Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS DAMPAK BULLYING MELALUI ANIME “A SILENT

VOICE”

Dinul Achmad Djuma

PGSD FIP UNM

Email: Dinul.ahmad@gmail.com

Abstrak

Anime “A Silent Voice” adalah salah satu film animasi jepang yang bercerita
tentang dampak bullying. Bullying adalah tindakan agresif yang dilakukan oleh seseorang
secara berulang-ulang terhadap orang lain yang dianggap lemah. “A Silent Voice”
bercerita tentang Shoya Ishida dan Shoko Nishimiya sebagai korban bullying. Tindakan
bullying yang dialami keduanya berbeda namun sama-sama berdampak pada kehidupan
mereka. Dampak fisik dan psikologis akibat bullying sangat berbahaya jika berlarut-larut,
bahkan dapat mendorong seseorang melakukan percobaan bunuh diri. Tujuan penulisan
ini adalah untuk mendeskripsikan dampak bullying yang ada dalam kehidupan manusia
melalui anime “A Silent Voice”. Berdasarkan hal tersebut perlu untuk menghidari
tindakan bullying, karena sangat merugikan, bukan hanya korban, tetapi pelaku bullying
juga mendapatkan dampak dari perilakunya tersebut.

Kata Kunci: Bullying; Anime; Dampak Bullying; A Silent Voice

Abstract:

Anime "A Silent Voice" is one of the Japanese animated films which tells about
the impact of bullying. Bullying is an aggressive action carried out by someone
repeatedly over another person who is considered weak. "A Silent Voice" tells the story of
Shoya Ishida and Shoko Nishimiya as victims of bullying. The bullying experienced by
both of them is different but both have an impact on their lives. The physical and
psychological effects of bullying are very dangerous if protracted, can even encourage
someone to attempt suicide. The purpose of this paper is to describe the impact of
bullying in human life through the anime "A Silent Voice". Based on this, it is necessary
to avoid acts of bullying, because it is very detrimental, not only the victims, but the
perpetrators of bullying also get an impact from the behavior.

Key Words: Bullying; Anime; Bullying Impact; A Silent Voice


PENDAHULUAN

Bullying merupakan perilaku agresif seseorang atau sekelompok orang yang


dilakukan secara berulang-ulang terhadap orang atau sekelompok orang yang lebih lemah
untuk menyakiti korban secara fisik maupun mental (Prasetyo, 2011). Tindakan bullying
banyak dilakukan oleh individu yang merasa lebih kuat dibandingkan korbannya.
Biasanya korban bullying (victim) memiliki sesuatu yang menjadi penyebab ia dibuli
seperti kondisi fisik, kodisi sosial, bahkan penyakit atau kelainan yang dimiliki.

Bullying dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Fithria (2016) mengatakan
bahwa perilaku bullying dapat terjadi pada berbagai tempat, mulai dari lingkungan
pendidikan atau sekolah, tempat kerja, rumah, lingkungan tetangga, tempat bermain, dan
lain-lain. Umumnya kasus bullying yang kerap ditemukan rata-rata terjadi di lingkungan
sekolah. Sekolah adalah wadah pendidikan yang menampung sejumlah siswa dengan
karakteristik yang berbeda-beda, sehingga memungkinkan terjadinya bullying. Bullying
dikalangan pelajar kebanyakan berupa bullying verbal seperti ejekan, cemoohan, gosip,
dan lain sebagainya. Apapun bentuk bullyingnya akan berdampak pada korban secara
fisik dan mental.

Pengenalan dampak bullying telah di sampaikan melalui sejumlah media seperti


buku, film, poster-poster dan lain sebagainya. Salah satu media penyampaian bahaya
bullying adalah anime. Anime adalah salah satu tayangan TV yang popular dikalangan
anak-anak. Kata anime berasal dari “ANIMATION”, yang dalam pelafalan jepang
berubah menjadi “anime-shon” (disingkat jadi “anime”). Dengan begitu anime adalah
istilah yang digunakan untuk mengacu pada produksi animasi jepang (Andina, 2014).
Bagi orang jepang semua jenis film animasi disebut dengan animenamun, bagi orang luar
anime merupakan film animasi yang hanya diproduksi oleh jepang.

