Anda di halaman 1dari 27

Tugas Makalah Kepemimpinan

Dosen Pembimbing :
Rizki Muslim Hidayat S.AB,MM

Disusun oleh :
Kelompok 2
1. Alpian Anwari 1710412610002
2. Andika Chandra Gunawan 1710412610005
3. Andreas Alfredha Adyatma 1710412610006
4. Sulis
5. Feni Monica 1710412620015

ILMU ADMINISTRASI BISNIS

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


DAFTAR ISI

Daftar Isi
Bab 2
Apa yang telah kita pelajari tentang kepemimpinan ?..........................................................
Pemimpin dan Manajer………………………………………………………………………..17
Penelitian Tentang Kepemimpinan…………………………………………………………..
Sifat-sifat yang besar! Penelitian dari Tahun 1990 hingga Tahun 1945………………………18
Perilaku yang Ditengarai! Penelitian dari Tahun 1945 hingga Tahun 1965…………………..19
Merangkul Situasi Penelitian Dari Tahun 1969 sampai Tahun 1978………………………… 23
Sebuah kesepakatan nyata! Penelitian dari Tahun 1970-an dan seterusnya…………………..26
Sebuah Paradigma Baru Kepemimpinan…………………………………………………… 30
Mengeksplorasi Paradigma Baru……………………………………………………………. 34
Ringkasan………………………………………………………………………………………37
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………………38
17

Apa yang Telah Kita Pelajari tentang


Kepemimpinan?
Sebuah perjalanan yang berjarak ribuan mil pun diawali dengan satu langkah.
A journey of a thousand miles begins with a single step.
Tao Te Cing, Chapter 64

U ntuk mulai memahami kepemimpinan yang bermakna, kami mengawalinya dengan awal penelitian
tentang kepemimpinan. Kami akan melihat kembali beberapa hasil penelitian resmi ratusan tahun lalu
tentang kepemimpinan. Tetapi, sebelum kami dapat melihat berbagai hasil penelitian ini, kami harus
mempertimbangkan terlebih dahulu definisi kepemimpinan dan perbedaan antara kepemimpinan dan
manajemen.

Pemimpin dan manajer


Secara historis, para penelitian membuat perbedaan kecil antara istilah “kepemimpinan” dan
“manajemen”. Sebaliknya, sekarang ini ada suatu kesepakatan yang dapat dipertimbangkan bahwa
manajemen dan kepemimpinan pada dasarnya tidak sama. Namun, banyak penelitian tentang
kepemimpinan-- bahkan hasil penelitian terbaru—menggunakan kedua istilah tersebut secara
bergantian.
Sebagian besar penelitian dari tahun 1900 hingga tahun 1980-an terbatas hanya pada studi tentang
para pengawas dan para manajer tingkat rendah. Bahkan hingga tahun 1950-an, anda dapat menghitung
jumlah studi penelitian yang melibatkan para eksekutif senior dan chief executive officers (CEO) dengan
hitungan jari. Namun tidak demikian halnya ketika tahun 1997, Abraham Zaleznik, seorang sarjana di
bidang kepemimpinan, yang sudah sangat terkenal di dunia internasional di Universitas Harvard,
menerbitkan sebuah esai klasik. Dalam esainya, ia menggambarkan dengan tegas perbedaan-perbedaan
utama antara manajer dan pemimpin.
Dengan demikian, ketika melihat sejarah penelitian kepemimpinan, kita harus menanamkan dalam
benak kita bahwa “pemimpin” yang teliti umumnya adalah pengawas first-line dan para manajer tingkat
bawah, bukan manajer tingkat tengaheksekutif, atau para CEO. Untuk saat ini, harap diingat bahwa
studi-studi yang kita perhatikan adalah yang tidak membuat perbedaan-perbedaan seperti itu.
Kemudian, kita akan memikirkan kembali perbedaan yang di buat pada hasil-hasil penelitian itu,
sebagaimana kita akan melihat lebih dekat perbedaan antara pemimpin dan manajer.
18

Penelitian tentang kepemimpinan


Sifat-sifat yang besar! Penelitian dari Tahun 1990 hingga Tahun 1945
Lebih dari 50 tahun lalu, pendekatan yang dominan terhadap kepemimpinan disebut sebagai
teori”Orang Besar” /the Great Man Theory (sekarang ini kami menyebutkan pendekatan “Orang Besar”
terhadap kepemimpinan). Pendekatan ini mengasumsikan bahwa para pemimpin besar dilahirkan
seperti itu. Oleh karena itu, jika kita mengidentifikasi karakteristik-karakteristik atau sifat-sifat personal
yang membuat mereka efektif, kita dapat memahami rahasia kepemimpinan. Lima puluh tahun lalu,
pendekatan ini dilihat sebagai hal yang tidak masuk akal. Bagaimapun juga, ilmu psikologi baru, pada
akhir abad itu, telah membuktikan bahwa mengukur tingkat kecerdasan orang--IQ--adalah sesuatu yang
mungkin. Lebih dari itu, pengukuran ini merupakan alat prediksi yang baik untuk mengukur kesuksesan
umum dalam pekerjaan.
Pada dekade pertama abad 20, ketika dunia dalam suasana perang, Angkatan Darat Amerika Serikat
mengaplikasikan gagasan untuk melakukan tes dan seleksi dalam rangka membantu mengidentifikasi
para pemimpin potensial. Para psikolog Angkatan Darat berusaha mengembangkan apa yang dinamakan
tes Army Alpha. Mereka menggunakan tes kecerdasan mental umum yang sederhana ini untuk
menyeleksi perwira-perwira potensial selama Perang Dunia I.2 Model tes awal kepemimpinan ini,
setidaknya sebagian kecilnya, masih menjadi bagian dari apa yang sekarang dinamakan sebagai Armed
Service Vocational Aptitude Battery (ASVAB).
Apakah pendekatan ini benar-benar bisa berjalan? Pada tahun 1920-an, para peneliti mulai
mengidentifikasi dan mengukur alat-alat prediksi mengenai kepemimpinan yang efektif. Pada tahun
1945, ada ratusan literature studi tentang kepemimpinan. Ralph Stogdill, yang kemudian menjadi
seorang sarjana muda di Universitas Negeri Ohio, mengkaji ulang lebih dari 100 laporan penelitian
terbaik. Tujuannya adalah untuk melihat sekitarnya dia bisa menemukan beberapa tema umum atau
memperoleh beberapa kesimpulan definitive tentang sifat-sifat dan karakteristik-karakteristik
kepemimpinan.3
Stogdill menemukan bahwa para pemimpin sesungguhnya secara umum sedikit lebih cerdas
dibandingkan dengan rata-rata orang kebanyakan. Namun, perbedaannya tidak signifikan; perbedaan
tersebut tidak dapat dijadikan sebagai alat prediksi yang memadai untuk kepemimpinan. Para pemimpin
juga lebih ramah dan menarik dibandingkan dengan rata-rata individu lain. Tetapi, lagi-lagi, perbedaan
ini tidak signifikan dan bisa saja tidak memiliki nilai yang riil untuk mengidentifikasi pemimpin atau
memprediksi efektivitas kepemimpinan. Para pemimpin ternyata juga lebih kreatif, asertif, dan
bertanggung jawab dibandingkan dengan rata-rata individu lain; bahkan mereka lebih tinggi dan lebih
berat! Namun, tidak satu pun dari perbedaan-perbedaan ini terbukti berguna untuk mengidentifikasi
pemimpin, karena tidak satu pun di antaranya yang signifikan secara statistic. Kelihatannya sifat-sifat
kepemimpinan sama sekali tidak penting.
Banyak orang percay, bahkan hingga saat ini, stogdill menunjukkan bahwa kepemimpinan bukanlah
masalah sifat-sifat atau karakteristik-karakteristik. Sebenarnya temuan dan kesimpulan stogdill jauh
lebih rumit di bandingkan dengan apa yan diuraikan diatas; kami akan menjelaskan hal ini kemudian.
Terlepas dari itu, hasil kajian penelitian klasik Ralph Stogdill membantah sebagian besar hasil penelitian
kepemimpinan yang berbasis kepribadian. Satu konsekuensinya menjadi awal dari focus baru penelitian
kepemimpinan. Stogdill dan koleganya di Ohio University State (seperti para peneliti di universitas-
universitas lain) memulai sebuah program penelitian yang ambisius untuk mengidentifikasi berbagai
perilaku yang dikaitkan dengan kepemimpinan yang efektif.
19

