Disusun Oleh
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Produk makanan ringan merupakan produk pangan yang digemari oleh segala usia.
Makanan ringan dapat dikonsumsi setiap saat dan biasanya dikonsumsi di sela-sela waktu
makan pagi, siang dan malam. Makanan ringan ini dijadikan makanan solusi juga alternatif
untuk memenuhi kebutuhan energi juga bahkan gizi disaat ini karena kemudahannya untuk
dibawa, tahan lama, dan mudah dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat pada era dimana
tingkat kesibukan meningkat. Makanan yang dapat digolongkan makanan ringan adalah wafer,
jelly, biskuit, keripik, kacang, dan produk ekstruksi.
Salah satu Industri pangan yang bergerak di bidang makanan ringan adalah PT.
GarudaFood Putra Putri Jaya. PT GarudaFood Putra Putri Jaya berlokasi di Jalan Raya Krikilan
Km 28 Driyorejo, Gesik, Jawa Timur ini menghasilkan produk berupa wafer cream, wafer stick,
dan malkist. Produk-produk ini tersedia dalam berbagai rasa yang banyak digemari oleh
masyarakat. Biskuit Malkist merupakan salah satu variasi produk crackers yang berbentuk
persegi empat yang pipih dengan bentuk beraturan. Biskuit merupakan salah satu jenis produk
makanan yang diproses dengan pemanggangan, yang terbuat dari bahan dasar berupa tepung
terigu dan dilengkapi dengan bahan-bahan tambahan seperti lemak, gula, garam, perasa serta
bahan pengembang. Proses pembuatan biskuit dalam industri secara garis besar terdiri dari
pencampuran, pencetakan dan pemanggangan (Manley, 2011). Biskuit banyak dikonsumsi oleh
masyarakat oleh berbagai kalangan usia dan masyarakat, baik bayi hingga dewasa sebagai
makanan selingan disamping makanan pokok. Biskuit merupakan salah satu makanan ringan
yang digemari masyarakat dan permintaannya di pasar sangat tinggi , maka untuk memenuhi
kebutuhan konsumen, produsen mengimbangi dengan menambah jumlah produksi.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang adalah sebagai berikut:
1. secara umum sistem pengelolaan dan produksi pada pabrik dari proses awal bahan baku, hingga
proses akhir pengemasan produk
2. Mengetahui, mengamati, dan memahami aplikasi ilmu yang telah diperoleh selama
masa perkuliahan dalam bentuk praktik kerja lapang di perusahaan dan menelaah
jika terjadi perbedaan.
3. Melatih mahasiswa untuk bekerja secara mandiri dan berlatih beradaptasi dengan
dunia kerja yang akan ditekuni sesuai dengan profesinya.
4. Menambah wawasan, pengetahuan, dan pengembangan pola pikir yang logis dan
sistematis sehubungan dengan proses industri.
2.1 Biskuit
Biskuit merupakan salah satu makanan ringan atau snack yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat. Makanan ringan ini berbahan dasar dari tepung terigu dengan proses pengolahan
berupa pemanggangan (Yuliani and Mardesci, 2017). Pada umumnya, biskuit merupakan
makanan kering berbahan dasar dari serelia dengan kadar air kurang dari 5%. Biskuit memiliki
ciri-ciri berupa tipis, renyah, berwarna coklat, kering, rata, dan siap untuk dikonsumsi.
Biskuit merupakan produk pangan kering yang mempunyai umur simpan relatif lama
(dapat mencapai satu tahun) karena kadar airnya yang rendah dan mudah dibawa karena
volume dan beratnya relatif kecil sebagai akibat dari proses pengeringan. Biskuit yang beredar
di pasaran cukup bergizi karena bahan-bahan utamanya mengandung karbohidrat, protein, dan
lemak sehingga bagus untuk dikonsumsi. Biskuit kaya akan energi, yang terutama berasal dari
karbohidrat dan lemak. Kandungan energi dalam 100 gram biskuit kurang lebih 400-500 kkal.
Karena itu, biskuit sangat tepat dijadikan snack atau makanan ringan bagi mereka yang sibuk
beraktivitas dan memerlukan banyak energi.