Anime merupakan film animasi yang memiliki tema yang bervariasi. Pada
dasarnya anime mengangkat cerita fiksi maupun penggalan kehidupan manusia (slice of
life). Anime “A Silent Voice” atau “Koe No Katachi” merupakan salah satu contoh anime
yang bergenre slice of life. Didalamnya diceritakan tentang nilai-nilai sosial yakni
permasalahan bullying. Menceritakan kehidupan Shoya Ishida dan Shoko Nishimiya yang
terkena dampak bullying yang terjadi dimasa lampau. Shoko Nishimiya dibuli karena tuli
(tuna rungu) dan berkomunikasi dengan bahasa isyarat, sedangkan Shoya Ishida
dikucilkan dan dibuli dan dicap sebagai penindas. Dampak yang didapatkan tersebut
berupa dampak fisik dan mental yang mempengaruhi kehidupan keduanya.

PEMBAHASAN

Bullying adalah sebuah situasi dimana terjadinya penyalahgunaan kekuatan atau


kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang. Pihak yang kuat di sini
tidak hanya berarti kuat dalam ukuran fisik, tetapi bisa juga kuat secara mental (Sejiwa,
2008: 2). Bullying atau penindasan merupakan sebuah perilaku dimana terdapat seseorang
(the bully) yang melakukan aktivitas intimidasi kepada korbannya (victim). Menurut
Priyatna (2010) Bullying adalah tindakan yang disengaja oleh si pelaku pada korbannya
bukan sebuah kelalaian. Tindakan itu terjadi berulang-ulang. Bullying tidak pernah
dilakukan secara acak atau cuma sekali saja. Pelaku bullying tidak memandang siapa saja
yang akan menjadi korbannya. Bullying tidak memilih umur atau jenis kelamin korban.
Yang menjadi korban umumnya adalah anak yang lemah, pemalu, pendiam dan spesial
(cacat, tertutup, pandai, cantik, atau punya ciri tubuh tertentu) yang dapat menjadi bahan
ejekan (Astuti, 2018)

Tindakan bullying dapat dilakukan dengan berbagai macam cara yang semuanya
merugikan pihak korban. Menurut Sucipto (2012) beberapa macam tindakan bullying
adalah:

a. Psikologis seperti memfitnah, mempermalukan, menakut-nakuti, menolak,


menghina, melecehkan, mengucilkan, menertawakan, mengancam, menyebarkan
gosip, mencibir, dan mendiamkan.
b. Fisik seperti menendang, menempeleng, memukul, mencubit, menjotos,
menjewer, lari keliling lapangan, push up, bersihkan WC dan memalak.
c. Verbal seperti berteriak-teriak, meledek mengatai, name calling, mengumpat,
memarahi dan memaki.

Selain itu, jenis bullying menurut Coloros dalam Zakiyah (2017) yakni sebagai
berikut:

a. Bullying fisik
Penindasan fisik merupakan jenis bullying yang paling tampak dan paling
dapat diidentifikasi diantara bentuk-bentuk penindasan lainnya, namun kejadian
penindasan fisik terhitung kurang dari sepertiga insiden penindasan yang
dilaporkan oleh siswa. Jenis penindasan secara fisik di antaranya adalah
memukul, mencekik, menyikut, meninju, menendang, menggigit, memiting,
mencakar, serta meludahi anak yang ditindas hingga ke posisi yang menyakitkan,
serta merusak dan menghancurkan pakaian serta barang-barang milik anak yang
tertindas. Semakin kuat dan semakin dewasa sang penindas, semakin berbahaya
jenis serangan ini, bahkan walaupun tidak dimaksudkan untuk mencederai secara
serius.

