapat

skala utama dengan cara pembacaan sama seperti mistar ukur. Pada ujung yang lain

dilengkapi dengan dua rahang ukur yaitu rahang ukur tetap dan rahang ukur gerak.

Dengan adanya rahang ukur tetap dan rahang ukur gerak maka jangka sorong dapat

digunakan untuk mengukur dimensi luar, dimensi dalam, kedalaman dan ketinggian

dari benda ukur. Di samping skala utama, jangka sorong dilengkapi pula dengan skala

tambahan yang sangat penting perannya di dalam pengukuran yang disebut dengan

skala nonius. Skala nonius inilah yang membedakan tingkat ketelitian jangka sorong.

Skala ukur jangka sorong terdapat dalam sistem inchi dan ada pula sistem

metrik. Biasanya pada masing-masing sisi dari batang ukur dicantumkan dua macam

skala, satu sisi dalam bentuk inchi dan sisi lain dalam bentuk metrik. Dengan

demikian dari satu alat ukur bisa digunakan untuk mengukur dengan dua sistem

satuan sekaligus yaitu inchi dan metrik. Ketelitian jangka sorong bisa mencapai 0.001

inchi atau 0.05 milimeter. Untuk skala pembacaan dengan sistem metrik, terdapat

jangka sorong dengan panjang skala utama 150 mm, 200 mm, 250 mm, 300 mm, dan

bahkan ada juga yang 1000 mm.

Ada pula jangka sorong yang tidak dilengkapi dengan skala nonius. Sebagai

penggantinya maka dibuat jam ukur yang dipasangkan sedemikian rupa sehingga

besarnya pengukuran dapat dilihat pada jam ukur tersebut. Angka yang ditunjukkan

oleh jam ukur adalah angka penambah dari skala utama (angka di belakang koma

yang menunjukkan tingkat ketelitian). Pada jam ukur biasanya sudah dicantumkan

5
tingkat kecermatannya. Ada yang tingkat kecermatannya 0.10 mm, 0.05 mm dan ada

pula yang sampai 0.02 milimeter. Sedangkan untuk pembacaan dalam inchi, tingkat

kecermatannya ada yang 0.10 inchi dan ada yang 0.001 inchi. Untuk yang tingkat

kecermatan 0.10 mm, satu putaran jarum penunjuk dibagi dalam 100 bagian yang

sama. Ini berarti, untuk satu putaran jarum penunjuk rahang jalan akan bergerak 100

x 0.10 mm = 10 mm. Terdapat pulajangka sorong dengan skala digital (Wagiran,

2013).

6
III. METODE

A. Alat dan Bahan

Alat:

- Mistar

- Jangka sorong

Bahan:

- Produk pangan berbentuk balok (tahu putih)

B. Prosedur Kerja

Diukur panjang produk dengan mistar.

Dilakukan dengan 5 kali pengukuran di tempat yang berbeda.

Dituliskan data yang didapat ke dalam table pengamatan.

Diganti mistar dengan jangka sorong, lalu diulangi langkah 1 sampai 3.

Dilakukan cara yang sama untuk lebar dan tinggi produk.

7
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

- Pengukuran dengan Mistar

Pengukuran Panjang (cm) Lebar (cm) Tinggi (cm)

