Anda di halaman 1dari 49

INTELLECTUAL DISABILITY

MAKALAH SPECIAL CARE DENTISTRY 1

PURWANDITO PUJORAHARJO NPM 160421170001


ANNISA NPM 160421170003

Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. Arlette Suzy Pertiwi, drg., Sp.KGA (K), M.Si

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS


ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………….iv
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
BAB II3
TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1. Definisi Disabilitas intelektual......................................................................3

2.2. Pedigree.........................................................................................................6

2.2.1. Definisi pedigree......................................................................................6

2.2.2. Manfaat Penyusunan Pedigree................................................................6

2.2.3. History Taking dan Pedigree Construction..............................................7

2.2.4. Simbol-simbol Pedigree........................................................................12

2.2.5. Pedoman Penyusunan Pedigree.............................................................18

2.3. Etiologi Disabilitas intelektual....................................................................19

2.3.1. Faktor Genetik.......................................................................................20

2.3.2. Faktor Herediter.....................................................................................21

2.3.3. Faktor Dapatan......................................................................................21

2.4. Diagnosis.....................................................................................................23

2.4.1. Diagnosis Klinis....................................................................................23

2.4.2. Mencari Kelainan Genetik.....................................................................23

2.4.3. Diagnosis Banding.................................................................................24

i
2.5. Klasifikasi Disabilitas intelektual................................................................25

2.6. Keterbatasan kognitif dan perilaku pada Disabilitas intelektual.................27

2.6.1. Keterbatasan Kognitif............................................................................28

2.6.2. Keterbatasan Perilaku............................................................................30

2.7. Kondisi Oral Disabilitas intelektual............................................................31

2.7.1. Karies Gigi.............................................................................................32

2.7.2. Penyakit Periodontal..............................................................................33

2.7.3. Maloklusi...............................................................................................34

2.7.4. Kehilangan Gigi, Delayed Eruption, dan Hipoplasia Email.................35

2.7.5. Kebiasaan Buruk....................................................................................36

2.7.6. Cedera dan Trauma................................................................................36

2.7.7. Pertimbangan Perawatan Dental............................................................37

2.7.8. Manajemen Perilaku..............................................................................37

2.7.9. Panduan Manajemen Perilaku...............................................................38

2.7.10. Strategi Preventif...............................................................................39

2.7.11. Perawatan dan pencegahan penyakit gigi..........................................41

BAB III 43
SIMPULAN 43
DAFTAR PUSTAKA 43

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Ringkasan Penggabungan Simbol Dasar dan Garis................................18


Gambar 2. 2 Algoritma Diagnostik untuk Subyek dengan Disabilitas intelektual......25
Gambar 2. 3 Modifikasi Sikat Gigi untuk penyandang disabilitas intelektual............40
Gambar 2. 4 Posisi menyikat gigi dengan sikat gigi modifikasi.................................40

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Keterbatasan Berhubungan dengan Disabilitas intelektual..........................3


Tabel 2. 2 SCREEN untuk Pengumpulan Data Riwayat Keluarga...............................9
Tabel 2. 3 Beberapa Penyakit yang Harus Dievaluasi dengan Pedigree.....................10
Tabel 2. 4 Faktor Etiologi pada Disabilitas intelektual...............................................19
Tabel 2. 5 Klasifikasi Disabilitas Intelektual...............................................................25
Tabel 2. 6 Klasifikasi keterbatasan kognitif menurut karakteristik kelompok usia.....28
Tabel 2. 7 Strategi perawatan untuk Penyandang Disabilitas Intelektual....................35

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Intellectual disability atau disabilitas intelektual adalah suatu kelainan yang

memiliki efek sosial sangat besar, tidak hanya mempengaruhi orang yang menderita

tetapi juga keluarga dan masyarakat. Disabilitas intelektual merupakan kelainan

perkembangan intelektual atau disabilitas pembelajaran secara umum. Dahulu dikenal

dengan sebutan retardasi mental. Prevalensi disabilitas intelektual di dunia dilaporkan

sekitar 1-3%. Diantaranya tergolong ringan (85%), moderat (10%), parah (4%) dan

profound (2%).1 Prevalensi lebih banyak pada anak remaja (18,3/1000) dibandingkan

dengan dewasa (4,94/1000) dan lebih besar pada laki-laki (5,3/1000) daripada

perempuan (3,5/1000).2

Para penyandang disabilitas intelektual memiliki beberapa halangan untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Antara lain adalah rasa takut,

ketergantungan terhadap orang lain, tidak adanya fasilitas yang memadai dan

kurangnya pengetahuan dari tenaga kesehatan. Selain itu, adanya kesulitan berpikir

dan berkomunikasi, merupakan tantangan besar untuk merawat para penyandang

disabilitas intelektual.3 Dalam sebuah survei, hampir 16% dari masyarakat umum

yang mengalami disabilitas mengakui agak takut atau cemas selama kunjungan gigi.

Karena mereka mungkin kurang paham untuk memahami prosedur dental, lebih takut

atau cemas selama kunjungan gigi daripada masyarakat umum. Penyandang

1
disabilitas kognitif, komunikasi dan sosial, yang termasuk mereka dengan

keterbatasan mental. Dokter gigi dan perawat harus berhati-hati untuk berbicara

dengan pada tingkat yang bisa mereka pahami. 4 Oleh sebab itu, memberikan

perawatan gigi dan mulut kepada penyandang disabilitas intelektual membutuhkan

adaptasi dari keterampilan yang sudah dimiliki sehari-hari.


Keadaan disabilitas intelektual dapat mempengaruhi status kesehatan mulut,

termasuk kebutuhan dalam bantuan dalam aktivitas hidupnya. Kelompok populasi ini

memiliki prevalensi yang lebih tinggi dan keparahan penyakit periodontal yang lebih

besar seperti gingivitis dan periodontitis, dibandingkan dengan orang normal.5

Oleh karena itu, penting untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif

tentang kesehatan mulut pada penyandang disabilitas intelektual, untuk

menginformasikan pengembangan strategi dan intervensi untuk mengatasi masalah

kesehatan mulut agar dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan umum

mereka.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Disabilitas intelektual

Disabilitas intelektual menurut revisi ke-10 WHO merupakan gangguan

karena adanya perkembangan mental yang tidak lengkap atau tertahan, terutama

ditandai dengan penurunan fungsi konkrit pada setiap tahap perkembangan dan

berkontribusi terhadap keseluruhan tingkat kecerdasan, seperti kognitif, bahasa,

motorik, sosialisasi serta adaptasi terhadap lingkungan.6

Disabilitas intelektual menurut American Association on Intellectual and

Developmental Disabilities (AAIDD) menunjukkan bahwa selain fungsi intelektual

yang di bawah rata-rata secara signifikan, terdapat keterbatasan dalam dua atau lebih

bidang keterampilan adaptif yang timbul sebelum usia 18 tahun, seperti ditunjukkan

pada tabel 2.1.6

Tabel 2.1 Keterbatasan Berhubungan dengan Disabilitas intelektual6

3
Disabilitas intelektual adalah suatu disabilitas yang ditandai dengan

keterbatasan signifikan baik pada fungsi intelektual dan ketrampilan adaptif, yang

mencakup banyak keterampilan sosial dan praktis sehari-hari serta muncul sebelum

usia 18 tahun.2

1. Fungsi intelektual

Fungsi intelektual juga disebut kecerdasan yang mengacu pada kapasitas

mental umum, seperti belajar, penalaran, pemecahan masalah dan sebagainya.