b. Bullying Verbal
Kekerasan verbal adalah bentuk penindasan yang paling umum
digunakan, baik oleh anak perempuan maupun anak laki-laki. Kekerasan verbal
mudah dilakukan dan dapat dibisikkan dihadapan orang dewasa serta teman
sebaya, tanpa terdeteksi. Penindasan verbal dapat diteriakkan di taman bermain
bercampur dengan hingar binger yang terdengar oleh pengawas, diabaikan karena
hanya dianggap sebagai dialog yang bodoh dan tidak simpatik di antara teman
sebaya.
Penindasan verbal dapat berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritik
kejam, penghinaan, dan pernyataan-pernyataan bernuansa ajakan seksual atau
pelecehan seksual. Selain itu, penindasan verbal dapat berupa perampasan uang
jajan atau barang-barang, telepon yang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-
surat kaleng yang berisi ancaman kekerasan, tuduhan-tuduhan yang tidak benar,
kasak-kusuk yang keji, serta gosip.

c. Bullying relasional
Penindasan relasional adalah pelemahan harga diri si korban penindasan
secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan, pengecualian, atau
penghindaran. Penghindaran, suatu tindakan penyingkiran, adalah alat
penindasan yang terkuat. Anak yang digunjingkan mungkin akan tidak
mendengar gosip itu, namun tetap akan mengalami efeknya. Penindasan
relasional dapat digunakan untuk mengasingkan atau menolak seorang teman
atau secara sengaja ditujukan untuk merusak persahabatan. Perilaku ini dapat
mencakup sikap-sikap tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan mata,
helaan napas, bahu yang bergidik, cibiran, tawa, mengejek dan bahasa tubuh yang
kasar.
d. Cyber bullying
Bullying ini adalah bentuk bullying yang terbaru karena semakin
berkembangnya teknologi, internet dan media sosial. Pada intinya adalah korban
terus menerus mendapatkan pesan negative dari pelaku bullying baik dari sms,
pesan di internet dan media sosial lainnya.

Karakteristik bullying

Berns dalam Sugiariyanti (2009) mengungkapkan bahwa Bully maupun Victim


mempunyai karakteristik tertentu.

a. Karaktetistik Pelaku (Bully)


− Mempunyai kebutuhan untuk merasa berkuasa dan unggul
− Biasanya secara fisik lebih kuat daripada teman sebayanya
− Impulsif, mudah marah dan frustasi
− Umumnya pembangkang, tidak patuh pada aturan dan agresif
− Menunjukkan empati yang kurang terhadap orang lain dan terlibat dalam
perilaku antisosial
− Cenderung mempunyai konsep diri yang relatif tinggi
b. Karakteristik Korban (Victim)
− Secara fisik lebih lemah daripada teman sebaya, kondisi fisik tidak baik
− Menampakkan takut disakiti atau takut menyakiti diri sendiri
− Umumnya berhati-hati, pemalu, sensitif, pendiam dan pasif
− Gelisah, merasa tidak aman dan tidak gembira
− Cenderung mempunyai konsep diri yang negatif dan sulit menonjolkan diri

Faktor-faktor penyebab terjadinya bullying


Menurut Ariesto dalam Zakiyah (2017), faktor-faktor penyebab terjadinya bullying
antara lain:
a. Keluarga.
Pelaku bullying seringkali berasal dari keluarga yang bermasalah: orang
tua yang sering menghukum anaknya secara berlebihan, atau situasi rumah yang
penuh stress, agresi, dan permusuhan. Anak akan mempelajari perilaku bullying
ketika mengamati konflik-konflik yang terjadi pada orang tua mereka, dan
kemudian menirunya terhadap teman-temannya. Jika tidak ada konsekuensi yang
tegas dari lingkungan terhadap perilaku coba-cobanya itu, ia akan belajar bahwa
“mereka yang memiliki kekuatan diperbolehkan untuk berperilaku agresif, dan
perilaku agresif itu dapat meningkatkan status dan kekuasaan seseorang”. Dari
sini anak mengembangkan perilaku bullying.

b. Sekolah
Pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying ini. Akibatnya,
anak-anak sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap
perilaku mereka untuk melakukan intimidasi terhadap anak lain. Bullying
berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah sering memberikan
masukan negatif pada siswanya, misalnya berupa hukuman yang tidak
membangun sehingga tidak mengembangkan rasa menghargai dan menghormati
antar sesama anggota sekolah.

c. Faktor Kelompok Sebaya.


Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman di sekitar
rumah, kadang kala terdorong untuk melakukan bullying. Beberapa anak
melakukan bullying dalam usaha untuk membuktikan bahwa mereka bisa masuk
dalam kelompok tertentu, meskipun mereka sendiri merasa tidak nyaman dengan
perilaku tersebut.

d. Kondisi lingkungan sosial


Kondisi lingkungan sosial dapat pula menjadi penyebab timbulnya
perilaku bullying. Salah satu faktor lingkungan social yang menyebabkan
tindakan bullying adalah kemiskinan. Mereka yang hidup dalam kemiskinan akan
berbuat apa saja demi memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga tidak heran jika
di lingkungan sekolah sering terjadi pemalakan antar siswanya.

e. Tayangan televisi dan media cetak


Televisi dan media cetak membentuk pola perilaku bullying dari segi
tayangan yang mereka tampilkan. Survey yang dilakukan kompas,
memperlihatkan bahwa 56,9% anak meniru adegan-adegan film yang
ditontonnya, umumnya mereka meniru geraknya (64%) dan kata-katanya (43%).

Dampak bullying
Bullying merupakan aktivitas yang bersifat negatif yang berdampak pada fisik
maupun mental dari pihak-pihak yang terlibat. Dampak bullying tidak hanya dirasakan
oleh korban (victim) namun dirasakan pula oleh pelakunya sendiri (bully). Purnama
(2010) mengungkapkan bahwa dampak bullying bukan hanya merusak korban tetapi juga
lingkungan sekitar mereka. Dampak bullying yang kerap ditemukan seperti mengalami
kesakitan pada fisik dan psikologis, stress, trauma dan yang terparah dapat memicu
keinginan untuk bunuh diri. Dampak tersebut bisa saja membekas atau tidak dapat
dilupakan bahkan ketika sudah dewasa sekalipun.
Menurut Priyatna (2010: 4-5) dampak buruk yang dapat terjadi pada anak yang
menjadi korban tindakan bullying, antara lain:
a. Kecemasan
b. Merasa kesepian
c. Rendah diri
d. Tingkat kompetensi sosial yang rendah
e. Depresi
f. Symptom psikosomatik
g. Penarikan sosial
h. Keluhan pada kesehatan fisik
i. Minggat dari rumah
j. Penggunaan alkohol dan obat
k. Bunuh diri
l. Penurunan performansi akademik
Sementara si pelaku bullying pun tidak akan terlepas dari resiko berikut:
a. Sering terlibat perkelahian
b. Resiko mengalami cedera akibat perkelahian
c. Melakukan tindakan pencurian
d. Minum alkohol
e. Merokok
f. Menjadi biang kerok di sekolah
g. Minggat dari sekolah
h. Gemar membawa senjata tajam
i. Menjadi pelaku tindak criminal

Analisis dampak bullying dalam anime A Silent Voice.


A Silent Voice atau Koe No Katachi merupakan film animasi jepang yang di
produksi oleh Kyoto Animation pada tahun 2016. Dalam animasi ini diceritakan
kehidupan dua karakter utama antara Shoya Ishida sebagai pelaku pembullian (bully) dan
Shoko Nishimiya sebagai korban (victim). Pembulian terjadi pada saat keduanya duduk di
bangku sekolah dasar dan dampaknya dirasakan sampai keduanya duduk di bangku
sekolah menengah atas.
Shoko Nisimiya adalah siswa baru di kelas Shoya Ishida dan merupakan seorang tuna
rungu dan berkomunikasi dengan bahasa isyarat. Karena dianggap menggangu, Shoya
Ishida mulai menjahilinya dengan mengambil, melempar, dan merusak alat bantu dengar
Shoko Nishimiya. Tak hanya itu sejumlah teman Shoya Ishida ikut serta dalam
melakukan bullying verbal sampai ada siswa yang pindah sekolah.
Ketika berita itu sampai di kepala sekolah Shoya Ishida ditunjuk sebagai
pelakunya. Ia menyatakan bahwa beberapa temannya ikut serta mengganggu Shoko
Nishimiya, tetapi mereka menolak fakta bahwa mereka ikut terlibat. Pada akhirnya
kejadian ituu membuat Shoya Ishida dikucilkan, dilempar ke kolam dan ibunya harus ikut
menanggung akibat perbuatnnya. Tekanan psikologis dan pengucilan yang diterimanya
mengakibatkan ia terisolasi dan menjadi seorang penyendiri.

