Anda di halaman 1dari 18

BAB I PENDHULUAN

PROFIL DAERAH ALABIO 1. Letak geografis Kabupaten Hulu Sungai Utara merupakan salah satu kabupaten di provinsi Kalimantan Selatan. Ibukota kabupaten ini terletak di Amuntai. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 892,7 km atau 2,38% dari luas provinsi Kalimantan Selatan dan berpenduduk sebanyak 209.037 jiwa (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010). Kecamatan sungai pandan (Alabio) terletak pada 02'25,4 LS 02'32,8 LS dan 115'09,8 BT 115'14,7 BT. Dengan luas wilayah Luas Wilayah : 74,24 km2 ( 7.424 Ha ) serta memiliki batas-batas wilayah administrasi sebagai berikut:

Sebelah Utara Sebelah Timur Sebelah Selatan Sebelah Barat

: Kecamatan Amuntai Selatan : Kecamatan Amuntai Tengah : Kabupaten Hulu Sungai Tengah : Kecamatan Danau Panggang

2. Asal Usul

Menurut sejarah lokal, daerah ini dikenal sebagai pusat kerajaan Negara Dipa yang terletak di Candi Agung yang merupakan perpindahan dari ibukota kerajaan sebelumnya yang terletak di hilir, yaitu di Candi Laras, (kabupaten Tapin). Status Kesultanan Banjar setelah dihapuskan masuk ke dalam Karesidenan Afdeeling Selatan dan Timur Borneo. Wilayah dibagi dalam 4 afdeeling, salah satunya adalah afdeeling Amoentai yang terbagi dalam beberapa Distrik, yaitu Distrik Amoentai, Batang Allai, Labuan-Amas, Balangan, Amandit, Negara dan
1

Kloewa. Dalam perkembangannya Afdeeling Amoentai kemudian dimekarkan menjadi Afdeeling Amuntai dan Afdeeling Kandangan. Afdeeling Amoentai dengan ibukota Amoentai, terdiri atas:
1. Onderafdeeling Amoentai, terdiri atas: a. Distrik Amuntai b. Distrik Tabalong c. Distrik Kelua 2. Onderafdeeling Alabioe en Balangan, terdiri atas: a. Distrik Alabio b. Distrik Balangan

Distrik Alabio (bahasa Banjar: Halabiu) adalah bekas distrik (kawedanan) yang merupakan bagian dari wilayah administratif Onderafdeeling Alabio dan Balangan pada zaman kolonial Hindia Belanda dahulu. Daerah Alabio (Halabiu) pada zaman kerajaan Hindu disebut Gagelang. Distrik Alabio pernah dipimpin oleh Kepala Distrik (districhoofd) yaitu Kiai Ismail (1899). Dewasa ini wilayah distrik ini termasuk dalam wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara. Suku Banjar yang mendiami wilayah bekas distrik ini disebut Orang Alabio (Urang Halabiu'). Alabio sangat terkenal dengan itik alabio, yang terkenal sampai mancanegara, terutama Malaysia. Orang-orang Alabio sejak dahulu terkenal sebagai para pedagang sukses. Sampai sekarang di wilayah Kalsel terdapat istilah ma-halabiu, sebuah istilah yang mengarah pada salah satu kehebatan orang Alabio dalam merangkai kata.

BAHASA Bahasa yang mereka kembangkan dinamakan bahasa Banjar, yang pada asasnya adalah bahasa Melayu-sama halnya ketika berada di daerah asalnya di Sumatera atau sekitarnya yang di dalamnya terdapat banyak kosa kata asal Dayak dan Jawa.

SUKU Orang pahuluan pada asasnya ialah penduduk daerah lembah-lembah sungai yang berhulu ke pegunungan Maratus, orang batang banyu , sedangkan alabio adalah bagian dari suku banjar, yang membangun tanah air baru di kawasan ini sekitar lebih dari seribu tahun yang lalu. Setelah berlalu masa yang lama sekali akhirnya, setelah bercampur dengan penduduk yang lebih asli, yang biasa dinamakan sebagai suku Dayak, dan dengan imigranimigran yang berdatangan.