Salah satu cara untuk mengukur fungsi intelektual adalah tes IQ. Skor tes IQ

sekitar 70 atau 75 menunjukkan keterbatasan dalam fungsi intelektual.

2. Ketrampilan adaptif

Ketrampilan adaptif adalah kumpulan keterampilan konseptual, sosial dan

praktis yang dipelajari dan dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Keterampilan konseptual yaitu bahasa dan keaksaraan, ruang, waktu, sejumlah

konsep kehidupan serta pengarahan diri sendiri. Keterampilan sosial yaitu

keterampilan interpersonal, tanggung jawab sosial, harga diri, kewaspadaan,

pemecahan masalah sosial serta kemampuan untuk mematuhi hukum dan

menghindari menjadi korban. Keterampilan praktis yaitu aktivitas hidup sehari-

hari (perawatan pribadi), keterampilan kerja, kesehatan, wisata atau

transportasi, rutinitas, keamanan, penggunaan uang dan sebagainya.

4
3. Usia Onset

Kondisi ini merupakan salah satu disabilitas perkembangan serveral. Terdapat

bukti kecacatan selama periode perkembangan yang timbul sebelum usia 18

tahun.

Dalam mendefinisikan dan menilai disabilitas intelektual, AAIDD

menekankan bahwa faktor tambahan harus diperhitungkan, seperti lingkungan

masyarakat yang khas dan budaya individu. Para profesional juga harus

mempertimbangkan keragaman bahasa dan perbedaan budaya dalam cara

berkomunikasi, bergerak dan berperilaku. Akhirnya, penilaian juga harus

menganggap bahwa keterbatasan pada individu sering berdampingan dengan

kekuatan dan tingkat fungsi kehidupan seseorang akan membaik jika pribadi

mendapat dukungan lingkungan sekitar yang sesuai selama periode perkembangan.2

Anak-anak dengan disabilitas intelektual dapat belajar untuk duduk,

merangkak, bicara atau berjalan tetapi lebih lambat dibandingkan anak-anak lain.

Gejala-gejalanya adalah sebagai berikut:2

1. Keterlambatan perkembangan bahasa lisan.

2. Defisit dalam keterampilan memori.

3. Kesulitan belajar aturan-aturan sosial.

4. Kesulitan dengan keterampilan pemecahan masalah.

5. Keterlambatan perkembangan ketrampilan adaptif.

6. Kurangnya inhibitor sosial.

5
2.2. Pedigree

2.2.1. Definisi Pedigree

Pedigree atau dapat diterjemahkan sebagai silsilah merupakan

catatan/rekaman dalam bentuk diagram yang menunjukkan asal usul

keturunan makhluk hidup dengan menggunakan simbol-simbol yang telah

distandardisasi.7 Pedigree merupakan presentasi grafis dari riwayat kesehatan

keluarga dan hubungan genetik yang telah menjadi alat penting dalam praktek

genetika medis.8 Pada pedigree, pria disimbolkan dengan tanda kotak

sedangkan wanita dengan lingkaran. Pada individu yang terkena penyakit,

kotak atau lingkaran akan diberi warna. Garis horizontal antara simbol kotak

dan lingkaran menunjukkan sebagai pasangan atau simbol perkawinan. Posisi

anak berada di bawah orang tua yang dihubungkan dengan garis vertikal.

Antara saudara dihubungkan dengan garis horizontal di atas simbol kotak atau

lingkaran.8

2.2.2. Manfaat Penyusunan Pedigree

Dokumentasi riwayat keluarga yang akurat sangat penting dalam

penilaian aspek genetik. Pedigree dibuat dengan simbol khusus dan dilengkapi

riwayat kesehatan sehingga bermanfaat bagi individu dan keluarga untuk.9

1. Memahami fakta-fakta medis, termasuk kondisi klinis, diagnosis dan

manajemen perawatan.

6
2. Memahami bahwa mekanisme herediter berkontribusi terhadap suatu kelainan

dan risiko kekambuhan bagi individu maupun anggota keluarga lain.

3. Memahami pilihan penanganan risiko kekambuhan.

4. Mengidentifikasi nilai-nilai, keyakinan, tujuan dan hubungan keluarga yang

terpengaruh risiko dengan adanya kelainan herediter.

5. Memilih tindakan yang paling tepat dengan mempertimbangkan risiko

terhadap individu, keluarga, etika maupun agama.

6. Membuat penyesuaian yang paling baik terhadap suatu kelainan atau risiko

kekambuhan dengan memberikan konseling suportif kepada keluarga serta

membuat rujukan ke spesialis yang tepat, layanan sosial maupun dukungan

bagi anggota keluarga.

2.2.3. History Taking dan Pedigree Construction

2.2.3.1 History Taking

Riwayat keluarga atau history taking merupakan kumpulan informasi

tentang riwayat kesehatan keluarga biologis seseorang. Pada dasarnya

mengumpulkan riwayat keluarga merupakan prosedur yang murah dan

noninvasif. Riwayat keluarga hanya berupa wawancara antara klinisi dan

pasien, namun memiliki manfaat klinis yang luas. Melalui riwayat keluarga

dapat diketahui faktor risiko utama untuk penyakit kronis, seperti

kardiovaskuler, diabetes, kanker, osteoporosis, asma dan gangguan kejiwaan.

7
Riwayat keluarga juga dapat mengungkapkan pengaruh faktor lingkungan dan

budaya pada kesehatan individu.10,11

Riwayat keluarga dasar minimal harus mencakup tiga generasi. Tenaga

medis harus mampu meminta informasi riwayat kesehatan kepada pasien dan

juga kepada orang tua maupun kerabatnya.3,7 Fokus pemeriksaan riwayat

keluarga yaitu pada keluhan yang ada. Informasi tentang kondisi yang sama

pada anggota keluarga lain juga menjadi bahan pertimbangan, termasuk usia

timbulnya penyakit, kondisi fisik yang terlihat dan pola sebaran penyakit pada

keluarga tersebut. Secara umum, informasi yang harus ada pada proses

pengumpulan data riwayat keluarga adalah.12

1. Informasi umum seperti nama dan tanggal lahir.

2. Asal keluarga, latar belakang ras atau etnis.

3. Riwayat kesehatan, termasuk kondisi medis dan usia didiagnosis.

4. Usia pada saat kematian dan penyebab kematian dari setiap anggota keluarga

yang telah meninggal.

5. Data kehamilan yang pernah terjadi dari kerabat genetik terkait.

Sebagai contoh, pada anak dengan cacat lahir, informasi yang

diperlukan terkait dengan usia orang tua, riwayat kesehatan ibu, komplikasi

selama kehamilan, paparan teratogen, riwayat pertumbuhan fetus dan

pergerakannya, temuan pada pemeriksaan prenatal, proses kelahiran dan

kondisi kehamilan sebelumnya.8 Akronim SCREEN merupakan cara mudah

8
untuk mengingat konten penting dalam menggali riwayat keluarga, seperti

yang ditunjukkan pada tabel 2.2.

Tabel 2. 2 SCREEN untuk Pengumpulan Data Riwayat Keluarga10

Pentingnya mengumpulkan informasi tentang riwayat kesehatan keluarga

telah diakui oleh banyak organisasi kesehatan nasional maupun internasional.

