Anda di halaman 1dari 13

PROPOSAL PRAKTEK KERJA LAPANG

PROSES PRODUKSI BISKUIT DI PT GARUDAFOOD PUTRA PUTRI JAYA


Tbk, GRESIK, JAWA TIMUR

Disusun Oleh

Muhammad Fadhil Rachman (175100101111021)

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Produk makanan ringan merupakan produk pangan yang digemari oleh segala usia.
Makanan ringan dapat dikonsumsi setiap saat dan biasanya dikonsumsi di sela-sela waktu
makan pagi, siang dan malam. Makanan ringan ini dijadikan makanan solusi juga alternatif
untuk memenuhi kebutuhan energi juga bahkan gizi disaat ini karena kemudahannya untuk
dibawa, tahan lama, dan mudah dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat pada era dimana
tingkat kesibukan meningkat. Makanan yang dapat digolongkan makanan ringan adalah wafer,
jelly, biskuit, keripik, kacang, dan produk ekstruksi.

Salah satu Industri pangan yang bergerak di bidang makanan ringan adalah PT.
GarudaFood Putra Putri Jaya. PT GarudaFood Putra Putri Jaya berlokasi di Jalan Raya Krikilan
Km 28 Driyorejo, Gesik, Jawa Timur ini menghasilkan produk berupa wafer cream, wafer stick,
dan malkist. Produk-produk ini tersedia dalam berbagai rasa yang banyak digemari oleh
masyarakat. Biskuit Malkist merupakan salah satu variasi produk crackers yang berbentuk
persegi empat yang pipih dengan bentuk beraturan. Biskuit merupakan salah satu jenis produk
makanan yang diproses dengan pemanggangan, yang terbuat dari bahan dasar berupa tepung
terigu dan dilengkapi dengan bahan-bahan tambahan seperti lemak, gula, garam, perasa serta
bahan pengembang. Proses pembuatan biskuit dalam industri secara garis besar terdiri dari
pencampuran, pencetakan dan pemanggangan (Manley, 2011). Biskuit banyak dikonsumsi oleh
masyarakat oleh berbagai kalangan usia dan masyarakat, baik bayi hingga dewasa sebagai
makanan selingan disamping makanan pokok. Biskuit merupakan salah satu makanan ringan
yang digemari masyarakat dan permintaannya di pasar sangat tinggi , maka untuk memenuhi
kebutuhan konsumen, produsen mengimbangi dengan menambah jumlah produksi.

PT Garudafood Putra Putri juga terus berinovasi dalam memproduksi, meningkatkan,


dan mengendalikan mutu produk-produk biskuit seperti cracker. Produk-produknya selalu
mengikuti trend dari konsumsi masyarakat Indonesia sehingga industri pangan ini memiliki
bagian produksi dan pengembangan produk yang baik. Berdasarkan alasan tersebut, PKL di PT
GarudaFood Putra Putri Jaya, dilakukan dengan harapan mampu mengaplikasikan ilmu yang
telah didapat di perkuliahan dengan praktik kerja. Praktik Kerja Lapangan (PKL) merupakan
bentuk pengaplikasian teori dan praktik yang telah dipelajari di perguruan tinggi. PKL secara
langsung dapat mendidik mahasiswa untuk memiliki wawasan yang luas, solutif, aktif, dan
inovatif. Selain itu, PKL ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
menyelesaikan pendidikan strata satu pada jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang adalah sebagai berikut:
1. secara umum sistem pengelolaan dan produksi pada pabrik dari proses awal bahan baku, hingga
proses akhir pengemasan produk
2. Mengetahui, mengamati, dan memahami aplikasi ilmu yang telah diperoleh selama
masa perkuliahan dalam bentuk praktik kerja lapang di perusahaan dan menelaah
jika terjadi perbedaan.
3. Melatih mahasiswa untuk bekerja secara mandiri dan berlatih beradaptasi dengan
dunia kerja yang akan ditekuni sesuai dengan profesinya.
4. Menambah wawasan, pengetahuan, dan pengembangan pola pikir yang logis dan
sistematis sehubungan dengan proses industri.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mempelajari serta mengetahui proses produksi di PT GarudaFood Putra Putri Jaya,
Gresik, Jawa Timur, Indonesia
2. Mempelajari serta mengetahui pengembangan produk di PT GarudaFood Putra Putri
Jaya, Gresik, Jawa Timur, Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biskuit