𝒙𝒊 | 𝒙𝒊 - 𝒙 | 𝒙𝒊 | 𝒙𝒊 - 𝒙 | 𝒙𝒊 | 𝒙𝒊 - 𝒙 |

1 5.1 0.26 5.6 0.18 3.2 0.4

2 4.8 0.04 5.2 0.22 3.7 0.1

3 4.7 0.14 5.8 0.38 4.0 0.4

4 4.9 0.06 5.0 0.42 3.6 0

5 4.7 0.14 5.5 0.08 3.5 0.1

𝒙 4.84 5.42 3.6

∆𝒙 0.128 0.26 0.2

% error 2.6% 4.8% 5.6%

a. Panjang

 ∑𝑥𝑖 = 24.2

∑𝑥𝑖 24.2
𝑥= = = 4.84
𝑛 5

| 𝑥1 - 𝑥 | = 5.1 - 4.84 = 0.26

| 𝑥2 - 𝑥 | = 4.8 - 4.84 = 0.04

| 𝑥3 - 𝑥 | = 4.7 - 4.84 = 0.14

8
| 𝑥4 - 𝑥 | = 4.9 - 4.84 = 0.06

| 𝑥5 - 𝑥 | = 4.7 - 4.84 = 0.14

∑| 𝑥𝑖 - 𝑥 | = 0.26 + 0.04 + 0.14 + 0.06 +0.14 = 0.64

 ∑| 𝑥𝑖 - 𝑥 | = 0.64

0.64
∆𝑥 = = 0.128
5

∆𝑥 0.128
 Error = x 100% = x 100% = 2.6%
𝑥 4.84

b. Lebar

 ∑𝑥𝑖 = 27.1

∑𝑥𝑖 27.1
𝑥= = = 5.42
𝑛 5

| 𝑥1 - 𝑥 | = 5.6 – 5.42 = 0.18

| 𝑥2 - 𝑥 | = 5.2 - 5.42 = 0.22

| 𝑥3 - 𝑥 | = 5.8 - 5.42 = 0.38

| 𝑥4 - 𝑥 | = 5.0 - 5.42 = 0.42

| 𝑥5 - 𝑥 | = 5.5 - 5.42 = 0.08

∑| 𝑥𝑖 - 𝑥 | = 0.18 + 0.22 + 0.38 + 0.42 +0.08 = 1.28

 ∑| 𝑥𝑖 - 𝑥 | = 1.28

1.28
∆𝑥 = = 0.26
5

∆𝑥 0.26
 Error = x 100% = 5.42 x 100% = 4.8%
𝑥

c. Tinggi

 ∑𝑥𝑖 = 18

9
∑𝑥𝑖 18
𝑥= = = 3.6
𝑛 5

| 𝑥1 - 𝑥 | = 3.2 – 3.60 = 0.04

| 𝑥2 - 𝑥 | = 3.7 - 3.60 = 0.10

| 𝑥3 - 𝑥 | = 4.0 - 3.60 = 0.40

| 𝑥4 - 𝑥 | = 3.6 - 3.60 = 0

| 𝑥5 - 𝑥 | = 3.5 - 3.60 = 0.10

∑| 𝑥𝑖 - 𝑥 | = 0.04 + 0.10 + 0.40 + 0 +0.10 = 1.00

 ∑| 𝑥𝑖 - 𝑥 | = 1.00

1.00
∆𝑥 = = 0.20
5

∆𝑥 0.20
 Error = x 100% = 3.60 x 100% = 5.6%
𝑥

- Pengukuran dengan Jangka Sorong

Pengukuran Panjang (cm) Lebar (cm) Tinggi (cm)