Organisasi-organisasi tersebut menyediakan informasi tentang gangguan spesifik dan

pedoman untuk memperoleh riwayat keluarga yang akurat. Beberapa organisasi

kesehatan bahkan telah mengembangkan aplikasi berbasis web untuk membantu

penderita mengumpulkan riwayat kesehatan keluarganya. Tabel 2.3

menginformasikan beberapa penyakit atau kelainan yang harus dievaluasi dengan

pedigree.

9
Tabel 2. 3 Beberapa Penyakit yang Harus Dievaluasi dengan Pedigree8

2.2.3.2 Pedigree Construction

Konstruksi diagram silsilah keluarga yang akurat merupakan dasar

untuk pelayanan genetik klinis dan berfungsi sebagai kerangka kerja informasi

10
penelitian genetik manusia. Hasil dari pedigree dapat membantu dokter dalam

mendiagnosis, membentuk pola turunan serta mengidentifikasi individu yang

berisiko. Pedigree juga berfungsi sebagai referensi hubungan sosial dan

biologis terhadap masalah keluarga, adopsi, kematian, terminasi kehamilan

serta kehamilan oleh bantuan teknologi reproduksi.4

Menyusun pedigree dimulai dari individu yang pertama kali diketahui

menderita penyakit. Anggota keluarga yang terkena penyakit/kelainan genetik

dan menjadi perhatian pertama kali saat dibawa ke ahli genetika adalah

proband/propositus atau index case. Individu yang meminta konsultasi kepada

ahli genetika disebut sebagai consultand. Seorang consultand bisa jadi adalah

individu yang terkena penyakit atau saudara yang tidak terkena dari seorang

proband/propositus. Sebuah keluarga dapat memiliki lebih dari satu

propositus, jika telah dipastikan hubungannya melalui lebih dari satu

narasumber. Saudara laki-laki dan saudara perempuan disebut sebagai sibs,

dan keluarga dari sibs membentuk sibship. Harus diketahui apakah ada

saudara menderita penyakit yang sama dalam satu generasi. Kerabat

diklasifikasikan sebagai derajat pertama (orang tua, saudara kandung,

keturunan dari proband), derajat kedua (kakek-nenek, cucu, paman, bibi,

sepupu laki-laki, sepupu perempuan, saudara seibu/sebapak), derajat ketiga

(misalnya keponakan pertama) dan seterusnya tergantung jumlah tingkatan

pada pedigree antara dua kerabat.5

11
Pasangan dengan lebih dari satu nenek moyang disebut sebagai

consanguineous. Jika hanya ada satu orang yang terpengaruh

penyakit/kelainan disebut isolated case, atau jika kelainan terjadi karena

mutasi baru pada propositus disebut sebagai sporadic case. Ketika ada

kemiripan yang sangat kuat dalam fenotip diantara keluarga yang berbeda

dengan defek yang sama, pola penurunan yang telah ditegakkan dengan baik

pada keluarga yang satu dapat dijadikan dasar dalam penegakan diagnosis dan

konseling pada keluarga lainnya. Karena itu, banyak keluarga dengan kelainan

genetik tidak menemukan kerabat yang memiliki kelainan sama, namun masih

dapat ditentukan apakah kelainannya bersifat genetik atau tidak.5

Pedigree dapat melihat riwayat kesehatan dari beberapa generasi dan

membuatnya lebih mudah untuk mengidentifikasi individu yang memiliki

risiko terpapar penyakit/kelainan genetik. Pedigree yang baik haruslah

bermakna dan mudah dipahami, sehingga tenaga medis harus memiliki

pengetahuan akan simbol-simbol dan ketentuan yang dipakai dalam

penyusunannya. Bagan pedigree yang tersusun dengan baik akan

mempermudah komunikasi pada saat konseling genetik.4

2.2.4. Simbol-simbol Pedigree

Simbol-simbol pedigree telah distandardisasi oleh sebuah kelompok

organisasi yang disebut Pedigree Standardization Work Group (PSWG) dan

terus mengikuti perkembangan dunia genetika saat ini. Melalui simbol dan

12
ketentuan yang telah terstandardisasi, akan mempermudah komunikasi antar

tenaga medis maupun tenaga medis kepada penderita atau keluarga mengenai

penyampaian informasi genetik sebagai hasil dari analisis pedigree.4

Simbol-simbol yang digunakan dalam penyusunan pedigree yaitu:4,13

1) Simbol Jenis Kelamin:

= Laki-laki normal.
= Laki-laki yang menderita kelainan atau penyakit tertentu.
= Laki-laki normal carrier untuk penyakit tertentu.
= Perempuan normal.
= Perempuan yang menderita kelainan atau penyakit tertentu.
= Perempuan normal carrier untuk penyakit tertentu.
= Tidak diketahui jenis kelaminnya.

= Laki-laki heterozygot dengan alel resesif.


= Perempuan heterozygot dengan alel resesif.

= Meninggal (dalam kasus ini perempuan).

2) Simbol Kehamilan:

P : Kehamilan dengan jenis kelamin janin belum diketahui.


: Kehamilan dengan janin berjenis kelamin perempuan.
P : Kehamilan dengan janin berjenis kelamin laki-laki.
Sertakan usia kehamilan (EDD) untuk semua kehamilan.
Kehamilan (P), lahir mati (SB), aborsi spontan (SAB), pemutusan

kehamilan
(TOP) dan kehamilan ektopik (ECT).

Sebagai contoh dijabarkan sebagai berikut:

13
P : Kehamilan dengan jenis kelamin janin belum diketahui, perkiraan
EDD11/9/20155
lahir t lahir tanggal 11 September 2015.

P
: Kehamilan dengan jenis kelamin janin laki-laki, perkiraan lahir
EDD11/9/20155
T tanggal 11 September 2015.

P
: Kehamilan dengan jenis kelamin janin perempuan, perkiraan
EDD11/9/2015
lahir lahir tanggal 11 September 2015.

: Abortus spontan pada usia kehamilan di bawah 8 minggu.


SAB < 8 weeks

: Abortus spontan disertai kelainan genetik pada usia hamil di


SAB < 8 weeks
bawah 8 bawah 8 minggu.

: Pemutusan kehamilan pada usia kehamilan 12 minggu.


TOP 12 weeks

: Pemutusan kehamilan karena kelainan genetik pada usia

TOP 12 weeks kehamilan 12 minggu.

14
Pada status adopsi, tempatkan tanda kurung di sekitar individu yang

diadopsi. Sebuah garis keturunan putus-putus menunjukkan individu diadopsi

ke dalam keluarga dan garis solid menunjukkan individu diadopsi dari

keluarga.4

Anak laki-laki yang diadopsi Anak laki-laki yang teradopsi

Penyusunan pedigree juga menggunakan simbol berupa beberapa garis

yang mempunyai arti sebagai berikut:4,9

1) Garis pernikahan yang menghubungkan dua simbol

Pernikahan tidak sedarah: suami digambarkan dengan simbol persegi di

sebelah kiri yang dihubungkan dengan garis lurus horizontal kepada istri di

sebelah kanan.

Pernikahan sedarah:

15
2) Garis perceraian

3) Anak-anak:

4) Anak kembar:
Kembar identik:

Kembar tidak identik:

Kembar dan belum diketahui:

5) Keturunan di luar nikah:

6) Menikah dan tidak mempunyai keturunan:


Dua tanda hash ditempatkan di akhir garis vertikal. Pemberian huruf (c)

menunjukkan bahwa tidak memiliki anak karena pilihan sikap, sementara

huruf (i) menunjukkan bahwa tidak memiliki anak karena faktor infertilitas.