Perilaku yang Ditengarai! Penelitian dari Tahun 1945 hingga Tahun 1965
Jika bukan siapa mereka, logikaStogdill mengatakan, mungkin itu tentang apa yang mereka kerjakan.
Tentu saja, Stogdill dan rekan-rekannya bukan satu-satunya yang mencoba tantangan untuk memahami
perilaku-perilaku yang digunakan oleh pemimpin efektif. Dua kelompok penelliti lainnya cukup aktif,
baik di Universitas Michigan maupun di Universitas Harvard.
Para peneliti dari Institut Peneliti Sosial Universitas Michigan melakukan beberapa studi tentang
kepemimpinan sebagai pengawas (supervisory leadership). Penelitian ini difokuskan pada strategi-
strategi perilaku yang dihubungkan dengan kinerja yang efektif.4 Salah satu studi utamanya berfokus
pada “penari-penari gandy” (gandy dancers), sebuah nama yang melekat pada para pekerja rel kereta.
Para penari gandy adalah para pekerja yang menempatkan dan meluruskan lintasan kereta. Mereka
bekerja secara berkelompok dan mengayunkan godam besar dalam suatu irama yang mengingatkan
pada satu jenis tarian. (Dikatakan bahwa “gandy” mengacu pada si pembuat godam,yakni Gandy Co. of
Chicago, yang namanya ditempelkan pada setiap pegangan palu besar tersebut).
Para oeneliti dari Michigan mengamati tindakan-tindakan pengawasa dan kemudian melakukan
survey terhadap para bawahannya. Para peneliti berkesimpulan bahwa mereka dapat mengukur
perilaku para pengawas dengan dimensi tunggal, dimana ujung yang satu dinamakan “terpusat pada
pekerja” (employee-centered) sementara ujung yang lain dinamakan “terpusat pada tugas” (task-
centered). Sebagai contoh, seorang pengawas yang “terpusat pada pekerja” mungkin mengamati satu
kelompok yang lamban membuat kemajuan. Pengawas tersebut mungkin bertanya kepada para pekerja
itu apa yang bisa dilakukannya untuk membantu mereka. Atau, bisa saja dia berkata pada mereka
betapa dia mengapresiasi upaya mereka selagi dia memperhatikan apakah ada masalah di sana.
Sebaliknya, seorang pengawas yang “ terpusat pada tugas” , yang mengamati masalah produktivitas
akan bertindak dengan cara yang agak berbeda. Sebagai contoh, dia bia mengatakan kepada para
pekerja bahwa mereka tidak cukup cepat bekerja. Atau, dia mendorong mereka untuk bekerja lebih
keras, atau berdiri di depan mereka sambil memberikan arahan-arahan terperinci. Hasil studi ini, yang
diterbitkan pada pertengahan tahun 1950-an, muncul untuk menunjukkan bahwa pengawas yang
“terpusat pada pekerja” memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan pengawas yang “terpusat
pada tugas”.
Dalam waktu yang hamper bersamaan, yaitu pada awal tahun 1950-an, stogdill dan rekan-rekannya
sibuk mengamati kelompok pekerja di pabrik International Harvester dekat Columbus.5 mereka juga
menemukan beberapa pengawas yang” terpusat pada pekerja”, yang berfokus pada pemberian
dukungan, semangat, serta bantuan kepada pekerja pada saat mereka memerlukannya. Namun, para
peneliti dari Universitas ,Michigan telah lebih dahulu menggunakan istilah tersebut. Oleh sebab itu,
kelompok dari Universitas Ohio yang mengamati perilaku-perilaku ini sebagai perhatian terhadap para
pekerja, menyebut keseluruham kategori perilaku ini sebagai “pertimbangan”. Para peneliti dari Ohio
juga menemukan para pengawas yang menjadi penanggung jawab kerja yang jelas, memberi perintah
kerja dan mengamati dengan saksama para bawahannya. Karena para peneliti dari Universitas Michigan
telah menggunakan istilah “ kepemimpinan yang terpusat pada tugas”, maka peneliti dari Universitas
Ohio membentuk istilah baru, yaitu “mempraksai struktur” (initiating structure). Artinya, dengan
memberikan arahan-arahan kepada pekerja, para pengawas ini mengajukan suatu cara yang lebih
terstruktur untuk melakukan pekerjaan.
20

Terlepas dari beberapa kesamaan yang timbul dalam temuan para peneliti Michigan dan Ohio, ada
satu hal yang sangat berbeda antara keduanya: peneliti dari Universitas Ohio menemukan bahwa
seorang pengawas bisa saja orang yang penuh perhatian sekaligus memberikan arahan (atau
memprakarsai struktur). Hal-hal ini bukanlah ujung yang berlawanan dari suatu dimensi tunggal; mereka
tidak lain adalah dua dimensi yang terpisah.
Tentu saja, beberapa pengawasa pada dasarnya adalah orang-orang yang penuh perhatian. Perilaku
beberapa pengawas lain sebagian besarnya terdiri dari memperkarsai struktur (initiating structure),
yaitu memberikan arahan-arahan. Tetapi ada juga beberapa yang merangkul kedua bentuk perilaku
tersebut, sementara beberapa lainnya sedikit sekali menunjukkan kadua perilaku itu. Kelihatannya wajar
untuk bertanya apakah para pengawas yang menjalankan kedua perilaku itu secara bersamaan akan
memperoleh kinerja yang terbaik. Mereka yang hanya berkonsentrasi pada salah satunya, mungkin
memperoleh hasil yang kurang positif, sementara yang tidak menjalankann sama sekali kedua perilaku
itu akan memperoleh hasil kerja yang rendah.
Beberapa sarjana, yang paling terkenal adalah Robert Blake (yang kemudian menjadi seorang
professor di Universitas Texas) dan rekannya Jane Mouton, melihatsedikit kebutuhan akan penelitian
tambahan. Mereka yakin bahwa mereka memiliki rahasia untuk kepemimpinan yang efektif. Blake dan
Mouton mengusulkan agar para pemimpin diajarkan sekaligus menjadi orang yang penuh perhatian
(mereka menyebut ekspresi ini sebagai “memiliki kepedulian tinggi pada orang-orang”) dan
memprakarsai struktur (istilah ini menunjukkan “kepedulian yang tinggi terhadap kinerja”). Mereka
menegaskan hal ini akan menghasilakan kinerja yang terbaik.
Pada awal tahun 1960-an, Blake dan Mouton telah merancang suatu asesmen untuk mengukur
sejauh mana seseorang melaksanakan salah satu perilaku tersebut (atas kedua-duanya, atau sama sekali
tidak melakukan keduanya). Mereka juga merangkai suatu program pelatihan untuk mengajari orang
bagaimana caranya agar menjadi “Tinggi” baik dalam hal kepedulian pada tugas maupun kepedulian
pada pekerja. Organisasi yang mereka dirikan untuk melaksanakan pelatihan ini (Scientific Methods,
Incorporated) merupakan sebuah perusahaan pelatihan kepemimpinan dan konsultan pengembangan
internsional yang sangat sukses hingga hari ini.6
Kelompok peneliti ketiga, yang dipimpin oleh R. Freed Bales dan rekan-rekannya di Universitas
Harvard, juga menunjukkan ketertarikannya pada kepemimpinan kelompok. Para peneliti dari
universitas Michigan telah melakukan studi pada para pekerja rel kereta (gandy dancers). Di Universitas
Ohio, para peneliti memusatkan perhatian pada para pekerja pabrik. Siapa yang bisa anda duga
dipelajari Bales di Harvard, pada akhir tahun 1940-an dan awal tahun 1950-an? Mengapa, mahasiswa-
mahasiswa Harvard, tentunya! Karena setiap mahasiswa harus menghabiskan waktu tiga jam per satu
mata kuliah dalam eksperimen psikologi sosial, mengumpulkan banyak data merupakan hal yang
relative mudah.7
21

Bales dan teman temannya merancang satu eksperimen sederhana. Mererka membentuk
kelompok-kelompok kecil secara acak yang terdiri dari tiga atau empat mahasiswa. Setiap kelompok
diberi satu topic intuk didiskusikan,misalnya “Seperti apakah kira-kira pertumbuhan ekonomi paska
perang?” Tidak ada satu pun siswa dalam kelompoknya,yang ditunjuk sebagai pemimpin diskusi,
Sehingga Bales mengedepankan satu cara untuk mengidentifikasi pemimpin yang akan muncul. Dia
menemukan satu jendela pengamatan. Kelompok-kelompok bertemu dalam satu ruangan kecil dengan
cermin besar didalamnya. Namun,para pengamat yang berada diruangan sebelah dapat melihat melalui
bagian lain dadri cermin tersebut. Mereka memerhatikan dan mencatat apa yang terjadi dalam diskusi
(mendengar melalui sebuah mikrofon kecil tersembunyi). Setelah diskusi, peneliti mengadakan sesi
Tanya-jawab dengan mahasiswa melalui wawancara dan kuesioner pendek.
Seperti para peneliti dari Michigan dan Ohio, Bales mengidentifikasi dua tipe perilaku
kepemimpinan. Bales belum menciptakan nama lain untuk apa yang telah disebut sebagai “terpusat
pada pekerja”(karena mahasiswa Harvard tersebut bukanlah para pekerja). Atau “para pemimpin yang
penuh perhatia”. Sebagai gantinya, Bales menggunakan istilah “kepemimpinan sosio-emosional”.
Namun, nama yang dia berikan untuk dimensi lainnya lebih sederhana, yakni perilaku “kepemimpinan
yang berfokus pada tugas.”
Sangat menarik untuk dicatat bahwa Bales mengidentifikasi sebuah kategori ketiga dari pelaku,
yang bukan berpusat pada tugas ataupun pada hubungan . Artinya beberapa siswa tampaknya hanya
menginginkan perhatian atau mendorong diskusi kesuatu arah yang lain dan personal. Bales
mengabaikan perilaku tersebut dari skema umumnya, sehingga akhirnya tetap terdiri dari dua kategori
dasar, yakni perilaku sisio-emosional dan perilaku yang terpusat pada tugas.
Satu temuan tambehan yang menarik dipero;eh dari hasil peneletian Universitas Harvard. Karena
Karena tidak ada pemimpin yang ditentukan, dalam setiap diskusi kelompok seorang pemimpin muncul
“secara organik”. Karena topik-topik diskusi sangat bervariasi, maka hal ini bukanlah hal yang
mengejutkan. Artinya, seorang mungkin berharap bahwa siapa yang mengambil peran besarnya
tergantung pada siapaa yang tertarik atau paling memahami topik yang dibicarakn. Inilah yang
ditentukan oleh para peneliti tersebut. Jika seseorang biasanya diidentifikasi sebagai “pemimpin,” maka
anggota kelompok lain sering berperan sebagai seorang pemimpin sosio-emosional. Pemimpin
“informal” ini memastikan setiap orang mempero;eh kesempata dan memastikan diskusi tetap berjalan
rukun. Para anggota kelompok biasanya menyadari peran ini (seperti halnya para peneliti juga). Namun,
ada hal yang lebih daripada itu.
Para mahasiswa harus memenuhi tiga jam kredit percobaan. Karena diskusi diskusi tersebut
umumnya berlangsung hanya setengah jam,maka para peneliti melibatkan masing-masing mahasiswa
dalam beberapa diskusi. Itulah sebabnya, seperti yang kami sebutkan sebelumnya, para peneliti ini
mampun mengumpulkan data cukup banyak.
Para peneliti menemukan bahwa yang sama menjalankan kedua peran tersebut, sebagai pemimpin
tugas dan pemimpin social, hanya dalam sejumlah kecil kasus—kira-kira lima persen. Namun, ketika ini
benar benar terjadi, hal tersebut umumnya terjadi pada semua diskusi kelompok dimana aorang itu ikut
berpartisipasi. Dengan kata lain, mereka yang muncul berulang kali sebagai pemimpin tugas dan
pemimpin sosio-emosional akan memperlihatkan banyak hal yang oleh para peneliti Ohio disebut
sebagai perhatian dan inisiasi. Temuan ini memberikan kredibilitas tambahan bagi model pelatihan
kepemimpinan yang dikembangkan oleh Blake dan Mouton (dan juga oleh yang lainnya). Artinya,
tampaknya masuk akal untuk menyampaikan argumentasi bahwa pelatihan seperti itu dapat
22