KESENIAN DAN KERAJINAN Seni tradisional alabio adalah membuat lukah, lalangit, banjur, lonta, hancau, ringgi, jabak, menyuar, mamair, mambandan, kabam, membuat anyaman tikar seperti bakul dan jintingan purun. Ikatan kekerabatan tetap saja seperti yang dulu tetap mempertahankan budaya gotong royong dan budaya musyawarah,karena orang alabio sangat mementingkan kehidupan kebersamaan dan rasa peduli terhadap orang lain masih kuat.

Orang halabio mengembangkan sistem budaya yang berkaitan dengan religi, melalui proses adaptasi, akulturasi dan asimilasi. Sehingga nampak terjadinya pembauran dalam aspek-aspek budaya. Mekipun demikian pandangan atau pengaruh islam lebih dominan dalam kehidupan orang alabio,hampir identik dengan islam, terutama sekali dengan pandangan yang berkaitan dengan ketuhanan ( tauhid ), Meskipun dalam kehidupan seharihari masih ada unsur budaya asal hindu dan budha. SENI TRADISIONAL 1. Madihin Madihin (berasal dari kata madah dalam bahasa Arab yang berarti "nasihat", tapi bisa juga berarti "pujian") adalah sebuah genre puisi dari suku Banjar. Puisi rakyat anonim bergenre Madihin ini cuma ada di kalangan etnis Banjar di Kalsel saja. Sehubungan dengan itu, definisi Madihin dengan sendirinya tidak dapat dirumuskan dengan cara mengadopsinya dari khasanah di luar folklor Banjar. Tajuddin Noor Ganie (2006) mendefinisikan Madihin dengan rumusan sebagai berikut : puisi rakyat anonim bertipe hiburan yang dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar dengan bentuk fisik dan bentuk mental tertentu sesuai dengan konvensi yang berlaku secara khusus dalam khasanah folklor Banjar di Kalsel. Madihin merupakan pengembangan lebih lanjut dari pantun berkait. Setiap barisnya dibentuk dengan jumlah kata minimal 4 buah. Jumlah baris dalam satu baitnya minimal 4 baris. Pola formulaik persajakannya merujuk kepada pola sajak akhir vertikal a/a/a/a, a/a/b/b atau a/b/a/b. Semua baris dalam setiap baitnya berstatus isi (tidak ada yang berstatus sampiran sebagaimana halnya dalam pantun Banjar) dan semua baitnya saling berkaitan secara tematis.
4

Madihin dituturkan sebagai hiburan rakyat untuk memeriahkan malam hiburan rakyat (bahasa Banjar Bakarasmin) yang digelar dalam rangka memperintai harihari besar kenegaraan, kedaerahan, keagamaan, kampanye partai politik, khitanan, menghibur tamu agung, menyambut kelahiran anak, pasar malam, penyuluhan, perkawinan, pesta adat, pesta panen, saprah amal, upacara tolak bala, dan upacara adat membayar hajat (kaul, atau nazar). Orang yang menekuni profesi sebagai seniman penutur Madihin disebut Pamadihinan. Pamadihinan merupakan seniman penghibur rakyat yang bekerja mencari nafkah secara mandiri, baik secara perorangan maupun secara berkelompok. Setidak-tidaknya ada 6 kriteria profesional yang harus dipenuhi oleh seorang Pamadihinan, yakni : (1) terampil dalam hal mengolah kata sesuai dengan tuntutan struktur bentuk fisik Madihin yang sudah dibakukan secara sterotipe, (2) terampil dalam hal mengolah tema dan amanat (bentuk mental) Madihin yang dituturkannya, (3) terampil dalam hal olah vokal ketika menuturkan Madihin secara hapalan (tanpa teks) di depan publik, (4) terampil dalam hal mengolah lagu ketika menuturkan Madihin, (5) terampil dalam hal mengolah musik penggiring penuturan Madihin (menabuh gendang Madihin), dan (6) terampil dalam hal mengatur keserasian penampilan ketika menuturkan Madihin di depan publik. Pada zaman dahulu kala, Pamadihinan termasuk profesi yang lekat dengan dunia mistik, karena para pengemban profesinya harus melengkapi dirinya dengan tunjangan kekuatan supranatural yang disebut Pulung. Pulung ini konon diberikan oleh seorang tokoh gaib yang tidak kasat mata yang mereka sapa dengan sebutan hormat Datu Madihin. Pulung difungsikan sebagai kekuatan supranatural yang dapat memperkuat atau mempertajam kemampuan kreatif seorang Pamadihinan. Berkat tunjangan Pulung inilah seorang Pamadihinan akan dapat mengembangkan bakat alam dan kemampuan intelektualitas kesenimanannya hingga ke tingkat yang paling kreatif
5