Biskuit memiliki beberapa jenis yang familiar di masyarakat. Dalam hal ini Departemen
Perindustrian RI membagi biskuit menjadi 4 kelompok yaitu cracker, biskuit keras, wafer, dan
cookies. Salah satu jenis biskuit yaitu cracker adalah biskuit yang dibuat melalui proses
fermentasi dan dibentuk tipis, lalu diberi penambahan rasa manis atau asin. Jenis ini dibuat dari
adonan keras melalui proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya
mengarah asin dan relatif renyah, serta bila dipatahkan penampangnya potongannya berlapis-
lapis. Cracker dibagi menjadi empat jenis yaitu saltine cracker, Cream Cracker, dan Snack
Creacker (Caballero, Finglas and Toldra, 2015).
2.2.3. Gula
Penggunaan gula sebagai bahan baku biskuit adalah sebagai senyawa yang
memberikan rasa manis, pembentuk tekstur, dan pemberi warna pada permukaan dengan
reaksi browning yaitu akibat reaksi Maillard yang terjadi antara gula dengan asam amino.
Menurut standar nasional Indonesia No. 01-2973-1992 kadar gula total minimum dalam
pembuatan biskuit adalah 23% (Saputro, Karyantina and Suhartatik, 2017).
2.2.6. Garam
Garam digunakan untuk memberikan rasa, mengikat air dan meningkatkan kekuatan
gluten sehingga adonan lebih mudah diuleni (WIHENTI, Setiani and Hintono, 2016). Garam
juga dapat menghambat kerja enzim protease dan amilase sehingga adonan tidak
mengembang berlebihan dan juga mencegah ragi berkembang biak terlalu cepat atau mengatur
kadar peragian. Selain itu, dalam pembuatan crackers garam berfungsi dalam dust filling yang
membuat produk crackers berlapis-lapis.
2.2.8. Ragi
Ragi merupakan mikroorganisme yaitu khamir yang berfungsi untuk pembentuk gas (Ali
et al., 2012). Ragi akan memfermentasi karbohidrat pada tepung dan menghasilkan gas
karbondioksida (CO2) dan alkohol. CO2 ini akan terperangkap dalam gluten saat
pemanggangan sehingga biskuit akan mengembang. Dalam pembuatan biskuit crackers, ragi
yang digunakan merupakan ragi instan (instan dry yeast atau ragi kering) yang mengandung
kadar air 7,5%, wujudnya bubuk sehingga mudah untuk dilarutkan .
Secara umum proses pembuatan biskuit meliputi tiga tahap, yaitu pembuatan
adonan, pencetakan, dan pemanggangan adonan yang sudah dicetak. Pembuatan adonan
dimulai dengan proses mixing (pencampuran) dan pengadukan bahan-bahan. Menurut Manley
(1983), metode dasar pencampuran adonan adalah metode krim (creaming method) dan
metode all in. Pada metode krim, bahan baku dicampur secara bertahap. Pertama adalah
pencampuran lemak dan gula, kemudian ditambah penambah rasa, kemudian susu bubuk dan
bahan kimia aerasi berikut garam yang sebelumnya telah dilarutkan dalam air. Bagian
terakhirnya adalah penambahan tepung, jadi penambahan tepung adalah tahap paling akhir.
Metode ini sering digunakan dalam pembuatan biskuit karena menghasilkan adonan yang baik,
karena metode ini membatasi pengembangan gluten yang berlebihan. Selanjutnya yaitu
metode all in. Metode ini dilakukan dengan pencampuran seluruh bahan lalu diaduk sampai
membentuk adonan. Setelah mengalami proses pencampuran (mixing) maka akan terbentuk
adonan. Adonan tersebut akan mengalami proses aging selama kurang lebih 15 menit,
tergantung jenis bahan pengembang yang digunakan. Aging diperlukan untuk memberi
kesempatan pada bahan pengembang untuk bekerja efektif.
Tahapan selanjutnya adalah pencetakan. Pencetakan dilakukan terhadap adonan yang
sebelumnya telah ditipiskan hingga ketipisan yang diinginkan. Ukuran dan pembentukan biskuit
juga dietentukan dalam tahap ini, ukuran dan bentuk sangat mempengaruhi proses
pemanggangan. Adonan yang telah mengalami proses pencetakan diletakkan dan ditata diatas
loyang yang telah diolesi dengan lemak lalu dipanggang. Pengolesan lemak ini menghindari
penempelan adonan dan hasil setelah pemanggangan (Utomo and Ludong, 2017).