16
7) Menunjukkan perkawinan dengan keturunan lebih dari satu yang dihubungkan

dengan garis vertikal (dari orang tua) ke bawah:

8) Memiliki pasangan (suami/istri) lebih dari satu:

Ringkasan penggabungan antara simbol dasar dan simbol garis ditampilkan

pada gambar 2.1 berikut:

Gambar 2. 1 Ringkasan Penggabungan Simbol Dasar dan Garis14

2.2.5. Pedoman Penyusunan Pedigree

Pedigree yang tersusun dengan baik memiliki beberapa pedoman sebagai

berikut:4

17
1. Memulai gambar dari tengah halaman saat menggambar silsilah.
2. Laki-laki di sebelah kiri pasangan perempuan.
3. Saudara kandung digambar mulai dari yang tertua (diurutkan dari sebelah kiri)

ke yang termuda (sebelah kanan).


4. Jika terdapat beberapa penyakit/kelainan, gunakan kuadran atau shading yang

berbeda (pewarnaan beberapa bagian atau arsir silang) untuk menunjukkan

masing-masing penyakit/kelainan.

2.3. Etiologi Disabilitas Intelektual

Faktor etiologi terkait dengan disabilitas intelektual diklasifikasikan sebagai

berikut, yaitu genetik, dapatan (bawaan dan perkembangan), lingkungan dan sosial

budaya, seperti ditunjukkan pada tabel 2.4.6

Tabel 2.4 Faktor Etiologi pada Disabilitas Intelektual6


Faktor Genetik Kelainan kromosom atau herediter

- Sindrom Down - Neurofibromatosis

- Sindrom kromosom Fragile X - Tuberous sclerosis

- Sindrom Prider-Willi - Sindrom Lesch-Nyhan

- Sindrom Rett - Adrenoleukodystrophy


Faktor Herediter - Phenylketonuria - Penyakit Tay-Sachs

- Sindrom Mowat-Wilson - Penyakit deposit glikogen


Faktor Dapatan A. Kongenital

1. Metabolik (hipotiroidism neonatal)

2. Keracunan

- Keracunan timbal

- Sindrom alkohol janin

18
- Paparan zat teratogen pada prenatal

3. Infeksi

- Rubella - Toksoplasmosis

- Sitomegalovirus - Herpes simpleks tipe II

- Sifilis

B. Perkembangan

1. Periode prenatal

- Toxemia - Perdarahan vagina

- Diabetes tidak terkontrol - Placenta previa

- Malnutrisi intrauterin - Prolaps tali pusat

2. Periode perinatal

- Prolonged fetal suffering with neonatal anoxia

- Asfiksia terkait dengan sesak napas

- Aplikasi high forcep yang tidak memadai

- Penggunaan Kristeller maneuver yang buruk

3. Periode postnatal

- Ensefalopati berasal dari hiperbilirubinemia

- Ensefalik traumatis

- Infeksi (ensefalitis and meningitis)


Faktor Lingkungan - Kemiskinan

dan Sosial Budaya

2.3.1. Faktor Genetik

Faktor genetik terbesar ditemui pada kasus pasien sindrom Down,

diakibatkan karena trisomi kromosom 21 atau translokasi kromosom 21 dan 15

19
serta anomali terjadi dari 15:10 000 kelahiran. Kelainan kromosom yang lebih

jarang terjadi pada orang dengan sindrom kromosom fragile X, sindrom

Prader-Willi, sindrom Rett, neurofibromatosis, sclerosis tuberous, sindrom

Lesch-Nyhan dan adrenoleukodistrofi.6

2.3.2. Faktor Herediter

Faktor herediter termasuk fenilketonuria, sindrom Mowat-Wilson,

penyakit Tay-Sachs dan penyakit deposit glikogen. Penyakit ini dapat dengan

mudah didiagnosis ketika kelahiran dilakukan di rumah sakit dan selama

skrining metabolisme neonatal dilakukan. Namun, ketika tidak dilakukan

skrining, risiko cukup besar dapat terjadi karena faktor penyebab

keterlambatan mental tidak teridentifikasi.6

2.3.3. Faktor Dapatan

1. Kongenital

Dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Metabolik: hipotiroidisme neonatal;

b. Keracunan: keracunan timbal, sindrom alkohol janin dan paparan zat

teratogen pada prenatal

c. Infeksi: rubella, sitomegalovirus, sifilis, toksoplasmosis dan herpes

simpleks tipe II.6

2. Perkembangan

20
Selama periode prenatal, komplikasi kehamilan mungkin terjadi, seperti

diabetes toksemia, intrauterin malnutrisi, perdarahan vagina, plasenta previa

dan prolaps tali pusat. Selama periode perinatal, terdapat komplikasi

kelahiran yang umum terjadi, antara lain prolonged fetal suffering with

neonatal anoxia, asfiksia terkait dengan sesak napas, aplikasi high forceps

yang tidak memadai atau buruknya aplikasi Kristeller maneuver. Selama

periode postnatal, komplikasi yang diamati seperti ensefalopati dari

hiperbilirubinemia (kernikterus), ensefalik karena trauma dan infeksi

(ensefalitis dan meningitis).6

3. Faktor lingkungan dan sosial budaya

Studi epidemiologi secara konsisten melaporkan hubungan yang jelas antara

kemiskinan dan disabilitas intelektual. Bukti yang ada menunjukkan bahwa

hubungan ini mencerminkan dua proses berbeda. Pertama membuktikan

bahwa ada hubungan antara kemiskinan dan paparan luas berbagai faktor

lingkungan dan psikososial. Kedua menunjukkan bahwa keluarga dengan

anggota yang menderita disabilitas intelektual memiliki peningkatan risiko

catastropic expense yang cukup mempengaruhi tingkat kemiskinan. Faktor-

faktor ini adalah penyebab langsung dari disproporsional peningkatan

kejadian disabilitas intelektual pada negara berkembang. Hubungan antara

kelangkaan dan perawatan kesehatan yang buruk pada prenatal, perinatal dan

postnatal, kehamilan pada saat usia remaja, ketidakstabilan keluarga,

21
perawatan kesehatan yang tidak memadai oleh profesional, rendahnya

tingkat stimulasi dan pendidikan serta penganiayaan pada bayi.6

2.4. Diagnosis

2.4.1. Diagnosis Klinis

Riwayat klinis harus menekankan pada perawatan kesehatan selama

periode kehamilan, perinatal dan postnatal serta hasil semua studi sebelumnya,

termasuk pedigree setidaknya pada tiga generasi dan pencarian pada keluarga

yang mengalami keterlambatan mental, penyakit kejiwaan dan kelainan

kongenital. Pemeriksaan fisik harus berfokus pada kelainan sekunder dan

malformasi kongenital, pengukuran somatometrik, neurologis dan evaluasi

fenotip perilaku. Jika hasil menunjukkan diagnosis etiologi tertentu terbukti,

maka analisis khusus dibutuhkan seperti pada kasus sindrom Rett.6

2.4.2. Mencari Kelainan Genetik

Jika diagnosis secara klinis tidak dapat ditegakkan, diperlukan studi

sitogenetika selain evaluasi metabolik klinis. Pada pasien dengan hasil normal

pada analisis yang disebutkan sebelumnya, dapat dilakukan fluorescent insitu

hybridization (FISH) yang merupakan evaluasi wilayah subtelomerik seluruh

tubuh. Pada tahap selanjutnya, jika tidak ada data abnormal diidentifikasi,

submikroskopik kelainan kromosom harus dievaluasi. Neuroimages dapat

berguna hanya jika lingkar kepala oksipitofrontal abnormal, di bawah kedua

22
atau di atas persentil 98 atau tes neurologis menunjukkan kelainan. Selain itu,