Biskuit merupakan salah satu makanan ringan atau snack yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat. Makanan ringan ini berbahan dasar dari tepung terigu dengan proses pengolahan
berupa pemanggangan (Yuliani and Mardesci, 2017). Pada umumnya, biskuit merupakan
makanan kering berbahan dasar dari serelia dengan kadar air kurang dari 5%. Biskuit memiliki
ciri-ciri berupa tipis, renyah, berwarna coklat, kering, rata, dan siap untuk dikonsumsi.
Biskuit merupakan produk pangan kering yang mempunyai umur simpan relatif lama
(dapat mencapai satu tahun) karena kadar airnya yang rendah dan mudah dibawa karena
volume dan beratnya relatif kecil sebagai akibat dari proses pengeringan. Biskuit yang beredar
di pasaran cukup bergizi karena bahan-bahan utamanya mengandung karbohidrat, protein, dan
lemak sehingga bagus untuk dikonsumsi. Biskuit kaya akan energi, yang terutama berasal dari
karbohidrat dan lemak. Kandungan energi dalam 100 gram biskuit kurang lebih 400-500 kkal.
Karena itu, biskuit sangat tepat dijadikan snack atau makanan ringan bagi mereka yang sibuk
beraktivitas dan memerlukan banyak energi.
Biskuit memiliki beberapa jenis yang familiar di masyarakat. Dalam hal ini Departemen
Perindustrian RI membagi biskuit menjadi 4 kelompok yaitu cracker, biskuit keras, wafer, dan
cookies. Salah satu jenis biskuit yaitu cracker adalah biskuit yang dibuat melalui proses
fermentasi dan dibentuk tipis, lalu diberi penambahan rasa manis atau asin. Jenis ini dibuat dari
adonan keras melalui proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya
mengarah asin dan relatif renyah, serta bila dipatahkan penampangnya potongannya berlapis-
lapis. Cracker dibagi menjadi empat jenis yaitu saltine cracker, Cream Cracker, dan Snack
Creacker (Caballero, Finglas and Toldra, 2015).

2.2. Bahan Baku Biskuit

2.2.1. Tepung Terigu


Tepung terigu adalah bahan utama pembuatan biskuit dan memiliki efek dalam
pengembangan biskuit. Tepung juga mengandung protein nabati yang akan menghasilkan
gluten jika ditambahkan dengan air. Gluten bersamaan dengan penambahan ragi akan
membuat jaringan elastis yang akan menahan gas yang terbentuk oleh ragi selama proses
fermentasi dan pemanggangan. Dengan begitu, adonan akan mengembang dan tidak
mengempis. Tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan biskuit disarankan memiliki kadar
protein yaitu gluten yang berkisar antara 8,5 – 10% sehingga biskuit yang dihasilakan lebih tipis
dan renyah. Jenis ini akan menghasilkan struktur mudah patah yang diinginkan dalam biskuit
(Friska, 2002).

2.2.2. Natrium Bikarbonat (Soda Kue)


Natrium Bikarbonat atau yang lebih dikenal dengan soda kue dalam pembuatan biskuit
berfungsi untuk pengembangan selama proses pemanggangan. Natrium Bikarbonat (NaHCO 3)
atau biasa disebut soda kue akan menghasilkan gas CO2 yang dibutuhkan dalam proses
karbonasi yang akan mengembangkan adonan (Marsigit, Bonodikun and Sitanggang, 2017).
Ketika pemanggangan, bahan kimia akan aktif dan menimbulkan reaksi bertahap menghasilkan
gas CO2.

2.2.3. Gula
Penggunaan gula sebagai bahan baku biskuit adalah sebagai senyawa yang
memberikan rasa manis, pembentuk tekstur, dan pemberi warna pada permukaan dengan
reaksi browning yaitu akibat reaksi Maillard yang terjadi antara gula dengan asam amino.
Menurut standar nasional Indonesia No. 01-2973-1992 kadar gula total minimum dalam
pembuatan biskuit adalah 23% (Saputro, Karyantina and Suhartatik, 2017).