meningkatkan kepemimpinan dan juga kinerja para bawahan dan pimpinan tersebut. Barangkali inilah
jenis kepemimpinan yang dapat membuat perbedaan.
Apakan para pengawas yang telah terlatih untuk menunjukan baik perilaku kepemimpinan yang
berfokus pada tugas maupun pada pekerjaan—benar-benar memberikan hasil yang lebih baik? Mereka
yang sudah bergerak cepat untuk mengembangkan program-program pelatihan bagi pemimpin dalam
membentuk perilaku kepemimpinan yang berfokus pada tugas dan berfokus pada hubungan apakah
pelatihan seperti itu benar-benar memperbaiki efektivitas kepemimpinan. Namun, para peneliti Ohio
telah melaksanakan penelitian tersebut.8 Mereka mengembangkan program pelatihan sendiri untuk
para pengawas di pabrik International Harvester, menunjukan kepada mereka bagaiman menjadi orang
yang peka penuh perhatian ketika memprakarsai struktur. Hasilnya sangat jelas.
Pertama, sebagian besar peserta pelatihan segera kembali pada apa saja yang telah mereka
lakukan sebelum mengikuti kursus pelatihan. Efek “membersihkan” ini sangat terkenal dalam dunia
pelatihan dan pengembangan. Para peserta sering meliihat lokakarya dan seminar sebagai pengganti
dari “kerja nyata,” semacam liburan singkat. Setelah itu para peserta segera kembali pada cara kerja
mereka yang lama. Hal ini bukan semata mata masalah kemalasan; mereka sering kembali kedalam
situasi yang sama dimana orang yang sama memiliki harapan yang sama terhadap mereka. Perubahan
yang di signifikan tidak selalu disambut dengan baik!
Tentu beberapa peserta melakukan perubahan; gagasan pengembangan atau perbaiakan
keterampilan kepemimpinan bukanlah harapan yang sia-sia. Namun, ketika terjadi suatu perubahan
pada perilaku kepemimpinan, apakah akibatnya? Fleishman dan Harris, dua diantara peneliti Ohio,
menemukan bahwa para pengawas yang sudah terlatih yang mempraktikkan apa yang telah merka
pelajari, mempero;eh hasil yang baik. Mereka memiliki kelompok-kelompok kerja dengan tingkat
absensi, keterlambatan, dan kecelakaan kerja yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka
yangbelum mengikuti pelatihan. Selain itu mereka hanya memiliki sedikit keluhan dari para karyawan.
Tetapi apa yang tidak dimiliki oleh para pengawas yang terlatih adalah kelompok-kelompok kerja
dengan kinerja yang lebih tinggi. Pada akhir tahun 1960-an, kesimpulannya menjadi jelas bagi siapa saja
yang menelaah bukti-bukti itu. Walaupun penampilan sejumlah perilaku yang berpusat pada tugas dan
pekerja memiliki hasil-hasil yang jelas, hasil-hasil tersebut terbatas dan yang paling pasti tidak mencakup
perbaikan-perbaikan yang dramatis dalam hal produktivitas. Tampilan sejumlah besar perilaku
kepemimpinan yang berpusat pada keterampilan tugas dan yang berfokus pada hubungan, pada saat
yang sama,benar-benar berarti. Kepemimpinan semacam itu membuat suatu perbedaan. Namun, jelas
ini bukanlah perbedaan yang dicari oleh para peneliti ini (atau kami)
23

Merangkul Situasi Penelitian dari Tahun 1969 sampai Tahun 1978


Jika kepemimpinan bukanlah siapa orangnya, dan bukan pula hanya sekadar permasalahan yang
berhubungan dengan perilaku-perilaku yang tepat, barangkali rahasianya adalah mengerjakan hal yang
benar pada waktu yang tepat. Hal ini merupakan logika sederhana dari beberapa pendekatan
kepemimpinan yang biasa disebut teori “situasional” atau “kontingensi” pendekatan-pendekatan ini
mengusulkan bahwa hal yang benar untuk dikerjakan bergantung pada situasinya. Terkdang, sangat baik
untuk berfokus pada tugas. Diwaktu yang lain pemimpin sebaiknya berkonsentrasi pada “pertimbangan”
masih dalam kasus-kasus lain, pemimpin mesti melakukan kedua-duanya. Akhirnya. Dalam beberapa
situasi barangkali merupakan hal yang baik jika pemimpin tidak menunjukan perasaan hati ataupun
memberikan arahan. Dalam kasus-kasus ini, pemimpin sebaiknya mendelegasikan atau, mungkin,
membiarkan para karyawannya sendiri.
Dua pendekatan teoretis, yang masih digunakan sampai hari ini, dikembangkan kira kira pada
waktu yang sama di akhir 1960-an dan awal 1970-an. Robert House, sekarang seorang professor senior
di Wharton, sangat membantu dalam mendefinisikan teori mengenai kepemimpinan pada tahun 1971.9
logika nya sesederhana teori itu sendiri: ketika tugas yang dikerjakan jelas dan pekerja mengetahui
bagaimana mengerjakan ini dan saya mengakui kompetisi anda. Jika anda membutuhkan bantuan,
hubungi saya.” Kemudian pemimpin tersebut meninggalkan pekerja itu sendirian.
Dalam hal tugas yang tidak jelas dan kompleks, serta pekerja relative tidak terampil dan kurang
berpengalaman, pemimpin yang efektif akan memberikan arahan yang jelas dan terperinci, jika tugas itu
rumit tetapi pekerjanya itu cukup termpil, sang pemimpin bias menawarkan satu arahan petunjuk dan
siap menerima berbagai pertanyaan. Jika tugas itu sederhana namun pekerjanya tidak berpengalaman,
pemimpin akan memberikan arahan arahan yang diperlukan tetapi umumnya memberikan semangat.
Pada tahun-tahun berikutnya, teori jalur-tujuan (path-goa; theory) dikembangkan dan diperluas, yang
pertama untuk menambah lebih banyak “gaya” kepemimpinan (pertisipatif dan berorientasi pada
pencapaian)10dan, yang paling baru, untuk menggabungkan factor-faktor kontekstual lainnya.11
Masih ada (dan tidak untuk diketahui) pendekatan situasional yang pertama kali dipresentasikan
dalam sebuah artikel taun 1969 pada sebuah majalah populer tentang pelatihan12. Pendekatan ini
dikembangkan oleh Paul Hersey, yang kemudian menjadi profesor di Universitas Ohio (tidak berafiliasi
dengan Universitas Negri Ohio), dengan rekannya, Khen Blanchard. Versi pertama pendekatan mereka
ini dinamakan “Teori daun hidup kepemimpinan.” Mereka mengidentifikasikan konteks situasional
sebagai kombinasi dari (a) keterampilan dan (b) motivasi dari pekerjaan. Keterampilan kerja pekerja
(atau pengetahuan) dan motivasi pekerja dikombinasikan kedalam suatu dimensi tunggal yang awalnya
dinamakan “kedewasaan” tetapi kemudian direvisi menjadi “kesediaan”, yaitu istilah yang lebih rendah
bobotnya (mengerjakan pekerjaan secara efektif).
Ketika seorang pekerja sama sekali tidak siap, artinya tidak memiliki keterampialn yang cukup dan
tidak memiliki motivasi untuk menyelesaikan pekerejaan, strategi kepemimpinan yang tepat, menurut
teory Hersey-Blanchard adalah dengan memberikan arahan penuh. Pengawas menjelaskan apa yang
harus dikerjakan kepada pekerja, bagaimana mengerjakannya, dan mengawasi secara langsung untuk
meyakinkan bahwa pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan. Jika sudah ada kesediaan, dibuktikan oleh
keinginan (motivasi) tetapi ketermpilannya tidak memadai, pengawas menjadi seorang pelatih, yang
membimbing para pekerja melalui detail-detail pekerjaan sambil memberikan dorongan. Masih dengan
24

kesediaan kerja yang lebih besar, pekerja yang lebih terampil dan berpengtahuan tertapi kurang percaya
diri. Dalam kasus ini, pendekatan kepemimpinan didasarkan pada pemberian dukungan, yaitu
25