neuroimages juga dianjurkan jika terdapat efek neuroanatomikal tertentu

(sclerosis tuberous) atau riwayat klinis menunjukkan hipoksia perinatal.6

Analisis metabolik dapat mencakup tes urin untuk asam amino, asam

organik, oligosakarida, mukopolisakarida dan asam urat. Kadar plasma 7 dan

8-dehidrokolesterol pada kolesterol total dan dienesterol berguna untuk

mengidentifikasi cacat pada jalur kolesterol distal. Tes diagnostik lainnya dapat

dilakukan untuk menemukan kelainan bawaan glycosylation.6

2.4.3. Diagnosis Banding

Keterlambatan mental adalah gangguan perkembangan sekunder pada

banyak faktor etiologi. Beberapa unit nosological dapat membingungkan

dalam mendiagnosis, antara lain gangguan perkembangan umum dan gangguan

perkembangan khusus misalnya autisme dengan fungsional yang rendah dan

gangguan spektrum autistik.6

23
Gambar 2.2 Algoritma Diagnostik untuk Subyek dengan Disabilitas Intelektual6

2.5. Klasifikasi Disabilitas Intelektual

The American Phsychological Association (APA) membuat klasifikasi anak

disabilitas intelektual, yaitu mild, moderate, severe, dan profound. Klasifikasi ini

dibuat berdasarkan tingkat kecerdasan atau skor IQ (tabel 2.)15.

Tabel 2.5 Klasifikasi Disabilitas Intelektual

Klasifikasi Rentang Skor IQ Usia Mental


Mild 55-70 8-12 tahun
Moderate 40-55 3-7 tahun
Severe 25-40 Sekitar 2 tahun
Profound Dibawah 25 Di bawah 2 tahun

24
Karakteristik anak disabilitas intelektual mild (ringan) adalah, mereka

termasuk yang mampu didik, bila dilihat dari segi pendidikan. Mereka tidak

memperlihatkan kelainan fisik yang mencolok, walaupun perkembangan fisiknya

sedikit agak lambat dari pada anak rata-rata. Tinggi dan berat badan mereka tidak

berbeda dengan anak-anak lain. Biasanya rentang perhatian mereka juga pendek

sehingga sulit berkonsentrasi dalam jangka waktu yang lama. Terkadang

memperlihatkan rasa malu atau pendiam. Namun hal ini dapat berubah bila mereka

banyak diikutkan untuk berinteraksi dengan anak lainnya. Di luar pendidikan,

beberapa keterampilan dapat mereka lakukan tanpa harus mendapat pengawasan,

seperti keterampilan mengurus diri sendiri, seperti makan, mandi, dan berpakaian16.

Karakteristik anak disabilitas intelektual moderate (menengah) adalah,

mereka digolongkan sebagai anak yang mampu latih. Mereka dapat dilatih untuk

mengurus dirinya serta dilatih beberapa kemampuan membaca dan menulis

sederhana. Mereka menampakkan kelainan fisik yang merupakan gejala bawaan,

namun kelainan fisik tersebut tidak seberat yang dialami anak-anak pada kategori

severe dan profound. Mereka juga menampakkan adanya gangguan pada fungsi

bicaranya16.

Karakteristik anak disabilitas intelektual severe, adalah mereka tidak mampu

mengurus dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain meskipun pada pekerjaan yang

sederhana. Mereka membutuhkan perlindungan hidup dan pengawasan yang teliti.

Mereka juga mengalami gangguan bicara. Tanda-tanda kelainan fisiknya antara lain

lidah seringkali menjulur keluar, bersamaan dengan keluarnya air liur. Kepalanya

25
sedikit lebih besar dari biasanya. Kondisi fisik mereka lemah. Mereka hanya bisa

dilatih keterampilan khusus selama kondisi fisiknya memungkinkan16.

Karakteristik anak disabilitas intelektual profound, adalah memiliki masalah

yang serius, baik menyangkut kondisi fisik, inteligensi, serta program pendidikan

yang tepat bagi mereka. Umumnya mereka memperlihatkan kerusakan pada otak

serta kelainan fisik yang nyata, seperti hydrocephalus, mongolism, dan sebagainya.

Mereka dapat berjalan dan makan sendiri. Namun, kemampuan berbicara dan

berbahasa mereka sangat rendah. Kelainan fisik lainnya dapat dilihat pada kepala

yang lebih besar dan sering bergoyang-goyang. Penyesuaian dirinya sangat kurang

dan bahkan sering kali tanpa bantuan orang lain mereka tidak dapat berdiri sendiri.

Mereka nampaknya membutuhkan pelayanan medis yang baik dan intensif16.

2.6. Keterbatasan Kognitif dan Perilaku pada Disabilitas Intelektual

Walaupun istilah atau penyebutannya mengalami perubahan, disabilitas

intelektual didefinisikan secara konsisten sejak 50 tahun yang lalu. Secara spesifik,

sejak tahun 1950-an hingga saat ini (DSM-5, APA 2013), disabilitas intelektual

didefinisikan sebagai cerminan dari 3 keadaan yaitu keterbatasan fungsi intelektual

(kemampuan kognitif), keterbatasan dalam ketrampilan adaptif dan terjadi pada usia

dini (kurang dari 18 tahun).15

26
2.6.1. Keterbatasan Kognitif

Berdasarkan Bahasa (KBBI) kognitif memiliki arti pengertian atau

mengerti, atau berarti perolehan, penataan dan penggunaan pengetahuan.

Keterbatasan kognitif secara umum disebut juga sebagai keadaan dimana

tingkat fungsi intelektual pada subnormal. Namun, sejauh mana seorang

individu tidak dapat menghadapi tuntutan yang ditetapkan oleh masyarakat

berdasarkan usia individu telah ditetapkan pada empat derajat keparahan yaitu

ringan, moderat, parah dan profound. Keterbatasan kognitif diklasifikasikan

menurut karakteristik diuraikan dalam tabel 2.6.6

Tabel 2.6 Klasifikasi Keterbatasan Kognitif menurut Karakteristik Kelompok Usia3

Usia
Tingkat 0-5 tahun 6-20 tahun > 21 tahun
Keparahan Kematangan dan Perkembangan Pelatihan dan Edukasi Kemampuan sosialisasi dan
kejuruan
Ringan Perkembangan ketrampilan Dapat belajar setara dengan Mampu memperoleh
komunikasi dan sosial secara ketrampilan usia kelas 4-5 SD ketrampilan sosial dan kerja
umum, mungkin tidak dapat ketika usia 18-19 tahun. untuk menjadi tenaga kerja
dibedakan sampai usia sekolah Dapat bergabung dengan dengan upah minimum.
masyarakat umum.
Sedang Dapat bicara atau belajar untuk Kesulitan memenuhi tujuan Mungkin sebagian dapat
komunikasi. Kesulitan beberapa akademik setara kelas 2 SD. mempertahankan diri secara
hal ketrampilan motorik. ekonomi dalam pekerjaan
manual di bawah kondisi yang
dilindungi/diawasi.
Parah Keterbatasan ketrampilan Dapat berbicara atau belajar Dapat bekerja sebagian di
motorik. Kemampuan berkomunikasi. Dapat bawah kondisi supervisi total.
menguasai bahasa minimal. mempelajari unsur perawatan
diri dan kebiasaan kesehatan.
Profound Keterlambatan signifikan, Sebagian motorik dan bahasa
kemampuan fungsional area berkembang. Dapat
sensorimotor minimal. mempelajari ketrampilan
Membutuhkan perawatan perawatan pribadi yang sangat
mendasar. terbatas.