(mumpuni). Faktor Pulung inilah yang membuat tidak semua orang Banjar di Kalsel dapat menekuni profesi sebagai Pamadihinan, karena Pulung hanya diberikan oleh Datu Madihin kepada para Pamadihinan yang secara genetika masih mempunyai hubungan darah dengannya (hubungan nepotisme). Datu Madihin yang menjadi sumber asal-usul Pulung diyakini sebagai seorang tokoh mistis yang bersemayam di Alam Banjuran Purwa Sari, alam pantheon yang tidak kasat mata, tempat tinggal para dewa kesenian rakyat dalam konsep kosmologi tradisonal etnis Banjar di Kalsel. Datu Madihin diyakini sebagai orang pertama yang secara geneologis menjadi cikal bakal keberadaan Madihin di kalangan etnis Banjar di Kalsel. Konon, Pulung harus diperbarui setiap tahun sekali, jika tidak, tuah magisnya akan hilang tak berbekas. Proses pembaruan Pulung dilakukan dalam sebuah ritus adat yang disebut Aruh Madihin. Aruh Madihin dilakukan pada setiap bulan Rabiul Awal atau Zulhijah. Menurut Saleh dkk (1978:131), Datu Madihin diundang dengan cara membakar dupa dan memberinya sajen berupa nasi ketan, gula kelapa, 3 biji telur ayam kampung, dan minyak likat baboreh. Jika Datu Madihin berkenan memenuhi undangan, maka Pamadihinan yang mengundangnya akan kesurupan selama beberapa saat. Pada saat kesurupan, Pamadihinan yang bersangkutan akan menuturkan syair-syair Madihin yang diajarkan secara gaib oleh Datu Madihin yang menyurupinya ketika itu. Sebaliknya, jika Pamadihinan yang bersangkutan tidak kunjung kesurupan sampai dupa yang dibakarnya habis semua, maka hal itu merupakan pertanda mandatnya sebagai Pamadihinan telah dicabut oleh Datu Madihin. Tidak ada pilihan bagi Pamadihinan yang bersangkutan, kecuali mundur teratur secara sukarela dari panggung pertunjukan Madihin

2. Batimung Batimung atau timung adalah perawatan tubuh dengan mandi uap nan kaya aroma. Mandi seperti itu menjadi keharusan bagi pasangan yang akan melangsungkan pesta pernikahan. Dengan batimung, pengantin tampil segar dan tubuh menebarkan keharuman selama bersanding. Bahkan, keharuman tubuh bisa bertahan beberapa hari setelah pesta. Upacara Batimung, tidak hanya dijumpai di alabio tetapi banyak dijumpai di di daerah-daerah lainnya. Batimung dilaksanakan dua-tiga kali pada malam hari. Adapun rempah-rempah yang digunakan seperti daun serai wangi, limau (jeruk) purut, kunyit, pandan, temulawak, laos (lengkuas), serta bunga mawar, kenanga, cempaka, dan melati. Selain itu, juga disediakan beberapa jenis akar-akaran. Semua bahan direbus dalam satu panci. Begitu manggurak (matang), panci berisi jajarangan (masakan) rempah timung tersebut diletakkan di hadapan Kamsiah. Mempelai putri itu duduk di bangku kecil. Tubuh Kamsiah dibalut dengan kain batik panjang, tapih bahalai, setinggi ketiak. Sebagian badan dan wajahnya dilumuri pupur (bedak) basah. Batimung dimulai tatkala panimungan (perempuan tukang timung), membungkus sekujur badan dengan tikar purun. Hanya kepala sang mempelai yang ada di luar gulungan tikar pandan tersebut. Panci berisi air rempah-rempah yang masih mendidih pun disorongkan ke dalam "mantel" tikar. Tikar dilapis lagi dengan beberapa tapih bahalai sehingga uap timung tidak keluar. Beberapa saat bercucur lah keringat. Di daerah lain, batimung juga digunakan sebagai terapi. Bahan
7

rebusannya adalah ramuan obat-obatan tradisional. Tujuanya sama, selain untuk mengeluarkan keringat, asap ramuan obat-obatan diyakini masuk ke dalam tubuh untuk menyembuhkan penyakit.