Pertimbangan, sambil menghindari dari pemberian pengarahan atau instruksi. Akhirnya,


beberapa pekerja benar-benar siap memanfaatkan tantangan pekerjaan, baik dari segi keinginan
maupun kemampuan. Dalam kasus ini, pemimpin yang efektif mendelegrasikan dan keluar dari
jalur itu.
Pada akhir tahun 1970-an, teori ini secara formal dikenal sebagai “kepemimpnan
situasional.”13 Pendekatan Hersey dan Blanchard, Dengan aturan analitis yang senderhana dan
syarat-syarat penerapan yang besifat langsung , pada tahun 190-an merupakan salah satu
pendekatan yang paling banyakan digunakan dan meruakan aplikasi kepemimpinan yng paling
diakui dalam organisasi. Teori ini tetap bertahan dan digunakan secara luas lebih dari 20 tahun
kemdian.14
Seprti halnya kita bertanya apakah studi-studi penelitian menemukan pendekatan-
pendekatan perilaku kepemimpinan yang efektif, kita juga haru bertanya apakah bukti penelitian
juga mendukung ppendektan situasional seperti yang telah kami jelaskan. Sudah banyak studi
tentang teori jalur-tujuan yang dilakukan. Namun, hasil temuan penelitian masih tetap bercampur
aduk; beberapa temuan mendukung sementara yang lainnya bertentangan dengan prediksi
pendekatan teori”jlur-tujuan.”
Studi penelitian yang relative sedikit telah dilakukan untuk menguji pendekatan Hersey-
Blanchard, tetapi hasil dari beberapa laporan ini juga masih campur aduk, di mana beberapa dari
mereka mendukung dan hasil yang lainnya tidak. Sesungguhnya , tidak satu pun teori-teori
kontingensi situasional in—tidak juga pendekatan yang sejenis—memiliki dukungan penelitian
yang kuat untuk mempertahankannya.15 Dalam istilah penelitian, tidak jelas seberapa jauh
perbedaan yang telah dibuat kepemimpinan situasional, atau apakah ia benar-benar bermakna.
Kesuksesan konsep kontingensi dan, secara khusus, aplikasinya dalam model
kepemimpinan situasional Hersey-Blanchard, tidak begitu mengagetkan. Yang benar adalah
bahwa uraian-uraian yang dibuat oleh pendekatan situasional ini diringkas ke dalam akal sehat
terapan.
Apakah sebagian besar pengawas dan manajer tingkat rendah (itulah”pemimpin”) betul-
betul membutuhkan teori jalur-tujuan untuk membertahu mereka bahwa jika tugas ini rumit dan
para pekrja tidak terampil, mereka lebih baik menujukkan kepada para pekerja itu, dengan
arahan yang hati-hati dan rinci, bagaimana mengerjakannya? Bahkan ada penelitian yang
menunjukkan bahwa pendelegasian berfungsi dengan sangat baik ketika seorang pekerja mampu
dan berbagi nilai-nilai manajemen, yang diekspersikan lewat komitmen pekerja itu terhadap
pekerjaannya.16 Dalam model Hersey-Blanchard, pekerja itu benar-benar “siap” dan pemimpin
paling baik disarankan untuk memberikan delegrasi dalam situasi seperti ini. Apakah memang
sesuatu yang benar-benar mengejutkan apbila penelitian itu menegaskan bahwa pendelegrasian
berfungsi denga baik dalam sittuasi-situasi yang demikian?
Tetapi apakah pendekatan kepemimpinan situasional ini bekerja lebih baik dibandingkan
dengan model-model perilaku sebelumnya? Sangat sulit untuk menjelaskannya, karena penelitian
yang membandingkan efek-efek dan efektivitas dari model kepemimpinan alternative belumlah
ada. Jawaban tebaik kami, berdasarkan sumber bacaan kami mengenai hasil penelitian , adalah
26

bahwa efektivitas pendekatan-pendekatan situasional barangkali agak kurang efektif


dibandingkan dengan pendekatan perilaku. Tentu saja, petunjuk-petunjuk umum yang
ditawarkan baik itu oleh teori jalur-tujuan-nya House, maupun teori kepemimpinan situasional
dari Hersey-Blanchard, semuanya masuk akal. Salah satu dari keduannya mungkin bisa
membantu para pemimpin, terutama pemimpin yang tidak berpengalaman yag masuk akal dari
model-model situasional ini, peneltian menujukkan hasil yang mereka buat etika diterapkan
bukanlah sesuatu yang secara khusus mengesankan.
27

Sebuah kesepakatan nyata! Penelitian dari Tahun 1970-an dan seterusnya


Tidak satu pun dari tiga pendekatan dasar yang telah kami ulas di atas --pendekatan sifat,
perilaku, atau situasional—memberikan jawaban yang benar-benar meyakinkan atau secara
signifikan berguna bagi teka-teki bagaimana meraih kepemimpinan yang bermakna. Maka,
tidaklah mengagetkan bahwa penelitian masih berlanjut terus pada masing-masing bidang ini,
setidaknya sampai tingkat tertentu, selama seperempat terakhir abad 20.
Kepribadian atau ukuran-ukuran sifat kepemimpinan sebagian besar telah hilang 50 tahun
yang lalu ketika pendekatan perilaku menjadi dominan. Walaupun demikian, ada beberapa upaya
yang telah dilakukan untuk menilai kepemimpinan, yaitu dengan menggunakan pengukuran
kepribadian seperti, Myers-Briggs Type Indicator (MBTI).17 Namun, peneltian kepemimpinan
yang melibatkan MBTI telah berkonsentrasi untuk menjelaskan proporsi para eksekutif yang
cocok untuk setiap tipe dari 16 tipe MBTI.18 Kami belum menemukan penelitian-penelitian yang
mencoba menghubungkan tipe MBTI dengan efektivitas kepemimpinan. Walau tipe Myers-
Briggs dianggap penting, tidak ada bukti bahwa dia benar-benar bermakna dalam kaitannya
dengan kepemimpinan.
Meksipun MBTI merupakan pendekatan yang paling popular untuk memahami
perbedaan-perbedaan keperibadian, ia tidak diakui secara luas di lingkungan akademik, Namun,
selama lebih dari 20 tahun terakhir, suatu kesepakatan tidak lazim telah berkembang di antara
para akademisi khususnya di kalangan psikolog kepribadian tentang dimensi-dimensi dasar
kepribadian manusia.19 Dimensi”lia besar” ini dapat dilihat pada table 2-1.

TABEL 2-1
Perbandingan Paralel antara “Lima Besar” Faktor Kepribadian dan “Faktor Penyebab”
menurut Mccall dan Lomhardo
Lima Besar Faktor Kepribadian Faktor Penyebab
Introvert/Extrovert Ketidak mampuan untuk bertindak
Keterbukaan terhadap pengalaman/ openness Gagal untuk belajar dari pengalaman
to Experience
Sifat kehati-hatian/Conscientiousness Tidak bisa di percaya
Keramahan/Agreeableness Tidak mampu bergaul dengan orang lain
Kestabilan Emosi/Emotional Stability Narsisme/mencintai diri sendiri secara
berlebihan

Seperti halnya penelitian kepemimpinan dengan MBTI ini, tampaknya tidak ada upaya untuk
menghubungkan lima besar factor kepribadian ini dengan kinerja kepemimpinan. Namun,
menarik bahwa faktor-faktor yang diuraikan oleh para peneliti pada pusat Kepemimpinan Kreatif
sebagai faktor-faktor yang paling mungkin “menggelincirkan” para eksekutif kelihatannya
bermasalah dengan satu atau lebih dari lima besar factor tersebut, seperti yang ditunjukkan pada
28

kolom sebelah kanan dalam Tabel 2-1.20 Perbandingan parallel yang jelas ini menujukkan bahwa
jika kepemimpinan bukan merupakan hasil dari memiliki dan menerapkan sifat-sifat tertentu,
maka kegagalan pada kepemimpinan dapat dengan mudah diakibatkan setidaknya sebagian oleh
kekurangan sifat-sifat utama.
Pada awal bab ini kita menyebutkan bahwa kesimpulan stogdill tentang pendekatan sifat
berdasarkan pada kajiannya tahun 1948 terhadap lebih dari 100 studi tentang sifat-sifat
kepemimpinan, lebih kompleks dari yang dibayangkan oleh kebanyakan orang. Meskipun
laporan stogdill berujung pada sejumlah penelitian substansial mengenai sifat-sifat
kepemimpinan, stogdill sendiri memberitahu salah satu dari kami, beberapa tahun lalu, bahwa
meskipun dia mencoba melakukan penelitian yang lebih banyak terhadap perilaku
kepemimpinan, dia tidak pernah berniat untuk menghentikan penelitian terhadap sifat-sifat
kepemimpinan.
Sesungguhnya, sebuah pendalaman atas kajian yang dilakukan oleh stogdill menunjukan
bahwa dia sebenarnya menyarakan agar, alih-alih hanya mangaitkan sifat-sifat khusus individual
dengan kepemimpinan, kelompok-kelompok sifat juga harus dikaitkan. Faktanya, Stogdill
mengidentifikasikan lima kelompok sifat, seperti yang ditunjukan pada table 2-2. Perlu dicatat
juga, ada tumpang tindih yang banyak dan nyata antara kategori stogdill dan baik itu factor lima
besar maupn faktor penyebab sebagaimana yang ditunjukan pada Tabel 2-1.