Dampak fisik
Salah satu bentuk bullying adalah bullying fisik. Bullying jenis ini dilakukan oleh
pelaku dengan cara memukul, menendang menampar, mencekik dan lain sebagainya. Hal
tersebut akan membuat korbannya (victim) mendapatkan dampak fisik yakni mengalami
kesakitan dibagian tertentu. Bagian yang sakit berasal dari luka seperti luka lebam,
memar, bahkan sampai luka goresan yang menyebabkan perdarahan. Dalam anime A
Silent Voice, Shoko Nishimiya mendapatkan aksi pembulian yang menyebabkan dirinya
terluka. Lukanya berasal dari aksi Shoya Ishida yang mengambil alat bantu dengar dari
telinga Shoko Nishimiya sampai mengalami perdarahan.

Dampak psikologis
Bullying dapat menimbulkan dampak secara emosional. Aksi-aksi pembulian
dapat menggangu tingkat keseimbangan emosional sehingga dapat menimbulkan depresi,
trauma dan dampak emosional lainnya. Antara pelaku maupun korban sama-sama
mendapat pengaruh emosional dari aksi pembulian yang terjadi. Bahkan, jika berlarut-
larut dapat mengakibatkan seseorang melakukan percobaan bunuh diri.
Segala bentuk bullying dapat menimbulkan dampak apda aspek psikologis
seseorang. Dampak ini akan mempengaruhi pola hidup seseorang yang awalnya
cenderung positif kemudian berubah menjadi negatif. Salah satu contoh depresi yang
umumnya dialami korban bullying. Menurut Marela (2017), kejadian depresi pada remaja
berkaitan dengan peristiwa negatif yang berhubungan dengan teman sebaya, tidak ada
relasi yang akrab dengan sahabat, kurang berkomunikasi dengan teman-teman dan
penulakan teman meningkatkan kecenderungan untuk depresi pada remaja. Tumon
(2014) menjelaskan bahwa depresi bersifat kontinum yang apabila terjadi terus-menerus
dapat mengganggu remaja dalam beraktivitas secara efekti sehingga pada akhirnya akan
berdampak negatif pada kesehatan fisik, psikologis serta kesejahteraan hidupnya.
Shoya Ishida sebagai pelaku pembulian mendapat dampak emosional setelah
semua pembulian yang pernah ia lakukan kembali kepada dirinya. Shoya ishida dibluli
oleh temannya sendiri yang enggan disalahkan atas pembulian Shoko Nishimiya. Contoh
bullying seperti tulisan ejekan di meja (verbal), dindorong ke kolam, sepatu dibuang
(fisik), dan aksi pengucilan atau penghidaran yang dilakukan terhadapnya. Dampaknya
Shoya Ishida medapat tekanan mental yang kuat, menjadi penyendiri dan tidak dapat
melihat wajah seseorang bahkan sampai akhirnya semua kejadian itu menyebabkan ia
hampir melakukan aksi bunuh diri.

Pengucilan
Pengucilan atau penghindaran merupakan salah satu bentuk penindasa relasional.
Penindasan relasional dapat digunakan mengasingkan atau menolak seorang teman atau
secara sengaja ditujukan untuk merusak persahabatan (Zakiyah, 2017). Dengan
pengucilan seseorang dapat kehilangan temannya bahkan dihindari oleh orang lain
sehingga terbentuk sikap penyendiri.
Dalam anime A Silent Voice, Shoya Ishida mendapat pengucilan dari teman
kelasnya atas semua penindasan yang ia lakukan sebelumnya. Teman-temannya
mengatakan kepada orang lain agar menghindari Ishida karena merupakan seorang
penindas. Pengucilan tersebut berlanjut sampai Shoya Ishida duduk di bangku sekolah
menengah. Dampaknya Shoya Ishida kehilangan semua temannya dan dihindari oleh
orang dan menjadi seorang penyendiri.