2.2.4. Pati Jagung


Pati jagung didapatkan dari biji jagung yang sudah digiling sehingga kulitnya terlepas
dari lembaga, lalu telah mengalami perendaman dengan air panas dan penghancuran.
Endapan yang dihasilkan direndam dengan natrium metabisulfit, lalu dicuci dengan natrium
hidroksida dan air, terakhir kandungan air di pati dikurangi. Salah satu karakteristik tekstur
biskuit yaitu kerenyahan dipengaruhi oleh penambahan bahan pengikat (maizena/tepung
jagung) yang memberikan kerenyahan yang baik karena maizena atau pati jagung adalah
sumber karbohidrat (Utomo and Ludong, 2017).

2.2.5. Minyak Nabati/Lemak


Dalam pembuatan biskuit, minyak nabati berfungsi sebagai lemak yang akan
memperbaiki cita rasa, dan tektur yaitu menjadikan adonan elastis dengan melunakkan tektur.
Minyak nabati yang mengandung lemak pada proses pengadukan adonan akan mengelilingi
tepung terigu sehingga jaringan gluten didalamnya akan diputus sehingga produk akhir setelah
pemanggangan tidak menjadi keras (Mayasari, 2016). Setelah pemanggangan biskuit/Crackers
juga menjadi tidak keras dan tidak meleleh di mulut.

2.2.6. Garam
Garam digunakan untuk memberikan rasa, mengikat air dan meningkatkan kekuatan
gluten sehingga adonan lebih mudah diuleni (WIHENTI, Setiani and Hintono, 2016). Garam
juga dapat menghambat kerja enzim protease dan amilase sehingga adonan tidak
mengembang berlebihan dan juga mencegah ragi berkembang biak terlalu cepat atau mengatur
kadar peragian. Selain itu, dalam pembuatan crackers garam berfungsi dalam dust filling yang
membuat produk crackers berlapis-lapis.

2.2.7. Susu Bubuk


Susu bubuk yang ditambahkan dalam pembuatan biskuit merupakan susu yang sudah
di spray drying (pengeringan) dan juga susu segar. Fungsi utama susu bubuk adalah sebagai
pemberi rasa dan aroma. Susu bubuk juga dapat membentuk struktur yang kuat dan berpori
pada biskuit, dan mampu memberikan nilai gizi tambahan kepada biskuit (Putri, Almasyhuri and
Miranti, 2018).

2.2.8. Ragi
Ragi merupakan mikroorganisme yaitu khamir yang berfungsi untuk pembentuk gas (Ali
et al., 2012). Ragi akan memfermentasi karbohidrat pada tepung dan menghasilkan gas
karbondioksida (CO2) dan alkohol. CO2 ini akan terperangkap dalam gluten saat
pemanggangan sehingga biskuit akan mengembang. Dalam pembuatan biskuit crackers, ragi
yang digunakan merupakan ragi instan (instan dry yeast atau ragi kering) yang mengandung
kadar air 7,5%, wujudnya bubuk sehingga mudah untuk dilarutkan .