TABEL 2-2
Lima Kelompok Sifat dari Stogdill
Kapasitas/Capacity ● Kecerdasan/Intelligence
● Pembenaran/Judgement
Pencapaian/Achievement ● Kesarjanaan/Scholarship
● Pengetahuan/Knowledge
Tanggung Jawab/Responsibility ●Kemampuan untuk bergantung/Dependability
●Keagresifan/Agressiveness
● Percaya-diri/Self-Confidence
●Keinginan untuk tampil prima/Desire to excel
Partispasi/Participation ● Kegiatan/Actvity
● kemampuan social/Sociability
● Kerja sama/Cooperantion
● Kemampuan beradaptasi/Adaptability
Kedudukan/Status ● Posisi/Position
● Popularitas/Popularity

Meskipun pendekatan perilaku yang dominan pada tahun 1950-an dan 1960-an, yang
berpusat pada dua faktor yang berorientasi pada tugas dan hubungan telah berkurang, pendekatan
perilaku—seperti pendekatan sifat—tidak punah. Lima puluh tahun sejak studi Universitas
Negeri Ohio, mahasiswa yang melakukan penelitian doctoral maih menggunakan kuesioner yang
29

dikembangkan untuk mengukur Pertimbangan dan Memprakarsai Struktur, yakni; “Kuesioner


Uraian Perilaku Pemimpin/the Leader Behavior Description questionnaire (LBDQ).21 Setelah
limah puluh tahun penelitian kelihatannya masih ada sedikit sisa yang dapat diperlajari dari
penggunaan kuesioner ini. Bahwa LBDQ terus berlanjut menjadi arus utama penelitian
mahasiswa di perguruan tinggi mungkin disebabkan oleh masih tersedianya LBDQ tersebut dan
tidak ada orang begitu peduli dengan hak cipta. (Versi professional LBDQ masih juga
digunakan dalam menyeleksi pengawas tingkat rendah.22)
Versi terbaru dari pendekatan kontingensi situasional menjadi semakin kuat sejak
pertengahan tahun 1970-an. Awalnya diberi nama “teori hubungan vertical satu kelompok
dengan dua factor” (the vertical dyad linkage theory). Pendekatan ini secara umum dikenal
sebagai pertukaran pemimpin-anggota, atau Leader-Member Exchange (LMX). Ini didasarkan
pada gagasan langsung bahwa kepemimpinan adalah hubungan dua orang (dyadic). Hubungan
tersebut efektif ketika pemimpin mempertukarkan suatu imbalan kerja (sesuatu yang diinginkan
oleh para bawahan) dan para pekerja setuju untuk berkinerja.23 Gagasan aslinya ialah bahwa
setiap pasangan pemimpin-pengikut menyepakati suatu “janj”. Tentu saja ini akan menjadi
sangat rumit ketika terdapat lebih dari beberapa pengikut. Kompleksitas tambahan itu akan
muncul ketika tim dilibatkan.

Sekilas kelihatannya masuk akal bahwa para pemimpin dan pengikut mesti menentukan bentuk
pertukaran yang disetujui, suatu imbalan atau pembayaran atas kinerja tugas tertentu dari pengikut
sebagaimana diarahkan oleh pemimpin. Namun, teori ini tidak begitu jelas tentang apa yang
sesungguhnya dilakukan para pemimpin dalam menetapkan hubungan pertukaran itu. Dalam
kenyataan, para peneliti LMX telah menggunakan banyak ukuran perilaku khusus—termasuk
pertimbangan dan penggagasan struktur—dalam menilai hubungan pertukaran pemimpin-anggota.
Secara keseluruhan, pendekatan LMX gagal menjelaskan tindakan apa yang harus dilakukan seorang
pemimpin dan dalam kontingensi seperti apa.

Satu cara agar LMX kembali ke konsep perilaku-perilaku yang secara umum dapat diaplikasikan
ialah dengan menekankan kualitas “pertukaran berbasis hubungan”.24 Dalam penelitian terbaru, kualitas
ditentukan dan dinilai berdasarkan tiga faktor: rasa hormat, percaya, dan kewajiban. Namun,
pengembangan dan pelaksanaan suatu hubungan pertukaran yang berkualitas baik, hubungan yang
melibatkan perasaan saling menghormati, saling percaya, dan saling menyadari kewajiban, bisa
melibatkan perilaku khusus yang amat luas, bergantung pada para pihak dan lingkungan-lingkungan
mereka.

Guna memungkinkan penggunaan LMX tanpa kompleksitas, beberapa peneliti melakukan


modifikasi pendekatan dengan berfokus hanya pada dua jenis hubungan pertukaran yang lazim. Para
pemimpin mengembangkan hubungan “pertukaran-tinggi” dengan para anggota suatu “kelompok
dalam,” yang dekat dengan mereka dan berperan sebagai perwira informal. Hubungan “pertukaran-
tinggi” ini mencakup imbalan-imbalan yang tak dapat terlihat/ teraba, yakni perasaan-perasaan, seperti
persahabatan dan kesetiaan, dan imbalan-imbalan lainnya yang lebih konkret. Hubungan “pertukaran-
rendah” diberikan untuk anggota-anggota “kelompok luar.” Hubungan ini terbatas untuk hal yang
benar-benar penting, seringkali dengan pembayaran dan anggukan kepala dari pemimpin.
30

Dengan mempersempit fokus pada dua jenis pertukaran dasar, yakni pertukaran-tinggi dan
pertukaran-rendah, pendekatan LMX tentu menjadi lebih mudah dikendalikan. Namun, ia juga
kehilangan banyak daya tariknya. Yaitu, ciri sentral dari pendekatan awal LMX yang berkaitan dengan
karakter unik dari setiap hubungan pertukaran pemimpin-pengikut.

Karena kerumitan pendekatan LMX, sebagaimana para peneliti menggunakan berbagai cara
untuk mengaplikasikannya, sangat sulit untuk menyatakan temuan penelitian yang jelas atau kuat yang
herkaitan dengan efek kepemimpinan LMX terhadap kinerja. Ada satu penelitian yang menunjukkan
bahwa ketika pemimpin dan pengikut memberikan laporan positif tentang kualitas “hubungan
pertukaran” mereka, para pengikut mengekspresikan kepuasannya dan memiliki kinerja yang tinggi.25
Hal ini hampir tidak mengagetkan, dan dibatasi oleh permasalahan pengukuran yang serius dan juga isu-
isu tentang bagaimana mendefinisikan sebuah hubungan pertukaran yang positif.

Juga tidak mengagetkan bahwa pendekatan ini hampir tidak terdengar pada banyak organisasi,
meskipun telah menjadi fokus penelitian paling kini. Artinya, aspek konkret dan ekonomi pertukaran
pemimpin-anggota jelas sangat penting sebagai basis kontrak kerja. Walaupun beberapa orang
menyangkal bahwa ada aspek-aspek pertukaran yang tidak berwujud (intangible), kebanyakan orang
tidak rnau memikirkan pertukaran dengan cara ini. Satu contoh klasik adalah hubungan antara
seseorang yang mendapatkan tumpangan untuk pergi kerja dan orang yang lainnya, sebagai pengemudi.
Kita tidak begitu ingin mengakui bahwa orang yang memperoleh “tumpangan gratis” mau membayar
dengan persahabatan. Kita meragukan apakah para pemimpin atau para pengikut akan menanggapi
dengan baik usulan untuk membawa aspek pertukaran ini secara eksplisit ke dalam struktur kerja
organisasi.

Walaupun demikian, pendekatan dan penelitian LMX telah berkontribusi bagi pemahaman kita
mengenai kepemimpinan. Pendekatan ini secara eksplisit mengemukakan fakta bahwa di dalam
organisasi hubungan antara pemimpin dan pengikut atau, lebih akurat, antara para manajer dan orang-
orang yang harus melapor kepada mereka, didasarkan pada konsep pertukaran, yaitu, sebuah transaksi
ekonomi—atau sebagiannya adalah ekonomi—antara pemimpin dan pengikut. LMX mengasumsikan
bahwa pertukaran ekonomi ini merupalkan ciri yang eksplisit dan utama dari hubungan pemimpin-
pengikut dan kepemimpinan pada umumnya.

Alasan kami menghabiskan banyak waktu untuk LMX dan pada fokus pertukaran ini adalah
karena ia kontras, dan dalam beberapa hal kontradiktif, dengan jenis hubungan pemimpin-pengikut
yang lain. Pergeseran pemikiran tentang kepemimpinan merupakan aspek paling penting dari teori dan
penelitian kepemimpinan selama 25 tahun terakhir.
31

Sebuah Paradigma Baru Kepemimpinan

Pada pertengahan tahun 1970-an, jelas bahwa 75 tahun penelitian dan penerapan telah menghasilkan
hanya sedikit pengetahuan tentang kepemimpinan yang definitif atau bermanfaat praktis. Benar, kami
(penulis, dan bukan peneliti pada umumnya) hampir menyerah terhadap penelitian kepemimpinan—
sampai kami mendengar tentang karya baru dari House dan hasil karya cendekiawan lain, James
McGregor Burns. Sesungguhnya, banyak yang setuju bahwa Burns adalah orang yang menginspirasi apa
yang kemudian disebut sebagai sebuah paradigma baru kepemimpinan.26

Thomas Kuhn mendapat gelar doktor di hidang fisika dan memulai kariernya sebagai seorang
fisikawan. Namun, dia kemudian menjadi filsuf ilmu pengetahuan terkemuka pada abad dua puluh.27 Dia
melakukan hal itu dengan menunjukkan bahwa kemajuan ilmu yang besar biasanya terjadi ketika ada
cara baru dalam memandang dan memahami suatu isu utama yang bertentangan dengan “cara lama.”
Hal ini pernah terjadi ketika Galileo menentang astronom klasik (yang dikemukakan Ptolonicus) dengan
pernyataan bahwa planet-planet, termasuk bumi, mengitari matahari dan bukan matahari (dan planet
lain) yang mengitari bumi (yang diasumsikan sebagai pusat alam semesta). Kuhn menamakan hal ini
sebagai sebuah “pergeseran paradigma”.

Pergeseran paradigma membuat cara berpikir yang lama menjadi usang. Cara berpikir yang baru
ini menjelaskan dengan lebih baik apa yang seharusnya dijelaskan oleh cara berpikir lama. Paradigma
baru juga menggabungkan apa yang bagus dari paradigma lama, bahkan selagi menyangkal secara
langsung paradigma lama dengan cara-cara lain yang penting.