27
Setidaknya ada dua cara untuk mengklasifikasikan keterbatasan kognitif

yaitu secara fungsional dan klinis. Diagnosis klinis gangguan kognitif meliputi

autisme, sindrom Down, cedera otak traumatis (TBI) dan bahkan demensia.

Kondisi kognitif yang kurang parah meliputi gangguan defisit perhatian

(ADD), disleksia (kesulitan membaca), dyscalculia (kesulitan dengan

matematika) dan ketidakmampuan belajar secara umum. Disabilitas kognitif

fungsional mengabaikan penyebab medis atau perilaku disabilitas, lebih fokus

pada kemampuan dan tantangan yang dihasilkan. Beberapa kategori utama

kelainan kognitif fungsional termasuk defisit atau kesulitan dengan ingatan,

penyelesaian masalah, perhatian, pemahaman membaca-linguistik-dan verbal,

pemahaman matematika dan pemahaman visual17.

Untuk tujuan diagnosis, fungsi intelektual adalah kemampuan konsep

terkini dan digambarkan melalui faktor umum dalam intelegensia, dimana

kemampuan mental secara umum yang direpresentasikan melalui skala atau

nilai. Intelegensia termasuk kemampuan beralasan, merencanakan,

memecahkan masalah, berpikir, menyatukan ide yang kompleks, belajar cepat,

dan belajar dari pengalaman.15 Intelegensia bukan merupakan hasil belajar dari

buku, keterampilan akademik yang sempit atau pun kemampuan hasil ujian.

Melainkan kapasitas yang lebih luas dan lebih dalam untuk mempelajari sekitar

secara menyeluruh.

28
2.6.2. Keterbatasan Perilaku

Ketrampilan adaptif mewakili keterampilan konseptual, sosial dan

praktis yang telah dipelajari orang untuk dapat berfungsi dalam kehidupan

sehari-hari mereka. Keterbatasan yang signifikan dalam ketrampilan adaptif

berdampak pada kehidupan sehari-hari dan mempengaruhi kemampuan

seseorang untuk merespons situasi tertentu atau lingkungan. Keterbatasan

dalam ketrampilan adaptif dapat ditentukan dengan menggunakan tes standar.

Pada standar ini tindakan, batasan signifikan dalam ketrampilan adaptif secara

operasional didefinisikan sebagai kinerja yang ada pada minimal 2 standar

deviasi di bawah rata-rata yaitu (a) salah satu dari tiga jenis ketrampilan adaptif

yaitu : konseptual, sosial, praktis atau (b) skor keseluruhan pada ukuran standar

konseptual, keterampilan sosial dan praktis15,18,19.

Keterampilan Konseptual, meliputi:

- Bahasa reseptif dan ekspresif


- Membaca dan menulis
- Konsep uang
- Pengarahan diri sendiri

Keterampilan sosial, meliputi:

- Interpersonal
- Tanggung jawab
- Harga diri
- Mudah tertipu (kemungkinan ditipu atau dimanipulasi)
- Kenaifan
- Mengikuti aturan
- Mematuhi hukum
- Menghindari viktimisasi

Keterampilan praktis, meliputi:

29
- Kegiatan pribadi dari kehidupan sehari-hari seperti makan,

berpakaian, mobilitas dan toilet.


- Kegiatan instrumental, kehidupan sehari-hari seperti menyiapkan

makanan, minum obat, menggunakan telepon, mengelola uang,

menggunakan transportasi dan melakukan kegiatan rumah tangga.

2.7. Kondisi Oral Disabilitas Intelektual

Individu dengan disabilitas intelektual memiliki banyak manifestasi klinis dan

oral yang membuat diagnosis dan manajemen menjadi lebih sulit. Karena kondisi

mental yang buruk bersama dengan berbagai hambatan yang tidak terpenuhi,

individu-individu ini lebih berisiko terhadap kebersihan mulut yang buruk yang

bermanifestasi sebagai peningkatan karies gigi dan status periodontal yang buruk.5

Anak dengan keadaan disabilitas intelektual cenderung memiliki pola diet

yang lunak dan keadaan kebersihan mulut yang sangat kurang baik. Sehingga,

kemungkinan risiko karies menjadi lebih tinggi dibandingkan rata-rata dan juga

kondisi periodontal yang kurang baik. Angka prevalensi karies gigi yang tidak

dirawat lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak normal1

Beberapa masalah di dalam rongga mulut yang pernah dilaporkan antara lain

adalah penyakit periodontal parah dengan onset dini, erupsi gigi permanen yang

tertunda, gigi yang hilang secara kongenital. Manifestasi oral lainnya adalah

maloklusi, hipodontia, mikrodontia, makroglossia, xerostomia, lidah berfisur dan

30
menonjol; serta beberapa kebiasaan buruk yaitu tongue thrusting, bruxism, clenching,

dan bernafas melalui mulut.5

2.7.1. Karies Gigi

Kemungkinan terjadinya karies tergantung dari keadaan lingkungan

lokal rongga mulut, pola diet, pola pengasuhan dan faktor lain yang

menyebabkan kemungkinan karies pada anak tanpa kelainan disabilitas

intelektual . Salah satu penyebab risiko tinggi karies adalah pengobatan rutin

dengan obat sirup.1

Beberapa keadaan yang terkait dengan terajadinya karies adalah:1

- Laju alir saliva terganggu karena medikasi multipel, sehingga

menyebabkan tingginya jumlah plak dan cepatnya pembentukan kalkulus.

Hal ini juga yang menyebabkan kebersihan rongga mulut yang buruk dan

juga memungkinkan adanya halitosis.


- Adanya kelainan email seperti hipoplasia, menyebabkan peningkatan

risiko terjadinya karies.

Pengaturan kembali pola diet sangat dianjurkan untuk menurunkan risiko

terjadinya karies. Edukasi orang tua atau pengasuh menjadi sangat penting.

Serta, penambalan preventif seperti pit fisur sealant sangat dianjurkan bagi

pasien dengan disabilitas intelektual .3

31
2.7.2. Penyakit Periodontal

Obat-obatan, maloklusi, disabilitas multipel dan kebersihan rongga

mulut yang buruk dapat meningkatkan risiko penyakit periodontal pada pasien

dengan disabilitas intelektual. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk

menunjang kesehatan periodontal pasien diantaranya:1,3

1. Mendukung kemandirian dalam menjaga kebersihan mulut sehari-hari.

Evaluasi cara menyikat gigi pasien, dengan cara meminta pasien untuk

menunjukkan cara mereka menyikat gigi, dan menindaklanjuti dengan

rekomendasi spesifik tentang metode menyikat gigi. Edukasi pasien

tentang cara menyikat gigi dan flossing.


