Anda di halaman 1dari 5

INKLUSI DAN IDENTITAS

Pada paper ini akan dibahas bagaimana proses seseorang mulai dari anggota luar
kelompok hingga akhirnya menjadi anggota yang dengan sukarela mengaitkan identitasnya
dengan identitas kelompok. Masuknya seseorang ke dalam kelompok atau proses dari
kesendirian menjadi dalam anggota kelompok, melalui tiga proses utama, yaitu: inklusi
(inclusion), kolektivisme (collectivism), dan identitas (identity). Melalui proses inklusi,
seseorang berubah dari outsider menjadi insider dengan bergabung ke kelompok. Melalui
proses kolektivisme, anggota kelompok mulai berfikir “apa yang sudah diberikan kepada
kelompok” dibanding berfikir “kelompok sudah memberikan apa kepada mereka”. Melalui
transformasi ke identitas, individu mengubah konsep “siapakah mereka” menjadi terlibat
dalam kualitas kelompok sesuai dengan kualitas individunya.
1. DARI ISOLASI MENJADI INKLUSI
Menurut Forsyth (2010), pada dasarnya setiap manusia lebih menyukai bergabung
dengan anggota kelompok dibandingkan menarik diri atau menyendiri (solitude). Ada
beberapa alasan kenapa manusia lebih menyukai hidup bersama dengan anggota kelompok.
Pertama, motivasi perilaku manusia banyak ditentukan oleh kebutuhan untuk memiliki (need
to belong). Sehingga setiap manusia cenderung lebih suka berkumpul dengan orang lain
dibanding hidup menyendiri (solitude). Kebanyakan orang dewasa hidup dengan orang lain,
serta menghabiskan waktu dengan orang lain dan sejumlah kelompok. Studi yang dilakukan
Putnam (dalam Forsyth, 2010) menyatakan bahwa nilai sosial (social capital) seseorang akan
menurun bila keterlibatannya dalam kelompok berkurang. Social capital adalah tingkat
keterikatan seseorang dalam kelompok yang sifatnya saling menguntungkan. Kedua, orang
akan bereaksi negatif jika dikesampingkan atau diisolasi dalam kelompok. Sebuah studi
menunjukkan “hidup sendiri” mendorong timbulnya reaksi sosial dan psikologis yang negatif
pada manusia. Pengucilan (ostracism) atau penyingkiran seseorang yang disengaja merupakan
tindakan yang dapat menimbulkan stress pada seseorang berdasarkan analisa yang dilakukan
pada aktivitas otak.
Ketiga, dalam menghadapi pengucilan setiap orang cenderung untuk merenung dan
memikirkannya, serta melatarbelakangi orang untuk memberikan respon - respon seperti diam
(freezing), bertarung atau lari (fight – or - flight), atau memilih – dan - menjadikan (tend –
and befriend). Misalnya: perilaku ekstrem kekerasan dalam bentuk menembak kerumunan
orang di kelas berhubungan dengan pengucilan dalam kelompok, atau reaksi negatif akibat
cyberostracism yaitu penyingkiran dari interaksi dengan media komputer. Keempat harga diri
seseorang merupakan umpan balik dari tingkat keterlibatannya dalam kelompok (teori
sociometry dari Leary tentang pembentukan harga diri). Kelima, kebutuhan untuk memiliki
dihasilkan dari seleksi alam sehingga individu yang bergabung dalam kelompok memiliki
kecenderungan survive lebih tinggi (teori psikologi evolusi).
2. DARI INDIVIDUALISME KE KOLEKTIVISME
Beberapa anggota dalam kelompok memiliki kecenderungan mengutamakan kebutuhan
kelompok dibandingkan kebutuhan mereka sendiri. Pada diri manusia terdapat dua pandangan
berbeda dalam hubungannya dengan kebutuhan kelompok, yaitu: Individualism
(Individualisme) dan collectivism (kolektivisme). Kedua pandangan ini mengadopsi orientasi
yang berbeda terhadap hubungan interpersonal, kewajiban anggota, dan konsep - diri anggota.
Perbedaan kedua pandangan disajikan pada tabel berikut:
Tabel 1.
Perbedaan Individualisme dan Kolektivisme
INDIVIDUALISME KOLEKTIVISME
Menekan pada kebutuhan individu Menekan pada kebutuhan kelompok
Mengutamakan hubungan timbal – Mengutamakan hubungan komunal
balik
Menjalankan norma kejujuran dan Menjalankan norma kesamaan
norma keadilan (equity) (equality)
Kontrak sosial dalam bentuk Kontrak sosial dalam bentuk
melayani diri sendiri (self – melayani kelompok (group serving)
serving)
Kontrak sosial dijalankan tidak Kontrak sosial dijalankan secara
hirarkis, dan tidak masalah bila ada hirarki, dan berpandangan negative
ketidakseragaman bila ada ketidakseragaman
Konsep diri ditunjukkan dengan konsep diri ditunjukkan dengan
identitas pribadi identitas sosial atau identitas kolektif
Kebutuhan individu tidak ada Kebutuhan individu berhubungan
hubungannya dengan kebutuhan dnegan kebutuhan kelompok
kelompok (independent) (interdependent)
Kultur atau budaya yang berkembang di satu negara mempengaruhi pandangan
individualis atau kolektif (seperti: Asia, Eropa Timur, Afrika, dan Timur Tengah) menganggap
diri mereka sebagai anggota kelompok dibanding sebagai individu. Kebalikan dengan negara
berbudaya individualis (seperti: negara – negara barat).