3. Tradisi Bausung Jinggung

Tradisi Perkawinan "Bausung Jinggung" adalah tradisi perkawinan dimana pasangan pengantin diusung diatas bahu untuk menuju pelaminan. Penganten diiringi rombongan pengantar penganten dan diikuti pula kesenian sinoman hadrah atau kuda gipang dibawa berjalan kaki. Usung jinggung dalam maraak penganten ini harus dilakukan oleh mereka yang mahir, karena selain dituntut tenaga yang kuat harus pula pandai baigal (menari). Pengusung penganten dalam usung jinggung yang disebut peusungan ini menari-nari mengikuti irama musik . Dengan demikian usung jinggung ini selain sebagai media untuk memperkenalkan kedua mempelai kepada masyarakat, juga dalam usaha memeriahkan suasana hari perkawinan yang sakral dan penuh kenangan.

MESJID JAMI SUNGAI BANAR Masjid Jami Sungai Banar terletak di tepi Sungai Banar, sekitar 3 km dari Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Tepatnya, di perbatasan Desa Jarang Kuantan dan Desa Ujung Murung (sebelumnya masuk Desa Ilir Masjid).

Masjid pertama ini berdiri pada tahun 1804 M (1218 H). Terdokumentasi dalam catatan pahatan pada bedug yang masih dimanfaatkan. Dikisahkan, sejumlah warga yang sedang berguru kepada Waliyullah Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari (1710-1812M) di Martapura, menerima saran dari Syekh agar dibangun sebuah masjid, selain itu Sang Wali juga memberikan sebuah Kitab Suci Al Quran tulisan tangan.

OBJEK WISATA 1. Monumen kota bebek Alabio

Di tengah kota terdapat sebuah patung bebek sebagai landmark kota ini. Monumen itik alabio ini berdiri dengan megah. Menurut beberapa orang yang pernah merasakan masakan Bebek Alabio yang rasanya tiada tara.

2. Lomba Renang Kerbau Rawa Menyaksikan lomba renang unik yaitu lomba renang Kerbau Rawa yang menjadi atraksi yang menarik. Perlombaan kerbau rawa itu persis seperti perlombaan atau atraksi karapan sapi di Madura, tetapi lomba karapan sapi di lahan kering atau lapangan luas sementara lomba kerbau rawa di hamparan berair yang penuh dengan tanaman rawa.

Kerbau Rawa atau biasa disebut Kerbau Kalang yang hidupnya lebuh banyak di air. Untuk menarik kunjungan wisatawan maka dilakukan terobosan dengan membuat lomba renang kerbau rawa. Lomba kerbau rawa tersebut, biasanya diselanggarakan pada setiap perayaan hari kemerdekaan RI, di lokasi yang sudah disediakan di kawasan tersebut, sehingga bagi turis mudah melihat atraksi lomba kerbau rawa itu. Tetapi, bukan hanya atraksi lomba kerbau rawa yang menjadi daya pikat wisatawan
10

khususnya wisatawan mancanegara ke daerah itu, yang menarik mereka jusru menyaksikan usaha peternakan kerbau itu yang dinilai rada unik. Berdasarkan catatan, kerbau rawa (Bubalus carabanensis) yang pula disebut sebagai kerbau (hadangan) kalang, karena kehidupan kerbau-kerbau ini berada di atas kalang di atas rawa Kalang terbuat dari kayu-kayu besar yang disusun di tengah rawa untuk berteduhnya ternak besar ini, setelah berenang ke sana-kemari seharian di air dalam rawa untuk mencari makan. Sebuah kalang yang dibangun para peternak masyarakat Danau Panggang ini bisanya mampu menampung antara puluhan hingga ratusan ekor kerbau. Karena kekhasan yang dimiliki oleh keadaan alamnya sebagai area genangan rawa serta keunikan penggembalaan ternak kerbau rawa yang dimiliki oleh daerah ini, di desa Bararawa kecamatan Danau Panggang dibangun stadion khusus sebagai arena lomba renang kerbau rawa. Lomba renang ini merupakan acara tahunan yang diselenggarakan sebagai alternatif wisata di daerah.