2.3 Proses Pembuatan Biskuit

Secara umum proses pembuatan biskuit meliputi tiga tahap, yaitu pembuatan
adonan, pencetakan, dan pemanggangan adonan yang sudah dicetak. Pembuatan adonan
dimulai dengan proses mixing (pencampuran) dan pengadukan bahan-bahan. Menurut Manley
(1983), metode dasar pencampuran adonan adalah metode krim (creaming method) dan
metode all in. Pada metode krim, bahan baku dicampur secara bertahap. Pertama adalah
pencampuran lemak dan gula, kemudian ditambah penambah rasa, kemudian susu bubuk dan
bahan kimia aerasi berikut garam yang sebelumnya telah dilarutkan dalam air. Bagian
terakhirnya adalah penambahan tepung, jadi penambahan tepung adalah tahap paling akhir.
Metode ini sering digunakan dalam pembuatan biskuit karena menghasilkan adonan yang baik,
karena metode ini membatasi pengembangan gluten yang berlebihan. Selanjutnya yaitu
metode all in. Metode ini dilakukan dengan pencampuran seluruh bahan lalu diaduk sampai
membentuk adonan. Setelah mengalami proses pencampuran (mixing) maka akan terbentuk
adonan. Adonan tersebut akan mengalami proses aging selama kurang lebih 15 menit,
tergantung jenis bahan pengembang yang digunakan. Aging diperlukan untuk memberi
kesempatan pada bahan pengembang untuk bekerja efektif.
Tahapan selanjutnya adalah pencetakan. Pencetakan dilakukan terhadap adonan yang
sebelumnya telah ditipiskan hingga ketipisan yang diinginkan. Ukuran dan pembentukan biskuit
juga dietentukan dalam tahap ini, ukuran dan bentuk sangat mempengaruhi proses
pemanggangan. Adonan yang telah mengalami proses pencetakan diletakkan dan ditata diatas
loyang yang telah diolesi dengan lemak lalu dipanggang. Pengolesan lemak ini menghindari
penempelan adonan dan hasil setelah pemanggangan (Utomo and Ludong, 2017).
Proses terakhir adalah proses pemanggangan. Proses ini sangat mempengaruhi
kualitas dari produk biskuit. Bahan pengembang dan panas pengembangan akan membentuk
struktur roti, lemak dan gula akan mencair dan saling menguatkan adonan (Pratama, Rostini
and Liviawaty, 2014). Pembentukan warna terjadi (browning) dan crust terbentuk. Suhu
pemanggangan harus dijaga dalam tahapan ini karena akan mempengaruhi tingkat
kematangan, kerenyahan, kerapuhan dan tekstur dari biskuit. Pada umumnya suhu
pemanggangan biskuit antara 2180C hingga 2320C dalam waktu 15-20 menit , namun suhu dan
waktu pemanggangan harus disesuaikan dengan komposisi bahan dan ukuran dari adonan.

2.4 Proses Produksi

2.4.1. Penerimaan Bahan Baku


Bahan baku yang digunakan untuk proses pembuatan biskuit adalah tepung terigu, gula,
lemak nabati, minyak nabati, cokelat bubuk, tepung tapioka, amonium bikarbonat, susu bubuk
dan bahan-bahan minor lainnya. Pada proses ini bahan baku dicek kualitas dan kuantitasnya.
Apabila bahan baku telah sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan, maka dapat dilanjutkan ke
proses selanjutnya.
2.4.2. Pembuatan Dusting
Dusting adalah lapisan atau lamination sheet yang berfungsi untuk melapisi adonan
dengan tujuan untuk mencegah adonan menjadi lengket pada conveyor (Manley, 2011).
Dengan perlakuan ini permukaan adonan akan kering dan terjadi peningkatan kemampuan
adonan untuk membuat layer sesuai karakteristik biskuit. Secara umum bahan dusting terdiri
dari tepung tapioka, tepung terigu, amonium bikarbonat, lemak nabati dan garam.

2.4.3. Pengolahan Fase Sponge


Fase sponge dari biskuit diolah dengan mencampurkan tepung terigu, gula pasir, ragi,
maltodekstrin dan air. Selanjutnya pada fase ini juga terjadi proses fermentasi, ragi akan
tumbuh dan meningkatkan volume adonan, menghasilkan aroma khas fermentasi dan
meningkatkan temperatur. Fase ini dilakukan sebelum pembuatan adonan atau dough
dilakukan (Manley, 2011).

2.4.4. Pengolahan Fase Dough


Tahapan selanjutnya setelah fase sponge selesai difermentasi adalah pencampuran
dengan bahan-bahan fase dough (Rosida, 2018). Bahan-bahan tersebut adalah tepung terigu,
lemak/margarin, amonium bikarbonat, susu bubuk, bahan-bahan minor, dan air. Seluruh bahan
kemudian melalui proses mixing dan dilanjutkan dengan proses fermentasi akhir adonan
dengan suhu dan waktu tertentu.