Proses terakhir adalah proses pemanggangan. Proses ini sangat mempengaruhi
kualitas dari produk biskuit. Bahan pengembang dan panas pengembangan akan membentuk
struktur roti, lemak dan gula akan mencair dan saling menguatkan adonan (Pratama, Rostini
and Liviawaty, 2014). Pembentukan warna terjadi (browning) dan crust terbentuk. Suhu
pemanggangan harus dijaga dalam tahapan ini karena akan mempengaruhi tingkat
kematangan, kerenyahan, kerapuhan dan tekstur dari biskuit. Pada umumnya suhu
pemanggangan biskuit antara 2180C hingga 2320C dalam waktu 15-20 menit , namun suhu dan
waktu pemanggangan harus disesuaikan dengan komposisi bahan dan ukuran dari adonan.
2.4.7. Pengemasan
Pengemasan biskuit menjadi produk jadi dilakukan dengan tahapan sortasi. Sortasi
dilakukan untuk memisahkan biskuit dibawah standar dan sesuai standar. Pengemasan
dilakukan dengan ukuran berat biskuit yang diukur secara sama pada setiap satu kemasan.
Kondisi lingkungan pada proses pengemasan dijaga sekitar 22oC dengan RH 53% dengan
tujuan agar menjaga produk tetap renyah (Hui et al., 2008).
.
BAB III
METODE PELAKSANAAN
Aktivitas lapang:
Pengenalan lokasi
Diskusi
Pengamatan dan
observasi
Pengumpulan data
Ali, A. et al. (2012) ‘Yeast, its types and role in fermentation during bread making process-A’,
Pakistan Journal of Food Sciences, 22(3), pp. 171–179.
Caballero, B., Finglas, P. and Toldra, F. (2015) Encyclopedia of Food and Health. Elsevier
Science. Available at: https://books.google.co.id/books?id=O-t9BAAAQBAJ.
Friska, T. (2002) ‘Penambahan Sayur Bayam (Amaranthus tricolor L.), Sawi (Brassicajuncea L.)
dan Wortel (Daucus carota L.) pada Pembuatan Crackers Tinggi Serat Makanan.[Skripsi]’,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hui, Y. H. et al. (2008) Bakery Products: Science and Technology. Wiley. Available at:
https://books.google.co.id/books?id=GYauJOMebo4C.
Manley, D. (2011) Manley’s Technology of Biscuits, Crackers and Cookies. Elsevier Science
(Woodhead Publishing Series in Food Science, Technology and Nutrition). Available at:
https://books.google.co.id/books?id=v5NwAgAAQBAJ.
Mayasari, R. (2016) ‘Kajian Karakteristik Biskuit yang Dipengaruhi Perbandingan Tepung Ubi
Jalar (Ipomea batatas L.) dan Tepung Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)’. Fakultas Teknik
Unpas.
Pratama, R. I., Rostini, I. and Liviawaty, E. (2014) ‘Karakteristik biskuit dengan penambahan
tepung tulang ikan jangilus (istiophorus sp.)’, Jurnal Akuatika, 5(1).
Putri, R. M., Almasyhuri, A. and Miranti, M. (2018) ‘PENAMBAHAN CAMPURAN SUSU SKIM
DAN LEMAK PADA COOKIES PELANCAR ASI TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus
androgynous L. Merr) TERHADAP DAYA TERIMA PANELIS’, Jurnal Online Mahasiswa (JOM)
Bidang Farmasi, 1(1).
WIHENTI, A. I., Setiani, B. E. and Hintono, A. (2016) ‘Analisis kadar air, tebal, berat, dan tekstur
biskuit cokelat akibat perbedaan transfer panas’. Fakultas Peternakan Dan Pertanian Undip.
Yuliani, S. and Mardesci, H. (2017) ‘Pengaruh Penambahan Tepung Ampas Tahu terhadap
Karakteristik Biskuit yang Dihasilkan’, Jurnal Teknologi Pertanian, 6(1), pp. 1–11.