Tujuan utama buku ini adalah memberikan pengantar menuju paradigma baru kepemimpinan,
dengan dua penekanan khusus. Pertama, kami ingin menekankan bagaimana paradigma baru ini
berkaitan dengan Anda, secara pribadi, dalam konteks kegiatan-kegiatan kepemimpinan Anda sendiri.
Kedua, kami berharap Anda akan, pada akhirnya, menyimpulkan bahwa presentasi kami memberikan
suatu basis yang meyakinkan dan layak dalam memahami dan menerapkan paradigma baru tersebut.

Untuk mulai mengeksplorasi paradigma baru ini dalam cara yang personal, lengkapilah
kuesioner singkat. Baca semua instruksinya. Kemudian baca setiap pernyataan dan lingkari huruf yang
mewakili sejauh mana Anda setuju dengan setiap pernyataan dari sepuluh pernyataan yang ada.
32

Inventarisasi Keyakinan Kepemimpinan (Leadership Beliefs Inventory)

Lnstruksi: Berikut ini ada sepuluh pernyataan tentang keyakinan dan tindakan
seseorang sebagai seorang pemimpin. Silahkan beri tanggapan untuk setiap
pernyataan dengan memberikan indikasi seberapa jauh Anda secara pribadi
menyetujui (atau tidak menyetujui) pernyataan tersebut. Lingkari nomor pada kolom
yang menggambarkan tanggapan Anda, dengan menggunakan petunjuk berikut ini:

SD = strongly disagree (sangat tidak setuju)


D = disagree (tidak setuju)
N = neutral, neither agree nor disagree (netral)
A = agree (setuju)
SA = strongly agree (sangat setuju)

Tidak ada jawaban “benar” atau '“salah”, juga tidak ada implikasi yang dimaksudkan
bahwa setuju atau tidak setuju dengan salah satu pernyataan tersebut berarti “baik”
atau “jelek.” Tanggapan Anda harus didasarkan hanya pada pandangan pribadi Anda,
cara Anda melihat sebagai seorang pemimpin, dan filosofi Anda sendiri tentang
kepemimpinan.
33

SD D N A SA

1. Saya tipe orang yang meminta lebih banyak


kepada bawahan daripada yang mereka kira. 1 2 3 4 5

2. Hasi1 utama saya sebagai pemimpin adalah


menjaga stabilitas. 1 2 3 4 5

3. Saya percaya bahwa kepemimpinan adalah


sebuah prores mengubah kondisi kehidupan
orang. 1 2 3 4 5

4. Sebagai seorang pemimpin, saya senang


memberikan imbalan kepada bawahan yang
bekerja dengan baik. 1 2 3 4 5

5. Ketika saya memberi penugasan, saya mampu


meningkatkan antusiasme bawahan. 1 2 3 4 5

6. Saya percaya bahwa kepemimpinan adalah


sebuah proses pertukaran antara pemimpin dan
bawahan. 1 2 3 4 5

7. Terkait dengan pekerjaan saya sebagai pemimpin,


saya memiliki perasaan yang kuat tentang misi.
1 2 3 4 5
8. Aspek paling penting dalam peran saya sebagai
pemimpin adalah memberikan kejelasan
pekerjaan dan tugas bagi bawahan. 1 2 3 4 5

9. Impian saya sebagai pemimpin pada intinya


berada dalam kontrol saya. 1 2 3 4 5

10. Sebagai seorang pemimpin, peran saya adalah


memfasilitasi kegiatan dan acara-acara sehingga
orginisasi dapat berjalan lancar. 1 2 3 4 5
34

SKOR
Cantumkan angka-angka yang Anda lingkari pada ruang yang disediakan di samping nomor butir terkait.

Butir Skor A Butir Skor B


1 2
3 4
5 6
7 8
9 10

Total A : Total B :

Jumlahkan angka pada setiap kolom, Skor A dan Skor B. Tempatkan jumlahnya pada kotak. Iniliah dua skor LBI
Anda

Interpretasi
Inventarisasi Keyakikan Kepemimpinan / Leadership Beliefs Inventory (LIB) adalah ukuran sikap Anda terhadap
dua dimensi dari paradigma baru kepemimpinan transformasional. Petunjuk skor mengarahkan Anda untuk
menambahkan skor Anda pada lima butir pernyataan nomor ganjil, pada kolom sebelah kiri, dan dengan cara yang
sama menambahkan skor Anda pada lima butir pernyataan nomor genap, pada kolom sebelah kanan.
Skor “A” menunjukkan sikap Anda terhadap paradigma baru kepemimpinan, umumnya disebut “kepemimpinan
transformasional.” Skor “B” adalah asesmen dari sikap Anda terhadap konsep-konsep kepemimpinan tradisional
yang didasarkan pada transaksi yang setara, apa yang akan kita sebut sebagai “manajemen yang baik.”
Perhatikan, secara khusus, perbedaan antara pernyataan ketiga dan kesepuluh. Paradigma baru kepemimpinan
adalah perihal membuat perubahan yang berarti bagi kehidupan orang, sementara manajemen tradisional semuanya
adalah perihal mempertahankan status quo.
Skor Anda seharusnya tidak dipertimbangkan sebagai ukuran dari kepemimpinan Anda. LBI ini hanya menilai
sikap Anda, yakni bagaimana Anda secara umum berpikir tentang kepemimpinan. Hal ini bisa atau tidak bisa
mengindikasikan bagaimana sesungguhnya Anda berperilaku sebagai seorang pemimpin.

Note : LBI adalah versi singkat dari sebuah kuesioner yang dirancang Oleh Marshall Sashkin bekerja sama dengan Warren
Bennis, bersama-sama melaksanakan seminar kepemimpinan tingkat lanjutan sebagai bagian dari seminar musim panas Cape
Cod Institute pada tahun 1994 dan 1995.
35

Mengeksplorasi Paradigma Baru


Sangtlah menarik bahwa inspirasi untuk paradigm baru itu muncul bukan dari seorang peneliti di bidang
psikologi atau sarjana di bidang bisnis. Burns adalah seorang ahli sejarah politik, dikenal baik di
bidangnya untuk biografi
Franklin Delano Roosevelt yang memenangkan hadiah Pulitzer. (Burns bekerja sebagai seorang
anggota staf muda pada masa akhir pemerintahan Roosevelt selama tahun 1940-an).
Kesuksesannya dengan biografi Roosevelt telah menuntun Burns berpikir mengenai
kepemimpinan secara lebih umum.
Burns menghabiskan beberapa tahun untuk mempersiapkan sebuah buku yang judulnya
cukup sederhana, yaitu Kepemimpinan. Masih dicetak setelah hampir 25 tahun, bukunya
menelaah sejumlah pemimpin nasional dan sosial , yang luar biasa. Dalam hal ini Burns
memasukkan para pemimpin yang tidak baik, seperti Stalin dan Hitler. Namun, dia terutama
berfokus pada pemimpin seperti Gandhi, yang Burns anggap sebagai contoh terbaik
kepemimpinan transformasional. Pemimpin-pemimpin lainnya juga terilustrasi dalam paradigma
baru itu, yakni: para pemimpin dari masa Ialu, seperti Abraham Lincoln, juga para pemimpin
zaman modern seperti Martin Luther King, Jr., dan tentu saja, Franklin Delano Roosevelt.
Burns menegaskan bahwa pemimpin-pemimpin tersebut mentransformasi para pengikutnya
menjadi pemimpin-pemimpin yang lebih mampu mengarahkan dirinya sendiri. Lebih lanjut,
dengan mentransfotmasikati'para pengikutnya, para pemimpin bisa mentransformasi seluruh
masyarakat. Dalam proses ini, kata Burns, para pemimpin dan para pengikut saling mengangkat
satu sama lain ke arah pencapaian yang baru dan pengembangan moral. Mengutip Burns,
seorang pemimpin

mencari motif-motif potensial dalam diri para pengikut, berusaha memuaskan tingkat kebutuhan
yang lebih tinggi, dan merangkul setiap pengikut secara penuh. Hasilnya . . . adalah hubungan stimulasi
dan elevasi yang mutual yang mengubah pengikut menjadi pemimpin dan bisa mengubah pemimpin
menjadi agen-agen moral. 28

Burns membedakan apa yang dia sebut sebagai kepemimpinan "transformatif" dengan cara-
cara berpikir lama tentang kepernimpinan. Seperti yang telah kita lihat pada bab ini, cara-cara
lama, paradigma lama, mendefinisikan kepemimpinan sebagai sebuah transaksi, sebuah
pertukaran antara seorang pemimpin—yaitu, seorang "bos"—dan seorang pengikut, atau
"bawahan." Pertukaran yang paling umum adalah pembayaran atas diselesaikannya sebuah
pekerjaan, yang menguraikan dengan baik semua pandangan tentang kepemimpinan seperti yang
telah kami bahas pada bab ini. Bahkan, pendekatan akademik yang paling akhir pun (seperti
LMX, yang inencakup pertukaran nonekonomis lainnya) masih terpusat pada paradigma
pertukaran dasar ini.
Burns menyebut pendekatan-pendekatan lama ini sebagai "kepemimpinan transaksional." Dia
melihat kepemimpinan jenis ini sebagai ujung yang berlawanan dari suatu dimensi
kepemimpinan transformatif-transaksional.
36