3. DARI IDENTITAS PERSONAL KE IDENTITAS SOSIAL

Menurut teori identitas sosial, perkembangan seseorang anggota kelompok menjadi lebih
kolektivisme melalui dua tahap yaitu social categorization dan identification. Tahap kategorisasi
ada dua jenis yaitu kategorisasi sosial dan kategorisasi individu. Pada kategorisasi sosial,
seseorang secara otomatis akan mengklasifikasikan orang lain dalam berbagai kategori.
Sedangkan pada kategori individu orang akan mengkategorisasikan dirinya sendiri. Pada tahap
kategorisasi individu terdapat kecenderungan orang untuk menyesuaikan prorotipe atau
stereotype dari berbagai kategori individu kepada diri mereka sendiri, atau disebut self-
stereotyping.

Tahap identifikasi merupakan tahap anggota kelompok melakukan ikatan dan mengakui
karakteristik kelompoknya. Ketika seseorang menjalani tahap identifikasi dengan kuat, maka
orang tersebut akan mengidentifikasi dirinya secara natural. Proses kategorisasi dan identifikasi
kemungkinan terjadi saat faktor di luar kelompok menjadi hal yang menonjol dan saat seseorang
menjadi anggota kelompok yang lebih kecil. Proses kategorisasi dan identifikasi berkaitan pula
dengan pembentukan harga diri anggota kelompok. Harga diri anggota kelompok terbentuk oleh
kualitas personal individu dan persepsi terhadap nilai dari kelompok. Anggota kelompok yang
bergabung dengan kelompok yang dianggap prestisius memiliki harga diri lebih tinggi dibanding
yang tergabung dalam kelompok biasa. Individu – individu yang secara kuat terikat dengan
kelompok missal fans klub sepak bola menganggap apa yang dihasilkan kelompok adalah milik
mereka. Seseorang juga cenderung lebih menguatkan hubungan mereka dengan kelompok yang
sukses dibanding dengan kelompok yang gagal.

Individu cenderung termotivasi untuk menjaga harga diri individual dan kolektif.
Anggota kelompok yang memiliki persepsi buruk (stigmatized group), kelompok yang gagal atau
kelompok yang menyusut karena factor eksternal, sering melindungi harga diri kolektif mereka
dengan menghilangkan informasi negatife tentang kelompok mereka, menonjolkan keunggulan
kelompok dan fokus pada kualitas kelompok yang terbaik. Ketika ancaman akan mengurangi
hubungan dengan kelompok yang buruk, bahkan meninggalkannya.

Identitas sosial berbeda dengan identitas diri seorang individu tersebut. Namun identitas
sosial dimiliki seorang individu dan juga dimiliki oleh orang-orang lain dan mereka membentuk
suatu kelompok. Baik identitas diri maupun identitas sosial berasal dari kesadaran diri individu
dalam membentuk identitasnya. Identitas sosial lebih ditekankan pada identitas kelompok dan
hubungan individu dengan individu lain dalam satu kelompok. Identitas sosial dalam satu
kelompok bergantung pada image yang dibentuk dan melekat pada anggota kelompoknya. Image
tersebut bisa saja image positif maupun image negatif. Dan image ini yang akan membedakan
kelompok sosial satu dengan kelompok sosial lainnya dan hal tersebut yang akan mempengaruhi
identitas suatu kelompok dimata khalayak masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Forsyth, Donelson R. (2010). Group Dynamics (10th Edition). USA: Wadsworth, Cengage
Learning.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y (diakses pada tanggal 9 desember 2020 jam 10.00 wib)

Anda mungkin juga menyukai