2.4.5. Pencetakan Adonan


Setelah adonan melalui proses fermentasi kedua, adonan akan dimasukkan ke mesin
pencetakan adonan. Pada tahap ini, adonan akan diatur ketipisannya untuk menjadikan produk
akhir bentuknya sesuai keinginan. Adonan yang tipis akan membuat karbon dioksida tersebar
secara merata pada seluruh bagian adonan (Hui et al., 2008). Selain itu, lemak juga akan
tersebar secara merata tersebar dalam adonan dan membentuk ikatan pati-protein-lemak-air
dengan baik. Pada proses ini juga dilakukan proses dusting pada conveyor pencetak.
Selanjutnya, adonan akan melalui mesin pemotong yang akan memotong adonan sesuai
bentuk dan ukuran produk yang diinginkan.
2.4.6. Pemanggangan
Proses pemanggangan dilakukan dengan suhu dan waktu yang berbeda tergantung
ukuran, komposisi produk dan hasil akhir yang diinginkan. Pada proses produksi biasanya
suhu yang digunakan adalah sekitar 300oC dengan waktu yang relatif singkat 2-5 menit.
Setelah pemanggangan lapisan adonan akan mengembang karena tekanan karbondioksida
dari ragi dan perangkapan gas oleh gluten. Lubang dibentuk pada adonan. Lubang pada
adonan akan menjaga proses pengembangan adonan sehingga tidak merusak lapisan adonan.
Alas pemanggangan juga harus berlubang sehingga akan memberikan sirkulasi bagi uap yang
keluar dari bagian bawah adonan. Proses pemanggangan akan menaikkan ketebalan adonan
dari sekitar 0,4 mm menjadi 4 mm. Setelah melalui proses pemanggangan, biskuit jenis cracker
disarankan memiliki kandungan air yang rendah yaitu 2-2,5 % (Hui et al., 2008).

2.4.7. Pengemasan
Pengemasan biskuit menjadi produk jadi dilakukan dengan tahapan sortasi. Sortasi
dilakukan untuk memisahkan biskuit dibawah standar dan sesuai standar. Pengemasan
dilakukan dengan ukuran berat biskuit yang diukur secara sama pada setiap satu kemasan.
Kondisi lingkungan pada proses pengemasan dijaga sekitar 22oC dengan RH 53% dengan
tujuan agar menjaga produk tetap renyah (Hui et al., 2008).

.
BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksaan


Kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) direncanakan dilaksanakan selama kurang lebih
satu bulan yaitu pada tanggal 23 Desember 2019 sampai dengan 28 Januari 2019. PKL ini
bertempat di PT. Garudafood Putra Putri Jaya Tbk , Gresik, Jawa Timur. Adapun detail
kegiatan dan alokasi waktu PKL ditunjukkan pada tabel 1.1.

Tabel 1.1. Alokasi Waktu Perencanaan Praktek Kerja Lapang

Pelaksanaan Minggu ke-


Nama Kegiatan
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4

Aktivitas lapang:

Pengenalan lokasi

Diskusi

Pengamatan dan
observasi

Pengumpulan data

3.2 Metode Pelaksanaan


Metode pengumpulan data yang dilakukan selama Praktek Kerja Lapang (PKL) yaitu
sebagai berikut :
1. Mengikuti aktivitas di PT. Garudafood Putra Putri Jaya Tbk
2. Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan cara :
a. Observasi dan Pengamatan Langsung
Observasi dan pengamatan langsung dilakukan dengan cara melakukan
pengamatan secara menyeluruh terhadap proses pengolahan produk dan
pengembangan produk. Mulai dari perancangan produk, penerimaan bahan baku
hingga menjadi produk jadi, manajemen produksi serta lokasi fasilitas produksi.
b. Wawancara
Melakukan pengumpulan data melalui tanya jawab yang dilaksanakan
dengan staff perusahaan yang ada di lokasi produksi.
c. Diskusi
Diskusi akan dilakukan Bersama dengan pembimbing lapang dan para staff
yang terdapat pada industry setiap selesai dilakukannya observasi atau
wawancara untuk menverifikasi data yang telah diperoleh.
d. Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan data pelengkap untuk
menunjang penulisan laporan yang dilakukan dengan cara mempelajari catatan
tentang industri dan kegiatan yang ada di industri.
e. Studi Pustaka
Mempelajari informasi yang bersumber dari literatur berupa buku, jurnal,
internet, dan sumber-sumber kepustakaan yang berhubungan dengan proses
pengolahan produk di perusahaan. Studi ini dilakukan dengan tujuan untuk
melengkapi dan memperkuat informasi yang telah diperoleh dari PT Garudafood
Putra Putri Jaya Tbk.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, A. et al. (2012) ‘Yeast, its types and role in fermentation during bread making process-A’,
Pakistan Journal of Food Sciences, 22(3), pp. 171–179.