𝒙𝒊 | 𝒙𝒊 − 𝒙 | 𝒙𝒊 | 𝒙𝒊 − 𝒙 | 𝒙𝒊 | 𝒙𝒊 − 𝒙 |

1 4.824 0.022 4.670 0.1888 3.568 0.0896

2 4.730 0.116 4.502 0.0208 3.610 0.1316

3 4.820 0.026 4.400 0.0812 3.458 0.0204

4 4.890 0.044 4.422 0.0592 3.306 0.1724

5 4.966 0.120 4.412 0.0692 3.450 0.0284

𝒙 4.846 4.4812 3.4784

10
∆𝒙 0.0656 0.08384 0.08848

% error 1.35% 1.87% 2.54%

a. Panjang

 ∑𝑥𝑖 = 24.23

∑𝑥𝑖 24.2
𝑥= = = 4.846
𝑛 5

| 𝑥1 - 𝑥 | = 4.824 - 4.846 = 0.022

| 𝑥2 - 𝑥 | = 4.73 - 4.846 = 0.116

| 𝑥3 - 𝑥 | = 4.82 - 4.846 = 0.026

| 𝑥4 - 𝑥 | = 4.89 - 4.846 = 0.044

| 𝑥5 - 𝑥 | = 4.966 - 4.846 = 0.12

∑| 𝑥𝑖 - 𝑥 | = 0.022 + 0.116 + 0.026 + 0.044 +0.12 = 0.328

 ∑| 𝑥𝑖 - 𝑥 | = 0.328

0.328
∆𝑥 = = 0.0656
5

∆𝑥 0.0656
 Error = x 100% = x 100% = 1.35%
𝑥 4.846

b. Lebar

 ∑𝑥𝑖 = 22.406

∑𝑥𝑖 27.406
𝑥= = = 4.4812
𝑛 5

| 𝑥1 - 𝑥 | = 4.67 – 4.4812 = 0.1888

| 𝑥2 - 𝑥 | = 4.502 - 4.4812 = 0.0208

11
| 𝑥3 - 𝑥 | = 4.400 - 4.4812 = 0.0812

| 𝑥4 - 𝑥 | = 4.422 - 4.4812 = 0.0592

| 𝑥5 - 𝑥 | = 4.412 - 4.4812 = 0.0692

∑| 𝑥𝑖 - 𝑥 | = 0.1888 + 0.0208 + 0.0812 + 0.0592 + 0.0692 = 0.4192

 ∑| 𝑥𝑖 - 𝑥 | = 0.4192

0.4192
∆𝑥 = = 0.08384
5

∆𝑥 0.08384
 Error = x 100% = x 100% = 1.87%
𝑥 4.4812

c. Tinggi

 ∑𝑥𝑖 = 17.392

∑𝑥𝑖 17.392
𝑥= = = 3.4784
𝑛 5

| 𝑥1 - 𝑥 | = 3.568 – 3.4784 = 0.0896

| 𝑥2 - 𝑥 | = 3.61 - 3.4784 = 0.1316

| 𝑥3 - 𝑥 | = 3.458 - 3.4784 = 0.0204

| 𝑥4 - 𝑥 | = 3.306 - 3.4784 = 0.1724

| 𝑥5 - 𝑥 | = 3.45 - 3.4784 = 0.0284

∑| 𝑥𝑖 - 𝑥 | = 0.0896 + 0.1316 + 0.0204 + 0.1724 +0.0284 = 0.4424

 ∑| 𝑥𝑖 - 𝑥 | = 0.4424

0.4424
∆𝑥 = = 0.08848
5

∆𝑥 0.08848
 Error = x 100% = x 100% = 2.54%
𝑥 3.4784

12
B. Pembahasan

Pada praktikum Fisika Terapan Acara 1 Pengukuran Panjang, dilakukan

pengukuran panjang bahan pangan yaitu tahu putih menggunakan alat pengukur

panjang mistar atau penggaris dan jangka sorong.

Pengukuran adalah suatu teknik dalam meningkatkan suatu bilangan pada suatu

sifat fisis dengan membandingkannya dengan suatu besaran standar. Biasa dilakukan

di Laboratorium disederhanakan berupa pengukuran jarak. Dengan suatu pengukuran

harus berhati-hati agar hanya menghasilkan gangguan seminimal mungkin terhadap

system yang diamati. Selain itu juga dapat diamati, dapat diamati dengan kesalahan

eksperimental karena kesemputraan yang tidak terelakan dalam alat ukur atau karena

batasan yang ada, yang terdapat didalam alat indera (Alonso, 2002).

Pengukuran dilakukan untuk mengukur panjang, lebar, dan tinggi tahu putih.

Pertama dengan mengukur panjang pada tahu putih di lima tempat yang berbeda

menggunakan benang kain. Lalu diukur panjang benang tadi pada mistar atau

penggaris. Dilakukan hal yang sama pada lebar dan tinggi tahu putih. Lalu dituliskan

semua data pada tabel.

Pada pengukuran panjang, lebar, dan tinggi menggunakan jangka sorong juga

sama, yaitu diukur panjang tahu putih di lima tempat yang berbeda menggunakan

jangka sorong. Cara yang sama untuk mengukur lebar dan tinggi. Dituliskan juga data

pada tabel.

13
Setelah semua hasil dicatat pada tabel, lalu dihitung rata-rata dari kelima data

tersebut (𝑥 ), ketidakpastian pengukuran (∆𝑥), dan % error dari setiap panjang, lebar,

dan tinggi baik menggunakan mistar atau penggaris dan jangka sorong.

Dari hasil pengukuran menggunakan mistar atau penggaris, panjang tahu putih

didapatkan rata-ratanya (𝑥 ) 4.84 cm, ketidakpastian pengukuran (∆𝑥) 0.128, dan

error 2.6%, lebar tahu putih didapatkan rata-ratanya (𝑥 ) 5.42 cm, ketidakpastian

pengukuran (∆𝑥) 0.26, dan error 4.8%, dan tinggi tahu putih didapatkan rata-ratanya

(𝑥 ) 3.6 cm, ketidakpastian pengukuran (∆𝑥) 0.2, dan error 5.6%.