Pindah sekolah
Pindah sekolah adalah salah satu bentuk dampak bullying yang dirasakan oleh
korban (victim). Pindah sekolah adalah alternatif yang dipilih karena tidak sanggup lagi
menahan aksi pembulian yang ditujukan kepada dirinya. Pindah sekolah dimaksudkan
untuk menghidari bullying agar tidak terjadi lagi ketika berada di sekolah barunya.
Salah satu adegan dalam film A Silent Voice menceritakan salah seorang teman
kelas dari Shoko Nishimiya pindah sekolah karena dibuli dekat dengannya. Miyoko
Sahara teman dekat Shoko Nishimiya pindah sekolah setelah tidak tahan dibuli terus-
menerus oleh teman kelasnya sendiri (Naoka Ueno). Bullying verbal berupa cemooh,
ejekan, kritik dan sebagainya menyebabkan Miyoko Sarada pindah sekolah.

Percobaan bunuh diri


Menurut Gamayanti (2014), bunuh diri adalah tindakan yang dapat menyebabkan
kematian, disengaja, dilakukan oleh dirinya sendiri dan pelaku menganggap tindakannya
sebagai jalan yang terbaik untuk menyelesaikan masalahnya. Bunuh diri merupakan
upaya untuk mengakhiri hidup sendiri dalam upaya menyelesaiakn permasalahan yang
dialaminya. Bunuh diri dianggap sebagai jalan keluar terbaik jika tidak mampu lagi
mengadapi permasalahan hidup.
Upaya bunuh diri sealau didahului dengan adanya suicide ideation (pemikiran
bunuh diri). Menurut Pratiwi (2014), faktor yang mempengaruhi suicide ideation antara
lain: masalah keluarga, percintaan, tekanan psikologis, masalah yang dihadapi, kurang
memperoleh perhatian, masalah di sekolah, pertemanan, harga diri rendah, tekanan sosial
dan ekonomi, bosan hidup, putus asa, kesehatan, kematian seseorang, takut masa depan,
dan kegagalan.
Diawal film A Silent Voice, Shoya Ishida berudsaha melakukan upaya bunuh diri
setelah bekerja mengumpulkan uang dan menjual semua barangnya kemudian
memberikannya kepada ibunya atas kesalahannya di masa lalu. Upaya itu berkaitan
dengan permasalahan hidup yang dialami Shoya Ishida seperti masalah disekolah,
pertemanan dan tekanan psikologis yang dialaminya. Tentunya hal tersebut adalah
dampak dari penindasan yang ia lakukan dan semua penindasan dikembalikan kepada
dirinya.
Di adegan lain Shoko Nishimiya juga melakukan upaya bunuh diri karena
menganggap dirinya sebagai akar permasalahan yang dihadapi Shoya Ishida ketika sudah
duduk di bangku sekolah menengah atas. Shoko Nishimiya yang sebelumnya telah
menjalin hubungan pertemanan dengan Shoya Ishida yang telah meminta maaf atas
kejadian masa lalu. Kejadian itu masih berkaitan dengan tekanan psikologis yang
dirasakan juga olehnya sebagai teman Shoya Ishida. Kejadian itu digagalkan oleh Shoya
Ishida namun malah ia yang terjatu setelah menyelamatkan Shoko Nishimiya.

PENUTUP
Kesimpulan
Bullying merupakan tindakan agresif yang dilakukan dengan sengaja dan
berulang-ulang terhadap orang lain yang dianggap lemah sehingga menimbulkan dampak
fisik dan mental terhadap korbannya. Bullying dapat terjadi dimana saja dan dilakukan
dengan berbagai macam cara seperti bullying fisik, verbal dan lain sebagainya. Dampak
bullying dapat diperoleh dari berbagai media tak terkecuali film anime.
Anime yaitu sebutan untuk film animasi buatan jepang. Anime memiliki banyak
genre atau tema mulai dari fantasi dan penggalan kehidupan manusia. Salah satu anime
yang menceritkan tentang dampak bullying adalan anime berjudul A Silent Voice atau
Koe No Katachi. Bercerita tentang dampak perilaku bullying dalam kehidupan Shoya
Ishida dan Shoko Nishimiya. Dampak bullying yang terdapat dalam anime tersebut yaitu
dampak fisik, psikologis, pengucilan, pindah skolah, dan percobaan bunuh diri.