2. Beberapa pasien tidak dapat sikat gigi dan flossing secara mandiri karena

gangguan koordinasi fisik atau keterampilan kognitif. Pengasuh diminta

untuk membantu mereka menjaga kebersihan mulut sehari-hari. Pengasuh

juga perlu melakukan penyikatan gigi pada lokasi, waktu, dan posisi yang

sama.
3. Jika pasien menjalani pengobatan dengan sodium valproate atau fenotoin,

maka agen profilaksis dibutuhkan. Beberapa pasien mendapat manfaat dari

penggunaan sehari-hari agen antimikroba seperti klorheksidin. Penggunaan

obat kumur harus dengan pengawasan karena adanya kemungkinan reflex

tertelan.
4. Jika penggunaan obat tertentu telah menyebabkan hiperplasia gingiva dan

menyebabkan adanya kebutuhan untuk gingivektomi, pilihan perawatannya

32
adalah pembedahan dengan electrosurgery atau dengan laser, serta

penggunaan periodontal pack tidak dianjurkan.

2.7.3. Maloklusi

Prevalensi maloklusi pada penderita disabilitas intelektual hampir sama

dengan yang ditemukan pada masyarakat umum, kecuali untuk mereka

dengan kondisi hidup yang ketergantungan dengan orang lain seperti palsi

serebral atau sindrom Down. Kecacatan perkembangan dalam dirinya sendiri

seharusnya tidak dianggap sebagai penghalang untuk perawatan ortodontik.

Kemampuan pasien atau pengasuh untuk menjaga kebersihan mulut sehari-

hari sangat penting untuk kelayakan dan keberhasilan perawatan. 3 Beberapa

strategi perawatan terdapat pada tabel 2.7.

Tabel 2.7 Strategi Perawatan untuk Penyandang Disabilitas Intelektual4

33
2.7.4. Kehilangan Gigi, Delayed Eruption dan Hipoplasia Email

Ketiga kondisi tersebut lebih sering terjadi pada pasien dengan

disabilitas intelektual disertai dengan kondisi hidup yang memerlukan

pendampingan daripada yang dapat hidup sendiri. Dianjurkan untuk

memeriksakan gigi anak sejak usia tahun pertamanya dan secara teratur

sesudahnya dapat membantu mengidentifikasi pembentukan gigi yang tidak

34
biasa dan juga pola erupsi. Foto rontgen panoramik dapat dipilih untuk

mengidentifikasi adanya gigi yang hilang secara kongenital.3

2.7.5. Kebiasaan Buruk

Kebiasaan buruk merupakan masalah bagi sebagian pasien dengan

disabilitas intelektual. Kebiasaan tersebut dapat berupa bruxism, pernapasan

mulut, mendorong lidah, menggigit bibir, menggigit benda-benda yang tidak

lazim seperti pensil atau pena. Pemberian mouthguard dapat diberikan bila

memungkinkan untuk menghindari risiko yang lebih buruk.3

2.7.6. Cedera dan Trauma

Cedera akibat trauma pada daerah rongga mulut dari jatuh atau

kecelakaan terjadi pada pasien dengan disabilitas intelektual. Perlu penekanan

pada pengasuh bahwa trauma memerlukan perhatian profesional segera dan

jelaskan prosedur yang harus diikuti jika gigi permanen terkena trauma.

Instruksikan pengasuh untuk menemukan bagian gigi patah yang hilang, dan

jelaskan bahwa radiografi dada pasien mungkin diperlukan untuk menentukan

apakah ada fragmen yang tertelan atau tidak.3

2.7.7. Pertimbangan Perawatan Dental

Riwayat medis anak adalah sangat penting dalam menentukan tipe

disabilitas intelektual dan masalah medis yang berkaitan. Penggabungan

35
informasi dari orangtua dan pengasuh diperlukan, juga riwayat penggunaan

obat-obatan.1

Bahan restorasi gigi anak dengan disabilitas intelektual pilihannya

adalah semen ionomer kaca karena kemampuannya untuk mengeluarkan fluor.

Untuk penambalan gigi dengan banyak permukaan yang lebih disarankan

adalah mahkota logam. Perawatam endodonti satu kali kunjungan haruslah

dipertimbangkan, dimana panjang kerja secara radiografi sulit untuk

didapatkan, maka penggunaan alat apex locator akan sangat membantu.1

Penggunaan gigi tiruan cekat lebih didahulukan daripada gigi tiruan

lepasan. Gigi tiruan lepasan kontraindikasi untuk anak-anak dengan riwayat

kejang karena sulit untuk dikontrol.1

2.7.8. Manajemen Perilaku

Teknik desensitisasi kecemasan pada anak adalah efektif untuk lini

pertama perawatan dan teknik restrain dapat digunakan ketika teknik lain gagal

untuk digunakan. Restrain fisik dapat digunakan untuk mengkontrol gerakan

dari ekstremitas. Restrain mekanis seperti papan papoose, pediwraps, tape

straps dan mouth props dapat digunakan selama perawatan.1

Anak yang tidak dapat ditangani dengan cara restrain fisik dapat

dilakukan dengan cara sedasi (valium, chloral hydrate, dan hydrazine) untuk

mengurangi kecemasan selama perawatan. Prosedur anestesi umum merupakan

pilihan terakhir.1

36
Anak dengan derajat mental moderat dapat dilakukan perawatan bedah

dental selama keluarganya menyetujui, tingkat keadaan mental harus terlebih

dulu diketahui dokter gigi sehingga dokter gigi dapat melakukan penyesuaian

metode pendekatan yang akan dipilih dan rencana perawatan dimodifikasi

sesuai dengan tingkat toleransi pasien. Kesabaran adalah asset utama merawat

anak-anak dengan disabilitas intelektual, namun ketika tingkat kooperatif

sangat buruk, maka rehabilitasi oral dapat dilakukan di bawah pertimbangan

anestesi umum. Anak dengan kerusakan otak sehubungan dengan anoksia atau

konvulsi tidak dapat dipertimbangkan untuk pemberian anestesi umum. Obat

yang dikonsumsi saat ini seperti anti-konvulsan atau tranzqillizers harus

dipertimbangkan dan apabila ada keraguan, sebaiknya konsultasi kepada dokter

yang merawat.1

2.7.9. Panduan Manajemen Perilaku

Anak dengan disabilitas intelektual dapat dilakukan perawatan di klinik

gigi dengan beberapa panduan manajemen perilaku, yaitu1,5:

1. Rencanakan perjanjian (secara langsung atau melalui telepon) untuk

membahas kebutuhan khusus pasien sebelum kunjungan pertama.

Diskusikan hal ini dengan orang tua atau penyedia perawatan.


2. Penjadwalan pagi hari lebih dianjurkan daripada perawatan siang atau sore

hari.

37
3. Bicaralah dengan orang tua atau pengasuh untuk menentukan tingkat

kemampuan intelektual dan fungsional pasien. Jelaskan setiap prosedur

pada tingkat yang dapat dipahami pasien.


4. Gunakan instruksi singkat dan jelas dan berbicara langsung kepada pasien.
5. Minimalkan gangguan, seperti pemandangan dan suara yang keras, yang

mungkin menyulitkan pasien untuk bekerja sama.


6. Mulailah pemeriksaan mulut secara perlahan, hanya menggunakan jari

pada awalnya. Jika ini berhasil, mulailah menggunakan instrumen gigi.