Seperti telah kita catat sebelumnya, transaksi tidak selalu melibatkan uang atau benda-benda
material. Bahkan ada sebuah bidang psikologi sosial, yaitu "teori pertukaran sosial", yang
didasarkan pada premis bahwa kita mempertukarkan tidak hanya uang untuk barang atau jasa,
namun juga untuk perasaan, seperti persahabatan, kebaikan hati, seperti tumpangan ke tempat
kerja. Beberapa ahli teori pertukaran sosial—dan beberapa cendekiawan kepemimpinan, juga—
berargumentasi bahwa tidak ada hal yang dianggap sebagai kepemimpinan transformasional.
Para ahli ini menyatakan bahwa semua itu, pada hakikatnya, transaksional.29
Kami, dan banyak pihak lain yang belajar tentang kepemimpinan transformasional, tidak
setuju. Kepemimpinan transformasional pada dasarnya berbeda dengan kepemimpinan
transaksional. Mari kami coba tunjukkan perbedaannya. Seorang cendekiawan kepemimpinan,
Tom Sergiovanni, mengamati bahwa para manajer—para pemimpin transaksional—mendasarkan
hubungannya dengan para pengikutnya pada proses "barter," sementara para pemimpin
transformasional, prosesnya lebih baik dijelaskan sebagai "ikatan".30
Kami memikirkan para pemimpin transaksional yang baik sebagai para manajer yang efektif
yang, seperti yang disebut oleh Warren Bennis, "mengerjakan segala sesuatu dengan benar".
Artinya, mereka memastikan bahwa organisasi berjalan dengan lancar. Sebaliknya, kata Bennis,
pemimpin transformasional tidak hanya peduli dengan mengerjakan segala sesuatunya dengan
benar, tetapi juga dengan "mengerjakan hal-hal yang benar".31
Penelitian historis di many Burns meletakkan dasar argumentasinya agak berbeda dari
penelitian ilmu sosial kuantitatif dan eksperimental terhadap kepemimpinan yang dikaji dalam
bab ini. Dengan demikian, penelitian yang menggali konsep Burns dan paradigma baru ini
berasal dari sumber lain ketimbang dari Burns sendiri.
Kami telah menyebutkan karya dari House, yang berada di belakang teori-teori
kepemimpinan tradisional (termasuk teori House sendiri) untuk berfokus pada motif psikologis
di balik kepemimpinan transformasional." Segera setelah itu, Bernard Bass menggali pendekatan
Burns dengan mencari karakteristik perilaku dari para pemimpin transforrnatif. Bass mengambil
pendekatan penelitian kuantitatif, mengembangkan kuesioner asesmen untuk mengidentifikasi
dan mempelajari dimensi-dimensi yang mendasari perilaku kepemimpinan transformasional.33
Temuan Bass yang paling kuat ialah Burns salah dalam menegaskan bahwa kepemimpinan
transaksional dan transformasional adalah Ujung-ujung yang berlawanan dari suatu dimensi
tunggal. Bass menunjulckan bahwa keduanya merupakan dua dimensi yang berbeda, persis
seperti perilaku yang terpusat pada tugas dan pertimbangan yang merupakan Skala-skala
terpisah. Kuesioner
37

Bass juga mengidentifikasi perilaku-perilaku tertentu yang digunakan oleh para pemimpin
transformasional.
Warren Bennis mempunyai tujuan yang sama dengan Bass tetapi menggunakan metode yang
sangat berbeda. Bennis menggunakan informasi kualitatif, melakukan wawancara panjang
dengan 90 orang pemimpin terkemuka dalam konteks organisasi yang sangat luas. Sebagai
contoh, bersama dengan para pemimpin bisnis dan organisasi pemerintahan, Bennis
mewawancarai pemimpin orkestra bereputasi internasional Zubin Mehta dan Frances Hesselbein
yang kemudian menjadi kepala Kepanduan Wanita Amerika. Analisis dari wawancara-
wawancara ini dipublikasikan dalam buku Leaders yang ditulis oleh Bennis dan Bert Nanus.34
Bennis dan Nanus juga mengidentifikasi serangkaian tindakan khusus yang dilakukan oleh
para pemimpin transformasional. Demikian juga dua peneliti lain, yaitu Jim Kouzes dan Barry
Posner.35 Apakah perilaku-perilaku kepemimpinan itu?
Diskusi yang rinci tentang perilaku-perilaku yang menjadi ciri kepemimpinan
transformasional (kebalikan dari kepemimpinan transakslonal) adalali fokus dari Bab Tiga.
38

Ringkasan
Kami memulai bab ini dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang sifat dasar
kepemimpinan dan mengapa itu penting. Kepemimpinan bukan semal a-inata apa yang dipelajari
oleh kalangan terpelajar selama abad 20 ini. Selama lebih dari 75 tahun, penelitian resmi ilmu
sosial formal yang berjudul "kepemimpinan" sesungguhnya berkonsentrasi pada pengawasan dan
manajernen: mendefinisikan suatu tujuan kerja dengan jelas, memastikan hal itu dikerjakan
dengan baik, dan memenuhi kontrak yang adil. Hampir semua teori dan penelitian abad ke 20
berfokus pada hubungan pertukaran antara manajer dan pekerja.
Kepemimpinan, berbeda dengan manajemen, tidak hanya melibatkan pendefinisian pekerjaan
tetapi juga penjelasan mengapa pekerjaan itu harus diselesaikan. Memimpin berarti bukan hanya
mengawasi aktivitas para pekerja dan memastikan bahwa para pekerja memperoleh apa yang
mereka butuhkan, keterampilan dan juga sumber daya, untuk melaksanakan pekerjaan itu. Para
pemimpin tidak hanya memenuhi kontrak antara dirinya dan pengikutnya. Mereka
mengembangkan kekompakan antara dirinya dan pengikutnya. Kepeinimpinan penting karena is
sangat berarti bagi para pengikut—dan juga bagi para pemimpin. Manajemen yang baik penting
untuk kinerja yang baik, karena ada konsekuensi-konsekuensinya (seperti pembayaran dan
imbalan-imbal an lain). Tetapi kepemimpinan transformasional juga melakukan hal ini
39

Daftar Pustaka
Bab Dua
1. Zaleznik, A. (1977) Managers and leaders: Are they dillerent? Harvard Business Review, 55, 67-78.
2. Dalam buku teks tahun 1928 tentang tes bakat, psikolog Clark Hull mencatat bahwa pada scat pecahnya
Perang Dunia I. I.•. Otis, seorang psikolog inclustri, memberikan karyanya mengenai tes-tes seleksi untuk
para pmimpin kepada Angkatan Darat Amerika, menghasilkan tes Army Alpha.
3. Stogdill, R.M. (1948) Personal factors Associated with Leadership : A Survey of the Literature. Journal
of Psychology, 25, 35-71.
4. Katz, D., Maccoby, N., Gurin, G., & Floor, L. (1951) Productivity, supervision, and morale among
railroad workers. Ann Arbor, MI: Survey Research Center, Institute for Social Research, The University of
Michigan. Katz, D., Maccoby, N., & Morse, N.C. (1950) Productivity, supervision, and morale in an office
situation. Ann Arbor, Ml: Survey Research Center, Institute for Social Research, The University of
Michigan.
5. Stogdill, 12.M., & Coons, A.E. (1957) Leader behavior: lts description and measurement. Columbus,
OH: Bureau of Business Research, Ohio State University.
6. Blake, R.R., & Mouton, J.S. (1964) The managerial grid. I louston, Tx: Gulf. Blake, R.R., & Mouton,
J.S. (1995) The leadership grid. Houston, Tx: Gulf.
7. Bales, R.F. (1958) ''ask roles and social roles in problem-solving groups. In E.E. Maccoby, T.M.
Newcomb, & E.L. Hartley (Eds.), Readings in social psychology. New York: Holt. Bales, R.F. (1950)
Interaction process analysis. Reading, MA: Addison-Wesley.
8. Fleishman, E.A., & Harris, E.F. (1962) Patterns of Leadership behavior related to employee grievances
and turnover. Personnel Psychology, 15, 43-56.
9. Evans, M.G. (1970) The effects of supervisory behavior on the path-pal relationship. Organizational
Behavior and Human Performance, 5, 277-298. House, R.J. (1971) A path-goal theory of leader
effectiveness. Administrative Science Quarterly, 16, 321-338.
10. House. R.I., & Dessler, G. (1974) Thalm J.G. Hunt dan L.L. Larson (Eds.), Contingency approaches to
leadership (hal 29-55). Carbondale, IL: Southern Illinois University Press. House, R.J., & Mitchell, T.R.
(1974) Path-goal theory of leadership. Contemporary Journal of Business, 3 (Fall), 81-98.
11. House, R.J. (1996) Path-goal theory of leadership: Lessons, legacy, and a reformulated theory.
Leadership Quarterly, 7, 323-352.
12. Hersey, P., & Blanchard, K.H. (1969) Life cycle theory of leadership. Training and Development
Journal, 23, 26-34.
13. Hersey, P., & Blanchard, K.H. (1982) Management of organizational behavior (4.5 ed.). Englewood
Cliffs, NJ: Prentice Hall.
14. Ken Blanchard, tentu saja, saat ini sangat dikenal karena buku-buku populernya "One Minute
Manager." Setelah dia dan Hersey herpisah, masing-masing melanjutkan menulis versi mereka tentang
kepemimpinan situasional dan keduanya masih digunakan hingga saat ini.
15. Analisis-analysis statistik yang rumit terhadap lebih dari seratus studi penelitian teori jalur-tujuan
menunjukkan bahwa meskipun konteks situasional mungkin berefek terhadap pendekatan kepeminnpinan
yang paling efektif, tidak ada kesimpulan-kesimpulan yang (elan yang dapat ditarik terkait dengan
masalah-masalah dalam rancangan dan pelaksanaan penelitian (Wofford, J.C., & Liska, L.Z. (1993). Path-
goal theory of leadership: A meta-analysis. Journal of Management, 19, 857-877). Temuan-temuan yang
camper aduk jugs menjadi ciri dari penelitian pada pendskatan Hersey dan Blanchard. Meskipun suatu
penelitian terhadap pendekatan Hersey dan Blanchard telah mendukung, ternyata hanya relatif sedikit !Iasil
studi yang diterbitkan (Hersey, P., Angelini, A.L., & Carakushansky, S. (1982). The Impact of Situational
Leadership and Classroom Structure on Learning Effectiveness. Group & Organization Studies, 7, 216-
224)
16. Lea., C.R. (1986) Predictors and consequences of delegation. Academy of Management Journal, 29.
754-774.
17. Jung, C.G. (1923) Psychological types. New York: Harcourt Brace. Myers. I.B., with Myers, P.B.
(1980) Gifts differing. Palo Alto, CA: Consulting Psychologist Press. MB fi adalah kuesioner asesmen
yang didasarkan pada teori-teori Carl Jung. Selama periode akhir shad 19, karya awal tentang MBTI
40