Sedangkan hasil pengukuran menggunakan jangka sorong, panjang tahu putih

didapatkan rata-ratanya (𝑥 ) 4.846 cm, ketidakpastian pengukuran (∆𝑥) 0.0656, dan

error 1.35%, lebar tahu putih didapatkan rata-ratanya (𝑥 ) 4.4812 cm, ketidakpastian

pengukuran (∆𝑥) 0.08384, dan error 1.87%, dan tinggi tahu putih didapatkan rata-

ratanya (𝑥 ) 3.4784 cm, ketidakpastian pengukuran (∆𝑥) 0.08848, dan error 2.54%.

Pembacaan pada alat ukur mistar kurang teliti dibandingkan dengan mikrometer

dan jangka sorong. Kelebihannya adalah dapat digunakan untuk mengukur objek

yang jauh lebih panjang. Skala terkecil dari penggaris adalah 1 mm, dengan ketelitian

setengah dari skala terkecilnya, yaitu 0,5 mm atau 0,05 cm (Pandiangan, 2014).

Jangka sorong adalah alat ukur dengan tingkat ketelitian 0.1 mm. Sedangkan

mikrometer sekrup dapat digunakan untuk mengukur benda mencapai ketelitian 0,01

mm (Darmawan 1984).

14
Hasil pengukuran dengan jangka sorong lebih teliti dibandingkan dengan

mistar, dapat dilihat pada hasil rata-rata data pada panjang tahu putih. Pada mistar

didapatkan rata-rata 4.84 cm dan pada jangka sorong didapatkan rata-rata 4.846 cm.

Dari keduanya hanya berbeda 0.006 cm saja.

15
V. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Hasil pengukuran dengan jangka sorong lebih teliti dibandingkan dengan mistar,

dapat dilihat pada hasil rata-rata data pada panjang tahu putih. Pada mistar didapatkan

rata-rata 4.84 cm dan pada jangka sorong didapatkan rata-rata 4.846 cm.

B. Saran

Sebaiknya praktikan lebih teliti dan hati-hati dalam mengukur benang pada

mistar atau penggaris, selain itu praktikan leih mengkondisikan suasana agar tidak

terlalu ramai, dan jumlah jangka sorong yang digunakan diperbanyak supaya tidak

memakan waktu lama untuk bergantian menggunakan jangka sorong.

16
DAFTAR PUSTAKA

Alonso, K. 2002. Fisika Dasar. Universitas Mataram: Duta Pustaka Ilmu.

Darmawan, R. 1984. Teori Ketidakpastian. Bandung: Penerbit ITB.

Halliday D., R. Resnick, dan J. Walker. 2010. Fisika Dasar Edisi 7. Jakarta:

Erlangga.

Pandiangan, P,. 2014. “Pengukuran dan Sistem Satuan dalam FIsika”. Modul 1

Fisika Dasar 1. Universitas Terbuka.

Pattiasina N.H., E. Effendy, dan A. Wairatta. 2017. “Pelatihan Sheet Metal

Pembuatan Oven Guna Peningkatan Usaha Mikro Skala Industri Rumah

Tangga Di Desa Rumahtiga”. Jurnal Simetrik. (7): 2.

Rochim, T. 2006. Spesifikasi, Metrologi & Kontrol Kualitas Geometrik 1. Institut

Teknologi Bandung, Bandung.

Tim Asisten Fisika Dasar. 2011. Penuntun Praktikum Fisika Dasar. Samata : Farmasi

Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Alauddin

Makassar, Makassar.

Tim Penyusun Fisika Dasar. 2010. Fisika Dasar. Universitas Hasauddin, Makassar.

Wagiran. 2013. Penggunaan Alat-Alat Ukur Metrologi Industri. Yogyakarta:

Deepublish.
LAMPIRAN

NO Gambar Keterangan
1 Bahan pangan tahu putih, benang, dan
penggaris/mistar.

2 Mengukur panjang tahu dengan


menggunakan benang.

3 Mengukur panjang tahu kembali dengan


menggunakan benang di tempat
berbeda.
4 Diukur pada mistar benang yang
digunakan untuk mengukur tadi.

5 Mengukur tinggi tahu dengan


menggunakan benang.

6 Mengukur lebar tahu dengan


menggunakan benang.

7 Mengukur tinggi tahu dengan


menggunakan jangka sorong.
8 Mengukur lebar tahu dengan
menggunakan jangka sorong.

9 Mengukur panjang tahu dengan


menggunakan jangka sorong.

Anda mungkin juga menyukai