11

BAB II PENGKAJIAN TRANSKULTURAL PADA KLIEN DENGAN KEBUDAYAAN ALABIO A. Identitas Umum Klien Nama Umur Jenis Kelamin Suku : Tn. A : 22 Tahun : Laki-laki : Banjar

B. Keunikan Individu Secara Kebudayaan 1. Tempat Lahir Klien Klien lahir di Alabio Kabupaten Hulu Sungai utara pada tahun 1990. 2. Definisi budaya Menurut Klien Klien mendefinisikan budaya sebagai suatu kebiasaan yang dilakukan oleh nenek moyang yang diteruskan kepada anak cucunya secara turun-menurun. 3. Definisi Ras Menurut Klien

12

Klien mendefinisikan ras sebagai suatu suku bangsa yang dikelompokkan berdasarkan tempat tinggal, keturunan, warna kulit dan bahasa. 4. Lamanya Klien Tinggal di suatu tempat Klien tinggal di daerah Alabio tersebut sejak lahir hingga sekarang. Saat ini klien bertempat tinggal di Banjarmasin untuk melanjutkan kuliah.

C. Komunikasi 1. Kualitas Suara Suara klien cenderung pelan dan cepat dalam berkomunikasi, baik dengan keluarga,maupun dengan orang lain dan teman sebaya sesuai dengan keadaan. 2. Pengucapan Dalam bicara klien cukup jelas dan mudah dipahami.

3. Penggunaan Diam Dalam berkomunikasi/berhubungan dengan orang lain, klien sering menggunakan diam terutama pada klien pada saat marah 4. Penggunaan Bahasa Tubuh Saat berkomunikasi selain menggunakan bahasa verbal klien juga menggunakan bahasa non verbal (bahasa tubuh), seperti menggerakan tangan yang bersifat tidak disadari,serta adanya ekspresi wajah yang tidak bertentangan dengan apa yang di ucapkannya. Misalnya pada saat klien tampak bingung dan heran,maka klien menunjukkan ekspresi wajah yang bingung pula ( dahI mengkerut ) 5. Sentuhan

13

Saat disentuh respon klien tampak normal/biasa, tidak tampak adanya kejutan yang berlebihan. 6. Hal-hal lain yang berkaitan Klien memandang bahwa betapa pentingnya menghargai dan menghormati orang lain, sehingga klien selalu fokus dalam berkomunikasi dengan lawan bicaranya.

D. Jarak 1. Tingkat Kenyamanan Klien merasa tidak terganggu dengan posisi yang dekat dalam hal berkomonikasi 2. Jarak dalam percakapan Jarak percakapan yang disukai klien adalah sekitar 18 inchi ( 50 cm ) sampai 3 kaki (1 meter) 3. Definisi Jarak Klien mendefinisikan jarak sebagai gambaran tingkat kenyamanan saat berkomunikasi/berbicara secara dekat dengan orang lainnya 4. Hal-hal yang berkaitan Saat klien berbicara dengan anggota keluarga terutama kepada orang tua klien selalu bersikap sopan dan berbicara santon, dengan posisi tubuh tidak lebih tinggi dari orang tua.

E. Organisasi Sosial 1. Status Kesehatan Status kesehatan klien saat ini dalam keadaan baik, tidak ada keluhan penyakit serius. 2. Status pernikahan