Caballero, B., Finglas, P. and Toldra, F. (2015) Encyclopedia of Food and Health. Elsevier
Science. Available at: https://books.google.co.id/books?id=O-t9BAAAQBAJ.

Friska, T. (2002) ‘Penambahan Sayur Bayam (Amaranthus tricolor L.), Sawi (Brassicajuncea L.)
dan Wortel (Daucus carota L.) pada Pembuatan Crackers Tinggi Serat Makanan.[Skripsi]’,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hui, Y. H. et al. (2008) Bakery Products: Science and Technology. Wiley. Available at:
https://books.google.co.id/books?id=GYauJOMebo4C.

Manley, D. (2011) Manley’s Technology of Biscuits, Crackers and Cookies. Elsevier Science
(Woodhead Publishing Series in Food Science, Technology and Nutrition). Available at:
https://books.google.co.id/books?id=v5NwAgAAQBAJ.

Marsigit, W., Bonodikun, B. and Sitanggang, L. (2017) ‘PENGARUH PENAMBAHAN BAKING


POWDER DAN AIR TERHADAP KARAKTERISTIK SENSORIS DAN SIFAT FISIK BISKUIT
MOCAF (Modified Cassava Flour)’, Jurnal Agroindustri, 7(1).

Mayasari, R. (2016) ‘Kajian Karakteristik Biskuit yang Dipengaruhi Perbandingan Tepung Ubi
Jalar (Ipomea batatas L.) dan Tepung Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)’. Fakultas Teknik
Unpas.

Pratama, R. I., Rostini, I. and Liviawaty, E. (2014) ‘Karakteristik biskuit dengan penambahan
tepung tulang ikan jangilus (istiophorus sp.)’, Jurnal Akuatika, 5(1).

Putri, R. M., Almasyhuri, A. and Miranti, M. (2018) ‘PENAMBAHAN CAMPURAN SUSU SKIM
DAN LEMAK PADA COOKIES PELANCAR ASI TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus
androgynous L. Merr) TERHADAP DAYA TERIMA PANELIS’, Jurnal Online Mahasiswa (JOM)
Bidang Farmasi, 1(1).

Rosida, D. A. (2018) ‘KAJIAN FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK COOKIES FUNGSIONAL


PATI GARUT (Maranta arundinacea L.) TERMODIFIKASI DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG
PULP KOPI’. University of Muhammadiyah Malang.
Saputro, S. B., Karyantina, M. and Suhartatik, N. (2017) ‘KARAKTERISTIK BISKUIT DENGAN
VARIASI SUBSTITUSI TEPUNG SORGUM (Sorghum bicolor L.) DAN EKSTRAK JAHE
(Zingiber officinale Rosch)’, JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PANGAN, 4(2).

Utomo, L. I. V. A. and Ludong, I. M. (2017) ‘PENGARUH PENAMBAHAN MAIZENA PADA


PEMBUATAN BISKUIT GLUTEN FREE CASEIN FREE BERBAHAN BAKU TEPUNG PISANG
GOROHO (Musa Acuminate)’, in COCOS.

WIHENTI, A. I., Setiani, B. E. and Hintono, A. (2016) ‘Analisis kadar air, tebal, berat, dan tekstur
biskuit cokelat akibat perbedaan transfer panas’. Fakultas Peternakan Dan Pertanian Undip.

Yuliani, S. and Mardesci, H. (2017) ‘Pengaruh Penambahan Tepung Ampas Tahu terhadap
Karakteristik Biskuit yang Dihasilkan’, Jurnal Teknologi Pertanian, 6(1), pp. 1–11.

Anda mungkin juga menyukai