diprakarsai °tell Katherine Briggs dan dilanjutkan oleh puts inya, Isabel Briggs Myers, selama periode
akiiir shad 20. Ini merupakan salah situ slat asesmen yang populer digunakan, yang mengemukakan bahwa
kepribadian-kepribadian individu ((spat dipahami dalam hubungan dengan pengembangan preferensi pada
empat dimensi dua kutub. Hal ini menghasilkan suatu sistem kategorisasi yang terdiri dari enam betas tipe
kepribad,an dasar.
18. McCauley, M.H. (1990) The Myer-Briggs Type Indicator and.leadership. In K.E. Clark dan M.13 Clark
(Eds.), Measures of leadership (pp 381-418). West Orange, NJ: Leadership Library of America (A Center
for Creative Leadership Book). McCauley mencatat, "Seltiruh enam belas tipe bisa menjadi presider atau
CEO tetapi [data kali* mengindikasikan bahwa beberapa tipe lebih cenderung tnencapai posisi-posisi ini
dibaudingkan dengan yang lain" (hal 411). McCauley jugs berkomentar bahwa, dalam sebualt tulisan awal
yang tidak diketahui kapan dibuatnya dais tidak dipublikasikan, Myers menyatakan babies untuk menjadi
efektif, seorang pemimpin hares mampu menerapkan semua dimensi preferensi tersebut. Myers berkata
sekalipun hal fill sulit bagi seorang individu yang berkembang dengan baik, seorang yang mempelajari
pelbagai kekuatan dan kelemahan dari preferensi-preferensi alami yang dimilikinya, dapat helajar
melakukannya.
19. Dig man, J.M. (1990) Personality structure: Emergence of the five-factor model. Annual Review of
Psychology (Volume 4) (pp. 417-440). Palo Alto, CA: Annual Review.
20. McCall, M.W, Jr., Lombardo, M.M., & Morrison, A.M. (1988) The lessons of experience: How
successful executives develop on the job. New York: Lexington Books. McCall, M.W., Jr., & Lombardo,
M.M. (1993) Off the track: Why and how successful executives get derailed (Technical Report No. 21).
Greensboro, NC: Center for Creative Leadership.
21. Stogdill, R.M. (1963) Manual for the Leader Behavior Description Questioner—Form XII. Columbus,
OH: Ohio State University, Bureau of Business Research. Pencarian yang cepat terhadap disertasi doktoral
dari beberapa tahun terakhir ini (khususnya di bidang pendidikan) akan dengan mullah mengonfirmasi
bahwa banyak disertasi akhir-akhir ini torus mempelajari dimensi-dimensi togas dan hubungan perilaku
kepemimpinan dengan menggunakan LBDQ. Meskipun versi terakhir dari Stogdill memperfitas LBDQ,
dengan menambah sepuluh Skala bars, kebanyakan penelitian disertasi masih menggunakan hanya dua
skala togas dan hubungan.
22. Fleishman, E.A. (1989) Examiner's mannual for the Supervisory Behavior Description (SBD)
Questionnaire fRevised). Chicago: Science Research Associate.
23. Graen, G.B., & Cashman, J. (1975 A role-making model of leadership in formal organizations: A
developmental approach. In J.G. Hunt and 1..1.. Larson (Eds.), Leadership frontiers (pp. 154-165). Kent,
OH: Kwent State University Press.
24. Graen, G.B., & Uhl-Bien, M. (1995) Relationship-based approach to leadership: Development of
leader-member exchange (LMX) theory of leadership over 25 years: Applying a multi-level-multi-domain
perspective. Leadership Quarterly, 6, 219-247.
25. Dansereau, E, Alutto, J.A.., Markham, E.E., & Dumas, M. (1982) Multiplexed supervision and
leadership: An application of within and between analysis In. J.G. Hotel, U. Sekaran, and C.A.
Schriewsscheim (Eds.), Leadership: Beyond establishment views (pp. 81-103). Carbondale, IL: Southern
Illinois University Press. Graen, G.B., Novak, M.A., & Sommerkamp, P. (1982) The effects of leader-
member exchange and job design on productivity and job satisfaction: Testing a dual attachment model.
Organizational Behavior and Human Performance, 30, 109-131.
26. Burns, J.M. (1978) Leadership. New York: Harpers
27. Kuhn, T.S. (1996) The structure of scientific revolutions (3rd ed.). Chicago: University of Chicago
Press.
28. Burns, op. cit., p. 4.
29. Hollander, E.P. (1980) Leadership and social exchange processes. In K.J. Gergen, M.S. Greenberg, and
R.H. Willis (Eds.), Social exchange: Advances in theory and research (pp. 103-118). New York: Plenum
Press. Hollander, E.P. (1993) Legitimacy, power, and influence: A perspective on relational feature of
leadership. In M.M. Chemers and R. Aymara (Eds.), Leadership theory and research: Perspective and
directions (pp. 29-47). New York: Academic Press.
41

30. Sergiovanni, T.J. (1984) Leadership and excellence in schooling. Educational Leadership, 41,
(February), 4-13. Sergiovanni, T.J. (1992) Moral leadership. San Fransisco: Jossey-Bass Sergiovanni, T.J.
(1984) The hfeworld of leadership. San Fransisco: Jossey-Bass.
31. Bennis, W.G. (1984) The four competencies of leadership. Training and Development Journal, 38 (8),
14-19.
32. House, R.J. (1977) A 1976 theory of charismatic leadership. In J.G. Hunt and L.L. Larson (Eds.),
Leadership: The cutting edge (pp. 189-207), Carbondale, II.: Southern Illinois University Press. House
awalnya menyebut pendekatannya sebagai sebtiah "teori kepemimpinan karismatik" tetapi akhir-akhir ini
lebili menyukai istilah "kepemimpinan berbasis nilai".
33. Bass, B.M. (1985) Leadership and performance beyond expectations. New York: Free Press.
Teori dan penelitian Bass telah mendominsi studi tentang paradigma baru. Namun,. kami percaya
pengukuran yang dikembangkan oleh Bass dan teman-temannya, yaitu Muir:fact:r Leadership
Questionnaire, mempunyai dampak psikometrik yang serius. Khususnya, MLQ. a a untuk inenilai dimensi
global tunggal yang kami namakan "perasaan karisrnank an para pengikut terhadap seorang pemimpin:'
(Bass pada awalnya menyebut dimensi ini"karisma. to apt keinudian dia menamakannya "pengaruh yang
diidealkan/idealized influence"). Tiga dimenst lain dart MLQ lebih berfokus pada perilaktoperilaku aktual
para pemimpin. Munculnya ketiga dimensi ini dihubungkan dengan dimensi-dimensi perilaku yang
dijumpai pada teon-tears lain, seperti pendekatan Bennis dan Nanus, Conger dan Kanungo, atau Kouzes
don Posner. Sebagai contoh, Rococo clan Posner berbicara tentang "menyemangati hob" sementara Bass
mengacu pada "pertimbangan yang dipribadikan." Namun, ketiga perilaku yang dikemukakan Bass—
inspirasi, pertimbangan yang dipribadikan, dan rangsangan intclektual—menjclaskan hanya proporsi kecil
dart perilaku pemimpin dibandingkan dengan dimensi karisma, yang menjelaskan lebih dani 60% persepsi
perilaku kepernimpinan. Akhirnya, kami pikir pendekatan Bass melanjutkan paradigma lama yang berfokus
pada hubungan pemimpin-pengikut sebagai sebuah dinatnika satu-satu (one-to-one dynatnic). Pendekatan
ini gagal memperhitungkan tins sccara mcmadai don, tcrutama, kontcks organisasi. Hal yang terakhir
penting untuk sebuah pernahaman yang bermakna terhadap kepemimpinan transformasional. Terlcpas Bari
masalah-masalah ini, kami percoya Bass don kolega-koleganya telah memberikan kontribusi-kontribusi
penting clan signifikan terhadap studi kepemimpinan transformasional. Merekalah yang pertama di antara
yang lainnya yang secara resmi melakukan studi kepemimpinan dalam kaitannya dragon gagasan Burns.
Lagi pula, karya mereka telah merangsang yang lain untuk berfokus pada penelitian don pemahaman
tentang paradigma ban'.
34. Bennis, W.G. (1984) The four competencies of leadership. Training and Development Journal. 38 (8),
14-19. Bennis, W.G., & Nanus, B. (1985) Leaders: The strategies for taking charge, New York: Harper &
Row
35. KOU7CS, J.M., & Posner, B.Z. (1987) The leadership challenge (2nd ed., 1995; 3rd ed., 2002). San
Fransisco: Jossey-Bass. Posner, B.Z., Kouzes, J.M. (1988) Development and validation of the leadership
Practices Inventory. Educational and Psychological Measurement, 48 (2), 483-496. Posner, B.Z., Kouzes,
J.M. (1993) Psychometric properties of the leadership Practices Inventory—Updated. Educational and
Psychological Measurement, 53 (1), 191-199.
-

Anda mungkin juga menyukai