14

Klien saaat ini belum menikah 3. Hubungan dengan saudara lain Status klien dalam keluarga adalah anak kandung dan merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara 4. Kondisi Orangtua (Hidup atau Meninggal) Ayah dan ibu klien masih hidup masih hidup keduanya dan tinggal di alabio HSU 5. Hal-hal yang Berkaitan Menurut klien aktivitas sosial adalah bagaimana seeorang berhubungan atau berinteraksi dengan orang lain atau masyarakat sekitar tempat tinggal yang bisa memberikan manfaat baik bagi diri sendiri maupun mayarakat. F. Waktu 1. Orientasi Waktu Urientasi waktu yang klien gunakan adalah lebih banyak berorintasi ke masa sekarang. 2. Pandangan terhadap waktu Klien termasuk orang yang menghargai norma yang ada di masyarakat 3. Kebiasaan terhadap waktu Setia hari klien tidur sekitar 6 sampai 8 jam di waktu malam 4. Hal-hal yang berkaitan Klien biasanya tidak menggunakan pengingat waktu dalam kegiatannya sehari- hari. G. Kontrol Lingkungan 1. Kontrol Tempat

15

Dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar klien percayab dengan adanya takdir dan adanya keberuntungan namun klien juga tetap berusaha untuk mengusahakan dengan sebaik-baiknya agar apa yang diharapkannya tersebut dapat terlaksana.

2. Orientasi Nilai Klien tidak percaya denga kekutan gaib selain kekuatan Allah Swt. 3. Hal-hal yang berkaitan Klien mengatakan bahwa sering orang yang bersilaturrahmi ke rumahnya.

H. Variasi Biologis 1. Struktur Tubuh Klien memiliki perawakan yang proposional, tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil seperti kebanyakan masyarakat alabio lainnya 2. Warna Kulit Klien memiliki warna kulit sawo matang. 3. Perubahan Warna Kulit yang Tidak Biasa/Tidak Normal Menerut pengakuan klien, pada kulitnya tidak terdapat perubahan warna kulit yang bersifat abnormal. 4. Warna Rambut dan Persebaran Klien memiliki rambut semi gundul yang berwarna hitam. 5. Berat Badan dan Tinggi Badan

16

Klien mengatakan berat badan klien 60 kg dan tinggi badan klien 161 cm. 6. Karakteristik Fisik yan Tampak Berbeda Sekilas berdasarkan pengamatan, tidak tampak adanya kelainan fisik. 7. Hal-hal yang Berkaitan Dalam keluarga klien ada riwayat penyakit hipertensi, hal tersebut dikarenakan makanan yang dikonsumsi seperti iwak karing,iwak wadi,mandai dan lain-lain.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan Alabio (bahasa Banjar: Halabiu) adalah bekas distrik (kawedanan) yang merupakan bagian dari wilayah administratif Onderafdeeling Alabio dan Balangan pada zaman kolonial Hindia Belanda dahulu. Daerah Alabio (Halabiu) pada zaman kerajaan Hindu disebut Gagelang. Distrik Alabio pernah dipimpin oleh Kepala Distrik (districhoofd) yaitu Kiai Ismail (1899). Dewasa ini wilayah distrik ini termasuk dalam wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara. Suku Banjar yang mendiami wilayah bekas distrik ini disebut Orang Alabio (Urang Halabiu'). Alabio sangat terkenal dengan itik alabio, yang terkenal sampai mancanegara, terutama Malaysia. Orang-orang Alabio sejak dahulu terkenal sebagai para pedagang sukses. Sampai sekarang di wilayah Kalsel terdapat istilah ma-halabiu, sebuah istilah yang mengarah pada salah satu kehebatan orang Alabio dalam merangkai kata.
17

Setelah dilakukan pengkajian pada klien Tn. A dengan kebudayaan/suku banjar didapatkan ciri khas orang alabio yaitu berbicara klien cukup jelas dan mudah dipahami. Dalam berkomunikasi/berhubungan dengan orang lain, klien sering menggunakan diam terutama pada klien pada saat marah. Struktur tubuh pada umumnya tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Warna kulit sawo matang. Pada orientasi waktu, klien lebih banyak beroreantasi ke masa sekarang. Dan klien tidak percaya dengan kekuatan ghaib ataupun hal lainnya kecuali percaya pada ALLAH SWT.

Saran Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara langsung ataupun tidak langsung kepada klien dengan kebudayaan/suku banjar yaitu dengan berbicara sopan dan tidak berbicara keras. Karena pada masyarakat Alabio memiliki ciri khas dalam berkomunikasi dengan agak lembut dan tidak terlalu keras.

18

Anda mungkin juga menyukai