Saran
Bullying merupakan tindakan negatif yang merugikan baik pelaku maupun
korbannya sama-sama berdampak terhadap kehidupan mereka. Hendaknya bullying di
hindari dan diperkenalkan kepada peserta didik akan bahayanya. Pengenalan tersebut
dapat dilakukan melalui proses pendidikan yang disajikan dalam bentuk media yang
menarik agar peserta didik terdorong untuk mengetahui dampak bullying. Kiranya
melalui hal itu kasus-kasus bullying yang terjadi di sekolah maupun diluar sekolah dapat
diminimalisir.
Daftar Pustaka
Andina, E. (2014). Anime dan Persepsi Budaya Kekerasan Pada Anak Usia Sekolah.
Aspirasi, 5(2).

Astuti, P. R. (2018). 3 Cara Efektif Mengatasi Kekerasan Pada Anak. Jakarta: Grasindo
Persada. Retrieved 10 13, 2019, from
https://books.google.co.id/books?id=ZG8kNsHwDzoC&printsec=frontcover&dq
=bullying&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiFuLv-
6KDlAhUFcCsKHbewBwUQ6AEILzAB#v=onepage&q=bullying&f=false

Fithria, & Auli, R. (2016). Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Bullying.
Idea Nursing Journal, VII(3).

Gamayanti, W. (2014). Usaha Bunuh Diri Berdasarkan Teori Ekologi Bronfenbrenner.


Psympathic: Jurnal Ilmiah Psikologi, 1(2), 204-230.

Marela, G., Wahab, A., & Machira, C. R. (2017). Bullying verbal mengakibatkan depresi
pada remaja SMA di kota Yogyakarta. Berita Kedokteran Masyarakat, 3(1), 43-
48.

Prasetyo, A. B. (2011). Bullying di Sekolah dan Dampaknya bagi Masa Depan Anak. El-
Tarbawi, 1(IV).

Pratiwi, J., & Udarwati, A. (2014). Suicide Ideation Pada Remaja di Kota Semarang.
Developmental and Clinical Psyhology, 3(1).

Priyatna, A. (2010). Lets End Bullying: Memahami, Mencegah, dan Mengatasi Bullying.
Jakarta: PT. Gramedia. Retrieved 10 13, 2019, from
https://books.google.co.id/books?id=HH5cDwAAQBAJ&pg=PR10&dq=bullyin
g&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiFuLv-
6KDlAhUFcCsKHbewBwUQ6AEIOTAD#v=onepage&q=bullying&f=false

Purnama, D. (2010). Cermat Memilih Sekolah Menengah yang Tepat. Jakarta Selatan:
Gagas Media. Retrieved 10 13, 2019, from
https://books.google.co.id/books?id=FEVQ-
G2ClpMC&pg=PA22&dq=dampak+bullying&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjh2
djs3qTlAhUIbn0KHX5cCfMQ6AEINDAC#v=onepage&q=dampak%20bullying
&f=false
Sejiwa. (2008). Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan Sekitar Anak. Jakarta:
Grasindo. Retrieved 10 13, 2019, from
https://books.google.co.id/books?id=fiF3Zi86DVoC&printsec=frontcover&dq=b
ullying&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiFuLv-
6KDlAhUFcCsKHbewBwUQ6AEIKTAA#v=onepage&q=bullying&f=false

Sucipto. (2012). Bullying Dan Upaya Meminimalisasikannya. PSIKOPEDAGOGIA, 1(1).

Sugiyarti. (n.d.). Perilaku Bullying Pada Anak dan Remaja. INTUISI: Jurnal Ilmiah
Psikologi, 1(2).

Tumon, M. B. (2014). Studi Deskriptif Perilaku Bullying pada Remaja. Calyptra: Jurnal
Mahasiswa Universitas Surabaya, 3(1).

Zakiyah, E. Z., Humaedi, S., & Santoso, M. B. (2017). Faktor Yang Mempengaruhi
Remaja Dalam Melakukan Bullying. Jurnal Penelitian & PPM, 4(2), 129-389.

Anda mungkin juga menyukai