7. Gunakan pendekatan Tell-Show-Do saat memperkenalkan instrumen atau

prosedur baru.
8. Hadiahi perilaku kooperatif dengan penguatan verbal yang positif.
9. Kembangkan kepercayaan dan konsistensi antara staf gigi dan pasien.

Gunakan staf, operator, dan waktu janji yang sama setiap kunjungan.

2.7.10. Strategi Preventif

Kesehatan rongga mulut anak dengan disabilitas intelektual memiliki

peranan penting untuk penampilan, berbicara, mastikasi, pencernaan dan lain-

lain. Oleh sebab itu, strategi preventif untuk kesehatan rongga mulutnya adalah

cara menyikat gigi, konseling diet dan pemberian suplemen fluor. Anak dengan

disabilitas intelektual memiliki gerakan tangan yang tidak terkontrol sehingga

mereka kesulitan untuk menyikat gigi. Maka orang tua dan pengasuh memiliki

peranan penting dalam hal ini.1 Beberapa pilihan modifikasi bentuk sikat gigi

telah banyak dipublikasikan untuk kemudahan adaptasi menyikat gigi pada

penyandang disabilitas intelektual (gambar 2.3 dan 2.4).

38
Gambar 2.3 Modifikasi Sikat Gigi untuk Penyandang Disabilitas Intelektual

Gambar 2.4 Posisi Menyikat Gigi dengan Sikat Gigi Modifikasi20

Mouth props dapat digunakan untuk memudahkan akses ke dalam

mulut anak-anak dengan disabilitas intelektual. Benang gigi dapat digunakan

untuk menghilangkan plak interproksimal dan benang gigi bergagang dapat

digunakan untuk mereka yang memiliki keterbatasan ketangkasan manual.1

Suplemen fluor dibutuhkan untuk anak-anak dengan disabilitas

intelektual. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, aplikasi fluor

professional dikombinasikan dengan aplikasi fluor di rumah. Tergantung

39
dengan kebutuhan dan kemampuan anak menggunakan fluor di rumah,

pilihannya adalah tablet kunyah, gel, obat kumur, dan lain sebagainya.1

Sebagian besar anak-anak ini menyukai makanan lunak yang

mengandung karbohidrat olahan dan untuk membatasi makanan manis dapat

digunakan sebagai hadiah. Oleh sebab itu, orang tua dan atau pengasuh perlu

diedukasi untuk pola diet non-kariogenik atau rendah gula.1

2.7.11. Perawatan dan Pencegahan Penyakit Gigi

Untuk mendapatkan keadaan kesehatan gigi dan mulut yang baik pada

anak dengan disabilitas intelektual, perlu dilakukan:1

1. Lakukan pemantauan penyakit periodontal dan aktivitas karies secara ketat.


2. Pertimbangkan pemberian klorheksidin atau agen antimikroba lainnya

untuk pemakaian sehari-hari. Pastikan pasien mampu untuk berkumur atau

memilih sediaan spray jika aplikasinya memungkinkan.


3. Evaluasi maloklusi. Beberapa pasien adalah kandidat untuk perawatan

ortodonti komprehensif. Perawatan gigi sulung selama mungkin dan

pertimbangkan kebutuhan space maintainer dan konsultasi ortodonti untuk

gigi yang hilang.


4. Sikat gigi elektrik, apabila memungkinkan, dapat menjadi alat kebersihan

mulut yang efektif.


5. Sebuah mouth guard dapat digunakan untuk kasus dengan bruxism,

kebiasaan melukai diri sendiri (self-mutilation) atau trauma pada mulut.

40
BAB III

SIMPULAN

1. Disabilitas intelektual merupakan keterbatasan fungsi intelektual dan

keterampilan adaptif yang terjadi sebelum usia 18 tahun dan dapat

disebabkan karena faktor genetik, dapatan (bawaan dan perkembangan)

maupun lingkungan dan sosial budaya.

2. Disabilitas intelektual diklasifikasikan menjadi 4 tingkat intelektual yaitu

ringan, sedang, berat dan sangat berat (profound) berdasarkan

pemeriksaan klinis dan kelainan sekunder.

41
3. Penyandang disabilitas intelektual sangat rentan terkena penyakit gigi dan

mulut karena keterbatasan dalam memelihara kebersihan rongga mulut.

4. Dokter gigi harus memiliki pengetahuan tentang disabilitas intelektual dan

strategi tepat untuk memberikan perawatan gigi dan mulut yang optimal

agar tercipta kualitas hidup yang lebih baik bagi para penyandang

disabilitas intelektual.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nirmala, S. & et, al. Dental concerns of children with intellectual disability- A

narrative review. Dent Oral Craniofac Res 4, 1–4 (2018).

2. Soltani, S., Khosravi, B. & Salehiniya, H. Prevalence of intellectual disability in

Iran: Toward a new conceptual framework in data collection. J Res Med Sci 20,

714–5 (2015).

3. Chin, M. & et, al. Practical Oral Care for People With Intellectual Disability.

(The National Institute of Dental and Craniofacial Research, 2009).

4. Fleck, A. . Analysis of dental management of those with physical and mental

disabilities. (Western Michigan University, 2011).

42
5. Puranik, M. & Shankarachari, R. Oral health status in intellectual disabled- A

review. Int. J. Health Sci. Res. 6, 426–434 (2016).

6. Katz, G. & Lazcano-Ponce, E. Intellectual disability: Definition, ethiological

factors, classification, diagnosis, treatment and prognosis. Salud Publica Mex 50,

(2008).

7. Chappelle, A. & et, al. Understanding Genetics: A New York-Mid Atlantic Guide

for Patients and Health Professionals. N. Y.- Atl. Consort. Genet. Newborn

Screen. Serv. (2011).

8. Bennet, R. . Recommendations for Standardized Human Pedigree Nomenclature.

Am J Hum Genet 56, 745–752 (1995).

9. Nussbaum, R. Thompson & Thompson Genetics In Medicine. (Elsevier, 2007).

10. Tarini, B. . & McInerney, J. . Family History in Primary Care. Pediatrics 132,

S203–S210 (2013).

11. Brock, J. & et, al. Family history screening: use of the three generation pedigree

in clinical practice. J Obstet Gynaecol Can 32, 663–672 (2010).

12. Kingston, H. ABC of Clinical Genetics. (BMJ Books, 2002).

13. Tumpenny, P. & Ellard, S. Emery’s Element of Medical Genetics. (Elsevier,

Mosby, 2007).

14. Passage, E. Color Atlas of Genetics. (Thieme, 2007).

15. Tasse, M. ., Luckasson, R. & Schalock, R. . The relation between intellectual

functioning and adaptive behavior in the diagnosis of intellectual disability.

Intellect. Dev. Disabil. AAIDD 54, 381–390 (2016).

43
16. Hallahan, D. . & Kauffman, J. . Exceptional learners: Introduction to special

education. (Pearson Education, Inc, 2006).

17. WebAIM. Cognitive.

18. Wehmeyer, M. . & et, al. The intellectual disability construct and its relation to

human functioning. Intellect. Dev. Disabil. AAIDD 46, 311–318 (2008).

19. Schalock, R. . & et, al. Perspectives: The Renaming of Mental Retardation:

Understanding the Change to the Term Intellectual Disability. Intellect. Dev.

Disabil. AAIDD 45, 116–124 (2007).

20. Cameron, B. Handbook of Pediatric Dentistry. (Mosby Company, 2008).

44

Anda mungkin juga menyukai